basic emergency life saving1

27
Basic Emergency Life Saving top.wapsite.us/.../Basic_Emergency_ Life_Saving1.... - Translate this page File Format: Microsoft Word - Quick View Di beberapa negara, Basic Life Support (Bantuan Hidup Dasar) telah ... Definisi. Basic Emergency Life Saving (BELS) adalah pengetahuan dan keterampilan ... BASIC EMERGENCY LIFE SAVING Tujuan: Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu : 1. menjelaskan tahapan bantuan kegawatdaruratan dasar pada korban bencana 2. menjelaskan dan melakukan pemeriksaan kesadaran 3. mengidentifikasi gangguan jalan napas 4. menjelaskan dan melakukan pembebasan jalan napas 5. mengidentifikasi gangguan pernapasan 6. menjelaskan dan melakukan penanganan gangguan jalan napas

Upload: samuel-fp

Post on 28-Sep-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Basic Emergency Life Saving1

TRANSCRIPT

Basic Emergency Life Saving

Basic Emergency Life Savingtop.wapsite.us/.../Basic_Emergency_Life_Saving1....- Translate this pageFile Format: Microsoft Word - Quick ViewDi beberapa negara, Basic Life Support (Bantuan Hidup Dasar) telah ... Definisi. Basic Emergency Life Saving (BELS) adalah pengetahuan dan keterampilan ...

BASIC EMERGENCY LIFE SAVINGTujuan:

Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu :

1. menjelaskan tahapan bantuan kegawatdaruratan dasar pada korban bencana2. menjelaskan dan melakukan pemeriksaan kesadaran

3. mengidentifikasi gangguan jalan napas

4. menjelaskan dan melakukan pembebasan jalan napas

5. mengidentifikasi gangguan pernapasan

6. menjelaskan dan melakukan penanganan gangguan jalan napas

7. mengidentifikasi gagguan sirkulasi darah8. menjelaskan dan melakukan penanganan gangguan sirkulasiEMERGENCY LIFE SAVING BASICPendahuluanTerdapat banyak kejadian yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi kesemuanya berakhir pada satu hasil yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama otak dan jantung.

Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dikenal sebagai Bantuan Hidup (Life Support). Bila usaha bantuan hidup ini tanpa memakai cairan intravena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support).

Pengetahuan mengenai penanganan pada penderita kegawatdaruratan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap penolong. Di beberapa negara, Basic Life Support (Bantuan Hidup Dasar) telah diperkenalkan dan diajarkan hingga ke lapisan masyarakat awam. Untuk tingkatan lebih lanjut, Advance Life Support menjadi standar bagi para pelayan kesehatan di hampir seluruh negara, termasuk di Indonesia.

Kematian akan timbul bila sel tidak mendapat oksigen. Jaringan vital yang akan rusak paling dahulu, kemudian yang akan mengakibatkan kematian adalah otak.

Harus dibedakan antara mati Klinis dan mati Biologis.

a. Mati Klinis

Penderita dinyatakan mati secara klinis apabila berhenti bernafas dan jantung berhenti berdenyut. Kematian klinis masih reversible apabila dilakukan BHD.

b. Mati Biologis

Kerusakan sel otak dimulai 4-6 menit setelah berhenti pernafasan dan sirkulasi. Setelah 10 menit biasanya sudah terjadi kematian biologis.

Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari seperti nampak pada table di bawah ini :KeterlambatanKemungkinan Berhasil

1 menit

4 menit

10 menit98 %

50 %

1 %

DefinisiBasic Emergency Life Saving (BELS) adalah pengetahuan dan keterampilan pertolongan dasar pada penderita kegawatdarutan. BELS merupakan pengembangan dari BLS yang diberikan pada jajaran masyarakat yang memiliki pengetahuan dasar kedokteran. BELS meliputi penanganan korban dengan penggunaan peralatan yang minim.

Tujuan

Memberikan pertolongan kepada korban kegawatdaruratan secara baik dan benar sesuai dengan perioritas kedaruratan tanda vital korban agar bisa stabil sebelum mendapatkan perawatan lebih lanjut untuk mengurangi resiko kematian dan kecacatan ataupun cedera bertambah parah.Prosedur BELSPada pelaksanaan BELS, setiap lankah disesuaikan dengan tingkat kedaruratn tanda vital koban, dengan tidak melupakan keadaan sekitar korban. Pelaksanaan BELS sendiri meliputi D-R-A-B-C, yaitu:D - Check for DangerR - Check for Response

A - Airway management and C-Spine ControlB - Breathing management

C Circulation managementProsedur tersebut harus dilakukan secara berurutan dan simultan serta dalam waktu yang yang cepat.D - Check for Danger (Menilai kemungkinan Bahaya)Hal pertama yang dilakukan sebelum melakukan pertolongan adalah meminta bantuan dan menganalisa keadaan diri penolong serta keadaan di sekitar korban. Permintaan bantuan dapat dilakukan dengan memanggil orang lain untuk bersama-sama melakukan pertolongan, atau menghubungi unit-unit kegawatdaruratan di Indonesia, ambulance 118, polisi 110, pemadam kebakaran 114.

Penolong harus memastikan dirinya aman untuk melakukan pertolongan. Proteksi diri terhadap kemungkinan terjangkiti penyakit harus diingat. Sanagatlah penting untuk menggunakan alat-alat pelindung diri .Korban harus dalam kondisi aman untuk ditolong. Semua benda-benda berbahaya disekitar korban harus disingkirkan. Pastikan tidak ada aliran listrik disekitar korban. Bahan yang mudah terbakar juga harus diwaspadai. Pada reruntuhan bangunan, perhatikan bangunan sekitar, waspada terhadap kemungkinan runtuhnya bangunan.

Setelah memastikan diri aman untuk menolong dan korban aman untuk ditolong maka penolong dengan segera dapat melakukan pertolongan. Dan jika tidak memungkinkan melakukan pertolongan maka segera pindahkan korban, dengan berusaha untuk tidak memperparah keadaan korban selama proses pemindahan.

R - Check for Response (Penilaian Keasadaran)Check for response (penilaian kesadaran) merupakan langkah kedua yang dilakukan setelah menyingkirkan kemungkinan bahaya disekitar korban. Tingkat kesadaran dapat memberi arti terhadap tanda-tanda vital lainnya. Korban yang sadar dan dapat berbicara, memberi makna tidak ada kelainan pada fungsi pernapasan dan fungsi sirkulasinya. Korban yang tidak sadar, kemungkinan adanya masalah pada sistem pernapasan dan sirkulasi tidak bisa disingkirkan.

Kesadaran dapat dinilai dengan mengguncang badan korban dengan halus dan memanggil namanya (shake and shout). Korban yang langsung memberi respon dengan cara ini, berarti tingkat kesadaran korban masih baik, maka biarkan korban pada posisinya dan periksa keadaanya secara berkala kecuali ada bahaya disekitar korban. Jika tidak ada respon, maka penilaian kesadaran dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri. Tapi, korban yang tanggap hanya dengan adanya rangsang nyeri dapat berarti terjadi penurunan kesadaran, dan kemungkinan terdapat gangguan pada sistem pernapasan dan atau sistem sirkulasi darah, maka segera periksa sitem pernapasan dan sirkulasi.Dalam menilai kesadaran, suara korban dapat memberi gambaran keadaan jalan napasnya (airway). Korban yang dapat bersuara dengan baik, berarti jalan napas tidak mengalami sumbatan. Jika suara korban terputus, serak, tertahan, atau bahkan tidak bersuara sama sekali, maka kemungkinan adanya sumbatan jalan napas tidak dapat disingkirkan. A - Airway and C-Spine Control

Airway (jalan napas) adalah organ vital yang harus dinilai pada korban kegawatdaruratan. Adanya gangguan pada jalan napas dapat berakibat napas tidak adekuat hingga terjadi henti napas, dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu 4 - 6 menit.

A. Penilaian

Setelah menilai kesadaran, maka penolong harus dengan segera dapat menilai fungsi jalan napas. Pada korban yang sadar dan dapat bersuara, jalan napas bisa dikatakan bebas atau tidak ada gangguan. Pada korban yang tidak mengeluarkan suara atau tidak sadar, maka penilaian jalan napas dapat dilakukan dengan :

Look (lihat)

Melihat langsung ke rongga mulut ada atau tidaknya sumbatan pada jalan napas.

Listen (dengar)

Mendengarkan suara napas korban. Adanya snoring atau gurgling. Feel (rasakan)

Merasakan dengan pipi atau punggung tangan adanya hembusan napas dari korban.

B. Sumbatan Jalan NapasSumbatan jalan nafas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan circulation. Lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten. Obstruksi jalan nafas total atau parsial.

1. Obstruksi Total

Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal laring (tersedak). Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.

Bila Penderita masih Sadar

Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada ventilasi).

Bila Penderita ditemukan Tidak Sadar

Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat melakukan pernafasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadap ventilasi. Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari ke dalam faring sampai di belakang epiglottis.

2. Obstruksi Parsial

Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderitanya masih bisa bernafas sehingga timbul berbagai macam suara, tergantung penyebabnya :

Cairan (Darah, secret, aspirasi lambung, dsb.)

Timbul suara gurgling, suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam keadaan ini harus dilakukan penghisapan.

Lidah yang jatuh ke belakang

Keadaan ini bisa terjadi karena keadaan tidak sadar atau patahnya rahang bilateral. Timbul suara mengorok (Snoring) yang harus diatasi dengan perbaikan Airway, secara manual atau dengan alat.

Penyempitan di Laring atau Trachea

Dapat disebabkan udema karena berbagai hal (luka bakar, radang, dsb.) ataupun desakan neoplasma. Timbul suara crowing atau stridor respiratori. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan airway distal dari sumbatan, misalnya dengan Trakheostomi.

C. Kontrol ServikalBerbagai usaha dapat dilakukan dalam membebaskan jalan napas sesuai dengan jenis sumbatannya. Tapi perlu diingat bahwa sebelum melakukan berbagai tindakan pada jalan napas, terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah C-spine Control (kontrol servikal/leher). Kemungkinan adanya cedera leher - ditandai dengan jejas atau tanda trauma di daerah atas os clavicula (tulang selangka) termasuk di kepala - harus diwaspadai. Pada korban trauma yang tidak sadar dan atau tidak diketahui mekanime terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda cedera leher, patut dicurigai mengalami cedera leher. Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika.

Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck atau dengan bantuan benda keras lain yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat pula menggunakan kedua tangan atau paha penolong (jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan kontrol pada jalan napas korban.

D. Pengelolaan jalan napas

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan membebaskan jalan napas pada sumbatan jalan napas akibat lidah jatuh ke belakang adalah sebagai berikut :

1. Head Tilt (ekstensi kepala)

Dengan menekan kepala (dahi) ke bawah maka jalan napas akan berada dalam posisi yang lurus dan terbuka. Tindakan ini tidak dianjurkan lagi karena besarnya pergerakan yang ditimbulkan pada servikal.2. Chin Lift (angkat dagu)

Mengangkat dagu menggunakan jari dengan maksud lidah yang menyumbat jalan napas dapat terangkat sehingga jalan napas terbuka. Jika dilakukan dengan benar cara ini tidak akan banyak menimbulkan gerakan pada servikal.

(A)

(B) Gambar (A) Sumbatan Jalan napas disebabkan oleh lidah,

Gambar (B) Head Tilt (X) dan Chin Lift (()3. Jaw Thrust (mendorong rahang)

Mendorong mandibula (rahang) korban ke arah depan dengan maksud yang sama dengan chin lift. Mandibula diangkat ke atas oleh jari tengah di sudut rahang (angulus mandibula), dorongan di dagu dilakukan dengan menggunakan ibu jari, dan jari telunjuk sebagai penyeimbang di ramus mandibula.

4. Orofaringeal Airway (gudle)

Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan. Oropharyngeal Airway dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di belakang lidah.

Cara terbaik penggunaan alat ini adalah dengan menekan lidah memakai tong spatel atau sendok dan memasukkan alat ke arah posterior. Alat tidak boleh mendorong lidah ke belakang karena akan menyumbat faring. Alat ini juga tidak boleh dipakai penderita sadar karena bisa menimbulkan rangsang muntah dan kemudian aspirasi.

Cara lain adalah dengan memasukkan alat secara terbalik sampai menyentuh palatum molle lalu alat diputar 180( dan diletakkan di belakang lidah. Teknik ini tidak boleh dipakai oleh anak kecil karena mungkin mematahkan gigi.

Jaw Thrust

Orofaringeal AirwayUsaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan membebaskan jalan napas pada sumbatan yang disebabkan oleh cairan adalah sebagai berikut:

1. Finger Sweep

Teknik sapuan jari biasanya dilakukan pada penderita yang tidak sadar. Pada tindakan ini, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda padat atau cairan yang mengganggu jalan napas. Terlebih dahulu mulut korban dibuka dengan menggunakan manuver Chin Lift atau Jaw Thrust, atau dapat pula menggunakan finger cross menyilangkan telunjuk dan ibu jari untuk membuka mulut korban.Untuk mengeluarkan cairan, dapat dibantu dengan menggunakan bahan yang mudah menyerap cairan. Jangan memasukkan jari terlampau dalam karena bisa menimbulkan rangsang muntah.2. SuctionSuction dapat dilakukan dengan kateter suction (kateter lunak) atau alat suction khusus seperti yang dipakai di kamar operasi. Untuk cairan (darah, secret, dsb.) dapat dipakai soft tip tetapi untuk materi yang lental sebaiknya memaki tipe yang rigid. Di lapangan, dapat dibuat suction sederhana menggunakan spoit 10 cc atau yang lebih besar dan selang kecil.

3. Recovery Position

Posisi ini dapat digunakan untuk membuang cairan dari rongga mulut atau jalan napas. Jika cairan sulit keluar maka dapat dibantu dengan finger sweap. Tindakan ini tidak dapat dilakukan pada korban dengan tanda adanya cedera pada leher, tulang belakang, atau cedera lain yang dapat bertambah parah akibat posisi ini.

(A)

(B)

(C)Gambar (A) Recovery Position, (B),(C) Finger Sweap

Usaha-usaha untuk membebaskan jalan napas dari obstruksi total akibat benda asing dapat dilakukan dengan :

1. Back Blow Back SlapTepukan pada punggung di antara kedua scapula (tulang belikat) , dengan maksud memberikan tekanan yang besar pada rongga dada, dapat dilakukan pada semua usia korban.Pada korban yang masih sadar, tepukan punggung dapat dilakukan dalam keadaan berdiri. Penolong menopang tubuh korban di bagian dada menggunakan tangan terkuat, Tubuh korban sedikit dibungkukkan untuk memudahkan benda asing keluar melalui mulut. Pada korban yang tidak sadar, tepukan pada korban dapat dilakukan pada posisi korban miring stabil, dengan syarat tidak ada cedera leher dan tulang belakang.

2. Abdominal Thrust

Tekanan pada perut di gunakan untuk memberikan tekanan pada rongga dada. Tekanan dilakukan di daerah epigastrium (daerah antara pusat dan tajuk pedang/xipoideus). Pada korban sadar dapat dilakukan sambil berdiri. Penolong seperti memeluk korban dari belakang dan melakukan tekanan dengan kedua tangan ke arah belakang atas. Pada korban tidak sadar, tekanan pada perut dapat dilakukan dengan menaiki tubuh korban. Tekanan diberikan dengan sudut 45O ke arah belakang atas.

Pertolongan ini tidak dianjurkan untuk dilakuakn pada korban anak-anak dibawah usia 8 tahun, bayi, wanita hamil, dan orang gemuk. 3. Chest Thrust

Tekanan pada dada dilakukan dengan memberikan tekanan di daerah 2/3 sternum (tulang pedang). Pada orang dewasa tekanan diberikan dengan bantuan berat badan penolong sama dengan pijatan jantung luar. Sedangkan pada bayi, tekanan cukup dilakukan dengan dua jari.

Semua usaha pembebasan jalan napas pada penderita tersedak dilakukan sebanyak 5 kali, setalah itu lakukan evaluasi terhadap jalan napas, jika tidak ada perbaikan, maka usaha tersebut dapat diulangi.

Krikotiroidotomi

Tindakan pembebasan jalan napas harus senantiasa dievaluasi. Dan dilakuakan dengan cepat. Jika semua tindakan tersebut tidak berhasil, maka dapat tindakan yang dilakukan adalah membuat jalan pintas pada leher, dengan jalan membuat jalur ventilasi baru di daerah tenggorokan, diantara tulang krikoid dan tiroid (jakun/adams apel). Tindakan ini dikenal dengan kritiroidotomi. Jika usaha-usaha penanganan jalan napas telah dilakukan dan jalan napas dinyatakan bebas, kembali lakukan penilaian (re-evaluasi), jika ditemukan hembusan napas maka pertahankan jalan napas. Jika tidak ada hembusan napas maka segera periksa pernapasan (breathing)B - Breathing management

Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi baik dari paru, dinding thoraks (dada), dan diafragma. Pakaian yang menutupi dada korban harus dibuka untuk melihat pernafasan korban. Penilaian

Pernafasan Normal

Kecepatan bernafas manusia adalah :

Dewasa: 12-20 kali/menit

Anak-anak: 15-30 kali/menit

Bayi

: 30-50 kali/menit

Pada orang dewasa abnormal bila pernafasan >30 atau