balada kelas akselerasi

2
Malam ini menjelang tengah malam disaat saya akan menulis update blog ini saya mendapat telepon dari bibi saya di Palembang sana. Tumben – tumbennya pikir saya, sembari menebak alasan apa yang membuat beliau menelepon saya malam – malam begini. Ternyata sepupu kecil saya (anak beliau) sedang mengalami kesulitan mengerjakan PR Matematika. Sebelumnya bibi sudah mengontak adik saya yang kuliah di Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya. Sayangnya handphone beliau tidak aktif. AKhirnya langkah terakhir beliau mengontak saya, keponakannya yang paling tua :-D. PRnya memang agak susah. Soal – soal tentang perpangkatan yang dulu saya baru ketemu semasa SMA. Bahkan di SMP kami pun anak kelas 7 tidak belajar materi seperti yang sepupu saya terima. Hal ini wajar mengingat sepupu kecil saya ini berada di kelas Akselerasi yang semuanya serba “kebut” sehingga materi – materi terasa dipercepat agar target lulus 2 tahun bisa tercapai. Saya sendiri kalau diminta pendapatnya, sangat tidak sepakat dengan program akselerasi yang dijual sekolah – sekolah berlabel internasional. Sementara, orang tua lain termasuk bibi saya, akan merasa bangga ketika anaknya berhasil lolos masuk kelas akselerasi di sebuah sekolah ‘bermutu’. Meskipun terkadang biayanya jauh lebih mahal, tak apalah yang penting lebih ‘bergengsi’. Alasannya sih banyak. Yang paling utama adalah program akselerasi ini sangat tidak sesuai dengan teori tahapan perkembangan anak seperti yang saya pelajari, dimana domain berpikir otak anak harus dibangun secara menyeluruh, tidak hanya berfokus pada domain Kognisi. Seperti yang kita ketahui, program sekolah – sekolah saat ini terlebih sekolah akselerasi hanya menekankan kemampuan kognisi anak dan mengabaikan pengembangan domain lain seperti sosial, afeksi, bahkan estetik. Anak – anak hanya dipaksa pintar menjawab soal – soal yang diberikan oleh guru, sementara sikap anak, interaksi sosialnya, juga kemampuan seni serta kreatifitasnya ditinggal begitu saja. Akibatnya wajar kita jarang menemukan anak yang dilabeli ‘pintar’ oleh lingkungan juga menjadi anak kreatif dengan ide – ide segudang. Kelas akselerasi juga bisa membuat anak yang masuk di dalamnya merasa ujub (sombong) karena berada di kelas the best. Sedangkan anak – anak di luar kelas akselerasi bisa dicap ‘bodoh’ atau biasa saja. Kembali ke sepupu kecil saya, Di tengah tulisan ini bahkan dia menelepon lebih dari satu jam untuk mendengarkan penjelasan saya. Sementara penjelasan matematika yang saya sampaikan tidak dapat diterima begitu saja tanpa melihat langsung cara penyelesainnya dikarenakan keterbatasan cara menjelaskan notasi akar, pangkat, tanda kurung, tanda kurung kurawal, atau operasi hitung seperti penjumlahan, perkalian, pengurangan, atau pembagian. Saya malah jadi kasihan dengan sepupu kecil saya, karena sampai tengah malam Sementara anak – anak lainnya sedang terlelap di mimpi indah mereka, dia masih berkutat dengan puluhan soal – soal di LKSnya yang harus dikumpulkan segera.

Upload: said-rahman

Post on 15-Jan-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tentang kelas akselerasi

TRANSCRIPT

Page 1: Balada Kelas Akselerasi

Malam ini menjelang tengah malam disaat saya akan menulis update blog ini saya mendapat telepon dari bibi saya di Palembang sana. Tumben – tumbennya pikir saya, sembari menebak alasan apa yang membuat beliau menelepon saya malam – malam begini. Ternyata sepupu kecil saya (anak beliau) sedang mengalami kesulitan mengerjakan PR Matematika. Sebelumnya bibi sudah mengontak adik saya yang kuliah di Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya. Sayangnya handphone beliau tidak aktif. AKhirnya langkah terakhir beliau mengontak saya, keponakannya yang paling tua :-D.

PRnya memang agak susah. Soal – soal tentang perpangkatan yang dulu saya baru ketemu semasa SMA. Bahkan di SMP kami pun anak kelas 7 tidak belajar materi seperti yang sepupu saya terima. Hal ini wajar mengingat sepupu kecil saya ini berada di kelas Akselerasi yang semuanya serba “kebut” sehingga materi – materi terasa dipercepat agar target lulus 2 tahun bisa tercapai.

Saya sendiri kalau diminta pendapatnya, sangat tidak sepakat dengan program akselerasi yang dijual sekolah – sekolah berlabel internasional. Sementara, orang tua lain termasuk bibi saya, akan merasa bangga ketika anaknya berhasil lolos masuk kelas akselerasi di sebuah sekolah ‘bermutu’. Meskipun terkadang biayanya jauh lebih mahal, tak apalah yang penting lebih ‘bergengsi’.

Alasannya sih banyak. Yang paling utama adalah program akselerasi ini sangat tidak sesuai dengan teori tahapan perkembangan anak seperti yang saya pelajari, dimana domain berpikir otak anak harus dibangun secara menyeluruh, tidak hanya berfokus pada domain Kognisi. Seperti yang kita ketahui, program sekolah – sekolah saat ini terlebih sekolah akselerasi hanya menekankan kemampuan kognisi anak dan mengabaikan pengembangan domain lain seperti sosial, afeksi, bahkan estetik. Anak – anak hanya dipaksa pintar menjawab soal – soal yang diberikan oleh guru, sementara sikap anak, interaksi sosialnya, juga kemampuan seni serta kreatifitasnya ditinggal begitu saja. Akibatnya wajar kita jarang menemukan anak yang dilabeli ‘pintar’ oleh lingkungan juga menjadi anak kreatif dengan ide – ide segudang.

Kelas akselerasi juga bisa membuat anak yang masuk di dalamnya merasa ujub (sombong) karena berada di kelas the best. Sedangkan anak – anak di luar kelas akselerasi bisa dicap ‘bodoh’ atau biasa saja.

Kembali ke sepupu kecil saya, Di tengah tulisan ini bahkan dia menelepon lebih dari satu jam untuk mendengarkan penjelasan saya. Sementara penjelasan matematika yang saya sampaikan tidak dapat diterima begitu saja tanpa melihat langsung cara penyelesainnya dikarenakan keterbatasan cara menjelaskan notasi akar, pangkat, tanda kurung, tanda kurung kurawal, atau operasi hitung seperti penjumlahan, perkalian, pengurangan, atau pembagian. Saya malah jadi kasihan dengan sepupu kecil saya, karena sampai tengah malam Sementara anak – anak lainnya sedang terlelap di mimpi indah mereka, dia masih berkutat dengan puluhan soal – soal di LKSnya yang harus dikumpulkan segera.

Jadi, apakah kelas akselerasi itu manusiawi ?