bakteri probiotik in akuakultur

3
APLIKASI PROBIOTIK DALAM AKUAKULTUR DI SULAWESI TENGGARA (oleh : Kadir Sabilu * ) UDANG windu, siapa yang tak mengenalnya. Tahun 1990, komoditas itu menjadi salah satu primadona ekspor Indonesia. Selain rasanya yang manis, nilai ekspornya memang luar biasa. Untuk ukuran standar, 30 ekor per kilogram, waktu itu sudah ratusan ribu rupiah. Tidak heran bila tiap kali panen, para petambak laksana mendulang emas dari tambaknya. Fenomena sekarang, Permintaan akan udang windu (Pennaeus monodon) masih sangat tinggi, baik untuk pasaran ekspor maupun lokal dengan harga stabil, betolak belakang dengan produksi udang windu yang cenderung terus menurun. Data statistik perikanan Indonesia, produksi tahun 2007 352.220 ton sedangkan target produksi udang nasional tahun 2009 sebesar 540.000 ton. Target produksi udang nasional sebesar 540.000 ton tahun 2009 terancam tidak terpenuhi. Untuk menyokong produksi tersebut, kinerja tambak tradisional harus digenjot sehingga target itu tercapai. Fenomena sekarang ini lebih dari 50 persen kondisi tambak udang di indonesia tidak lagi beroperasi, hal yang sama juga terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, dari 51.031,9 Ha potensi tambak yang dimiliki hanya sekitar 37,13% atau 18.946,56 Ha saja luas tambak yang terolah (DKP Sultra, 2007). Dalam usaha budidaya udang, baik tradisional maupun intensif, terdapat dua kendala utama yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan yaitu : pertama, faktor eksternal yaitu fluktuasi air tawar dan air laut yang digunakan. Kedua, faktor internal yang mencakup pengolahan tanah/sedimen setelah panen, aerasi, dan pemberian pakan selama periode pemeliharaan. Kondisi sedimen tambak yang sudah tua, kegiatan pengapuran secara terus menerus dipastikan memicu kerusakan sedimen pada tambak. Bisa dibayangkan sudah berapa ton kapur yang masuk, disamping nutrien dan pakan yang tidak bisa dikeluarkan lagi. Permasalahan mendasar yang menyebabkan tambak tradisional tidak beroperasi adalah faktor lingkungan budidaya itu sendiri. dimana akibat pengapuran terus menerus ditambah masukan polutan nonpoint serta limbah yang dihasilkan oleh udang menyebabkan udang yang dipelihara pada tambak tradisional tidak dapat hidup. Penyebab utama kematian udang peliharaan dipicu oleh penurunan kualitas air dan kerusakan sedimen. Hal ini terjadi akibat dari tingginya kandungan bahan nitrogen anorganik, senyawa organik karbon dan sulfida baik yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang atau pemupukan dalam jangka panjang. Hal tersebut akhirnya berdampak langsung terhadap kandungan senyawa amoniak, nitrit, nitrat, hidrogen sulfida dan senyawa karbon yang bersifat toxit pada sistem tambak udang dan menyebabkan keseimbangan ekologis mikroorganisme menjadi tidak normal. Akibatnya

Upload: kadir-sabilu

Post on 13-Jun-2015

1.367 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bakteri Probiotik in Akuakultur

APLIKASI PROBIOTIK DALAM AKUAKULTUR DI SULAWESI TENGGARA(oleh : Kadir Sabilu*)

UDANG windu, siapa yang tak mengenalnya. Tahun 1990, komoditas itu menjadi salah satu primadona ekspor Indonesia. Selain rasanya yang manis, nilai ekspornya memang luar biasa. Untuk ukuran standar, 30 ekor per kilogram, waktu itu sudah ratusan ribu rupiah. Tidak heran bila tiap kali panen, para petambak laksana mendulang emas dari tambaknya. Fenomena sekarang, Permintaan akan udang windu (Pennaeus monodon) masih sangat tinggi, baik untuk pasaran ekspor maupun lokal dengan harga stabil, betolak belakang dengan produksi udang windu yang cenderung terus menurun. Data statistik perikanan Indonesia, produksi tahun 2007 352.220 ton sedangkan target produksi udang nasional tahun 2009 sebesar 540.000 ton. Target produksi udang nasional sebesar 540.000 ton tahun 2009 terancam tidak terpenuhi.

Untuk menyokong produksi tersebut, kinerja tambak tradisional harus digenjot sehingga target itu tercapai. Fenomena sekarang ini lebih dari 50 persen kondisi tambak udang di indonesia tidak lagi beroperasi, hal yang sama juga terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, dari 51.031,9 Ha potensi tambak yang dimiliki hanya sekitar 37,13% atau 18.946,56 Ha saja luas tambak yang terolah (DKP Sultra, 2007). Dalam usaha budidaya udang, baik tradisional maupun intensif, terdapat dua kendala utama yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan yaitu : pertama, faktor eksternal yaitu fluktuasi air tawar dan air laut yang digunakan. Kedua, faktor internal yang mencakup pengolahan tanah/sedimen setelah panen, aerasi, dan pemberian pakan selama periode pemeliharaan. Kondisi sedimen tambak yang sudah tua, kegiatan pengapuran secara terus menerus dipastikan memicu kerusakan sedimen pada tambak. Bisa dibayangkan sudah berapa ton kapur yang masuk, disamping nutrien dan pakan yang tidak bisa dikeluarkan lagi. Permasalahan mendasar yang menyebabkan tambak tradisional tidak beroperasi adalah faktor lingkungan budidaya itu sendiri. dimana akibat pengapuran terus menerus ditambah masukan polutan nonpoint serta limbah yang dihasilkan oleh udang menyebabkan udang yang dipelihara pada tambak tradisional tidak dapat hidup.

Penyebab utama kematian udang peliharaan dipicu oleh penurunan kualitas air dan kerusakan sedimen. Hal ini terjadi akibat dari tingginya kandungan bahan nitrogen anorganik, senyawa organik karbon dan sulfida baik yang berasal dari sisa pakan, kotoran udang atau pemupukan dalam jangka panjang. Hal tersebut akhirnya berdampak langsung terhadap kandungan senyawa amoniak, nitrit, nitrat, hidrogen sulfida dan senyawa karbon yang bersifat toxit pada sistem tambak udang dan menyebabkan keseimbangan ekologis mikroorganisme menjadi tidak normal. Akibatnya tambak udang sebagian beralih fungsi atau bahkan sebagian besar dibiarkan terlantar tanpa aktifitas produksi.Untuk mengembalikan kondisi tambak, satu-satunya jalan hanyalah bioremediasi, aktivitas organisme untuk mengembalikan proses dekomposisi. Teknik ini menyembuhkan tambak yang "sakit" dengan menambahkan mikroorganisme tertentu. Mengeluarkan amoniak, nitrit, nitrat, hidrogen sulfida dan senyawa karbon yang bersifat toxit dari tambak hanya bisa dilakukan melalui aplikasi probiotik.Probiotik adalah mikroorganisme yang memiliki kemampuan mendukung pertumbuhan dan produktivitas udang. Probiotik berfungsi menyeimbangkan jumlah mikroorganisme di perairan, mengurangi residu sisa pakan, membantu daya tahan udang, serta memacu pertumbuhan. Selain membuat udang sehat, cepat besar, dan tahan terhadap penyakit, probiotik juga dimanfaatkan untuk mempercepat proses pemurnian air secara bakterial, sehingga kegiatan produksi budidaya udang dapat dihidupkan lagi secara kontinyu.MENGAPA PROBIOTIKBeberapa alasan penggunaan probiotik ( bakteri pengurai ) dalam budidaya udang:1. Dalam budidaya udang intensif ( padat tebar > 125 ekor/m2 ), akan terjadi penimbunan kotoran

( feses udang, sisa pakan, dan bangkai planton yang mati ) yang banyak dan cepat di dasar tambak.2. Timbunan kotoran di dasar tambak, walaupun sudah dibersihkan tiap hari melalui sipon atau pipa

central drain, tapi masih banyak yang tertimbun di dasar tambak.3. Selama proses budidaya udang selama minimum 4 bulan, akan terjadi proses pembusukan di dasar

tambak dalam kondisi anaerob yang menghasilkan gas-gas beracun ( H2S, NH3, NO2 dll ). Ini sangat berbahaya bagi udang yang dipelihara, ancaman stres dan keracunan yang dapat berakibat pada kematian.

Page 2: Bakteri Probiotik in Akuakultur

4. Perairan sebagai sumber air yang digunakan untuk budidaya udang sudah terkontaminasi oleh virus dan bakteri pathogen, sehingga dengan aplikasi probiotik dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen.

5. Dapat menekan terjadinya blomming phytoplankton dengan membentuk flok-flok bakteri probiotik di dalam petak budidaya.

6. Menjaga kestabilan kualitas air terutama dalam menjaga kisaran fluktuasi PH harian dan mencegah terjadinya PH tinggi

Jenis mikroorganisme yang dapat dijadikan agen probiotik bisa dari golongan bakteri, mikroalga, yeast (fungi) atau actinomycetes. Sebagian besar menggunakan bakteri. Dan golongan ini dibagi lagi dalam beberapa kelompok. Ada bakteri Nitrifikasi, Denitrifikasi, Fotosintetik, Bacillus spp, Lactobacillus, Cellulomonas, Pseudomonas, dan Vibrio alginolyticus. Bakteri jenis Lactobacillus yang paling banyak digunakan. Sementara, agen probiotik dari golongan fungi, khususnya Saccharomyces memiliki karakteristik unik, mampu memproduksi asam glutamat yang dapat meningkatkan palatability, mempunyai tingkat resistensi dan daya hidup lebih tinggi dibanding bakteri.Penggunaan probiotik di tambak sangat bergantung pada tujuannya. Jika ingin memperbaiki dasar tambak, dipilih probiotik berisi bakteri yang mampu mereduksi H2S, amoniak, dan nitrifikasi bakteri, terkait dengan fungsinya sebagai bioremediasi (pengurai). “Sedangkan petambak yang ingin menekan pertumbuhan bakteri patogenik, Vibrio harveyi misalnya, menggunakan probiotik yang bersifat biokontrol. Penggunaan probiotik yang diambil dari tambak setempat dinilai oleh ini sangat baik karena bakteri dipastikan tumbuh baik di habitat aslinya. Meskipun demikian, ia juga mengakui penggunaan probiotik lokal butuh waktu dan tenaga ekstra.

Budidaya udang windu saat ini tidak bisa disamakan dengan era 1980-an menggunakan sistem pengelolaan air terbuka dan plankton semata, Pengelolaan air sistem terbuka sudah tidak mungkin lagi diterapkan pada budidaya udang. Mau tak mau, air harus dikelola dengan  sistem tertutup  atau sama sekali tidak ganti air (zero water exchange) Karena, Kalau ganti air, belum tentu air pengganti lebih baik dari yang digantikan. Dulu pergantian air tambak minimal 15—20% per hari, saat ini satu hari sekitar dua cm saja hal ini dimaksudkan Hanya  untuk membuang kotorannya dan mengganti air yang menguap.

Penggunaan probiotik keluaran pabrik dipastikan dapat meningkatkan nilai SR udang peliharaan, asalkan diberikan dengan dosis yang sesuai dan didampingi tenaga teknis yang terlatih. Adalah H. Endi Muchtarudin, petambak di Desa Rengasdengklok Utara, Kec. Rengasdengklok, Kab. Karawang, Jabar, yang membuka mata pelaku bisnis udang dengan keberhasilannya memanen udang windu sebanyak 22 ton dari 11 petak tambak miliknya. Sehingga penerapan teknologi probiotik dapat dimanfaatkan sebagai solusi yang tepat dalam usaha mengembalikan kejayaan produksi udang budidaya khususnya di daerah Sulawesi tenggara.

* Penulis adalah Dosen pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo