bahan tutorial minggu 2

7
Anemia Hemolitik Auto Imun Anemia hemolitik autoimun adalah suatu kelainan dimana terdapat antibodi tertentu pada tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-selfnya, sehingga menyebabkan eritrosit mengalami lisis. Etiologi Idiopatik, sampai sekarang masih belum jelas. Patofisiologi Ada 2 mekanisme yang menyebabkan anemia hemolitik autoimun. Yaitu aktivasi komplemen dan aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya. aktivasi komplemen. Ada dua cara aktivasinya, klasik dan alternatif. (1) Kalau klasik biasanya diaktifkan oleh antibodi IgM, IgG1, IgG2 dan IgG3. Mulai dari C1, C4, dst hingga C9, nanti ujungnya terbentuklah kompleks penghancur membran yg terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyusup ke membran sel eritrosit dan mengganggu aliran transmembrannya, sehingga permeabilitas membran eritrosit normal akan terganggu, akhirnya air dan ion masuk, eritrosit jadi bengkak dan ruptur. (2) Untuk aktivasi alternativ hanya berbeda urutan pengaktivannya, ujungnya ntar molekul C5b yang akan menghancurkan membran eritrosit. aktivasi mekanisme seluler. Mekanismenya, jika ada eritrosit yang tersensitisasi oleh komponen sistem imun seperti IgG atau kompemen, namun tidak terjadi aktivasi sistem komplemen lebih lanjut, maka ia akan difagositosis langsung oleh sel- sel retikuloendotelial. Proses ini dikenal dg mekanisme immunoadhearance. Diagnosis Untuk mendiagnosis seseorang menderita anemia hemolitik, dilakukan pemeriksaan Commb’s Test. Ada dua cara: 1. Direct Coomb’s test. Sel eritrosit pasien dibersihkan dari protein-protein yang melekat, lalu direaksikan dengan antibodi monoklonal seperti IgG dan komplemen seperti C3d. Jika terjadi aglutinasi, maka hasilnya positif. Berarti IgG atau C3d atau keduanya melekat di eritrosit tersebut. 2. Indirect Coomb’s test. Serum pasien diambil, direaksikan dengan sel-sel reagen yaitu sel darah merah yang sudah terstandar. Jika terjadi aglutinasi, maka hasilnya positif. Berarti ada imunoglobulin di serum tersebut yang bereaksi dengan sel-sel reagen. Klasifikasi Anemia hemolitik autoimun ada dua jenis, tipe hangat dan tipe dingin. A. Tipe Hangat

Upload: fauzul-nurul-azmi

Post on 09-Aug-2015

31 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Tutorial Minggu 2

Anemia Hemolitik Auto ImunAnemia hemolitik autoimun adalah suatu kelainan dimana terdapat antibodi tertentu pada

tubuh kita yang menganggap eritrosit sebagai antigen non-selfnya, sehingga menyebabkan eritrosit mengalami lisis.

EtiologiIdiopatik, sampai sekarang masih belum jelas.PatofisiologiAda 2 mekanisme yang menyebabkan anemia hemolitik autoimun. Yaitu aktivasi komplemen dan aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.

aktivasi komplemen. Ada dua cara aktivasinya, klasik dan alternatif. (1) Kalau klasik biasanya diaktifkan oleh antibodi IgM, IgG1, IgG2 dan IgG3. Mulai dari C1, C4, dst hingga C9, nanti ujungnya terbentuklah kompleks penghancur membran yg terdiri dari molekul C5b,C6,C7,C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyusup ke membran sel eritrosit dan mengganggu aliran transmembrannya, sehingga permeabilitas membran eritrosit normal akan terganggu, akhirnya air dan ion masuk, eritrosit jadi bengkak dan ruptur. (2) Untuk aktivasi alternativ hanya berbeda urutan pengaktivannya, ujungnya ntar molekul C5b yang akan menghancurkan membran eritrosit.

aktivasi mekanisme seluler. Mekanismenya, jika ada eritrosit yang tersensitisasi oleh komponen sistem imun seperti IgG atau kompemen, namun tidak terjadi aktivasi sistem komplemen lebih lanjut, maka ia akan difagositosis langsung oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses ini dikenal dg mekanisme immunoadhearance.

DiagnosisUntuk mendiagnosis seseorang menderita anemia hemolitik, dilakukan pemeriksaan Commb’s Test. Ada dua cara:

1. Direct Coomb’s test. Sel eritrosit pasien dibersihkan dari protein-protein yang melekat, lalu direaksikan dengan antibodi monoklonal seperti IgG dan komplemen seperti C3d. Jika terjadi aglutinasi, maka hasilnya positif. Berarti IgG atau C3d atau keduanya melekat di eritrosit tersebut.

2. Indirect Coomb’s test. Serum pasien diambil, direaksikan dengan sel-sel reagen yaitu sel darah merah yang sudah terstandar. Jika terjadi aglutinasi, maka hasilnya positif. Berarti ada imunoglobulin di serum tersebut yang bereaksi dengan sel-sel reagen.

KlasifikasiAnemia hemolitik autoimun ada dua jenis, tipe hangat dan tipe dingin.A. Tipe Hangat

Yaitu hemolitik autoimun yang terjadi pada suhu tubuh optimal (37 derajat celcius). Manifestasi klinis: gejala tersamar, gejala2 anemia, timbul perlahan, menimbulkan

demam bahkan ikterik. Jika diperiksa urin pada umumnya berwarna gelap karena hemoglobinuri. Bisa juga terjadi splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati.

Pemeriksaan Lab: Coomb’s test direk positif, Hb biasanya Prognosis: hanya sedikit yang bisa sembuh total, sebagian besar memiliki perjalanan

penyakit yang kronis namun terkendali. Survival 70%. Komplikasi bisa terjadi, seperti emboli paru, infark limpa, dan penyakit kardiovaskuler. Angka kematian 15-25%.

Terapi: (1) pemberian kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari, jika membaik dalam 2 minggu dosis dikurangi tiap minggu 10-20 mg/hari. (2) splenektomi, jika terapi kortikosteroid tidak adekuat; (3) imunosupresi: azatioprin 50-200 mg/hari atau siklofosfamid 50-150 mg/hari; (4) terapi lain: danazol, imunoglobulin; (5) tansfusi jika kondisinya mengancam jiwa (misal Hb <3mg/dl)

B. Tipe Dingin

terjadi pada suhu tubuh dibawah normal. Antibodi yang memperantarai biasanya adalah IgM. Antibodi ini akan langsung berikatan dengan eritrosit dan langsung memicu fagositosis.

Page 2: Bahan Tutorial Minggu 2

Manifestasi klinis: gejala kronis, anemia ringan (biasanya Hb:9-12g/dl), sering dijumpai akrosianosis dan splenomegali.

pemeriksaan lab: anemia ringan, sferositosis, polikromasia, tes coomb positif, spesifisitas tinggi untuk antigen tertentu seperti anti-I, anti-Pr, anti-M dan anti-P.

Prognosis:baik, cukup stabil terapi: hindari udara dingin, terapi prednison, klorambusil 2-4 mg/hari, dan plasmaferesis

untuk mengurangi antibodi IgM.

Hasil Lab pada AIHA atau Anemia Hemolitik   Autoimun Posted on September 4, 2012 by drdjebrut

AIHA (Autoimmune Hemolytic Anemia) atau anemia hemolitik autoimun merupakan anemia yang disebabkan oleh penghancuran eritrosit oleh autoantibodi. Disebut autoantibodi karena tubuh pasien yang memproduksi antibodi melawan eritrositnya sendiri. Penyebabnya adalah adanya kelainan pada saat pembentukan limfosit, sehingga limfosit yang reaktif terhadap antigen eritrosit tetap terbentuk. Terdapat dua macam tipe dari AIHA ini, yaitu tipe warm dan cold, dengan sekitar 70% kasus merupakan tipe warm. Dalam diagnosis AIHA ini diperlukan temuan klinis atau laboratoris adanya hemolisis (pemecahan eritrosit) dan pemeriksaan serologi autoantibodi.

Gejala yang dirasakan oleh penderita AIHA adalah gejala umum anemia (lemah, letih, lesu), seringkali disertai demam dan jaundice (sakit kuning). Urin berwarna gelap sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda jaundice, pembesaran limpa, pembesaran hati, dan pembesaran kelenjar getah bening.

Selain gejala dan tanda tersebut, terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang dalam diagnosis AIHA. Yang pertama perlu diperiksa adalah DL (darah lengkap) dan hapusan darah. Dari DL bisa dilihat adanya penurunan Hb (anemia) dan hematokrit. Penurunan Hb biasanya berat dengan kadar kurang dari 7 g/dl. Kadar trombosit dan leukosit biasanya masih normal. Bisa juga didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Pada hapusan darah dapat ditemukan bentukan eritrosit yang bervariasi (poikilositosis), sferosit, polikromasi dan kadang autoaglutinasi. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan bilirubin indirek dan peningkatan kadar LDH. Sedangkan pada urinalisis bisa ditemukan hemoglobinuria.

Hapusan darah pada penderita AIHA

Page 3: Bahan Tutorial Minggu 2

Autoaglutinasi pada hapusan darah tepi

Terdapat beberapa pemeriksaan serologi untuk mendeteksi adanya autoantibodi pada AIHA, diantaranya adalah Direct Antiglobulin Test (DAT, Direct Coombs Test) dan Indirect Antiglobulin Test (IAT, Indirect Coombs Test). Yang biasa dikerjakan adalah DAT yang mendeteksi adanya autoantibodi (IgG) yang menyelubungi eritrosit. Pemeriksaan DAT pada penderita AIHA menunjukkan hasil yang positif, dimana ditemukan aglutinasi eritrosit.

Direct Coomb’s Test

Hasil DAT positif

Yang perlu diperhatikan, tidak semua penderita AIHA menunjukkan semua gambaran laboratorium tersebut. Bisa saja tidak didapatkan peningkatan bilirubin indirek, tidak ditemukan hemoglobinuria, atau malah pemeriksaan DAT menunjukkan hasil yang negatif. Sehingga penentuan diagnosisnya tetap melihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang lain apakah terdapat tanda-tanda hemolisis, juga menyingkirkan penyebab anemia hemolitik yang lain.

Anemia Pasca Perdarahan

Page 4: Bahan Tutorial Minggu 2

Definisi

Anemia Karena Perdarahan adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan.

Etiologi

Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia.Jika kehilangan darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi.Akibatnya darah menjadi lebih encer dan persentase sel darah merah berkurang.

Pada akhirnya, peningkatan pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia. Tetapi pada awalnya anemia bisa sangat berat, terutama jika timbul dengan segera karena kehilangan darah yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada:

- Kecelakaan

- Pembedahan

- Persalinan

- Pecahnya pembuluh darah.

Yang lebih sering terjadi adalah perdarahan menahun (terus menerus atau berulang-ulang), yang bisa terjadi pada berbagai bagian tubuh: Perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat.

Perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan kanker usus besar) : mungkin tidak terlihat dengan jelas karena jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang merah di dalam tinja; jenis perdarahan ini disebut perdarahan tersembunyi.

Perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih; bisa menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih. Perdarahan menstruasi yang sangat banyak.

Gejala Klinis

Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan 2 masalah:

- Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang

- Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen berkurang.

Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian. Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat, dan gejalanya bervariasi. Anemia bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan:

- pingsan

- pusing

- haus

- berkeringat

- denyut nadi yang lemah dan cepat

- pernafasan yang cepat.

Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik). Anemia juga bisa menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas, nyeri dada dan jika sangat berat bisa menyebabkan kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatan hilangnya darah dari

Page 5: Bahan Tutorial Minggu 2

tubuh. Jika darah hilang dalam waktu yang singkat (dalam beberapa jam atau kurang), kehilangan sepertiga dari volume darah tubuh bisa berakibat fatal.

Jika darah hilang lebih lambat (dalam beberapa hari, minggu atau lebih lama lagi), kehilangan sampai dua pertiga dari volumer darah tubuh bisa hanya menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa gejala sama sekali.

Manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddart (2001):

a) Pengaruh yang timbul segera

Akibat kehilangan darah yang cepat terjadi reflek cardia vaskuler yang fisiologis berupa kontraksi orteiola, pengurangan cairan darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (otak dan jantung). Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah 200 ml pada orang dewasa yang terjadi dengan cepat dapat lebih berbahaya daripada kehilangan darah sebanyak 3000ml dalam waktu yang lama.

b) Pengaruh lambat

Beberapa jam setelah perdarahan terjadi pergeseran cairan ekstraseluler dan intravaskuler yaitu agar isi iontravaskuler dan tekanan osmotik dapat dipertahankan tetapi akibatnya terjadi hemodilati. Gejala yang ditemukan adalah leukositosis (15.000-20.000/mm3) nilai hemoglobin, eritrosit dan hematokrit merendah akibat hemodilasi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoenik menjadi hiperaktif, kadang-kadang terlihat gejala gagal jantung. Pada orang dewasa keadaan hemodelasi dapat menimbulkan kelainan cerebral dan infark miokard karena hipoksemia. Sebelum ginjal kembali normal akan ditemukan oliguria atau anuria sebagai akibat berkurangnya aliran ke ginjal.

Penatalaksanaan

Pengobatan tergantung kepada kecepatan hilangnya darah dan beratnya anemia yang terjadi. Satu-satunya pengobatan untuk kehilangan darah dalam waktu yang singkat atau anemia yang berat adalah transfusi sel darah merah. Selain itu, sumber perdarahan harus ditemukan dan perdarahan harus dihentikan. Jika darah hilang dalam waktu yang lebih lama atau anemia tidak terlalu berat, tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani transfusi. Zat besi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah juga hilang selama perdarahan.Karena itu sebagian besar penderita anemia juga mendapatkan tambahan zat besi, biasanya dalam bentuk tablet.

RUJUKAN DOKTER UMUM

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia,

terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau 1500 juta

orang menderita anemia. Kelainan ini mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan

ekonomi serta kesehatan fisik.

Page 6: Bahan Tutorial Minggu 2

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala dari berbagai

macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus

anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari, anemia tidak dapat diberikan terapi yang

tuntas.

Berdasarkan standar kompetensi dokter Indonesia yang dibuat oleh Divisi Standar Pendidikan

Kolegium Dokter Indonesia, dokter umum diharapkan dapat menegakkan diagnosis anemia (defisiensi

besi, megaloblastik, aplastik, hemolitik) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.

Untuk anemia defisiensi besi, dokter umum harus mampu melakukan penanganan. Untuk anemia

megaloblastik, aplastik, hemolitik, dokter umum hanya sampai tahap merujuk serta mengetahui

komplikasi penyakit tersebut. Oleh karena itu, dalam referat ini akan dibahas mengenai keempat jenis

anemia tersebut.