bahan skripsi

21
 Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja. Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan tersebut, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi : 1. Desentralisasi pelaayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah: Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasi merupakan power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayana n kepada rakyat. Oleh karena itu, outputnya  hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat-  public goods-dan peraturan daerah-  public regulati on agar rakyat tertib dan adanya kepastian hukum. ,kebijakan desen tralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi tujuan utamanya adalah pealayanan kepada rakyat. 2. Dekonsentra si : diselenggarak an karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/k ota). Dekonsentrasi terdiri atas fungsional (kanwil/kandep) dan terintregrasi (kepala wilayah). Pada kenyataannya , otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah terlaksana. Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah kemerdekaa n otonomi masih dalam bentuk dekonsentra si. Di samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang dipergunakan oleh system pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang dilakukan oelh pemerintah daerah untuk iktu melaksanakan tugas pemerintah pusat at au pemerintah daerah atasannya. Penyelengg araan rumah tangga sendiri dilakukan atas dasar inisiatif dan kebijaksanaan sendiri, namun demikian tidak berarti, bahwa penyelenggaraanny a terlepas sama sekali dari garis-garis yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah atasannya . Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tetap terpelihara dengan melakukan pengawasa n untuk mecegah timbulnya perselisihan yang t idak dikehendaki. Pengawasa n preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan- penyimpanga n terhadap penyelengg araan urusan rumah tangga sendiri. Pengawasan ini dilakukan dengan memberikan pengesaha n lebih dahulu oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya terhadap suatu peraturan sebelum peraturan itu dilaksanakan oleh pemerintah daerah.  SEJARAH OTONOMI DAERAH 1. UU No.1 Tahun 1945 2. UU No. 22 Tahun 1948 3. UU NO.1 Tahun 1957 4. UU NO.18 Tahun 1965 5. UU No. 5 Tahun 1974 6. UU No.22 Tahun 1999 7. UU No.25 Tahun 1999 8. UU NO.32 Tahun 2004 OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI  

Upload: syahrial-syeh

Post on 18-Jul-2015

101 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 1/21

 

Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja.

Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan

tersebut, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi :

1.  Desentralisasi pelaayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah:

Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasimerupakan power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah

bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat. Oleh karena itu, outputnya 

hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat- public goods-dan

peraturan daerah- public regulation agar rakyat tertib dan adanya kepastian hukum.

,kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi tujuan

utamanya adalah pealayanan kepada rakyat.

2.  Dekonsentrasi : diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan

kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah

(kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas fungsional (kanwil/kandep) dan

terintregrasi (kepala wilayah).

Pada kenyataannya, otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah terlaksana.

Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah kemerdekaan otonomi masih dalam

bentuk dekonsentrasi.

Di samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang dipergunakan oleh system

pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang dilakukan oelh pemerintah daerah

untuk iktu melaksanakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya.

Penyelenggaraan rumah tangga sendiri dilakukan atas dasar inisiatif dan kebijaksanaan

sendiri, namun demikian tidak berarti, bahwa penyelenggaraannya terlepas sama sekali darigaris-garis yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

atasannya. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tetap terpelihara dengan melakukan

pengawasan untuk mecegah timbulnya perselisihan yang tidak dikehendaki.

Pengawasan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan-

penyimpangan terhadap penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri. Pengawasan ini

dilakukan dengan memberikan pengesahan lebih dahulu oleh pemerintah pusat atau

pemerintah daerah atasannya terhadap suatu peraturan sebelum peraturan itu dilaksanakan

oleh pemerintah daerah. 

SEJARAH OTONOMI DAERAH 

1.  UU No.1 Tahun 1945

2.  UU No. 22 Tahun 1948

3.  UU NO.1 Tahun 1957

4.  UU NO.18 Tahun 1965

5.  UU No. 5 Tahun 1974

6.  UU No.22 Tahun 1999

7.  UU No.25 Tahun 1999

8.  UU NO.32 Tahun 2004

OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI 

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 2/21

 

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan system penyelenggaraan

pemerintahan sering digunakan secara aduk.

1.  Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-

organ penyelenggara Negara, sedangakan otonomi menyangkut hak yang mengikuti

pembagian wewenang tersebut.2.  Otonomi dalam arti sempit dapat diartikan mandiri sedangkan dalam makna luas

sebagai berdaya. Jadi otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan

pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

VISI OTONOMI DAERAH 

1.  Politik: Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya

Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan

berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife;

2.  Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan

regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;3.  Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di

sekitarnya.

KONSEP DASAR OTONOMI DAERAH

1.  Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik 

kepada daerah;

2.  Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat local dalam pemilihan dan

penetapan Kepala Daerah;

3. 

Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur berkualitas tinggi dngantingkat akseptabilitas yang tinggi pula;

4.  Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif;

5.  Peningkatan efisiensi administrasi keungan daerah;

6.  Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah;

7.  Pemberian keleluasaan kepala daerah dan optimalisasi upaya pemberdayaan

masyarakat.

PEMBAGIAN DAERAH 

Wilayaha Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, serta

daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyaipemerintah daerah (Pasal 2 UU No.32/2004). Pemerintah provinsi yang berbatasan dengan

laut memiliki kewenangan wilayah laut sejauh 12 mil laut di ukur dari garis pantai kea rah

laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan (Pasal 18 Ayat [4] UU No.32/2004). Asas ini

bertentangan dengan Deklarasi Pemerintah RI yang telah dikukuhkan melalui UNCLOS,

serta telah diratifikasi dengan UU No. 6/1999 tentang Perairan Indonesia.

Sehubungan dengan ini, ada yang patut diwaspadai bahwa semangat otonomi seharusnya

tidak menjurus pada semangat pembentukan daerah berdasarkan etnik atau subkultur. Pada

masa penjajahan Belanda, wilayah Indonesia terbagi berdasarkan subkultur dengan

dibentuknyadaerah keresidenan. Selanjutnya, wilayah-wilayah tersebut terbagi habis menjadi

provinsi, keresidenan, kabupaten/kota, kewedanaan, dan kecamatan.

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 3/21

 

Globalisasi yang menyebabakan adanya Global Paradox (Nasbit, 1987: 55) jangan sampai

menyemangati pemekaran wilayah atas dasar pendekatan kebudayaan sehingga menimbulkan

benturan budaya yang berakibat pecahnya Negara nasional (Hungton, 1966: 100). Oleh

karena itu, perlu adanya perhatian khusus pada wilayah dilalui Alur Laut Kepulauan-Riau,

Kalimantan Barat, Bangka-Belitung, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Pulau

Lombok, serta Maluku dan Maluku Utara. Yang beberapa saat lalu sehingga kini tetapbergejolak, baim yang berupa konflik fisik maupun konflik non fisik (keinginan memisahkan

diri dengan membentuk provinsi baru).

PEMBAGIAN KEWENANGAN (UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah) 

1.  Kewenangan Pemerintahan ( Pasal 10 Ayat [3] ):

1.  Politik luar negeri;

2.  Pertahanan;

3.  Keamanan;

4.  Yustisi;5.  Moneter dan fiscal nasional; dan

6.  Agama.

1.  Kewenangan Wajib Pemerintah Daerah Provinsi (Pasal13)

1.  Perencanaan dan pengendalian pembangunan’ 

2.  Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3.  Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

4.  Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. 

Penanganan bidang kesehatan;6.  Penyelengaraaan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

7.  Penanggulangan maslah social lintas kabupaten/kota;

8.  Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

9.  Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas

kabupaten/kota;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan petanahan termasuk lintas kabupate/kota;

12. Pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan olehkabupaten; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

1.  Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota (pada dasrnya sama, tetapi

dalam skala kabupoaten/kota, pasal 14):

1.  Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2.  Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3.  Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakt;

4.  Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5.  Penanganan bidang kesehatan;6.  Penyelengaraan bidang pendidikan;

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 4/21

 

7.  Penanggulangan maslah sosial;

8.  Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9.  Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan;

12. Pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil;13. Pelayanan admintrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasra lainnya; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh perundang-undangan.

1.  Kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber

daya lainnya di wilayah laut (Pasal 18):

1.  Eksplorasi, eksploitasi, konsevasi, dan pengelolaan laut;

2.  Pengaturan administrasi;

3.  Pengaturan tata ruang;4.  Penegakkan hokum terhadap peraturan yang dikeluarkan oelh daerah atau yang

dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah;

5.  Ikut serta pemeliharan keamanan; dan

6.  Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara.

SUMBER PENERIMAAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI 

Untuk mendukung jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana yang tidak sedikit.

Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri jalannya roda pemerintahan. Oleh

karena itu, Pemerintah harus mampu membagi adil dan merata hasil potensi masyarakat.Agar adil dan merata, diperlukan aturan yang baku. Dari ketentuan tersebut, dikeluarkan

beberapa istilah tentang dana untuk keperluan pembinaan wilayah, antara lain:

1.  Pendapatan Asli Daerah:

1.  Pajak daerah;

2.  Retribusi daerah;

3.  Hasil pengelolaan kekayaan daerah;

4.  Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

1.  Dana Pertimbangan Daerah, terdiri atas:

1.  Dana bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam;

2.  Dana alokasi umum; dan

3.  Dana alokasi khusus.

1.  Pinjaman Daerah: daerah dpat meminjam dari dalam negeri dan luar negeri (melalui

Pemerintah Pusat) dengan persetujuan DPRD.

2.  Lain-lain penerimaan yang sah termasuk Dana Darurat, berasal dari pinjaman APBN.

DAERAH FRONTIER 

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 5/21

 

Banyak pimpinan daerah, politisi, pejabat daerah yang tidak menyadari dan mendalami

makna filosifi otonomi daerah sehingga ada wilayah yang terpencil, bahkan terisolasi pada

era globalisasi. Mereka sering mengabaikan daerah ”hinreland” (pedalaman), tetapi apabila

hinterland ini berada di tapal batas-batas resmi, yang dikukuhkan melalui perjanjian

Internasional dengan Negara jiran, daerah ini merupakan daerah “frontier”. Daerah frontier 

terbantuk kerana sifat manusia yang saling bergantung, baik dengan manusia maupun denganalam sehingga terjadi simbiosis. Kehidupan masyarakat Indonesia dengan masyarakat Negara

 jiran menjadi saling mempengaruhi. Akibatnya, terjadi pergeseran batas Negara secara

imajiner.

Daerah frontier (Sunardi,2004:151) terjadi antara lain:

1.  Dorongan ekonomi, berupa kemudahan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan

hidup;

2.  Dorongan social budaya, berupa kesamaan subkultur (suku) dan kemudahan

mendapatkan fasilitas perlindungan masa depan;

3.  Dorongan politik, antara lain adanya kepastian hokum dan tidak menutupkemungkinan adanya tuntutan referendum.

Pembinaan wilayah frontier laut hendaknya mendapat prioritas, mengingat banyak pulau-

pulau sepanjang perbatasan yang rawan untuk dikuasai Negara tetangga. Dari 91 pulau yang

menjadi titik batas asa 12 pulau yang rawan diserobot oleh Negara lain, baik melalui okupasi

diam-diam maupun melalui penetrasi budaya dan ekonomi. Untuk itu perlu berdirinya

 jawatan pencatatan pulau/pantai yang dikenal sebagai Marine Cadastre. 

HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DENGAN DEMOKRATISASI 

Otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong

berkembangnya auto-aktivitet. Auto-aktiviteit artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri

apa yang dianggap penting bagi lingkunagn sendiri. Dengan berkembangnya Auto-aktiviteit

tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, Pemerintah yang dilaksanakan oleh rakyat,

untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri melainkan juga memperbaiki

nasibnya sendiri.

KONSEKUENSI OTONOMI DAERAH TERHADAP DEMOKRATISASI 

a. otonomi Daerah harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam ramgka

mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa;

b. Otonomi Daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi

pemerintahan daerah (Pemda), juga buk an otinom bagi “daerah”. 

PENUTUP 

KESIMPULAN 

Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system pemerintahan daerah yang berlaku di

Negara RI mengalami beberapa kali perubahan karena Undang-Undang yang mengaturnya

itu berbeda-beda dan bersumber pada Undang-Undang Dasar tidak menganut azas yang

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 6/21

 

sama. Selain itu juga system pemerintahan daerah sebelum proklamasi kemerdekaan sudah

dikenal orang pada zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.

Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:

1.  Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerinntahan;2.  Sebagai sarana pendidikan politik;

3.  Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan;

4.  Stabilitas politik;

5.  Kesetaraan politik 

6.  Akuntabilitas publik.

SARAN

Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok 

Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa maka hubungan yang

serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Otonomi Daerah yang nyata

dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan

dilaksanakan bersama-san\ma dengan dekonsentrasi.

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 7/21

 

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OTONOMI DAERAH

A. Latar Belakang 

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasa system

penyelenggaraan pemerintahan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Karena

tidak mungkin pembahasan masalah otonomi daerah dibahas tanpa mempersandingkan

dengan konsep desentralisasi. Bahkan menurut banyak kalangan otonomi daerah adalah

desentralisasi itu sendiri. Pembahasan mengenai otonomi daerah akan diluaskan dengan

memakai istilah desentralisasi.

Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-

organ penyelenggara negara. Sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikutipembagian wewenang tersebut.

`Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan social, ekonomi,

penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan politik yang edektif. Hak otonomi

memberikan peluang bagi masyarakat uuntuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, menunjukkan bahwa pemerintah telah

berupaya secara terus menerus untuk mencari titik keseimbangan yang tepat dalam

meletakkan bobot desentralisasi dan otonomi daerah. Secara formal jurisdiksi pemerintah

daerah bergeser di antara dua kutub nilai, yaitu nilai pembangunan bangsa (nation building)

dan stabilitas nasional disatu fihak, dan nilai otonomi daerah di lain fihak. Respon juridis

formal pemerintah Indonesia terhadap dilema ini, ternyata bervariasi dari waktu ke waktu,

tergantung kepada konfigurasi konstitusional dan konfigurasi politik pada suatu waktu

tertentu.

Secara konseptual rumusan kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia sudah

dilakukan dengan maksimal. Akan tetapi, kenyataannya pada tingkat implementasi

pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan pelaksanaan otonomi daerah yang dimaksud

belum berjalan sebagaimana diharapkan. Karena itu, dalam makalah ini akan dicoba dibahas

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi otonomi daerah.

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 8/21

 

B. Tinjauan Pustaka 

1. Pengertian Otonomi Daerah 

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang

diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan

pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab

dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Rondineli mendedfinisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawwab dalam

perencanaan, manajemen, dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-

agennya kepada unit kementrian pemerintah pusat, atau unit yang ada dibawah pemerintah.

M. Tuner dan d. Hulme berpandangan bahwa yan dimaksud dengan desentralisasi

adalah transfer kewenagan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan public dari

pemerintah pusat kepada agen yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Dalam hal ini

pemerintah pusat menempatkan kerenangan kepada level pemerintah yang lebih rendahdalam

wilayah hirarkis yang secara geogradfis lebih dekat dengan yang dilayani.

Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat.

2. Tujuan Otonomi Daerah 

Desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah. Dalam konsep desentralisasi, peran pemerintah pusat adalah mengawasi,

memantau, dan mengevaluasi pelaksannaan otonomi daerah.

Tujuan yang hendak dicapai dengan diterapkannya otonomi daerah yaitu untuk 

memperlancar pembangunan diseluruh pelosok tanah air secara merata tanpa ada

pertentangan, sehingga pembangunan daerah merupakan pembangunan nasional secara

menyeluruh.

Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan setiap

kegiatannya tanpa ada intervensi dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah diharapkan

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 9/21

 

mampu membuka peluang memajukan daerahnya dengan melakukan identifikasi sumber-

sumber pendspatan dan mampu menetapkan belanja daerah secara efisien, efektif, dan wajar.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka konsep otonomi yang diterapkan adalah :

1.  Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah pusat dalam hubungan domestik 

kepada pemerintan daerah. Kecuali untuk bidang politik luar negeri, pertahanan, keagamaan,

serta bidang keuangan dan moneter. Dalam konteks ini, pemerintah daerah terbagi atas dua

ruang lingkup, yaitu daerah kabupaten dan kota, dan propinsi.

2.  Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat.

3.  Peningkatan efektifitas fungsi pelayanan melalui pembenahan organisasi dan institusi yang

dimiliki, serta lebih responsif terrhadap kebutuhan daerah.

4.  Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengatuan yang lebih jelas atas

sumber-sumber pendapatan daerah. Pembagian pendapatan dari sumber penerimaan yang

berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi.

5.  Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah serta pemberian keleluasaan

kepada pemerintah daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan serta optimalisasi

upaya pemberdayaan masyarakat.

6.  Perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah yang merupakan suatu system

pembiayayaan penyelenggaraan pemerintah yang mencakup pembagian keuangan antara

pemerintah pusat dengan daerah serta pemerataan antar daerah secara proposional.

3. Aturan Perundang-Undangan 

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi

Daerah:

1.  Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah

2.  Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

3.  Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Daerah

4.  Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

5.  Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintahan Daerah

6.  Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 10/21

 

7.  Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

C. Pembahasan 

1. Faktor / Latar Belakang Otonomi Daerah 

Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap

berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru (OB) menjalankan

mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah yang kemudian

disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa menjadi tiang utama

tegaknya sentralisasi kekuasaan OB. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya

tumbuh sebelum OB berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan.Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan

pertama bagi OB untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.

Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan

otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh

berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal

yang dipengaruhi oleh dorongan internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk 

efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang

panjang.

2. Faktor Pendukung Terselenggaranya Otonomi Daerah 

Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah merupakan desentralisasi sebagian

kewenangan dari pemeruntah pusat kepada pemerintah daerah untuk dilaksanakan menjadi

urusan rumah tangganya sendiri. Pemberian otonomi kepada daerah haruslah didasarkan

kepada faktor-faktor yang dapat menjamin daerah yang bersangkutan mampu mengurus

rumah tangganya.

Diantara factor-faktor tersebut yang mendukung terselenggaranya otonomi daerah

diantaranya adalah kemampuan sumberdaya manusia yang ada, serta kerersediaan sumber

daya alam dan peluang ekonomi daerah tersebut.

1.  Kemampuan Sumber Daya Manusia

Salah satu kunci kesuksesan penyelenggaraan otonomi daerah sangatlah bergantung

pada sumber daya manusianya. Disamping perlunya aparatur yang kompeten, pembangunan

daerak juga tidak mungkin dapat berjalan lancar tanpa adanya kerjasama antara pemerintah

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 11/21

 

dan masyarakat. Untuk itu tidak hanya kualitas aparatur yang harus ditingkatkan tetapi juga

kualitas partisipasi masyarakat.

Dalam mensukseskan pembangunan dibutuhkan masyarakat yang berpengetahuan

tinggi, keterampilan tinggi, dan kemauna tinggi. Sehingga benar benar mampu menjadi

innovator yang mampu menciptakan tenaga kerja yang burkualitas.

2.  Kemampuan Keuangan/Ekonomi

Tanpa pertumbuhan ekonomiyang tinggi, pendapatan daerah jelas tidak mungkin

dapat ditingkatkan.sementara itu dengan pendapatan yang memedahi, kemampuan daerah

untuk menyelenggarakan otonomi akan menungkat. Dengan sumber daya manusia yang

berkualitas, daerah akan mampu untuk membuka peluang-peluang potensi ekonomi yang

terdapat pada daerah tersebut.

Penmgembangan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, apabila dikelola dengan

secaraa optimal dapat menunjang pembangunan daerah dan mewujudkan otonomi.

Kemampuan daerah untuk membiayai diri sendiri akan terus meningkat. 

3. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi kebijakan Otonomi daerah 

Rondinellli dan Cheema (1983:30) dalam memperkenalkan teori implementasi

kebijakan, orientasinya lebih menekankan kepada hubungan pengarih faktor-faktor

implementasi kebijakan desentralisasi terhadap lembaga daerah dibidang perencanaan dan

administrasi pembangunan. Menurut Rondinelli dan Cheema, ada dua pendekatan dalam

proses implementasi yang sering dikacaukan.

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 12/21

 

Pertama, the compliance approach, yaitu yang menganggap implementasi itu tidak lebih dari

soal teknik, rutin. Ini adalah suatu proses pelaksanaan yang tidak mengandung unsur-unsur

politik yang perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan politik 

( political leaders). Para administrator biasanya terdiri dari pegawai biasa yang tunduk kepada

petunjuk dari para pemimpin politik tersebut. Kedua, the political approach. Pendekatan

yang kedua ini sering disebut sebagai pendekatan politik yang mengandung “Administrasi

merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari proses penetapan kebijakan, dimana

kebijakan diubah, dirumuskan kembali, bahkan menjadi beban yang berat dalam proses

implementasi.” Jadi, membuat 4 implementasi menjadi kompleks dan tidak bisa

diperhitungkan (unpredictable). Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan

belum mendapat perhatian yang serius di negara-negara yang sedang berkembang (termasuk 

Indonesia), karena kebanyakan para perumus kebijakan mengenai desentralisasi dan otonomi

daerah lebih suka menggunakan pendekatan thecompliance approach daripada the political

approach. Mereka beranggapan apabila suatu kebijakan sudah ditetapkan dan sudah

diumumkan menjadi suatu kebijakan publik serta-merta akan dapat diimplementasikan oleh

para pegawai pelaksana secara teknik tanpa ada unsur-unsur atau kendala politik apapun, dan

hasil yang diharapkan segera akan dicapai. Akan tetapi, pengalaman mengenai desentralisasi

dan otonomi daerah di negara-negara sedang berkembang yang juga menyangkut program

dan kebijakan lainnya, menunjukkan bahwa implementasi kebijakan bukan hanya sekedar

proses teknis dalam melaksanakan perencanaan yang sudah ditetapkan. melainkan merupakan

suatu proses interaksi politik yang dinamis dan tidak dapat diperhitungkan.

Berbagai ragam faktor politik, sosial, ekonomi, perilaku dan organisasi kesemuanya

sangat mempengaruhi seberapa jauh kebijakan yang sudah ditetapkan dapat

diimplementasikan sesuai dengan yang diharapkan, dan sampai seberapa jauh pula

implementasi tersebut mencapai tujuan kebijakan.

Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat

mempengaruhi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas, yaitu:

environmental conditions: interofrganizational relationship; available resources; and 

characteristic of implementing agencies. Signifikansi hubungan pengaruh antara variabel

yang satu dengan yang lain dalam mempengaruhi pelaksananaan otonomi daerah sangat

bervariasi dalam situasi yang satu dengan yang lain.

Faktor environmental conditions mencakup faktor seperti struktur politik nasional,

proses perumusan kebijakan, infra struktur politik, dan berbagai organisasi kepentingan, serta

tersedianya sarana dan prasarana fisik. Suatu kebijakan ada hakekatnya timbul dari suatu

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 13/21

 

kondisi lingkungan sosial-ekonomi dan politik yang khusus dan kompleks. Hal ini akan

mewarnai bukan hanya substansi kebijakan itu sendiri, melainkan juga pula hubungan antar

organisasi dan karekateristik badan-badan pelaksana di lapangan, serta potensi sumber daya,

baik jumlah maupun macamnya.

Struktur politik nasional, ideologi, dan proses perumusan kebijakan ikut mempegaruhi

tingkat dan arah pelaksanaan otonomi daerah. Di samping kitu, karakteristik struktur lokal,

kelompok-kelompok sosial-budaya yang terlibat dalam perumusan kebijakan, dasn kondisi

infra-struktur. Juga memainkan peranan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Faktor inter-organizationships, Rondinelli memandang bahwa keberhasilan

pelaksananaan otonomi daerah memerlukan interaksi dari dan koordinasi dengan sejumlah

organisasi pada setiap tingkatan pemerintahan, kalangan kelompok-kelompok yang

berkepentingan.

Faktor resources for program implementation, dijelaskan bahwa kondisi lingkungan

yang kondusif dalam arti dapat memberikan diskresi lebih luas kepada pemerintah daerah,

dan hubungan antar organisasi yang efektif sangat diperlukan bagi terlaksananya otonomi

daerah. Sampai sejauhmana pemerintah lokal memiliki keleluasaan untuk merencanakan dan

menggunakan uang, mengalokasikan anggaran untuk membiayai urusan rumah tangga

snediri, ketetapan waktu dalam mengalokasikan pembiayaan kepada badan/dinas pelaksana,

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 14/21

 

kewenangan untuk memungut sumber-sumber keuangan dan kewenangan untuk 

membelanjankannya pada tingkat lokal juga mempengaruhi melaksanakan otonomi daerah

seefektif mungkin. Kepadanya juga perlu diberikan dukungan, baik dari pimpinan politik 

nasional, pejabat-pejabat pusat yang ada di daerah, maupun golongan terkemuka di daerah.

Di samping itu, diperlukan dukungan administratif dan teknis dari pemerintah pusat.

Kelamahan yang selama ini dijumpai di negara-negara sedang berkembang ialah keterbatasan

sumber daya dan kewenangan pemerintah daerah untuk memungut sumber-sumber

pendapatan yang memadai guna melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan oleh pemerintah

pusat.

Faktor characteristic of implemeting agencies, diutamakan kepada kemampuan para

pelaksana di bidang keterampilan teknis, manajerial dan politik, kemampuan untuk 

merencanakan, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengintegrasikan setiap keputusan,

baik yang berasal dari sub-sub unit organisasi, maupun dukungan yang datang dari lembaga

politik nasional dan pejabat pemerintah pusat lainnya. Hakikat dan kualitas komunikasi

internal, hubungan antara dinas pelaksana dengan masyarakat, dan keterkaitan secara efektif 

dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat memegang peranan penting dalam

pelaksanaan otonomi daerah. Hal yang sama pentingnya adalah kepemimpnan yang

berkualitas, dan komitmen staf terhadap tujuan kebijakan.

Menurut Rondinelli dan Cheema, hasil pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam

wujud pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung kepada hubungan pengaruh dari

keempat faktor tersebut, dan dampaknya diukur melalui tiga hal sebagai berikut. Pertama,

tercapainya tujuan kebijakan desentralisasi yang terwujud pelaksanaan otonomi daerah.

Kedua, meningkatnya kemampuan lembaga pemerintah daerah dalam hal perencanaan,

memobilisasi sumber daya dan pelaksanaan. Ketiga, meningkatnya produktivitas, pendapatan

daerah, pelayanan terhadap masyarakat, dan peran serta aktif masyarakat melalui penyaluran

inspirasi dan aspirasi rakyat.

4. Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah 

Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan berbagai harapan baik bagi masyarakat,

swasta bahkan pemerintah sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah

Daerah, terutama Kabupaten dan atau Kota dalam menjalankan kebijakan otonominya.

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 15/21

 

Disinilah perlunya mengidentifikasi berbagai dimensi/faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tujuan pemberian otonomi daerah

bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,

mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan

yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah

dikatakan berhasil atau sukses jika mampu mencapai (mewujudkan) tujuan-tujuan tersebut.

Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:

1.  Kemampuan struktural organisasi

Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan

tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup

mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup

 jelas.

2.  Kemampuan aparatur pemerintah daerah

Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan

mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang

tercapainya tujuan yang diinginkan.

3.  Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan

untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan.

4.  Kemampuan keuangan daerah

Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan

dan kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan

pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau

sebagian dari subsidi pemerintah pusat.

Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal

yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan,

serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam

penyelenggaraan pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas

pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 16/21

 

pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup penulisan ini sebagai

faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah otonom untuk dapat

mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah

setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah.

Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan

pola manajemen yang baik.

Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan

otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling

esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses

mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan

dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik 

pula.

Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat

berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia

sebagai subyek sudah baik pula.

Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat

mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam

kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan

suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut.

Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi

berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah

diberikan kepadanya.

Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah,

sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat

berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk 

menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak 

diperlukan anggaran yang baik pula.

Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan

untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan

mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat

kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 17/21

 

tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari

aparat yang menggunakannya.

Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam

struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan

wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama,

sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen

terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa

baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang

bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer

daerah.

D. Kesimpulan 

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi otonomi daerah :

1.  Faktor/Latar belakang otonomi daerah 

Pertama, faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme

di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal yang dipengaruhi oleh dorongan internasional

terhadap kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi

sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.

2.  Faktor Pendukung Terselenggaranya Otonomi Daerah 

a.  Kemampuan Sumber Daya Manusia

b.  Kemampuan Keuangan/Ekonomi

3.  Faktor yang Mempengaruhi Implementasi kebijakan Otonomi daerah 

Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat mempengaruhi

implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas, yaitu: environmental conditions:

interofrganizational relationship; available resources; and characteristic of implementing

agencies. Signifikansi hubungan pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lain dalam

mempengaruhi pelaksananaan otonomi daerah sangat bervariasi dalam situasi yang satu

dengan yang lain.

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 18/21

 

4.  Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah 

a.  Kemampuan struktural organisasi

b.  Kemampuan aparatur pemerintah daerah

c.  Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

d.  Kemampuan keuangan daerah

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 19/21

 

Inilah yang sekarang menjadi permasalahan. Mengapa saat ini banyak elit parpol melacurkan diri

dengan mengusung dan mendukung calon kepala daerah dari artis-artis heboh yang popular karena

sensualitasnya? Begitu banyak parpol membabi buta membidik orang-orang yang tidak jelas

kemampuan kepemimpinannya tetapi lebih karena sensualitasnya.

Jelas kelihatan bahwa parpol tidak berniat mengkaji kapasitas calon dalam hal kepemimpinan publik.

Artinya yang terjadi adalah parpol mempertaruhkan kepentingan publik dengan iming-iming

sensualitas. Sangat mudah terbaca misi ambisius parpol adalah hanya demi memenangkan pilkada.

Apakah calon yang diusung dari latar belakang artis tidak memiliki kapasitas kepemimpinan publik?

Hal ini memang masih dipertanyakan. Contoh, ketika Dede Yusuf menyumbangkan suara signifikan

dalam pertarungan pilkada Gubernur Jawa Barat, apakah pada waktu itu orang bertanya-tanya

sejauh mana kualitas kepemimpinan Dede Yusuf? Tetapi ketika saat ini sosok Julia Perez yang

kabarnya diusung tujuh parpol naik panggung pencalonan Bupati Pacitan sontak sebagian orang

berebut pendapat.

Tentu saja hal ini berkaitan dengan citra diri si calon. Si Jupe bukan Dede Yusuf. Jupe lebih terkenal

karena sensualitasnya, seksinya, keberaniannya berpose syuur. Sementara si Dede, ya Dede yang

kebetulan memiliki citra dewasa, kalem, dan wise. Meskipun juga belum terbukti seberapa kuat

kualitas kepemimpinan Dede Yusuf sebagai orang kedua di Jawa Barat.

Tetapi apakah Jupe bakal memenangkan pilkada seperti kesuksesan Dede Yusuf? Tentu saja Jupe

bisa berpotensi memenangkan pilkada. Karena pilkada di Indonesia menggunakan sistem one man

one vote. Siapapun orang berhak atas satu suara, tanpa melihat latar belakangnya. Artinya, suara

seorang sopir angkot

sama dengan suara seorang dosen. Padahal, wawasan, pola pikir, harapan, dan pertimbangan si

sopir angkot dan si dosen sangat berbeda jauh. Mungkin seorang dosen lebih bisa melihat jauh

kedepan mengenai apa jadinya jika seseorang seperti Jupe memimpin sebuah kabupaten yang

melahirkan Presiden RI. Sedangkan seorang sopir angkot barangkali memilih Jupe karena ia kenal

Jupe yang sering tampil iklan seronok produk condom di layar TV.

Masalahnya adalah lebih dari 70 persen suara pemilih di pertarungan pilkada daerah adalah massa

non-educated yang tidak mengandalkan pertimbangan akal namun lebih mengedepankan alasan

emosional. Jelas potensi menang si Jupe bakal tinggi.

Dengan mengusung dan mendukung artis seperti Jupe sekaligus membuktikan bahwa parpol-parpol

itu minus pendewasaan diri karena kader dari parpol sendiri dipandang memiliki kualitas

kepemimpinan yang lebih rendah daripada Jupe.

Pertanyaan reflektif yang penting saat ini adalah mengapa elit parpol melakukan hal ini? Elit parpol

yang mengusung dan mendukung calon seperti Jupe jelas-jelas menunjukkan mentalitas ambisius:

asal menang, urusan lain belakangan. Parpol bertingkah penuh hasrat sama dengan para calon

pemilihnya.

Mentalitas semacam ini tentu tidak mengedepankan peluang peningkatan kesejahteraan publik.

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 20/21

 

Bahkan mempertaruhkan kepentingan publik selama lima tahun. Hal ini tentu sangat menyedihkan.

Pililah si-ini dan lihat saja nanti apakah dia bisa memimpin daerahnya dengan baik. Bila baik, silahkan

pilih lagi, bila tidak, ya jangan pilih lagi. Gambling yang luar biasa besar telah dilemparkan dimeja

pertarungan pilkada.

Menjadi seorang artis adalah pilihan. Menjadi artis yang bagaimana adalah juga pilihan. Artis bukan

satu macam. Ada yang menjadi artis popular karena memang kualitas suara atau actingnya sehingga

pantas menjadi popular. Ada artis yang menjadi popular karena memanfaatkan kualitas

sensualitasnya sehingga menjadi popular. Inul Daratista begitu popular yang barangkali

mengalahkan almarhum Chrisye. Bukan dari segi olah vocal, namun dari segi olah goyang body. Jupe

tidak jauh beda dengan Inul. Mungkin kalau Inul juga diusung menjadi calon Bupati Pacitan bakal

menjadi pesaing hebat bagi Jupe. Karena dua-duanya sama-sama popular, dan dua-duanya popular

bukan dalam hal kecakapan kepemimpinan atau kepiawaian organisasi. Inikah yang akan terus

menerus dilacurkan oleh parpol-parpol? Menjual popularitas sensualitas minus kapabilitas?

Maka, sekarang tentu menjadi tugas para elit yang masih bisa mawas diri untuk melihat dari sisi lain,

apakah mengedepankan ambisi menang atau memberikan pendidikan politik yang lebih baik. Tentu

para pengambil kebijakan di Negara ini memiliki satu kewajiban politik yang besar : membiarkan

fenomena haus kekuasaan dengan cara-cara asah urat semacam itu atau menggulirkan aturan main

yang lebih masuk akal?

Tentu, penentu kebijakan perlu menyusun aturan main yang lebih berorientasi pada percepatan

perbaikan kesejahteraan masyarakat. Bukan orientasi pada hiburan sesaat.

Bagaimana aturan main yang bisa dilakukan tanpa perlu mengebiri hak demokrasi individual? Tentu

ini tidak mudah. Karena masalah kapabilitas kepemimpinan bukan hal yang mudah diukur. Dan

masalah urat sensualitas, atau pornografi juga bukan hal yang gampang ditentukan parameternya.

Tetapi, sebagai sebuah pintu masuk untuk diskusi, bukankah kecakapan kepemimpinan atau

kecakapan manajerial setidaknya bisa diukur dari pengalaman? Misalnya begini, bukankah seorang

bisa menjadi leader bila ia terbukti memiliki sekian tahun pengalaman kepemimpinan di bidangnya?

Bukankah untuk menjadi artis juga perlu pengalaman sekian tahun dalam bidang misalnya olah vocal

dan olah acting?

Mengapa belum ada satu aturanpun yang bisa dipergunakan sebagai rujukan untuk menentukan

seseorang dengan kualitas seperti apa sehingga layak ditetapkan sebagai bakal calon yang bisa

diusung oleh parpol?

Syarat kualitas dari pengalaman bisa menunjukkan potensi kapabilitas calon. Tentu saja hal ini bakal

memunculkan lebih banyak kemanfaatan dimasa mendatang: kaderisasi parpol dan atau selektifitas

terhadap bakal calon yang diusung oleh parpol. Maka kedepan yang bakal terjadi dalam proses

pencalonan adalah bukan lagi sekedar popularitas, tetapi kapabilitas, potensi kepemimpinan, dan

elektabilitas.

Tentu saja, ide untuk menambahkan syarat bermoral bakal menuai banyak perdebatan melelahkan,

5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 21/21

 

karena syarat itu juga tidak jelas ambang batasnya. Sangat susah untuk membuktikan kualitas moral

seseorang, seperti apa, siapa yang menilai, kapan, siapa saksinya, apa barang buktinya, apa

perbandingannya, yang mana peraturan perundang-undangan yang mengaturnya?

Biarlah syarat bermoral itu sudah diatur dalam UU No.32 tahun 2004 huruf I yang mengatakan

bahwa calon tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Dan sudah diperjelas dalam penjelasan

bahwa yang dimaksud dengan tidak pernah melakukan perbuatan tercela adalah tidak pernah

melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat,

seperti judi, mabuk, pencandu narkoba dan zina. Dalam UU No 32/2004 memang disebutkan 16

syarat menjadi kepala daerah. Di antaranya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada

Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945,

dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah. Syarat pendidikan sekurang-

kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan atau sederajat dan berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga

puluh) tahun.

Maka, sebelum masuk pada pintu perdebatan yang melelahkan, kita bisa mempertegas syarat

kapabilitas, syarat kualitas dan kredibilitas daripada syarat moralitas atau pengalaman sensualitas.