bahan skripsi
TRANSCRIPT
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 1/21
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja.
Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan
tersebut, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi :
1. Desentralisasi pelaayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah:
Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasimerupakan power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah
bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat. Oleh karena itu, outputnya
hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat- public goods-dan
peraturan daerah- public regulation agar rakyat tertib dan adanya kepastian hukum.
,kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi tujuan
utamanya adalah pealayanan kepada rakyat.
2. Dekonsentrasi : diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan
kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah
(kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas fungsional (kanwil/kandep) dan
terintregrasi (kepala wilayah).
Pada kenyataannya, otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah terlaksana.
Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah kemerdekaan otonomi masih dalam
bentuk dekonsentrasi.
Di samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang dipergunakan oleh system
pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang dilakukan oelh pemerintah daerah
untuk iktu melaksanakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya.
Penyelenggaraan rumah tangga sendiri dilakukan atas dasar inisiatif dan kebijaksanaan
sendiri, namun demikian tidak berarti, bahwa penyelenggaraannya terlepas sama sekali darigaris-garis yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
atasannya. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tetap terpelihara dengan melakukan
pengawasan untuk mecegah timbulnya perselisihan yang tidak dikehendaki.
Pengawasan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan terhadap penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri. Pengawasan ini
dilakukan dengan memberikan pengesahan lebih dahulu oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah atasannya terhadap suatu peraturan sebelum peraturan itu dilaksanakan
oleh pemerintah daerah.
SEJARAH OTONOMI DAERAH
1. UU No.1 Tahun 1945
2. UU No. 22 Tahun 1948
3. UU NO.1 Tahun 1957
4. UU NO.18 Tahun 1965
5. UU No. 5 Tahun 1974
6. UU No.22 Tahun 1999
7. UU No.25 Tahun 1999
8. UU NO.32 Tahun 2004
OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 2/21
Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan system penyelenggaraan
pemerintahan sering digunakan secara aduk.
1. Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-
organ penyelenggara Negara, sedangakan otonomi menyangkut hak yang mengikuti
pembagian wewenang tersebut.2. Otonomi dalam arti sempit dapat diartikan mandiri sedangkan dalam makna luas
sebagai berdaya. Jadi otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
VISI OTONOMI DAERAH
1. Politik: Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya
Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan
berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife;
2. Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan
regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;3. Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di
sekitarnya.
KONSEP DASAR OTONOMI DAERAH
1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik
kepada daerah;
2. Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat local dalam pemilihan dan
penetapan Kepala Daerah;
3.
Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur berkualitas tinggi dngantingkat akseptabilitas yang tinggi pula;
4. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif;
5. Peningkatan efisiensi administrasi keungan daerah;
6. Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah;
7. Pemberian keleluasaan kepala daerah dan optimalisasi upaya pemberdayaan
masyarakat.
PEMBAGIAN DAERAH
Wilayaha Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, serta
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyaipemerintah daerah (Pasal 2 UU No.32/2004). Pemerintah provinsi yang berbatasan dengan
laut memiliki kewenangan wilayah laut sejauh 12 mil laut di ukur dari garis pantai kea rah
laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan (Pasal 18 Ayat [4] UU No.32/2004). Asas ini
bertentangan dengan Deklarasi Pemerintah RI yang telah dikukuhkan melalui UNCLOS,
serta telah diratifikasi dengan UU No. 6/1999 tentang Perairan Indonesia.
Sehubungan dengan ini, ada yang patut diwaspadai bahwa semangat otonomi seharusnya
tidak menjurus pada semangat pembentukan daerah berdasarkan etnik atau subkultur. Pada
masa penjajahan Belanda, wilayah Indonesia terbagi berdasarkan subkultur dengan
dibentuknyadaerah keresidenan. Selanjutnya, wilayah-wilayah tersebut terbagi habis menjadi
provinsi, keresidenan, kabupaten/kota, kewedanaan, dan kecamatan.
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 3/21
Globalisasi yang menyebabakan adanya Global Paradox (Nasbit, 1987: 55) jangan sampai
menyemangati pemekaran wilayah atas dasar pendekatan kebudayaan sehingga menimbulkan
benturan budaya yang berakibat pecahnya Negara nasional (Hungton, 1966: 100). Oleh
karena itu, perlu adanya perhatian khusus pada wilayah dilalui Alur Laut Kepulauan-Riau,
Kalimantan Barat, Bangka-Belitung, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Pulau
Lombok, serta Maluku dan Maluku Utara. Yang beberapa saat lalu sehingga kini tetapbergejolak, baim yang berupa konflik fisik maupun konflik non fisik (keinginan memisahkan
diri dengan membentuk provinsi baru).
PEMBAGIAN KEWENANGAN (UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah)
1. Kewenangan Pemerintahan ( Pasal 10 Ayat [3] ):
1. Politik luar negeri;
2. Pertahanan;
3. Keamanan;
4. Yustisi;5. Moneter dan fiscal nasional; dan
6. Agama.
1. Kewenangan Wajib Pemerintah Daerah Provinsi (Pasal13)
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan’
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5.
Penanganan bidang kesehatan;6. Penyelengaraaan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7. Penanggulangan maslah social lintas kabupaten/kota;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan petanahan termasuk lintas kabupate/kota;
12. Pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan olehkabupaten; dan
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
1. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota (pada dasrnya sama, tetapi
dalam skala kabupoaten/kota, pasal 14):
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakt;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;6. Penyelengaraan bidang pendidikan;
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 4/21
7. Penanggulangan maslah sosial;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan;
12. Pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil;13. Pelayanan admintrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasra lainnya; dan
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh perundang-undangan.
1. Kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber
daya lainnya di wilayah laut (Pasal 18):
1. Eksplorasi, eksploitasi, konsevasi, dan pengelolaan laut;
2. Pengaturan administrasi;
3. Pengaturan tata ruang;4. Penegakkan hokum terhadap peraturan yang dikeluarkan oelh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah;
5. Ikut serta pemeliharan keamanan; dan
6. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara.
SUMBER PENERIMAAN PELAKSANAAN DESENTRALISASI
Untuk mendukung jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana yang tidak sedikit.
Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri jalannya roda pemerintahan. Oleh
karena itu, Pemerintah harus mampu membagi adil dan merata hasil potensi masyarakat.Agar adil dan merata, diperlukan aturan yang baku. Dari ketentuan tersebut, dikeluarkan
beberapa istilah tentang dana untuk keperluan pembinaan wilayah, antara lain:
1. Pendapatan Asli Daerah:
1. Pajak daerah;
2. Retribusi daerah;
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah;
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
1. Dana Pertimbangan Daerah, terdiri atas:
1. Dana bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam;
2. Dana alokasi umum; dan
3. Dana alokasi khusus.
1. Pinjaman Daerah: daerah dpat meminjam dari dalam negeri dan luar negeri (melalui
Pemerintah Pusat) dengan persetujuan DPRD.
2. Lain-lain penerimaan yang sah termasuk Dana Darurat, berasal dari pinjaman APBN.
DAERAH FRONTIER
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 5/21
Banyak pimpinan daerah, politisi, pejabat daerah yang tidak menyadari dan mendalami
makna filosifi otonomi daerah sehingga ada wilayah yang terpencil, bahkan terisolasi pada
era globalisasi. Mereka sering mengabaikan daerah ”hinreland” (pedalaman), tetapi apabila
hinterland ini berada di tapal batas-batas resmi, yang dikukuhkan melalui perjanjian
Internasional dengan Negara jiran, daerah ini merupakan daerah “frontier”. Daerah frontier
terbantuk kerana sifat manusia yang saling bergantung, baik dengan manusia maupun denganalam sehingga terjadi simbiosis. Kehidupan masyarakat Indonesia dengan masyarakat Negara
jiran menjadi saling mempengaruhi. Akibatnya, terjadi pergeseran batas Negara secara
imajiner.
Daerah frontier (Sunardi,2004:151) terjadi antara lain:
1. Dorongan ekonomi, berupa kemudahan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup;
2. Dorongan social budaya, berupa kesamaan subkultur (suku) dan kemudahan
mendapatkan fasilitas perlindungan masa depan;
3. Dorongan politik, antara lain adanya kepastian hokum dan tidak menutupkemungkinan adanya tuntutan referendum.
Pembinaan wilayah frontier laut hendaknya mendapat prioritas, mengingat banyak pulau-
pulau sepanjang perbatasan yang rawan untuk dikuasai Negara tetangga. Dari 91 pulau yang
menjadi titik batas asa 12 pulau yang rawan diserobot oleh Negara lain, baik melalui okupasi
diam-diam maupun melalui penetrasi budaya dan ekonomi. Untuk itu perlu berdirinya
jawatan pencatatan pulau/pantai yang dikenal sebagai Marine Cadastre.
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DENGAN DEMOKRATISASI
Otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong
berkembangnya auto-aktivitet. Auto-aktiviteit artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri
apa yang dianggap penting bagi lingkunagn sendiri. Dengan berkembangnya Auto-aktiviteit
tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, Pemerintah yang dilaksanakan oleh rakyat,
untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri melainkan juga memperbaiki
nasibnya sendiri.
KONSEKUENSI OTONOMI DAERAH TERHADAP DEMOKRATISASI
a. otonomi Daerah harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam ramgka
mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa;
b. Otonomi Daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi
pemerintahan daerah (Pemda), juga buk an otinom bagi “daerah”.
PENUTUP
KESIMPULAN
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system pemerintahan daerah yang berlaku di
Negara RI mengalami beberapa kali perubahan karena Undang-Undang yang mengaturnya
itu berbeda-beda dan bersumber pada Undang-Undang Dasar tidak menganut azas yang
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 6/21
sama. Selain itu juga system pemerintahan daerah sebelum proklamasi kemerdekaan sudah
dikenal orang pada zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.
Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:
1. Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerinntahan;2. Sebagai sarana pendidikan politik;
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan;
4. Stabilitas politik;
5. Kesetaraan politik
6. Akuntabilitas publik.
SARAN
Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok
Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa maka hubungan yang
serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Otonomi Daerah yang nyata
dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan
dilaksanakan bersama-san\ma dengan dekonsentrasi.
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 7/21
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OTONOMI DAERAH
A. Latar Belakang
Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasa system
penyelenggaraan pemerintahan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Karena
tidak mungkin pembahasan masalah otonomi daerah dibahas tanpa mempersandingkan
dengan konsep desentralisasi. Bahkan menurut banyak kalangan otonomi daerah adalah
desentralisasi itu sendiri. Pembahasan mengenai otonomi daerah akan diluaskan dengan
memakai istilah desentralisasi.
Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-
organ penyelenggara negara. Sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikutipembagian wewenang tersebut.
`Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan social, ekonomi,
penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan politik yang edektif. Hak otonomi
memberikan peluang bagi masyarakat uuntuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, menunjukkan bahwa pemerintah telah
berupaya secara terus menerus untuk mencari titik keseimbangan yang tepat dalam
meletakkan bobot desentralisasi dan otonomi daerah. Secara formal jurisdiksi pemerintah
daerah bergeser di antara dua kutub nilai, yaitu nilai pembangunan bangsa (nation building)
dan stabilitas nasional disatu fihak, dan nilai otonomi daerah di lain fihak. Respon juridis
formal pemerintah Indonesia terhadap dilema ini, ternyata bervariasi dari waktu ke waktu,
tergantung kepada konfigurasi konstitusional dan konfigurasi politik pada suatu waktu
tertentu.
Secara konseptual rumusan kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia sudah
dilakukan dengan maksimal. Akan tetapi, kenyataannya pada tingkat implementasi
pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan pelaksanaan otonomi daerah yang dimaksud
belum berjalan sebagaimana diharapkan. Karena itu, dalam makalah ini akan dicoba dibahas
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi otonomi daerah.
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 8/21
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Rondineli mendedfinisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawwab dalam
perencanaan, manajemen, dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-
agennya kepada unit kementrian pemerintah pusat, atau unit yang ada dibawah pemerintah.
M. Tuner dan d. Hulme berpandangan bahwa yan dimaksud dengan desentralisasi
adalah transfer kewenagan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan public dari
pemerintah pusat kepada agen yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Dalam hal ini
pemerintah pusat menempatkan kerenangan kepada level pemerintah yang lebih rendahdalam
wilayah hirarkis yang secara geogradfis lebih dekat dengan yang dilayani.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.
2. Tujuan Otonomi Daerah
Desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Dalam konsep desentralisasi, peran pemerintah pusat adalah mengawasi,
memantau, dan mengevaluasi pelaksannaan otonomi daerah.
Tujuan yang hendak dicapai dengan diterapkannya otonomi daerah yaitu untuk
memperlancar pembangunan diseluruh pelosok tanah air secara merata tanpa ada
pertentangan, sehingga pembangunan daerah merupakan pembangunan nasional secara
menyeluruh.
Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan setiap
kegiatannya tanpa ada intervensi dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah diharapkan
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 9/21
mampu membuka peluang memajukan daerahnya dengan melakukan identifikasi sumber-
sumber pendspatan dan mampu menetapkan belanja daerah secara efisien, efektif, dan wajar.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka konsep otonomi yang diterapkan adalah :
1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah pusat dalam hubungan domestik
kepada pemerintan daerah. Kecuali untuk bidang politik luar negeri, pertahanan, keagamaan,
serta bidang keuangan dan moneter. Dalam konteks ini, pemerintah daerah terbagi atas dua
ruang lingkup, yaitu daerah kabupaten dan kota, dan propinsi.
2. Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat.
3. Peningkatan efektifitas fungsi pelayanan melalui pembenahan organisasi dan institusi yang
dimiliki, serta lebih responsif terrhadap kebutuhan daerah.
4. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengatuan yang lebih jelas atas
sumber-sumber pendapatan daerah. Pembagian pendapatan dari sumber penerimaan yang
berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi.
5. Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah serta pemberian keleluasaan
kepada pemerintah daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan serta optimalisasi
upaya pemberdayaan masyarakat.
6. Perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah yang merupakan suatu system
pembiayayaan penyelenggaraan pemerintah yang mencakup pembagian keuangan antara
pemerintah pusat dengan daerah serta pemerataan antar daerah secara proposional.
3. Aturan Perundang-Undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi
Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 10/21
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
C. Pembahasan
1. Faktor / Latar Belakang Otonomi Daerah
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap
berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru (OB) menjalankan
mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah yang kemudian
disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa menjadi tiang utama
tegaknya sentralisasi kekuasaan OB. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya
tumbuh sebelum OB berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan.Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan
pertama bagi OB untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.
Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan
otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal yang didorong oleh
berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal
yang dipengaruhi oleh dorongan internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk
efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang
panjang.
2. Faktor Pendukung Terselenggaranya Otonomi Daerah
Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah merupakan desentralisasi sebagian
kewenangan dari pemeruntah pusat kepada pemerintah daerah untuk dilaksanakan menjadi
urusan rumah tangganya sendiri. Pemberian otonomi kepada daerah haruslah didasarkan
kepada faktor-faktor yang dapat menjamin daerah yang bersangkutan mampu mengurus
rumah tangganya.
Diantara factor-faktor tersebut yang mendukung terselenggaranya otonomi daerah
diantaranya adalah kemampuan sumberdaya manusia yang ada, serta kerersediaan sumber
daya alam dan peluang ekonomi daerah tersebut.
1. Kemampuan Sumber Daya Manusia
Salah satu kunci kesuksesan penyelenggaraan otonomi daerah sangatlah bergantung
pada sumber daya manusianya. Disamping perlunya aparatur yang kompeten, pembangunan
daerak juga tidak mungkin dapat berjalan lancar tanpa adanya kerjasama antara pemerintah
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 11/21
dan masyarakat. Untuk itu tidak hanya kualitas aparatur yang harus ditingkatkan tetapi juga
kualitas partisipasi masyarakat.
Dalam mensukseskan pembangunan dibutuhkan masyarakat yang berpengetahuan
tinggi, keterampilan tinggi, dan kemauna tinggi. Sehingga benar benar mampu menjadi
innovator yang mampu menciptakan tenaga kerja yang burkualitas.
2. Kemampuan Keuangan/Ekonomi
Tanpa pertumbuhan ekonomiyang tinggi, pendapatan daerah jelas tidak mungkin
dapat ditingkatkan.sementara itu dengan pendapatan yang memedahi, kemampuan daerah
untuk menyelenggarakan otonomi akan menungkat. Dengan sumber daya manusia yang
berkualitas, daerah akan mampu untuk membuka peluang-peluang potensi ekonomi yang
terdapat pada daerah tersebut.
Penmgembangan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, apabila dikelola dengan
secaraa optimal dapat menunjang pembangunan daerah dan mewujudkan otonomi.
Kemampuan daerah untuk membiayai diri sendiri akan terus meningkat.
3. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi kebijakan Otonomi daerah
Rondinellli dan Cheema (1983:30) dalam memperkenalkan teori implementasi
kebijakan, orientasinya lebih menekankan kepada hubungan pengarih faktor-faktor
implementasi kebijakan desentralisasi terhadap lembaga daerah dibidang perencanaan dan
administrasi pembangunan. Menurut Rondinelli dan Cheema, ada dua pendekatan dalam
proses implementasi yang sering dikacaukan.
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 12/21
Pertama, the compliance approach, yaitu yang menganggap implementasi itu tidak lebih dari
soal teknik, rutin. Ini adalah suatu proses pelaksanaan yang tidak mengandung unsur-unsur
politik yang perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan politik
( political leaders). Para administrator biasanya terdiri dari pegawai biasa yang tunduk kepada
petunjuk dari para pemimpin politik tersebut. Kedua, the political approach. Pendekatan
yang kedua ini sering disebut sebagai pendekatan politik yang mengandung “Administrasi
merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari proses penetapan kebijakan, dimana
kebijakan diubah, dirumuskan kembali, bahkan menjadi beban yang berat dalam proses
implementasi.” Jadi, membuat 4 implementasi menjadi kompleks dan tidak bisa
diperhitungkan (unpredictable). Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
belum mendapat perhatian yang serius di negara-negara yang sedang berkembang (termasuk
Indonesia), karena kebanyakan para perumus kebijakan mengenai desentralisasi dan otonomi
daerah lebih suka menggunakan pendekatan thecompliance approach daripada the political
approach. Mereka beranggapan apabila suatu kebijakan sudah ditetapkan dan sudah
diumumkan menjadi suatu kebijakan publik serta-merta akan dapat diimplementasikan oleh
para pegawai pelaksana secara teknik tanpa ada unsur-unsur atau kendala politik apapun, dan
hasil yang diharapkan segera akan dicapai. Akan tetapi, pengalaman mengenai desentralisasi
dan otonomi daerah di negara-negara sedang berkembang yang juga menyangkut program
dan kebijakan lainnya, menunjukkan bahwa implementasi kebijakan bukan hanya sekedar
proses teknis dalam melaksanakan perencanaan yang sudah ditetapkan. melainkan merupakan
suatu proses interaksi politik yang dinamis dan tidak dapat diperhitungkan.
Berbagai ragam faktor politik, sosial, ekonomi, perilaku dan organisasi kesemuanya
sangat mempengaruhi seberapa jauh kebijakan yang sudah ditetapkan dapat
diimplementasikan sesuai dengan yang diharapkan, dan sampai seberapa jauh pula
implementasi tersebut mencapai tujuan kebijakan.
Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat
mempengaruhi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas, yaitu:
environmental conditions: interofrganizational relationship; available resources; and
characteristic of implementing agencies. Signifikansi hubungan pengaruh antara variabel
yang satu dengan yang lain dalam mempengaruhi pelaksananaan otonomi daerah sangat
bervariasi dalam situasi yang satu dengan yang lain.
Faktor environmental conditions mencakup faktor seperti struktur politik nasional,
proses perumusan kebijakan, infra struktur politik, dan berbagai organisasi kepentingan, serta
tersedianya sarana dan prasarana fisik. Suatu kebijakan ada hakekatnya timbul dari suatu
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 13/21
kondisi lingkungan sosial-ekonomi dan politik yang khusus dan kompleks. Hal ini akan
mewarnai bukan hanya substansi kebijakan itu sendiri, melainkan juga pula hubungan antar
organisasi dan karekateristik badan-badan pelaksana di lapangan, serta potensi sumber daya,
baik jumlah maupun macamnya.
Struktur politik nasional, ideologi, dan proses perumusan kebijakan ikut mempegaruhi
tingkat dan arah pelaksanaan otonomi daerah. Di samping kitu, karakteristik struktur lokal,
kelompok-kelompok sosial-budaya yang terlibat dalam perumusan kebijakan, dasn kondisi
infra-struktur. Juga memainkan peranan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Faktor inter-organizationships, Rondinelli memandang bahwa keberhasilan
pelaksananaan otonomi daerah memerlukan interaksi dari dan koordinasi dengan sejumlah
organisasi pada setiap tingkatan pemerintahan, kalangan kelompok-kelompok yang
berkepentingan.
Faktor resources for program implementation, dijelaskan bahwa kondisi lingkungan
yang kondusif dalam arti dapat memberikan diskresi lebih luas kepada pemerintah daerah,
dan hubungan antar organisasi yang efektif sangat diperlukan bagi terlaksananya otonomi
daerah. Sampai sejauhmana pemerintah lokal memiliki keleluasaan untuk merencanakan dan
menggunakan uang, mengalokasikan anggaran untuk membiayai urusan rumah tangga
snediri, ketetapan waktu dalam mengalokasikan pembiayaan kepada badan/dinas pelaksana,
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 14/21
kewenangan untuk memungut sumber-sumber keuangan dan kewenangan untuk
membelanjankannya pada tingkat lokal juga mempengaruhi melaksanakan otonomi daerah
seefektif mungkin. Kepadanya juga perlu diberikan dukungan, baik dari pimpinan politik
nasional, pejabat-pejabat pusat yang ada di daerah, maupun golongan terkemuka di daerah.
Di samping itu, diperlukan dukungan administratif dan teknis dari pemerintah pusat.
Kelamahan yang selama ini dijumpai di negara-negara sedang berkembang ialah keterbatasan
sumber daya dan kewenangan pemerintah daerah untuk memungut sumber-sumber
pendapatan yang memadai guna melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan oleh pemerintah
pusat.
Faktor characteristic of implemeting agencies, diutamakan kepada kemampuan para
pelaksana di bidang keterampilan teknis, manajerial dan politik, kemampuan untuk
merencanakan, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengintegrasikan setiap keputusan,
baik yang berasal dari sub-sub unit organisasi, maupun dukungan yang datang dari lembaga
politik nasional dan pejabat pemerintah pusat lainnya. Hakikat dan kualitas komunikasi
internal, hubungan antara dinas pelaksana dengan masyarakat, dan keterkaitan secara efektif
dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat memegang peranan penting dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Hal yang sama pentingnya adalah kepemimpnan yang
berkualitas, dan komitmen staf terhadap tujuan kebijakan.
Menurut Rondinelli dan Cheema, hasil pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam
wujud pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung kepada hubungan pengaruh dari
keempat faktor tersebut, dan dampaknya diukur melalui tiga hal sebagai berikut. Pertama,
tercapainya tujuan kebijakan desentralisasi yang terwujud pelaksanaan otonomi daerah.
Kedua, meningkatnya kemampuan lembaga pemerintah daerah dalam hal perencanaan,
memobilisasi sumber daya dan pelaksanaan. Ketiga, meningkatnya produktivitas, pendapatan
daerah, pelayanan terhadap masyarakat, dan peran serta aktif masyarakat melalui penyaluran
inspirasi dan aspirasi rakyat.
4. Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan berbagai harapan baik bagi masyarakat,
swasta bahkan pemerintah sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah
Daerah, terutama Kabupaten dan atau Kota dalam menjalankan kebijakan otonominya.
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 15/21
Disinilah perlunya mengidentifikasi berbagai dimensi/faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tujuan pemberian otonomi daerah
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan
yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah
dikatakan berhasil atau sukses jika mampu mencapai (mewujudkan) tujuan-tujuan tersebut.
Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:
1. Kemampuan struktural organisasi
Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan
tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup
mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup
jelas.
2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang
tercapainya tujuan yang diinginkan.
3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan
untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan.
4. Kemampuan keuangan daerah
Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan
pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau
sebagian dari subsidi pemerintah pusat.
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal
yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan,
serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas
pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 16/21
pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup penulisan ini sebagai
faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah otonom untuk dapat
mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah
setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah.
Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan
pola manajemen yang baik.
Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling
esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses
mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan
dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik
pula.
Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat
berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia
sebagai subyek sudah baik pula.
Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat
mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam
kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan
suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut.
Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi
berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah
diberikan kepadanya.
Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah,
sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat
berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk
menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak
diperlukan anggaran yang baik pula.
Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan
untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan
mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat
kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 17/21
tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari
aparat yang menggunakannya.
Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam
struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan
wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama,
sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen
terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa
baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang
bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer
daerah.
D. Kesimpulan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi otonomi daerah :
1. Faktor/Latar belakang otonomi daerah
Pertama, faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan politik sentralisme
di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal yang dipengaruhi oleh dorongan internasional
terhadap kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi
sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.
2. Faktor Pendukung Terselenggaranya Otonomi Daerah
a. Kemampuan Sumber Daya Manusia
b. Kemampuan Keuangan/Ekonomi
3. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi kebijakan Otonomi daerah
Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat mempengaruhi
implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas, yaitu: environmental conditions:
interofrganizational relationship; available resources; and characteristic of implementing
agencies. Signifikansi hubungan pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lain dalam
mempengaruhi pelaksananaan otonomi daerah sangat bervariasi dalam situasi yang satu
dengan yang lain.
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 18/21
4. Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah
a. Kemampuan struktural organisasi
b. Kemampuan aparatur pemerintah daerah
c. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
d. Kemampuan keuangan daerah
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 19/21
Inilah yang sekarang menjadi permasalahan. Mengapa saat ini banyak elit parpol melacurkan diri
dengan mengusung dan mendukung calon kepala daerah dari artis-artis heboh yang popular karena
sensualitasnya? Begitu banyak parpol membabi buta membidik orang-orang yang tidak jelas
kemampuan kepemimpinannya tetapi lebih karena sensualitasnya.
Jelas kelihatan bahwa parpol tidak berniat mengkaji kapasitas calon dalam hal kepemimpinan publik.
Artinya yang terjadi adalah parpol mempertaruhkan kepentingan publik dengan iming-iming
sensualitas. Sangat mudah terbaca misi ambisius parpol adalah hanya demi memenangkan pilkada.
Apakah calon yang diusung dari latar belakang artis tidak memiliki kapasitas kepemimpinan publik?
Hal ini memang masih dipertanyakan. Contoh, ketika Dede Yusuf menyumbangkan suara signifikan
dalam pertarungan pilkada Gubernur Jawa Barat, apakah pada waktu itu orang bertanya-tanya
sejauh mana kualitas kepemimpinan Dede Yusuf? Tetapi ketika saat ini sosok Julia Perez yang
kabarnya diusung tujuh parpol naik panggung pencalonan Bupati Pacitan sontak sebagian orang
berebut pendapat.
Tentu saja hal ini berkaitan dengan citra diri si calon. Si Jupe bukan Dede Yusuf. Jupe lebih terkenal
karena sensualitasnya, seksinya, keberaniannya berpose syuur. Sementara si Dede, ya Dede yang
kebetulan memiliki citra dewasa, kalem, dan wise. Meskipun juga belum terbukti seberapa kuat
kualitas kepemimpinan Dede Yusuf sebagai orang kedua di Jawa Barat.
Tetapi apakah Jupe bakal memenangkan pilkada seperti kesuksesan Dede Yusuf? Tentu saja Jupe
bisa berpotensi memenangkan pilkada. Karena pilkada di Indonesia menggunakan sistem one man
one vote. Siapapun orang berhak atas satu suara, tanpa melihat latar belakangnya. Artinya, suara
seorang sopir angkot
sama dengan suara seorang dosen. Padahal, wawasan, pola pikir, harapan, dan pertimbangan si
sopir angkot dan si dosen sangat berbeda jauh. Mungkin seorang dosen lebih bisa melihat jauh
kedepan mengenai apa jadinya jika seseorang seperti Jupe memimpin sebuah kabupaten yang
melahirkan Presiden RI. Sedangkan seorang sopir angkot barangkali memilih Jupe karena ia kenal
Jupe yang sering tampil iklan seronok produk condom di layar TV.
Masalahnya adalah lebih dari 70 persen suara pemilih di pertarungan pilkada daerah adalah massa
non-educated yang tidak mengandalkan pertimbangan akal namun lebih mengedepankan alasan
emosional. Jelas potensi menang si Jupe bakal tinggi.
Dengan mengusung dan mendukung artis seperti Jupe sekaligus membuktikan bahwa parpol-parpol
itu minus pendewasaan diri karena kader dari parpol sendiri dipandang memiliki kualitas
kepemimpinan yang lebih rendah daripada Jupe.
Pertanyaan reflektif yang penting saat ini adalah mengapa elit parpol melakukan hal ini? Elit parpol
yang mengusung dan mendukung calon seperti Jupe jelas-jelas menunjukkan mentalitas ambisius:
asal menang, urusan lain belakangan. Parpol bertingkah penuh hasrat sama dengan para calon
pemilihnya.
Mentalitas semacam ini tentu tidak mengedepankan peluang peningkatan kesejahteraan publik.
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 20/21
Bahkan mempertaruhkan kepentingan publik selama lima tahun. Hal ini tentu sangat menyedihkan.
Pililah si-ini dan lihat saja nanti apakah dia bisa memimpin daerahnya dengan baik. Bila baik, silahkan
pilih lagi, bila tidak, ya jangan pilih lagi. Gambling yang luar biasa besar telah dilemparkan dimeja
pertarungan pilkada.
Menjadi seorang artis adalah pilihan. Menjadi artis yang bagaimana adalah juga pilihan. Artis bukan
satu macam. Ada yang menjadi artis popular karena memang kualitas suara atau actingnya sehingga
pantas menjadi popular. Ada artis yang menjadi popular karena memanfaatkan kualitas
sensualitasnya sehingga menjadi popular. Inul Daratista begitu popular yang barangkali
mengalahkan almarhum Chrisye. Bukan dari segi olah vocal, namun dari segi olah goyang body. Jupe
tidak jauh beda dengan Inul. Mungkin kalau Inul juga diusung menjadi calon Bupati Pacitan bakal
menjadi pesaing hebat bagi Jupe. Karena dua-duanya sama-sama popular, dan dua-duanya popular
bukan dalam hal kecakapan kepemimpinan atau kepiawaian organisasi. Inikah yang akan terus
menerus dilacurkan oleh parpol-parpol? Menjual popularitas sensualitas minus kapabilitas?
Maka, sekarang tentu menjadi tugas para elit yang masih bisa mawas diri untuk melihat dari sisi lain,
apakah mengedepankan ambisi menang atau memberikan pendidikan politik yang lebih baik. Tentu
para pengambil kebijakan di Negara ini memiliki satu kewajiban politik yang besar : membiarkan
fenomena haus kekuasaan dengan cara-cara asah urat semacam itu atau menggulirkan aturan main
yang lebih masuk akal?
Tentu, penentu kebijakan perlu menyusun aturan main yang lebih berorientasi pada percepatan
perbaikan kesejahteraan masyarakat. Bukan orientasi pada hiburan sesaat.
Bagaimana aturan main yang bisa dilakukan tanpa perlu mengebiri hak demokrasi individual? Tentu
ini tidak mudah. Karena masalah kapabilitas kepemimpinan bukan hal yang mudah diukur. Dan
masalah urat sensualitas, atau pornografi juga bukan hal yang gampang ditentukan parameternya.
Tetapi, sebagai sebuah pintu masuk untuk diskusi, bukankah kecakapan kepemimpinan atau
kecakapan manajerial setidaknya bisa diukur dari pengalaman? Misalnya begini, bukankah seorang
bisa menjadi leader bila ia terbukti memiliki sekian tahun pengalaman kepemimpinan di bidangnya?
Bukankah untuk menjadi artis juga perlu pengalaman sekian tahun dalam bidang misalnya olah vocal
dan olah acting?
Mengapa belum ada satu aturanpun yang bisa dipergunakan sebagai rujukan untuk menentukan
seseorang dengan kualitas seperti apa sehingga layak ditetapkan sebagai bakal calon yang bisa
diusung oleh parpol?
Syarat kualitas dari pengalaman bisa menunjukkan potensi kapabilitas calon. Tentu saja hal ini bakal
memunculkan lebih banyak kemanfaatan dimasa mendatang: kaderisasi parpol dan atau selektifitas
terhadap bakal calon yang diusung oleh parpol. Maka kedepan yang bakal terjadi dalam proses
pencalonan adalah bukan lagi sekedar popularitas, tetapi kapabilitas, potensi kepemimpinan, dan
elektabilitas.
Tentu saja, ide untuk menambahkan syarat bermoral bakal menuai banyak perdebatan melelahkan,
5/16/2018 bahan skripsi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bahan-skripsi-55ab50dc710e8 21/21
karena syarat itu juga tidak jelas ambang batasnya. Sangat susah untuk membuktikan kualitas moral
seseorang, seperti apa, siapa yang menilai, kapan, siapa saksinya, apa barang buktinya, apa
perbandingannya, yang mana peraturan perundang-undangan yang mengaturnya?
Biarlah syarat bermoral itu sudah diatur dalam UU No.32 tahun 2004 huruf I yang mengatakan
bahwa calon tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Dan sudah diperjelas dalam penjelasan
bahwa yang dimaksud dengan tidak pernah melakukan perbuatan tercela adalah tidak pernah
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat,
seperti judi, mabuk, pencandu narkoba dan zina. Dalam UU No 32/2004 memang disebutkan 16
syarat menjadi kepala daerah. Di antaranya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada
Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945,
dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah. Syarat pendidikan sekurang-
kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan atau sederajat dan berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga
puluh) tahun.
Maka, sebelum masuk pada pintu perdebatan yang melelahkan, kita bisa mempertegas syarat
kapabilitas, syarat kualitas dan kredibilitas daripada syarat moralitas atau pengalaman sensualitas.