bahan pertemuan it des09
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN TUGAS PENGAWASAN PERTAMBANGAN MINERAL DI
KABUPATEN SUKABUMI
A. Pendahuluan
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang
potensial dengan kekayaan alam khususnya sumber daya pertambangan dan
energi, sehingga tidak hanya dijadikan salah satu andalan untuk menghasilkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rangka otonomi daerah, tetapi juga untuk
menunjang laju pertumbuhan ekonomi dan terutama pemberdayaan ekonomi
masyarakat setempat dengan tetap memperhatikan aspek teknis, keselamatan
kerja dan lingkungan,
Ketiga aspek ini : teknis, keselamatan kerja, dan lingkungan, menjadi
perhatian penting dalam pelaksanaan tugas pemerintahan mengingat kondisi riil
sektor pertambangan di Kabupaten Sukabumi memiliki banyak keterbatasan. Dari
sisi teknis, penambangan yang dilakukan masih didominasi oleh penambang skala
kecil – menengah dengan penggunaan teknologi sederhana hingga semi mekanis.
Sementara sebagian besar sumber daya manusia pertambangan yang ada tidak
memiliki latar belakang disiplin ilmu yang memadai, hal ini menyebabkan
penambangan tidak berjalan secara efektif dan efisien, sering mengabaikan
keselamatan dan kesehatan kerja serta tidak berwawasan lingkungan.
Di Kabupaten Sukabumi saat ini telah terdaftar sekitar 24 IUP bahan galian
logam dan 65 IUP bahan galian golongan C. Banyaknya ijin yang ada menunjukkan
cukup tingginya minat investasi bidang pertambangan di Kabupaten Sukabumi.
Diantaranya terdapat kurang lebih 60 perusahaan yang telah melengkapi diri
dengan Kepala Teknik Tambang maupun Wakil Kepala Teknik Tambang. Namun
demikian kondisi para KTT/ WKTT yang ada masih belum berfungsi dengan baik
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pertambangan yang timbul di
masing-masing perusahaan, hal ini terlihat dengan banyaknya Kepala Teknik
Tambang yang masih belum mengerti mengenai peraturan perundang-undangan
khususnya bidang K3 dan lingkungan hidup pertambangan.
Secara struktural pengawasan di Distamben merupakan tugas dan
kewenangan dari Kepala Bidang Pertambangan Umum yang dibagi kepada tiga
kepala seksi sebagaimana tergambar pada struktur organisasi di bawah ini.
Gambar Struktur Organisasi bidang Pertambangan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi
B. Program Peningkatan Kualitas Pengawasan
Tugas Dinas Pertambangan dan Energi dalam upaya peningkatan tugas
bidang pengawasan diwujudkan dalam beberapa program :
1. Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan yang dilaksanakan secara rutin.
Meskipun sudah menjadi agenda rutin namun terdapat masalah alokasi
dana yang menyebabkan sasaran kegiatan terbatas pada beberapa
kecamatan saja.
2. Pelaksanaan Bimbingan Teknis dan Pelatihan untuk tenaga teknis
pertambangan di daerah.
Tabel 1. Tenaga Teknis di Bidang Pertambangan Mineral di Dinas Pertambangan dan Energi
No Nama Latar belakang Jabatan
1 Agus Permana, BE. SIP. Teknik Geodesi PITDA, Kasie K3 Teknik PU
2 Hendry Drajat M, ST., MT. Teknik Pertambangan PITDA
3 Yuswandi, ST. Teknik Pertambangan PITDA
4 Ir. Ahmad Yani, MSi Teknik Geologi Kasie Konservasi PU
5 Ahmad Arief, ST. Teknik Geologi Pelaksana
6 Zaki Zain, ST. Teknik Pertambangan Pelaksana
7 Dadan Wildan, ST. Teknik Geologi Pelaksana
8 Mukhsin Badrussalam, ST. Teknik Geologi Pelaksana
3. Peningkatan kualitas sumberdaya aparatur Dinas dengan melakukan
rekruitmen PNS berlatar pendidikan teknis yang sesuai (Tabel).
Kepala Bidang Pertambangan Umum
Kepala Seksi Pencadangan Pertambangan Umum
Kepala Seksi K3 dan Teknik Pertambangan Umum
Kepala Seksi Konservasi Pertambangan Umum
Kepala Dinas Pertambangan dan
Energi
4. Mengikutsertakan pegawai dalam Diklat Pengawasan dan Diklat Inspektur
Tambang.
5. Koordinasi dengan dinas dan instansi terkait khususnya dalam hal
penegakan hukum seperti PolPP dan Kepolisian di daerah.
6. Mengangkat Inspektur Tambang (PITDA) sesuai klasifikasi yang dibutuhkan
melalui Keputusan Bupati.
C. Permasalahan
1. Mayoritas IUP adalah penambang skala kecil.
Masalah ini berimplikasi pada kualitas sumberdaya manusia dan
permodalan yang terbatas. Sumberdaya manusia cukup menyulitkan dalam
penerapan aturan-aturan khususnya. Selain sisi pengusaha sendiri yang
kurang memahami aspek teknis tambang, juga tenaga teknis yang terlibat
sangat sedikit yang memiliki kemampuan atau latar belakang pendidikan di
bidang pertambangan.
Mayoritas KTT belum menjadi penanggungjawab tertinggi operasional di
lapangan dan masih sebatas pemenuhan syarat administrasi. Seringkali
saran tindak yang diberikan terhenti di lapangan karena tidak adanya
keseragaman pemahaman antara pengusaha dengan KTT yang
ditunjuknya. Aspek ekonomi sering menjadi alasan bagi pengusaha untuk
meminta kebijakan dalam menghindari ketentuan peraturan, seperti
pemenuhan APD, pemasangan rambu, pagar pengaman, dll.
Upaya untuk meningkatkan kualitas SDM telah beberapa kali dilakukan
selain dengan kegiatan pembinaan langsung ke lapangan juga dengan
memberikan pelatihan-pelatihan terkait aspek K3 dan teknis.
2. Belum ada standar teknis dan lingkungan untuk tambang skala kecil.
Kaidah-kaidah K3 maupun aspek teknis yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan seperti Kepmen K3 belum menyentuh penambangan
skala kecil yang merupakan mayoritas pengusaha di Kabupaten Sukabumi.
Sementara untuk mengikuti standar yang ada merupakan hal yang cukup
memberatkan. Hingga saat ini pengawas menerapkan penyesuaian-
penyesuaian seperlunya di lapangan yang kemudian menjadi kebijakan
yang diberikan kepada pengusaha.
3. Konservasi bahan galian
Masih rendahnya kesadaran pengusaha dalam melakukan upaya
konservasi bahan galian terlihat pada pelaporan realisasi produksi yang
belum sepenuhnya benar serta tiadanya peta kemajuan tambang yang
dibuat. Selain itu teknis penambangan secara tambang pilih (selective
mining) juga banyak dilakukan oleh pengusaha dengan tidak mengindahkan
aspek keselarasan.
4. Kendala Birokrasi
Sejak tahun 2007 kewenangan perijinan dialihkan kepada Dinas
Perijinan dan Penanaman Modal Terpadu (sekarang Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu). Meskipun dari sisi beban kerja lebih ringan namun dari
sisi efektivitas dan efisiensi penegakan hukum, khususnya penerapan sanksi
menemui sedikit kendala. Hal ini terkait dengan jalur koordinasi yang lebih
panjang dan memerlukan waktu lebih lama sehingga menimbulkan
inefesiensi dan efektivitas.
5. Wewenang terkait kegiatan peledakan
Dengan keluarnya Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2008 tentang Bahan
Peledak sementara kaitannya dengan kewenangan instansi teknis tidak
secara eksplisit dicantumkan menyebabkan adanya ketidakjelasan di
daerah. Selain itu dalam RPP mengenai Usaha Pertambangan untuk
tambang rakyat tercantum larangan untuk menggunakan teknik peledakan
dan alat berat dalam kegiatannya. Hal ini dapat menjadi masalah karena di
lapangan terdapat banyak pengusaha telah menggunakan peledakan dan
alat berat dengan kebutuhan terbatas dan skala kecil.
D. Tantangan Tugas Pengawasan pada Era UU 4 Tahun 2008
Pasal 141 UU No. 4 Tahun 2008 tentang Pertambangan Minerba
mengamanatkan enam bidang tugas pengawasan yang diemban oleh seorang
Inspektur Tambang yakni:
a. Teknis pertambangan
b. Konservasi sumberdaya mineral dan batubara
c. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pertambangan
d. Keselamatan operasi pertambangan
e. Pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi serta pasca tambang
f. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
Selain itu pada Pasal 73 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah
bertanggung jawab terhadap pengamanan teknis menyangkut : K3, lingkungan
hidup, dan pasca tambang pada pertambangan rakyat, dimana tugas tersebut
diserahkan kepada IT.
Beban tugas tersebut disertai dengan kewenangan IT untuk melakukan
penindakan berupa teguran hingga penutupan sementara (Pasal 113 (4)).
Kewenangan ini memiliki implikasi yang sangat penting terkait dengan
karakteristik industri pertambangan yang sangat sensitif terhadap lingkungan.
Dampak kegiatan tambang seringkali dipandang tidak hanya dari kacamata
teknis dan tangible (terukur) tapi melibatkan permainan opini dan pencitraan di
masyarakat luas. Setiap tindakan yang dilakukan pemerintah memerlukan
perhitungan yang komprehensif secara teknis dan non teknis.
Dengan sifat bidang tugas demikian secara otomatis dituntut kompetensi
yang lebih tinggi serta independensi yang kuat dari seorang Inspektur Tambang.
Tanpa keduanya mustahil kinerja pengawasan dapat tercapai optimal. Untuk itu
diperlukan upaya-upaya agar kedua prasyarat tersebut dapat terpenuhi.
Diantaranya dengan mengangkat IT dengan latar belakang pendidikan yang
sesuai serta mengikutsertakannya dalam pelatihan-pelatihan yang terkait.
Selain itu pengkondisian tertentu diperlukan agar IT dapat melaksanakan
tugas dan wewenangnya secara efektif efesien. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Penyesuaian format struktur organisasi perangkat daerah yang ada agar
dapat mendukung dan sinergi dengan tugas IT.
b. Penyesuaian fasilitas tunjangan daerah untuk IT.
c. Integrasi program pengawasan dengan instansi terkait seperti Desa,
Kecamatan, Badan Lingkungan Hidup, LSM Lingkungan, Satpol PP,
Kepolisian, dll.
d. Perbaikan sistem pengalokasian dana dekonsentrasi dari DESDM untuk
tugas pengawasan mengingat pengalaman yang ada implementasinya
tidak efektif. Sementara anggaran Kabupaten untuk pengawasan sangat
terbatas.
E. Kesimpulan
Peran vital Inspektur Tambang pasca keluarnya UU 4/2008 dalam sektor
usaha pertambangan hendaknya diringi dengan perbaikan sistem pengelolaan
pertambangan itu sendiri dan berjalan seiring dengan program reformasi
birokras yang tengah dijalankan pemerintah. Kendala yang dihadapi pada
dasarnya tetap sama seperti pada masa rejim UU 11/1967 yakni masalah
penegakan hukum yang tidak akan berjalan tanpa dukungan dari pihak lain yang
berwenang dalam pengamanan peraturan. Konflik kepentingan antara
pengusaha, masyarakat, dan organisasi politik tampaknya akan menjadi
tantangan besar untuk mengukur sejauh mana pemerintah dapat melakukan
tugasnya dalam menegakkan supremasi hukum demi tercapainya pengelolaan
pertambangan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.