bahan kuliah- i w

40
Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir 1 Materi Kuliah Ilmu Ukur Wilayah Dosen: Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng 1. Pendahuluan 2. Survei 3. Fotogrammetri 4. Remote Sensing 5. Sistem Informasi Geografi

Upload: hasbi-hatta-shiddiq

Post on 29-Jun-2015

258 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

1

Materi Kuliah Ilmu Ukur Wilayah

Dosen: Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng

1. Pendahuluan

2. Survei

3. Fotogrammetri

4. Remote Sensing

5. Sistem Informasi Geografi

Page 2: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

1

1. Pendahuluan

Tujuan survei adalah untuk menyajikan informasi secara kuantitatif dan teliti dari

permukaan bumi, mencakup keadaan alam dan keadaan yang telah diubah oleh

aktivitas manusia. Penyajian bentuk dipresentasikan dalam bentuk cetakan (hard

copy) atau dalam bentuk data digital (soft copy) yang selanjutnya dapat diolah

dengan komputer.

Selama 4 dekade, metode survei pengukuran wilayah telah mengalami perubahan

revolusioner sebagai dampak perkembangan teknologi survei, instrumentasi dan

teknologi informasi. Perubahan ini tentu saja mempengaruhi perkembangan

metode dan prosedur pengukuran yang dilakukan dalam pekerjaan survei.

Walaupun demikian, pemilihan metode pengukuran survei tidak dapat hanya

mengandalkan kecanggihan teknologi yang digunakan, tetapi sangat perlu

mempertimbangkan situasi lokal dimana pengukuran dilakukan.

Survei permukaan bumi direpresentasikan dalam bentuk peta yang

menggambarkan posisi relatif dan ukuran yang dimanifestasikan dengan skala

tertentu. Penerapan photogrammetry dalam survei dan pengukuran wilayah dapat

memperluas cakupan dan meningkatkan kapasitas pengukuran.

Sebelum penerapan photografi dalam pengukuran dan survei, semua peta yang

dibuat hanya berdasarkan survei lapangan saja. Cara pengukuran seperti ini

kapasitasnya sangat terbatas dan memerlukan waktu yang lama dalam

pelaksanaannya. Walaupun demikian, pengukuran seperti ini tetap saja dilakukan

karena desakan kebutuhan untuk keperluan pekerjaan teknik seperti irigasi,

perpipaan, teknik lingkungan dan pekerjaan sipil lainnya. Pada pekerjaan teknik

sipil tersebut, jika tidak disupport dengan data survei, mak akan menyulitkan

kegiatan design, perencanaan dan pekerjaan konstruksi.

Page 3: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

2

1.1. Gambaran Bentuk Permukaan Bumi

Bentuk permukaan bumi sangat tidak teratur. Ketidakteraturan ini memerlukan

determinasi untuk merepresentasikan ukuran dan bentuknya. Penggambaran

bentuk dan ukuran permukaan bumi merupakan bagian ilmu ukur wilayah. Ilmu

Ukur Wilayah merupakan turunan dari Ilmu Geodesi.

Geodesi merupakan ilmu untuk melakukan determinasi yang mengkaji,

memodelkan bentuk dan ukuran permukaan bumi. Permodelan permukaan bumi

dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pemodelan mathematis dan pemodelan fisik.

Model mathematis merupakan model yang mengikuti proses dan manipulasi

mathematis yang terdiri dari variabel-variabel untuk melakukan komputasi. Model

fisik menganggap permukaan bumi sebagai suatu bentuk yang memiliki potensi

gravitasi yang sama ( equipotensial) pada sembarang titik dipermukaan bumi.

Pada pemodelan fisik, permukaan laut dianggap sebagai suatu bidang datar.

Kedua pemodelan tersebut diperlukan dalam survei dan pemetaan dan keduanya

dapat digunakan secara bersama. Kedua model tersebut memiliki kemiripan,

terutama dalam menentukan dimensi dan kedataran permukaan bumi. Kedua

model mengasumsikan bentuk permukaan bumi sebagai bidang datar, walaupun

pada kenyataannya dimensi permukaan bumi tidak sepenuhnya bidang datar.

Model Mathematis Permukaan Bumi

Acuan Ellipsoid

Bentuk speris permukaan bumi telah dipostulatkan oleh Pythagoras Erastosthenes

(276 sebelum Masehi), seperti terlihat pada gambar Gambar 1.1. Teori yang

berpendapat bahwa bentuk bumi datar masih diterima hingga abad ke 16, setelah

itu pada abad ke 17, berbagai metode pengukuran mulai dikembangkan dan

Page 4: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

3

akhirnya membuktikan bahwa bentuk bumi yang sebenarnya tidak datar tetapi

bulat. Pada saat itu, ditemukan pula bahwa diameter polar tidak sama dengan

diameter equator atau dengan kata lain bentuk bumi adalah ellips (ellipsoid).

Meskipun demikian pada saat itu belum berhasil dibuktikan apakah diameter polar

lebih besar atau lebih kecil dari diameter equator.

Seorang Ilmuwan Perancis bernama CASSINI telah melakukan pengukuran dari

sumbu utara ke selatan dan hasilnya telah membuktikan bahwa terdapat arah

polar yang lebih panjang dari arah equator, atau dengan kata lain diameter polar

lebih besar dari diameter equator. Tapi NEWTON telah melakukan studi teoritis

dan berhasil membuktikan bahwa diameter polar lebih kecil dari dari diameter

equator (equitorial). Pada tahun 1935 Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis telah

menugaskan dua tim peneliti yang melakukan ekspedisi pada dua tempat yaitu

Peru dan Lapland. Kedua Tim ini mempunyai missi untuk melakukan pengukuran

panjang busur dari satu derajat sepanjang meridian dan dibandingkan dengan

panjang busur dengan derajat yang sama pada daerah dekat equator

(khatulistiwa). Hasil ekspedisi tersebut membuktikan bahwa jari-jari polar lebih

pendek dari jari-jari equator.

Penjabaran dari pengukuran yang dilakukan oleh Erastosthenes dapat dilihat pada

Gambar 1.1 dan yang dilakukan oleh dua Tim Peneliti Perancis dapat dilihat pada

Gambar 1.2.

Page 5: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

4

Measurement of ERATOSTHENES

Rotation axis SUN

ϕ∆ l rod ALEXANDRIE SYENA (ASSOUAN)

ϕϕ ∆→=∆ld

tg

Gambar 1.1. Pengukuran yang dilakukan oleh ERATOSTHENES

L : jarak antara ALEXANDRIE and SYENA (diukur dengan menggunakan hewan

Onta; L : kecepatan x waktu).

Pengukuran yang dilakukan oleh Academi Ilmu Pengetahuan Prancis

L3 LAPLAND (Foo)

)50( 0FRANCELα

L1 PERN (~00

Gambar 1.2. Pengukuran yang dilakukan oleh Akademi Ilmu Pengatahuan

Perancis

R ϕ∆

ϕ∆=

LR

b R3 R2 a R1 3ϕ∆ 2ϕ∆

Well

1ϕ∆

Page 6: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

5

Page 7: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

6

Gambat 1.3. Bentuk permukaan bumi sebagai bulat telur

3

33333

1232

22222

1

11111

:.

:.

:.

ϕϕ

ϕϕ

ϕϕ

∆=∆=

>>∆

=∆=

∆=∆=

LRRL

RRRL

RRL

LRRL

Bentuk bulat telur atau oval (ellipse) yang mempunyai garis bujur (meridian), jika

berputar pada sumbunya maka akan membentuk ellipsoid atau spheroid. Bentuk

bulat telur (ellips) dapat difenisikan dengan berbagai cara. Defenisi berikut ini

merupakan definisi secara geodesi. Terdapat dua defenisi bentuk ellips bumi

secara geodesi yaitu bentuk ellips bumi menurut HAYFORD dan bentuk ellips

WGS 84. Kedua defenisi bentuk ellips tersebut menjabarkan 3 parameter dengan

cara yang sama tetapi mempunyai nilai yang berbeda. Penjabaran parameter

defenisi ellips adalah :

a : semi-major axis

e : excertricity : 2

1

2

22

−a

ba

b R3 R2 a R1 3ϕ∆ 2ϕ∆

Page 8: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

7

f : flattering : a

baf

−=

e2 : 22

2

21 ffab

−=

Nilai dari a, f dan e2 dari kedua definisi bentuk ellips adalah :

HAYFORD ellipsoid : a = 6.378.388 m

f = 1 : 297

e = 0, 0818541

WGS 84 ellipsoid : a = 6.378.137 m

f = 1 : 298,25

Referensi Titik di atas Permukaan Bumi

Letak atau posisi suatu titik di atas permukaan bumi membutuhkan suatu

referensi. Referensi yang digunakan adalah sistem koordinat. Koordinat yang

digunakan pada suatu bidang ellipsoid adalah sistem koordinat geodesi (geodetic

coordinates). Pada sistem koordinat ini, posisi digambarkan sebagai lintang

(latitude) dan bujur (longitude). Sebagai illustrasi, gambaran berikut untuk

merepresentasi titik P pada suatu bidang ellipsoid. Pembahasan tentang

koordinat akan dibahas lebih mendalam pada pokok bahasan proyeksi pada bab

selanjutnya.

F

Normal

Gambar 1.4. Lintang dan Bujur

Meridian GREENWHICH

Page 9: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

8

Pada Gambar 1.4, garis khatulistiwa (garis equator) membentuk suatu bidang

yang disebut bidang equator. Jika diatrik suatu garis nomal dari bidang tersebut

menuju titik P maka akan membentuk sudut ϕ sudut yang disebut sudut lintang

(latitude).

Pada Gambar 1.4. terdapat suatu garis yang disebut garis meridian

(GREENWICH). Jika ditarik suatu garis dari kedua kutub ellips melalui “w”.

kemudian dari pertemuan antara garis khatulistiwa ditarik suatu garis menuju titik

pusat bidang khatulistiwa dan ditarik pula suatu garis dari pertemuan antara garis

meridian dengan khatulistiwa, maka kedua garis tersebut membentuk suatu sudut

dan sudut yang terbentuk disebut sebagai sudut bujur (longitude) (?).

Perlu diketahui bahwa garis normal yang dibentuk tidak melalui titik pusat ellipsoid

atau titik pusat bidang khatulistiwa. Posisi sembarang titik yang ada di atas

permukaan ellipsoid membentuk dua jari-jari kelengkungan yaitu jari

kelengkungan yang dibentuk oleh bidang meridian (meridian plane) (rm) dan jari-

jari kelengkungan yang dibentuk oleh bidang vertikal, lihat gambar berikut : )(ϕP

Gambar. 1.5. Jari-jari kelengkungan bidang meridian dan bidang vertical.

Nilai kedua-jari-jari tersebut adalah :

rm : 2

322

2

)sin1(

)1(

ϕe

ea

rn : 2

122 )sin1( ϕe

a

Representasi jarak pada ellipsoid

a b

Page 10: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

9

Representasi jarak pada suatu bidang ellipsoid merupakan jarak terpendek

diantara dua titik yang berada pada suatu bidang ellipsoid disebut “GEODESIC”

jarak geodesic terletak antara dua penampang normal (normal section). Pada

gambar berikut penampang normal PQ didefenisikan sebagai perpotongan antara

dua bidang normal pada P dan Q. penampang normal PQ merupakan

perpotongan dua bidang normal pada Q dan P pada suatu bidang ellipsoid.

Gambar 1.6

Normal

At P Normal section PQ normal

at Q

P GEODESIC Q

Normal section QP

Gambar 1.6. Representasi jarak pada bidang ellipsoid

Representasi Ruang Ellipsoid

Suatu ruang yang terbatas pada suatu bidang ellipsoid dapat diperkirakan sebagai

suatu best fitting sphere. Pada titik P dengan latitudeϕ . Jari-jari dari “best fitting

sphere” adalah :

nmrrR =

R merupakan meridian geometric rata-rata dari rm dan rn.

Suatu ruang segitiga dapat terbentuk pada suatu ruang berbentuk bola.

Page 11: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

10

Gambar 1.7. Representasi Ruang

Pada suatu ruang segitiga membentuk suatu sudut dalam segi tiga yang dapat

dinyatakan dengan derajat menit dan detik. Terdapat 27 hubungan antara sudut

dan sisi segitiga. Pada Gambar 1.7 berlaku hubungan

0 < a + b + c < 2?

? < A + B + d < 3?

Cos a = Cos b Cos c + Sin b Sin c Cos A

Cc

Bb

Aa

sinsin

sinsin

sinsin

==

Pada gambar 1.7 terdapat suatu besaran yang disebut spherical excess (ε ) yang

diturunkan dari segitiga tersebut di atas (Gambar 1.7)

A + B + C = 1800 + ε

Nilai ε adalah .

)("005,0"1sin

1. 2

2 KmSRS

≈=ε

Dimana S merupakan luas segi tiga, R merupakan jari-jari bola. Contoh hasil

pada sisi segitiga ~ 20 km merupakan nilai spherical excess ε = 1”

Secara praktis, nilai spherical excess dihitung sebagai berikut :

Page 12: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

11

Rumus LHUILIER

a + b + c = 2p

maka :

2)(.

2)(.

2)(.

24cptgbptgaptgptgtg −−−=ε

Rumus CAGNOLI

2cos

2cos

2cos2

)sin().sin().sin(.sin2

sincba

cpbpapp −−−=ε

Rumus GUA

)sin().sin().sin(.sin2coscoscos1

2cot

cpbpappcba

g−−−

+++=

ε

Catatan :

Untuk : a ~ b ~ c ˜ 30 Km : ε ~2”

a ~ b ~ c ˜ 50 Km : ε ~5”

Penyelesaian segitiga spheris yang mirip bidang datar

Theorema LEGENDRA

Theorema ini menjelaskan perbandingan antara segitiga spheres (segi tiga yang

mempunyai sisi yang melengkung) dengan segitiga biasa (segitiga yang

mempunyai sisi yang lurus). Jika misalkan a, b, c adalah panjang sisi suatu segi

tiga spheris dan a, ß, ? merupakan sudut yang terletak diagram sisi tersebut (lihat

gambar). Dan jika a’, b’, c’, merupakan panjang sisi segi tiga bersisi lurus dan a’,

ß’, ?’ merupakan besar sudut pada sisi depannya (lihat gambar). Jika kedua sisi

tersebut dibandingkan maka diperoleh suatu nilai n yang mempunyai hubungan

berikut :

Theorema LEGENDRE

a’ = a, b’ = b, c’ = c

Page 13: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

12

tetapi sudut yang dibentuk

3';

3';

3'

εγγ

εββ

εαα −=−=−=

Metode “Additament” (small term reduction)

Dengan mengacu pada kedua segi tiga tersebut, maka metode ini menjelaskan

suatu hubungan :

γγ

βββ

ββ

ααα

αα

=−=

=−=

=−=

';6

'

';6

'

';6

'

2

3

2

3

2

3

RccC

R

R

Jika diketahui nilai : a, ß, a

Maka nilai ß dapat dihitung dengan cara metode LEGENDRE dan metode

Additament

LEGENDRE Additaments

'sin'sin

3'

3'

αβ

α

εββ

εαα

=

−=

−=

b

2

32

2

3

6

sinsin''

6'

Rb

bb

R

=

=

−=

αβαβ

ααα

Page 14: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

13

Model fisik bumi

Representasi jarak vertikal dari suatu titik

Misalkan suatu massa sebesar m yang bersentuhan dengan permukaan bumi

yang memiliki massa sebesar M, yang terletak pada pusat bumi (lihat gambar 1.8).

Jarak antara m dan M misalkan r, maka akan membentuk suatu vektor u1 dan u2 .

F2

Gambar 1.8. Representasi jarak pada permukaan bumi

Gaya yang bekerja pada massa m adalah

121

−−

−= ur

GMmF

m mengalami percepatan

)/...81,( 2111

_

211 smggu

rGMg

mF ≈−==

−−

Gaya axis fugal yang bekerja pada massa m

)/....81,9~( 212

22 smgurpmF

−−

= ω

Massa yang mengalami percepatan axisfugal

)/03,0~300:1~( 2122

_2

22 smggurpg

mF ω==

−−

M

Page 15: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

14

Arah vertikal dinyatakan sebagai −

g

21

−−−+= ggg

Potensial bumi

Potensial 21

−−gdang dinyatakan dengan V1 maka diperoleh hubungan :

)1(tan1

121

taconsr

GMV

gr

GMdr

dV

+=

=−=

Hubungan antara 2

−g dengan V2 sebagai berikut :

)2(tan21 22

2

222

tconsprV

grpdrpdV

+=

==

ω

ϖ

Potensial total dari bumi adalah

tconsprr

GMW

VVW

tan21 22

21

++=

+=

ϖ

Equipotensial permukaan (“equipotential surface”) dari bumi dinyatakan sebagai

W yaitu :

W = constant

Gaya tarik bumi besarnya sama pada semua titik pada permukaan equipotensial.

Terdapat suatu nilai yang tertinggi. Pada permukaan equipotensial salah satu

diantaranya dipilih sebagai “GEOID”.

GEOID merupakan model fisik permukaan bumi. Pada model fisik bumi,

dipermukaan laut tidak ada variasi vertikal, tetapi permukaan tanah mempunyai

variasi vertikal yang sangat beragam, dengan demikian diperlukan suatu garis

acuan untuk menyamakannya, garis ini disebut sebagai garis GEOID. Bentuk

garis GEOID pada model fisik bumi adalah sebagai berikut :

Page 16: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

15

(2) ocean (3)

Gambar 1.9. Representasi model fisik dan mathematik bentuk permukaan bumi

(1) ellipsoid : mathematical model, (2) geoid :physical model, (3) topographic

surface

Arah gaya tarik bumi tegak lurus pada garis GEOID. Pada dasarnya garis GEOID,

tidak secara tepat berada pada permukaan laut, karena permukaan laut berubah

sesuai tinggi pasang dan surut. Besarnya gravitasi pada permukaan GEOID

sama, dengan demikian sering disebut segitiga equipotensial.

Pada model fisik bumi terdapat beberapa garis equipotensial, salah satunya

terdapat pada permukaan GEOID. Ilustrasi garis-garis equipotensial pada model

fisik bumi sebagai berikut :

equipotential surface

Gambar . 1.10. Model fisik permukaan bumi

(1)

Direction of gravity

Direction of gravity

Page 17: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

16

Pada permukaan geoid dapat direpresentasikan sebagai titik elevasi 0, yang

merupakan elevasi rata-rata permukaan air laut (mean sea level).

Jika seandainya massa bumi seragam pada sembarang tempat dan mempunyai

topografi yang sama pada semua tempat, maka geoid berimpit dengan ellipsoid,

dan mempunyai titik pusat bumi, tetapi kenyataannya massa bumi dan elevasinya

tidak sama pada semua tempat, dengan demikian garis geoid kadang-kadang

berada di atas garis ellipsoid, seperti terlihat pada Gambar 1.11.

Gambar 1.11. Ellipsoid dan elevasi

Titik Koordinat suatu Titik pada Permukaan GEOID

Koordinat suatu titik pada permukaan Geoid adalah koordinat astronomis

(astronomical coordinat). Suatu meridian astronomis dapat didefenisikan sebagai

suatu bidang vertikal dan sejajar dengan sumbu putar bumi.

Lintang ( 'ϕ ) merupakan sudut antara equator dan meridian dari suatu bidang

vertikal pada titik P’. Bujur( 'λ ) merupakan sudut antara meridian dari

GREENWICH dan meridian astronomis pada titik P’. Harus dicatat bahwa,

disebabkan karena adanya perpindahan relatif dari bumi terhadap sumbunya,

maka pengukuran astronomis 'ϕ dan 'λ memerlukan koreksi. Nilai korekasi yang

ditetapkan menurut standar International yang dikenal sebagai Conventional

International Origin (C.I.O) nilai koreksi yang diberikan adalah 0,1 arc detik.

N

N

Local vertical mass surplus geoid

Mass deficiency mean ellipsoid

Page 18: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

17

GEODESI GRAVIMETRI

Jika suatu massa dengan berat w berada pada suatu bidang equipotensial

berpindah ke bidang equipotensial lain, maka akan mengalami mengalami

perubahan berat dw, beratnya menjadi w + dw

W

Gambar 1.12. Geodesi gravimetri

dhdW

gdangdhdW =−=

Jika dinyatakan dengan bidang koordinat (x, y, z) : W = w (x, y, z). persamaan

pada bidang equipotensial berlaku : W (x, y, z) = Konstant

Bidang equipotensial dapat ditentukan, karena gravitasi merupakan vektor yang

dapat diukur. Penentuan bidang equipotensial dapat dilakukan dengan

menggunakan pendulum berpresisi tinggi

2;2

2tgL

gT

∆==

λπ

Dimana :

λ = panjang pendulum

T = Periode waktu

L = Jarak antara dua bidang horisontal

dh

W-dN

Page 19: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

18

Penentuan gravitasi dapat pula ditentukan dengan persamaa :

2

2

TT

gg oo=

Dimana :

T = waktu osilasi dari pendulum

T0 = waktu osilasi yang diketahui yang telah diketahui gravitasinya.

Pada survei lapangan dapat menggunakan gravimeter, presisi alat ini berkisar 0,1

mgal - 1 ugal.

Pengukuran gravitasi di udara dan di atas laut lebih sulit dilakukan sebab alat gravimeter

dalam keadaan bergerak. Efek pergerakan harus ditiadakan dengan menerapkan faktor

koreksi yang disebut sebagai EOTROS.

GRAVITASI NORMAL

Suatu titik P (dengan koordinat x, y, z) mempunyai potensial gravitasi

prwr

GMW 22

21

+=

Atau

∫ ++= )(2

222

yxw

rdm

GW

Dimana, G adalah konstanta gravitasi universal, dm adalah elemen massa bumi r’

jarak elemen massa dari titik P dan w adalah kecepatan rotasi bumi.

Persamaan tersebut di atas tidak dapat diselesaikan sebab persamaan integral

memerlukan batas atas dan batas bawah elemen massa bumi yang menjadi batas

perhitungan. Nilai W dapat ditentukan dengan cara W = V + T, dimana V adalah

potensial normal, T adalah deviasi permukaan equipotensial.

Gravitasi normal pada permukaan ellipsoid terrestrial disimbolkan denganγ , yang

besarnya sama dengan :

det/)2sin0000059,0sin0053024,01(0318,978 22 cmhV ϕϕ

δδγ −+==

Page 20: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

19

Dimana h = arah normal ke ellipsoid dan ϕ = latitude

Gravitasi normal dapat pula dinyatakan dengan “disturbing potential” yang besarnya sama

dengan :

T = W – V

“Disturbing potential” sering juga disebut sebagai anomaly gravitasi :

γ−=∆ gg

Diamana g adalah pengurangan gravitasi akibat adanya beda jarak topografi ke permukaan

Geoid.

Penentuan Geoid dari Gravitasi

Perubahan nilai geoid dapat ditentukan dan anomaly gravitasi. Rumus STOKES :

∫ ∆=σ

σϖςγπ

dgR

N )(.41

Diamana :

N : jarak antara ellipsoid dan geoid

R : jari rata bumi

: nilai gravitasi rata-rata bumi

σd : elemen diferensial luas

ω : jarak elemen luas dengan titik dimana dilakukan perhitungan (misalkan titik N)

)(ως : Fungsi Stokes’

g∆ : anomaly gravitasi rata-rata pada elemen luat σd

Jika g∆ diketahui dalam angals dan permukaan dipartisi dalam ukuran 1o x 1o, persamaan

di atas dapat diselesaikan dengan intgeral, sehingga persamaan di atas berubah menjadi :

)(1293,0 ∑∆= ωςgmgalmm

N

Hubungan antara geoid dan ellisoid dalam geodesi terdapat tiga persamaan, lihat gambar

berikut :

γ

Page 21: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

20

Vertical of P”

P” TOPOGRAPHIC

SURFACE

H

Vertical of P’

P’ GEOID

Normal N

ELLIPSOID

Gambar 1.13. Permukaan fisik, geoid dan elipsoid

(1)

(2)

(3)

p

Page 22: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

21

(1) Permukaan fisik (permukaan topografi)

(2) Permukaan equipotensial (geoid) atau equipotential surface

(3) Ellipsoid, mathematichal surface atau referensi komputasi.

Titik P” berada di atas topografi berhubungan dengan P’ yang terletak di atas permukaan

“geoid” dan titik P di atas permukaan ellipsoid. Nilai h dapat ditentukan :

NHh +≈

Antara permukaan geoid dan permukaan fisik, deviasi dapat terjadi pada jarak + 100 m.

Deviasi ini disebut sebagai “geodic indulation” atau fungsi geoid (N).

M E

H H

P”

Topography

geoid

R vertical of P” ellipsoid

normal of P”

Fig 1.9

meridianbidangpadavertikaldeplesiheightgeoidicalN

geoidatasdititiktinggiHpoctopographitheofheightellipsoidh

radiusgeocentreRlatitudegeoditic

latitudeastronomiclatitudegeocentre

:::

int::::':

ξ

ϕϕφ

Center of ellipsoid

sem

i min

or a

xis

semi major axis

Page 23: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

22

Deviasi vertical

Deviasi vertical sering terjadi

Surveying observation are usually made with instruments levelled by means of spirit

bubbles and therefore, the observation are made relative to the goid or the local vertical.

Before being used in geoditic calculation, they must be corrected for differences between

the geoid and the reference allipsoid or differences between the vertical to the geoid and

the normal to the ellipsoid (fig. 1.10)

Level line of light

Topography

Elevation of the vertical

geoid

NORMAL VERTICAL

ellipsoid

Fig. 1.10

The angle between the normal to the geoid (vertical) and the normal to the ellipsoid is the

“diffection of the vertical”, the component in the meridian plane is the N.S component ( ξ ),

the component in the E.W dirrection is (η ).

Relation between geoditic and astronomical coordinates

'sec''

ϕηλλξϕϕ

−=−=

133 Azzimuth

Geoditic azimuth : (A)

Page 24: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

23

The azimuth from a point P to apoint Q on the allipsoid may be defined as the angle

between two planes, both containing the normal to the ellipsoid in P, one of which

contains the rotation axis, the other point Q (fig. 1.12) the angle is measured clock wit

from north.

Ellipsoidal normal at P

Fig. 1.12

Astronomical azimuth (A’)

It is also angle between two plane, both containing the vertical at P, one of which contains

a parellel to the rotation axis, the other the point Q.

The astronomical azimuth is assumed to be reduced to the CIO pole.

Relation between the geoditic and astronomical azimuth

The relation is given by the LAPLACE is equation

ϕλλ sin)'(' −−= AA

The raltion enables geoditic azimuth at any station to be determined from a combination of

astronomical azimuth and longitude observations.

P

Page 25: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

24

Proyeksi, Transformasi dan Sistem Koordinat

Proyeksi dan Transformasi

Proyeksi memiliki peran yang sangat penting dalam pemetaan. Untuk

merepresentasikan bagian permukaan bumi ke atas bidang datar, memerlukan

skala dan indikator letak. Adanya dua kepentingan tersebut maka diperlukan suatu

proyeksi untuk merepresentasikan permukaan bumi ke atas bidang datar.

Representasi permukaan bumi ke atas bidang datar, mengasumsikan bentuk bumi

sebagai ellipsoid (bulat telur).

Penggambaran letak atau posisi suatu titik di atas permukaan bumi dinyatakan

dengan koordinat geodesi (geodetic coordinat) yang biasanya dinyatakan dengan

(ϕ,λ). Penggambaran letak di atas bidang datar, dinyatakan dengan koordinat

bidang datar (plane coordinat) (X,Y). Pemahaman proyeksi dalam pengukuran

wilayah merupakan hal yang sangat penting, sebab proyeksi adalah dasar

pemetaan dalam usaha mendapatkan bentuk ubahan dari dimensi tertentu

menjadi bentuk dimensi yang lain secara sistimatik, sehingga menghasilkan

geometri baru dengan penyimpangan geometrik minimal. Koordinat yang

diperoleh dari konversi data analog menjadi digital adalah koordinat digitasi.

Operator Sistem Informasi Geografi hanya dapat bekerja pada sistem koordinat

geodesi dan datar.

Illustrasi tentang proyeksi dapat digambarkan sederhana jika kita ingin

mengetahui luas kulit bola, maka kulit bola tersebut harus dikupas dan

kupasannya didatarkan pada bidang datar. Karena bentuk awal kulit bola adalah

3 Dimensi tidak sistimatik yang dipaksakan menjadi bentuk 2 dimensi (bidang

datar). Pada saat melakukan proyeksi terjadi perubahan bentuk awal menjadi

bentuk proyeksi. Pada saat melakukan pendataran kulit bola tersebut maka pada

beberapa bagian kulit bola mengalami perubahan bentuk misalnya terjadi

Page 26: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

25

perobekan dan pengkerutan. Proyeksi dianalogikan sebagai disisi mana membuat

potongan kulit bola agar terkupas dengan baik dan dapat mewakili luasan kulitnya.

Sistematika bentuk proyeksi dapat dicapai dengan bantuan koordinat.

Sistim Proyeksi

Proyeksi dapat digoongkan menurut:

Tipe proyeksi: pada tipe ini termasuk conic projection, cylindric projection, plane

(azimuthal) projection.

Sifat proyeksi:

Posisi titik yang ada pada kulit bola dapat dinyatakan sebagai Koordinat Geodesi

(Geodetic Coordinate). Representasi koordinat geodesi menjadi koordinat bidang

P

X

Y

Y

Y

P

X

Y

Y

Y

λ

λχ

λχ

P

A

λ

λ

χ PY

X

p

Page 27: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

26

datar (plane coordinate) disebut sebagai Transfiormasi. Terdapat tiga cara

representasi permukaan bumi menjadi bidang datar yaitu: conic projection,

cylindrical dan planar projection. Ilustrasi conic projection adalah sebagai berikut:

Conic projection

Conic projection merepresentasikan pelbaran garis tangensial (garis singgung)

lengkungan garis latitude.

Gambar 1. Illustrasi Conic Projection

Sistem Koordinat

Representasi posisi terhadap suatu titik dan referensi tertentu yang dinyatakan

dalam besaran vektor ( besaran sudut dan atau besaran panjang . Reprsentasi

λ

λ

χ

P

Page 28: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

27

Titik dan referensi tersebut tergantung pada Sistim Proyeksi yang dipakai, seperti

yang telah dijelasikan di atas.

Ada dua sistim koordinat yang dapat dipakai pada penentuan posisi di atas

permukaan bumi, yaitu : . Koordinat Geodesi yang dinyatakan sebagai Lintang,

Bujur dan h (tinggi geometrik) dimana besaran geometri dimaksud dalan satuan

sudut (Lintang dan Bujur) dan h (tinggi geometric dalam satuan panjang).

h merupakan tampilan atribut, bukan vektor. Tinggi geometrik h jarang

dicantumkan karena penentuannya tidak sederhana. Titik acuan awal telah

disepakati secara universal yaitu untuk Garis Acuan awal untuk Bujur atau Bujur =

0º adalah garis Meridian. Garis ini melalui Greenwich (di negara Inggris), disebut

Bujur Barat jika Bujur tersebut sebelah barat Meridian 0º atau Timur jika Bujur

tersebut sebelah Timur Meridian 0º. Garis acuan untuk Lintang atau Lintang = 0º

adalah garis Equator atau Katulistiwa, positip kearah Kutub Utara dan Negatip

arah Kutub Selatan. Koordinat Orthometrik 2 Dimensi yang dinyatakan sebagai X,

Y, h ( tinggi orthometrik berupa atribut), dimana semua unsur geometriknya

dinyatakan besaran panjang. Suatu peta yang baik akan menyatakan koordinat

Geodesi maupun Orthometrik pada lembar yang sama. Hubungan antara

koordinat geodesi dengan koordinat bidang datar adalah sebagai berikut:

Transformasi

Pembuatan peta yang berbasis pada SIG memerlukan transformasi. Transformasi

menggunakan sistem koordinat proyeksi yang telah disepakati dan berlaku secara

( )( )λχ

λχ,2,1

fYfX

==

Page 29: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

28

internasional. Misanya koordinat UTM. Konversi data digital hasil digitasi tidak

dapat dipakai pada operator SIG, dengan demikian koordinat hasil didgitasi

selanjutnya diproses dengan cara melakukan transformasi. Posisi relatif suatu titik

dapat ditentukan dengan bantuan instrumen Global Positioning System (GPS).

Peta rupa bumi yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal biasanya telah menggunakan

titik tetap yang menggunakan sistem koordinat UTM (Universal Tranvers

Mercator).

koordinat.

Ada beberapa cara untuk melakukan hal tersebut antara lain :

1. Paling sederhana dengan mengikatkan sistim koordinat lokal ke titik

bentukan alam atau manusia, yang relatip tetap dan dapat teridentifikasi

posisinya di peta dasar maupun dilapangan.Mis : Muara Sungai, Simpang

Jalan dll.

2. Mengikatkan sistim koordinat lokal ke titik acu baku (Titik Tetap

Bakosurtanal , Titik GPSdari BPN yang banyak tersebar di setiap

Kabupaten) secara terestrik (pengukuran konvensioanal).

3. Menentukan posisi secara relatif dengan alat penerima GPS (Global

Positioning System).jenis Hand Held (Genggam).

4. Menentukan posisi secara absolut dengan alat penerima GPS jenis

Geodetic.

Contoh Numerik hubungan koordinat Geografi dengan koordinat proyeksi

(UTM) pendekatan: Koordinat Geografi titk A dinyatakan dalam : Lintang : -1º 30’

30” atau dapat disebut Lintang : 1º 30’ 30” Selatan) Bujur : 126º 45’ 55”. Artinya

titik A berada pada perpotongan garis Meridian (Bujur) 126º 45’ 55” dari

Greenwicthdengan garis parallel (Lintang) 1º 30’ 30” dari garis Katulistiwa kearah

Kutub Selatan.

Page 30: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

29

Hubungan besaran geografi (sudut) dengan satuan panjang :

Hubungan jarak dalam satuan sudut (º) dengan dalam satuan panjang

diilustrasikan sbb : Jika satuan jarak dinyatakan dalam 1º dapat dihitung secara

pendekatan 1º di Ekuator = 1º (radian) x 6378137 m = 111.317 km Dimana : Jari –

jari di Ekuator menurut Elipsoida WGS 84 = 6378137 m. Elipsoida WGS 84 adalah

Elipsoida yang digunakan pada sistim GLOBAL dari penerima GPS, yang sudah

diterapkan oleh Bakosurtanal dalam peta rupa bumi dan telah ditentukan

parameter translasinya terhadap Elipsoida Spheroid Nasional Indonesia (SNI)

Secara matematis, pada posisi garis Lintang berbeda untuk jarak 1º akan didapat

jarak berbeda, hal ini disebabkan akibat bentuk Elipsoid Bumi.

Jika Posisi A dinyatakan dalam Proyeksi UTM harus dilakukan transformasi

Koordinat Geografi ke UTM . Argumen yang sangat menentukan dalam proses ini

adalah MC (Meridian Central). yang dicari dengan cara : Pembulatan bawah (6"

55 ' 45 126° ) ⋅6º + 3º = 129º. Bujur ini merupakan MC (Meridian Pusat), atau

dengan istilah lain disebut penentuan pusat Zone. Garis meridian di MC akan

diproyeksikan sebagai garis lurus arah vertical (bawah ke atas) pada kertas,

begitu pula untuk garis lingkar Equator akan diproyeksikan sebagai garis lurus

horizontal (kiri ke kanan) pada peta.

Grid merupakan perpotongan garis-garis sejajar terhadap dua garis tadi dengan

jarak sama , bukan proyeksi dari garis bujur dan lintang. 3º dipakai dengan alasan

bahwa garis meridian pusat merupakan garis meridian ditengah Zone UTM.

Selanjutnya njutnya dalam proses transformasi tersebut menghasilkan perubahan

Bujur menjadi komponen EASTING (dlm satuam meter) dan Lintang menjadi

komponen NORTHING (satuan meter), perlu diingat dalam Kaidah UTM tidak

dikenal nilai negatip (minus) maka ditetapkan Nilai Origin dari Northing adalah

10,000,000.00 m artinya jika posisi titik tersebut diselatan Ekuator maka nilai

Satuan sudut dalam radian yang didapat dari transformasi tersebut negatip, untuk

menghindari nilai negatif, ditambahkan nilai origin 10,000,000.00 m, begitu halnya

Page 31: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

30

untuk EASTING, pada posisi Barat dari MC dianggap negatip ditambah dengan

nilai origin 500,000.00 m.

Nilai Origin Northing 10,000,000 m, hal ini dihitung dari besar sudut antara equator

dengan Kutub Selatan sebesar 90º maka 90 x 111 km = 9990 km = 9,990,000 m

dibulatkan menjadi 10,000,000 m. Nilai Origin Easting 500,000 m dipakai dengan

alasan bahwa besar sudut antara MC (Meridian Central) terhadap tepi lembar

peta UTM sebesar 3º, analognya didapatkan nilai 333 km atau 333,000 m

diperlebar menjadi 500,000 m Untuk memeriksa apakah terjadi kesalahan

prosedure transformasi tersebut dapat dilakukan perhitungan pendekatan

sederhana secara manual sbb: Beda Bujur titik A terhadap MC (Meridian Central)

= 129º - 126º 45’ 55” = 2º 14’ 05” barat MC, yang berarti -2º 14’ 05”, nilai ini

dikalikan 111317 m = - 248,762 m (Koordinat semu). Karena Origin Easting =

500,000 maka harga Easting (X) titik A pendekatan = 500,000 – 248,762 =

251,238.000 m. Jadi, harga Easting (X) titik A secara pendekatan m 000 . 238 ,

251 . , analog untuk Northing (Y).

Fasilitas konversi ini telah disediakan dalam Map Info saat membuat File TAB.

Dapat dilihat saat menentukan pilihan Projection, tentukan pilihan tersebut

dengan memperhatikan Proyeksi yang dimiliki oleh file peta didalam file MAP

INFO tersebut :

1. Jika sistim koordinat yang digunakan bersifat lokal maka pilih “Non Earth”

Projection, artinya data spasial tersebut terbatas pada satu sistim koordinat

lokal yang digunakan, jika suatu ada data spasial lainnya yang mempunyai

sistim koordinat berbeda maka data-data spasial tersebut tidak dapat

disajikan secara terpadu. Untuk itu perlu adanya penyatuan sistim

koordinat dari masing-masing data spasial tersebut.

Page 32: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

31

Dalam proses pembuatan data spasial, penggunaan sistim koordinat dapat

mempengaruhi bentuk geometrinya (dalam batas skala tertentu).

Contoh : Dalam pembuatan data spasial pada AutoCad baik melalui sarana

digitizer maupun langsung, sebaiknya tidak digunakan sistim koordinat geografi,

karena koordinat. ini tidak linier, sedang AutoCad 2D berbasis vektor linier 2

Dimensi,. Ini dapat dilihat pada koordinat geografi, besaran panjang sisi tepi

vertical dan horisontal satu lembar peta UTM diatas atau dibawah Ekuator jika

diukur panjangnya dengan mistar ukur akan berbeda panjang, meskipun

dinyatakan ukuran 6º x 6º. Karena hal tersebut, sangat disarankan pada

pembuatan data spasial melalui AutoCAD agar digunakan Koordinat Ortometrik (

Northing ; Easting ). Demikian juga dalam hal digitizing dengan AutoCad, dengan

menentukan posisi sebagai koordinat geografi adalah sangat tidak tepat karena,

pada nilai beda Bujur pada Lintang berbeda dipeta, seharusnya diproyeksikan

tidak sama panjang sedang pada koordinat Geografi di Digitizing dinyatakan

besaran yang sama.

2. Jika data spasial masukan mempunyai koordinat geografi (Lintang /Bujur atau

Long/Lat), maka pilih category Longitude/Latitude, selanjutnya tentukan Spheroide

Referensi (Category/Member): Logitude/Latitude WGS 84, karena spheroid

Nasional merupakan adopsi dari WGS 84.

3. Jika data spasial masukan mempunyai Koordinat UTM (North/East), maka pilih

category Universal Transverse Mercator (WGS 84) selanjutnya tentukan Zone.

Jika Zone dari data spasial tersebut belum diketahui maka melalui peta dasar

dapat di interpolasi Bujur yang melalui tengah data spasial tersebut mis Bº.

Gunakan rumus mencari Nomor Zone : Nomor Zone =ROUNDUP (o o B

6) + 30.

Keterangan : Round = Pembulatan Keatas

Contoh Numerik : Bº = 126º 45’ 55”

Page 33: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

32

Nomor Zone = ( Round Up ( 126º 45’ 55” : º )) + 30 = 22 +30 = 52

Maka didapat Nomor Zone = 52

Page 34: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

33

Sistem Informasi Geografi

Konsep Pemetaan dan Sistem Informasi Geografi (SIG)

1.1 Konsep Perpetaan

Suatu peta merepresentasikan fitur geografis atau fenomena spasial yang memuat

informasi tentang lokasi dan atributnya. Informasi yang ada pada peta mendeskripsikan

posisi atau fenomena geografis dari suatu permukaan bumi dan hubungan antara fenomena

yang dimaksud.

Fitur Peta

Fitur peta terdiri dari titik, garis dan luasan. Titik merepresentasikan lokasi tunggal,

titik digambarkan apabila suatu obyek lokasi terlalu kecil untuk direpresentasikan dengan

sebuah garis. Garis adalah sekumpulan titik pada suatu koordinat yang saling berhubungan,

garis digambarkan apabila terlalu kecil untuk dinyatakan sebagai suatu luasan. Luasan

merepresentasikan garis yang tertutup yang memuat informasi yang homogen. Pemetaan

dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) menggunakan sistem koordinat pemetaan x-y.

Elemen dasar yang menyusun suatu peta terdiri atas titik dan garis. Titik

dapat merepresentasikan, misalnya kota, pasar, atau pusat pelayanan lainnya,

sedangkan garis dipakai untuk mewakili batas wilayah, jaringan jalan, sungai dan

sebagainya. Kumpulan garis dapat membentuk kesatuan menjadi polygon.

Struktur Data Peta

Suatu titik pada permukaan bumi diproyeksikan dengan sistem koordinat,

sedangkan garis dapat dianggap sebagai vektor yang dinyatakan dengan

koordinat, kedua titik pada ujung garis dapat saling bertemu membantuk poligon

atau tidak bertemu tidak membentuk poligon. Batas suatu wilayah yang umumnya

berupa garis yang berkelok dapat didekati dengan beberapa garis lurus yang

saling berhubungan, seperti diperlihatkan pada gambar berikut:

Page 35: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

34

1

1 5

4

6

3

7

2

2 3 4

5

6 7

A

B

Gambar 1. 1 Pendekatan batas wilayah dalam pembuatan peta

Dari gambar terlihat bahwa peta sederhana diatas dapat digambarkan

dengan tiga buah rangkaian garis, yang selanjutnya disebut Polyline. Polyline

pertama misalnya diberi nama A terdiri atas 8 titik, B terdiri dari 8 titik , dan C

terdiri dari 2 titik. Pendekatan diatas memungkinkan menyimpan data koordinat

titik di atas dalam suatu struktur basis data sebagai berikut:

Table 1.1. Struktur Data Poligon Nama/Kode Polyline Jumlah titik Koordinat titik

A

B

C

8

8

2

X1,Y1……X8,Y8

X1,Y1……X8,Y8

X1,Y1

Gambar yang sama memperlihatkan bahwa peta tersebut terdiri dari 2

wilayah, yaitu wilayah I dan wilayah II. Wilayah I dibatasi oleh polyline A dan C,

sedangkan yang kedua adalah polyline B dan C. Setiap wilayah diindentifikasi

dengan suatu titik yang terletak didalam wilayah bersangkutan. Sehingga

memungkinkan untuk menyimpan data wilayah tadi dalam struktur berikut:

Table 1.2 Struktur Penyimpanan Data

Nama/Kode Wilayah Jumlah Polyline Koordinat titik Nama/KodePenyusun

I

II

2

2

X,Y

X,Y

A,C

B,C

I II

C

Page 36: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

35

1.2 Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis (SIG) adalah himpunan instrumen (tools) yang

difungsikan untuk pengumpulan, penyimpanan, pengaktifan, pentransformasian

dan penyajian data spasial dari suatu fenomena nyata di permukaan bumi,

dilakukan untuk tujuan tertentu misalnya pemetaan. SIG merupakan bagian

pemerosesan data dalam pemetaan, mengandung sistem basis data untuk

menjelaskan data. Pemanfaatan SIG telah cukup luas penggunaannya, terutama

untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam. Pemanfaatan SIG

sebagai instrumen dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam telah

lama dilakukan oleh Pusat Studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Lembaga

Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar, misalnya sebagai instrumen dalam

penataan ruang, konservasi sumberdaya lahan dan air, penataan kawasan pesisir,

perencanaan pembangunan kesehatan, pertanian, kehutanan, perikanan dan

evaluasi dampak lingkungan. Komponen-komponen SIG sebagai berikut:

Perangkat Keras (Software)

Perangkat keras terdiri dari komputer dengan perangkat multimedia untuk

keperluan input data misalnya digitizer, CD-ROOM, Mouse dan Scanner.

Komputer dapat berupa komputer pribadi yang berdiri sendiri maupun komputer

jaringan.

Perangkat Lunak (Software)

Perangkat lunak berfungsi untuk manajemen menyimpan, menganalisis

dan menampilkan data. Suatu perangkat lunak SIG memuat fungsi-fungsi berikut

ini:

• Sebagai instrumen untuk memasukkan data dan informasi geografi.

• Memfasilitasi manajemen basis data.

Page 37: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

36

• Sebagai instrumen untuk mendukung pemerosesan dan penampilan querry

dan data spasial.

• Sebagai user interface yang memudahkan pengguna komputer melakukan

pemerosesan data.

Data SIG

Merupakan bagian penting dari SIG. Pengumpulan data dapat dari survey

dan sumber lainnya misalnya fasilitas penyedian jasa komesial. Cara yang paling

umum pemasukan data SIG adalah digitasi data dari peta yang telah digambarkan

pada kertas, foto udara atau hasil penginderaan jauh dengan satelit (remote

sensing). Digitasi merupakan proses tranfer informasi dari sumber yang yang telah

disebutkan diatas menjadi bentuk digital dengan cara yang sistematik.

Penginderaan jauh merupakan proses identifikasi obyek permukaan bumi

dari ketinggian tertentu. Obyek dapat dibedakan berdasarkan sifat pemancaran

gelombangnya. Saat ini, provider penyedia jasa pengideraan jauh dengan satelite

seperti: Landsat, SPOT dan AVHRR. Citra satelite dapat diklasifikasikan menurut

lebar swath, resolusi spasial (saptial resolution) dan resolusi radiometrik

(radiometric resolution). Lebar swath adalah lebar dari suatu garis scanning.

Resolusi spasial adalah luasan terkecil dari permukaan bumi yang masih dapat

diidentifikasi pada citra. Resolusi radiometrik adalah sensitivitas radiometrik yang

tergantung pada sejumlah level atau tingkatan obyek yang masih dapat

dibedakan. Resolusi radiometrik biasanya dinyatakan dengan angka biner atau

bits. Dari sumber data seperti yang telah dijelaskan maka dapat dibuat sistem

basis data yang dapat diproses dengan instrumen SIG, dapat dibedakan:

1. Data spasial berbentuk vektor : dapat bersumber dari survey terrestrial, hasil

interpretasi foto udara, citra satelit dan/atau peta tematik lainnya.

2. Data spasial berbentuk raster : bersumber dari scanning langsung hasil

rekaman satelit (satellite imagery) atau foto udara.

Page 38: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

37

3. Data Atribut/Tabular : bersumber dari data statistik, pencacahan atau sumber

lainnya, merupakan deskripsi langsung atau sebagai tambahan keterangan

data spasial.

Basis data adalah himpunan dari beberapa berkas data atau tabel yang

disimpan dengan suatu struktur tertentu, sehingga saling-berkaitan diantara

anggota himpunan data, dapat ditampilkan, dan dimanipulasi oleh perangkat

lunak manajemen basis data, untuk keperluan tertentu dan memiliki kaitan erat

dengan data spasial. Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan,

pengaktipan kembali, penyimpanan kembali, dan pencetakkan semua data yang

diperoleh dari masukan data. Pada dasarnya SIG adalah Sistem Manajemen

Basis Data Spasial, yang mampu memadukan informasi spasial berupa peta

dengan tingkat otomasi yang tinggi.

Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan bagian terintegrasi dalam komponen

SIG. Sumberdaya manusia bervariasi mulai dari operator tingkat rendah sampai

dengan tenaga ahli SIG.

Metodologi

Metodologi merupakan kunci pengembangan SIG untuk penerapannya

pada berbagai bidang. Metodologi dapat berwujud sebagai basis pengetahuan

(knowledge base) SIG. Saat ini telah banyak algoritma yang telah dikembangkan

untuk mendukung pemanfaatan SIG, misalnya metoda simulasi, sistem pakar

(expert system) dan algoritma jaringan saraf (neural network algorithm). Amien

(2000) telah mengembangkan model sistem pakar SIG untuk evaluasi lahan dan

Ahmad Munir et al (2001) telah mengembangkan model simulasi dan algoritma

jaringan saraf SIG untuk peramalan erosi seperti yang telah dibahas dalam buku

ini.

Page 39: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

38

Hubungan antara komponen SIG yang telah disebutkan diatas merupakan

hubungan yang membentuk sistem terintegrasi, dimana SIG merupakan inti dari

sistem yang dibentuk, dapat digambarkan seperti Gambar 1.2.

Da

Gambar 1.2 Hubungan antar komponen SIG

Dilihat dari fungsinya, SIG mempunyai kemampuan sebagai berikut:

• Pemasukan data, dapat mengubah format data dari format eksistingnya

(orthofoto, citra satelit) menjadi format data digital yang dapat diproses

dengan SIG. Pemasukan data menjadi bentuk digital dapat melalui

scanner, keyboard, mause atau digitizer.

• Pengolahan data (data processing), dapat mengolah data yang telah

disimpan sebelumnya menjadi informasi yang dapat digunakan untuk

keperluan tertentu..

• Memanipulasi dan analisis data, data yang diperoleh dapat dianalisis

sehingga dapat diperoleh informasi tertentu yang dapat digunakan untuk

keperluan tertentu.

• Pencetakan data (data printing), data yang telah diolah menjadi informasi

dapat dicetak atau ditampilkan dengan aoudio visual komputer.

1.2.1 Operator SIG untuk Analisis Peta

SIG

Software

Metodologi

Data

Hardware

Manusia

SIG

Page 40: Bahan Kuliah- I W

Bahan Kuliah : Ilmu Ukur Wilayah Dosen : Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir

39

SIG memiliki kekuatan utama pada kemanpuan logical yang dapat menghubungkan

atribut dengan data spasial. Suatu peta digital dalam SIG tidak mempunyai makna penting

jika peta digital tersebut tersebut belum dapat mengekspresikan suatu informasi. Hubungan

antara atribut dengan data spasial dapat memberikan arti penting dalam pososisinya

sebagai peta yang diproses dengan SIG. Peta yang demikian sudah dapat digunakan untuk

keperluan tertentu. Jumlah atribut menunjukkan kemanpuan peta mengekspresikan

informasi yang muatnya. Entitas atau nilai atribut dapat dibuat dari entitas yang telah ada

beserta atributnya.

Penjabaran nilai entitas peta dapat dinyatakan dengan fungsi matematis

misalnya untuk sembarang lokasi x, nilai yang diturunkan dari suatu atribut U

dapat diberikan oleh fungsi :

Ui = f(A,B,C,…) (1.1)

dimana A,B,C,… adalah nilai-nilai atribut yang digunakan untuk

mengestimasi atribut Ui. Ekspresi matematis seperti tersebut merupakan cara

yang paling umum dari suatu model mengenai penurunan atribut-atribut pada

posisi titik x dimana tergantung pada atribut aslinya. Operator-operator logika

matematis dapat menghasilkan atribut baru beserta nilainya berdasarkan atribut

yang ada, dengan menggunakan atribut geografi bernilai, dapat berupa: operasi

yang menggunakan logika matematik sederhana, operasi boolean yang diberi

bobot, operasi aritmatika sederhana, dan lain-lain. Penurunan entitas baru dapat

pula dilakukan dengan menghubungkan atribut data spasial dengan model

simulasi matematik dari suatu fenomena yang kompleksitasnya tinggi, seperti

yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada Pusat Studi Sumberdaya Alam

dan Lingkungan Universitas Hasanuddin Makassar. Diantaranya adalah

pembuatan Model Erosi yang berbasisi Sistem Informasi Geografi yang dibahas

lebih rinci pada bab berikut dalam buku ini. Teknik ini dikenal sebagai embeddable

SIG (SIG yang dapat ditambahkan).