bahan. enzim
DESCRIPTION
enzim descriptionTRANSCRIPT
http://mentari-dunia.blogspot.com/2013/02/makalah-tentang-enzim.html
http://miiyanni.blogspot.com/2013/04/makalah-enzim.html
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Enzim
Hal-hal yang berkaitan dengan enzim dipelajari dalam enzimologi. Dalam
dunia pendidikan tinggi, enzimologi tidak dipelajari sebagai satu jurusan tersendiri,
tetapi sejumlah program studi memberikan mata kuliah ini. Enzimologi terutama
dipelajari dalam kedokteran, ilmu pangan, teknologi pengolahan pangan, dan cabang-
cabang ilmu pertanian.
Pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pencernaan daging oleh
sekresi perut dan konversi pati menjadi gula oleh ekstrak tumbuhan dan ludah telah
diketahui. Namun, mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum diidentifikasi.
Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol oleh
ragi, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa fermentasi ini dikatalisasi oleh gaya dorong
vital yang terdapat dalam sel ragi, disebut sebagai "ferment", dan diperkirakan hanya
berfungsi dalam tubuh organisme hidup. Ia menulis bahwa "fermentasi alkoholik
adalah peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan dan organisasi sel ragi, dan
bukannya kematian ataupun putrefaksi sel tersebut."
Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900) pertama
kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti
"dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan proses ini. Kata "enzyme"
kemudian digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin, dan kata
ferment digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang dihasilkan oleh
organisme hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai kemampuan
ekstrak ragi untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada sel ragi yang
hidup. Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan bahwa gula
difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat pada campuran. Ia menamai enzim
yang memfermentasi sukrosa sebagai "zymase" (zimase). Pada tahun 1907, ia
menerima penghargaan nobel dalam bidang kimia atas riset biokimia dan penemuan
fermentasi tanpa sel yang dilakukannya. Mengikuti praktek Buchner, enzim biasanya
dinamai sesuai dengan reaksi yang dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk
mendapatkan nama sebuah enzim, akhiran -ase ditambahkan pada
nama substrat enzim tersebut (contohnya: laktase, merupakan enzim yang
mengurai laktosa) ataupun pada jenis reaksi yang dikatalisasi (contoh: DNA
polimerase yang menghasilkan polimer DNA).
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian
pada sifat-sifat biokimia enzim tersebut. Banyak peneliti awal menemukan bahwa
aktivitas enzim diasosiasikan dengan protein, namun beberapa ilmuwan
seperti Richard Willstätter berargumen bahwa proten hanyalah bertindak sebagai
pembawa enzim dan protein sendiri tidak dapat melakukan katalisis. Namun, pada
tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasienzim urease dan
menunjukkan bahwa ia merupakan protein murni. Kesimpulannya adalah bahwa
protein murni dapat berupa enzim dan hal ini secara tuntas dibuktikan
oleh Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan pepsin (1930), tripsin,
dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel tahun 1946 pada
bidang kimia.
Penemuan bahwa enzim dapat dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan
struktur enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali
diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan telur
putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim ini
dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton Phillips dan
dipublikasikan pada tahun 1965. Struktur lisozim dalam resolusi tinggi ini menandai
dimulainya bidang biologi struktural dan usaha untuk memahami bagaimana enzim
bekerja pada tingkat atom.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap makhluk hidup di bumi pasti tersusun atas sel-sel yang berperan aktif
dalam proses metabolisme. Dalam proses metabolisme ini tentunya membutuhkan
zat-zat seperti protein, karbohidrat, vitamin, dan bahan lainnya untuk membantu
proses metabolisme itu sendiri.
Suatu organisme hidup adalah rakitan menakjubkan dari reaksi kimia. Masing-
masing reaksi seolah berjalan sendiri tapi memberi sumbangan untuk kehidupann
organisme sebagai suatu kesatuan. Sel dalam tubuh tumbuhan mampu mengatur
lintasan – lintasan metabolik yang dikendalikannnya agar terjadi dan dapat mengatur
kecepatan reaksi tersebut dengan cara memproduksi suatu katalisator dalam jumlah
yang sesuai dan tepat pada saat dibutuhkan. Katalisator inilah yang disebut dengan
enzim.
Sebagai contoh proses metabolisme saat pembentukan urea yang nyatanya
membutuhkan suhu tinggi yang tidak mungkin manusia miliki.
Namun, karena adanya enzim yang merupakan katalisator biologis menyebabkan
reaksi-reaksi tersebut berjalan dalam suhu fisiologis tubuh manusia, sebab enzim
berperan dalam menurunkan energi aktivasi menjadi lebih rendah dari yang
semestinya dicapai dengan pemberian panas dari luar. Kerja enzim dengan cara
menurunkan energi aktivasi sama sekali tidak mengubah ΔG reaksi (selisih antara
energi bebas produk dan reaktan), sehingga dengan demikian kerja enzim tidak
berlawanan dengan Hukum Hess 1 mengenai kekekalan energi. Selain itu, enzim
menimbulkan pengaruh yang besar pada kecepatan reaksi kimia yang berlangsung
dalam organisme. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama beberapa minggu atau
bulan di bawah kondisi laboratorium normal dapat terjadi hanya dalam beberapa detik
di bawah pengaruh enzim di dalam tubuh.
Peran enzim sebagai biokatalisator sangat berpengaruh terhadap peristiwa-
peristiwa dalam tubuh. Hal ini karena enzim sebagai determinan yang menentukan
kecepatan berlangsungnya suatu peristiwa fisiologik, yang memainkan peranan
sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Sehingga, dalam keadaan-keadaan
tertentu kerja enzim akan mengalami perubahan. Dalam keadaan tubuh yang kurang
seimbang, atau tubuh yang kurang sehat, reaksi-reaksi yang terjadi di dalam tubuh
menjadi tidak seimbang. Hal ini disebabkan kerja enzim tidak terkoordinasi dengan
cermat. Sementara dalam keadaan sehat , semua proses fisiologis akan berlangsung
dengan baik serta teratur.
Enzim sendiri merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu
proses dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang.
sifat-sifat enzim pun sangat khas, salah satunya yaitu satu enzim hanya memiliki satu
substrat. Selain sifat, enzim juga memiliki klasifikasi, tata nama serta spesifikasi
tersendiri. Perananan enzim dalam tubuh manusia sangatlah besar. Untuk itu,
pemahaman selengkapnya tentang enzim akan dibahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian enzim?
2. Bagaimana tatanama dan kekhasan enzim?
3. Bagaimana fungsi dan cara kerja enzim?
4. Bagaimana cara penggolongan enzim?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim?
6. Apakah pengertian koenzim?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian enzim.
2. Untuk mengetahui bagaimana tatanama dan kekhasan enzim.
3. Untuk mengetahui fungsi dan cara kerja enzim.
4. Untuk mengetahui cara penggolongan enzim.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kerja enzim.
6. Untuk mengetahui pengertian koenzim.
BAB II
ENZIM
2.1 Pengertian Enzim
Enzim atau fermen (dalam bahasa yunani, en = di dalam dan zyme = ragi)
adalah senyawa organik yang tersusun atas protein, dihasilkan oleh sel, dan berperan
sebagai biokatalisator dalam reaksi kimia. Enzim adalah biokatalisator organik yang
dihasilkan organisme hidup di dalam protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu
senyawa yang berikatan dengan protein, berfungsi sebagai senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia. Hampir
semua enzim merupakan protein.
Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka
reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.
Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai
substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang
berbeda, disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu
kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim
agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter.
Dari hasil penelitian para ahli biokimia ternyata banyak enzim mempunyai
gugus bukan protein (kofaktor), jadi termasuk golongan protein majemuk. Enzim
semacam ini (holoenzim) terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan
protein (kofaktor). Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein, dan
merupakan bagian yang paling utama dari enzim. Kofaktor ada yang terikat kuat pada
protein (protestik), ada pula yang tidak begitu kuat ikatannya (koenzim). Sebagai
contoh enzim katalase terdiri atas protein dan ferriprotorfirin. Ada juga enzim yang
terdiri dari protein dan logam, misalnya askorbat oksidase adalah protein yang
mengikat tembaga.
2.2 Tata Nama dan Kekhasan Enzim
a. Tata nama enzim
Biasanya enzim mempunyai akhiran –ase. Di depan –ase digunakan nama
substrat di mana enzim itu bekerja., atau nama reaksi yang dikatalisis. Substrat adalah
senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim. Sebagai contoh enzim yang
menguraikan urea (substrat) dinamakan urease. Kelompok enzim yang mempunyai
fungsi sejenis diberi nama menurut fungsinya, misalnya hidrolase adalah kelompok
enzim yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam reaksi hidrolisis. Karena itu
disamping nama trivial (biasa) maka oleh Commisison on Enzymes of the
International Union of Biochemistry telah ditetapkan pula tata nama yang sistematik,
disesuaikan dengan pembagian atau penggolongan enzim didasarkan pada
fungsinya. Secara ringkas, sistem penamaan enzim menurut IUB dijelaskan sebagai
berikut:
1) Reaksi dan enzim yang mengkatalisis membentuk 6 kelas, masing-masing
mempunyai 4-13 subkelas.
2) Nama enzim terdiri atas 2 bagian, pertama menunjukkan substrat dan kedua
ditambah dengan –ase yang menunjukkan tipe reaksi yang dikatalisis. Contoh:
heksosa isomerase (subsrat: heksosa dengan reaksi isomerase).
3) Jika diperlukan, ditambah dengan informasi tambahan tentang reaksi dalam tanda
kurung di bagian akhir nama. Contoh: 1.1.1.37 L-malat:NAD+ oksidoreduktase
(dekarboksilasi).
4) Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang terdiri dari 4 nomor yaitu:
- Digit pertama : kelas tipe reaksi
- Digit kedua : subkelas tipe reaksi
- Digit ketiga : subsubkelas tipe reaksi
- Digit keempat : untuk enzim spesifik
Contoh: 2.7.1.1 diuraikan menjadi:
- Kelas 2 : transferase
- Subkelas 7 : transfer fosfat
- Subsubkelas 1 : alkohol merupakan akseptor fosfat
- Enzim spesifik 1 : heksokinase atau ATP:D-heksosa 6-fosfotransferase.
Suatu enzim yang mengkatalisis pemindahan fosfat dari ATP ke gugus hidroksil atom
C ke enam molekul glukosa.
b. Kekhasan enzim
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan
inilah ciri suatu enzim. Ini berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat
bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urease hanya bekerja terhadap
berbagai macam reaksi. Enzim urease hanya bekerja terhadap urea sebagai
substratnya. Ada juga enzim yang bekerja terhadap lebih dari suatu substrat namun
enzim tersebut tetap mempunyai kekhasan tertentu, misalnya enzim esterase
dapat menghidrolisir beberapa ester asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisir
substrat lain yang bukan ester.
Kekhasan terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Suatu asam amino
tertentu sebagai substrat dapat mengalami berbagai reaksi dengan berbagai
enzim. Jadi, walaupun reaksi tersebut berjalan namun tiap enzim hanya bekerja pada
satu reaksi. Jadi, kekhasan reaksi bukan disebabkan oleh koenzim tetapi oleh
apoenzim.
Daya katalitik enzim sangat besar, yaitu mampu mempercepat reaksi kimia
minimal sejuta kali. Tanpa enzim, kecepatan sebagian besar reaksi kimia di dalam
sistem biologi sangatlah rendah sehingga tak dapat diukur.
Enzim sangat spesifik, baik terhadap terhadap jenis reaksi yang dikatalisisnya
maupun terhadap substrat atau reaktan yang diolahnya. Satu enzim biasanya
mengkatalisis satu jenis reaksi kimia saja, atau seperangkat reaksi yang sejenis.
Dalam reaksi enzimatik sangat jarang terjadi reaksi sampingan yang menyebabkan
terbentuknya hasil sampingan yang tak berguna.
2.3 Fungsi dan Cara Kerja Enzim
a. Fungsi enzim
Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk suatu proses biokimia yang
terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi
108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada suatu reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis.
Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping
mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Oleh karena itu, enzim mempunyai peranan
yang sangat penting dalam reaksi metabolisme. Peranan enzim dalam reaksi
metabolisme adalah sebagai berikut:
1) Biokatalisator yaitu meningkatkan kecepatan reaksi kimia dengan menurunkan
energi aktivasinya tetapi tidak ikut bereaksi.
2) Modulator yaitu mengatur reaksi yang bersifat acak menjadi berpola. Misalnya
glukosa yang terbentuk selama proses fotosintesis. Jika konsentrasi glukosa telah
melebihi keseimbangan, maka akan terurai menjadi CO2 dan H2O. Dengan adanya
enzim, glukosa dapat diubah menjadi sukrosa atau amilum. Dalam bentuk sukrosa
dapat diedarkan ke seluruh jaringan melalui floem dan disimpan dalam bentuk
amilum. Dengan mengubah glukosa menjadi molekul lain, maka proses fotosintesis
dapat terus berlangsung tidak terhambat oleh akumulasi hasilnya.
b. Cara kerja enzim
a) Kompleks enzim substrat
Telah dijelaskan bahwa suatu enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja
pada satu reaksi saja. Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada
hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat. Oleh karena itu tidak seluruh
bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan
enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim
yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (active
site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang
tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau
konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam
hal ini enzim itu tidak dapat berfungsi terhadap substrat. Ini adalah penjelasan
mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan terhadap substrat tertentu.
Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya
kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang
bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi.
1) Lock and key (gembok dan kunci)
Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim
karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active site)
dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai
kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi
kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk
hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Berbeda
dengan teori kunci gembok. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas,
maka bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi.
2) Teori Kecocokan Induksi (Daniel Koshland)
Menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung
karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga
keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling melengkapi. Menurut
teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel.
(Sumber: http://josuasilitonga.files.wordpress.com/2010/10/enzim1.jpg?w=468.
Diakses pada tanggal 20 Februari 2013)
b) Persamaaan Michaelis – Menten
Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengajukan hipotesis
bahwa dalam reaksi enzim terjadi dahulu kompleks enzim-substrat yang kemudian
menghasilkan hasil reaksi dan enzim kembali. Secara sederhana hipotesis Michaelis
dan Menten itu dapat dituliskan sebagai berikut :
Enzim (E) + Substrat (S) kompleks
enzim-substrat (ES)
Enzim (E) + Hasil reaksi (P)
Michaelis dan Menten berkesimpulan bahwa kecepatan reaksi tergantung pada
konsentrasi kompleks enzim-substrat [ES], sebab apabila tergantung pada konsentrasi
substrat [S], maka penambahan konsentrasi substrat akan menghasilkan pertambahan
kecepatan reaksi yang apabila digambarkan akan merupakan garis lurus.
2.4 Penggolongan Enzim
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing
enzim diberi nama menurut substratnya, misalnya urease, arginase, dan lain-lain.
Disamping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama, misalnya
pepsin, tripsin, dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union
of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini
didasarkan atas reaksi kimia dimana enzim memegang peran. Enam golongan enzim
tersebut adalah:
1. Oksidoreduktase
Enzim yang melaksanakan katalis dengan melibatkan reaksi oksidasi suatu senyawa
ataupun reduksi dengan senyawa lain.
2. Transferase
Enzim melaksanakan katalis reaksi yang mengalihkan suatu gugus yang mengandung
C, P, N, S suatu senyawa ke senyawa lain
3. Hidrolase
Enzim yang melaksanakan katalis pemecah hidroik atau sebaliknya
4. Liase
Enzim yang melaksanakan katalis pemusatan ikatan C-C, C-O, C-N dsb, tanpa
melibatkan hidrolisis atau oksidasi reduksi
5. Isomerase
Enzim yang melaksanakan katalis reaksi isomerisasi yang merupakan penataan
kembali atom yang membentuk suatu molekul
6. Ligase
Enzim yang melaksanakan katalis reaksi-reaksi pembentukan ikatan antara dua
moekul substrat yang terkait dengan pemusatan ikatan pirofosfat dalam ATP atau
senyawa energi tinggi lainnya
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi enzim
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu:
1) Konsentrasi enzim, pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
2) Konsentrasi Substrat, hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi
enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan
reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan
reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Dengan demikian konsentrasi
kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya
kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu, semua bagian aktif
telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan substrat. Dalam keadaan ini,
bertambah besarnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya
kosentrasi kompleks substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah
besar.
3) Suhu, pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu
yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Di samping itu, karena enzim adalah
suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi,
sehingga bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif
enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun menurun. Kenaikan suhu
sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Namun
kenaikan suhu pada saat terjadinya denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi.
Oleh karena ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik
optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu proses reaksi yang menggunakan
enzim tersebut.
4) pH, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungan. Enzim dapat berbentuk ion
positif, ion negative atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian
perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektifitas bagian aktif enzim
dalam membentuk kompleks enzim substrat. Tinggi rendahnya pH juga dapat
menyebabkan denaturasi yang dapat menurunkan aktifitas enzim, sehingga
diperlukan suatu pH optimum yang dapat menyebabkan kecepatan reaksi enzim yang
paling tinggi.
5) Produk/hasil reaksi (dapat menghambat enzim)
6) Zat penggiat (aktivator), misalnya logam alkali, logam alkali tanah, Mn, Mg, dan
Cl.
7) Zat penghambat (Inhibitor), yaitu molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi
pembentukan kompleks enzim-substrat. Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor
dapat berupa hambatan tidak revesibel atau hambatan revesibel.
a) Hambatan Revesibel
Hambatan revesibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing.
- Hambatan bersaing.
Hambatan bersaing disebabkan karena ada molekul mirip dengan substrat,
yang dapat pula membentuk kompleks, yaitu kompleks enzim inhibitor (EI)
pembentukan kompleks ES, yaitu melalui penggabungan inhibitor dengan enzim pada
bagian aktif enzim. Dengan demikian terjadi persaingan antara inhibitor dengan
substrat terhadap bagian aktif enzim melalui reaksi sebagai berikut :
E + S -------------- ES
E + I --------------- EI
Inhibitor yang menyebabkan hambatan bersaing disebut inhibitor bersaing.
Inhibitor ini menghalangi terbentuknya kompleks ES dengan cara membentuk
kompleks EI dan tidak dapat membentuk hasil reaksi ( P).
E + S -------------- ES ------------ E + P (membentuk hasil reaksi)
E + I -------------- EI ------------ ( tidak terbentuk hasil reaksi)
Dengan demikian adanya inhibitor bersaing dapat mengurangi peluang bagi
terbentuknya kompleks ES dan hal ini menyebabkan berkurangnya kecepatan reaksi.
- Hambatan tak bersaing
Hambatan tidak bersaing ( non competitive inhibition ) tidak di pengaruhi oleh
besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor yang melakukannya (inhibitor tidak
bersaing). Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim di luar bagian aktif.
Penggabungan antara inhibitor dengan enzim ini terjadi pada enzim bebas, atau pada
enzim yang telah mengikat substrat yaitu kompleks enzim substrat.
E + I ----------- EI
ES + I ------------ ESI
b) Hambatan tidak reversibel
Hambatan tidak reversibel ini dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak
reversibel dengan bagian tertentu pada enzim, sehingga mengakibatkan berubahnya
bentuk enzim. Dengan demikian mengurangi aktivitas katalik enzim tersebut. Reaksi
ini berlangsung tidak reversibel sehingga menghasilkan produk reaksi dengan
sempurna.
8) Hambatan Alosterik
Hambatan yang terjadi pada enzim alosterik dinamakan hambatan alosterik,
sedangkan inhibitor yang menghambat dinamakan inhibitor alosterik. Bentuk molekul
inhibitor alosterik berkaitan dengan enzim pada tempat diluar bagian aktif enzim.
Dengan demikian, hambatan ini tidak akan dapat diatasi dengan penambahan
sejumlah besar substrat. Terbentuknya ikatan antara enzim dengan inhibitor
mempengaruhi konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami perubahan
bentuk. Akibatnya ialah penggabungan substrat pada bagian aktif enzim terhambat.
- Inhibitor/penghambat kompetitif, produk (sebagai zat inhibitor) berkompetisi
dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Dapat diatasi dengan
menambahkan konsentrasi substrat.
- Inhibitor/penghambat alosterik (non-kompetitif), produk (sebagai zat inhibitor)
berikatan pada bagian enzim selain sisi aktif enzim yang disebut sisi alosterik dan
menyebabkan sisi aktif berubah sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan
enzim.
2.6 Koenzim
Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor
gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim lainnya. Contoh koenzim
mencakup NADH, NADPH dan adenosina trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa
mencakup ion hidrida (H–) yang dibawa oleh NAD atau NADP+, gugus asetil yang
dibawa oleh koenzim A, formil, metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam
folat, dan gugus metil yang dibawa oleh S-adenosilmetionina. Beberapa koenzim
seperti riboflavin, tiamina, dan asam folat adalah vitamin.
Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah dapat
dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder.
Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim NADH.
Regenerasi serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam
sel. Contohnya, NADPH diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-
adenosilmetionina melalui metionina adenosiltransferase.
Beberapa koenzim mempunyai struktur yang mirip dengan vitamin bahkan
menjadi bagian dari molekul vitamin tersebut. Hubungan antara vitamin dengan
koenzim tampak pada contoh berikut :
1) Niasin, merupakan nama vitamin yang berupa molekul nikotinamida atau asam
nikotinat. Molekul nikotinamida terdapat sebagai bagian dari molekul NAD+,
NADP+. Kekurangan niasin akan mengakibatkan pellagra pada manusia.
2) Molekul riboflavin atau vitamin B2 terdiri atas D ribitol yang terikat pada cincin
issoaloksazon yang tersubstitusi. Vitamin ini dikenal sebagai faktor pertumbuhan.
Molekul riboflavin merupakan bagian dari molekul FAD.
3) Asam lipoat adalah suatu vitamin yang juga merupakan faktor pertumbuhan dan
terdapat dalam hati. Asam ini terdapat dalam dua bentuk teroksidasi dan tereduksi,
berfungsi sebagai kofaktor pada enzim piruvat dehidrogenase dan ketoglutarat
dehidrogenase, berperan dalam reaksi pemisahan gugus akil.
4) Biotin adalah vitamin yang terdapat dalam hati dan berikatan dengan suatu protein.
Biotin berfungsi sebagai koenzim dalam reaksi karboksilasi.
5) Tiamin atau vitamin B1 umumnya terdapat dalam keadaan bebas dalam beras atau
gandum. Kekurangan vitamin B1 akan mengakibatkan penyakit beri-beri. Koenzim
yang berasal dari vitamin B1 ialah tiaminifosfat (TPP) dan berperan dalam reaksi
yang menggunakan enzim alpa keto dekarboksilase, asam alpa keto oksidase,
transketolase dan fosfo ketolase.
6) Vitamin B6 terdiri dari tiga senyawa yaitu piridoksal, piridoksin dan piridoksamin.
Kekurangan vitamin B6 dapat mengakibatkan dermatitis (penyakit kulit) dan
gangguan pada sistem saraf pusat. Koenzim dari vitamin B6 ialah piridoksalfosfat dan
piridoksaminofosfat.
7) Asam folat dan derivatnya terdapat banyak dalam alam. Bakteri dalam usus
memproduksi asam fosfat dalam jumlah kecil. Koenzim yang berasal dari vitamin ini
ialah asam tetrahidrofosfat (FH4). Peranan FH4 ialah sebagai pembawa unit senyawa
satu atom karbon yang berguna dalam biosintesis purin, serin dan glisin.
8) Vitamin B12 sebagaimana diisolasi dari hati adalah sianokobalamina. Fungsi vitamin
B12 adalah bekerja pada beberapa reaksi anatara lain reaksi pemecahan ikatan C-C,
ikatan C-O, dan ikatan C-N dengan enzim mutase dan dehidrase.
9) Asam pantotenat terdapat dalam alam sebagai komponen dalam molekul koenzim
A. Vitamin ini diperlukan oleh tubuh sebagai faktor pertumbuhan. Koenzim A
berperan penting sebagai pembawa gugus asetil, khususnya dalam biosintesis asam
lemak.
Di samping koenzim yang mempunyai hubungan struktural dengan vitamin,
ada pula koenzim yang tidak berhubungan dengan vitamin, yaitu adenosine trifosfat
atau ATP. Koenzim ini termasuk golongan senyawa berenergi tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Enzim adalah biokatalisator organik yang dihasilkan organisme hidup di dalam
protoplasma, yang terdiri atas protein atau suatu senyawa yang berikatan dengan
protein, berfungsi sebagai senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis
bereaksi dalam suatu reaksi kimia.
- Secara umum enzim berfungsi sebagai katalis dan memiliki peranan penting
dalam reaksi metabolisme, yaitu sebagai biokatalisator dan modulator. Untuk dapat
bekerja pada suatu zat atau substrat harus ada hubungan atau kontak antara enzim
dengan substrat (kompleks enzim-substrat).
- Enzim digolongkan menurut tipe reaksi yang diikutinya dan mekanisme reaksi,
sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut substratnya, misalnya urease,
arginase dan lain-lain. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim,
yaitu konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu, pH, produk/hasil reaksi,
aktivator, dan inhibitor.
- Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor gugus
kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim lainnya.
- Penggolongan enzim berdasarkan atas reaksi kimia dimana enzim memegang
peranan, yaitu : oksidoreduktase, tranferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah, membutuhkan bahan yang cukup banyak sehingga
cukup sulit untuk memahami materi sebagai bahan makalah. Dan dengan
mempelajari makalah yang singkat ini diharapkan kita dapat mengetahui apa itu
enzim.
DAFTAR PUSTAKA
Heru Santoso Wahito Nugroho, 2008. Protein dan Enzim, www.heruswn.teach-nology.com
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, 2003, Biokimia Harper, Edisi XXV,
Penerjemah Hartono Andry, Jakarta: EGC
Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Stryer L, 1996, Biokimia, Edisi IV, Penerjemah: Sadikin dkk (Tim Penerjemah Bagian
Biokimia FKUI), Jakarta: EGC
http://ira-raners.blogspot.com/2011/05/biokimia-enzim.html. Diakses tanggal 20 Februari
2013.
http://soerya.surabaya.go.id/AuP/e-DU.KONTEN/edukasi.net/SMA/Biologi/Enzim.Kata
lisator/materi2.html. Diakses pada tanggal 21 Februari 2013
http://josuasilitonga.wordpress.com/2010/10/07/enzim/. Diakses pada tanggal
21 Februari 2013