bahan dk yang gak sempurna

10
1. Aterosklerosis D. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya aterosklerosis yaitu dengan cara: a) ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki dan lengan, b) pemeriksaan doppler di daerah yang terkena , c) skening ultrasonik duplex, d) CT scan di daerah yang terkena, e) arteriografi resonansi magnetik, arteriografi di daerah yang terkena, f) IVUS (intravascular ultrasound). Taggarat, David P. 2007. Coronary Revascularition. 334:593- 594. (http://www.BMJ.com) Kalo yang ini DIAGNOSIS Penyakit Jantung Koroner secara umum ya kalo mau ditambahin : Diagnosis Anamnesis Apakah adanya gejala nyeri dada yang harus dibedakan dengan nyeri dada bukan jantung, jika berasal dari jantung harus dibedakan apakah berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis juga apakah ada riwayat infark sebelumnya serta faktor – faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes, merokok, riwayat keluarga yang menderita sakit jantung koroner dan juga adanya stress.

Upload: johnssujono

Post on 19-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

aaaa

TRANSCRIPT

1. Aterosklerosis

D. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya aterosklerosis yaitu dengan cara:

a) ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki dan lengan,

b) pemeriksaan doppler di daerah yang terkena ,

c) skening ultrasonik duplex,

d) CT scan di daerah yang terkena,

e) arteriografi resonansi magnetik, arteriografi di daerah yang terkena,

f) IVUS (intravascular ultrasound).

Taggarat, David P. 2007. Coronary Revascularition. 334:593-594. (http://www.BMJ.com)

Kalo yang ini DIAGNOSIS Penyakit Jantung Koroner secara umum ya kalo mau ditambahin ( :

Diagnosis

Anamnesis

Apakah adanya gejala nyeri dada yang harus dibedakan dengan nyeri dada bukan jantung, jika berasal dari jantung harus dibedakan apakah berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis juga apakah ada riwayat infark sebelumnya serta faktor faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes, merokok, riwayat keluarga yang menderita sakit jantung koroner dan juga adanya stress. Terdapat faktor pencetus sebelumnya seperti aktivitas fisik berat, stress emosi.

Nyeri dada

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardial pasien IMA dan merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien. Sifat nyeri dada angina adalah sebagai berikut :

1. Lokasi : berada pada substernal, retrosternal, dan prekordial

2. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, ditindih benda berat seperti ditusuk, diperas atau dipelintir

3. Penjalaran : ke lengan kiri dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dapat juga ke lengan kanan.

4. Adanya faktor pencetus : aktivitas fisik, emosi, udara dingin dan sesudah makan.

5. Gejala yang menyertai : keringat dingin, cemas, lemas, mual, muntah serta sulit bernafas.

6. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau memakan obat nitrat. Nyeri juga terdapat pada perikarditis akut, emboli paru, gangguan gastroinstestinal dan lain sebagainya.

Pemeriksaan fisik

Pasien terlihat cemas, pada ekstrimitas pucat dan dingin. Kombinasi nyeri dada > 30 menit dan banyak keringat dicurigai STEMI. Peningkatan suhu sampai 38oC, disfungsi ventrikulas S4 dan S3 gallop, penurunan instensitas bunyi jantung pertama dan spit paradoksial bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik.

EKG

Terdapat elevasi segmen ST diikuti perubahan sampai inversi gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan. Dilakukan 10 menit setelah pasien datang ke IGD.

Pemeriksaan laboratorium

Pertanda adanya nekrosis jantung, selnya akan mengelurakan enzim yang dapat dapat diukur

1. CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan mencapai puncak dalam 10 24 jam dan kembali normal dalam 2 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan injuri otot juga meningkatkan CKMB.

2. cTn (cardiac specifik troponin) T dan I; meningkat setelah 2 jam setelah infark miokard, dan mencapai puncak setelah 10 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5 14 hari sedangkan cTn I setelah 5 -10 hari.

Pemeriksaan enzim lainnya

1. Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4 8 jam.

2. Creatini kinase meningkat setelah setelah 3 8 jam mencapai puncak setelah 10 36 jam dan kembali normal dalam 3 4 hari.

3. Lactat dehydrogenase (LDH) men igkat setelah 24 28 jam mencapai puncak 3 6 hari kembali normal dalam 8 14 hari

4. Juga terjadi leukositosis polimorfonuklear yang terjadi dalam beberapa jam setelah nyeri dan menetap dalam 3 -7 hari, leukosit dapat mencapai 12000 15000/ul.Tierney, L.M., McPhee, S.J., dan Papadakis, M.A., 2006, Current Medical Diagnosis & Treatment, Edisi 45, 343-350, Lange Medical Books, McGraw-Hill2. Angina Pektoris

G. Faktor RisikoFaktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis.

Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan Lipoprotein(a).

Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik.

Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen.

Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori.

SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda.Anwar Bahri T. 2004. Faktor risiko Penyakit Jantung Koroner. FK-USUAda bahasan kurang lebih, terserah mau pakai yang mana (Faktor Risiko

Faktor risiko PJK dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :

A. Faktor risiko mayor

Hiperkolestrolemia

Kolesterol ditranspor dalam darah dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein/LDL) dan 20% merupakan lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein/HDL). Kadar kolesterol LDL yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan insidensi PJK.

Merokok

Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang kompleks, diantaranya merupakan faktor yang menyebabkan timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, peningkatan kebutuhan oksigen miokard, dan penurunanan kapasitas pengangkutan oksigen.

Hipertensi

Resiko PJK secara langsung berhubangan dengan tekanan darah. Untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg resiko PJK berkurang sekitar 16%.

Diabetes Melitus

Diabetes, meskipun merupakan faktor resiko independen untuk PJK, juga berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, dan peningkatan trombogenesis.Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung berhubungan darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya PJK.

B. Faktor resiko minor

Jenis Kelamin

Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan karena pada wanita terdapat hormon esterogen yang bersifat protektif terhadap jantung.

Obesitas

Terdapat saling keterkaitan antara berat badan, peningkatan tekanan darah, penigkatan kolesterol darah, diabetes melitus tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas rendah terhadap PJK.

Stress

Perilaku yang rentan terhadap terjadinya penyakit koroner adalah sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk dipandang, gangguan tidur, dan marah.

Aktivitas fisik

Kurang berolahraga akan meningkatkan faktor resiko PJK.

Joewono, Boedi Soesetyo.2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University Press3. Infark Miokard

a. DefinisiInfark miokard akut didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koronerg. Patofisiologi

Infark miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Pada sebagian besar kasus infark terjadi jika plak ateroslerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan obstruksi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).

Lokasi dan luasnya infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral. Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadi sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjaddi infark transmural. Hal ini kadang-kadang belum selesai karena daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.

Bila arteri left anterior descending yang oklusi infark mengenai dinding anterior ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri Left circumflex yang oklusi, infark mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang oklusi, infark terutama mengenai dinding inferior dari ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum dan ventrikel kanan. Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasok oleh kolateral pembuluh arteri lain.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel , respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasijaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Infark miokard jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokard akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia : daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.Harun S. Infark Miokard Akut. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2009 : Hal: 1090-1108.Risa tolong dibenerin ya susunannya, gak sempet ngerapiin ( maaf loh ...