bahan ajar_teknologi beton

101
BAHAN AJAR TEKNOLOGI BETON DISUSUN OLEH : IDA NUGROHO SAPUTRO PROGRAM STUDI TEKNIK BANGUNAN JURUSAN TEKNIK KEJURUAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010

Upload: andi-ragiel

Post on 27-Oct-2015

278 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pendidikan Beton

TRANSCRIPT

BAHAN AJAR

TEKNOLOGI BETON

DISUSUN OLEH :

IDA NUGROHO SAPUTRO

PROGRAM STUDI TEKNIK BANGUNAN

JURUSAN TEKNIK KEJURUAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2010

2

BAB I

PENDAHULUAN

Pengertian

Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata

concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin Concretus yang berate tumbuh

bersama atau menggabungkan menjadi satu.

Beton adalah material yang rumit. Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka

yang tidak punya pengertian sama sekali tentang teknologi beton, tetapi pengertian yang

salah dari keserdehanaan ini sering menghasailkan persoalan pada produk, antara lain

reputasi jelek dari beton sebagai bahan bangunan.

Sebagai material komposit, sifat beton sangat bergantung pada sifat unsur masing-masing

serta interaksi mereka.

Ada 3 unsur yang melibatkan;

- Pasta semen

- Mortar

- Beton

Unsur terurai beton komposit

Semen

+

Air

+

Agregat halus pasir

+

Agregat kasar kerikil

Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tariknya kecil. Oleh karena itu untuk

struktur bangunan, beton selalu dikombinasikan dengan tulangan baja untuk memperoleh

kinerja yang tinggi. Beton ditambah dengan tulangan baja menjadi beton bertulang.

PRESENTASE BETON

Pada beton yang baik setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian

pula halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi mortar. Jadi kualitas pasta semen/mortar

Pasta

semen

mortar

beton

3

menentukan kualitas beton. Semen unsur kunci dalam beton komposisi 7-15% dari campuran.

Kurang dari <7 % disebut beton kurus. >15 % disebut beton gemuk.

Agregat komposisinya 61-76% dari campuran beton

agregat kasar, 40

agregat halus, 30

udara, 5

air, 15

semen, 10

Keunggulan beton

a. Keterdiaan material dasar

1. Agregat dan air didapatkan dari local

2. Tidak demikian dengan baja harus pabrikasi dan impor

3. Ketersedian kayumasalah lingkungan

b. Kemudahan untuk digunakan

1. Pengangkutan mudah

2. Bisa dipakai untuk berbagai struktur

3. Beton bertulang bisa dipakai untuk struktur berat

c. Kemampuan beradaptasi

1. Bersifat monolit tidak memerlukan sambungan seperti baja

2. Dapat dicetak dengan ukuran dan bentuk berbeda

3. Beton dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuiakan dengan situasi

sekitar

4. Konsumsi energi minimal dibandingkan dengn baja

d. Pemeliharan minimal

Ketahanan beton cukup tinggi, lebih tahan karat tidak perlu dicat, tahan

kebakaran.

Kelemahan beton;

1. Berat sendiri yang besar, 2400kg/m3.

2. Kekuatan tariknya rendah

3. Beton cenderung untuk retak

4. Kualitas tergantung cara pelaksanaan dilapangan

5. Struktur beton sulit untuk dipindahkan.

4

Cara mengatasi kelemahan beton;

1. Membuat beton mutu tinggi

2. Memakai beton bertulang

3. Melakukan perawatan

4. Memakai beton pracetak

5. Mempelajari teknolgi beton

5

BAB II

SEMEN

Pengertian

Karena beton terbuat dari agregat yang diikat bersama pasta semen yang mengeras maka

kualitas semen sangat mempengaruhi kualitas beton. Pasta semen adalah lem, yang bila

semakin tebal tentu semakin kuat. Namun jika semakin tebal juga tidak menjamin lekatan

yang baik.

Semen adalah bahan yang bersifat ahdesif maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut

Standar Industri Indonesia, SII 0013-1981, definisi semen Portland yaitu semen hidrolis yang

dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium

yang bersifat hidrolis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan yaitu gypsum.

Fungsi semen untuk bereaksi dengan air menjadi pasta semen. Pasta semen berfungsi untuk

merekatkan butir-butir antar agregat agar terjadi suatu massa yang kompak/padat. Selain itu

pasta semen juga untuk mengisi rongga-rongga antara butir-butir agregat. Walaupun volume

semen kira-kira 10 persen dari volume beton, namun karena bahan perekat yang aktif dan

mempunyai harga paling mahal dari bahan dasar beton yang lain maka perlu

dipelajari/diperhatikan secara baik.

Tukang batu Joseph Aspdin dari Inggris (Pulau Portland) adalah pembuat semen Portland

yang pertama pada awal abad 19, dengan membakar batu kapur yang dihaluskan dan tanah

liat dalam tungku dapur rumahnya. Dari metode kasar ini berkembanglah industri pembuatan

semen yang sedimikian halus sehingga satu kilogram semen mengnadung sampai 300 milyar

butiran.

Semen Hidrolis dan Non Hidrolis

Ada 2 macam semen;

1. Hidrolis semen yang akan mengeras bila beraksi dengan air, tahan terhadap air

(water resistance) dan satabil didalam air setelah mengeras.

2. Non hidrolis semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air

Sebagai perbandingan, lihat perbedaan gypsum dan kapur keras.

- Gypsum mengeras bila beraksi denga air tetapi akan larut dalam air (bukan jenis

semen hidrolis)

- Kapur keras tidak mengeras bila beraksi dengan air melainkan akan mengeras bila

beraksi dengan CO2. Setelah mengeras maka akan tahan dengan air (bukan jenis

semen hidrolis)

6

Kebutuhan dunia akan semen hidrolis mencapai ratusan juat ton setipa tahun sehinggaharus

diproduksi dari material alamiah, daripada bahan kimia murni semata.

Salah satu semen hidrolis yang dipakai dalam konstruksi beton adalah semen Portland. Jenis

yang lain ; semen alamiah dan semen alumina.

Bahan Dasar

Semen Portland yang dijual dipasaran umumnya berkualisa baik dan dapat dipertanggung

jawabkan.

Bahan dasar semen Portland;

- Kelompok calcareous oksida kapur

- Kelompok siliceous oksida silica

- Kelompok argillacous oksida alumina

- Kelompok ferriferous oksida besi

Semen portland dibuat dari 4 bahan diatas, dipilih secara selektif dan dikontrol secara ketat.

Setelah pembakaran ditambah gypsum untuk mengatur waktu set (setting time) mortar atau

beton.

Untuk pembutan 1 ton semen Portland diperlukan bahan dasar;

1,3 ton batu kapur(limestone)/kapur(chalk)

0,3 ton pasir silica/tanah liat

0,03 ton pasir/kerak besi

0,04 ton gypsum

Proses Pembuatan Semen

Semen portland dibuat dengan melalui beberapa langkah, sehingga sangat halus dan memiliki

sifat adhesive maupun kohesif. Semen diperoleh dengan membakar secara bersamaan suatu

campuran dari calcareous (yang mengadung kalsium atau batu gamping) dan argillacous

(yang mengnadung alumina) dengan perbandingan tertentu. Secara mudahnya kandungan

semen Portland ialah; kapur, silica dan alumina. Ketiga bahan tadi dicampur dan dibakar

dengan suhu 1550C dan menjadi klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan dan

dihaluskan sampai halus menjadi bubuk. Biasanya lalu ditambahkan dengan gips atau

kalsium sulfat sebagai bahan pengontrol waktu ikat. Kemudian dikemas dalam kantong

dengan berat bervariai 40 kg dan 50 kg.

7

Proses Kering dan Proses Basah

Secara global ada dua macam proses pembuatan semen yaitu; proses kering ada proses basah.

Proses basah cocok untuk material mentah yang gembur seperti kapur dan tanah liat yang

sudah siap terurai didalam air untuk membentuk lumpur. Air sebanyak 30% akan dibuang

pada tahap awal proses kiln.

Untuk material keras seperti batu kapur dan shale memakai proses kering. Klengasan dibuang

pada tahap awal, umunya pada waktu digiling.

Pemilihan proses tergantung sifat material, efisiensi setiap proses dan harga energy. Pada

waktu minyak melonjak pada tahun 70-an, proses basah yang mulanya banyak digunakan

kemudian diganti dengan proses kering.

Senyawa Kimia

Empat senyawa kimia yang utama;

1. Triklasium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2

2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO6

3. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3 Ca O.Al2O3

4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4Ca.Al2O3. Fe2O3

Dua unsur yang utama (C3S dan C2S) biasanya merupakan 70 sampai 80 % dari unsure

semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen. Bila

semen terkena air, C3S segera berhidrasi dan menghasilkan panas. Selain itu juga

berpengaruh besar terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari.

Sebaliknya C2S beraksi dengan air lebih lambat sehingga berpengaruh terhadap pengerasan

semen setelah lebih dari 7 hari. Dan memberikan kekuatan akhir (lihat gambar….). unsure

C2S ini juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia dan juga mengurangi besar susut

pengeringan. Kedua unsure pertama ini membutuhkan air berturut-turur sekita 24 dan 12 %

dari masing-masing beratnya untuk terjadinya reaksi kimia, namun saat hidrasi C3S

membebaskan kalsium hidroksida hampir 3 kali lebih banyak daripada yang dibebaskan C2s.

maka dari itu, jika C3S mempunyai persentase yang lebih tinggi akan menghasilkan proses

pengerasan yang cepat pada pembentukan kekuatan awalnya disertai suatau panas hidrasi

tinggi. Sebalikya presentase C2s yang lebih tinggi menghasilkan proses pengerasan yang

lambat, panas hidrasi sedikit dan ketahanan terhadap kimia yang lebih baik.

Unsure C3A (unsure ketiga) berhidrasi secara exothermic, dan beraksi dengan cepat,

memberikan kekuatan seseudah 24 jam. C3A beraksi dengan air sebanyak kira-kira 40 persen

beratnta (lebih banyak daripada unsure 1 dan 2), namun karena jumlah unsure ini sedikit

maka pengaruh pada jumlah air hanya sedikit. Unsur C3A ini sangat berpengaruh pada panas

hidrasi tertinggi, baik selama pengerasan awal maupun pengeresan berikutnya yang panjang.

Beton yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung larutan asam sulfat (SO4) akan

mudah rusak jika semenya mengnadung C3A, karena kondisi C3A mudah beraksi dengan

larutan sulfat. Didalam beton hasil reaksi ini menghasilkan bentuk zat kimia baru yang

dinamakan ettringite, volumenya lebih besar (mengembang), sehingga membuat beton retak-

8

retak. Oleh karena itu semen tahan sulfat tidak boleh mengnadung unsure C3A lebih dari 5

persen.

Unsur C4AF (unsure keempat) kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen

atau beton.

Hidrasi Semen

Bilamana semen bersentuhan dengan air maka proses hidrasi berlangsung, dengan arah dari

luar ke dalam, maksudnya hasil hidrasi mengendap dibagian luar dan inti semen yang belum

terhidrasi dibagian dalam secara bertahap terhidrasi sehingga volumenya mengecil. Proses

permulaan hidrasi tersebut berlangsung lambat, antara 2-5 jam sebelum mengalami

percepatan setelah kulit permukaan pecah.

Pada tahap hidrasi berikutnya, pasta semen menjadi gel (suatu butiran sangat halus hasil

hidrasi, memiliki permukaan yang amat besar) dan sisa-sisa semen yang tak bereaksi mis

kalsium hidroksida Ca(OH)2, air dan beberapa senyawa yang lain. Kristal-kristal dari

berbagai senyawa yang dihasilkan membnetuk rangkaian tiga-dimensi yang saling melekat

secara random dan kmeudian sedikit demi sedikit mengisi ruangan yang mula0mula

ditempati air, lalu menjadi kaku dan muncullah suatu kekuatan yang selanjutnya mengeras

menjadi benda yang padat dan kaku. Dengan demikian pasta semen yang telah mengeras

memiliki struktur yang berpori, dengan ukuran pori bervariasai dari yang sangat kecil sampai

besar. Pori-pori tersebut disebut pori-pori gel. Pori-pori yang didalam pasta semen yang

sudah keras mungkin berhubungan, tapi mungkin tidak.

Jenis jenis Semen Portland

a. Semen Portland

Melihat sifat yang berbeda-beda dari masing-masing komponen ini kita dapat membuat

bermacam-macam jenis semen hanya dengan mengubah kadar masing-masing komponennya.

Misalnya kita ingin mendapatkan semen yang mempunyai kekuatan awal yang tinggi maka

kita perlu menambah kadar C3S dan mengurangi kadar C2S. ASTM (America Standard for

Testing Material) menentukan komposisi semen berbagai type sebagai berikut;

Tipe I adalah semen Portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan persyaratan-

persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis yang lain

Tipe II adalah semen Portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfat dan panas

hidrasi

Tipe III adalah semen Portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal tinggi

Tipe IV adalah semen Portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah.

Tipe V adalah semen Portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap sulfat

9

b. Semen portlad Pozzoland

Semen portlland pozzoland (PPC) adalah suatu bahan perekat hidrolis yang dibuat dengan

menggiling halus klinker semen portlang dan pozzoland, atau suatu campuran yang merata

antara bubuk semen portlang dan bubuk pozzoland selam penggilingan atau pencampuran.

Pozzoland adalah bahan alami atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur2 silikat

(SiO2) dan atau aluminat (Al2O3) yang reaktif. Pozzoland tidak bersifat seperti semen,

namun dalam bnetuknya yang halus jika dicampur dengan kapur padam aktif dan air pada

suhu kamar akan mengeras dalam beberapa waktu, sehingga membentuk massa yang padat

dan sukar larut dalam air.

Semen portlang pozzoland dapat diproduksi dengan salah satu cara berikut;

- Cara pertama Menggiling bersama klinker semen dan pozzoland dengan bahan

tambah gips atau kalsium sulfat.

- Cara kedua Mencampur dengan rata gerusan semen dan pozzolan halus.

Penggilingan dua material secara bersama-sama pada cara pertama lebih muda daripada

mencampur bubuk kering pozolan sebagaimana cara kedua. Pencampuran bubuk kering

pozolan pada cara kedua hanya dilakukan dengan jika cara penggilingan pada cara pertama

tidak ekonomis, serta mesin pencampur yang ada dapat menjamin keseragaman hasil

pencampuranyya.

Semen portlan pozzolan menghasilkan panas hidrasi lebih sedikit daripada semen biasa. Sifat

ketahanan terhadap kotoran dalam air (mis kandungan garam) lebih baik, sehingga cocok jika

dipakai;

- Bangunan di air payau atau laut yang selalu berhubungan dengan air yang

mengandung sulfat

- Bangunan beton yang memerlukan kekedapan air tinggi, mis dinding ruang basemen,

bak penyimpanan air bersih, bangunan sanitasi

- Beton massa (dam, bendungan, fondasi besar) yang membutuhkan panas hidrasi

rendah

- Pekerjaan plesteran (mortar) yang memerlukan (adukan morta/beton) yang plastis

Penyimpanan Semen

Semen harus tetap kering. Penyimpanan semen kadang-kadang diperlukan dalam jangka

waktu lama, terutama jika distribusi semen tidak teratur. Walaupun semen dapat dijaga

mutunya dalam jangka waktu tidak terbatas asalkan uap air dijauhkan dari tempat

penyimpanan tersebut, namun semen yang berhubungan dengan udara akan menyerap air

dengan perlahan-lahan, dan ini menyebabkan kerusakan. Kerusakan berupa beraksinya

permukaan butiran-butiran semen dengan air dan permukaan tersebut mengeras, sehingga

mempersulit reaksi butir semen berikutnya.

Semen dalam bentuk curah (bukan dalam kantong) dapat disimpan dalam tempat

penyimpanan setinggi 2 meter atau lebih. Biasanya hanya bagian luar saja setebal 5cm yang

10

keras dan harus dibuang sebelum semen dipakai. Semen dalam kantong dapat disimpan

dengan aman untuk beberapa bulan jika disimpan di atas lantai dengan alas yang kedap air,

dengan dinding dan lantai yang kedap air seta jendela-jendela ditutup dengan sanngat rapat.

Sekali semen tersimpan harus tidak boleh terganggu sampai semen akan dipakai.

Akibat tidak sempurnanya penyimpanan semen dalam jangka waktu lama smen menjadi

buruk. Semen yang telah disimpan lebih dari 6 bulan sejak dibuat, atau semen dlam kantong

di penyimpanan local lebih dari 3 bulan, perlu diperiksa sebelum digunakan dan jika sudah

kurang baik sebaiknya tidak dipakai.

11

BAB III

AGREGAT

Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton

atu mortar. Agregat menempati 70-75% dari total volume beton maka kualitas agregat sangat

berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan kualitas yang baik, beton dapat dikerjakan

(workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Mengingat agregat lebih murah

daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukan sebanyak mungkin selama

secara teknis memungkinkan dan kandungan semen nya minimum

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan dengan didasarkan pada

ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai ukuran lebih besar disebuta agregat kasar

sedangkan agregat yang lebih kecil disebut agregat halus. Sebagai batas antara ukuran butir

yang kasar dan yang halus tampaknya belum ada nilai yang pasti, masih berbeda antara satu

disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain. Didalam teknologi beton nilai batas tersebut

ialah 4,75mm atau 4,8 mm. agregat yang butiranya lebih besar dari 4, 75 disebut agregat

kasar, sedangkan yang lebih kecil disebut agregat halus. Secara umum agregat kasar disebut

sebagai kerikil, kericak, batu oecah, atau split adapaun agregat halus disebut pasir, baik

berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian atau hasil dari

pemecahan batu. Sedangakan buir ya ng lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt dan yang

lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay.

Dalam praktek agregat digolongkan dalam 3 kelompok;

1. Batu, ukuran lebih dari 40mm

2. Kerikil, ukuran antara 5 – 40mm

3. Pasir, ukuran antara 0,25 – 5 mm

Agregat alami dan Agregat Buatan

Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara

alami (mis kerikil) atau dapat diperoleh dengan cara memecah batu alam, membakar tanah

liat dsb.

Agregat alami dapat diklarifikasikan kedalam sejarah terbentuknya peristiwa geologi yaitu

agregat beku, agregat sedimen, dan agregat metamorf.

Pasir alam terbentuk dari pecahan batu karena beberapa sebab. Pasir dapar diperoleh dari

dalam tanah, pada dasar sungai atau tepi laut. Oleh karena itu pasir dapat digolongkan dalam;

1. Pasir galian

2. Pasir sungai

3. Pasir pantai

Bila agregat alami jauh dari lokasi pekerjaan, maka dapat dipakai agregat buatan (agregat

tiruan). Agregat buatan dapat berupa batu pecah, pecahan genteng/bata, tanah liat bakar, fly

ash dsb.

12

Sebelum barang-barang bekas/buangan tersebut dipakai, maka perlu dipertimbangkan dulu

thd hal-hal berikut;

a. Tinjaun ekonomis,

b. Tinjaun sifat teknis

Barang buangan/limbah, kadang-kadang memerlukan biaya yang tidak sedikit jika harus

dipisahkan/dipilih dari bahan yang lain atau kotoran yang melekat.

Berat Jenis Agregat

Berat jenis ialah rasio antara massa padat agregat dan massa air dengan volume yang sama

(tanpa satuan)

Karena butiran agregat umunya mengandung pori-pori yang ada dalam butiran dan tertutup/

tidak saling berhubungan, maka berat agregat dibedakan menjadi;

1. Berat jenis mutlak, jika volume benda padatnya tanpa pori

2. Berat jenis semu, jika benda padatnya termasuk pori tertutupnya

Rumus;

Wa

WbBj

Dengan

Wb = berat butir agregat

Wa = berat air dengan volume air sama dengan volume butir agregat.

Berdasarkan berat jenisnya agregat dibedakan;

1. Agregat normal bj 2,5 sampai 2,7

2. Agregat berat > bj 2,8

3. Agregat ringan < bj 2,0

Berat Satuan dan Kepadatan

Berat satuan agregat ialah berat agregat dalam satu satuan volume bejana, dinyatakan dalam

kg/ltr atau ton/m3. Jadi berat satuan ialah berat agregat dalam satuan bejana (dalam bejana

terdiri atas volume butir (meliputi pori tertutup) dan volume pori terbuka)

Vt

WbBsat

Wb = berat butir-butir agregat dalam bejana

Vt = Vb + Vp

Vt =volume total bejana

Vb = volume butir agregat dalam bejana

Vp = volume pori antara butir-butir agregat dalam bejana.

Porositas

%100xVt

VpP

13

Kepampatan (kepadatan)

%100xVt

VbK

Dalam rumus-rumus tersebut maka didapat hubungan nilai kepadatan dan prositas;

yaitu

PK 100

Ukuran Maksimum Butir Agregat

Untuk mengurangi jumlah semen (agar biaya pembuatan beton berkurang) dibutuhkan ukuran

butir-butir maksimum agregat yang sebesar-besarnya. Walaupun demikian, besar ukuran

maksimum agregat kasar tidak dapat terlalu besar, karena ada factor-faktor lain yang

membatasi.

Factor lain yang membatasi; jarak bidang samping cetakan, dimensi plat beton yang dibuat,

serta jarak bersih antara baja tulangan beton, yaitu;

1. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari ¾ kali jarak bersih

antar baja tulangan.

2. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat

3. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 jarak terkecil

antara bidang samping cetakan.

Dengan pertimbangan diatas, maka ukuran maksimum butir agregat untuk beton bertulang

umunya sebesar 10mm, 20mm, atau 40 mm. untuk beton massa biasa dipakai ukuran

maksimum sebesar 75 mm atau 150 mm.

Gradasi

Gradasi ialah distribusi ukuran butiran dari agregat. Sebagai pernyataan gradasi dipakai nilai

persemtase dari berat butiran yang tertinggal atau lewat didalam suatu susunan

ayakan/saringan.

Agregat yang diayak berurutan menurut ayakan standar, yang disusun mulai dari yang ayakan

terbesar kebagian paling atas sampai ke ayakan terkecil bagina paling bawah. Agregat

diletakan dibagian ayakan paling atas, setekah digetarkan cukup lama, berat agregat yang

tertahan pada setiap ayakan dicatat, dihitung presentasenya.

Pada Perencanaan Campuaran dan Pengendalian Mutu Beton (1994) agregat halus dapat

dibagi menjadi empat jenis menurut gradasinya yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar dan

kasar. (hal III-10). Adapun untuk gradasi kasar (kerikil atau batu pecah atau split) yang baik

masuk didalam batas-batas yang tercantum pada (hal III-12).

Gradasi Agregat Campuran

Gradasi campuran distribusi ukuran butiran agregat yang terdiri dari agregat halus dan

agregat kasar. Gradasi campuran beton normal dapat dilihat (hal III-13 sampai hal III-16)

14

Gradasi Agregat khusus

a. Gradasi sela gradasi dengan salah satu fraksi atau lebih yang berukuran tertentu

tidak ada.

b. Gradasi seragam agregat yang terdiri dari butiran-butiran yang sama besar

(fraksi tunggal).

Modulus Halus Butir

Modulus halus butir (Finensess Modulus) ialah suatu indek yang dipakai untuk ukuran

kehalusan atau kekerasan butir-butir agregat. Makin besar nilai modulus halus menunjukan

bahwa makin besar ukurn butir-butir agregatnya.

Pada umunya modulus halus untuk agregat halus = 1,5 – 3,8, modulus halus untuk agregat

kasar = 6 - 8.

Contoh ; lihat hal III-18 sampai III-19.

Agregat Campuran

Agregat campuran ialah hasil pencampuran agregat halus dan agregat kasar. Pencampuran

agreagat halus dan kasar untuk memperoleh agregat yang memenuhi persyaratan adukan

beton.

Untuk mendapatkan gradasi agregat campuran yang memenuhi syarat untuk adukan beton,

maka perbandingan berat antara agregat halus dan agregat kasar harus dihitung, cara

menghitung perbandingan berat dapat dilakukan dengan cara;

1. Rumus mhb;

Wh:Wk=(mk-mc):(mc-mh)

Dengan

Wh=berat agregat halus

Wk=berat agregat kasar

mk=modulus halus butir agregat kasar

mc=modulus halus butir agregat campuran

mh= modulus halus butir agregat halus

2. Coba-coba, dengan berdasarkan hasil hitungan rumus mhb kemudian dengan table

(lihat Tabel 3.11). hasil hitungan hitungan dengan table kemudian dibandingkan

dengan Tabel 3.4 sampai 3.7 atau gambar grdasi campuran Gb 3.3. apabila hitungan

kurang memuaskan, maka hitungan diulang dengan sedikit perubahan perbandingan

sebelunya. Demikian seterusnya berulang-ulang sampai diperoleh hasil campuran

yang baik (ditengah-tengah kurva gregat campuran)

Contoh;

Lihat Hak III-20

15

BAB IV

BAHAN TAMBAH

Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan

kedalam pencampuran beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat

adukan atu betonnya.

Pemberian bahan tambah pada adukan beton dengan maksut untuk ; memperlambat waktu

pengerasan, mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah daktalitas

(mengurangi sifat getas), mengurangi retak-retak pengerasan, mengurangi panas hidrasi,

menambah kekedapan, menambah keawetan dsb.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak digunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah

ini perlu dibuktikan dengan menggunakan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan

yang akan digunakan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus

memenuhi ketentuan yang diberikan SNI.

Penambahan bahan tambah adalam suatu campuran beton atau mortar tidak mengubah

komposisi yang besar dari bahan yang lainnya, karena penggunaan bahan tambah cenderung

merupakan pengganti atu subsitusi dalam campuran beton itu sendiri. Penambahan biaya

mungkin baru terasa efeknya pada saat pengadaan bahan tambah tersebut meliputi biaya

transportasi, biaya penempatan dilapangan, dan biaya penyelesaian akhir beton tersebut. Jadi

pertimbangan biaya diluar dari biaya langsung tetap menjadi perhatian dalam aspek ekonomi.

JENIS BAHAN TAMBAH

Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dikelompokan menjadi dua

yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (cemical admixture) dan bahan tambah yang

bersifat mineral (additive). Bahan tambah chemical ditambah saat pengadukan dan atau saat

pelaksanaan pengecoran sedangkan bahan tambah additive (mineral ) ditambah saat

pengadukan dilaksanakan.

1. Bahan tambah kimia pembantu

Bahan kimia pembantu untuk beton ialah bahan tambah (bukan bahan pokok) yang dicampur

dalam adukan beton, untuk memperoleh sifat-sifat khusus dalam pengerjaan adukan, waktu

pengikatan, waktu pengerasan, dan maksud2 lainnya.

Bahan kimia pembantu dibedakan menjadi 5 jenis;

a. Bahan kimia pembantu untuk mengurangi jumlah air

b. Bahan kimia pembantu untuk memperlambat proses ikatan dan pengerasan beton

c. Bahan kimia pembantu untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton

16

d. Bahan kimia berfungsi ganda; yaitu mengurangi air dan memperlambat proses ikatan

dan pengerasan beton

e. Bahan kimia berfungsi ganda; yaitu mengurangi air dan mempercepat proses ikatan

dan pengerasan beton

2. Bahan tambah mineral

Bahn tambah mineral yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton.

Bahan tambah mineral ini adalah pozzoland, fly ash, slag dan silca fume.

Keuntungan penggunaan bahan tambah mineral antara lain (tekton…ir mulyono_125).

17

BAB V

PENGOLAHAN BETON

Pengolahan beton adalah proses pembuatan beton dari pencampuran/pengadukan bahan-

bahan beton, pengangkutan beton, penuangan adukan beton, pemadatan adukan beton,

perataan permukaan beton dan perawatan beton.

1. Pengadukan beton

Proses pencampuran bahan-bahan dasar beton yaitu; semen, air, pasir dan kerikil dalam

perbandingan tertentu.

Pengadukan dapat dilakukan dengan dua cara;

a. Pengadukan dengan tangan

Pengadukan dengan tangan dilakukan apabila jumlah beton yang digunakan hanya

sedikit.

Mula-mula agregat kasar dan halus dicampur secara kering diatas tempat yang rata, bersih,

keras, dan tidak menyerap air. Kemudian dicampurkan dengan semen, pencampuran

dilakukan sampai merata terlihat warnanya sama. Alat untuk mencampur berupa cangkul,

cetok, atau sekop.

Kemudian ditengah adukan dibuat cekungan dan ditambahkan air kira-kira 75% dari

jumlah air yang direncanakan. Adukan diulang dan ditambahkan sisa air sampai adukan

merata.

b. Pengadukan dengan mesin

Untuk pekerjaan yang besar menggunakan beton yang banyak pengadukan dilakukan dengan

menggunakn mesin pengaduk beton agar beton lebih homogeny dan cepat. Mesin pengaduk

beton juga diperlukan jika dukan beton yang dibuat sangat kental, karena sulit diaduk dengan

tangan.

Mula-mula sebagian air (kira-kira 75% dari jumlah air yang ditetapkan) dimasukan ke dalam

bejana pengaduk, lalu agregat halus dan agregat kasar dan semen portalnd. Setelah diaduk

rata, kemudian sisa air yang belum dimasukan ke bejana. Pengadukan dilanjutkan sampai

warna adukan tampak rata dan campurananya juga homogenya.

Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran

bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan-bahan beton akan berkurang.

Sebaliknya pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan; (1) naiknya suhu beton, (2)

keausan agregat sehingga agregat jadi pecah, (3) terjadinya kehilangan air sehingga

penambahan air diperlukan, (4) bertambahnya nilai slump, (5) menurunnya kekuatan beton.

Selam proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus menerus dengan

cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan

18

jarak pengankutan harus dilakukan. Mesin atau alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah-pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil

(mixer atau molen) serta alat aduk stationer yang mempunyai kapasitas besar (batching

plant).

2. Pengangkutan Beton

Setelah pengadukan selesai, campuran beton dibawa ketempat penuangan atau ketempat

diman konstruksi akan dibuat. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga tempat

penyimpan akhir (sebelum dituang) harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah

terjadinya pemisahan agregat. Alat pengangkutan harus mampu menyediakan beton ketempat

penyimpanan akhir dengan lancer tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan-bahan yang

telah dicampur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisistas beton

antar pengankutan yang berurutan.

Alat angkut dibedakan menjadi dua; yakni alat angkut manual dan mesin. Alat angkut manual

menggunakan tenaga manusia, dengan alat bantu sederhana (ember, gerobak dorong, talang)

dan biasanya mempunyai kapasitas kecil. Alat angkut mesin biasanya dibutuhkan untuk

pengerjaan yang kapasitasnya besar dan jarak antara pengolahan beton dan tempat pengerjaan

struktur jauh, contoh truk mixer, pompa, tower crane.

3. Penuangan Beton

Untuk menghindari terjadinya segresi dan bleeding, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam penuangan beton.

a. Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1,5 meter, jika terjadi jarak yang lebih besar maka

perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa.

b. Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali

jika pengecoran dibawah atap.

c. Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimum 30-45 cm agar pemadatannya dapat

dilaksanakan dengan mudah.

d. Penuangan berhenti pada titik momen sama dengan nol

Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa-piapa sangat

menguntungkan apabila cara lainya tidak bias dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan

jika-jika hal-hal berikut terpenuhi ;

a. Gunakan campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak

lebih dari 40 mm

b. Pengawasan yang ketat selam pelaksanaan

c. Gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Keuntungan menggunankan cara pemompaan;

a. Pengurangan tenaga kerja

b. Hasilnya baik jika persiapan baik

c. Produksi kerja akan tinggi jika kapasitas pompa juga besar dan baik

Jenis-jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatic dan pompa peras-tekan.

Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa-pipa penghantar beton.

19

4. Pemadatan beton

Pemadatan dilakukan segera setelah beton dituang. Kebutuhan akan alat pemadatan

disesuaiakan dengan kapasitas pengecoran dan tingkat kesulitan pengerjaan. Pemadatan

dilakukan sebelum terjadinya initian setting time pada beton. Dalam praktik, pengindikasian

initian setting dilakukan dengan cara menusuk beton tersebut dengan tongkat tanpa kekuatan.

Jika masih dapatt ditusuk sedalam 10 cm, berarti seting time belum tercapai. Pemadatan

dilakukan untuk menghilangkan rongga-rongga udara yang terdapat dalam beton segar.

Rongga-rongga dalam beton dapat menyebabkan kekuatan beton berkurang.

Pada pengerjaan beton denga kapasitas kecil, alat pemadatan beton dapat berupa kayu atau

besi tulangan. Untuk pengecoran dengan kapasitas besar lebih dari 10 m3, alat pemadat

mesin harus digunakan. Alat pemadat ini dikenal dengan vibrator atau alat getar. Pemadatan

dilakukan dengan penggetaran. Campuran beton akan mengalir dan memadat karena rongga-

rongga akan terisi dengan butir-butir yang lebih halus.

Alat getar dibagi menjadi ;

a. Alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa tongkat dan

digerakan dengan mesin. Alat ini dimasukan kedalam beton pada waktu tertentu.

b. Alat getar cetakan (external vibrator), yaitu alat getar yang menggunakn form work

sehingga betonnya bergetar dan memadat.

5. Pekerjaana Akhir (finishimg)

Pekerjaan finishing dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan beton yang rata dan

mulus. Pekerjaan ini dilakukan pada saat beton belum mencapai final setting, karena pada

masa ini beton dapat dibentuk. Alat yang digunakan; ruskam, jidar dan alat perata yang lain.

6. Perawatan Beton

Perawatan dilakukan setelah beton mencapai final setting berarti beton telah mengeras.

Perawatan dilakukan agar proses hidrasi dalam beton tidak mengalami gangguan. Hal ini

dilakukan agar beton terjaga kelembaban sehingga beton terhindar dari keretakan kareana

kehilangan aira yang begitu cepat. Perawatan beton dilakukan minimal selam 7 hari.

Perawatan ini dimaksudkan untukk mendapatkan kekuatan beton tekan beton yang tinggi

tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan beton, kkedapan terhadap air,

ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur.

Apabila beton berukuran kecil; mis silinder beton, gentengg beton, balok beton, maka

perawatan dapat dilakukan;

a. Menaruh beton segar dalam ruangan lembab

b. Menaruh beton segar di dalam air

c. Menaruh beton segar dii atas air

Apabila beton berukuran besar, mis kolom, plat lantai, balok beton , maka perawatan dapat

dilakukan;

a. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah

b. Menggenangi permukaan beton dengan air

c. Menyiramii permukaan beton secara terus-menerus

20

BAB VII

SIFAT BETON SEGAR

Sifat penting beton yang belum mengeras yaitu; kemudahan pengerjaan, pemisahan kerikil

dan pemisahan air.

1. Kemudahan pengerajaan (workability)

Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan keplastisan

beton/kelecakan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya. Secara umum

semakin encer beton segar maka semakin mudah beton segar dikerjakan.

Unsure-unsur yang mempengaruhi antara lain;

a. Jumlah air

Semakinn banyak air semakin mudah untuk dikerjakan

b. Kandungan semen

Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air

sehingga keplastisannya akan lebih tinggi

c. Gradasi campuran pasir-kerikil

Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan mudah dikerjakan

d. Bentuk butir agregat akasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah dikerjakan

e. Butir maksimum agregat

Pemakaian butir agregat lebih besar tampak lebih encer sehingga mudah dikerjakan

daripada butir maksimum yang lebih kecil

Percoban slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan (workability).

Pengujian ini dilakukan dengan alat berbentuk kurucut terpancung, diameter atas 10 cm

diameter bawah 20 cm dan tingginya 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat

beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang 60 cm.

Langkah-langkah percobaan sbb;

a. Siapkan alat-alat slump, termsuk cetok untuk memasukan beton segar

b. Bagi volume menjadi masing-masing 1/3 volume

c. Jika dihitung, tinggi lapisan pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 cm dan sisanya

menjadi lapisan ketiga.

d. Masukan beton dengan cetok secara hati-hati setinggi 1/3 volume

e. Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk sebanyak

25 kali

f. Lakukan pekerjaan tersebut untuk lapisan kedu adan ketiga

g. Biarkan selam 60 detik setelah lapisan terakhir dikerjakan

h. Angkat slump secara hati-hati, perhatikan penurunan beton

i. Letakan alat slump disisi beton segar

j. Ukur tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi permukaan beton

yang jatuh.

21

Table nilai slump beton

Pemakaian Maksimum

(cm)

Minimum

(cm)

Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang 12,5 5

Fondasi telapak tidak bertulang, kaisono, struktur dibawah

tanah

9 2,5

Pelat, balok, kolom dan dinding 15 7,5

Pengerasan jalan 7,5 5

Pembetonan missal (beton massa) 7,5 2,5

2. Segregation

Kecenderungan butir-butir agregat kasar untuk melepaskan diri dari campuran beton

dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan darang kerikil yang pada akhirnya akan

menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan beberapa hal; (1) campuran

kurus atau kurang semen, (2) terlalu banyak air, (3) besar agregat maksimum lebih dari

40mm, (4) permukaan butir agregat kasar (semakin kasar permukaan butir agregat semakin

mudah segregasi).

Kecenderungan segregasi dapat dicegah jika ; (1) tinggi jatuh diperpendek, (2) penggunaan

air sesuai standear, (3) cukup ruangan antara tulangan dan acuan, (4) ukurran agregat sesauia

dengan syarat, (5) pemadatan baik.

3. Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan

bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton

mengeras nantinya akan membnetuk selaput (laitance).

Bleeding disebabkan; (1) susunan butir agregat, (2) banyaknya air, (3) kecepatan hidrasi, (4)

proses pemadatan.

Bleeding dapat dikurangi dengan cara; (1) member lebih banyak semen, (2) menggunakan air

sedikit mungkin, (3) menggunakan butir halus lebih banyak.

22

BAB VIII

SIFAT BETON

Secara umum kita melihat bahwa pertumbuhan atau perkembangan industry konstruksi di

Indonesia cukup pesat. Hampir 60% material yang digunakan dalam pekerjaan kontruksi

adalah beton, yang pada umumnya dipadukan dengan baja atau jenis lainnya. Konstruksi

beton dapat dijumpai dalam pembuatan gedung-gedung, jalan, bnedung saluran dan lain-lain.

Agar dapat merancanga kekuatanya dengan baik artinya dapat memenuhi criteria aspek

ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi kekuatan

struktur, seorang perencana beton harus mampu merancang beton yang memenuhi criteria

tersebut.

1. Umur beton

Kekuatan beton akan bertambah sesauai dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton akan

naik secara linier sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikan tidak signifikan.untuk

struktur yang menghendaki kekuatan awal tinggi, maka campuran dikombinasikan dengan

semen khusus atau ditambah dengan bahan kimia tambah. Laju kenaikan umur beton sangat

tergantung dari penggunaan bahan penyusuunya yang paling utama adalah penggunaan bahan

semen karena semen cenderung secara langsung memeperbaiki kinerja beton.

2. Kekuatan tekan beton (f’c)

Kuat tekan beton mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat

kekuatan struktur, semakin tinggi pula mutu betonnya.

Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kekuatan rata-rata

yang disayaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton telah dirancang campurannya

haru sdiproduksi sedemikan rupa sehingga memeperkecil terjadinya beton dengan kuat tekan

lebih rendah dari fc’ seperti yang telah disyaratkan.

3. Factor-faktor yang mempengaruhi kekuatan Tekan Beton

Beberapa factor yang memepengaruhi kekuatan tekan betonn ; (1) proporsi bahan-bahan

penyusunya, (2) metode perancangan, (3) perawatan, (4) keadaan pada saat pengecorana.

4. Campuran Pasta Semen dan Beton

Proses hiddrasi adalah proses yang paling membutuhkan air. Air yang ada dalam campuran

semuanya akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan antara semen dan air merupakan

pasta semen.

5. Metode Pencampuran

23

a. Penentuan Proporsi campuran (MIxDesign)

Proporsi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ditentukan melalui perancangan

beton (mix design)

b. Metode pencampuran (mixing)

Metode pencampuran dari beton diperlukan untuk mendapatkan kelecakan yang baik

sehingga beton dapat dengan mudah dikerjakan. Kemudahan pengerjaan atau workability

pada pekerjaan beton sebagai kemudahan untuk dikerjakan, dituangakan dan dipadatkan

serta dibentuk untuk acuan.

c. Pengecoran

Metode pengecoran akan mempengaruhi kekuatan beton. Jika syarat-sayarat pengecoran

tidak terpenuhi, kemungkinan besar kekuatan tekan beton yang direncanakan tidak

terpenuhi

d. Pemadatan

Pemadatan yang tidak baik akan menyebabkan menurunnya kekuatan beton, karena tidak

terjadinya pencampuran bahan yang tidak homogeny. Pemadatan yang berlebih kan

menyebabakan terjadinya bleeding. Pemadatan harus dilakukna sesuai syarat mutu.

24

6. BETON

Secara umum kita melihat bahwa pertumbuhan atau perkembangan industri

konstruksi di Indonesia cukup pesat, meskipun harus masalah krisis ekonomi. Hampir 60%

material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada

umumnya dipadukan dengan baja (composite) atau jenis lainya. Konstruksi beton dapat

dijumpai dalam pembuatan gedung-gedung, jalan (rigid pavement), bendung, saluran, dan

lainya yang secara umum dibagi menjadi dua yakni untuk konstruksi bawah (under structure)

maupun konstruksi atas (upper structure).

Agar dapat merancang kekuatanya dengan baik, artinya dapat memenuhi kriteria

aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi

kekuatan struktur, seorang perencana beton harus mampu merancang campuran beton yang

memenuhi criteria tersebut. Pengetahuan dasar-dasar material perancangan telah dipelajari

pada bab-bab sebelumnya. Pada bagian ini khusus membahas masalah perancangan dan

pengolahan serta evaluasi beton.

Perancangan beton harus memenuhi criteria perancangan standar yang berlaku.

Peraturan dan tata cara perancangan tersebut antara lain adalah ASTM, ACI, JIS, ataupun

SNI. Metode yang dapat digunakan antara lain Road Note No.4, ACI (American Concrete

Institute), dan cara SK.SNI-T-15-1990-03 atau DoE/PU serta cara coba-coba “Try and

Error”. Perancangan sendiri dimaksudkan untuk mendapatkan beton yang baik harus

memenuhi dua kinerja utamanya, yaitu, kuat tekan yang tinggi (minimal sesuai dengan

rencana) dan mudah dikerjakan (workability). Selain hal tersebut, beton yang dirancang harus

memenuhi kriteria antara lain, tahan lama atau awet (durability), murah (aspect economic

cost) dan tahan aus.

6.1 Terminologi

Menurut pedoman beton 1989, Draft Konsensus (SKBI.1.4.53, 1989:4-5) beton

didefinisikan sebagai campuran semen Portland atau sembarang semen hidrolik yang lain,

agregat kasar dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan. Macam dan jenis

beton menurut bahan pembentuknya adalah beton normal, bertulang, pra-cetak, pra-tekan,

beton ringan, beton tanpa tulangan, beton fiber dan lainya.

Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara lain

dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika

ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton. Penambahan material lain akan

membedakan jenis beton, misalnya yang ditambahkan adalah tulangan baja akan terbentuk

berton bertulang. Proses terbentuknya beton dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Beberapa pengertian dan definisi menurut Pedoman Beton 1989 Draft Konsensus dan

terminologi ASTM-C.125 adalah sebagai berikut :

25

Tabel 6.1 Definisi dan Pengertian

Pasta semen

Mortar

Beton

Beton normal

Beton

bertulang

Beton

Pracetak

Beton

prestress

(pratekan)

Beton ringan

structural

Beton ringan

total atau

beton ringan

berpasir

campuran antara air dengan semen.

pasta semen ditambah dengan agregat halus.

campuran semen Portland atau sembarang semen hidrolik yang lain,

agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan

tambahan.

beton yang menggunakan agregat normal.

beton yang menggunakan tulangan dengan jumlah dan luas tulangan tidak

kurang dari nilai minimum yang disyaratkan, dengan atau tanpa pratekan

dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja

bersama- sama dalam menahan gaya yang bekerja.

elemen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak ditempat yang

berbeda dari posisi akhir elemen dalam struktur.

beton bertulang dimana telah diberikan tegangan dalam untuk mengurangi

tegangan tarik potensial dalam beton akibat pemberian beban yang bekerja.

Beton yang mengandung agregat ringan yang memenuhi ketentuan dan

perysaratan ASTM-C.330 dan mempunyai unit massa kering udara seperti

yang ditentukan oleh ASTM-C.567 tidak lebih dari 1900 kg/cm3.

Beton yang seluruh agregat terdiri dari agregat halus dengan berat normal.

6.2 Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton

akan naiknya secara cepat (linier) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya akan

kecil. Kekuatan tekan beton pada kasus-kasus tertentu terus akan bertambah sampai beberapa

tahun dimuka. Biasanya kekuatan tekan rencana beton dihitung pada umur 28 hari. Untuk

struktur yang menghendaki kekuatan awal tinggi, maka campuran dikombinasikan dengan

semen khusus atau ditambah dengan bahan tambah kimia dengan tetap menggunakan jenis

semen tipe I (OPCI). Laju kanaikan umur beton sangat tergantung dari penggunaan bahan

semen karena semen cenderung secara langsung memperbaiki kinerja tekannya.

26

6.3 Kekuatan Tekan Beton (f’c)

Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi

tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.

Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai sebagai berikut (PB,1989:16).

f’c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)

fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan hasil uji kubus 150 mm atau dari silinder

dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).

fc = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).

f’cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan

perancangan campuran beton (MPa).

S = Devisiasi standar (s) (Mpa).

Beton harus dirancang proporsi campuranya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-

rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah dirancang

campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya

beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f’c seperti yang telah disyaratka. Criteria

penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Standar

Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0.85 f’c untuk kuat tekan rata-rata dua

silinder dan memenuhi f’c +0.82 s untuk rata-rata empat buah benda uji yang berpasangan.

Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan selanjutnya.

6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Tekan Beton

Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton dapat dilihat pada Gambar

6.2 Ada empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton tersebut, yaitu

(1). proporsi bahan-bahan penyusunnya, (2). metode perancangan, (3). perawatan dan, (4).

keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama dipengaruhi oleh lingkungan

setempat.

6.5 Campuran Pasta Semen Segar dan Beton

Proses hidrasi adalah proses yang paling membutuhkan air. Air yang ada dalam

campuran semuanya akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan antara semen dengan air

merupakan pasta semen. Seperti yang dijelaskan dibagian bahan-bahan penyusun beton, air

yang dapat diminum dapat digunakan untuk campuran beton. Namun demikian air yang tak

dapat diminum pun dapat digunakan sebagai campuran beton, asalkan memenuhi syarat mutu

yang disyaratkan. Untuk kasus di Indonesia, air yang digunakan sebagai campuran beton

harus memenuhi syarat baku mutu sesuai dengan BS 3148, 1980 9Ulasan PB, 1989:31) dan

semen terhadap peningkatan kekuatan beton terutama terdapat dalam tiga faktor, yaitu (1).

Faktor air semen, (2). Kehalusan butir dari semen dan (3). Komposisi dari bahan-bahan kimia

semen.

27

6.5.1 Faktor Air Semen (FAS)

Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah mutu

kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa

kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. Nilai FAS yang rendah akan

menyebabkan kasulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan

yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum

yang diberikan sekitar 0.4 dan maksimum 0.65. Rata-rata ketebalan lapisan yang memisahkan

antar partikel dalam beton sangat bergantung pada faktor air semen yang digunakan dan

kehalusan butir semenya. Hubungannya antara FAS dengan kuat tekan beton (Duff Abrams,

1920:220) dinyatakan dalam persamaan f’c=A/(B1.5X

), dimana A, dan Badlah nilai konstanta,

dan X adalah FAS (semula dalam proporsi volume). Pada praktiknya, untuk mengatasi

kesulitan pengerjaan karena rendahnya nilai FAS ini, ditambahkan bahan tambah “Admixture

Concrete” yang bersifat menambah keenceran “Plasticity or Plasticilizer Admixture”.

Menurut Talbot dan Richard (Ilsley, 1942:248) pada rasio air semen 0,2 sampai 0,5,

kekuatan beton akan naik seperti yang terlihat pada Gambar 6.3. Akan tetapi, hasil penelitian

(Abrams,1920) menunjukan bahwa bertambahnya WCR/FAS hingga lebih dari 0.6 akan

menurunkan kekuatan beton sampai mendekati nol pada FAS 4.0 untuk beton yang berumur

28 hari (Gambar 6.4).

Semen Portland akan terus bereaksi dengan air saat pengikatan terjadi. Setalah 24 jam

pada temperatur kamar, 30% - 40% semen biasanya mengalami proses hidrasi, pembentukan

lapisan penutup dengan bertambahnya kepadatan dan ketebalan yang melapisi partikelnya

(Gambar 6.5). Hidrasi partikel klinker yang besar secara parsial dan keseluruhan akan

membentuk beton. Proses pembentukan beton dari saat mulai mengeras sampai umur 90 hari

dapat dilihat pada Gambar 6.5.

6.5.2 Kehalusan Butir Semen

Kehalusan butir semen merupakan sifat fisika dari seme: semakin halus butiran

semen, proses hidrasi semen akan semakin cepat sehingga kekuatan beton akan lebih cepat

tercapai. Semakin halus butir semen, waktu yang diutuhkan seman untuk mengeras semakin

cepat.

6.5.3 Komposisi Kimia

Komposisi kimia semen akan menyebabkan perbedaan dari sifat-sifat semen, secara

tidak langsung akan menyebabkan perbedaan naiknya kekuatan dari beton yang dibuat. Jika

beton menggunakan bahan kimia yang dapat mempercepat waktu pengikatan maka kadar

kimia/senyawa kimia C3S dalam semen harus diberbanyak, jika sebeliknya maka harus

dikurangi.

28

6.6 Sifat dan Karakteristik Campuran Beton

Sifat dan karakteristik campuran beton segar secara tidak langsung akan

mempengaruhi beton yang telah mengeras. Pasta semen tidak bersifat elastis sempurna, tetapi

merupakan viscoelastic-solid. Gaya gesek dalam, susut dan tegangan yang terjadi biasanya

tergantung dari energy pemadatan dan tindakan preventif terhadap perhatianya pada tegangan

dalam beton. Hal ini tergantung dari jumlah dan distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta

semen) dan penanganan pada saat sebelum terjadi tegangan serta kristalin yang terjadi untuk

pembentukkan porinya.

Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperhatikan antara lain adalah

modulus elastisitas beton, kekuatan tekan, permeabilitas dan sifat panas yang akan dijelaskan

pada bab berikutnya.

6.6.1 Sifat dan Karakteristik Bahan Penyusun

Selain kekuatan pasta semen, hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah agregat.

Seperti yang telah dijelaskan, proporsi campuran agregat dalam beton adalah sekitar 70-80%,

sehingga pengaruh agregat akan menjadi besar, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi

tekniknya. Semakin baik mutu agregat yang digunakan, secara linier dan tidak langsung akn

menyebabkan mutu beton menjadi baik, begitu juga sebaliknya. Jika melihat fungsi sgregat

dalam campuran beton hanya sebagai pengisi maka diperlukan suatu sifat yang saling

mengikat dan saling mengisi (interlocking) yang baik, hal ini dapat tercapai jika bentuk

permukaan dan bentuk agregatnya memenuhi syarat yang diberikan baik itu syarat ASTM,

ACI maupun SII.

Agregat yang digunakan dalam beton berfungsi sebagai bahan pengisi, namun karena

prosentase agregat yang besar dalam volume campuran, maka agregat memberikan

konstribusi terhadap kekuatan beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton

terhadap agregat: (1). perbandingan agregat dan semen campuran, (2). kekuatan agregat, (3).

bentuk dan ukuran, (4). tekstur permukaan, (5). gradasi, (6). reaksi kimia dan (7). ketahanan

terhadap panas. Detail mengenai sifat agregat ini dapat dilihat dibuku Seri Bahan-Bahan

Penyusun Beton.

Bahan tambah biasanya hanya digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat beton, baik

saat beton dalam keadaan segar ataupun saat beton mengeras nantinya. Banyaknya dan

komposisi kimai dari bahan tambah akan menyebebkan karakteristik yang berbeda terhadap

kinerja beton yang diharapkan.

6.6.2 Metode Pencampuran

a. Penentuan Proporsi Bahan (Mix Design)

Proposi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ini ditentukan melalui

perancangan beton (mix design). Hal ini dimaksudkan agar proporsi dari campuran

29

dapat memenuhi syarat kekuatan serta dapat memenuhi aspek ekonomis. Metode

perancangan ini pada dasarnya menentukan komposisi dari bahan-bahan penyusun

beton untuk kinerja tertentu yang diharapkan. Penentuan proporsi campuran dapat

digunakan dengan beberapa metode yang dikenal, antara lain: (1). Metode American

Concrete Institute, (2). Portland Cement Association, (3). Road Note, (4). British

Standard, Department of Engineering, (5). Departemen pekerjaan Umum (SK.SNI.T-

15-1990-03) dan (6). Cara coba-coba.

b. Metode pencampuran dari beton diperlukan untuk mendapatkan kelecakan yang baik

sehingga beton dapat dengan mudah dikerjakan. Kemudahan pengerjaan atau

workability pada pekerjaan beton didefinisikan sebagai kemudahan untuk dikerjakan,

dituangkan, dan dipadatkan serta dibentuk dalam acuan (Ilsley, 1942:224).

Kemudahan pengerjaan ini diindikasikan melalui slump test; semakin tinggi nilai

slump, semakin mudah untuk dikerjakan. Namun demikian nilai dari slump ini harus

dibatasi. Nilai slump yang terlau tinggi akan membuat beton kropos setelah mengeras

karena air yang terjebak dalamnya menguap.

Metode pengadukan atau pencampuran beton akan menentukan sifat kekuatan dari

beton, walaupun rencan campuran baik dan syarat mutu bahan telah terpenuhi.

Pengadukan yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya bleeding, dan hal-hal lain

yang tidak dikehendaki.

c. Pengecoran (Placing)

Metode pengecoran akan mempengaruhi kekuatan beton. Jika syarat-syarat

pengecoran tidak terpenuhi, kemungkinan besar kekuatan tekan yang direncanakan

tidak akan tercapai.

d. Pemadatan

Pemadatan yang tidak baik akan menyebabkan menurunya kekuatan beton, karena

tidak terjadinya pencampuran bahan yang homogen. Pemadatan yang berlebih pun

akan menyebabkan terjadinya bleeding. Pemadatan harus dilakukan sesuai dengan

syarat mutu. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melihat manual pemadat yang

digunakan sehingga pemadatan pada campuran beton dapat dilakukan efesien dan

efektif.

6.6.3 Perawatan

Perawatan terutama dimaksudkan untuk menghindari panas hidrasi yang tidak

diinginkan, yang terutama disebabkan oleh suhu. Cara dan bahan serta alat yang digunakan

untuk peralatan akan menentukan sifat dari beton keras yang dibuat, terutama dari sisi

kekuatannya. Waktu– waktu yang dibutuhkan untuk merawat beton pun harus terjadwal

dengan baik.

6.6.4 Kondisi pada Saat Pengerjaan Pengecoran

Kondisi pada saat pekerjaan pengecoran akan mempengaruhi kualitas beton yang

dibuat. Faktor – faktor tersebut antara lain: (1). Bentuk dan ukuran contoh, (2). Kadar air, (3).

Suhu contoh, (4). Keadaan permukaan landasan dan (5). Cara pembebanan. Bahan – bahan

30

penyusun beton serta metode perancangan, pengolahan dan perawatan akan dibahas pada bab

selanjutnya.

31

7. KEBUTUHAN PENYELIDIKAN

Penyelidikan terhadap bahan – bahan penyusun beton dilakukan untuk memahami

sifat dan karakteristik bahan – bahan tersebut serta untuk menganalisis dampaknya terhadap

sifat dan karakteritik beton yang dihasilkan, baik pada kondisi beton segar, beton muda

maupun beton yang telah mengeras. Dua kinerja utama beton yaitu kekuatan dan kemudahan

pekerjaan menjadi perhatian utama, namun aspek ekonomi yang berkaitan dengan keawetan

(durability) juga menjadi perhatian ( Dolch, 1994: 44).

Penyelidikan bahan ini mliputi penyelidikan bahan semen, air, agregat halus, agregat

kasar ataupun penyelidikan bahan tambah. Beberapa standar dapat di adopsi dari prosedur

standar untuk penyelidikan bahan – bahan tersebut, seperti SNI, ASTN, ACI, dsb. Prosedur

yang digunakan pada dasarnya hampir sama untuk semua standar, namun hal tersebut

dipengaruhi pula permintaan pelanggan yang dalam industry kontruksi biasanya tertuang

pada spesifikasi teknis dan syarat – syarat atau permintaan langsung pihak pemilik.

7.1 Proses Penyelidikan

Proses penyelidikan dalam pekerjaan beton meliputi semua tahapan yang dimulai

penyelidikan dan pencarian sumber material, pengambilan contoh uji (sampel), pengujian

bahan, perancangan komposisi, pengadukan, pengambilan contoh uji beton segar, perawatan

ban pengujian beton keras.

7.1.1 Pengambilan Sampel

Sampel atau contoh uji adalah bagian kecil dari suatu kumpulan material dalam

jumlah besar yang sudah berada dalam proses pegapalan, stockpile (penimbunan material),

batch, truk, mobil angkut, atau belt – conveyor. Karakteristik sampel menunjukan sifat dan

karakteristik material yang diuji. Alat ukur dan metode pengambilan sampel dapat mengikuti

aturan statistic. (Edward.et.al, 1994). Pengertian sampel dalam statistic adalah contoh uji

dalam populasi, yaitu sekumpulan sampel uji yang diduga mempunyai sifat dan karakteristik

yang homogeny.

Menurut aturan statistic, metode pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak

(random), tergantung pada populasinya. Teknik pengambilan ini harus memenuhi

karakteristik variabilitas sampel, dengan tetap memperhatikan banyaknya sampel uji yang

dibutuhkan sesuai dengan criteria statistic tersebut.

7.1.2 Perencanaan Sampel

Banyaknya sampel yang diambil tergantung dari banyaknya populasi atau kumpulan

material yang akan diuji. Hal ini biasanya didasarkan pada criteria mengenai beberapa

penyimpangan yang boleh diterima (secara statistic dirumuskan berdasarkan criteria

variabilitas).

32

Sampel yang diambil harus menginformasikan nomor contoh, ukuran, sumber asal

lokasi material, saat pengambilan dan prosedur kebutuhan kasar banyaknya sampel ntuk

pengujian laboratorium. Variasi keseragaman material dalam populasi akan menentukan juga

banyaknya sampel yang dibutuhkan. Semakin tinggi variasinya, semakin banyak sampel yang

dibutuhkan, meskipun harus tetap memperhatikan criteria rata – rata dan standar deviasi yang

diharapkan.

7.2 Prosedur Standar

7.2.1 Standar Nasional

Menurut Standar Nasional Indonesia, pengujian bahan tertuang dalam Pedoman Beton

1989 (draft consensus) mengenai pelaksanaan konstruksi. Ketentuan yang sudah dibakukan

dan menjadi syarat standar antara lain :

Semen, air, dan agregat harus memenuhi ketentuan dalam SK.SNI.S-04-1989-F

spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan ligam) meliputi spesifikasi

tentang perekat hidrolis, air, dan agregat sebagai bahan bangunan. Bahan tambah harus

memenuhi spesifikasi bahan tambahan beton SK.SNI.S-18-1990-03, sedangkan bahan

tambahan pembentuk gelombang harus mengikuti SK.SNI.S-19-1990-03 mengenai

spesifikasi bahan tambahan gelembung untuk udara beton.

Metode perancangan dalam pembuatan beton harus mengikuti tata cara yang

diisyaratkan dalam SK.SNI.T-15-1990-03 untuk perencanaan campuran beton normal.

Perancangan dalam pembuatan beton dengan karakteristik tertentu, misalnya harus kedap air,

tahan sulfat, dan serangan terhadap ion – ion klorida maka harus mengikuti standar

SK.SNI.S-36-1990-03 tentang spesifikasi beton kedap air, SK.SNI.S-37 tentang spesifikasi

beton tahan sulfat dan SK.SNI.M-38-1990-02 tentang spesifikasi kadar ion klorida.

Setelah komposisi bahan penyusun beton didapatkan, maka tahapan pengadukan dan

pengecorannya juga harus mengikuti SK.SNI.T-28-1991-03 tentang tata cara pengadukan dan

pengecoran beton. Beton yang telah diaduk haruslah diambil contoh uji dengan mengikuti

ketentuan SK.SNI.T-16-1991-03 yaitu tata cara pembuatan benda uji untuk pengujian

laboratorium mekanika batuan, selanjutnya beton juga harus dirawat mengikuti ketentuan

SK.SNI M-62-1990-03 tentang metode pembuatan dan perawatan benda uji beton

dilaboratorium. Selanjutnya contoh uji yang telah dirawat dilakukan pengujian tekan, geser,

lentur tergantung kebutuhannya. Beberapa standar yang dapat digunakan untuk pengujian

tersebut antara lain SK.SNI.M-10-1991-03 untuk pengujian kuat tekan uniaxial batu,

SK.SNI.M-08-1991-03 tentang metode pengujian kuat lentur batu memakai gelagar

sederhana dengan system beban titik ditengah, SK.SNI.M-09-1991-03 untuk pengujian geser

langsung dan SK.SNI M-11-1991-03 untuk pengujian modulus elastisitas batu pada tekanan

sumbu tunggal.

33

7.2.2 Standar Lainnya (ASTM)

Beberapa metode yang dapat digunakan menurut standar ASTM dalam pengunduhan

sempel dapat dilihat ditabel 7.1

Tabel 7.1 Standar ASTM untuk Beton dan Pembuatan Material Beton

Deskripsi ASTM

Standard

Practice for Sampling Freshly Mixed Concrete

Method for Sampling and Testing of Hydraulic Cement

Method for Sampling and Testing Fly Ash for Use as an Admixture in Portland

Cement Concrete

Method for Reducing Field Samples of Anggregate to testing Size

Practice for examination and sampling of Hardened Concrete in Contruction

Practice for Sampling Aggregate

Methods for Sampling and Testing Calcium Chloride for Roads and Structural

Applications

Practice for Random Sampling of Contruction Material

Practice for Probability Sampling of Material

Practice for Choice of Sample Size to Estimate The Average Quality of a lot or

Process

Practice for Acceptance of Evidence Based on the Result of Probability

Sampling

C. 172

C. 183

C. 311

C. 702

C. 823

D. 75

D. 345

D. 3665

E. 105

E. 122

E. 141

7.3 Pertimbangan Pengambilan Sampel

Banyaknya sampel uji yang diambil akan mempengaruhi aspek ekonomis.

Pertimbngan aspek ekonomis juga tetap harus mempertimbangkan tingkat variabelitasnya.

Nilai keacakan atau probabilitas sampel yang diijinkan sebagai alat ukur dari tingkat

kepercayaan untuk mengestimasi dari populasi yng diuji. Nilai bias atau untur ssubjektivitas

dalam pengambilan sampel harus diusahakan sedemikian hingga dapat dikurangi atau

dihilangkan.

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan dan perencanaan banyaknya

sampel uji, antara lain dipengaruhi oleh;

a. Kecenderungan perencanaan dalam memilih material yang berat, padat, dan kotor

mengatakan bahwa sampel tidak dapat digunakan. Hal ini lebih banyak karena

kecenderungan subjektivitas atau keputusan perencana sendiri tanpa melalui proses

pengujian awal.

b. Banyak kasus pengambilan sampel tanpa memperhatikan kaidah statistic sehingga

keterwakilan sampel dalam populasi menjadi bias.

c. Kecenderungan peningkatan teknologi yang menyebabkan pengolahan material olebih

dapat homogeny sehingga sampel uji yang diambilpun dapat lebih sedikit karena

teknologi yang digunakan sudah otomatis membagi populasi material dalam

kelompok – kelompok tertentu.

34

7.4 Kualitas Pengujian

Kualitas pengujian sebagai control dalam suatu proses sudah banyak diwujudkan

dalam sebuah standar yang meliputi control terhadap kualitas pengambilan sampel, pengujian

dan evaluasi penerimaan. Selain hal baku tersebut kualitasnya sangat dipengaruhi oleh system

dalam laboratorium itu sendiri. Menurut ISO Guide 49 tentang petunjuk kualitas. Beberapa

hal yang harus dijelaskan (tipikal topic) terhadap hasil pengujian dalam kerangka penulisan

pelaporan hasil pengujian beton meliputi:

a. Daftar isi

b. Kebijakan kualitas

c. Terminology

d. Deskripsi struktur laboratorium

e. Staff

f. Peralatan pengujian, kalibrasi dan peralatan

g. Lingkungan

h. Metode pungujian dan prosedur

i. Updating dan control dari dokumen kualitas

j. Jenis – jenis pengujian

k. Verifikasi

l. Laporan percobaan

m. Pendataan (record)

n. Tanggung jawab dan komentar

o. Sub – kontrak dan kerjasama dengan laboratorium lain

7.5 Hirarki Penyelidikan Beton

Secara hirarki penyelidikan dimulai dari saat pengambilan material di sumbernya

(quarry) yang merupakan penyelidikan pendahulaan. Penyelidikan ini dapat dilakukan

dengan pendekatan – pendekatan praktis. Setelah dilakukan analisis kelayakan maka barulah

diambil sampel ujinya untuk kebutuhan laboratorium. Pengambilan ini mengikuti kaidah

statistic ataupun prosedur baku yang ditentukan. Kemudia dilakukan penyelidikan di

laboratorium. Hasilnya di analisis dan diberikan suatu rekomendasi untuk tahap pengujian

selanjutnya. Jika kelayakan hasil uji laboratorium didapat, berdasarkan karakteristik dan

sifatnya dilakukan tahapan perancangan komposisi, pengadukan dan pengambilan sampel uji

beton segar serta pengambilan contoh uji untuk tahap pengujian beton keras. Secara

sistematik tahapan pengujian ini mengikuti diagram alir seperti gambar 7.1. untuk pekerjaan

beton yang besar.

35

8. PERANCANGAN CAMPURAN

Campuran beton merupakan perpaduan dari komposit material penyusunnya.

Karakteristik dan sifat bahan akan mempengaruhi hasil rancangannya. Perancangan

campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi dan proporsi bahan – bahan

penyusun baton. Proporsi campuran daribahan – bahan penyusun beton ini ditentukan melalui

sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat

memnuhi syarat teknis serta ekonomis. Dalam menentukan proporsi campuran dapat

digunakan seperti metode yang dikenal, antara lain: (1). Metode American Concrete Institute,

(2). Portland Cement Association, (3). Road Note No. 4, (4). British Standard atau

Departement of Enviroment, (5). Departemen Pekerjaan Umum dan (6). Cara coba – coba.

8.1 Kriteria Perencanaan

Perencanaan campuran beton merupakan suatu hal yang komplek jika dilihat dari

perbedaan sifat dan karakteistik bahan penyusunnya. Karena bahan penyusun tersebut akan

menyebabkan variasi dari produk beton yang dihasilkan. Pada dasarnya perancangan

campuran dimaksud-kan untuk menghasilkan suatu proporsi campuran bahan yang optimal

dengan kekuatan yang maksimum. Pengertian optimal adalah penggunaan bahan yang

minimum dengan tetap mempertimbangkan criteria standard an ekonomis dilihat dari biaya

keseluruhan untuk membuat struktur beton tersebut.

Criteria dasar perancangan beton adalh kekuatan tekan dan hubungannya dengan

factor air semen yang digunakan. Criteria ini sebenarnya kontradiktif dengan kemudahan

pengerjaan karena menurut Abram, 1920 (Neville, 1981) untuk menghasilkan kekuatan yang

tinggi penggunaan air dalam campuran beton harus minimum. Jika air yagn digunakan

sedikit, akan timbul kesulitan dalm pengerjaan sesuai dengan pendapat Feret (1896) yang

mempertimbangkan pengaruh rongga (voids).

Criteria lain yang harus dipertimbangakan adalah kemudahan pengerjaan. Seperti

yang disebutkan diatas, factor air-semen yang kecil akan menghasilakan kekuatan yang

tinggi, tetapi kemudahan dalam pengerjaan tak akan tercapai. Perancangan beton tetap harus

mempertimbangkan hal ini, salah satunya dengan menggunakan bahan tambah jenis

plastisizer atau super-plastisizer. Jika pengerjaan beton menggunakan pumping-concrete,

mutlak dibutuhkan keenceran tertentu agar sifat pemompaan beton pada saat pengecoran

dapat berjalan dengan baik.

Pemilihan agregat yang diperlukan juka akan mempengaruhi sifat pengerjaan.

Butiran yang besar akan menyebabkan kesulitan, terutama karena akan menimbulkan

segregasi. Jika itu terjadi kemungkinan terbentuknya rongga- rongga pada saat beton

mengeras akan semakin besar. Selain dua criteria utama tersebut, hal l;ain yang patut

dipertimbangkan adalah keawetan (durability) dan permeabilitas beton sendiri.

8.1.1 Variabilitas

Variabilitas dalam beton akan mempengaruhi nilai kekuatan tekan dalam

perancangan. Pengertian variabilitas dalam kekuatan beton pada dasarnya tercermin melalui

nilai standar defiasi. Asumsi yang digunakan dalam perencanaan bahwa kekuatan beton akan

terdistribusi normal selama masa pelaksanaan yang diambil melalui hasil pengujian

dilaboratorium. Secara umum rumusan mengenai kekuatan tekan dengan mempertimbangkan

variabilitas ditulis sebagai:

f’cr = f’c + k.S

dimana f’cr adalah kekuatan tekan rencana rata – rata, f’c adalah kekuatan tekan rencana. S

nilai standar deviasi dan k adalah suatu konstanta yang diturunkan dari distribusi normal

36

kekuatan tekan yang diijinkan biasanya diambil sebesar 1.64. Nilai k di USA adalah 1.645, di

Inggris dibulatkan menjadi 1.64, sedangakan di Australia 1.65.

beberapa peneliti di komite ACI memberikan nilai dasar k sebesar 1.64 atas variasi

pengujian dari beton normal dengan kekuatan tekan 25 – 55 MPa. Untuk variasi kekuatan

beton dengan nilai lebih besar dari 55 MPa nilai variasi yang digunakan merupakan nilai

variasi yang sebenarnya dari hasil uji statistic.

8.1.2 Keamanan dan Umur Rencana

Nilai keamanan dalam perancangan beton dicerminkan dari batas yang diijinkan

ditolak sebesar 5%, merupakan suatu nilai variabilitas dikalikan dengan nilai standar

penyimpangan yang diduga terjadi. Nilai keamanan dalam rancangan beban dinamakan suatu

nilai tambah (margin).

Kekuatan tekan rencana dalam perancangan didasarkan atas kekuatan tekan

maksimum yang terjadi selama masa pengerasan. Kekuatan tekan beton maksimum biasanya

tercapai setelah umur 28 hari. Umur 28 hari ini dijadikan sebagai umur rencana.

8.2 Metode American Concrete Institute

Metode American Concrete Institute (ACI ) mensyaratkan suatu campuran

perancangan beton dengan mempertimabngkan sisi ekonomisnya dengan memperhatikan

ketersediaan bahan – bahan dilapangan, kemudahan pekaerjaan, serta keawetan dan kekuatan

pekerjaan beton. Cara ACI melihat bahwa dengan ukuran agregat tertentu, jumlah air per

kubik akan menentukan tingkat konsistensi dari campuran beton yang pada akhirnya akan

mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (workability).

8.2.1 Perancangan

Sebelum melakukan perancangan, data – data uyang dibutuhkan harus dicari. Jika

data – data yang dibutuhkan tidak ada, dapat diambil data dari table – table yang telah dibuat

untuk membantu penyelesaian perancangan – ancara ACI. Bagan alir perancangna dengan

metode ACI dapat dilihat pada gambar 8.2.

Pada metode ini, input data perancangan meliputi data standar deviasi hasil pengujian

yang berlaku untuk pekerjaan yang sejenis dengan karakteristik yang sama. Selanjutnya data

tentang kuat tekan rencana, data butir nominal agregat yang akan digunakan, data slump (jika

didinginkan dengan nilai tertentu) , barat jenis agregat, serta karakteristik lingkungan yang

diinginkan.

8.2.2 Langkah Perancangan

1. Hitung kuat tekan rata – rata beton, berdasarkan kuat tekan rencana dan margin,

f’cr=m+f’c

1) M=1.64*Sd, standar deviasi diambil berdasarkan data yang lalu, jika tidak ada

diambil dari table 8.1 berdasarkan mutu pelaksanaan yang diinginkan.

2) Kuat tekan rencana (f’c) ditentukan berdasarkan pencarian atau dari hasil uji

yang lalu.

Tabel 8.1 Nilai Standar Deviasi

Mutu Pelaksanaan (Mpa)

Volume Pekerjaan Baik Sekali Baik Cukup

Kecil (<1000 m3)

Sedang (1000 – 3000 m3)

Besar (>3000 m3)

4.5<sd≤5.5

3.5<sd≤4.5

2.5<sd≤3.5

5.5<sd≤6.5

4.5<sd≤5.5

3.5<sd≤4.5

6.5<sd≤8.5

5.5<sd≤7.5

4.5<sd≤6.5

2. Tetapkan nilai slump, dan butir maksimum agregat

37

1) Slump ditentukan. Jika tidak dapat, data diambil dari table 8.2.

2) Ukuran maksimum agregat dihitung dari 1/3 tebal plate dan data ¾ jarak bersih antar baja tulangan, tendon, bundle bar, atau ducting dan atau 1/5 jarak terkecil bidang

bekisting, ambil yang terkecil, jika tidak ambil dari table 8.3.

Tabel 8.2 Slump yang di Syaratkan untuk Berbagi Konstruksi Menurut ACI

Jenis Konstruksi Slump (mm)

Maksimum* Minimum

Dinding penahan dan pondasi

Pondasi sederhana, sumuran, dan dinding sub struktur Balok dan dinding beton

Kolom structural

Perkerasan dan slab Beton massal

76.2

76.2 101.6

101.6

76.2 50.8

25.4

25.4 25.4

25.4

25.4 25.4

*) Dapat ditambahkan sebesar 25.4 mm untuk pekerjaan beton yang tidak menggunakan biraton,

tetapi menggunakan metode konsolidasi

Tabel 8.3 Ukuran Maksimum Agregat

Dimensi Minimum, mm Balok/kolom Plat

62.5

150 300

750

12.5 mm

40 mm 40 mm

80 mm

20 mm

40 mm 80 mm

80 mm

3. Tetapkan jumlah air yang dibutuhkan berdasarkan ukuran maksimum agregat dan nilai slump

dari Tabel 8.4

Tabel 8.4 Perkiraan Air Campuran dan Persyaratan Kandungan Udara untuk Berbagai Slump dan Ukuran Nominal Agregat Maksimum

Slump (mm) Air (lt/m3)

9.5

mma)

12.7

mma)

19.1

mma)

25.4

mma)

38.1

mma)

50.8

mma)

76.2

mmbc)

152.4

mm bc)

25.4 s/d 50.8

76.2 s/d 127

152.4 s/d 177.8 Mendekati

jumlah

kandungan udara

dalam beton air entrained (%)

210

231

246

3.0

201

219

231

2.5

189

204

216

2.0

180

195

204

1.5

165

180

189

1.0

156

171

180

0.5

132

147

162

0.3

114

126

-

0.2

25.4 s/d 50.8 76.2 s/d 127 152.4 s/d 177.8 Kandungan udara total rata-rata yang disetuju –d) (dalam persen)

183 204 219

177 195 207

168 183 195

162 177 186

150 165 174

144 159 168

123 135 156

108 120

-

Diekspose sedikit Diekspose menengah Sangat ekspose

4.5

6.0 7.5

4.0

5.5 7.0

3.5

5.0 6.0

3.0

4.5 6.0

2.5

4.5 5.5

2.0

4.0 5.0

1.5 e,f) 3.5 e,f)

4.5 e,f)

1.0 e,f) 3.0 e,f) 4.0 e,f)

38

Keterangan:

a) Banyaknya air campuran di sini dipakai untuk menghitung factor air semen untuk

suatu campuran percobaan (trial batch). Harga-harga ini adalah maksimal butirnya 1.5

in (44 mm, untuk suatu agregat kasar bentuk dan gradasinya cukup baik dan dalam

batas yang diterima oleh spesifikasi.

b) Nilai slump untuk beton yang mengandung agregat dengan ukuran maksimum 1.5

inch (38.1 mm atau 40 mm) ini adalah berdasarkan percobaan-percobaan yang dibuat

setelah membung partikel agregat yang lebih besar dari 38 atau 40 mm.

c) Banyaknya ait campuran di sini dipakai untuk menghitung factor air semen untuk

suatu campuran percobaan (trial batch). Jika digunakan butiran maksimum agregat 3

inch (76.2 mm) atau 6 inch (152.4 mm). Harga-harga ini adalah maksimal untuk suatu

agregat kasar bentuk dan gradasinya cukup baik dari halus sampai kasar.

d) Rekomendasi lainya tentang kandungan air dan toleransi yang diperlukan untuk

control di lapangan tercantum dalam sejumlah dokumen ACI, seperti ACO 201, 345,

318, 301, dan 302. Batas-batas kandungan air dalam betonjuga diberikan oleh ASTM

C-94 untuk beton ready mix. Persyaratan-persyaratan ini bias saja tidak sama untuk

masing-masing peratura, sehingga perancangan beton perlu ditinjau lebih lanjut dalam

menentukan kandungan air yang memenuhi syarat untuk pekerjaan yang juga

memenuhi syarat peraturan.

e) Untuk beton yang menggunakan agregat lebih besar dari 1.5 inch (40 mm) dan

tertahan di atasnya, prosentase udara yang diharapkan pada 1.5 in, dikurangi material

ditabelkan dikolom 38.1. Akan tetapi, dalam perhitungan komposisi awal seharusnya

kandungan udara juga ada sebagai suatu persen keseluruhan.

f) Jika menggunakan agregat besar pada beton dengan FAS besar, gelembung yang ada

biasa saja tidak mengurangi kekuatan. Dalam banyak hal, persyaratan air campuran

akan berkurang jika FAS bertambah, artinya pengaruh reduksi kekuatan akibat air

entrained akan berkurang.

g) Harga-harga ini berdasarkan criteria 9% udara diperlukan pada fase mortar. Jika

volume mortar sangat berbeda dengan yang ditentukan dalam rekomendasi praktisini,

besarnya dapat dihitung dengan mengambil 9% dari volume mortar sesungguhnya.

4. Tetapkan nilai Faktor Air Semen dari Tabel 8.5. Untuk nilai kuat tekan dalam Mpa

yang berada diantara nilai yang diberikan dilakukan interpolasi.

Tabel 8.5 Nilai Faktor Air Semen

Kekuatan Tekan 28 hari*

(Mpa)*

FAS

Beton Air-entrained

Beton Non Air-entrained

41.4

34.5 27.6

20.7

13.8

0.41

0.48 0.57

0.68

0.62

-

0.4 0.48

0.59

0.74

*) Besar kekuatan tekan diestimasi atas beton yang mempunyai kandungan udara tidak

melebihi seperti yang tercantum dalam Tabel 3.4. Untuk harga FAS yang konstanta, kekuatan

tekan beton akan berkurang jika kandungan udara bertambah. Kekuatan ini berdasarkan beton

yang kelembabannya dijaga (curing) pada temperature 23±1.70C, sesuai dengan ASTM C-31

39

“membuat dan merawat benda uji tekan dan lentur dilapangan”, dengan uji silinder diameter

150 mm, tinggi 300 mm.

5. Hitung semen yang diperlukan dari langkah (8.1.2.3) dan (8.1.2.4), yaitu jumlah air

dibagi dengan factor air semen.

6. Tetapkan volume agregat kasar berdasarkan agregat maksimum dan Modulus Halus

Butir (MHB) agregat halusnya sehingga didapat persen agregat kasar (Tabel 8.6). jika

nilai Modulus Halus Butirnya berada di antaranya, maka dilakukan interpolasi.

Volume agregat kasar = persen agregat kasar dikalikan dengan berat kering agregat

kasar.

7. Estimasikan berat beton segar berdasarkan Tabel 8.7, kemudian hitung agregat halus,

yaitu berat beton segar (berat air + berat semen + berat agregat kasar)

8. Hitung proporsi bahan, semen, air, agregat kasar dan agregat halus, kemudian koreksi

berdasarkan nilai daya serap air pada agregat.

1) Semen didapat dari langkah 8.1.2.5

2) Air didapat dari langkah 8.1.2.3

3) Agregat kasar didapat dari langkah 8.1.2.6

4) Agregat halus didapat dari langkah 8.1.2.7, dikurangi langkah [(8.1.2.3) +

(8.1.2.5) + (8.1.2.6)]

9. Koreksi Proporsi Campurannya.

Tabel 8.6 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton

Ukuran

Agregat Maks

(mm)

Volume Agregat kasar kering* persatuan volume untuk berbagai

Modulus halus butir

2.40 2.60 2.80 3.00

9.5

12.7

19.1

25.4

38.1

50.8

76.2

152.4

0.50

0.59

0.66

0.71

0.75

0.78

0.82

0.87

0.48

0.57

0.64

0.69

0.73

0.76

0.80

0.85

0.46

0.55

0.62

0.67

0.71

0.74

0.78

0.83

0.44

0.53

0.60

0.65

0.69

0.72

0.76

0.81

*) volume ini didasarkan atas agregat kasar kondisi kering oven (dry – rodded) sesuai dengan

ASTM C-29, “Satuan Berat Agregat”. Volume ini dihasilkan dari hubungan empiris yang

menghasilkan beton dengan tingkat kemudahan pengerjaan yang tinggi, cocok untuk beton

biasa. Untuk beton yang kurang mudah dikerjakan dalam syarat konstruksi maka nilai ini

dapat dinaikkan sekitar 40%. Untuk beton yang lebih mudah dikerjakan kandungan agregat

kasarnya dapat dikurangi sekitar 10%, apabila nilai slump dan FAS telah dipenuhi.

40

Tabel 8.7 Estimasi Berat Awal Beton Segar* (kg/m3)

Ukuran Agregat Maks

(mm)

Beton Air - Entrained Beton Non Air - Entrained

9.5

12.7

19.1

25.4

38.1

50.8

76.2

152.4

2,304

2,334

2,376

2,406

2,442

2,472

2,496

2,538

2,214

2,256

2,304

2,340

2,376

2,400

2,424

2,472

*) Harga – harga yang dicantumkan adalah untuk beton dengan semen sedang (Bj 3.14) dan

agregat sedang (bj 2.7). Persyaratan air campuran dengan slump 3 – 4 in atau 76.2 mm – 12.5

mm, table 5.5.2, ASTM C.143.

8.2.3 Kekurangan dan Kelebihan

1) Cara ini merupakan cara coba – coba (eksperimental) untuk memperoleh proporsi

bahan yang menghasilkan konsistensi. Jika dipakai agregat yang berbeda akan

menyebabkan konsistensi yang berbeda juga.

2) Nilai Modulus Halus Butir (MHB) sebenarnya kurang menggambarkan gradasi akibat

yang tepat. Untuk agregat dengan berat jenis yang berbeda, perlu dilakukan koreksi

lagi.

8.2.4 Contoh Hitungan

Rencanakan campuran beton dengan menggunakan data – data sebagai berikut.

Direncanakan sebuah balok struktur untuk pekerjaan beton dengan volume pekerjaan

sekitar 800 m3, dengan mutu 25 Mpa. Pengawasan pelaksanaan baik. Direncanakan

dengan menggunakan butiran maksimum agregat sebesar 40 mm. Data analisis saringan

tercantum dalam tabel 8.8. Hasil pengujian laboratorium memberikan berat satuan

agregat kering tungku sebesar 1600 kg/ m3. Daya serap air agregat kasar sebesar 3419%

dan agregat halus sebesar 2004%.

Tabel 8.8 Analisa Saringan Agregat Halus

Saringan (mm) Berat Tertinggal (gram)

9.52

4.76

2.4 1.1

0.6

0.3

0.15

0

100 220

350

780 590

360

100

Jumlah 2500

41

Penyelesaian :

Tabel 8.9 Menghitung Modulus Halus Butir dan Kontrol Syarat Mutu ASTM C.33

Saringan

(mm)

Butiran

Tertinggal

% tinggal

Kumulatif

Butiran Lolos Syarat

ASTM C.33

Gram % % Kumulatif

9.52 4.76

2.4

1.1 0.6

0.3

0.15

0 100

220

350 780

590

260 100

0.0 4.0

8.8

14.0 31.2

23.6

14.4 4.0

0.0 4.0

12.8

26.8 58.0

81.6

96.0 -

100.0 96.0

87.2

73.2 42.0

18.4

4.0 -

100 95

80

50 25

10

2 -

100

95 – 100 80 – 100

50 – 85

25 – 60 10 – 30

2 – 10

Jumlah 2500 279.2

Dari hasil hitungan analisis saringan agregat halus, syarat gradasi yang diberikan oleh

ASTM C.33 telah terpenuhi. Didapat Modulus Halus Butirnya, yaitu persentase

kumulatif yang tertinggal pada satu set ayakan dibagi dengan seratus, didapat sebesar

279.2/100=2.792 yang dibulatkan menjadi 2.8

LANGKAH PERTAMA. (8.1.2.1)

Menghitung kuat tekan rata – rata (f’er)

Volume pekerjaan 800 m3 < 1000 m

3

Pengawasan mutu pelaksanaan baik → dari tabel 8.1,

Standar deviasi 5.5 < s ≤ 6.5 diambil s = 6 MPa.

f’er= f’er + m

m= 1.64 s → m= 1.64x6=9.84 Mpa.

f’ er= 25+9.84=34.84 MPa

LANGKAH KEDUA. (8.1.2.2)

Menentukan nilai slump dan agregat maksimum

Dari Tabel 8.2 untuk kontruksi balok, slump diambil 101.6 mm, agregat maksimum

ditentukan 40 mm.

LANGKAH KE – TIGA (8.1.2.3)

Jumlah air yang dibutuhkan tercantum dalam Tabel 8.4. berdasarkan nilai slump dan agregat

maksimum, didapat 180 lt/m3.

LANGKAH KE – EMPAT (8.1.2.4)

FAS yang dibutuhkan berdasarkan nilai kekuatan tekan estimasi beton umur 28 hari dengan

f’er 34.84 MPa (34.5) dalam Tabel 8.5 adalah 0.48.

LANGKAH KE – LIMA (8.1.2.5)

Semen yang dibutuhkan, (3) : (4) → 180/0.48 = 375kg

LANGKAH KE – ENAM (8.1.2.6)

Tentukan volume agregat kasar berdasarkan MHB agregat halus dan ukuran maksimum

42

agregat (Tabel 8.6). MHB = 2.8 dan ukuran maksimum 40 mm (38.1 mmby ASTM),

didapat nilai 0.71. berat agregat kasar = 0.71 x 1.600 kg/m3 = 1137.42 kg/m

3, dibulatkan

menjadi 1137 kg/m3

LANGKAH KE – TUJUH (8.1.2.7)

Estimasi berat beton segar berdasarkan ukuran maksimum agregat 40 mm (38.1 mm),

beton air – entrained Tabel 8.7, didapat 2.442 kg/m3. Didapat berat agregat halus,

2442 (375+180+1137) = 750 kg/m3.

LANGKAH KE – DELAPAN (8.1.2.8)

Proporsi campuran beton per meter kubik

SEMEN = 375 kg

AIR = 180 Liter

AGREGAT KASAR = 1137 Kg

AGREGAT HALUS = 750 Kg

Jumlah = 2442 Kg

LANGKAH KE – SEMBILAN (8.1.2.9)

Koreksi proporsi campuran beton per meter kubik

AGREGAT KASAR (Daya serap air 3.419%) → 1137 x 1.03419 = 1175.87 dibulatkan

menjadi 1176 kg. AGREGAT HALUS (Daya serap air 2.004%) → 750 x 1.02004=765,03

dibulatkan menjadi 765 kg. AIR menjadi, 180 – [(0.02004X750) + (0.03419X1137)] = 126.09

liter, dibulatkan menjadi 126 liter.

SEMEN = 375 Kg

AIR = 126 Liter

AGREGAT KASAR = 1176 Kg

AGREGAT HALUS = 765 Kg

Jumlah = 2442 Kg

Kesimpulan :

Campuran ini kemungkinan sulit untuk dikerjakan jika proporsi airnya tidak ditambah dan

atau tidak menggunakan vibrator untuk memadatkannya. Untuk mempermudah hitungan

sebaiknya digunakan tabulasi.

8.3 Metode Road Note No.4

Cara perancangan ini disimpulkan dari hasil penelitian Glanville.,et.al, yang ditekankan pada

pengaruh gradasi agregat terhadap kemudahan pengerjaan.

8.31 Langkah Perancangan

Secara umum langkah perancangan dengan menggunakan metode ini adalah sbb :

1. Hitung kuat tekan rata – rata rencana, berdasarkan kekuatan tekan rencana dan nilai margin

1) Nilai margin (m) = 1.64 * Standar Deviasi

2) Nilai standar deviasi ditentukan dari data yang lalu atau diambil dari Tabel 8.10

berdasarkan tingkat pengendalan mutu pekerjaan.

43

Tabel 8.10 Deviasi Standar

Tingkat pengendalian mutu pekerjaan S (MPa)

Memuaskan

Sangat Baik

Baik

Cukup

Jelek

Tanpa Kendali

2.8

3.5

4.2

5.6

7.0

8.4

2. Tentukan FAS, dari grafik 8.3 dan berdasarkan keawetan Tabel 8.11 Pilih nilai yang terkecil

Tabel 8.11 Persyaratan FAS

Jenis Beton Kondisi Lingkungan *)

FAS Maks

Beton bertulang biasa

Ringan

Sedang

Berat

0.65

0.55

0.45

Pra - tegang

Ringan

Sedang

Berat

0.65

0.55

0.45

Beton tak bertulang

Ringan

Sedang

Berat

0.70

0.60

0.50

*) Ringan : Terlindung dari cuaca

Sedang : Terlindung dari hujan deras, Tertanam dalam tanah dan selamanya terendam air.

Berat : Terkena air laut, air payau, mengalami pergantian basah dan kering.

3. Buat Proporsi agregat dari masing – masing fraksi (perbandingan antara agregat halus dengan

agregat kasar), sehingga masuk dalam salah satu kurva dalam grafik 8.3.1 sampai 8.3.4

ASTM C-33.

4. Tetapkan proporsi antara agregat dengan semen berdasarkan tingkat kemudahan pengerjaan,

diameter maksimum agregat, bentuk dan FAS (Tabel 8.1.2).

5. Hitung proporsi antara semen, air, dan agregat dengan dasar FAS dan proporsi antara agregat

semen yang diperoleh dari langkah (8.2.1.2) dan (8.2.1.4)

Tabel 8.12 Proporsi Agregat dengan Semen (berat)

Jenis Agregat Kasar Ukuran Maksimum FAS Agregat/Cement (A/C)

Alami 40 mm

0.35

0.40

0.45

0.50

0.55

2.9

4.3

5.7

7.1

8.1

Di Pecah 40 mm 0.40 3.2

44

0.45

0.50

0.55

0.60

0.65

3.9

4.7

5.4

6.1

6.8

Alami 20 mm

0.35

0.40

0.45

0.50

0.55

0.60

2.8

3.9

5.0

5.9

7.4

8.0

Di Pecah 20 mm

0.35

0.40

0.45

0.50

0.55

0.60

0.65

0.70

2.3

2.9

3.4

3.9

4.5

4.9

5.4

5.8

6. Kebutuhan dasar daribeton dihitung dari volume absolute, prinsip hitungan ialah volume

beton padat sama dengan jumlah absolute volume bahan-bahan dasarnya. Proporsi campuran

dapat dihitung jika diketahui:

γs = berat jenis semen

γag.h = berat jenis agregat halus

γag.k = berat jenis agregat kasar

γair = berat jenis air

V = prosentase udara dalam beton

S = berat semen yang diperlukan dalam 1 m3.

Dengan menghitung berdasarkan harga semen.

3

.

.

.

.

.

.1.01.0

.mv

Y

SA

YY

P

YY

P

YY

S

airairkAg

S

kAg

airhAg

S

hAg

airs

8.3.2 Kekurangan dan kelebihan

1) Gradasi yang tersedia pada langkah ketiga (8.2.1.3) dimana ada empat kurva, kenyataannya

sulit untuk dipenuhi dilapangan.

2) Bentuk agregat pada langkah keempat (8.2.1.4) agak sulit dibedakan (antarabulat dengan

tidak teratur). Kesulitan lain jika digunakan campuranantara agregat alami dengan batu pecah.

8.3.3 Contoh Hitungan

Rencanakan campuran beton dengan menggunakan data-data sebagai berikut. Direncanakan

sebuah balok struktur untuk pekerjaan beton dengan mutu 25 Mpa. Pengawasan pelaksanaan baik.

45

Agregat maksimum sebesar 40 mm. data analisis saringan didapat dalam Tabel 8.13. hasil pengujian

laboratorium memberikan data sebagai berikut:

Tabel 8.13 Analisa Saringan Agregat

Saringan (mm) Berat Tertinggal (gram)

Agregat Halus Agregat Kasar

50.0

37.5

19.0

9.52

4.76

2.4

1.1

0.6

0.3

0.15

sisa

0

0

0

0

90

135

240

240

175

105

15

0

0

1620

340

400

140

0

0

0

0

0

Jumlah 1000 2500

Data-data lainya,

γs = berat jenis semen = 3.14

γag.h = berat jenis pasir = 2.72

γag.k = berat jenis bt.pecah (JPK) = 2.66

γair = berat jenis air = 1.00

V = prosentase udara dalam beton = 2.00%

Modulus haluscampuran antara agregat alami dengan batu pecah.

Penyelesaian:

LANGKAH 1 (8.2.1.1)

Menghitung kuat tekan rata-rata rencana.

Kuat rencana (f’c) = 25 Mpa, dari tabel 8.10 di dapat nilai s=4.2, jadi m=1.64x4.2=6.888 mpa, maka f’cr=25+6.888=31.888 Mpa, di bulatkan menjadi 31 Mpa.

LANGKAH 2 (8.2.1.2)

Menghitung FAS

Berdasarkan jenis konstruksi. Balok merupakan konstruksi beton bertulang biasa.

Untuk kondisi sedang, tabel 8.11, didapat 0.55. Dari Gambar 8.3, dengan f’cr=32 Mpa pada

umur 28 hari menggunakan semen biasa. Di dapat FAS=0.48. dari kedua nilai FAS ini yang

terkecil yang dipakai, yaitu Fas=0.48.

LANGKAH 3 (8.2.13)

Menghitung perbandingan agregat kasar dan halus data Tabel 8.14

46

Tabel 8.14 Modulus halus butir

Saringan

(mm)

Berat tertinggal (gram)

Berat tertinggal (%)

Ag.Halus Ag.Kasar

Ag.Halus Ag.Kasar Persen Kumulative Persen Kumulative

50 37.5

19

9.52 4.76

2.4

1.1 0.6

0.3

0.15

sisa

0 0

0

0 90

135

240 240

175

105

15

0 0

1620

340 400

140

0 0

0

0

0

0 0

0

0 9

14

24 24

18

11

2

0 0

0

0 9

23

47 71

88

99

-

0 0

65

14 16

6

0 0

0

0

-

0 0

65

78 94

100

100 100

100

100

-

Jumlah 1000 2500 100 335.00 100.00 737.60

Di dapat:

MHB Agregat halus = 335/100 = 3.350

MHB Agregat halus = 737.60/100 = 7.376

Perbandingan antara agregat halus dengan agregat kasar dapat dicari dengan memasukan

MHB campuran antara 5 – 6.5, melalui cara coba-coba. Jika hasil gradasi campuran telah

memenuhi syarat gradasi yang ditetapkan, barulah dapat dihitung perbandingan agregat

campuran. Agar pekerjaan ini lebih cepat,sebaliknya digunakan alat bantu computer dan

“preadsheet program” seperti Lotus ataupun Excel.

Misalkan dicoba agregat campuran yang mempunyai MHB 6.25

W=[(K-C)/(C-P)]X100%=[(7.376-6.25)/(6.25-3.35)]X100%=38.82758621%,dibulatkan

menjadi 38%

Jadi Ag.H:Ag.K=1:2.58, gradasi campurannya dihitung dengan Tabel 8.15.

Tabel 8.15 perbandingan agregat halus dan kasar

Saringan

(mm)

Berat Tertinggal

(gr) Berat Lolos (gr) Persen Lolos (%)

Ag. Halus

Ag. Kasar

Ag.H Ag.K Ag.H Ag.K Ag.H*

1 Ag.K*X2.58

Ag.H+Ag.K

Gradasinya

Agregat campuran

(0) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(5)

x=P

(8)=(6)

xK

(9)=(7)

+(8)

(10)=(9)/3.

58

50

37.5

19

9.52

4.76

2.4

0

0

0

0

90

135

0

0

1620

340

400

140

1000

1000

1000

1000

910

775

2500

2500

880

540

140

0

100

100

100

100

91

78

100

100

35

22

6

0

100

100

100

100

91

78

258

258

91

56

14

0

358

358

191

156

105

78

100

100

53

44

29

22

47

1.1

0.6

0.3

0.15

sisa

240

240

175

105

15

0

0

0

0

0

535

295

120

15

-

0

0

0

0

-

54

30

12

2

-

0

0

0

0

-

54

30

12

2

-

0

0

0

0

-

54

30

12

2

-

15

8

3

0

-

Jumlah 1000 2500

Gradasi csmpursn kolom (10) diplotkan pada grafik 8.3.1 untuk butir maksimum 40

mm (syarat ASTM C-33). Setelah diplotkan memenuhi syarat, yaitu masuk antara

kurva(1) dan kurva(2).

Dari sini dapat dijelaskan bahwa agregat campuran diharapkan nantinya dapat

menghasilkan campuran yang baik namun akan memerlukan lebih banyak semen dan

air.

LANGKAH 4 (8.2.1.4)

Menghitung proporsi A/C

Agregat menggunakan agregat pecahan dengan butir maksimum 40 mm dan FAS

0.48. dari Tabel 8.12 didapat nilai untuk FAS=0.45 → 4.7. Jadi, untuk FAS=0.48 dilakukan

interpolasi dan didapat A/C={[(4.7-3.9)/(0.5-0.45)]x(0.48-0.45)}+3.9=4.38.

LANGKAH 5 (8.2.1.5)

Menghitung proporsi Campuran, Agregat/Cement (A/C)=4.39

LANGKAH 6 (8.2.1.6)

Menghitung kebutuhan bahan dasar

Diketahui:

γs = berat jenis semen = 3.14

γag.h = berat jenis pasir = 2.72

γag.k = berat jenis bt.pecah (JPK) = 2.66

γair = berat jenis air = 1.00

V = prosentase udara dalam beton = 2.00%

S = berat semen yang diperlukan dalam 1 m3.

Perbandingan campuranya:

Semen : Pasir : Krikil : Air = 1 : proporsi Ag.H : Proporsi .Ag.K : Air

Maka nilai semen (S) dapat dihitung dari persamaan berikut. Kebetuhan air, agregat halus,

dan agregat kasar dihitung dari hasil hitungan semen.

3

.

.

.

.

.

.1.01.0

.mv

Y

SA

YY

P

YY

P

YY

S

airairkAg

S

kAg

airhAg

S

hAg

airs

(S/3.14)+[(4.39*38%*S)/2.72]+[(4.39*62%*S)/2.62]+(0.48S/1)+(0.01*2%)=1

S=0.9990/2.435 = 0.410 ton = 410 kg

48

.

Untuk 1 m3. beton segar

Semen = 401 Kg

Air 410*0.48 = 197 liter

Agregat Halus 4.39*410*38% = 684 Kg

Agregat Kasar 4.39*410*62% = 1116 Kg

Jumlah = 2407 Kg

Kesimpulan;

- Hasil hitungan proporsi beton harus dikoreksi kembali akibat daya serap air.

- Hasil hitungan memperlihatkan bahwa komposisi semen cukup tinggi. Hal ini terjadi

karena gradasi campuran berada pada daerah antara kurva (1) dan (2). Agar

didapatkan semen yang rendah (minimal) maka proporsi campuran diubah kembal.

8.4 Metode Standar Nasional Indonesia SK.SNI.T-15-1990-03

Perancangan cara inggris atau dikenal dengan metode Departemen pekerjaan Umum yang

tertuang dalam SK.SNI.T-15-1990-03 “Tata Cara pembuatan Rencana CAmpuran Beton normal”

merupakan adopsi dari cara Depertment of Environment (DoE), Building Research Establishment,

Britain.

8.4.1 Syarat Perancangan

8.4.1.1 kuat tekan rencana (Mpa)

Beton yang dirancang harus memenuhi persyaratan kuat tekan rata-rata, yang memenuhi

syarat berdasarkan data deviasi standar hasil uji kuat tekan yang lalu (umur 28 hari) untuk kondisi dan jenis konstruksi yang sama. Persyaratan kuat tekan didasarkan pada hasil uji kuat tekan silinder. Jika

menggunakan kuat tekan dengan hasil iji kubus berisi 150 mm, maka hasilnya harus dikonversi

menggunakan persamaan: F’c=[0.76+0.2 Log (f’ck/15)]f’ck,

Dimana:

F’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan, Mpa. F’ck = kuat tekan beton, Mpa, dari uji kubus beton berisi 150 mm.

Data kuat tekan sebagai tekan sebagai dasar perancangan, dapat menggunakan hasil uji

kurang dari 28 hari berdasarkandata rekaman yang lalu untuk kondisi pekerjaan yang sama dengan karakteristik lingkungan dan kondisi yang sama. Jka menggunakan hal ini maka dalam perancangan

harus disebutkan (dalam gambar atau dalam uraian lainya), dan hasilnya dikonversi untuk umur 28

hari berdasarkan tabel 8.16 (PB,1989:16).

Tabel 8.16 Perkembangan kuat tekan untuk Semen Portland Tipe I

Umur beton (hari) 3 7 14 21 28

Semen Portland Tipe I 0.46 0.70 0.88 0.96 1.00

8.4.1.2 Pemilihan proporsi campuran

Rencana kekuatan beton didasarkan pada hubungan antara kuat tekan dengan faktor

air sermen. Pemilihan proporsi campuran campuran beton harus memenuhi syarat atau

ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

49

1) Untuk beton dengan kuat tekan f’c lebih dari 20 MPa, proporsi campuran percobaan

harus didasarkan pada campuran berat (weight batching), (PB,1989:17),

2) Untuk beton dengan kuat tekan f’c hingga 20 Mpa, proporsi campuran percobaan

boleh didasarkan pada campuran volume (volume batching-ASTM C.685). penakaran

volume harus didasarkan pada proporsi campuran dalam berat yang dikonversikan ke

dalam volume (bulking) dari masing-masing bahan (PB,1989:17).

3) Khusus untuk beton yang direncanakan mempunyai kekuatan sebesar 10 MPa., bila

pertimbangan praktis dan kondisi setempat tidak memungkinkan pelaksanaan beton

dengan mengikuti prosedur perancangan proporsi campuran (PB,1989:17), dapat

digunakan perbandingan 1PC:2Agregat Halus:3Agregat Kasar, dengan nilai slump

beton tidak boleh melebihi 100 mm.jika beton tersebut digunakan untuk struktur yang

kedap air, dapat digunakan perbandingan 1PC:1.5Agregat Halus:2.5Agregat kasar.

8.4.1.3 Bahan campuran

Bahan yang digunakan dalam campuran harus memenuhi syarat standar yaitu (1). Air

harus memenuhi syarat yang berlaku, dalam hal ini tertuang dalam SK.SNI.S-04-1989-F

tentang Spesifikasi Air Sebagai Bahan Bangunan. Air yang dapat diminum dapat langsung

digunakan, jika tak memenuhi syarat atau tak dapat diminum, air yang digunakan harus

memenuhi syarat uji perbandingan kekuatan tekan dengan menggunakan bahan dari air

standar, minimal memenuhi syarat 90% kuat tekanya. Perbandinganya campuran dibuat dan

diuji berdasarkan syarat uji ASTM C.109, “Test Methods for Compressive Strength of

Hydraulic Cement mortars (using 50 mm cube specimens)”. (2). Semen harus memenuhi

syarat SII-0013-81, tentang “Mutu dan Cara Uji Semen Portland” atau SK.SNI.S-04-1989-F

“Spesifikasi Bahan Perekat Hidrolis sebagai bahan Bangunan”. (3). Agregat harus memenuhi

syarat SII-0052-80 tentang “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” atau SK.SNI-S-04-1989-F,

“Spesifikasi Agregat sebagai Bahan Bangunan” (4). Bahan tambah yang digunakan harus

memenuhi syarat SK.SNI.S-18-1990-03 “Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton” atau

SK.SNI.S-19-1990-03 jika mengguakan bahan tambahan gelembung udara.

8.4.2 Perhitungan Proporsi Campuran

8.4.2.1 Kuat tekan rata – rata yang direncanakan

Nilai standar deviasi didapat dari hasil pengujian yang lalu untuk kondisi pekerjaan

dan lingkungan yang sama dengan benda uji yang lebih besar dari 30 benda uji berpasangan.

Jika jumlah beda uji lebih kecil dari 30, harus dilakukan koreksi dan apabila tidak ada sama

sekali maka diambil nilai tambahnya sebesar 12 MPa. Menurut rumusan :

1

1

2

n

xxi

s

n

i

Dimana S adalah standar deviasi, ix adalah kuat tekan beton yang didapat dari hasil

pengujian untuk masing – masing benda uji, x adalah kuat tekan rata – rata dan n adalah

jumlah data. Data hasil uji yang akan digunakan untuk menghitung standar deviasi harus

memnuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut.

50

1) Mewakili bahan – bahan, prosedur pengawasan mutu, dan produksi tang serupa

dengan pekerjaan yang diusulkan.

2) Mewakili kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) yang nilainya dalam batas ±7 MPa

dari nilai f’c yang ditentukan.

3) Paling sedikit terdiri dari 30 hasil uji yang berurutan atau dua kelompok hasil uji

berurutan yang jumlahnya minimum 30 hasil uji, diambil dalam produksi selama

jangka waktu tidak kurang dari 45 hari.

4) Bila suatu produksi beton tidak mempunyai data hasil uji yang memenuhi persyaratan,

tetapi hanya ada sebanyak 15 sampai 29 hasil uji yang berurutan, maka nilai deviasi

standar dikalikan dengan factor pengali dalam Tabel 8.17.

5) Bila data hasil uji kurang dari 15, maka kuat tekan rencana yang ditargetkan diambil

sebesar f’c + 12 MPa.

Tabel 8.17 Faktor Pengali untuk Deviasi Standar

Jumlah Penguji Faktor Pengali Deviasi Standar

Kurang Dari 15

15

20

25

30 atau lebih

Lihat butir 1.5.4.1 (1)

1.16

1.08

1.03

1.00

Catatan : nilai yang berada di antaranya di lakukan interpolasi.

8.4.2.2 Nilai tambah atau margin

Nilai tambah atau margin dihitung menurut rumus m = k x s, dimana m adalah nilai

tambah, k adalah tetapan statistik yang nilainya tergantung pada prosentase hasil uji yang

lebih rendah dari f’c (dalam hal ini diambil 1.64) dan s adalah standar deviasi. Rumus diatas

dapat ditulis kembali menjadi m=1.64s. jadi kuat tekan rencana yang ditargetkan:

f’cr + 1.64s.

8.4.2.3 Pemilihan Faktor Air Semen

Factor air semen yang diperlukan untuk mencapai kuat tekan rata – rata yang

ditargetkan didasarkan pada :

1) Hubungan kuat tekan dan factor air semen yang diperoleh dari hasil penelitian

lapangan sesuai dengan bahan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan. Bila tidak

tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat digunakan Tabel 8.18 dan Grafik

8.4.1 atau 8.4.2 (SNI,1990:6-8).

2) Untuk lingkungan khusus, factor air semen maksimum harus memenuhi ketentuan

SK.SNI untuk beton tahan sulfat dan beton kedap air (PB,1989:21-23) seperti yang

tercantum dalam Tabel 8.19, 8.20.1 dan 8.20.2 (SNI,1990:9-11).

Tabel 8.18 Perkiraan kuat tekan beton dengan FAS 0.5 dan jenis semen serta agregat kasar

yang biasa dipakai di Indonesia

JENIS

SEMEN

JENIS AGREGAT

KASAR

KEKUATAN

TEKAN (MPa),

BENTUK

BENDA UJI

51

PADA UMUR

(HARI)

3 7 28 91

Semen

Portland Tipe

I atau Semen

Tahan Sulfat

Tipe II, V

Batu tak dipecah (alami)

Batu pecah

17

19

23

27

33

37

40

45

Silinder

Batu tak dipecah (alami)

Batu pecah

20

23

28

32

40

45

48

54

Kubus

Semen

Portland Tipe

III

Batu tak dipecah (alami)

Batu pecah

21

25

28

33

38

44

44

48

Silinder

Batu tak dipecah (alami)

Batu pecah

25

30

31

40

46

53

53

60

Kubus

Sumber : Tabel 2, SNI. T-15-1990-03:6

Tabel 8.19 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan factor Air Semen

Maksimum untuk Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus

.

Deskripsi

Jumlah

Semen

Min. dalam 1

M3 beton (kg)

FAS

Beton didalam ruangan bangunan :

a. Keadaan keliling non korosif

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau

uap korosif

275

325

0.60

0.52

Beton diluar ruang bangunan

a. Tidak terlindungi dari hujan dan terik matahari langsung

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari lansung

325

275

0.60

0.60

Beton yang masuk kedalam tanah

a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti – ganti

b. Mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah atau air tanah

325

0.55

Lihat table 8.20.1

Beton yang teris – menerus berhubungan dengan air

a. Air tawar

b. Air laut

Lihat table 8.20.2

Sumber : Tabel 3, SNI-T-15-1991-03:7.

Tabel 8.20.1 Ketentuan untuk Beton yang Berhubungan dengan Air Tanah yang Mengandung

Sulfat

Kadar

Gangguan

Sulfat

Konsentrasi Sulfat dalam bentuk SO3

Tipe

Semen

Kandungan Semen

Min.Kg/m3 Ukuran Nominal

Agregat Maks Faktor

Air

Semen

Dalam Tanah Sulfat

(SO3)

dalam air

tanah, gr/lt

40 mm 20 mm

10 mm

Total

SO3

(%)

SO3 dalam camp.

Air:Tanah=2:1

gr/lt

1 Kurang Kurang dari 1.0 Kurang Tipe I 80 300 350 0.50

52

dari 0.2 dari 0.3 dengan

atau tanpa

Pozolan

(15-40%)

2 0.2 1.0-1.9 0.3-1.2

Tipe I

dengan

atau tanpa

Pozolan

(15-40%)

290 330 380 0.50

Tipe I

Pozolan

(15-40%)

atau Semen

Portland

Pozzolan

270 310 360 0.55

Tipe II atau

V 250 290 340 0.55

3 0.5-1 1.9-3.1 1.2-2.5

Tipe I

Pozolan

(15-40%)

atau Semen

Portland

Pozzolan

340 380 430 0.45

Tipe II atau

V 290 330 380 0.50

4 1.0-2.0 3.1-5.6 2.5-5.0 Tipe II atau

V 330 370 420 0.45

5 Lebih

dari 2.0 Lebih dari 5.6

Lebih dari

5.0

Tipe II atau

V dan

lapisan

pelindung

330 270 420 0.45

8.4.2.4 Slump

Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton

yang mudah dituangkan dan dipadatkan atau dapat memenuhi syarat workability. Jika tidak

ada data yang lalu, nilai slump dapat diambil dari table 8.2.

8.4.2.5 Besar butir agregat maksimum

Besar butir agregat maksimum dihitung berdasarkan ketentuan – ketentuan berikut:

1) Seperlima jarak terkecil antara bidang – bidang samping cetakan

2) Sepertiga dari tebal plat

3) Tiga perempat dari jarak bersih minimum antara batang – batang atau berkas – berkas

tulangan.

8.4.2.6 Kadar air bebaas

Kadar air bebas ditentukan sebagai berikut. Agregat yang dipecah atau agregat yang

tak dipecah (alami) menggunakan Tabel 8.21 dan agregat campuran dihitung menurut rumus:

2/3 Wh + 1/3 Wk ,

Dimana Wh adalah perkiraan jumlah air untuk agregat halus, Wk adalah perkiraan jumlah air

untuk agregat kasar.

53

Table 8.21 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) yang Dibutuhkan untuk Beberapa Tingkat

Kemudahan Pekerrjaan Adukan

Ukuran Besar

Agregat

Maksimum

Jenis Agregat Slump (mm)

0-10 10- 30 30-60 60-100

10 mm Batu tak dipecah

Batu dipecah

150

180

180

205

205

230

225

250

20 mm Batu tak dipecah

Batu dipecah

135

170

160

190

180

210

195

225

30 mm Batu tak dipecah

Batu dipecah

115

155

140

175

160

190

175

205

Sumber: Table 6, SNI-T-15-1990-03:13

Catatan:

1) Untuk suhu diatas 20o

C, setiapkenaikan 5o

C harus ditambahkan air sebanyak 5 liter

per meter kubik adukan beton.

2) Untuk permukaan agregat yang kasar, harus ditambahkan air kira – kira 10 liter per

meter kubik adukan beton.

8.4.2.7 Susunan gradasi halus

Susunan gradasi agregat halus yang digunakan dalam campuran SK.SNI.T-15-1990-

03 dibagi menjadi 4 zona yaitu zona 1, 2, 3, dan 4 (lihat grafik 4.5.a s/d 4.5.d haal 91-92) dan

untuk agregat gabungan dibagi menjadi 3 yaitu butir maksimum 40, 20, dan 10 (lihat hal.96-

98, grafik 4.6.a, 4.6.d).

8.4.2.8 Proporsi agregat halus

Proposal agregat halus ditentukan berdasarkan nilai ukuran butir maksimum yang

dipakai, factor air semen, dan nilai slump yang digunakan serta zona gradasi agregat halus.

Nilai – nilai tersebut kemudian diplotkan dalam grafik 8.5.1, 8.5.2 dan 8.5.3

8.4.2.9 Berat Jenis Relatif Agregat

Berat jenis relative agregat diambil berdasarkan data hasil pengujian laboratorium.

Jika data tersebut tidak ada, untuk agregat kasar diambil nilai 2.6 gr/cm3. Berat jenis agregat

gabungan dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Berat Jenis (BJ) Agregat Gabungan = [% Agregat Halus x BJ. Ag.Halus] + [% Agregat Kasar

x BJ. Ag.Kasar]

Nilai agregat gabungan kemudian diplotkan kedalam grafik 8.6 untuk mendapatkan berat

jenis beton dalam keadaan basah.

8.4.2.10 Koreksi Proposi Campuran

Apabila agregat tidak dalam keadaan jenuh kering permukaan (SSD), proporsi

campuran dilakukan terhadap kadar air dalam agregat minimum satu kali dalam sehari dan

dihitung menurut rumus sebagai berikut.

54

Air = B-(Ck-Ca)xC/100-(Dk-Da)xD/100

Agregat Halus = C + (Ck-Ca)xC/100 Agregat Kasar = D + (Dk-Da)xC/100

Dimana:

B = JUMLAH AIR (Kg/m3)

C = jumlah agregat halus (Kg/m3)

D = jumlah krikil (Kg/m3)

Ca = absorsi air pada agregat halus (%)

Da = absorsi air pada agregat kasar (%) Ck = kandungan air dalam agregat halus (%)

Dk = kandungan air dalam agregat kasar (%)

8.4.3 Langkah Hitungan

Langkah hitungan menurut SK.SNI.T-15-1990-03 terbagi dalam 22 langkah (langkah

ini dapat dibuat menjadi table). Adapun langkahnya sebagai berikut:

1) Tentukan kuat tekan beton yang direncanakan sesuai dengan syarat teknik atau yang dikehendaki oleh pemilik. Kuat tekan (f’c) ini ditentukan pada umur 28 hari.

2) Hitungan deviasi standar (s) berdasarkan data lalu.

3) Hitung nilai tambah (m), dimana m = 1.64.s. Jika data deviasi standar tidak ada, ambil m = 12 MPa.

4) Hitung kuat tekan rata-rata yang ditargetkan (f’cr), dimana f’cr=f’c+m, yaitu langkah (1) + (2).

5) Tetapkan jenis semen yang digunakan. 6) Tentukan jenis agregat yang digunakan, untuk agregat halus dan agregat kasar.

7) Tentukan FAS, jika menggunakan Gambar 8.4.1 atau 8.4.2 ikuti langkah-langkah berikut:

a) Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari berdasarkan jenis semen dan agregat

kasar serta rencana pengujian kuat tekan, menggunakan Tabel 8.18 untuk FAS 0.5, sesuai dengan jenis semen agregat yang digunakan.

b) Lihat Gambar 8.4.1 untuk benda uji silinder dan Gambar 8.4.2 untuk kubus.

c) Tarik garis tegak lurus pada FAS 0.50, sampai memotong kurva kuat tekan yang ditentukan.

d) Tarik garis mendatar dari kuat tekan yang didapat Gambar 8.4.1 atai 8.4.2, sampai

memotong garis tegak lurus untuk FAS 0.5. Gambarkan kurva baru.

e) Dari kurva baru tersebut tarik garis mendatar untuk kuat tekan yang ditergetkan sampai memotong kurva baru tersebut. Kemudian tarik ke bawah hingga didapatkan

nilai FAS.

8) Tetapkan FAS maksimum menurut Tabel 8.19 dari untuk lingkungan khusus table 8.20.1 dan 8.20.2. Dari langkah (7) dan (8) pilih yang paling rendah.

9) Tetapkan nilai slump. Jika tidak ada data yang lalu, ambil dari Tabel 8.2.

10) Tetapkan ukuran butir nominal agregat maksimum. 11) Tentukan nilai kadar air bebas dari Tabel 8.21.

12) Hitung jumlah semen yang besarnya dihitung dari kadar air bebas dibagai Faktor Air Semen

(FAS), yaitu langkah (11) : (8).

13) Jumlah semen maksimum diabaikan jika tidak ditetapkan. 14) Tentukan jumlah semen minimum dari Tabel 8.19 dan untuk lingkungan khusus Tabel 8.20.1

dan 8.20.2.

15) Tentukan FAS yang disesuaikan. Jika jumlah semen berubah karena jumlahnya lebih kecil dari jumlah semen minimum atau lebih besar dari jumlah semen maksimum, maka FAS harus

dihitung kembali. Jika jumlah semen yang dihitung dari langkah (12) berada diantara

maksimum dan minimum, atau lebih besar dari minimum namun tidak melebihi jumlah maksimum kita bebas memilih jumlah semen yang akan kita gunakan.

55

16) Tentukan jumlah susunan butir agregat halus, sesuai dengan syarat SK.SNI.T-15-1990-03

(Lihat syarat zona gradasi agregat halus di grafik 4.5.a s/d 4.5.d). 17) Tentukan persentase agregat halus terhadap campuran berdasarkan nilai slump, FAS, dan

besar nominal agregat maksimum. (Grafik 8.5.1 sampai 8.5.3).

18) Hitung berat Janis relative agregat.

19) Tentukan berat Janis beton menurut Gambar 8.6, berdasarkan nilai berat jenis agregat gabungan dan kadar air bebas (Langkah (19)-[(150+(11)].

20) Hitung kadar agregat halus yang besarnya adalah kadar agregat gabungan dikalikan

presentase agregat halus dalam campuran. Langkah (20) x (16). 21) Hitung kadar agregat kasar, yaitu agregat gabungan dikurangi kadar agregat halus. Langkah

(20) - (21).

Jika kondisi bahan lapangan tidak lagi sesuai dengan yang direncanakan maka harus dilakukan koreksi proporsi campuran, kemudian dibuat contoh ujinya.

8.4.4 Kelebihan dan Kekurangan

Cara ini memiliki kekurangan, yaitu: (1). Jenis agregat hanya ditetapkan dari batu pecah alami

saja sehingga tidak akurat karena kadang agregat alami memiliki bentuk permukaan tidak bulat atau

halus. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah air yang dibutuhkan, sehingga perlu dilakukan koreksi. (2). Diagram proporsi agregat campuran (langkah 16 )sulit dipenuhi.

8.4.5 Contoh Hitungan

Rencanakan campuran beton dengan menggunakan data-data sebai berikut.

Direncanakan sebuah balok struktur untuk pekerjaan beton dalam ruangan yang

lingkungannya non-korosif, dengan mutu 25 MPa. Pengawasan pelaksanaan baik. Agregat

maksimum sebesar 40 mm. data analisis saringan dicantumkan dalam Tabel 8.22. hasil

pengujian laboratorium memberikan data sebagai berikut: Tabel 8.22.1 Analisa Saringan Agregat

Ukuran

Saringan

Berat Tertahan (gram)

Agregat halus Agregat kasar

Pasir I Pasir II III IV

50

37.5 19

9.52

4.76 2.4

1.1

0.6 0.3

0.15

sisa

0

0 0

0

10 20

350

280 180

120

40

0

0 0

0

143 212

170

210 170

40

55

0

0 350

1600

260 290

0

0 0

0

0

0

0 2200

20

160 120

0

0 0

0

0

Jumlah 1000 1000 2500 2500

Direncanakan campuran agregat untuk agregat untuk halus 40% Jenis I dan 60% Jenis II,

sedangkan untuk agregat kasar 30 % Jenis II dan 70% Jenis IV. Gabungan antara agregat

halus dan agregat kasar direncanakan terletak antar 6.0 – 7.0. Semen yang digunakan adalah

semen Tipe I, agregat halus yang digunakan adalah agregat alami (pasir), Agregat kasar yang

digunakan adalah agregat buatan (batu pecah). Bentuk benda uji silinder. Dari hasil

pelaksanaan pekerjaan lalu didapatkan deviasi standar sebesar 3.45 Mpa dengan jumlah data

56

uji sebenyak 25 buah nilai slump direncanakan 12±2 cm. Data-data lainya adalah sebagai

berikut.

Tabel 8.22.2 Data Fisik Agregat

Pasir

(Agregat Halus)

Batu pecah

(Agregat kasar)

Sifat dan karakteristik Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV

Berat jenis (kondisi SSD/JPK) Penyerapan Air (%)

Kadar Air (%)

2.75 3.15

6.65

2.70 4.50

8.75

2.59 1.65

1.05

2.69 1.25

1.50

Penyelesaian: Dari Tabel 8.22.1 dapat dihitung proporsi gabungan agregat halus agar masuk dalam zona

syarat gradasi. Pada Tabel 8.23.1 direncanakan proporsi agregat halus I (40%) dan (60%).

Tabel 8.23.1 tabel untuk Menghitung Agregat Halus Gabungan

Ukuran

Saringan

(mm)

Berat

Tertahan

(gram)

Persen Tertahan

(%)

Berat Lolos

(gram)

Berat Lolos

(%)

Agregat

Halus

Gabungan (V)

(40%1+6

0%II)

I II I II 40%I+

60%II

Kum I II I II

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

50

37.5

19 9.52

4.76

2.4

1.1 0.6

0.3

0.15 Sisa

0

0

0 0

10

20

350 280

180

120 40

0

0

0 0

143

212

170 210

170

40 55

0

0

0 0

1

2

35 28

18

12 4

0

0

0 0

14.

3

21.2

17

21 17

4

55

0

0

0 0

8.98

13.52

24.2 23.8

17.3

11.74 0.5

0

0

0 0

8.98

22.5

46.7 70.5

87.8

99.5 -

1000

1000

1000 1000

990

970

620 340

160

40 0

1000

1000

1000 1000

857

645

475 265

95

55 0

100

100

100 100

99

97

62 34

16

4 0

100

100

100 100

85.7

64.5

47.5 26.5

9.5

5.5 0

100

100

100 100

91

78

53 30

12

5 0

Jumlah 1000 1000 100 100 100 335.94

Hasil hitungan Tabel 8.23.1 kolom (12) diplotkan dalam grafik 4.5.a sampai 4.5.d. pada soal ini, hasil plotting masuk dalam syarat zona I. dapatkan pasir gabungan jenis V, pasir kasar.

Table 8.23.2 Menghitung Agregat Kasar Gabungan:

Ukuran

Saring-an

(mm)

Berat Tertanan (gram) Proses Tertanan

(%)

Berat Lolos

(gram)

Prosen

Lolos (%)

Agregat

Gabungan

(VI) (30%III+70

%IV)

III IV Gabung

an (VI)

Gabung

an (VI)

Kum.%

Gabung-an (VI)

III IV III IV

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

50

37.5 19

0

0 350

0

0 2200

0

0 1645

0

0 65.8

0

0 65.8

250

0 250

2500

2500 300

100

100 86

100

100 12

100

100 34

57

9.52

4.76 2.4

1.1

0.6

0.3 0.15

sisa

Jumlah

1600

260 290

0

0

0 0

0

0

20

160 120

0

0

0 0

0

0

494

190 171

0

0

0 0

0

0

19.76

7.6 6.84

0

0

0 0

0

0

85.56

93.16 100

100

100

100 100

100

-

0

2150

550

290

0 0

0

0 0

0

0

280

120 0

0

0

0 0

0

0

22

11.6

0

0

0 0

0

0 0

11.2

4.8 0

0

0

0 0

0

0

14

7 0

0

0

0 0

0

0

2500 2500 2500 100 744.52

Dari table 8.23.1 kolom (7) diperoleh MHB agregat halus gabungan sebesar

335,94/100 atau dibulatkan menjadi 3.36 dan dari Tabel 8.23.2 kolom (6) nilai MHB agregat

kasar gabungan 744.52/100 sebesar 7.46. menurut soal, MHB campuran direncanakan 6.0 –

7.0. Diambil nilai 6.25, didapat presentase agregat halus terhadap campuran dicari dengan

menggunakan persamaan; W=(K-C)/(C-P) x 100%. Dengan, W = persentase berat agregat

halus (pasir) terhadap berat agregat kasar (kerikil/batupecah), K adalah modulus halus butir

agregat kasar didapat 7.46 dan P adalah MHB agregat halus (3.36) serta C = Modulus halus

butir agregat gabungan.

W=(7.46-6.25)/(6.25-3.36)x100% = 41.87% dibulatkan menjadi 42%. Sehingga

perbandingan agregat halus dengan agregat kasar yang direncanakan 1:2,38 atau 1:2,4.

Penghitungan proporsi agregat gabungan antara pasir dalam table 8.23.3, untuk mencari

agregat gabungan (VII).

Table 8.23.3 Menghitung proporsi agregat gabungan

Ukuran Saringan

(mm)

Presentase Lolos (%)

Agregat

Halus (V)

Agregat

Kasar (VI)

(V) x 1 (VI) x 2.4 Jumlah

Agrgat

Gabungan (VII)

Agregat

Gabungan

(VII)/3.4

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

50

37.5 19

9.52

4.76

2.4 1.1

0.6

0.3 0.15

sisa

100

100 100

100

91

78 53

30

12 1

0

100

100 34

14

7

0 0

0

0 0

0

100

100 100

100

91

78 53

30

12 1

0

240

240 81.6

33.6

16.8

0 0

0

0 0

0

340

340 182

134

108

78 53

30

12 1

0

100

100 54

39

32

23 16

9

4 0

0

Jumlah

Hasil agregat gabungan (kolom 7) diplotkan dalam Grafik 8.8. Agregat gabungan untuk butir

maksimum 40 mm (lihat grafik 4.6.a s/d 4.6.d hal. 96-98), masuk antara kurva 1 dan kurva 2

(SK.SNI.T-15-1990-03)

58

Gambar 8.8 Hasil Plotting untuk Agregat Gabungan dengan Butir Maksimum 40 mm

Hasil akhir hitungan proporsi agregat dilihat pada Tabel 8.23.4

Table 8.23.4 Hasil Komposisi Agregat

Jenis Agregat Proporsi (%)

Agregat Halus

Jenis I

Jenis II

40

60

Agregat Kasar Jenis III

Jenis IV

30

70

Agregat Gabungan (VII) Jenis V

Jenis VI

42

58

LANGKAH PENYELESAIAN: 1) Tentukan kuat tekan, f’c= 25 MPa, umur 28 hari.

2) Deviasi standar, s = 3.45, factor koreksi 1.03 (jumlah benda uji berpasangan 25).

3) Hitung nilai tambah, m=1.64.s = 1.64*3.45*1.03= 5.282774 MPa 4) Hitung kuat tekan rata – rata yang ditargetkan (f’cr), dimana f’cr= f’c+m= 25+5.282774=

30.282774 MPa

5) Tetapkan jenis semen yang digunakan (Tipe I)

6) Tentukan jenis agregat yang digunakan, baik agregat halus maupun agregat kasar. 7) Tentukan FAS, jika menggunakan Gambar 8.4.1 dan 8.4.2. ikuti langkah – langkah berikut:

Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari berdasarkan Tabel 8.18. jenis semen Tipe I,

agregat kasar pecahan, bentuk benda uji silinder, akan menghasilkan kuat tekan sebesar 37 MPa.

Lihat gambar 8.4.1 untuk benda uji silinder dan Gambar 8.4.2 untuk kubus. Di dapat nilai

FAS=0.5555558.

8) Tetapkan faktor air semen (FAS) maksimum menurut Tabel 8.19, di dapat FAS maksimum=0.6.

9) Tetapkan nilai slump, sebesar 12±2 cm

10) Tetapkan ukuran butiran nominal agregat maksimum 40 mm 11) Tentukan nilai kadar air bebas dari Tabel 8.21 (karena butir maksimum hanya 30 mm dan

slump maksimum 100 mm, maka butir ini sebagai pendekatan) dengan slump = 120 mm, dan

butir agregat maksimum sebesar 40 mm.

- Jenis agregat kasar = pecaahn = 205 liter

- Jenis agregat halus = alami = 175 liter

- Agregat gabungan = 2/3*175+1/3*205=185 liter.

Hasil analisis ayak jenis agregat halus dan agregat gabungan termasuk dalam zona kasar, maka kadar air bebas dapat ditambah sebesar 10 liter per meter kubik.

12) Hitung jumlah semen, yaitu langkah (11) : (8)= 195/0.58= 336 Kg. 13) Jumlah semen maksimum jika tidak ditetapkan diabaikan.

14) Tentukan jumlah semen minimum dari Tabel 8.19, jumlah semen minimum 275 kg.

15) Tentukan FAS yang disesuaikan. Nilai FAS adalah 0.60 sehingga jumlah semen pakai =

195/0.60 = 325Kg. 16) Tentukan jumlah susunan butir agregat halus, sesuai dengan syarat yang dikenal (lihat

penyusun bahan beton 3-23 sampai 3-25). Masuk dalam zona I.

59

17) Tentukan persentase agregat halus terhadap campuran berdasarkan nilai slump 120 mm, FAS

0.6, dan besar nominal agegat maksimum 40 mm (Gambar 8.5.3). Didapatkan proporsi agregat campuran 41%-51%. Dari hitungan agregat campuran di dapat proporsi yang

memenuhi syarat untuk agregat campuran sebesar 42%.

18) Hitung berat jenis relative agregat, dari table 8.22.2 dicari berat jenis relative agregat sebagai

berikut:

Tabel 8.23.5 Hitungan Berat Jenis Relatif

Pasir (Agregat Halus)

Batu Pecah (Agregat Kasar)

Sifat dan Karakteristik Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV

Berat Jenis (kondisi SSD/JPK) 2.75 2.70 2.59 2.69

Proporsi dalam campuran 40% 60% 30% 70%

Proporsi dalam Beton 42% 58%

Berat Jenis Gabungan 0.4*2.75+0.6*2.70 =2.72

0.3*2.59+0.7*2.69 =2.66

Berat jenis Relatif 0.42*2.72+0.58*2.66=2.6852

19) Tentukan berat jenis beton menurut gambar 8.6. Berdasarkan berat jenis agregat gabungan (agregat kasar dan agregat halus) sebesar 2.6852 dan kadar air bebas = 195 liter, didapat BJ

beton 2412 kg/m3.

20) Kadar agregat gabungan, Langkah (19)-[(15)+(11)]= 2412-(195+325)= 1892 kg. 21) Hitung kadar agregat halus, Langkah (20)x(16)=1892*42%=795 kg.

22) Hitung kadar agregat kasar, langkah (20)-(21)=1892-795=1097 kg.

Proporsi campuran per meter kubik beton segar secara teoritis:

Semen Langkah (15) = 325 Kg

Air Langkah (11) = 195 liter

Agregat Halus Langkah (21) = 795 Kg Pasir Jenis I 795*40% = 318 Kg

Pasir jenis II 795*60% = 477 Kg

Agregat kasar Langkah (22) = 1097 Kg Batu pcah Jenis III 1097*30% = 329 kg

Batu pecah Jenis IV 1097*70% = 768 kg

Langkah (19) = 2412 Kg Koreksi campuran dilakukan terhadap jumlah air yang terdapat dalam agregat dari

table 8.22.2, untuk pelaksanaan di laboratorium.

Table 8.23.6 Koreksi Campuran

Pasir

(Agregat Halus)

Batu Pecah

(Agregat Kasar)

Jumlah

Sifat dan Karakteristik Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV

Berat Jenis (kondisi SSD/JPK) 2.75 2.70 2.59 2.69 -

Penyerapan Air (%) 3.15 4.50 1.65 1.25 -

Kadar Air (%) 6.65 8.75 1.05 1.50 -

Komposisi Bahan Penyusun Beton

Semen Portland (kg) 325 325

Air (lt) 195 195

Agregat (kg) 795 1097 1892

Proporsi Agregat (kg) 318 477 329 768 1892

Jumlah Air yang terdapat dalam (6.65- (8.75- (1.05- (1.50- 31.349

60

1.15)* 4.50)* 1.25)* 1.25)*

Agregat (kg) (318/100)

= 11.13

(477/100)

= 20.273

(329/100)

= (-1.974)

(768/100)

= 1.92

Koreksi propporsi Agregat (kg) 318+11.13

= 329 477+20.273

= 497

329-

1.974=

327

768+1.92= 770

1923

Koreksi Kebutuhan Air (it) 195-(11.13+20.273-1.974+1.92)=164 164

Komposisi Koreksi Semen = 325 Kg

Air = 164 lt

Agregat Halus Jenis I = 329 Kg Agregat Halus Jenis II = 497 Kg

Agregat Kasar Jenis III = 327 Kg

Agregat Kasar Jenis IV = 770 Kg

Jumlah = 2412 Kg

8.5 metode Portland Cement Association

Metode desain campuran Portland Cement Association (PCA) pada dasarnya serupa dengan

metode ACI sehingga secara umum hasilnya akan saling mendekati. Penjelasanya lebih detai dapat

dilihat dalam Publikasi PCA, Portland Cement Association, Design and Control of Concrete Mixture,

12th

edition., Skokie, Illinois, USA: PCA, 1979,140 pp.

8.6 Metode Campuran Coba-Coba

Selain ketiga cara diatas cara lain dalam merancangan beton dengan cara coba-coba. Cara ini

akan lebih ekonomus namun membutuhkan waktu cukup lama. Cara coba-coba biasanya

dikembangkan berdasarkan cara-cara diatas, setelah dilakukan pelaksanaan dan evaluasi. Cara ini

berusaha mendapatkan pori-pori yang minimum atau kepadatan beton yang maksimum untuk mendapatkan kebutuhan semen mendapatkan kebutuhan semen yang minimum.

8.6.1Langkah Percobaan

1. Tetapkan FAS dengan cara yangdikenal

2. Tentukan proporsi agregat campuran, caranya antara lain dengan pengujian berat satuan, hingga didapatkan proporsi campuran antara agregat halus dengan agregat kasar yang akan

menghasilkan kepadatan yangmaksimum.

3. Cari proporsi antara pasta semen dengan agregat campuran sehingga diperoleh kelecakan

yang baik. Percobaannya dilakukan dengan cara memasukkan FAS yang sesuai dengan langkah (1) kedalam campuran agregat langkah (2).

4. Uji kuat tekannya pada umur 28 hari.

5. Jika kuat tekannya tidak sesuai, diulang lagi dengan koreksi proporsinya.

8.6.2 Kekurangan dan Kelebihan

Cara ni memiliki kelemahan dalam pencampuran agregat. Jika pemadatan terlalu kuat,

agregat akan lari sehingga agregat halus akan turun kebawah dan interlocking yang baik tidak

tercapai.

8.7 Pelaksanaan Campuran di Laboratorium

Setelah didapatkan proporsi yang sesuai, secara teoritis, maka hasil tersebut dilakukan pencampuran didalam laboratorium dengan membuat silinder beton atau kubus beton. Dalam

peraturan yang terbaru dilakukan dengan uji silinder beton.

61

8.7.1 Langkah pelaksanaan

1. Timbang proporsi daribahan-bahan pencampur dalam satuan berat (kg), misalkan dibuat

untuk campuran beton sebanyak 50 kg atau untuk beberapa silimder pengujian.

2. Masukkan proporsi tersebut kedalam mixer sesuai dengan tata cara pengadukan beton segar (SK.SNI.T-28-1990-03).

3. Uji kelecakannya dengan uji slump dan uji-uji lain untuk beton segar.

4. Masukan adukan kedalam cetakan silinder sesuai SK.SNI.T-16-1991-03. 5. Buka cetakan setelah 24 jam. Lakukan perawatan (curing) dengan merendam selama 28 hari

menurut SK.SNI.M-62-1990-03.

6. Lakukan uji tekan pada umur 28 hari. Jika ingin diketahui hasil yang cepat, uji kuat tekan dapat dilakukan pada umur 3, 7, dan 14 hari dengan mengkorelasikan hasilnya dengan cara

yang dikenal ataumunurut SKSK.SNI M-10-1991-03.

8.8 Contoh Hitungan Campuran Agregat

8.8.1 Pendekatan Coba-Coba

Diketahui data untuk dua jenis agregat Tipe A dan Tipe. Buatlah campuran bahan agar

memenuhi criteria yang diberikan oleh SK.SNI-1989 (British Standard). Hasil data analisis ayak

adalah sebagai berikut (dalam table): Table 8.24.1 Hasil Analisa ayak

Diameter Berat Tetahan (Gram) Berbagai Tipe

Ayakan (mm) Jenis A Jenis B

10

4.8 1.4

1.2

0.6 0.3

0.15

sisa

0

90 110

320

270 125

75

10

0

85 210

250

175 150

90

40

Jumlah 1000 1000

Penyelesaian dicoba dengan komposisi A 40% dan B 60% (1:1,5):

Tabel 8.24.2 Hitungan

Diameter % tertahan % lolos Hitungan

Ayakan

(mm) Jenis A Jenis B Jenis A Jenis B 1 A 1.5 B (A+B)/2.5

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

10

4.8

2.4 1.2

0.6

0.3

0.15 Sis-a

0

90

110 320

270

125

75 10

0

85

210 250

175

150

90 40

100

91

80 48

21

9

1 -

100

92

71 46

28

13

4 -

100

91

80 48

21

9

1

150

137

106 68

42

20

6 -

100

91

74 47

25

11

3 -

1000 1000

62

Langkah hitungan:

1. Hitung persen tertahan dari masing-masing ayakan, yakni berat tertahan dibagi total berat dikalikan 100% (Kolok (2) dan (3)).

2. Hitung persen lolos dari masing-masing ayakan (100% dikurangi berat tertahan pada ayakan

terbesar) dan terus sampai ayakan berikunya secara kumulatif (Kolom (4) dan (5)).

3. Perkirakan komposisi campuran, misalnya 1:1,5, antara pasir jenis A (40%) dengan pasir jenis B (60%). Kalikan dengan berat lolos dalam persen untuk setiap jenis ayakan (Kolom (6) dan

(7)).

4. Jumlahkan perkalian tersebut untuk masing-masing ayakan, kemudian bagi dengan jumlah nilai perkaliannya (Kolom (8)).

5. Plotkan hasil hitungan ke dalam salah satu grafik dalam British Standard (BS) SK.SNI.T-15-

1990-03. Apakah masuk dalam salah satu zona-nya? 6. Ulangi lagi langkah (3) dan (4) jika hasil hitungan tidak masuk dalam salah satu zona.

7. Hitung hasilnya. Persen A terhadap B adalah A = ½.5 * 100% = 40%, dan pasir jenis B =

100-40=60%.

8. Untuk beberapa jenis agregat yang jumlah langkahnya sama, misalnya untuk tiga Tipe A, B, dan C, coba perbandingan 1:1,5:2 dan lain – lain.

9. Pekerjaan ini akan lebih mudah dilakukan dengan bantuan computer, misalnya dengan bahasa

pemrograman Basic atau dengan bantuan aplikasi Lotus dan Excel.

8.8.2 Pendekatan Modulus Halus Butir

Penghitungan campuran bahan dapat pula dilakukan dengan menggunakan perbandingan modulus halus butir, jika diberikan nilai MHB campuran yang dikehendaki.

Contoh hitungan dengan mengunakan MHB.

1. Dari soal yang sama, hitung persen tertahan dari masing – masing ayakan, yakni berat tertahan dibagi total berat dikalikan 100% (Kolom (4) dan (5)).

2. Dihitung MHB dari masing – masing jenis bahan (Kolom (6) dan (7)).

3. Tetapkan nilai MHB campurannya, misalkan 3.5. 4. Hitung persen campuran A terhadap B, dengan rumus {(P-C)/(K-C)} * 100, dimana P adalah

MHB pasir jenis A, dan K adalah MHB campuran, misalnya 3.5, Hasil hitungan= [(3.505-

3.5)/(3.5-3.475)]*100=20%. Jadi, perbandingan Jenis A terhadap B adalah 20%:80%.

5. Kalikan nilai 0.2A dan 0.8B terhadap persen tertahan (Kolom (8) dan (9)), kemudian jumlahkan persen tertahan tersebut (Kolom (10)).

6. Hitung berat persenlolos untuk masing – masing ayakan. Kolom (11).

Tabel 8.24.3 Hitungan Pendekatan MHB

Mm

Ayakan

Berat tertahan

(gr)

Berat tertahan dalam persen %lolos

Jenis A Jenis B Jenis A Jenis B Jenis A Jenis B 0.2A 0.8B (A+B) (A+B)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

10

4.8

2.4

1.2

0.6

0.3

0.15

Sisa

0

90

110

320

270

125

75

10

0

85

210

250

175

150

90

40

0

9

11

32

27

13

8

-

0

9

21

25

18

15

9

-

0

9

20

52

79

92

99

-

0

9

30

55

72

87

96

-

0

2

2

6

5

3

2

-

0

7

17

20

14

12

7

-

0

9

19

26

19

15

9

-

100

91

72

46

27

12

3

Jumlah 1000 1000 350.5 347.5

7. Plotkan hasil hitungan kedalam salah satu grafik. Jika tidak memenuhi dalam salah satu zona dalam British Standar atau SK.SNI>T-15-2990-03, ulangi lagi langkah (4) sampai (6) dengan

63

MHB campuran yang berbeda. Gunakan bantuan computer untuk mendapatkan hasil yang

ekonomis.

8.8.3 Contoh Hitungan Modulus Halus Butir

Diketahui dari hasil analisa ayakan agregat kasar untuk batu pecah didapatkan data table

8.24.4 sebagai berikut. Tabel 8.24.4 Hasil Uji Laboratorium Agregat Kasar

Ayakan (mm) Berat tertahan dalam gram

40

20

12.5

10

4.8

Sisa

0

270

380

190

120

40

Jumlah 1000

Penyelesaian :

1. Urutkan dalam satu set ayakan dari yang terbesar sampai yang terkecil, kemudian letakkan sisa dalam batas ayakan yang paling atas untuk data yang kosong.

2. Hitung berat tertahan dalam persen (Kolom (3))

3. Hitung kumulatif persen tertahan untuk masing – masing ayakan (Kolom (4)), kemudian jumlahkan.

4. Hasil penjumlahan dibagi seratus sehingga nilai Modulus Halus Butir-nya.

Table 8.24.5 Contoh Hitungan Modulus Halus Butir-nya

Ayakan (mm) Jenis A % Tertahan % Tertahan Kumulatif

(1) (2) (3) (4)

40 20

12.5

10 4.8

2.4

1.2 0.6

0.3

0.15

sisa

0 270

380

190 120

40

0 0

0

0

0

0 27

38

19 12

4

0 0

0

0

0

0 27

65

84 96

100

100 100

100

100

-

Jumlah 1000 100 772

64

9 PENGERJAAN BETON

Pencampuran bahan – bahan penyusun beton dilakukan agar diperoleh suatu komposisi yang

solid dan bahan – bahan penyusun berdasarkan rancangan campuran beton. Sebelum diimplementasikan dalam pelaksanaan kontruksi dilapangan, pencampuran bahan – bahan dapat

dilakukan dilaboratorium. Agar tetap terjaga konsistensi rancangannya, tahapan lebih lanjut dalam

pengolahan beton perlu diperhatikan. Komposisi yang baik akan menghasilkan kuat tekan yang tinggi, tetapi jika pelaksanaannya tidak dikontrol dengan baik, kemungkinan dihasilkannya beton yang tak

sesuai dengan rencana akan seemakin besar. Cara pengolahan ini akan menentukan kualitas dari beton

yang akan dibuat. Adapun tahapan dalam pelaksanaan dilapangan meliputi: a. Persiapan

b. Penakaran

c. Pengadukan (Mixing)

d. Penuangan atau pengecoran (Placing) e. Pemadatan (Vibrating)

f. Penyelesaian Akhir (Finishing)

g. Perawatan (Curing)

9.1 Persiapan

Sebelum penuangan beton dilaksanakan, hal – hal berikut ini harus dahulu harus diperhatikan (PB, 1989:27).

1. Semua peralatan untuk pengadukan dan pengangkutan beton harus bersih.

2. Ruangan yang akan diisi dengan beton harus bebas dari kotoran – kotoran yang mengganggu.

3. Untuk memudahkan pembukaan acuan, permukaan dalam acuan boleh dilapisi dengan bahan khusus, antaralain lapisan minyak mineral, lapisan bahan kimia (form reeleas agent) atau

lembaran polyurethene.

4. Pasangan dinding bata yang berhubungan langsung dengan beton harus dibasahi air sampai jenuh.

5. Tulangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari segala lapisan penutup yang dapat

merusak beton atau mengurangi lekatan antara beton dengan tulanggan.

6. Air yang terdapat pada ruangan yang akan diisi beton harus dibuang , kecuali apabila penuangan dilakukan dengan tremi atau telah seijin pengawas ahli.

7. Semua kotoran, serpihan beton dan material lain yang menempel pada permukaan beton yang

telah mengeras harus dibuang sebelum beton yang baru dituangkan pada permukaan beton yang mengeras tersebut.

Pada kasus – kasus tertentu, persiapan lebih detail harus juga dilakukan. Untuk pengerjaan beton pre-stressing misalnya, persiapan bahan –bahan kimia seperti bonding agent untuk

perekat antara lapisan beton yang baru dengan beton yang lama, ataupun cement grouting

untuk memperbaiki bagian - bagian yang keropos akibt kurangnya pemadatan atau karena

terjadinya segregasi harus dilakukan.

9.2 Penakaran

Penakaran bahan –bahan penyusun beton yang dihasilkan dari hasil rancangan harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam pasal (3.3.2) SK.SNI.T-28-1991-03 tentang Tata

Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ASTM C.685 Standard Made By Volumetric

Batching and Continous Mixiting serta ASTM.94 sebagai berikut: (1) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih besar dari atau sama dengan 20

MPa proporsi penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat.

(2) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih kecil dari 20 MPa proporsi

penakarannya boleh menggunakan teknik penakaran vo,ume. Tekniknya harus

65

didasarkan atas penakaran berat yang dikonveksikan kedalam penakaran volume

setiap campuran bahan penyusunnya.

9.3 Pengadukan (pencampuran)

Setelah didaptkan komposisi yang direncankan untuk kuat tekan tertentu, maka proses

selanjutnya adalah pencampuran di lapangan. Komposisinya dissesuaikan dengan kapasitas alat aduk. Secara umum pengadukan dilakukan sampai didapatkan suatu sifat yang plastis

dalam campuran beton segar. Indikasinya adalah warna adukan merata, kelecakan yang

cukup, dan tampak homogen. Slama proses pengadukan, harus dilakukan pendataan rinci mengenai: (1). Jumlah batch-

aduk yang dihasilkan, (2). Proporsi material, (3). Perkiraan lokasi dari penuangan akhir pada

struktur, dan (4). Waktu dsan tanggal pengadukan serta penuangan. Metode pengadukan dapat dibedakn menjadi dua, yaitu manual dan dengan mesinal.

Pengadukan manual dilakukan dengan tangan, sedangkan pengadukan dengan mesin

memanfaatkan bantuan alat aduk seperti molen atau batching plant. Pengadukan dengan

tangan biasanya dilakukan jika kebutuhan akan beton lebih kecil dari 10 m3

daalm satu periode yang pendek. Menurut SNI, jika kebutuhan adukan lebih kecil dari 10, daapt

digunakn campuran dengan perbandingan 1:2:3, tetapi untuk kebutuhan beton lebih besar dari

10 m3, desain campurannya harus direncanakan.

9.3.1 Pengadukan Manual

Berikut ini adalh tata cara pengadukan manual a. Pasir dengan semen dicampur (dalam keadaan kering) dengan komposisi tertentu, diatas

tempat yang datar dan kedap air.

b. Pencampuran dilakukan sampai didapatkan warna yang homogen.

c. Tambahkan kerikil, kemudian lakukan pencampuran lagi. d. Alat bantu yang digunakan dapat berupa sekop, cangkul, ataupun alat gali lainnya.

e. Buat lubang di tengah adukan, tambahkan kira – kira 75% dari kebutuhan air.

f. Aduk hingga rata dan tambahkan sedikit – demi sedikit air yang tersisa.

9.3.2 Pengadukan Dengan Mesin

Jika ditinjau dari sisi ekonomi, penggunaan mesin aduk untuk pengerjaan beton yang

besar justru akan menurunkan biaya (cost). Campuran beton yang dihasilkan pun biasanya akan bersifat lebih homogen dan plastis. Pengadukan dengan mesin ini dilakukan sesuai

dengan manual alat aduknya. Untuk beton siap pakai (PB, 1989:27) pengadukan dan

pengangkutan harus mengikuti persyaratan dari “Specification for Ready Mixed Concrete” ASTM.C94 atau “specification for Concrete Made by Volumetric Batching and Continous

Mixing” ASTM C.685.

Secara umum, pengadukan dengan mesin harus dilakukan menggunakan mesin –mesin yang telah disetujui penggunaanya (PB, 1989:27). Mesin pengadukan harus diputar sesuai

dengan kecepatan yang direkomendasikan oleh pabrik pembuatnya. Setelah pencampuran

seluruh bahan dalam batching, harus dilakukan pengadukan kembali minimal selama 1.5

menit, kecuali bila dapat dibuktikan bahwa pengadukan yang lebih pendek mampu memberikan hasil yang memuaskan dan memenuhi pengujian keseragaman pengadukan yang

ditetapkan dalam ASTM C.94. ketentuan mengenai waktu pengadukan minimal dapat dilihat

pada Tabel 9.1

Tabel 9.1 Waktu Pengadukan Minimal

Kapasitas dari Mixer (m3)

ASTM C.94 dan ACI 318

0.8 – 3.1 3.8 – 4.6

7.6

1 menit 2 menit

3 menit

66

Menurut SK.SNI.T-28-1991-03 Ps. (3.3.3), waktu pengadukan minimal untuk campuran

beton yang volumenya lebih kecil atau sama dengan 1 m3

adalah 1,5 menit, dan ditambahkan selama

0.5 menit untuk penambahan 1 m3 beton serta pengadukan ditambahkan selama 1,5 menit setelah

semua bahan tercampur.

Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran

bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya,

pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan : (1). Naiknya suhu beton, (2). Keausan pada

agregat sehingga agregat pecah, (3). Terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan,

(4). Bertambahnya nilai slump dan (5). Menurunya kekuatan beton.

Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus dengan cara

memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan pencatatan

data selama pengadukan harus dilakukan, meliputi: (1). Waktu dan tanggal pengadukan dan

pengecoran, (2). Proporsi bahan yang digunakan, (3). Jumlah batch adukan yang dihasilkan, dan (4).

Lokasi akhir pengecoran. Mesin atau alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk

yang mobile (dapat dipindah – pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil dinamakan mixer atau

molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar (dinamakan batching

plant).

Jika dilihat dari arah perputaran batch – nya, alat aduk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu, alat

aduk yang berputar vertical (vertical mixing or reversing drum mixer), alat aduk yang berputar

mendatar (horizontal drum mixing or pan drum mixer), dan alat aduk yang berputar miring (tilting

drum mixing). Mesin pengaduk vertical dan yang berputar miring biasanya dipakai untuk pengerjaan

di lapangan dan yang berputar horizontal biasanya digunakan di laboratorium.

9.4 Syarat Pengadukan SK.SNI.T-28-1991-03

Semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan beton harus dilengkapi dengan :

1) Sertifikasi mutu dari produsen

2) Jika tidak terdapat sertifikasi mutu, harus tersedia data uji dari laboratorium yang diakui.

3) Jika tidak di lengkapi dengan sertifikasi mutu atau data hasil uji, harus berdasarkan bukti dari

hasil pengujian khusus atau pemakaian nyata yang dapat menghasilkan beton yang kekuatan,

ketahanan, dan keawetan memnuhi syarat.

Selain hal – hak diatas, bahan – bahan yang digunakan harus memenuhi ketentuan dari

Standar Nasional Indonesia SK.SNI.S-04-1989-F tentang Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A

(Bahan Bangunan BUkan Logam). Jika menggunakan bahan tambah, harus sesuai syarat SK.SNI.S-

18-1990-03 atau SK.SNI.S-19-1990-03.

Peralatan yang digunakan untuk mengaduk harus pula memenuhi syarat standar. Standar

pelaksanaan harus mengikuti ketentuan, syarat adminstrasi yang dinyatakan dalam rencana kerja dan

syarat – syarat (RKS) dan harus tersedia rencana campuran beton serta rencana pelaksanaan

pengecoran. Ketentuan lain mengenai peralatan adalah alat harus dalam keadaan bersih dan baik,

putarannya sesuai dengan rekomendasi, peralatan angkut dan pengecoran dalam kondisi baik dan

lancer.

67

9.5 Pengangkutan Beton

Setelah pengadukan selesai, campuran beton dibawa ke tempat penuangannya atau ke tempat

dimana konstruksi akan dibuat. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga ke tempat

penyimpanan akhir (sebelum dituang) harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya

pemisahan atau kehilangan material. Alat angkut yang digunakan harus mampu menyediakn beton

ditempat penyimpanan akhir dengan lancer tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan yang telah

dicampur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas beton antara

pengangkutan yang berurutan (PB.1989:28)

Alat angkut pun dibedakan menjadi dua, yakni alat angkut manual dan mesin. Alat angkut

manual menggunakan tenaga manusia, dengan alat bantu sederhana (dapat berupa ember, dolak,

gerobak dorong, talang) dan biasanya mempunyai kapasitas kecil. Alat angkut mesin biasanya

dibutuhkan unutk pengerjaan yang kapasitasnya besar dan jarak antara tempat pengolahan beton dan

tempat pengerjaan struktur jauh. Contoh alat angkut ini adalah truck mixer, belt conveyor, pompa dan

tower crane.

9.6 Penuangan Adukan

Untuk menghindari terjadinya segregasi dan bleeding, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam penuangan beton.

9.6.1 Hal yang Perlu Diperhatikan

Hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain (PB,1989:28):

1) Campuran yang akan dituangkan harus ditempatkan sedekat mungkinn dengan cetakan akhir

untuk mencegah segregasi karena penanganan kembali atau pengaliran adukan.

2) Pembetonan harus dilaksanakan dengan kecepatan penuangan yang diatur sedemikian rupa

sehingga campuran beton selalu dalam keadaan plastis dan dapat mengalir dengan mudah ke

dalam rongga di antara tulangan.

3) Campuran beton yang telah mengeras atau yang telah terkotori oleh material asing tidak boleh

dituang ke dalam strktur.

4) Campuran beton yang setengah mengeras atau telah mengalami penambahan air tidak boleh

dituangkan, kecuali telah disetujui oleh pengawas ahli.

5) Setelah penuangan campuran beton dimulai, pelaksanaan harus dilakukan tanpa henti hingga

diselesaikan penuangan suatu panel atau penampang, yang dibentuk oleh batas – batas

elemennya atau batas penghentian penuangan yang ditentukan, kecuali diijinkan atau dilarang

dalam pelaksanaan siar pelaksanaan (contruction joint).

6) Permukaan atas dari acuan yang diangkat secara vertical pada umumnya harus terisi rata

campuran beton.

7) Bila diperlukan, siar pelaksanaan harus dibuat sesuai dengan ketentuan : (a). Permukaan beton

pada siar pelaksanaan harus bersih. (b). Sebelum pengecoran harus dibasahi. (c). Tidak

mengurangi kekuatan konstruksi. (d). Siar pelaksanaan yang terletak pada lantai ditempatkan

sepertiga dari bentang bagian tengah plat, balok anak, balok induk. Siar pelaksanaan pada

balok induk harus ditempatkan menjauhi daerah persilangan antara balok induk tersebut

dengan balok lainnya sejarak tidak kurang dari dua kali lebar balok yang menyilang. (e).

Balok anak, balok induk atau pelat yang didukung oleh kolom tidak boleh dituang sebelum

hilang sifat keplastisannya. (f). Balok anak, balok induk, penebalan miring balok dan kepala

kolom harus dituang secara monolit dengan pelat sebagai suatu bagian dari system pelat

tersebut, kecuali ditentukan lain dalam perencanaanya.

68

8) Beton yang dituangkan harus dipadatkan dengan alat yang tepat secara sempurna dan harus

diusahakan secara maksimal agar dapat mengisi semua rongga beton.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : (1). Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1.50

meter. Jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau

pipa. (2). Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika

pengecoran dilakukan dibawah atap. (3). Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimal 30 – 40

cm, agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah. (4). Penuangan hanya berhenti dititik

momen sama dengan nol.

9.6.2 Penuangan yang Tertunda

Batas penundaan yang masih dapat ditoleransi adalah sesuai dengan lamanya waktu pengikatan

beton. Lamanya waktu pengikatan awal beton selama 2 jam dan pengikatan akhir selam 4 jam.

Dengan penundaan selama 2-2.5 jam kuat tekan beton masih dapat tercapai (lihat Gambar 9.4).

penundaan akan mengakibatkan kehilangan Faktor Air Semen akibat penguapan beton segar serta

akibat terserap oleh agregat. Pada Gambar 9.4 terlihat bahwa penundaan lebih dari 4 jam akan

menyebabkan penurunan kekuatan.

9.6.3 Penuangan Beton dalam Air

Untuk penuangan beton atau pengecoran dalamair, dapat ditambahkan sekitar 10% semen

untuk menghindari kehilangan pada saat penuangan. Penuangan ini dapat dilakukan dengan alat-alat

bantu, yaitu: (1). Karung (protective sandbag walling), (2). Bak khusus, (3). Tremi, (4). Katup hydro

(hydro valve) dan (5). Beton pra-susun (prepacked concrete).

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing:

1) Penuangan menggunakan karung dilakukan dengan mengisi karung-karung dengan beton

segar, kemudian memasukkaknya kedalam air.Untuk konstruksi yang padat dan massif,

karung-karung tersebut dipantek satu dengan yang lainnya. Penuangan dengan cara ini

memerlukan bantuan penyelam sehingga biasanya mahal.

2) Pada penuangan beton dengan bak khusus, campuran beton diisikan dalam sebuah bak.

Campuran tersebut akan keluar melalui pintu yang otomatis terbuka sendiri. Setelah pintu

terbuka, bak diangkat secara perlahan – lahan sehingga beton mengalir.

3) Penuangan dengan pipa tremi banyak digunakan karena efisien dan efektif. Penuangan

dilakukan dengan cara mengisikan campuran beton ke dalam pipa tremi, kemudian

mengangkat pipa tremi secara perlahan sampai beton mengalir keluar. Ujung pipa bagian

bawah harus selalu terbenam dalam beton yang dituangkan.

4) Katup hydro terdiri dari pipa nylon diameter 600 mm yang fleksible untuk menuangkan

beton. Ujung bawahnya dilengakpi pelindung kaku berbentuk silinder. Cara pengerjaannya

sama dengan tremi.

5) Penuangan dengan beton pra-susun dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu agregat

kasar yang lebih besar dari 28 mm, kemudian melakukan grouting (grout colodial). Grout

dibuat dengan mencampurkan semen, pasir dan air atau dapat juga ditambah bahan tambah

plastisizer pada alt pengaduk khusus.

69

9.6.4. Penuangan Beton dengan Pemompaan

Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa-pipa sangat

menguntungkan apabila cara lainnya tidak bias dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan

jika hal-hal berikut dipenuhi.

(1) Gunakan suatu campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak

lebih dari 40 mm.

(2) Pengawasan yang ketat selama pelaksanaan.

(3) Gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Keuntungan cara ini adalah: (1). Pengurangan tenaga kerja, (2). Hasilnya baik jika

persiapannya baik dan (3). Produksi kerja akan tinggi jika pompa yang digunakan

berkapasitas besar dan baik. Jenis-jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa

pneumatik dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa- pipa

pengahntar beton.

9.7 Pemadatan Beton

Pemadatan dilakukan segera setelah beton dituang. Kebutuhan akn alat pemadat

disesuaikan dengan kapasitas pengecoran dan tingkat kesulitan pengerjaan. Pemadatan

dilakukan sebelum terjadinya initial setting time pada beton. Dalam praktik di lapangan,

pengindikasian initial setting dilakukan dengan cara menusuk beton tersebut dengan tongkat

tanpa kekuatan. Jika masih dapat ditusuk sedalam 10 cm, berarti setting time belum tercapai.

Pemadatan dimaksudkan untuk menghilangkan rongga- rongga udara yang terdapat

dalam beton segar. Dari gambar 9.5 terlihat bahwa bertambahnya kandungan udara dalam

beton akan menyebabkan kekuatan beton berkurang.

Gambar 9.5 pengaruh rongga-rongga udara pada kekuatan tekan beton

Pada pengerjaan beton dengan kapasitas kecil, alat pemadat dapat berupa kayu atau besi

tulangan. Untuk pengecoran dengan kapasitas lebih besar dari 10 m3, alat pemadat mesin

harus digunakan. Alat pemadat ini lebih dikenal dengan nama vibrator atau alat getar.

Pemadatan dilakukan dengan pengggetaran. Campuran beton akan mengalir dan memadat

karena rongga-rongga akan terisi dengan butir-butir yang lebih halus. Alat getar ini dibagi

menjadi dua, yaitu:

(1). Alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa tongkat dan gerakan

dengan mesin. Untuk menggunakannya, tongkat dimasukkan ke dalam beton pada waktu

tertentu, tanpa harus menyebabkan bleeding.

(2). Alat getar cetakan (external vibrator or form vibrator), yaitu alat getar yang mengetarkan

form work sehingga betonnya bergetar dan memadat.

Beberapa pedoman umum dalam proses pemadatan adalah:

(1). Pada jarak yang berdekatan/pendek, pemadatan dengan alat getar dilaksanakan dalam

waktu yang pendek.

(2). Pemadatan dilaksanakan secara vertikal dan jatuh dengan beratnya sendiri.

(3). Tidak menyebabkan adanya bleeding.

(4). Pemadatan merata.

(5). Tidak terjadi kontak antara alat getar dengan bekisting.

(6). Alat getar tidak berfungsi untuk mengalirkan, mengangkut atau memindahkan beton.

70

9.8 Pekerjaan Akhir (Finishing)

Pekerjaan dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan beton yang rata dan

mulus. Pekerjaan ini biasanya dilakukan dilakukan pada saat beton belum mencapai final

setting, karena pada masa ini beton masih daapt dibentuk. Alat yang digunakan biasanya

ruskam, jidar dan alat-alat perata lainnya.

9.9 Perawatan Beton (Curing)

Perawatan ini dilakukan setelah beton mencapai final setting, artinya beton telah

mengeras. Perawatan ini dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak mengalami

gangguan. Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air

yang begitu cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari dan beton

berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga) hari serta harus dipertahankan dalam

kondisi lembab, kecuali dilakukan dengan perawatan yang dipercepat. (PB,1989:29).

Perawatan ini tidak hanya dimaksudkan untuk memdapatkan kekuatan tekan

beton yang tinggi tapi juga dimksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan

beton, kekedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi

struktur.

9.9.1 Perawatan yang di Percepat

Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosferik, pemanasan dan

pelembapan atau proses n yang dapat diterima, boleh digunakan untuk mencapai kekuatan

tekan dan mengurangi waktu perawatan. Perawatan ini harus mampu menghasilkan kekuatan

tekan sesuai dengan renacana, dan prosesnya harus mampu menghasilkan beton.

Untuk cuaca yang panas perlu diperhatikan bahan – bahan penyusunnya, cara produksi,

penanganan dan pengangkutan, penuangan, perlindungan dan perawatan untuk mencegah

suhu beton atau penguapan air yang berlebihan sehingga dapat mengurangi kekuatan tekannya

dan mempengaruhi kekuatan struktur.

9.9.2 Macam Perawatan

Perawatan beton ini dapat dilakukan dengan pembasahan atau penguapan

(steam) serta dengan menggunakan membran. Pemilihan cara mana yang digunakan

semata – mata mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan.

9.9.2.1 Perawatan dengan pembasahan

Pembasahan dilakukan di laboratorium ataupun dilapangan. Pekerjaan

perawatan dengan pembasahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Menaruh beton segar dalam ruangan yang lembab.

b. Menaruh beton segar dalam genangan air.

c. Menaruh beton segar dalam air.

d. Menyelimuti permukaan beton dengan air.

e. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah.

f. Menyirami permukaan beton secara kontinyu.

g. Melapisi permukaan beton dengan air dengan melakukan compound.

Cara a, b, dan c digunakan untuk contoh uji. Cara d, e , f digunakan untuk

beton di lapangan yang permukaannya mendatar, sedangkan cara f dan g digunakan

71

untuk yang permukaannya vertikal. Fungsi utama dari perawatan beton adalah untuk

menghindarkan beton dari :

a. Kehilangan air – semen yang banyak pada saat – saat setting time concrete.

b. Kehilangan air akibat penguapan pada hari – hari pertama.

c. Perbedaan suhu beton dengan lingkungan yang terlalu besar.

Untuk menanggulangi kehilangan air dalam beton ini dapat dilakukan

langkah – langkah perbaikan dengan perawatan. Pelaksanaan Curing Compound,

sesuai dengan ASTM C.309, dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Tipe I, Curing Compound tanpa Dye, biasanya terdiri dari parafin sebagai selaput

lilin yang dicampur dengan air.

b. Tipe I-D, Curing Compound dengan Fugitive Dye (Warna akan hilang selama

beberapa minggu)

c. Tipe II, Curing Compound dengan zat berwarna putih.

Dipasaran, kita dapat menjumpai beberapa merek sikament, misalnya Antisol

Red (termasuk tipe I-D), Antisol White (termasuk tipe II) dan Antisol E (termasuk

Tipe I, Non Pigmented Curing Compound). Curing compound ini selain berguna

untuk perawatan pada daerah vertiksl juga berguna untuk daerah yang mempunyai

temperature yang tinggi, karena bersufat memantulkan cahaya (terutama Tipe I).

9.9.2.2 Perawatan dengan penguapan

Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua, yaitu perawatan dengan tekanan

rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi. Perawatan tekanan rendah berlangsung selama

10 – 12 jam pada suhu 400-55

0 C, sedangkan penguapan dengan suhu tinggi dilaksanakan

selama 10-16 jam pada suhu 650-95

0 C, dengan suhu akhir 40

0-55

0C. Sebelum perawatan

dengan penguapan dilakukan, beton harus dipertahankan pada suhu 100-30

0C selama beberapa

jam.

Perawatan dengan penguapan berguna pada daerah yang mempunyai musim dingin.

Perawatan ini harus diikuti dengan perawatan dengan pembasahan setelah lebih dari 24 jam,

minimal selama umur 7 hari, agar kekuatan tekan dapat tercapai sesuai dengan rencana pada

umur 28 hari.

9.9.2.3 Perawatan dengan membrane

Membran yang digunakan untuk perawatan merupakan penghalang fisik untuk

menghalangi penguapan air. Bahan yang digunakan harus kering dalam waktu 4 jam (sesuai

final setting time), dan membentuk selembar film yang kontinyu, melekat dan tidak

bergabung, tidak beracun, tidak selip, bebas dari lubang – lubang halus dan tidak

membahayakan beton.

Lembaran plastik atau lembaran lain yang kedap air dapat digunakan dengan sangat

efisien. Perawatan dengan menggunakan membran sangat berguna untuk perawatan pada

lapisan perkerasan beton (rigid pavement). Cara ini harus dilaksanakn sesegera mungkin

setelah waktu pengikatan beton. Perawatan dengan cara ini dapat juga dilakukan setelah atau

sebelum perawatan dengan pembasahan.

72

9.9.2.4 Perawatan lainnya

Perawatan pada beton lainnya yang dapat dilakukan adalah perawatan dengan

menggunakansinar infra merah, yaitu dengan melakukan penyinaran selama 2 – 4 jam pada

suhu 900C. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penguapan air pada beton mutu tinggi.

Selain itu ada pula perawatan hidrotermal (dengan memanaskan cetakan untuk beton – beton

pra-cetak selama 4 jam pada suhu 650C) dan perawatan dengan karbonisasi.

9.10 Sifat – sifat Beton Segar

Dalam pengerjaan beton segar, tiga sifat yang penting yang harus selalu diperhatikan

adalah kemudahan pengerjaan, segregation (sarang kerikil) dan bleeding (naiknya air).

1) Jumlah air pencampur

Semakin banyak air semakin mudah untuk dikerjakan.

2) Kandungan semen,

Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air sehingga

keplastisannyapun akan lebih tinggi,

3) Gradasi campuran pasir-kerikil

Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar, akan lebih mudah dikerjakan.

4) Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan,

5) Butir maksimum

6) Cara pemadatan dan alat pemadat

Percobaan slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan.

Percobaan ini dilakukan dengan alat berbentuk kerucut terpancung, yang diameter atasnya 10

cm dan diameter bawahnya 20 cm dan tinggi 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk

mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang minimal 60 cm.

langkah percobaan adalah sebagai berikut.

1) Siapkan alat-alat slump, termasuk centong untuk memasukan semen.

2) Bagi volumenya menjadi masing-masing 1/3 volume,

3) Jika dihitung, tinggi lapisan 1/3 pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 dan sisanya

menjadi tinggi lapisan ketiga.

4) Masukan beton dengan centong secara hati-hati setinggi 1/3 volume (Jangan sampai alat

slump bergerak).

5) Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk sebanyak 25

kali.

6) Lakukan hal yang sama untuk lapisan kedua dan ketiga.

7) Biarkan selama 60 detik setelah lapisan terakhirdikerjakan,

8) Angkat alat slump secara hati-hati (jangan sampai miring) hingga mengenai sisi beton

segar.

9) Letakan alat slump di sisi beton segar.

10) Ukuran rata-rata tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi

permukaan beton yang jatuh.

Ada tiga jenis slump, yaitu slump sejati, slump geser dan slump runtuh. Nilai slump

tersebut ditunjukkan pada Gambar 9.6 untuk berbagai macam factor.

Gambar 9.6.1 slump geser pada berbagai nilai Faktor Air Semen

73

Gambar 9.6.2 Slump sejati pada berbagai nilai Faktor Air Semen

9.10.2 Segregation (Pemisahan Kerikil)

Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi.

Hal ini akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, campuran kurus atau kurang semen. Kedua, terlalu banyak air. Ketiga, besar ukuran

agregat maksimum lebih dari 40 mm. keempat, permukaan butir agregat kasar; semakin kasar

permukaan butir agregat, semakin mudah terjadi segregasi.

Kecenderungan terjadinya segregasi ini dapat dicegaah jika: (1). Tinggi jatuh

diperpendek, (2). Penggunaan air sesuai dengan sayarat, (3). Cukup ruangan antara batang

tulangan dengan acuan, (4). Ukuran agregat sesuai dengan syarat, dan (5). Pemadatan baik.

9.10.3 Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan pada beton yang baru dipadatkan

dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada

saat beton mengeras nantinya, akan membentuk selaput (laitance). Bleeding ini dipengaruhi

oleh:

(1). Susunan butir agregat

Jika komposisinya sesuai, kemungkinan untuk terjadinya bleeding kecil.

(2). Banyaknya air

Semakin banyak air berarti semakin besar pula kemungkinan terjadinya bleeding.

(3). Kecepatan hidrasi

Semakin cepat beton mengeras, semakin kecil kemungkinan terjadinya bleeding.

(4). Proses pemadatan

Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya bleeding.

Bleeding ini dapat dikurangi dengan cara: (1). Memberi lebih banyak semen, (2).

Menggunakan air sesedikit mungkin, (3). Menggunakan butir halus lebih banyak, dan (4).

Memasukan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.

9.11 Pengerjaan Beton pada Cuaca Panas

Karena kondisi Indonesia yang panas, pengaruh cuaca (weathering) pada pengerjaan

beton ini akan sangat dominan. Sementara itu, jika ditinjau dari sisi geologi, batuan di

Indonesia berusia muda dan terdiri dari batuan andesitic dan balstic sehingga jika dilakukan

crushing bantuan tersebut akan berbentuk memanjang, pipih serta porous. Hal tersebut akan

menyebabkan penggunaan semen dan air yang lebih banyak, yang pada pada akhirnya akan

memperbesar kemungkinkan terjadi segregasi dan bleeding. Hal ini dapat ditanggulangi

dengan langkah-langkah perbaikan seperti yang telah disebutkan atau dengan menambahakn

bahan tambah (admixture).

Temperature yang tinggi akan mempengaruhi beton segar dan beton keras. Jika tidak

diambil langkah-langkah perbaikan, kerugian yang dapat diakibatkan oleh temperature tinggi

adalah:

(1). Penggunaan air lebih banyak

74

(2). Kehilangan slump dalam waktu yang pendek

(3). Setting lebih cepat

(4). Kesulitan pemadatan

(5). Kemungkinan terjadinya bleeding lebih besar

(6). Penyusutan yang besar diawal pengerasan

(7). Kemungkinan terjadinya cracking besar

(8). Perlu perawatan pada setting

(9). Perlu pendinginan material

(10). Durabilitas berkurang

(11). Homogenitas berkurang

9.12 Tindakan Pencegahan

Tindakan pencegahan ini dilakukan agar kekuatan dan sifat-sifat beton segar dapat

terjaga. Tindakan pencegahan ini meliputi bahan-bahan pencampuran dan pelaksanaan pada

beton segar.

9.12.1 Bahan-bahan Pencampuran

9.12.1.1 Portland cement

Penggunaan kadar C3a yang terlalu tinggi agar dibatasi. Hal ini dilakukan agar proses

hidrasi berjalan tidak terlalu cepat, kecuali dikehendaki demikian. Proses yang terlalu cepat

tanpa diikuti dengan tindakan yang baik dalam pelaksanaan dan perawatan beton segar dan

yang telah mengeras akan menyebabkan retak-retak dalam beton.

Kehalusan butir semen juga harus diperhatikan, karena hal ini akan menyebabkan

lebih cepat terjadi proses hidrasi (heat generation). Untuk itu jumlah semen minimum perlu

diperhatikan. Jumlah semen minimum ini dapat direduksi dengan penggunaan bahan tambah

(admixture) ataupun abu terbang (fly-ash).

9.12.2 Agregat

Temperature dari agregat harus diperhatikan karena suhu agregat akan menyebabkan

kehilangan panas yang lebih cepat dalam beton segar. Untuk itu agregrat harus diletakkan

daalm kondisi yag terlindungi. Jika agregat diletakan dalam lapangan terbuka (stock-field)

dengan suhu udara lebih bessar dari 300C, maak pada waktu akan digunakan, agregat

sebaiknya disiram terlebih dahulu (sprinkling) untuk mendinginkan suhu permukaannya.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi kehilangan air akibar aborsi

(penyerapan) oleh agregat yang terlalu cepat. Dari hasil penyelidikan secara empiris

diketahui bahwa penurunan temperature agregat sebesar 100C akan menurunkan temperature

beton sebesar 60C.

9.12.1.3 Air

Suhu air, terutam yang berada dalam reservoir, harus diperhatikan. Sebagai tindakan

pencegahan, warna terang (misalnya putih) dapat diberikan pada dinding reservoir. Hasil

penyelidikan secara empiris menunjukkan bahwa penurunan temperature agregat sebesar

100C akan menurunkan temperature beton sebesar 2-3

0C.

75

9.12.1.4 Bahan tambah

Bahan tambah digunakan sesuai dengan kondisi dari lingkungan dan keinginan dari

sifat pengerjaan. Bahan tambah yang digunakan dalam pelaksanaan pengerjaan di lapangan

adalah sebagai berikut.

(1). Superplasticizer. Bahan ini mengurangi jumlah air yang dipakai, untuk mendapatkan

workability (flowing concrete) yang baik. Jika jumlah air tetap dan FAS tetap maka

kebutuhan akan semen menjadi minimum. Hal tersebut akan sangat menghemat biaya

karena mudah dikerjakan dengan tenaga yang sedikit. Beton semacam ini disebut dengan

self-beveling concrete. Flowing concrete mempunyai sifat kohesif yang baik dan tidak

menunjukan segregation, dan kemampuan untuk mempertahankan slump-loss dan

retardation ini adalah generasi ke-IV superplasticizer dari SIKAMENT-PMI-3.

(2). Plasticity Retarding Agent. Bahan ini memberikan sifat retarding bersamaan dengan

plasticizer dan akan mengurangi jumlah air yang dipakai sehingga proses hidrasi akan

lebih lama dan akan mengurangi susut-rangkak. Produk yang berada dipasaran bercirikan

dengan hurup R, misalnya Plastocrete-R dari SIKAMENT.

(3). Retarder. Retarder dalam keadaan cair biasanya juga berfungsi sebagai plasticizer pada

beton. Pengaruh retarder disesuaikan dengan dosis (manual-books) yang diberikan.

9.12.3 Toleransi yang Diijinkan

Dalam penakaran bahan-bahan penyusun beton sebagai campuran, ASTM C.685

“Standard Spesification for Concrete Made By Volumetric Batching and Continous Mixing”

memberikan toleransi seperti yang tercantum pada Tabel 9.2.

Tabel 9.2 Toleransi Berat untuk Pencampuran

Nilai toleransi terhadap slump yang didasarkan dari nilai slump maksimum yang diharapkan

dalam campuran beton dan tertulis dalam spesifikasinya tercantum dalam Tabel 9.3.

Tabel 9.3 Batas Toleransi Nilai Slump

Nilai Slump Maksimum Tertulis dalam

Spesifikasi

Toleransi

3 in (76 mm) atau lebih kecil

Lebih Besar dari 3 in (76 mm)

0 - 1.5 in (0-38 mm)

0 – 2.5 in (0-63 mm)

Nilai Slump Maksimum Tidak Tertulis dalam Spesifikasi

Lebih kecil dari atau sama dengan 2 in (50

mm)

2 in 4 in (100 mm)

± 0.5 in (13 mm)

± 1.0 in (25 mm)

± 1.5 in (38 mm)

9.12.4 Pelaksanaan

9.12.3.1 acuan dan perancah (formwork)

Agar beton dibentuk benar-benar sesuai dengan rencana maka perlu dilakukan

pemeriksaan kekuatan dari acuan dan perancah (formwork). Selain itu, perlu diperhatikan

tingkat kebersihan dari cetakan (bekisting) dan tulungan, agar tidak ada bahan-bahan yang

dapat menggangu beton. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jarak dari tulangan dengan

bidang samping cetakan. Perlu diperhatikan apakah butir agregat yang paling besar dapat

76

masuk ke dalam cetakan dan beton-beton decking atau tidak. Hal ini dilakukan agar tulangan

tidak langsung bersntuhan dengan tanah yang akan membentuk course concrete. Tindakan

pembersihan dapat dilakukan dengan kompresor jika strukturnys besar.

9.12.3.2

Persiapan peralatan pengecoran menjadi penting karena akan menjamin pelaksanaan

pengecoran ini meleputi alat-aduk, alat-angkut, alat pemadat, dan alat-alat untuk finishing.

Untuk pekerjaan pengecoran yang besar, cadangan peralatan sebaiknya dipersiapkan

dan disimpan ditempat yang terlindung dari sinar matahari. Alat angkut yang menggunakan

talang sebaiknya dicat putih, begitu juga dengan mixer. Pada pengecoran dengan form-work

berjalan, sliding form atau slip-form, bahan (cement grouting) dan alat untuk perbaikan harus

disediakan di lapangan.

9.12.3.3

Untuk pengerjaan beton yang kecil, temperature lingkungan sebaiknya di bawah 30

derajat dan dikerjakan di sore hari. Jika dilaksanakan pada siang hari, sebaliknya diberi

pelindung. Jika dilaksanakan pada pagi hari, hidrasi akan terjadi pada saat temperature

lingkungan berada pada puncaknya yakni siang hari.

Waktu pelaksanaan sebaiknya dijadwalkan secara baik. Untuk pengerjaan yang besar

dan kontinyu koordinasi antara batching plant (kontraktor Ready Mix) dan kontraktor

pelaksana konstruksi harus berjalan baik, agar kemungkinan putusnya supply beton pada saat-

saat yang tidak dikehendaki dapat dihindari.

Penjadwalan ini menjadi penting karena akan menjamin pelaksanaan dan akan

menurunkan delay cost yang terjadi, karena membayar tenaga pembersihan ulang serta

kehilangan waktu pengerjaan.

Penjadwalan ini mungkin tidak begitu masalah jika pekerjaan berlangsung dikota

besar, dimana jumlah kontraktor ready mix banyak. Hal ini akan menjadi masalah jika

dilaksanakan di daerah dimana hanya ada satu kontraktor ready mix. Penjadwalan yang dibuat

meliputi suplai beton segar yang disesuaikan dengan kapasitas pengecoran.

9.13 Hal-hal Penting yang Harus Diperhatikan

Secara umum hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah spesifikasi teknis yang

meliputi syarat-syarat pengerjaan beton dan komposisi yang diberikan (hasil Job Mix Design

atau JMF Concrete).

9.13.1

(1) Jadwal (schedule) pengecoran,

(2) Data pengecoran

(3) Jumlah pengecoran (kapasitas perjam)

(4) Alat angkut

(5) Tenaga kerja (manpower include with worker)

9.13.2 Persiapan Awal Pengerjaan

(1) Kontrol Acuan-perancah (Bekisting), meliputi kekuatan perancah, tangga inspeksi,

pemberian minyak, dan kerataan acuan.

(2) Control Tulangan (Rebar), meliputi kebersihan tulangan, selimut beton, panjang

penyaluran, sambungan, ikatan, dan jumlah, yang harus sesuai dengan gambar struktur.

77

(3) Kecukupan tenaga pengecoran

(4) Alat penerangan

(5) Syarat administrasi (ijin pengecoran)

(6) Control Material, meliputi material finishing, penaggulangan kropos akibat slidding

untuk pengecoran dengan slip-form, ketersediaan material (air, PC,agregat, dan atau

bahan tambah)

(7) Alat pengecoran, meliputi alat aduk, alat angkut, alat pemadatan, dan alat finishing.

(8) Metode pelaksanaan, meliputi metode penuangan, metode pemadatan, metode finishing,

metode perawatan (curing) nantinya.

(9) Lingkunagan yaitu antara lain cuaca setempat, kondisi setempat, pekerjaan-pekerjaan

disekitarnya dan lainya.

9.13.3 Pelaksanaan

(1) Control kondisi material di stock field, meliputi kecukupan dari material yang ada

disesuaikan dengan kebutuhan beton jadi, control cek dengan hasil uji laboratorium

tentang material penyusun beton.

(2) Pengambilan contoh beton segar untuk untuk menguji konsistensi dal kelecekan (slump

test), bleeding, segregasi, ketepatan campuran, dan pembuatanbenda uji.

(3) Tindakan perbaikan segera yang meliputi cara perbaikan dan material yang digunakan.

(4) Lingkungan yaitu kondisi cuaca, pekerjaan lain disekitar dan lainnya.

9.13.4 Quality Control

(1) Pemerikasaan secara regular material dilapangan dan atau digudang

(2) Pengambilan contoh uji (specimen) secara acak

(3) Pendataan lengkap untuk setiap contoh uji.

10. PENGUJIAN BETON

Pengambilan contoh uji dan pengujian dalam pelaksanaan pekerjaan beton secara

umum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan,. Pertama, pengambilan contoh dan pengujian

material penyusun beton, yang meliputi bahan-bahan semen, agregat, air, dan atau bahan

tambah. Hasil pengujian ini akan digunakan sebagai dasar dari perancangan beton (mix

design). Kedua, pengambilan contoh dan pengujian beton segar. Pengujian ini

dilaksanakan setelah didapatkan suatu komposisi campuran beton. Pengujian ini

dilakukan untuk menguji sifat-sifat dari beton segar dan pengaruhnya nanti setelah beton

mengeras. Ketiga, pengambilan contoh dan pengujian beton keras. Pengujian ini

direncanakan dan langkah perbaikan selanjutnya.

10.1 Pengambilan Contoh Uji Material

Pengambilan contoh uji ini dilakukan agar kondisi sebenarnya dapat terwakili. Batasan minimum

contoh yang harus harus diambil dalam suatu ukuran tertentu belum dijelaskan secara rinci.

Secara mudah, untuk tingkat homogenitas material yang tinggi, contoh uji akan lebih sedikit

diambil. Standar yang dapat diadopsi mengikuti ASTM D.3665 “Practice for Random Sampling

of Construction Material”. Aturan pengambilan sampel mengikuti aturan statistic.

10.1.1 Portland Cement

78

Pengambilan contoh uji semen dilakukan secara acak (random). Untuk semen zak

yang telah disimpan cukup lama dalam gudang, perlu dilakukan pengambilan sampel,

begitupun untuk semen curah.

10.1.2 Agregat

Pengambilan contoh uji dalam agregat pun harus dilakukan secara acak, namun

karena variabilitas sumber agregat yang tinggi maka pengambilan contoh pun bergantung

pada tempat asal agregat. ASTM D-75 “Standard Practice for Sampling Aggregates”

memberikan rekomendasi tentang pengambilan sampel ini.

(1) Pengambilan dari quarry

Jika agregat yang akan digunakan dalam campuran nantinya langsung diambil dari

quarry maka contoh yang diambil harus dapat mewakili. Contoh dapat diambil dari

daerah-daerah yang akan digunakan. Untuk lapisan yang lebih dalam, dapat

digunakan pengeboran atau pipa yang diruncingkan (khusus agregat halus).

Pengambilan contoh sebaiknya dilakukan pada arah vertical, karena homogenitas dari

sisi vertical biasanya tinggi.

(2) Pengambilan dari timbunan (Stockpiles)

Jika diambil dari timbunan, contoh uji harus diambil pada interval tertentu yang

dirasa mewakili. Pada lapis terdalam, pengambilan dilakukan dengan pipa atau

penggalian langsung dengan sekop/ ekskavator.

(3) Pengambilan dari Belt Conveyor

Pengambilan contoh dengan belt conveyor harus dilakukan secara penuh dalam arah

melintang dan dalam waktu yang pendek. Banyak sedikitnya sampel yang diambil

tergantung homogenitas agregat.

(4) Pengambilan dari Train (gerbong kereta api)

Pengambilan contoh dilakukan pada setiap gerbong, pada sisi-sisi dan tengah

gerbong. Banyak sedikitnya contoh uji yang diambil tergantung homogenitas agregat.

Jika contoh agregat yang diambil terlalu banyak, dapat dikurangi sesuai dengan

kebutuhan. Pengurangan ini dapat dilakukan secara manual (Quarter Method) atau

dengan mesin (Splitter Machine). Standar yang dapat diadopsi adalah ASTM C.702

“Standard Practice for Reducing Samples of Aggregate to Testing Size”. Berikut ini

adalah penjelasan mengenai metode-metode pengurungan tersebut.

1) Mesin Pembagi (Mechanical Splitter) atau metode A

Splitter Machine/Sample Splitter merupakan alat p. .embagi contoh yang

biasanya digunakan di laboratoriumuntuk volume pengerjaan yang kecil. Agregat

yang masuk kedalam mesin pembagi akan dibagi dua sama banyak, dimana satu

bagian keluar/berhenti dan satu lagi terbagi dua sama banyak, hingga didapatkan

contoh uji yang diinginkan.

2) Quartering Method atau Metode B

Agregat ditaruh ditempat yang datar kemudian dicampur secara merata. Campuran

agregat kemudian dibagi empat sama besar, dengan terlebih dahulu membentuk

kerucut dan memberikan beban merata sampai berbentuk lingkaran. Lingkaran

tersebut dibagi menjadi empat yang besar besarnya. Dua contoh yang berlawanan

arah diambil sebagai contoh uji. Jika masih terlalu banyak, diulangi lagi samapi

didapatkan contoh yang diinginkan.

79

3) Miniature Penimbunan (miniature stockpile sampling) atau Metode C

Metode pengambilan sample dengan cara membuat miniature penimbunan hanya

digunakan untuk agregat halus saja. Metode ini merupakan cara C dalam ASTM

C.702. prosedur pelaksanaannya adalah menempatkan contoh agregat halus pada

tempat yang keras serta bersih dan meratakan permukaannya. Material dicampur

dan diputar-putar sebanyak tiga kali. Bentuk kerucut dibuat dengan cara dengan

menggunakan sekop. Puncak kerucut kemudian ditekan dengan sekop agar terbagi

empat bagian.

(a). Mesin Pembagi untuk contoh uji kecil (agregat halus)

(b). mesin pembagi untuk contoh uji besar (agregat kasar)

Gambar 10.1 Mesin Pembagi (Riffles)

Gambar 10.2 cara bagi empat diatas lapisan kertas, bersih dan datar

Gambar 10.3 cara bagi empat diatas kanvas

Dari gambar 10.2, mula-mula campur sampel sampai homogeny (a), kemudian bentuk menjadi

kerucut menggunakan skop(b), lalu tekan menggunakan skop sampai rata dan membentuk lingkaran,

kemudian bagi dua (c), bagi menjadi empat bagian (d), ambil 2 sampel yang berpasangan dan

berlawanan.(e). Untuk Cara Bagi Empat di atas kanvas caranya hamper sama, tetapi digunakan

kanvas untuk membentuk kerucutnya seperti yang terlihat pada Gambar 10.3 (b). gambar 10.2

digunaakn untuk sampel yang besar dan berat, sedangkan Gambar 10.3 digunakan untuk sampel yang

kecil atau ringan.

Banyaknya sampel minimum yang bibutuhkan berdasarkan ukuran agregatnya tercantum dalam Tabel

10.1.

Table 10.1 Ukuran Nominal dan Kebutuhan Sampel Minimum

Maksimum Ukuran

Nominal Agregat

Minimum Berat Sampel dari Lapangan, lb (kg)

Agregat halus

No.8 (2.36 mm)

No.4 (4.75 mm)

25 (10)

25 (10)

Agregat kasar

3/8 in (9.5 mm)

½ in (12.5 mm)

¾ in (19.0 mm)

1 in (25 mm)

1.5 in (37.5 mm)

2 in (50 mm)

2.5 in (63 mm)

3 in (75 mm)

3.5 in (90 mm)

25 (10)

35 (15)

55 (25)

110 (50)

165 (75)

220 (100)

275 (125)

330 (150)

385 (175)

80

10.1.3 Air

Contoh air harus mewakili aspek homogenitas. Pelaksanaannya daapt dilakukan secara

regular. Pengujian khusus untuk air jarang dilakukan karena secara visual kita dapat menentukan

layak tidaknya ait tersebut.

10.1.4 Bahan Tambahan

Bahan tmabah diuji sesuai dengan manualnya.

10.2 Pertimbangan Statistik

Dasar-dasar statistic yang digunakan untuk perencanaan beton dan materialnya digunakan

untuk mengkontrol karakteristik material. Variable nilai statistik yang seringkali digunakan dalam

pekerjaan beton adalah variable mean (rata-rata aritmetik) dan standar deviasi. Rata-rata aritmetik

yang digunakan untuk melihat kecenderungan dari data berdasarkan nilai tengahnya, sedangkan

kecenderungan penyimpangan yang diijinkan dilihat dari standar deviasinya.

Setelah dua variable statistic mean dan standar deviasi, variable lainnya adalah skewness dan

kurtosis. Skewness mengidentifikasikan distribusi dari kecenderungan nilai dalam kelompoknya dan

kurtosis mengidentifikasikan frekuensi nilai dalam kelompok terhadap nilai akurasi pada rata-rata

(mean) lebih besar atau lebih kecil. Nilai-nilai lainnya kadang juga sangat diperlukan dalam pengujian

secara statistic. Regresi linier dalam statistic dilihat untuk mengevaluasi suatu hubungan sebab-akibat

antara variable bebas dan variable terikatnya. Sebelum pengujian statistic harus diuji normalitasnya.

Hubungan regresinya pun harus diuji terhadap keberartiannya.

10.3 Pengujian Material

Pengujian material penyusun beton meliputi pengujian terhadap (1). Portland Cement, (2).

Air, (3). Agregat, dan (4). Bahan tambah (admixture atau additive). Bentuk dan cara pengujian

disesuaikan dengan rencana metode perancangan campuran beton yang digunakan. Menurut SNI,

pengujian material ini harus mengikuti SK.SNI-S-04-1989-F.

10.4 Pengujian Bahan Penyusun Beton

Beberapa standar dapat diadopsi dalam pengujian bahan-bahan penyusun beton, misalnya

standar ACI, ASTM, JIS ataupun SNI. Standar pengujian menurut ASTM antara lain sebagai berikut

Tabel 10.2

Tabel 10.2. beberapa standar pengujian bahan menurut ASTM

Pengujian ASTM Standar

Semen Portland

Test Kuat Tekan Mortar dengan Kubus 50 Cm

Analisis Kandungan Kimia Semen Hidrolis

Kehalusan Butir dengan Turbidimeter

Autoclave Ecpansion

Tata cara pengambilan sampel

Kandungan Udara dalam Mortar Semen

Panas Hidrasi

Waktu Pengikatan dengan jarum Vicat

Kehalusan Butir dengan Alat Permeabilitas Udara

C.109

C.114

C.115

C.151

C.183

C.185

C.186

C.191

C.204

81

Waktu Pengikatan dengan Alat Gillmore

Pengerasan Awal

Potensial Ekspansi (Serangan Sulfat)

Kadar Optium SO3

Pengujian Ekspansi Dengan Batangan Mortar dalam Air

C.226

C.451

C.452

C563

C.1038

Air

Kuat tekan mortar

Kandungan kimia maksimum

Kandungan sulfat

C.109

D.512

D.516

Agregat

Berat isi dan Kadar Pori

Kadar zat Organic dalam Agregat Halus

Efek zat Organic dalam Agregaat halus terhadap kuat

tekan mortar

Ketahanan terhadap Sodium Sulfat atau Magnesium

Solfat

Kehalusan butir no. 200 (75-µm) dengan pencucian dan

ayakan

Butiranringan dalam agregat

Ketahanan degradasi dengan Los Angeles Mesin

Analisa Ayak

Kadar lumpur

Serangan alkali dengan batangan mortar

Serangan alkali dengan metode kimia

Agregat ringan untuk struktur beton

Agregat ringan untuk pekerjaan batu

Perubahan volume

Ketahanan terhadap abrasi dan impact

C.29

C.40

C.87

C.88

C.117

C.123

C.131

C.136

C.142

C.227

C.289

C.330

C.331

C.342

C.535

Air

Kuat tekan mortar

Kandungan kimia maksimum

Kandungan Sulfat

c.109

c.512

c.516

10.5 Pengujian Beton Segar

Pada dasarnya pengujian beton dilakukan untuk melihat konsistensi sebagai dasar untuk

kemudahan pekerjaan. Tata cara pengadukan dan pengecoran menurut SNI tertuang dalam SK.SNI.T-

28-1991-03. PEengujian beton segar pada umumnya meliputi pengujian slump, bleeding dan berat isi.

Beberapa standar pengujian beton segar menurut ASTM dapat dilihat di Tabel 410.3. control ini

dimaksudkan untuk mendapatkan keragaman beton yang dihasilkan.

Table 10.3 Beberapa Standar Pengujian beton Segar Menurut ASTM

Pengujian ASTM Standard

Berat Isi dan kandungan Udara

Slump test

Pengambilan Beton Segar

Kandungan Udara dalam Beton Segar dengan

C.138

C.143

C.172

82

Metode Volumetric

Kandungan Udara dengan Metode Tekanan

Bleeding

Kadar semen dalam beton segar

Kandungan air dalam beton segar

C.173

C.231

C.232

C.1078

C.1079

10.6 Pengujian Beton Keras

Pengujian beton keras dilakukan setelah masa perawatan contoh uji yang caranya dapat

mengikuti SK.SNI.T-16-1991-03. SK.SNI.M.08-1991-03 memberikan tata cara pengujian untuk kuat

lentur dan SK.SNI.M-10-1991-03 memberikan tata cara pengujian untuk kuat tekan. Pengujian kuat

geser tertuang dalam SK.SNI.M-09-1991-03, sedangkan pengujian nilai modulus harus sesuai dengan

SK.SNI.M-11-1991-03. Benda uji yang digunakan dapat berupa silinder, balok ataupun kubus dengan

ukuran sesuai dengan yang diisyaratkan. Beberapa standar menurut ASTM yang dapat digunakan

untuk pengujian beton keras adalah sebagai berikut.

Tabel 10.4 Beberapa Standar Pengujian Beton keras menurut ASTM

pengujian Standar ASTM

Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji

Capping Silinder

Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Dilapangan

Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Dilaboratorium

Pengujian Kuat Tekan

Agregatringan

Silinder Hasil Contoh Uji Lapangan

Hasil Kuat Lentur Balok

Silinder

Pengujian Modulus Elastisitas

Kuat Lentur

Penekanan Pada Titik Pusat Balok Sederhana

Dengan Tiga Titik

Kuat Lentur Beton Serat

C.617

C.31

C192

C.495

C.873

C.116

C.39

C.215

C.293

C.78

C.1018

10.7 Banyak Contoh Uji

Pengambilan contoh dan pengujian beton segar, percobaan atau pengujian ini dilaksanakan

setelah komposisi dari suatu campuran beton didapatkan. Selanjutnya, dilakukan pengujian sifat-sifat

dari beton segar dan pengaruhnya nanti setelah beton mengeras. Jumlah pengambilan contoh beton

untuk uji kuat tekan dari setiap mutu beton yang dituangkan pada suatu hari harus diambil tidak

kurang dari satu kali, dengan benda uji berpasangan. (PB,1989:23)

Berdasarkan criteria volume suatu pekerjaan, jumlah volume total dari pelaksanaan pengujian

akan memberikan contoh uji yang kurang dari luma, maka pengujian berdasarkan ketentuan dari

Tabel 10.5. Bila volume beton dari suatu adukan kurang dari 40m3, maka penjabat bangunan boleh

membatalkan keperluan untuk uji kuat tekan bila dalam pertimbanganya didapat cukup petunjuk yang

dapat memberikan bukti dengan cukup memuaskan bahwa beton tersebut mampu memberikan

kekuatan yang diharapkan (PB,1989:24).

83

Table 10.5 banyaknya Pengambilan Contoh Uji

Jumlah pembuatan

benda uji

Benda uji dari satu adukan dipilih acak yang mewakili suatu volume rata-

rata yang tidak lebih dari(diambil volume terkecil)

10 m3 atu 10 adukan

atau 12 truck drum

20 m3 atau 20 adukan

atau 5 truck drum

50 m3 atau 50 adukan

atau 10 truck drum

Jumlah maksimum dari

beton yang dapat

terkena penolakan

akibat setiap satu

keputusan

30 m3 60 m

3 150 m

3

10.8 Spesimen Uji yang Dirawat di laboratorium dan lapangan

Pengambilan contoh uji untuk kuat tekan beton harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dari

“Methods of Sampling Freshly Mixed Concrete” ASTM C.172. atau memenuhi syarat “tata cara

pembuatan benda uji untuk pengujian laboratorium mekanika batuan” SK.SNI.T-16-1991-03.

Benda Uji Silinder Yang Diperlukan Untuk Pengujian Kuat Tekan Harus Dicetak dan dirawat

didalam laboratorium sesuai dengan ketentuan dari “Methods of Making and Curing Concrete Test

Specimens In The Field” ASTM. C.31. dan diuji berdasarkan “Test Methods for Compressive Strength

for Cylindrical Concrete Specimens” ASTM C.39. Bila benda uji dibuat kubus bersisi 150 mm, maka

pembuatanya mengikuti kententuan dari BS 1881:Part 116:1983, “Methods for Determination for

Compressive Strength of Concrete Cubes”. Contoh uji harus diambil dari contoh yang sama dan

waktu yang sama dengan pelaksanaan. Prosedur perawatan harus ditingkatkan jika hasil uji

menunjukan bahwa kekuatan tekan beton 85% pada umur yang telah ditetapkan.

84

PERANCANGAN CAMPURAN ADUKAN BETON

DENGAN PERBANDINGAN VOLUME

Contoh

Perbandingan volume tempat ; Semen : pasir : kerikil = 1 : 2 : 3

Faktor air semen (FAS) = 6,0Wsemen

Wair, berat beton 1 m3 = 2300 kg,

berat satuan pasir = 1,6; berat satuan kerikil = 1,6; berat satuan semen = 1,25.

Berakah berat masing-masing bahan tiap 1 m3 beton?

85

Penyelesaian;

Perbandingan volume tempat

Semen : pasir : kerikil = 1 : 2 : 3

Perbandingan berat

Semen : pasir : kerikil = (1 x 1,25) : (2 x 1,6) : (3 x 1,6)

= 1,25 : 3,2 : 4,8

= 1 : 2,56 : 3,84

Berat air : berat semen = 0,6 : 1 (karena FAS = 0,6)

Perbandingan berat untuk 4

Wair : Wsemen : Wpasir : Wkerikil = 0,6 : 1 : 2,56 : 3,84 = 8

kgxWair 230084,356,216,0

6,0

=172,5 kg = 172,5 liter

kgxWair 230084,356,216,0

1

=187,5 kg

kgxWair 230084,356,216,0

56,2

=736 kg

kgxWair 230084,356,216,0

84,3

= 1104 kg

Cek jumlah bahan

172,5 + 287 ,5 + 736 + 1104 = 2299 ≈ 2300 kg

86

PERANCANGAN CAMPURAN ADUKAN BETON

MENURUT STANDAR PEKERJAAN UMUM SK.SNI.T-15-1990-03

I. TUJUAN

Untuk mendapatkan komposisi campuran bahan-bahan beton antara semen, pasir, kerikil dan air

sesuai dengan target kekuatan beton yang direncanakan, workable dan ekonomis.

II. TARGET KEKUATAN BETON

Kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) dalam perancangan campuran beton ini adalah sebesar 22

MPa pada umur 28 hari sesuai dengan dasar perhitungan struktur bangunan yang akan dibangun.

Struktur bangunan meliputi pekerjaan kolom, balok, pelat dan dinding.

III. DATA-DATA BAHAN BETON

Data-data bahan beton diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium terhadap bahan-bahan

penyusun beton.

a) Semen Portland (P.C)

Semen Portland yang digunakan adalah semen jenis I, yaitu jenis semen yang biasa yang umum

dipakai pada bangunan. Mutu semen pada umumnya telah memenuhi syarat SII 0013-81 dan

PUBI 1982 sehingga tidak perlu lagi dilakukan pengujian di laboratorium.

b) Agregat Halus (Pasir)

Pasir yang digunakan adalah pasir alami yang diambil dari sungai. Dari hasil pengujian di

laboratorium diperoleh data-data sebagai berikut :

Berat jenis jenuh kering muka = 2,50

Penyerapan air jenuh kering muka = 3,1%

Susunan besar butir (gradasi) masuk dalam daerah (zone) nomor 2

87

Kadar air pada waktu diambil sampel (kadar air lapangan) = 5%

Kadar lumpur kurang dari 5% dan tidak mengandung zat organik.

c) Agregat Kasar (Kerikil)

Kerikil yang digunakan adalah kerikil alami yang diambil dari sungai. Dari hasil pengujian di

laboratorium diperoleh data-data sebagai berikut :

Berat jenis jenuh kering muka = 2,60

Penyerapan air jenuh kering muka = 2,1%

Ukuran butir terbesar 20 mm

Susunan besar butir (gradasi) baik

Kadar air pada waktu diambil sampel (kadar air lapangan) = 1,9%

Kadar lumpur kurang dari 1%

d) Air

Air yang digunakan berupa air tanah, tidak berwarna, tidak berbau dan dapat diminum.

IV. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN

Langkah-langkah perancangan campuran adukan beton beserta penjelasannya dapat diuraikan

sebagai berikut :

1. Kuat tekan yang disyaratkan (f’c) pada umur 28 hari = 22 MPa.

2. Deviasi standar (Sd)

Dalam perancangan ini, pelaksana (pemborong) tidak memiliki data pelaksanaan sebelumnnya

dan dianggap belum berpengalaman, sehingga tingkat pengendalian mutu pekerjaan

dikategorikan jelek maka besarnya Sd diambil 7 MPa (lihat tabel dalam lampiran).

3. Nilai tambah (Margin)

Karena tidak terdapat data pelaksanaan sebelumnya, maka margin (M) diambil sebesar 12 MPa.

4. Kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr)

f’cr = f’c + M = 22 + 12 = 34 MPa

5. Jenis semen yang digunakan

Jenis semen yang digunakan adalah semen biasa (jenis I)

6. Jenis agregat kasar dan agregat halus

88

Jenis agregat kasar dan agregat halus yang digunakan adalah agregat alami (tak dipecah)

7. Faktor air semen (FAS)

a. Karena digunakan semen jenis I dan kuat tekan rata-rata silinder beton direncanakan pada umur

28 hari maka akan diperoleh nilai FAS (grafik Gb.7.8) sebesar 0,467.

b. Perkiraan kuat tekan beton dari tabel 7.11 dengan FAS dasar 0,5 pada umur 28 hari dengan

menggunakan semen jenis I dan agregat kasar jenis alami adalah sebesar 33 MPa. Dengan FAS

0,5 sebagai absis dan perkiraan kuat tekan beton sebesar 33 MPa sebagai ordinat maka

diperoleh titik A (grafik Gb.7.9). Dari titik A ditarik garis lengkung keatas mengikuti dua lengkung

disampingnya dan akan bertemu dengan kuat tekan rat-rata sebesar 34 MPa sebagai titik B. Dari

titik B ditarik garis kebawah vertikal diperoleh nilai FAS sebesar 0.485.

8. Faktor air semen maksimum

Faktor air semen maksimum sesuai dengan jenis pekerjaan yang direncanakan yaitu untuk

bangunan didalam ruangan dan keadaan keliling non korosif sesuai dengan tabel 7.12 sebesar

0,60.

Faktor air semen yang digunakan adalah diambil yang terendah yaitu pada langkah 7.a sebesar

FAS = 0.467

9. Penetapan nilai slump

Dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan dan

finishing dan jenis struktur untuk pelat, balok, kolom dan dinding maka slump ditetapkan

sebesar 7,5 – 15 cm.

10. Ukuran besar butir maksimum agregat

Sesuai dengan jenis pekerjaan, dimensi dan jarak tulangan, ditetapkan ukuran butiran

maksimum sebesar 20 mm.

11. Kebutuhan air yang diperlukan tiap m3 beton

Berdasarkan ukuran agregat maksimum 20 mm, jenis alami baik pasir maupun kerikilnya dan

slump yang diinginkan sebesar 7,5 – 15 cm maka dibutuhkan air 195 liter/m3 beton (tabel 7.14).

12. Berat semen yang diperlukan

Berat semen dihitung berdasarkan nilai FAS pada langkah 7 dan 8 dengan kebutuhan air pada

langkah 11. Berat semen yang diperlukan adalah 195 : 0,467 = 417,6 kg/m3.

13. Kebutuhan semen minimum

89

Sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya adalah bangunan beton didalam

ruangan dan keadaan kelilingnya non korosif maka semen yang diperlukan minimum 275 kg/m3

(tabel 7.15).

14. Penyesuaian kebutuhan semen

Kadar semen yang diperlukan pada langkah 12 berdasarkan nilai faktor air semen ternyata lebih

besar dari persyaratan minimum yang diperlukan sesuai dengan jenis pekerjaan (langkah 13)

maka yang dipakai adalah 417,6 kg.

15. Penyesuaian jumlah air atau kebutuhan semen

Karena penyesuaian kebutuhan semen (langkah 14) tidak ada perubahan maka tidak ada

perubahan jumlah air dan nilai FAS nya. Jumlah airnya tetap yaitu 195 liter/m3 beton.

16. Penentuan daerah gradasi agregat halus

Sesuai dengan data hasil uji laboratorium tentang analisis ayak pasir maka gradasi pasir masuk

pada daerah (zone) 2.

17. Persentase pasir terhadap campuran

Berdasarkan nilai slump 7,5 – 15 cm, gradasi pasir pada zone 2, ukuran butir maksimum 20 mm

dan nilai FAS = 0,467 maka persentase berat pasir berada diantara 35% - 44% (grafik Gb.7.10.b).

Dalam perancangan ini berat pasir ditetapkan sebesar ( 35 + 44 ) : 2 = 39,6%.

18. Berat jenis agregat campran

Berat jenis pasir jenuh kering muka dari hasil pengujian di laboratorium 2,5 dan kerikil 2,6. Berat

jenis agregat campuran dapat dihitung dengan rumus :

Bj camp = (P : 100) x bj ag.halus + (K : 100) x bj ag. Kasar

= (39,6 : 100) x 2,5 + ((100 – 39,6) : 100) x 2,6 = 2,56

19. Berat jenis beton

Berat jenis beton dapat dicari dengan menggunakan grafik Gb.7.11. Berdasarkan berat jenis

agregat campuran 2,56 dan air yang digunakan 195 liter/m3. Dalam grafik diperoleh berat jenis

beton = 2330 kg/m3.

20. Kebutuhan agregat campuran

Kebutuhan agregat campuran adalah 2330 – 195 – 417,6 = 1717,4 kg/m3.

21. Kebutuhan agregat halus

90

Agregat halus yang dibutuhkan adalah 39,6% terhadap agregat campuran sehingga beratnya

adalah (39,6 : 100) x 1717,4 = 680,1 kg/m3.

22. Kebutuhan agregat kasar

Berat agregat kasar dapat dihitung dari berat agregat campuran dikurangi berat agregat halus

yaitu 1717,4 – 680,1 = 1037,3 kg/m3.

Dengan demikian komposisi bahan-bahan beton untuk mutu beton f’c = 22 MPa dan agregat dalam

kondisi jenuh kering muka dapat dirangkum sebagai berikut :

Semen Portland (P.C) : 417,6 kg/m3

Pasir SSD : 680,1 kg/m3

Kerikil SSD : 1037,3 kg/m3

Air : 195 kg/m3

Untuk lebih mudahnya dapat dilihat pada formulir rancangan sebagai berikut :

No. URAIAN

1 Kuat tekan yang disyaratkan, pada umur 28 hari : 22 MPa

2 Deviasi Standar (s) : 7 MPa

3 Nilai tambah (m) : 12 MPa

4 Kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) : 34 Mpa

5 Jenis semen (biasa/cepat keras) : biasa (jenis I)

6 Jenis kerikil (alami/batu pecah) : alami

Jenis agregat halus (alami/pecahan) : alami

7 Faktor air semen : 0,467

8 Faktor air semen maksimum : 0,60

----->> dipakai nilai faktor air semen yang rendah : 0,467

9 Nilai slump : 7,5 - 15 cm

10 Ukuran maksimum butiran kerikil : 20 mm

91

11 Kebutuhan air : 195 ltr

12 Kebutuhan semen Portland : 417,6 kg

13 Kebutuhan semen portland minimum : 275 kg

14 ----->> dipakai kebutuhan semen portland : 417,6 kg

15 Penyesuaian jumlah air atau f.a.s : tetap

16 Daerah gradasi agregat halus : 1. 2. 3. 4.

17 Persen berat ag.halus terhadap campuran : 39,6 %

18 Berat jenis agregat campuran (dihitung) : 2,56 t/m3

19 Berat jenis beton : 2330 kg/m3

20 Kebutuhan agregat : 1717,4 kg/m3

21 Kebutuhan agregat halus : 680,1 kg/m3

22 Kebutuhan agregat kasar : 1037,3 kg/m3

Kesimpulan :

Volume Berat total Air Semen Ag. halus Ag.kasar

1 m3

1 adukan

2330

..........

kg

kg

195

..........

kg

kg

417,6

..........

kg

kg

680,1

..........

kg

kg

1037,3

..........

kg

kg

92

Nilai deviasi standar untuk berbagai tingkat pengendalian mutu pekerjaan

Tingkat pengendalian mutu pekerjaan Sd (Mpa)

Memuaskan 2,8

Sangat baik 3,5

Baik 4,2

Cukup 5,6

Jelek 7,0

Tanpa Kendali 8,4

Tabel 7.11 Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan Faktor Air Semen 0,50

Jenis Semen Jenis agregat kasar Umur (hari)

3 7 28 91

I, II, IV Alami 17 23 33 40

Batu Pecah 19 27 37 45

III Alami 21 28 38 44

Batu Pecah 25 33 44 48

Tabel 7.12 Persyaratan factor air semen maksimum untuk berbagai pembetonan dan

lingkungan khusus

Jenis Pembetonan Fas maksimum

Beton di dalam ruang bangunan :

a. Keadaan keliling non-korosif 0,60

93

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap

korosi

0,52

Beton di luar ruang bangunan :

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 0,55

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 0,60

Beton yang masuk ke dalam tanah :

a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 0,55

b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali tanah Lihat tabel 7.12 a

Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar payau laut Lihat tabel 7.12 b

94

Tabel 7.12 a. Faktor air semen maksimum untuk beton yang berhubungan dengan air tanah

yang mengandung sulfat

Konsentrasi Sulfat (SO3) Jenis semen Fas maks

Dalam tanah SO3

dalam

air tanah

(gr/ltr)

Total

SO3 (%)

SO3 dalam campuran

air : tanah = 2 : 1

(gr/ltr)

< 0,2 < 1,0 < 0,3 Tipe I dengan

atau tanpa pozolan

(15-40%)

0,50

0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2 Tipe I tanpa Pozolan

0,50

Tipe I dengan

Pozolan

(15-40%)

atau

Semen Portland

pozolan

Tipe II atau V

0,55

0,55

0,5 – 1,0 1,9 - ,1 1,2 – 2,5 Tipe I dengan

Pozolan (15-40%)

atau Semen

Portland pozolan

Tipe II atau V

0,45

0,45

95

1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V

0,45

>2,0 > 5,6 > 5,0 Tipe II atau V

dan lapisan

pelindung

0,45

Tabel 7.12 b. Faktor air semen untuk beton bertulang dalam air

Berhubungan

dengan :

Tipe Semen Faktor air semen

air tawar Semua tipe I - V 0,50

air payau Tipe I + pozolan

(15-40%)

atau

S.P.Pozolan

Tipe II atau V

0,45

0,50

air Laut Tipe II atau V 0,45

Tabel 7.13 Penetapan nilai slump (cm)

Pemakaian Beton

Maks Min

Dinding,plat fondasi dan fondasi

telapak bertulang 12,5 5,0

Fondasi telapak tidak bertulang,

kaison, dan struktur dibawah tanah 9,0 2,5

96

Pelat, balok, kolom, dan dinding 15,0 7,5

Pengerasan jalan 7,5 5,0

Pembetonan massal 7,5 2,5

Tabel 7.14 Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (ltr)

Besar ukuran

maks kerikil

(mm)

Jenis

batuan

Slump (mm)

0 - 10 10 - 30 30 - 60 60 - 180

10 Alami 150 18 205 225

Batu pecah 180 205 230 25

20 Alami 135 160 180 195

Batu pecah 170 190 210 225

40 Alami 115 140 160 15

Batu pecah 155 175 190 205

Tabel 7.15 Persyaratan semen minimum untuk berbagai pembetonan dan lingkungan khusus

Jenis Pembetonan Semen minimum

(kg/m3 beton)

Beton di dalam ruang bangunan :

a. Keadaan keliling non-korosif 275

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap

korosi

Beton di luar bangunan :

97

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 325

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 275

Beton yang masuk ke dalam tanah :

a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 325

b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Lihat tabel 7.15 a

Beton yang selalu berhubungan denagn air tawar/payau/laut Lihat tabel 7.15 b

98

Tabel 7.15 a Kandungan semen minimum untuk beton yang berhubungan dengan ait tanah

yang mengandung sulfat

Konsentrasi sulfat (SO3) Jenis Semen Kandungan

semen minimum

(kg/m3)

Ukuran maks

agregat (mm)

40 20 10

Dalam tanah

SO3

dalam

air tanah

(gr/ltr)

Total

SO3

%

SO3 dalam campuran

air : tanah = 2 : 1

(gr/ltr)

< 0,2 < 1,0 < 0,3 Tipe I dengan

atau tanpa Pozolan

(15-40%)

280 300 350

0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2 Tipe I tanpa

Pozolan

290 330 380

Tipe I dengan

Pozolan

(15-40%)

atau

semen portland

pozolan

Tipe II atau V

250 20 430

0,5 – 1,0 1,9 – 3,1 1,2 – 2,5 Tipe I dengan

Pozolan (15-40%)

340 380 430

99

atau Semen Port

land pozolan

Tipe II atau V

290 330 380

1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V

330 370 420

> 2,0 > 5,6 > 5,0 Tipe II atau V

dan lapisan

pelindung

330 370 420

Tabel 7.15. b Kandungan semen minimum untuk beton bertulang dalam air

100

Berhubungan

dengan :

Tipe Semen Kandungan semen

minimum

Ukuran maksimum

agregat (mm)

40 20

air tawar Semua tipe I - V 280 300

air payau Tipe I + Pozolan (15-40%) atau S.P.

Pozolan

340 380

Tipe II atau V 2990 330

air laut Tupe II atau V 330 370

DAFTAR PUSTAKA

Kardiyono Tjokrodimuljo, Teknologi Beton (Bahan Kuliah), Yogyakarta: Jurusan

Teknik Sipil FT UGM, 2004.

101

Paul Nugraha, Anoni, Teknologi Beton dari Pembuatan, Ke Beton Kinera Tinggi,

Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007

Syafei Amri, Teknologi Beton A-Z, Jakarta: Penerbit Yayasan John Hi-Tech Idetama,

2005.

Tri Mulyono, Teknologi Beton, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005