bahan ajar_teknologi beton
DESCRIPTION
Pendidikan BetonTRANSCRIPT
BAHAN AJAR
TEKNOLOGI BETON
DISUSUN OLEH :
IDA NUGROHO SAPUTRO
PROGRAM STUDI TEKNIK BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK KEJURUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian
Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata
concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin Concretus yang berate tumbuh
bersama atau menggabungkan menjadi satu.
Beton adalah material yang rumit. Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka
yang tidak punya pengertian sama sekali tentang teknologi beton, tetapi pengertian yang
salah dari keserdehanaan ini sering menghasailkan persoalan pada produk, antara lain
reputasi jelek dari beton sebagai bahan bangunan.
Sebagai material komposit, sifat beton sangat bergantung pada sifat unsur masing-masing
serta interaksi mereka.
Ada 3 unsur yang melibatkan;
- Pasta semen
- Mortar
- Beton
Unsur terurai beton komposit
Semen
+
Air
+
Agregat halus pasir
+
Agregat kasar kerikil
Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tariknya kecil. Oleh karena itu untuk
struktur bangunan, beton selalu dikombinasikan dengan tulangan baja untuk memperoleh
kinerja yang tinggi. Beton ditambah dengan tulangan baja menjadi beton bertulang.
PRESENTASE BETON
Pada beton yang baik setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar. Demikian
pula halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi mortar. Jadi kualitas pasta semen/mortar
Pasta
semen
mortar
beton
3
menentukan kualitas beton. Semen unsur kunci dalam beton komposisi 7-15% dari campuran.
Kurang dari <7 % disebut beton kurus. >15 % disebut beton gemuk.
Agregat komposisinya 61-76% dari campuran beton
agregat kasar, 40
agregat halus, 30
udara, 5
air, 15
semen, 10
Keunggulan beton
a. Keterdiaan material dasar
1. Agregat dan air didapatkan dari local
2. Tidak demikian dengan baja harus pabrikasi dan impor
3. Ketersedian kayumasalah lingkungan
b. Kemudahan untuk digunakan
1. Pengangkutan mudah
2. Bisa dipakai untuk berbagai struktur
3. Beton bertulang bisa dipakai untuk struktur berat
c. Kemampuan beradaptasi
1. Bersifat monolit tidak memerlukan sambungan seperti baja
2. Dapat dicetak dengan ukuran dan bentuk berbeda
3. Beton dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuiakan dengan situasi
sekitar
4. Konsumsi energi minimal dibandingkan dengn baja
d. Pemeliharan minimal
Ketahanan beton cukup tinggi, lebih tahan karat tidak perlu dicat, tahan
kebakaran.
Kelemahan beton;
1. Berat sendiri yang besar, 2400kg/m3.
2. Kekuatan tariknya rendah
3. Beton cenderung untuk retak
4. Kualitas tergantung cara pelaksanaan dilapangan
5. Struktur beton sulit untuk dipindahkan.
4
Cara mengatasi kelemahan beton;
1. Membuat beton mutu tinggi
2. Memakai beton bertulang
3. Melakukan perawatan
4. Memakai beton pracetak
5. Mempelajari teknolgi beton
5
BAB II
SEMEN
Pengertian
Karena beton terbuat dari agregat yang diikat bersama pasta semen yang mengeras maka
kualitas semen sangat mempengaruhi kualitas beton. Pasta semen adalah lem, yang bila
semakin tebal tentu semakin kuat. Namun jika semakin tebal juga tidak menjamin lekatan
yang baik.
Semen adalah bahan yang bersifat ahdesif maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut
Standar Industri Indonesia, SII 0013-1981, definisi semen Portland yaitu semen hidrolis yang
dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium
yang bersifat hidrolis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan yaitu gypsum.
Fungsi semen untuk bereaksi dengan air menjadi pasta semen. Pasta semen berfungsi untuk
merekatkan butir-butir antar agregat agar terjadi suatu massa yang kompak/padat. Selain itu
pasta semen juga untuk mengisi rongga-rongga antara butir-butir agregat. Walaupun volume
semen kira-kira 10 persen dari volume beton, namun karena bahan perekat yang aktif dan
mempunyai harga paling mahal dari bahan dasar beton yang lain maka perlu
dipelajari/diperhatikan secara baik.
Tukang batu Joseph Aspdin dari Inggris (Pulau Portland) adalah pembuat semen Portland
yang pertama pada awal abad 19, dengan membakar batu kapur yang dihaluskan dan tanah
liat dalam tungku dapur rumahnya. Dari metode kasar ini berkembanglah industri pembuatan
semen yang sedimikian halus sehingga satu kilogram semen mengnadung sampai 300 milyar
butiran.
Semen Hidrolis dan Non Hidrolis
Ada 2 macam semen;
1. Hidrolis semen yang akan mengeras bila beraksi dengan air, tahan terhadap air
(water resistance) dan satabil didalam air setelah mengeras.
2. Non hidrolis semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air
Sebagai perbandingan, lihat perbedaan gypsum dan kapur keras.
- Gypsum mengeras bila beraksi denga air tetapi akan larut dalam air (bukan jenis
semen hidrolis)
- Kapur keras tidak mengeras bila beraksi dengan air melainkan akan mengeras bila
beraksi dengan CO2. Setelah mengeras maka akan tahan dengan air (bukan jenis
semen hidrolis)
6
Kebutuhan dunia akan semen hidrolis mencapai ratusan juat ton setipa tahun sehinggaharus
diproduksi dari material alamiah, daripada bahan kimia murni semata.
Salah satu semen hidrolis yang dipakai dalam konstruksi beton adalah semen Portland. Jenis
yang lain ; semen alamiah dan semen alumina.
Bahan Dasar
Semen Portland yang dijual dipasaran umumnya berkualisa baik dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Bahan dasar semen Portland;
- Kelompok calcareous oksida kapur
- Kelompok siliceous oksida silica
- Kelompok argillacous oksida alumina
- Kelompok ferriferous oksida besi
Semen portland dibuat dari 4 bahan diatas, dipilih secara selektif dan dikontrol secara ketat.
Setelah pembakaran ditambah gypsum untuk mengatur waktu set (setting time) mortar atau
beton.
Untuk pembutan 1 ton semen Portland diperlukan bahan dasar;
1,3 ton batu kapur(limestone)/kapur(chalk)
0,3 ton pasir silica/tanah liat
0,03 ton pasir/kerak besi
0,04 ton gypsum
Proses Pembuatan Semen
Semen portland dibuat dengan melalui beberapa langkah, sehingga sangat halus dan memiliki
sifat adhesive maupun kohesif. Semen diperoleh dengan membakar secara bersamaan suatu
campuran dari calcareous (yang mengadung kalsium atau batu gamping) dan argillacous
(yang mengnadung alumina) dengan perbandingan tertentu. Secara mudahnya kandungan
semen Portland ialah; kapur, silica dan alumina. Ketiga bahan tadi dicampur dan dibakar
dengan suhu 1550C dan menjadi klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan dan
dihaluskan sampai halus menjadi bubuk. Biasanya lalu ditambahkan dengan gips atau
kalsium sulfat sebagai bahan pengontrol waktu ikat. Kemudian dikemas dalam kantong
dengan berat bervariai 40 kg dan 50 kg.
7
Proses Kering dan Proses Basah
Secara global ada dua macam proses pembuatan semen yaitu; proses kering ada proses basah.
Proses basah cocok untuk material mentah yang gembur seperti kapur dan tanah liat yang
sudah siap terurai didalam air untuk membentuk lumpur. Air sebanyak 30% akan dibuang
pada tahap awal proses kiln.
Untuk material keras seperti batu kapur dan shale memakai proses kering. Klengasan dibuang
pada tahap awal, umunya pada waktu digiling.
Pemilihan proses tergantung sifat material, efisiensi setiap proses dan harga energy. Pada
waktu minyak melonjak pada tahun 70-an, proses basah yang mulanya banyak digunakan
kemudian diganti dengan proses kering.
Senyawa Kimia
Empat senyawa kimia yang utama;
1. Triklasium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO6
3. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3 Ca O.Al2O3
4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4Ca.Al2O3. Fe2O3
Dua unsur yang utama (C3S dan C2S) biasanya merupakan 70 sampai 80 % dari unsure
semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat semen. Bila
semen terkena air, C3S segera berhidrasi dan menghasilkan panas. Selain itu juga
berpengaruh besar terhadap pengerasan semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari.
Sebaliknya C2S beraksi dengan air lebih lambat sehingga berpengaruh terhadap pengerasan
semen setelah lebih dari 7 hari. Dan memberikan kekuatan akhir (lihat gambar….). unsure
C2S ini juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia dan juga mengurangi besar susut
pengeringan. Kedua unsure pertama ini membutuhkan air berturut-turur sekita 24 dan 12 %
dari masing-masing beratnya untuk terjadinya reaksi kimia, namun saat hidrasi C3S
membebaskan kalsium hidroksida hampir 3 kali lebih banyak daripada yang dibebaskan C2s.
maka dari itu, jika C3S mempunyai persentase yang lebih tinggi akan menghasilkan proses
pengerasan yang cepat pada pembentukan kekuatan awalnya disertai suatau panas hidrasi
tinggi. Sebalikya presentase C2s yang lebih tinggi menghasilkan proses pengerasan yang
lambat, panas hidrasi sedikit dan ketahanan terhadap kimia yang lebih baik.
Unsure C3A (unsure ketiga) berhidrasi secara exothermic, dan beraksi dengan cepat,
memberikan kekuatan seseudah 24 jam. C3A beraksi dengan air sebanyak kira-kira 40 persen
beratnta (lebih banyak daripada unsure 1 dan 2), namun karena jumlah unsure ini sedikit
maka pengaruh pada jumlah air hanya sedikit. Unsur C3A ini sangat berpengaruh pada panas
hidrasi tertinggi, baik selama pengerasan awal maupun pengeresan berikutnya yang panjang.
Beton yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung larutan asam sulfat (SO4) akan
mudah rusak jika semenya mengnadung C3A, karena kondisi C3A mudah beraksi dengan
larutan sulfat. Didalam beton hasil reaksi ini menghasilkan bentuk zat kimia baru yang
dinamakan ettringite, volumenya lebih besar (mengembang), sehingga membuat beton retak-
8
retak. Oleh karena itu semen tahan sulfat tidak boleh mengnadung unsure C3A lebih dari 5
persen.
Unsur C4AF (unsure keempat) kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen
atau beton.
Hidrasi Semen
Bilamana semen bersentuhan dengan air maka proses hidrasi berlangsung, dengan arah dari
luar ke dalam, maksudnya hasil hidrasi mengendap dibagian luar dan inti semen yang belum
terhidrasi dibagian dalam secara bertahap terhidrasi sehingga volumenya mengecil. Proses
permulaan hidrasi tersebut berlangsung lambat, antara 2-5 jam sebelum mengalami
percepatan setelah kulit permukaan pecah.
Pada tahap hidrasi berikutnya, pasta semen menjadi gel (suatu butiran sangat halus hasil
hidrasi, memiliki permukaan yang amat besar) dan sisa-sisa semen yang tak bereaksi mis
kalsium hidroksida Ca(OH)2, air dan beberapa senyawa yang lain. Kristal-kristal dari
berbagai senyawa yang dihasilkan membnetuk rangkaian tiga-dimensi yang saling melekat
secara random dan kmeudian sedikit demi sedikit mengisi ruangan yang mula0mula
ditempati air, lalu menjadi kaku dan muncullah suatu kekuatan yang selanjutnya mengeras
menjadi benda yang padat dan kaku. Dengan demikian pasta semen yang telah mengeras
memiliki struktur yang berpori, dengan ukuran pori bervariasai dari yang sangat kecil sampai
besar. Pori-pori tersebut disebut pori-pori gel. Pori-pori yang didalam pasta semen yang
sudah keras mungkin berhubungan, tapi mungkin tidak.
Jenis jenis Semen Portland
a. Semen Portland
Melihat sifat yang berbeda-beda dari masing-masing komponen ini kita dapat membuat
bermacam-macam jenis semen hanya dengan mengubah kadar masing-masing komponennya.
Misalnya kita ingin mendapatkan semen yang mempunyai kekuatan awal yang tinggi maka
kita perlu menambah kadar C3S dan mengurangi kadar C2S. ASTM (America Standard for
Testing Material) menentukan komposisi semen berbagai type sebagai berikut;
Tipe I adalah semen Portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan persyaratan-
persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis yang lain
Tipe II adalah semen Portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfat dan panas
hidrasi
Tipe III adalah semen Portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal tinggi
Tipe IV adalah semen Portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah.
Tipe V adalah semen Portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap sulfat
9
b. Semen portlad Pozzoland
Semen portlland pozzoland (PPC) adalah suatu bahan perekat hidrolis yang dibuat dengan
menggiling halus klinker semen portlang dan pozzoland, atau suatu campuran yang merata
antara bubuk semen portlang dan bubuk pozzoland selam penggilingan atau pencampuran.
Pozzoland adalah bahan alami atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur2 silikat
(SiO2) dan atau aluminat (Al2O3) yang reaktif. Pozzoland tidak bersifat seperti semen,
namun dalam bnetuknya yang halus jika dicampur dengan kapur padam aktif dan air pada
suhu kamar akan mengeras dalam beberapa waktu, sehingga membentuk massa yang padat
dan sukar larut dalam air.
Semen portlang pozzoland dapat diproduksi dengan salah satu cara berikut;
- Cara pertama Menggiling bersama klinker semen dan pozzoland dengan bahan
tambah gips atau kalsium sulfat.
- Cara kedua Mencampur dengan rata gerusan semen dan pozzolan halus.
Penggilingan dua material secara bersama-sama pada cara pertama lebih muda daripada
mencampur bubuk kering pozolan sebagaimana cara kedua. Pencampuran bubuk kering
pozolan pada cara kedua hanya dilakukan dengan jika cara penggilingan pada cara pertama
tidak ekonomis, serta mesin pencampur yang ada dapat menjamin keseragaman hasil
pencampuranyya.
Semen portlan pozzolan menghasilkan panas hidrasi lebih sedikit daripada semen biasa. Sifat
ketahanan terhadap kotoran dalam air (mis kandungan garam) lebih baik, sehingga cocok jika
dipakai;
- Bangunan di air payau atau laut yang selalu berhubungan dengan air yang
mengandung sulfat
- Bangunan beton yang memerlukan kekedapan air tinggi, mis dinding ruang basemen,
bak penyimpanan air bersih, bangunan sanitasi
- Beton massa (dam, bendungan, fondasi besar) yang membutuhkan panas hidrasi
rendah
- Pekerjaan plesteran (mortar) yang memerlukan (adukan morta/beton) yang plastis
Penyimpanan Semen
Semen harus tetap kering. Penyimpanan semen kadang-kadang diperlukan dalam jangka
waktu lama, terutama jika distribusi semen tidak teratur. Walaupun semen dapat dijaga
mutunya dalam jangka waktu tidak terbatas asalkan uap air dijauhkan dari tempat
penyimpanan tersebut, namun semen yang berhubungan dengan udara akan menyerap air
dengan perlahan-lahan, dan ini menyebabkan kerusakan. Kerusakan berupa beraksinya
permukaan butiran-butiran semen dengan air dan permukaan tersebut mengeras, sehingga
mempersulit reaksi butir semen berikutnya.
Semen dalam bentuk curah (bukan dalam kantong) dapat disimpan dalam tempat
penyimpanan setinggi 2 meter atau lebih. Biasanya hanya bagian luar saja setebal 5cm yang
10
keras dan harus dibuang sebelum semen dipakai. Semen dalam kantong dapat disimpan
dengan aman untuk beberapa bulan jika disimpan di atas lantai dengan alas yang kedap air,
dengan dinding dan lantai yang kedap air seta jendela-jendela ditutup dengan sanngat rapat.
Sekali semen tersimpan harus tidak boleh terganggu sampai semen akan dipakai.
Akibat tidak sempurnanya penyimpanan semen dalam jangka waktu lama smen menjadi
buruk. Semen yang telah disimpan lebih dari 6 bulan sejak dibuat, atau semen dlam kantong
di penyimpanan local lebih dari 3 bulan, perlu diperiksa sebelum digunakan dan jika sudah
kurang baik sebaiknya tidak dipakai.
11
BAB III
AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton
atu mortar. Agregat menempati 70-75% dari total volume beton maka kualitas agregat sangat
berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan kualitas yang baik, beton dapat dikerjakan
(workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Mengingat agregat lebih murah
daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukan sebanyak mungkin selama
secara teknis memungkinkan dan kandungan semen nya minimum
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan dengan didasarkan pada
ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai ukuran lebih besar disebuta agregat kasar
sedangkan agregat yang lebih kecil disebut agregat halus. Sebagai batas antara ukuran butir
yang kasar dan yang halus tampaknya belum ada nilai yang pasti, masih berbeda antara satu
disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain. Didalam teknologi beton nilai batas tersebut
ialah 4,75mm atau 4,8 mm. agregat yang butiranya lebih besar dari 4, 75 disebut agregat
kasar, sedangkan yang lebih kecil disebut agregat halus. Secara umum agregat kasar disebut
sebagai kerikil, kericak, batu oecah, atau split adapaun agregat halus disebut pasir, baik
berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian atau hasil dari
pemecahan batu. Sedangakan buir ya ng lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt dan yang
lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay.
Dalam praktek agregat digolongkan dalam 3 kelompok;
1. Batu, ukuran lebih dari 40mm
2. Kerikil, ukuran antara 5 – 40mm
3. Pasir, ukuran antara 0,25 – 5 mm
Agregat alami dan Agregat Buatan
Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara
alami (mis kerikil) atau dapat diperoleh dengan cara memecah batu alam, membakar tanah
liat dsb.
Agregat alami dapat diklarifikasikan kedalam sejarah terbentuknya peristiwa geologi yaitu
agregat beku, agregat sedimen, dan agregat metamorf.
Pasir alam terbentuk dari pecahan batu karena beberapa sebab. Pasir dapar diperoleh dari
dalam tanah, pada dasar sungai atau tepi laut. Oleh karena itu pasir dapat digolongkan dalam;
1. Pasir galian
2. Pasir sungai
3. Pasir pantai
Bila agregat alami jauh dari lokasi pekerjaan, maka dapat dipakai agregat buatan (agregat
tiruan). Agregat buatan dapat berupa batu pecah, pecahan genteng/bata, tanah liat bakar, fly
ash dsb.
12
Sebelum barang-barang bekas/buangan tersebut dipakai, maka perlu dipertimbangkan dulu
thd hal-hal berikut;
a. Tinjaun ekonomis,
b. Tinjaun sifat teknis
Barang buangan/limbah, kadang-kadang memerlukan biaya yang tidak sedikit jika harus
dipisahkan/dipilih dari bahan yang lain atau kotoran yang melekat.
Berat Jenis Agregat
Berat jenis ialah rasio antara massa padat agregat dan massa air dengan volume yang sama
(tanpa satuan)
Karena butiran agregat umunya mengandung pori-pori yang ada dalam butiran dan tertutup/
tidak saling berhubungan, maka berat agregat dibedakan menjadi;
1. Berat jenis mutlak, jika volume benda padatnya tanpa pori
2. Berat jenis semu, jika benda padatnya termasuk pori tertutupnya
Rumus;
Wa
WbBj
Dengan
Wb = berat butir agregat
Wa = berat air dengan volume air sama dengan volume butir agregat.
Berdasarkan berat jenisnya agregat dibedakan;
1. Agregat normal bj 2,5 sampai 2,7
2. Agregat berat > bj 2,8
3. Agregat ringan < bj 2,0
Berat Satuan dan Kepadatan
Berat satuan agregat ialah berat agregat dalam satu satuan volume bejana, dinyatakan dalam
kg/ltr atau ton/m3. Jadi berat satuan ialah berat agregat dalam satuan bejana (dalam bejana
terdiri atas volume butir (meliputi pori tertutup) dan volume pori terbuka)
Vt
WbBsat
Wb = berat butir-butir agregat dalam bejana
Vt = Vb + Vp
Vt =volume total bejana
Vb = volume butir agregat dalam bejana
Vp = volume pori antara butir-butir agregat dalam bejana.
Porositas
%100xVt
VpP
13
Kepampatan (kepadatan)
%100xVt
VbK
Dalam rumus-rumus tersebut maka didapat hubungan nilai kepadatan dan prositas;
yaitu
PK 100
Ukuran Maksimum Butir Agregat
Untuk mengurangi jumlah semen (agar biaya pembuatan beton berkurang) dibutuhkan ukuran
butir-butir maksimum agregat yang sebesar-besarnya. Walaupun demikian, besar ukuran
maksimum agregat kasar tidak dapat terlalu besar, karena ada factor-faktor lain yang
membatasi.
Factor lain yang membatasi; jarak bidang samping cetakan, dimensi plat beton yang dibuat,
serta jarak bersih antara baja tulangan beton, yaitu;
1. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari ¾ kali jarak bersih
antar baja tulangan.
2. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat
3. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 jarak terkecil
antara bidang samping cetakan.
Dengan pertimbangan diatas, maka ukuran maksimum butir agregat untuk beton bertulang
umunya sebesar 10mm, 20mm, atau 40 mm. untuk beton massa biasa dipakai ukuran
maksimum sebesar 75 mm atau 150 mm.
Gradasi
Gradasi ialah distribusi ukuran butiran dari agregat. Sebagai pernyataan gradasi dipakai nilai
persemtase dari berat butiran yang tertinggal atau lewat didalam suatu susunan
ayakan/saringan.
Agregat yang diayak berurutan menurut ayakan standar, yang disusun mulai dari yang ayakan
terbesar kebagian paling atas sampai ke ayakan terkecil bagina paling bawah. Agregat
diletakan dibagian ayakan paling atas, setekah digetarkan cukup lama, berat agregat yang
tertahan pada setiap ayakan dicatat, dihitung presentasenya.
Pada Perencanaan Campuaran dan Pengendalian Mutu Beton (1994) agregat halus dapat
dibagi menjadi empat jenis menurut gradasinya yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar dan
kasar. (hal III-10). Adapun untuk gradasi kasar (kerikil atau batu pecah atau split) yang baik
masuk didalam batas-batas yang tercantum pada (hal III-12).
Gradasi Agregat Campuran
Gradasi campuran distribusi ukuran butiran agregat yang terdiri dari agregat halus dan
agregat kasar. Gradasi campuran beton normal dapat dilihat (hal III-13 sampai hal III-16)
14
Gradasi Agregat khusus
a. Gradasi sela gradasi dengan salah satu fraksi atau lebih yang berukuran tertentu
tidak ada.
b. Gradasi seragam agregat yang terdiri dari butiran-butiran yang sama besar
(fraksi tunggal).
Modulus Halus Butir
Modulus halus butir (Finensess Modulus) ialah suatu indek yang dipakai untuk ukuran
kehalusan atau kekerasan butir-butir agregat. Makin besar nilai modulus halus menunjukan
bahwa makin besar ukurn butir-butir agregatnya.
Pada umunya modulus halus untuk agregat halus = 1,5 – 3,8, modulus halus untuk agregat
kasar = 6 - 8.
Contoh ; lihat hal III-18 sampai III-19.
Agregat Campuran
Agregat campuran ialah hasil pencampuran agregat halus dan agregat kasar. Pencampuran
agreagat halus dan kasar untuk memperoleh agregat yang memenuhi persyaratan adukan
beton.
Untuk mendapatkan gradasi agregat campuran yang memenuhi syarat untuk adukan beton,
maka perbandingan berat antara agregat halus dan agregat kasar harus dihitung, cara
menghitung perbandingan berat dapat dilakukan dengan cara;
1. Rumus mhb;
Wh:Wk=(mk-mc):(mc-mh)
Dengan
Wh=berat agregat halus
Wk=berat agregat kasar
mk=modulus halus butir agregat kasar
mc=modulus halus butir agregat campuran
mh= modulus halus butir agregat halus
2. Coba-coba, dengan berdasarkan hasil hitungan rumus mhb kemudian dengan table
(lihat Tabel 3.11). hasil hitungan hitungan dengan table kemudian dibandingkan
dengan Tabel 3.4 sampai 3.7 atau gambar grdasi campuran Gb 3.3. apabila hitungan
kurang memuaskan, maka hitungan diulang dengan sedikit perubahan perbandingan
sebelunya. Demikian seterusnya berulang-ulang sampai diperoleh hasil campuran
yang baik (ditengah-tengah kurva gregat campuran)
Contoh;
Lihat Hak III-20
15
BAB IV
BAHAN TAMBAH
Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan
kedalam pencampuran beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat
adukan atu betonnya.
Pemberian bahan tambah pada adukan beton dengan maksut untuk ; memperlambat waktu
pengerasan, mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah daktalitas
(mengurangi sifat getas), mengurangi retak-retak pengerasan, mengurangi panas hidrasi,
menambah kekedapan, menambah keawetan dsb.
Di Indonesia bahan tambah telah banyak digunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah
ini perlu dibuktikan dengan menggunakan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan
yang akan digunakan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus
memenuhi ketentuan yang diberikan SNI.
Penambahan bahan tambah adalam suatu campuran beton atau mortar tidak mengubah
komposisi yang besar dari bahan yang lainnya, karena penggunaan bahan tambah cenderung
merupakan pengganti atu subsitusi dalam campuran beton itu sendiri. Penambahan biaya
mungkin baru terasa efeknya pada saat pengadaan bahan tambah tersebut meliputi biaya
transportasi, biaya penempatan dilapangan, dan biaya penyelesaian akhir beton tersebut. Jadi
pertimbangan biaya diluar dari biaya langsung tetap menjadi perhatian dalam aspek ekonomi.
JENIS BAHAN TAMBAH
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (cemical admixture) dan bahan tambah yang
bersifat mineral (additive). Bahan tambah chemical ditambah saat pengadukan dan atau saat
pelaksanaan pengecoran sedangkan bahan tambah additive (mineral ) ditambah saat
pengadukan dilaksanakan.
1. Bahan tambah kimia pembantu
Bahan kimia pembantu untuk beton ialah bahan tambah (bukan bahan pokok) yang dicampur
dalam adukan beton, untuk memperoleh sifat-sifat khusus dalam pengerjaan adukan, waktu
pengikatan, waktu pengerasan, dan maksud2 lainnya.
Bahan kimia pembantu dibedakan menjadi 5 jenis;
a. Bahan kimia pembantu untuk mengurangi jumlah air
b. Bahan kimia pembantu untuk memperlambat proses ikatan dan pengerasan beton
c. Bahan kimia pembantu untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton
16
d. Bahan kimia berfungsi ganda; yaitu mengurangi air dan memperlambat proses ikatan
dan pengerasan beton
e. Bahan kimia berfungsi ganda; yaitu mengurangi air dan mempercepat proses ikatan
dan pengerasan beton
2. Bahan tambah mineral
Bahn tambah mineral yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton.
Bahan tambah mineral ini adalah pozzoland, fly ash, slag dan silca fume.
Keuntungan penggunaan bahan tambah mineral antara lain (tekton…ir mulyono_125).
17
BAB V
PENGOLAHAN BETON
Pengolahan beton adalah proses pembuatan beton dari pencampuran/pengadukan bahan-
bahan beton, pengangkutan beton, penuangan adukan beton, pemadatan adukan beton,
perataan permukaan beton dan perawatan beton.
1. Pengadukan beton
Proses pencampuran bahan-bahan dasar beton yaitu; semen, air, pasir dan kerikil dalam
perbandingan tertentu.
Pengadukan dapat dilakukan dengan dua cara;
a. Pengadukan dengan tangan
Pengadukan dengan tangan dilakukan apabila jumlah beton yang digunakan hanya
sedikit.
Mula-mula agregat kasar dan halus dicampur secara kering diatas tempat yang rata, bersih,
keras, dan tidak menyerap air. Kemudian dicampurkan dengan semen, pencampuran
dilakukan sampai merata terlihat warnanya sama. Alat untuk mencampur berupa cangkul,
cetok, atau sekop.
Kemudian ditengah adukan dibuat cekungan dan ditambahkan air kira-kira 75% dari
jumlah air yang direncanakan. Adukan diulang dan ditambahkan sisa air sampai adukan
merata.
b. Pengadukan dengan mesin
Untuk pekerjaan yang besar menggunakan beton yang banyak pengadukan dilakukan dengan
menggunakn mesin pengaduk beton agar beton lebih homogeny dan cepat. Mesin pengaduk
beton juga diperlukan jika dukan beton yang dibuat sangat kental, karena sulit diaduk dengan
tangan.
Mula-mula sebagian air (kira-kira 75% dari jumlah air yang ditetapkan) dimasukan ke dalam
bejana pengaduk, lalu agregat halus dan agregat kasar dan semen portalnd. Setelah diaduk
rata, kemudian sisa air yang belum dimasukan ke bejana. Pengadukan dilanjutkan sampai
warna adukan tampak rata dan campurananya juga homogenya.
Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran
bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan-bahan beton akan berkurang.
Sebaliknya pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan; (1) naiknya suhu beton, (2)
keausan agregat sehingga agregat jadi pecah, (3) terjadinya kehilangan air sehingga
penambahan air diperlukan, (4) bertambahnya nilai slump, (5) menurunnya kekuatan beton.
Selam proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus menerus dengan
cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan
18
jarak pengankutan harus dilakukan. Mesin atau alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah-pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil
(mixer atau molen) serta alat aduk stationer yang mempunyai kapasitas besar (batching
plant).
2. Pengangkutan Beton
Setelah pengadukan selesai, campuran beton dibawa ketempat penuangan atau ketempat
diman konstruksi akan dibuat. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga tempat
penyimpan akhir (sebelum dituang) harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah
terjadinya pemisahan agregat. Alat pengangkutan harus mampu menyediakan beton ketempat
penyimpanan akhir dengan lancer tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan-bahan yang
telah dicampur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisistas beton
antar pengankutan yang berurutan.
Alat angkut dibedakan menjadi dua; yakni alat angkut manual dan mesin. Alat angkut manual
menggunakan tenaga manusia, dengan alat bantu sederhana (ember, gerobak dorong, talang)
dan biasanya mempunyai kapasitas kecil. Alat angkut mesin biasanya dibutuhkan untuk
pengerjaan yang kapasitasnya besar dan jarak antara pengolahan beton dan tempat pengerjaan
struktur jauh, contoh truk mixer, pompa, tower crane.
3. Penuangan Beton
Untuk menghindari terjadinya segresi dan bleeding, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penuangan beton.
a. Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1,5 meter, jika terjadi jarak yang lebih besar maka
perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa.
b. Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali
jika pengecoran dibawah atap.
c. Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimum 30-45 cm agar pemadatannya dapat
dilaksanakan dengan mudah.
d. Penuangan berhenti pada titik momen sama dengan nol
Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa-piapa sangat
menguntungkan apabila cara lainya tidak bias dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan
jika-jika hal-hal berikut terpenuhi ;
a. Gunakan campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak
lebih dari 40 mm
b. Pengawasan yang ketat selam pelaksanaan
c. Gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.
Keuntungan menggunankan cara pemompaan;
a. Pengurangan tenaga kerja
b. Hasilnya baik jika persiapan baik
c. Produksi kerja akan tinggi jika kapasitas pompa juga besar dan baik
Jenis-jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatic dan pompa peras-tekan.
Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa-pipa penghantar beton.
19
4. Pemadatan beton
Pemadatan dilakukan segera setelah beton dituang. Kebutuhan akan alat pemadatan
disesuaiakan dengan kapasitas pengecoran dan tingkat kesulitan pengerjaan. Pemadatan
dilakukan sebelum terjadinya initian setting time pada beton. Dalam praktik, pengindikasian
initian setting dilakukan dengan cara menusuk beton tersebut dengan tongkat tanpa kekuatan.
Jika masih dapatt ditusuk sedalam 10 cm, berarti seting time belum tercapai. Pemadatan
dilakukan untuk menghilangkan rongga-rongga udara yang terdapat dalam beton segar.
Rongga-rongga dalam beton dapat menyebabkan kekuatan beton berkurang.
Pada pengerjaan beton denga kapasitas kecil, alat pemadatan beton dapat berupa kayu atau
besi tulangan. Untuk pengecoran dengan kapasitas besar lebih dari 10 m3, alat pemadat
mesin harus digunakan. Alat pemadat ini dikenal dengan vibrator atau alat getar. Pemadatan
dilakukan dengan penggetaran. Campuran beton akan mengalir dan memadat karena rongga-
rongga akan terisi dengan butir-butir yang lebih halus.
Alat getar dibagi menjadi ;
a. Alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa tongkat dan
digerakan dengan mesin. Alat ini dimasukan kedalam beton pada waktu tertentu.
b. Alat getar cetakan (external vibrator), yaitu alat getar yang menggunakn form work
sehingga betonnya bergetar dan memadat.
5. Pekerjaana Akhir (finishimg)
Pekerjaan finishing dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan beton yang rata dan
mulus. Pekerjaan ini dilakukan pada saat beton belum mencapai final setting, karena pada
masa ini beton dapat dibentuk. Alat yang digunakan; ruskam, jidar dan alat perata yang lain.
6. Perawatan Beton
Perawatan dilakukan setelah beton mencapai final setting berarti beton telah mengeras.
Perawatan dilakukan agar proses hidrasi dalam beton tidak mengalami gangguan. Hal ini
dilakukan agar beton terjaga kelembaban sehingga beton terhindar dari keretakan kareana
kehilangan aira yang begitu cepat. Perawatan beton dilakukan minimal selam 7 hari.
Perawatan ini dimaksudkan untukk mendapatkan kekuatan beton tekan beton yang tinggi
tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan beton, kkedapan terhadap air,
ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur.
Apabila beton berukuran kecil; mis silinder beton, gentengg beton, balok beton, maka
perawatan dapat dilakukan;
a. Menaruh beton segar dalam ruangan lembab
b. Menaruh beton segar di dalam air
c. Menaruh beton segar dii atas air
Apabila beton berukuran besar, mis kolom, plat lantai, balok beton , maka perawatan dapat
dilakukan;
a. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah
b. Menggenangi permukaan beton dengan air
c. Menyiramii permukaan beton secara terus-menerus
20
BAB VII
SIFAT BETON SEGAR
Sifat penting beton yang belum mengeras yaitu; kemudahan pengerjaan, pemisahan kerikil
dan pemisahan air.
1. Kemudahan pengerajaan (workability)
Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan keplastisan
beton/kelecakan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya. Secara umum
semakin encer beton segar maka semakin mudah beton segar dikerjakan.
Unsure-unsur yang mempengaruhi antara lain;
a. Jumlah air
Semakinn banyak air semakin mudah untuk dikerjakan
b. Kandungan semen
Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air
sehingga keplastisannya akan lebih tinggi
c. Gradasi campuran pasir-kerikil
Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan mudah dikerjakan
d. Bentuk butir agregat akasar
Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah dikerjakan
e. Butir maksimum agregat
Pemakaian butir agregat lebih besar tampak lebih encer sehingga mudah dikerjakan
daripada butir maksimum yang lebih kecil
Percoban slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan (workability).
Pengujian ini dilakukan dengan alat berbentuk kurucut terpancung, diameter atas 10 cm
diameter bawah 20 cm dan tingginya 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat
beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang 60 cm.
Langkah-langkah percobaan sbb;
a. Siapkan alat-alat slump, termsuk cetok untuk memasukan beton segar
b. Bagi volume menjadi masing-masing 1/3 volume
c. Jika dihitung, tinggi lapisan pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 cm dan sisanya
menjadi lapisan ketiga.
d. Masukan beton dengan cetok secara hati-hati setinggi 1/3 volume
e. Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk sebanyak
25 kali
f. Lakukan pekerjaan tersebut untuk lapisan kedu adan ketiga
g. Biarkan selam 60 detik setelah lapisan terakhir dikerjakan
h. Angkat slump secara hati-hati, perhatikan penurunan beton
i. Letakan alat slump disisi beton segar
j. Ukur tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi permukaan beton
yang jatuh.
21
Table nilai slump beton
Pemakaian Maksimum
(cm)
Minimum
(cm)
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang 12,5 5
Fondasi telapak tidak bertulang, kaisono, struktur dibawah
tanah
9 2,5
Pelat, balok, kolom dan dinding 15 7,5
Pengerasan jalan 7,5 5
Pembetonan missal (beton massa) 7,5 2,5
2. Segregation
Kecenderungan butir-butir agregat kasar untuk melepaskan diri dari campuran beton
dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan darang kerikil yang pada akhirnya akan
menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan beberapa hal; (1) campuran
kurus atau kurang semen, (2) terlalu banyak air, (3) besar agregat maksimum lebih dari
40mm, (4) permukaan butir agregat kasar (semakin kasar permukaan butir agregat semakin
mudah segregasi).
Kecenderungan segregasi dapat dicegah jika ; (1) tinggi jatuh diperpendek, (2) penggunaan
air sesuai standear, (3) cukup ruangan antara tulangan dan acuan, (4) ukurran agregat sesauia
dengan syarat, (5) pemadatan baik.
3. Bleeding
Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan
bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton
mengeras nantinya akan membnetuk selaput (laitance).
Bleeding disebabkan; (1) susunan butir agregat, (2) banyaknya air, (3) kecepatan hidrasi, (4)
proses pemadatan.
Bleeding dapat dikurangi dengan cara; (1) member lebih banyak semen, (2) menggunakan air
sedikit mungkin, (3) menggunakan butir halus lebih banyak.
22
BAB VIII
SIFAT BETON
Secara umum kita melihat bahwa pertumbuhan atau perkembangan industry konstruksi di
Indonesia cukup pesat. Hampir 60% material yang digunakan dalam pekerjaan kontruksi
adalah beton, yang pada umumnya dipadukan dengan baja atau jenis lainnya. Konstruksi
beton dapat dijumpai dalam pembuatan gedung-gedung, jalan, bnedung saluran dan lain-lain.
Agar dapat merancanga kekuatanya dengan baik artinya dapat memenuhi criteria aspek
ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi kekuatan
struktur, seorang perencana beton harus mampu merancang beton yang memenuhi criteria
tersebut.
1. Umur beton
Kekuatan beton akan bertambah sesauai dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton akan
naik secara linier sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikan tidak signifikan.untuk
struktur yang menghendaki kekuatan awal tinggi, maka campuran dikombinasikan dengan
semen khusus atau ditambah dengan bahan kimia tambah. Laju kenaikan umur beton sangat
tergantung dari penggunaan bahan penyusuunya yang paling utama adalah penggunaan bahan
semen karena semen cenderung secara langsung memeperbaiki kinerja beton.
2. Kekuatan tekan beton (f’c)
Kuat tekan beton mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat
kekuatan struktur, semakin tinggi pula mutu betonnya.
Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kekuatan rata-rata
yang disayaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton telah dirancang campurannya
haru sdiproduksi sedemikan rupa sehingga memeperkecil terjadinya beton dengan kuat tekan
lebih rendah dari fc’ seperti yang telah disyaratkan.
3. Factor-faktor yang mempengaruhi kekuatan Tekan Beton
Beberapa factor yang memepengaruhi kekuatan tekan betonn ; (1) proporsi bahan-bahan
penyusunya, (2) metode perancangan, (3) perawatan, (4) keadaan pada saat pengecorana.
4. Campuran Pasta Semen dan Beton
Proses hiddrasi adalah proses yang paling membutuhkan air. Air yang ada dalam campuran
semuanya akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan antara semen dan air merupakan
pasta semen.
5. Metode Pencampuran
23
a. Penentuan Proporsi campuran (MIxDesign)
Proporsi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ditentukan melalui perancangan
beton (mix design)
b. Metode pencampuran (mixing)
Metode pencampuran dari beton diperlukan untuk mendapatkan kelecakan yang baik
sehingga beton dapat dengan mudah dikerjakan. Kemudahan pengerjaan atau workability
pada pekerjaan beton sebagai kemudahan untuk dikerjakan, dituangakan dan dipadatkan
serta dibentuk untuk acuan.
c. Pengecoran
Metode pengecoran akan mempengaruhi kekuatan beton. Jika syarat-sayarat pengecoran
tidak terpenuhi, kemungkinan besar kekuatan tekan beton yang direncanakan tidak
terpenuhi
d. Pemadatan
Pemadatan yang tidak baik akan menyebabkan menurunnya kekuatan beton, karena tidak
terjadinya pencampuran bahan yang tidak homogeny. Pemadatan yang berlebih kan
menyebabakan terjadinya bleeding. Pemadatan harus dilakukna sesuai syarat mutu.
24
6. BETON
Secara umum kita melihat bahwa pertumbuhan atau perkembangan industri
konstruksi di Indonesia cukup pesat, meskipun harus masalah krisis ekonomi. Hampir 60%
material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada
umumnya dipadukan dengan baja (composite) atau jenis lainya. Konstruksi beton dapat
dijumpai dalam pembuatan gedung-gedung, jalan (rigid pavement), bendung, saluran, dan
lainya yang secara umum dibagi menjadi dua yakni untuk konstruksi bawah (under structure)
maupun konstruksi atas (upper structure).
Agar dapat merancang kekuatanya dengan baik, artinya dapat memenuhi kriteria
aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi
kekuatan struktur, seorang perencana beton harus mampu merancang campuran beton yang
memenuhi criteria tersebut. Pengetahuan dasar-dasar material perancangan telah dipelajari
pada bab-bab sebelumnya. Pada bagian ini khusus membahas masalah perancangan dan
pengolahan serta evaluasi beton.
Perancangan beton harus memenuhi criteria perancangan standar yang berlaku.
Peraturan dan tata cara perancangan tersebut antara lain adalah ASTM, ACI, JIS, ataupun
SNI. Metode yang dapat digunakan antara lain Road Note No.4, ACI (American Concrete
Institute), dan cara SK.SNI-T-15-1990-03 atau DoE/PU serta cara coba-coba “Try and
Error”. Perancangan sendiri dimaksudkan untuk mendapatkan beton yang baik harus
memenuhi dua kinerja utamanya, yaitu, kuat tekan yang tinggi (minimal sesuai dengan
rencana) dan mudah dikerjakan (workability). Selain hal tersebut, beton yang dirancang harus
memenuhi kriteria antara lain, tahan lama atau awet (durability), murah (aspect economic
cost) dan tahan aus.
6.1 Terminologi
Menurut pedoman beton 1989, Draft Konsensus (SKBI.1.4.53, 1989:4-5) beton
didefinisikan sebagai campuran semen Portland atau sembarang semen hidrolik yang lain,
agregat kasar dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan. Macam dan jenis
beton menurut bahan pembentuknya adalah beton normal, bertulang, pra-cetak, pra-tekan,
beton ringan, beton tanpa tulangan, beton fiber dan lainya.
Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara lain
dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika
ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton. Penambahan material lain akan
membedakan jenis beton, misalnya yang ditambahkan adalah tulangan baja akan terbentuk
berton bertulang. Proses terbentuknya beton dapat dilihat pada Gambar 6.1.
Beberapa pengertian dan definisi menurut Pedoman Beton 1989 Draft Konsensus dan
terminologi ASTM-C.125 adalah sebagai berikut :
25
Tabel 6.1 Definisi dan Pengertian
Pasta semen
Mortar
Beton
Beton normal
Beton
bertulang
Beton
Pracetak
Beton
prestress
(pratekan)
Beton ringan
structural
Beton ringan
total atau
beton ringan
berpasir
campuran antara air dengan semen.
pasta semen ditambah dengan agregat halus.
campuran semen Portland atau sembarang semen hidrolik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa menggunakan bahan
tambahan.
beton yang menggunakan agregat normal.
beton yang menggunakan tulangan dengan jumlah dan luas tulangan tidak
kurang dari nilai minimum yang disyaratkan, dengan atau tanpa pratekan
dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja
bersama- sama dalam menahan gaya yang bekerja.
elemen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak ditempat yang
berbeda dari posisi akhir elemen dalam struktur.
beton bertulang dimana telah diberikan tegangan dalam untuk mengurangi
tegangan tarik potensial dalam beton akibat pemberian beban yang bekerja.
Beton yang mengandung agregat ringan yang memenuhi ketentuan dan
perysaratan ASTM-C.330 dan mempunyai unit massa kering udara seperti
yang ditentukan oleh ASTM-C.567 tidak lebih dari 1900 kg/cm3.
Beton yang seluruh agregat terdiri dari agregat halus dengan berat normal.
6.2 Umur Beton
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Kekuatan beton
akan naiknya secara cepat (linier) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya akan
kecil. Kekuatan tekan beton pada kasus-kasus tertentu terus akan bertambah sampai beberapa
tahun dimuka. Biasanya kekuatan tekan rencana beton dihitung pada umur 28 hari. Untuk
struktur yang menghendaki kekuatan awal tinggi, maka campuran dikombinasikan dengan
semen khusus atau ditambah dengan bahan tambah kimia dengan tetap menggunakan jenis
semen tipe I (OPCI). Laju kanaikan umur beton sangat tergantung dari penggunaan bahan
semen karena semen cenderung secara langsung memperbaiki kinerja tekannya.
26
6.3 Kekuatan Tekan Beton (f’c)
Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi
tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.
Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai sebagai berikut (PB,1989:16).
f’c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)
fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan hasil uji kubus 150 mm atau dari silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).
fc = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).
f’cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan
perancangan campuran beton (MPa).
S = Devisiasi standar (s) (Mpa).
Beton harus dirancang proporsi campuranya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-
rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah dirancang
campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya
beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f’c seperti yang telah disyaratka. Criteria
penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Standar
Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0.85 f’c untuk kuat tekan rata-rata dua
silinder dan memenuhi f’c +0.82 s untuk rata-rata empat buah benda uji yang berpasangan.
Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan selanjutnya.
6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Tekan Beton
Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton dapat dilihat pada Gambar
6.2 Ada empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton tersebut, yaitu
(1). proporsi bahan-bahan penyusunnya, (2). metode perancangan, (3). perawatan dan, (4).
keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama dipengaruhi oleh lingkungan
setempat.
6.5 Campuran Pasta Semen Segar dan Beton
Proses hidrasi adalah proses yang paling membutuhkan air. Air yang ada dalam
campuran semuanya akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan antara semen dengan air
merupakan pasta semen. Seperti yang dijelaskan dibagian bahan-bahan penyusun beton, air
yang dapat diminum dapat digunakan untuk campuran beton. Namun demikian air yang tak
dapat diminum pun dapat digunakan sebagai campuran beton, asalkan memenuhi syarat mutu
yang disyaratkan. Untuk kasus di Indonesia, air yang digunakan sebagai campuran beton
harus memenuhi syarat baku mutu sesuai dengan BS 3148, 1980 9Ulasan PB, 1989:31) dan
semen terhadap peningkatan kekuatan beton terutama terdapat dalam tiga faktor, yaitu (1).
Faktor air semen, (2). Kehalusan butir dari semen dan (3). Komposisi dari bahan-bahan kimia
semen.
27
6.5.1 Faktor Air Semen (FAS)
Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah mutu
kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa
kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. Nilai FAS yang rendah akan
menyebabkan kasulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan
yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum
yang diberikan sekitar 0.4 dan maksimum 0.65. Rata-rata ketebalan lapisan yang memisahkan
antar partikel dalam beton sangat bergantung pada faktor air semen yang digunakan dan
kehalusan butir semenya. Hubungannya antara FAS dengan kuat tekan beton (Duff Abrams,
1920:220) dinyatakan dalam persamaan f’c=A/(B1.5X
), dimana A, dan Badlah nilai konstanta,
dan X adalah FAS (semula dalam proporsi volume). Pada praktiknya, untuk mengatasi
kesulitan pengerjaan karena rendahnya nilai FAS ini, ditambahkan bahan tambah “Admixture
Concrete” yang bersifat menambah keenceran “Plasticity or Plasticilizer Admixture”.
Menurut Talbot dan Richard (Ilsley, 1942:248) pada rasio air semen 0,2 sampai 0,5,
kekuatan beton akan naik seperti yang terlihat pada Gambar 6.3. Akan tetapi, hasil penelitian
(Abrams,1920) menunjukan bahwa bertambahnya WCR/FAS hingga lebih dari 0.6 akan
menurunkan kekuatan beton sampai mendekati nol pada FAS 4.0 untuk beton yang berumur
28 hari (Gambar 6.4).
Semen Portland akan terus bereaksi dengan air saat pengikatan terjadi. Setalah 24 jam
pada temperatur kamar, 30% - 40% semen biasanya mengalami proses hidrasi, pembentukan
lapisan penutup dengan bertambahnya kepadatan dan ketebalan yang melapisi partikelnya
(Gambar 6.5). Hidrasi partikel klinker yang besar secara parsial dan keseluruhan akan
membentuk beton. Proses pembentukan beton dari saat mulai mengeras sampai umur 90 hari
dapat dilihat pada Gambar 6.5.
6.5.2 Kehalusan Butir Semen
Kehalusan butir semen merupakan sifat fisika dari seme: semakin halus butiran
semen, proses hidrasi semen akan semakin cepat sehingga kekuatan beton akan lebih cepat
tercapai. Semakin halus butir semen, waktu yang diutuhkan seman untuk mengeras semakin
cepat.
6.5.3 Komposisi Kimia
Komposisi kimia semen akan menyebabkan perbedaan dari sifat-sifat semen, secara
tidak langsung akan menyebabkan perbedaan naiknya kekuatan dari beton yang dibuat. Jika
beton menggunakan bahan kimia yang dapat mempercepat waktu pengikatan maka kadar
kimia/senyawa kimia C3S dalam semen harus diberbanyak, jika sebeliknya maka harus
dikurangi.
28
6.6 Sifat dan Karakteristik Campuran Beton
Sifat dan karakteristik campuran beton segar secara tidak langsung akan
mempengaruhi beton yang telah mengeras. Pasta semen tidak bersifat elastis sempurna, tetapi
merupakan viscoelastic-solid. Gaya gesek dalam, susut dan tegangan yang terjadi biasanya
tergantung dari energy pemadatan dan tindakan preventif terhadap perhatianya pada tegangan
dalam beton. Hal ini tergantung dari jumlah dan distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta
semen) dan penanganan pada saat sebelum terjadi tegangan serta kristalin yang terjadi untuk
pembentukkan porinya.
Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperhatikan antara lain adalah
modulus elastisitas beton, kekuatan tekan, permeabilitas dan sifat panas yang akan dijelaskan
pada bab berikutnya.
6.6.1 Sifat dan Karakteristik Bahan Penyusun
Selain kekuatan pasta semen, hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah agregat.
Seperti yang telah dijelaskan, proporsi campuran agregat dalam beton adalah sekitar 70-80%,
sehingga pengaruh agregat akan menjadi besar, baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi
tekniknya. Semakin baik mutu agregat yang digunakan, secara linier dan tidak langsung akn
menyebabkan mutu beton menjadi baik, begitu juga sebaliknya. Jika melihat fungsi sgregat
dalam campuran beton hanya sebagai pengisi maka diperlukan suatu sifat yang saling
mengikat dan saling mengisi (interlocking) yang baik, hal ini dapat tercapai jika bentuk
permukaan dan bentuk agregatnya memenuhi syarat yang diberikan baik itu syarat ASTM,
ACI maupun SII.
Agregat yang digunakan dalam beton berfungsi sebagai bahan pengisi, namun karena
prosentase agregat yang besar dalam volume campuran, maka agregat memberikan
konstribusi terhadap kekuatan beton. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan beton
terhadap agregat: (1). perbandingan agregat dan semen campuran, (2). kekuatan agregat, (3).
bentuk dan ukuran, (4). tekstur permukaan, (5). gradasi, (6). reaksi kimia dan (7). ketahanan
terhadap panas. Detail mengenai sifat agregat ini dapat dilihat dibuku Seri Bahan-Bahan
Penyusun Beton.
Bahan tambah biasanya hanya digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat beton, baik
saat beton dalam keadaan segar ataupun saat beton mengeras nantinya. Banyaknya dan
komposisi kimai dari bahan tambah akan menyebebkan karakteristik yang berbeda terhadap
kinerja beton yang diharapkan.
6.6.2 Metode Pencampuran
a. Penentuan Proporsi Bahan (Mix Design)
Proposi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ini ditentukan melalui
perancangan beton (mix design). Hal ini dimaksudkan agar proporsi dari campuran
29
dapat memenuhi syarat kekuatan serta dapat memenuhi aspek ekonomis. Metode
perancangan ini pada dasarnya menentukan komposisi dari bahan-bahan penyusun
beton untuk kinerja tertentu yang diharapkan. Penentuan proporsi campuran dapat
digunakan dengan beberapa metode yang dikenal, antara lain: (1). Metode American
Concrete Institute, (2). Portland Cement Association, (3). Road Note, (4). British
Standard, Department of Engineering, (5). Departemen pekerjaan Umum (SK.SNI.T-
15-1990-03) dan (6). Cara coba-coba.
b. Metode pencampuran dari beton diperlukan untuk mendapatkan kelecakan yang baik
sehingga beton dapat dengan mudah dikerjakan. Kemudahan pengerjaan atau
workability pada pekerjaan beton didefinisikan sebagai kemudahan untuk dikerjakan,
dituangkan, dan dipadatkan serta dibentuk dalam acuan (Ilsley, 1942:224).
Kemudahan pengerjaan ini diindikasikan melalui slump test; semakin tinggi nilai
slump, semakin mudah untuk dikerjakan. Namun demikian nilai dari slump ini harus
dibatasi. Nilai slump yang terlau tinggi akan membuat beton kropos setelah mengeras
karena air yang terjebak dalamnya menguap.
Metode pengadukan atau pencampuran beton akan menentukan sifat kekuatan dari
beton, walaupun rencan campuran baik dan syarat mutu bahan telah terpenuhi.
Pengadukan yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya bleeding, dan hal-hal lain
yang tidak dikehendaki.
c. Pengecoran (Placing)
Metode pengecoran akan mempengaruhi kekuatan beton. Jika syarat-syarat
pengecoran tidak terpenuhi, kemungkinan besar kekuatan tekan yang direncanakan
tidak akan tercapai.
d. Pemadatan
Pemadatan yang tidak baik akan menyebabkan menurunya kekuatan beton, karena
tidak terjadinya pencampuran bahan yang homogen. Pemadatan yang berlebih pun
akan menyebabkan terjadinya bleeding. Pemadatan harus dilakukan sesuai dengan
syarat mutu. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melihat manual pemadat yang
digunakan sehingga pemadatan pada campuran beton dapat dilakukan efesien dan
efektif.
6.6.3 Perawatan
Perawatan terutama dimaksudkan untuk menghindari panas hidrasi yang tidak
diinginkan, yang terutama disebabkan oleh suhu. Cara dan bahan serta alat yang digunakan
untuk peralatan akan menentukan sifat dari beton keras yang dibuat, terutama dari sisi
kekuatannya. Waktu– waktu yang dibutuhkan untuk merawat beton pun harus terjadwal
dengan baik.
6.6.4 Kondisi pada Saat Pengerjaan Pengecoran
Kondisi pada saat pekerjaan pengecoran akan mempengaruhi kualitas beton yang
dibuat. Faktor – faktor tersebut antara lain: (1). Bentuk dan ukuran contoh, (2). Kadar air, (3).
Suhu contoh, (4). Keadaan permukaan landasan dan (5). Cara pembebanan. Bahan – bahan
30
penyusun beton serta metode perancangan, pengolahan dan perawatan akan dibahas pada bab
selanjutnya.
31
7. KEBUTUHAN PENYELIDIKAN
Penyelidikan terhadap bahan – bahan penyusun beton dilakukan untuk memahami
sifat dan karakteristik bahan – bahan tersebut serta untuk menganalisis dampaknya terhadap
sifat dan karakteritik beton yang dihasilkan, baik pada kondisi beton segar, beton muda
maupun beton yang telah mengeras. Dua kinerja utama beton yaitu kekuatan dan kemudahan
pekerjaan menjadi perhatian utama, namun aspek ekonomi yang berkaitan dengan keawetan
(durability) juga menjadi perhatian ( Dolch, 1994: 44).
Penyelidikan bahan ini mliputi penyelidikan bahan semen, air, agregat halus, agregat
kasar ataupun penyelidikan bahan tambah. Beberapa standar dapat di adopsi dari prosedur
standar untuk penyelidikan bahan – bahan tersebut, seperti SNI, ASTN, ACI, dsb. Prosedur
yang digunakan pada dasarnya hampir sama untuk semua standar, namun hal tersebut
dipengaruhi pula permintaan pelanggan yang dalam industry kontruksi biasanya tertuang
pada spesifikasi teknis dan syarat – syarat atau permintaan langsung pihak pemilik.
7.1 Proses Penyelidikan
Proses penyelidikan dalam pekerjaan beton meliputi semua tahapan yang dimulai
penyelidikan dan pencarian sumber material, pengambilan contoh uji (sampel), pengujian
bahan, perancangan komposisi, pengadukan, pengambilan contoh uji beton segar, perawatan
ban pengujian beton keras.
7.1.1 Pengambilan Sampel
Sampel atau contoh uji adalah bagian kecil dari suatu kumpulan material dalam
jumlah besar yang sudah berada dalam proses pegapalan, stockpile (penimbunan material),
batch, truk, mobil angkut, atau belt – conveyor. Karakteristik sampel menunjukan sifat dan
karakteristik material yang diuji. Alat ukur dan metode pengambilan sampel dapat mengikuti
aturan statistic. (Edward.et.al, 1994). Pengertian sampel dalam statistic adalah contoh uji
dalam populasi, yaitu sekumpulan sampel uji yang diduga mempunyai sifat dan karakteristik
yang homogeny.
Menurut aturan statistic, metode pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak
(random), tergantung pada populasinya. Teknik pengambilan ini harus memenuhi
karakteristik variabilitas sampel, dengan tetap memperhatikan banyaknya sampel uji yang
dibutuhkan sesuai dengan criteria statistic tersebut.
7.1.2 Perencanaan Sampel
Banyaknya sampel yang diambil tergantung dari banyaknya populasi atau kumpulan
material yang akan diuji. Hal ini biasanya didasarkan pada criteria mengenai beberapa
penyimpangan yang boleh diterima (secara statistic dirumuskan berdasarkan criteria
variabilitas).
32
Sampel yang diambil harus menginformasikan nomor contoh, ukuran, sumber asal
lokasi material, saat pengambilan dan prosedur kebutuhan kasar banyaknya sampel ntuk
pengujian laboratorium. Variasi keseragaman material dalam populasi akan menentukan juga
banyaknya sampel yang dibutuhkan. Semakin tinggi variasinya, semakin banyak sampel yang
dibutuhkan, meskipun harus tetap memperhatikan criteria rata – rata dan standar deviasi yang
diharapkan.
7.2 Prosedur Standar
7.2.1 Standar Nasional
Menurut Standar Nasional Indonesia, pengujian bahan tertuang dalam Pedoman Beton
1989 (draft consensus) mengenai pelaksanaan konstruksi. Ketentuan yang sudah dibakukan
dan menjadi syarat standar antara lain :
Semen, air, dan agregat harus memenuhi ketentuan dalam SK.SNI.S-04-1989-F
spesifikasi bahan bangunan bagian A (bahan bangunan bukan ligam) meliputi spesifikasi
tentang perekat hidrolis, air, dan agregat sebagai bahan bangunan. Bahan tambah harus
memenuhi spesifikasi bahan tambahan beton SK.SNI.S-18-1990-03, sedangkan bahan
tambahan pembentuk gelombang harus mengikuti SK.SNI.S-19-1990-03 mengenai
spesifikasi bahan tambahan gelembung untuk udara beton.
Metode perancangan dalam pembuatan beton harus mengikuti tata cara yang
diisyaratkan dalam SK.SNI.T-15-1990-03 untuk perencanaan campuran beton normal.
Perancangan dalam pembuatan beton dengan karakteristik tertentu, misalnya harus kedap air,
tahan sulfat, dan serangan terhadap ion – ion klorida maka harus mengikuti standar
SK.SNI.S-36-1990-03 tentang spesifikasi beton kedap air, SK.SNI.S-37 tentang spesifikasi
beton tahan sulfat dan SK.SNI.M-38-1990-02 tentang spesifikasi kadar ion klorida.
Setelah komposisi bahan penyusun beton didapatkan, maka tahapan pengadukan dan
pengecorannya juga harus mengikuti SK.SNI.T-28-1991-03 tentang tata cara pengadukan dan
pengecoran beton. Beton yang telah diaduk haruslah diambil contoh uji dengan mengikuti
ketentuan SK.SNI.T-16-1991-03 yaitu tata cara pembuatan benda uji untuk pengujian
laboratorium mekanika batuan, selanjutnya beton juga harus dirawat mengikuti ketentuan
SK.SNI M-62-1990-03 tentang metode pembuatan dan perawatan benda uji beton
dilaboratorium. Selanjutnya contoh uji yang telah dirawat dilakukan pengujian tekan, geser,
lentur tergantung kebutuhannya. Beberapa standar yang dapat digunakan untuk pengujian
tersebut antara lain SK.SNI.M-10-1991-03 untuk pengujian kuat tekan uniaxial batu,
SK.SNI.M-08-1991-03 tentang metode pengujian kuat lentur batu memakai gelagar
sederhana dengan system beban titik ditengah, SK.SNI.M-09-1991-03 untuk pengujian geser
langsung dan SK.SNI M-11-1991-03 untuk pengujian modulus elastisitas batu pada tekanan
sumbu tunggal.
33
7.2.2 Standar Lainnya (ASTM)
Beberapa metode yang dapat digunakan menurut standar ASTM dalam pengunduhan
sempel dapat dilihat ditabel 7.1
Tabel 7.1 Standar ASTM untuk Beton dan Pembuatan Material Beton
Deskripsi ASTM
Standard
Practice for Sampling Freshly Mixed Concrete
Method for Sampling and Testing of Hydraulic Cement
Method for Sampling and Testing Fly Ash for Use as an Admixture in Portland
Cement Concrete
Method for Reducing Field Samples of Anggregate to testing Size
Practice for examination and sampling of Hardened Concrete in Contruction
Practice for Sampling Aggregate
Methods for Sampling and Testing Calcium Chloride for Roads and Structural
Applications
Practice for Random Sampling of Contruction Material
Practice for Probability Sampling of Material
Practice for Choice of Sample Size to Estimate The Average Quality of a lot or
Process
Practice for Acceptance of Evidence Based on the Result of Probability
Sampling
C. 172
C. 183
C. 311
C. 702
C. 823
D. 75
D. 345
D. 3665
E. 105
E. 122
E. 141
7.3 Pertimbangan Pengambilan Sampel
Banyaknya sampel uji yang diambil akan mempengaruhi aspek ekonomis.
Pertimbngan aspek ekonomis juga tetap harus mempertimbangkan tingkat variabelitasnya.
Nilai keacakan atau probabilitas sampel yang diijinkan sebagai alat ukur dari tingkat
kepercayaan untuk mengestimasi dari populasi yng diuji. Nilai bias atau untur ssubjektivitas
dalam pengambilan sampel harus diusahakan sedemikian hingga dapat dikurangi atau
dihilangkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan dan perencanaan banyaknya
sampel uji, antara lain dipengaruhi oleh;
a. Kecenderungan perencanaan dalam memilih material yang berat, padat, dan kotor
mengatakan bahwa sampel tidak dapat digunakan. Hal ini lebih banyak karena
kecenderungan subjektivitas atau keputusan perencana sendiri tanpa melalui proses
pengujian awal.
b. Banyak kasus pengambilan sampel tanpa memperhatikan kaidah statistic sehingga
keterwakilan sampel dalam populasi menjadi bias.
c. Kecenderungan peningkatan teknologi yang menyebabkan pengolahan material olebih
dapat homogeny sehingga sampel uji yang diambilpun dapat lebih sedikit karena
teknologi yang digunakan sudah otomatis membagi populasi material dalam
kelompok – kelompok tertentu.
34
7.4 Kualitas Pengujian
Kualitas pengujian sebagai control dalam suatu proses sudah banyak diwujudkan
dalam sebuah standar yang meliputi control terhadap kualitas pengambilan sampel, pengujian
dan evaluasi penerimaan. Selain hal baku tersebut kualitasnya sangat dipengaruhi oleh system
dalam laboratorium itu sendiri. Menurut ISO Guide 49 tentang petunjuk kualitas. Beberapa
hal yang harus dijelaskan (tipikal topic) terhadap hasil pengujian dalam kerangka penulisan
pelaporan hasil pengujian beton meliputi:
a. Daftar isi
b. Kebijakan kualitas
c. Terminology
d. Deskripsi struktur laboratorium
e. Staff
f. Peralatan pengujian, kalibrasi dan peralatan
g. Lingkungan
h. Metode pungujian dan prosedur
i. Updating dan control dari dokumen kualitas
j. Jenis – jenis pengujian
k. Verifikasi
l. Laporan percobaan
m. Pendataan (record)
n. Tanggung jawab dan komentar
o. Sub – kontrak dan kerjasama dengan laboratorium lain
7.5 Hirarki Penyelidikan Beton
Secara hirarki penyelidikan dimulai dari saat pengambilan material di sumbernya
(quarry) yang merupakan penyelidikan pendahulaan. Penyelidikan ini dapat dilakukan
dengan pendekatan – pendekatan praktis. Setelah dilakukan analisis kelayakan maka barulah
diambil sampel ujinya untuk kebutuhan laboratorium. Pengambilan ini mengikuti kaidah
statistic ataupun prosedur baku yang ditentukan. Kemudia dilakukan penyelidikan di
laboratorium. Hasilnya di analisis dan diberikan suatu rekomendasi untuk tahap pengujian
selanjutnya. Jika kelayakan hasil uji laboratorium didapat, berdasarkan karakteristik dan
sifatnya dilakukan tahapan perancangan komposisi, pengadukan dan pengambilan sampel uji
beton segar serta pengambilan contoh uji untuk tahap pengujian beton keras. Secara
sistematik tahapan pengujian ini mengikuti diagram alir seperti gambar 7.1. untuk pekerjaan
beton yang besar.
35
8. PERANCANGAN CAMPURAN
Campuran beton merupakan perpaduan dari komposit material penyusunnya.
Karakteristik dan sifat bahan akan mempengaruhi hasil rancangannya. Perancangan
campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi dan proporsi bahan – bahan
penyusun baton. Proporsi campuran daribahan – bahan penyusun beton ini ditentukan melalui
sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini dilakukan agar proporsi campuran dapat
memnuhi syarat teknis serta ekonomis. Dalam menentukan proporsi campuran dapat
digunakan seperti metode yang dikenal, antara lain: (1). Metode American Concrete Institute,
(2). Portland Cement Association, (3). Road Note No. 4, (4). British Standard atau
Departement of Enviroment, (5). Departemen Pekerjaan Umum dan (6). Cara coba – coba.
8.1 Kriteria Perencanaan
Perencanaan campuran beton merupakan suatu hal yang komplek jika dilihat dari
perbedaan sifat dan karakteistik bahan penyusunnya. Karena bahan penyusun tersebut akan
menyebabkan variasi dari produk beton yang dihasilkan. Pada dasarnya perancangan
campuran dimaksud-kan untuk menghasilkan suatu proporsi campuran bahan yang optimal
dengan kekuatan yang maksimum. Pengertian optimal adalah penggunaan bahan yang
minimum dengan tetap mempertimbangkan criteria standard an ekonomis dilihat dari biaya
keseluruhan untuk membuat struktur beton tersebut.
Criteria dasar perancangan beton adalh kekuatan tekan dan hubungannya dengan
factor air semen yang digunakan. Criteria ini sebenarnya kontradiktif dengan kemudahan
pengerjaan karena menurut Abram, 1920 (Neville, 1981) untuk menghasilkan kekuatan yang
tinggi penggunaan air dalam campuran beton harus minimum. Jika air yagn digunakan
sedikit, akan timbul kesulitan dalm pengerjaan sesuai dengan pendapat Feret (1896) yang
mempertimbangkan pengaruh rongga (voids).
Criteria lain yang harus dipertimbangakan adalah kemudahan pengerjaan. Seperti
yang disebutkan diatas, factor air-semen yang kecil akan menghasilakan kekuatan yang
tinggi, tetapi kemudahan dalam pengerjaan tak akan tercapai. Perancangan beton tetap harus
mempertimbangkan hal ini, salah satunya dengan menggunakan bahan tambah jenis
plastisizer atau super-plastisizer. Jika pengerjaan beton menggunakan pumping-concrete,
mutlak dibutuhkan keenceran tertentu agar sifat pemompaan beton pada saat pengecoran
dapat berjalan dengan baik.
Pemilihan agregat yang diperlukan juka akan mempengaruhi sifat pengerjaan.
Butiran yang besar akan menyebabkan kesulitan, terutama karena akan menimbulkan
segregasi. Jika itu terjadi kemungkinan terbentuknya rongga- rongga pada saat beton
mengeras akan semakin besar. Selain dua criteria utama tersebut, hal l;ain yang patut
dipertimbangkan adalah keawetan (durability) dan permeabilitas beton sendiri.
8.1.1 Variabilitas
Variabilitas dalam beton akan mempengaruhi nilai kekuatan tekan dalam
perancangan. Pengertian variabilitas dalam kekuatan beton pada dasarnya tercermin melalui
nilai standar defiasi. Asumsi yang digunakan dalam perencanaan bahwa kekuatan beton akan
terdistribusi normal selama masa pelaksanaan yang diambil melalui hasil pengujian
dilaboratorium. Secara umum rumusan mengenai kekuatan tekan dengan mempertimbangkan
variabilitas ditulis sebagai:
f’cr = f’c + k.S
dimana f’cr adalah kekuatan tekan rencana rata – rata, f’c adalah kekuatan tekan rencana. S
nilai standar deviasi dan k adalah suatu konstanta yang diturunkan dari distribusi normal
36
kekuatan tekan yang diijinkan biasanya diambil sebesar 1.64. Nilai k di USA adalah 1.645, di
Inggris dibulatkan menjadi 1.64, sedangakan di Australia 1.65.
beberapa peneliti di komite ACI memberikan nilai dasar k sebesar 1.64 atas variasi
pengujian dari beton normal dengan kekuatan tekan 25 – 55 MPa. Untuk variasi kekuatan
beton dengan nilai lebih besar dari 55 MPa nilai variasi yang digunakan merupakan nilai
variasi yang sebenarnya dari hasil uji statistic.
8.1.2 Keamanan dan Umur Rencana
Nilai keamanan dalam perancangan beton dicerminkan dari batas yang diijinkan
ditolak sebesar 5%, merupakan suatu nilai variabilitas dikalikan dengan nilai standar
penyimpangan yang diduga terjadi. Nilai keamanan dalam rancangan beban dinamakan suatu
nilai tambah (margin).
Kekuatan tekan rencana dalam perancangan didasarkan atas kekuatan tekan
maksimum yang terjadi selama masa pengerasan. Kekuatan tekan beton maksimum biasanya
tercapai setelah umur 28 hari. Umur 28 hari ini dijadikan sebagai umur rencana.
8.2 Metode American Concrete Institute
Metode American Concrete Institute (ACI ) mensyaratkan suatu campuran
perancangan beton dengan mempertimabngkan sisi ekonomisnya dengan memperhatikan
ketersediaan bahan – bahan dilapangan, kemudahan pekaerjaan, serta keawetan dan kekuatan
pekerjaan beton. Cara ACI melihat bahwa dengan ukuran agregat tertentu, jumlah air per
kubik akan menentukan tingkat konsistensi dari campuran beton yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (workability).
8.2.1 Perancangan
Sebelum melakukan perancangan, data – data uyang dibutuhkan harus dicari. Jika
data – data yang dibutuhkan tidak ada, dapat diambil data dari table – table yang telah dibuat
untuk membantu penyelesaian perancangan – ancara ACI. Bagan alir perancangna dengan
metode ACI dapat dilihat pada gambar 8.2.
Pada metode ini, input data perancangan meliputi data standar deviasi hasil pengujian
yang berlaku untuk pekerjaan yang sejenis dengan karakteristik yang sama. Selanjutnya data
tentang kuat tekan rencana, data butir nominal agregat yang akan digunakan, data slump (jika
didinginkan dengan nilai tertentu) , barat jenis agregat, serta karakteristik lingkungan yang
diinginkan.
8.2.2 Langkah Perancangan
1. Hitung kuat tekan rata – rata beton, berdasarkan kuat tekan rencana dan margin,
f’cr=m+f’c
1) M=1.64*Sd, standar deviasi diambil berdasarkan data yang lalu, jika tidak ada
diambil dari table 8.1 berdasarkan mutu pelaksanaan yang diinginkan.
2) Kuat tekan rencana (f’c) ditentukan berdasarkan pencarian atau dari hasil uji
yang lalu.
Tabel 8.1 Nilai Standar Deviasi
Mutu Pelaksanaan (Mpa)
Volume Pekerjaan Baik Sekali Baik Cukup
Kecil (<1000 m3)
Sedang (1000 – 3000 m3)
Besar (>3000 m3)
4.5<sd≤5.5
3.5<sd≤4.5
2.5<sd≤3.5
5.5<sd≤6.5
4.5<sd≤5.5
3.5<sd≤4.5
6.5<sd≤8.5
5.5<sd≤7.5
4.5<sd≤6.5
2. Tetapkan nilai slump, dan butir maksimum agregat
37
1) Slump ditentukan. Jika tidak dapat, data diambil dari table 8.2.
2) Ukuran maksimum agregat dihitung dari 1/3 tebal plate dan data ¾ jarak bersih antar baja tulangan, tendon, bundle bar, atau ducting dan atau 1/5 jarak terkecil bidang
bekisting, ambil yang terkecil, jika tidak ambil dari table 8.3.
Tabel 8.2 Slump yang di Syaratkan untuk Berbagi Konstruksi Menurut ACI
Jenis Konstruksi Slump (mm)
Maksimum* Minimum
Dinding penahan dan pondasi
Pondasi sederhana, sumuran, dan dinding sub struktur Balok dan dinding beton
Kolom structural
Perkerasan dan slab Beton massal
76.2
76.2 101.6
101.6
76.2 50.8
25.4
25.4 25.4
25.4
25.4 25.4
*) Dapat ditambahkan sebesar 25.4 mm untuk pekerjaan beton yang tidak menggunakan biraton,
tetapi menggunakan metode konsolidasi
Tabel 8.3 Ukuran Maksimum Agregat
Dimensi Minimum, mm Balok/kolom Plat
62.5
150 300
750
12.5 mm
40 mm 40 mm
80 mm
20 mm
40 mm 80 mm
80 mm
3. Tetapkan jumlah air yang dibutuhkan berdasarkan ukuran maksimum agregat dan nilai slump
dari Tabel 8.4
Tabel 8.4 Perkiraan Air Campuran dan Persyaratan Kandungan Udara untuk Berbagai Slump dan Ukuran Nominal Agregat Maksimum
Slump (mm) Air (lt/m3)
9.5
mma)
12.7
mma)
19.1
mma)
25.4
mma)
38.1
mma)
50.8
mma)
76.2
mmbc)
152.4
mm bc)
25.4 s/d 50.8
76.2 s/d 127
152.4 s/d 177.8 Mendekati
jumlah
kandungan udara
dalam beton air entrained (%)
210
231
246
3.0
201
219
231
2.5
189
204
216
2.0
180
195
204
1.5
165
180
189
1.0
156
171
180
0.5
132
147
162
0.3
114
126
-
0.2
25.4 s/d 50.8 76.2 s/d 127 152.4 s/d 177.8 Kandungan udara total rata-rata yang disetuju –d) (dalam persen)
183 204 219
177 195 207
168 183 195
162 177 186
150 165 174
144 159 168
123 135 156
108 120
-
Diekspose sedikit Diekspose menengah Sangat ekspose
4.5
6.0 7.5
4.0
5.5 7.0
3.5
5.0 6.0
3.0
4.5 6.0
2.5
4.5 5.5
2.0
4.0 5.0
1.5 e,f) 3.5 e,f)
4.5 e,f)
1.0 e,f) 3.0 e,f) 4.0 e,f)
38
Keterangan:
a) Banyaknya air campuran di sini dipakai untuk menghitung factor air semen untuk
suatu campuran percobaan (trial batch). Harga-harga ini adalah maksimal butirnya 1.5
in (44 mm, untuk suatu agregat kasar bentuk dan gradasinya cukup baik dan dalam
batas yang diterima oleh spesifikasi.
b) Nilai slump untuk beton yang mengandung agregat dengan ukuran maksimum 1.5
inch (38.1 mm atau 40 mm) ini adalah berdasarkan percobaan-percobaan yang dibuat
setelah membung partikel agregat yang lebih besar dari 38 atau 40 mm.
c) Banyaknya ait campuran di sini dipakai untuk menghitung factor air semen untuk
suatu campuran percobaan (trial batch). Jika digunakan butiran maksimum agregat 3
inch (76.2 mm) atau 6 inch (152.4 mm). Harga-harga ini adalah maksimal untuk suatu
agregat kasar bentuk dan gradasinya cukup baik dari halus sampai kasar.
d) Rekomendasi lainya tentang kandungan air dan toleransi yang diperlukan untuk
control di lapangan tercantum dalam sejumlah dokumen ACI, seperti ACO 201, 345,
318, 301, dan 302. Batas-batas kandungan air dalam betonjuga diberikan oleh ASTM
C-94 untuk beton ready mix. Persyaratan-persyaratan ini bias saja tidak sama untuk
masing-masing peratura, sehingga perancangan beton perlu ditinjau lebih lanjut dalam
menentukan kandungan air yang memenuhi syarat untuk pekerjaan yang juga
memenuhi syarat peraturan.
e) Untuk beton yang menggunakan agregat lebih besar dari 1.5 inch (40 mm) dan
tertahan di atasnya, prosentase udara yang diharapkan pada 1.5 in, dikurangi material
ditabelkan dikolom 38.1. Akan tetapi, dalam perhitungan komposisi awal seharusnya
kandungan udara juga ada sebagai suatu persen keseluruhan.
f) Jika menggunakan agregat besar pada beton dengan FAS besar, gelembung yang ada
biasa saja tidak mengurangi kekuatan. Dalam banyak hal, persyaratan air campuran
akan berkurang jika FAS bertambah, artinya pengaruh reduksi kekuatan akibat air
entrained akan berkurang.
g) Harga-harga ini berdasarkan criteria 9% udara diperlukan pada fase mortar. Jika
volume mortar sangat berbeda dengan yang ditentukan dalam rekomendasi praktisini,
besarnya dapat dihitung dengan mengambil 9% dari volume mortar sesungguhnya.
4. Tetapkan nilai Faktor Air Semen dari Tabel 8.5. Untuk nilai kuat tekan dalam Mpa
yang berada diantara nilai yang diberikan dilakukan interpolasi.
Tabel 8.5 Nilai Faktor Air Semen
Kekuatan Tekan 28 hari*
(Mpa)*
FAS
Beton Air-entrained
Beton Non Air-entrained
41.4
34.5 27.6
20.7
13.8
0.41
0.48 0.57
0.68
0.62
-
0.4 0.48
0.59
0.74
*) Besar kekuatan tekan diestimasi atas beton yang mempunyai kandungan udara tidak
melebihi seperti yang tercantum dalam Tabel 3.4. Untuk harga FAS yang konstanta, kekuatan
tekan beton akan berkurang jika kandungan udara bertambah. Kekuatan ini berdasarkan beton
yang kelembabannya dijaga (curing) pada temperature 23±1.70C, sesuai dengan ASTM C-31
39
“membuat dan merawat benda uji tekan dan lentur dilapangan”, dengan uji silinder diameter
150 mm, tinggi 300 mm.
5. Hitung semen yang diperlukan dari langkah (8.1.2.3) dan (8.1.2.4), yaitu jumlah air
dibagi dengan factor air semen.
6. Tetapkan volume agregat kasar berdasarkan agregat maksimum dan Modulus Halus
Butir (MHB) agregat halusnya sehingga didapat persen agregat kasar (Tabel 8.6). jika
nilai Modulus Halus Butirnya berada di antaranya, maka dilakukan interpolasi.
Volume agregat kasar = persen agregat kasar dikalikan dengan berat kering agregat
kasar.
7. Estimasikan berat beton segar berdasarkan Tabel 8.7, kemudian hitung agregat halus,
yaitu berat beton segar (berat air + berat semen + berat agregat kasar)
8. Hitung proporsi bahan, semen, air, agregat kasar dan agregat halus, kemudian koreksi
berdasarkan nilai daya serap air pada agregat.
1) Semen didapat dari langkah 8.1.2.5
2) Air didapat dari langkah 8.1.2.3
3) Agregat kasar didapat dari langkah 8.1.2.6
4) Agregat halus didapat dari langkah 8.1.2.7, dikurangi langkah [(8.1.2.3) +
(8.1.2.5) + (8.1.2.6)]
9. Koreksi Proporsi Campurannya.
Tabel 8.6 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton
Ukuran
Agregat Maks
(mm)
Volume Agregat kasar kering* persatuan volume untuk berbagai
Modulus halus butir
2.40 2.60 2.80 3.00
9.5
12.7
19.1
25.4
38.1
50.8
76.2
152.4
0.50
0.59
0.66
0.71
0.75
0.78
0.82
0.87
0.48
0.57
0.64
0.69
0.73
0.76
0.80
0.85
0.46
0.55
0.62
0.67
0.71
0.74
0.78
0.83
0.44
0.53
0.60
0.65
0.69
0.72
0.76
0.81
*) volume ini didasarkan atas agregat kasar kondisi kering oven (dry – rodded) sesuai dengan
ASTM C-29, “Satuan Berat Agregat”. Volume ini dihasilkan dari hubungan empiris yang
menghasilkan beton dengan tingkat kemudahan pengerjaan yang tinggi, cocok untuk beton
biasa. Untuk beton yang kurang mudah dikerjakan dalam syarat konstruksi maka nilai ini
dapat dinaikkan sekitar 40%. Untuk beton yang lebih mudah dikerjakan kandungan agregat
kasarnya dapat dikurangi sekitar 10%, apabila nilai slump dan FAS telah dipenuhi.
40
Tabel 8.7 Estimasi Berat Awal Beton Segar* (kg/m3)
Ukuran Agregat Maks
(mm)
Beton Air - Entrained Beton Non Air - Entrained
9.5
12.7
19.1
25.4
38.1
50.8
76.2
152.4
2,304
2,334
2,376
2,406
2,442
2,472
2,496
2,538
2,214
2,256
2,304
2,340
2,376
2,400
2,424
2,472
*) Harga – harga yang dicantumkan adalah untuk beton dengan semen sedang (Bj 3.14) dan
agregat sedang (bj 2.7). Persyaratan air campuran dengan slump 3 – 4 in atau 76.2 mm – 12.5
mm, table 5.5.2, ASTM C.143.
8.2.3 Kekurangan dan Kelebihan
1) Cara ini merupakan cara coba – coba (eksperimental) untuk memperoleh proporsi
bahan yang menghasilkan konsistensi. Jika dipakai agregat yang berbeda akan
menyebabkan konsistensi yang berbeda juga.
2) Nilai Modulus Halus Butir (MHB) sebenarnya kurang menggambarkan gradasi akibat
yang tepat. Untuk agregat dengan berat jenis yang berbeda, perlu dilakukan koreksi
lagi.
8.2.4 Contoh Hitungan
Rencanakan campuran beton dengan menggunakan data – data sebagai berikut.
Direncanakan sebuah balok struktur untuk pekerjaan beton dengan volume pekerjaan
sekitar 800 m3, dengan mutu 25 Mpa. Pengawasan pelaksanaan baik. Direncanakan
dengan menggunakan butiran maksimum agregat sebesar 40 mm. Data analisis saringan
tercantum dalam tabel 8.8. Hasil pengujian laboratorium memberikan berat satuan
agregat kering tungku sebesar 1600 kg/ m3. Daya serap air agregat kasar sebesar 3419%
dan agregat halus sebesar 2004%.
Tabel 8.8 Analisa Saringan Agregat Halus
Saringan (mm) Berat Tertinggal (gram)
9.52
4.76
2.4 1.1
0.6
0.3
0.15
0
100 220
350
780 590
360
100
Jumlah 2500
41
Penyelesaian :
Tabel 8.9 Menghitung Modulus Halus Butir dan Kontrol Syarat Mutu ASTM C.33
Saringan
(mm)
Butiran
Tertinggal
% tinggal
Kumulatif
Butiran Lolos Syarat
ASTM C.33
Gram % % Kumulatif
9.52 4.76
2.4
1.1 0.6
0.3
0.15
0 100
220
350 780
590
260 100
0.0 4.0
8.8
14.0 31.2
23.6
14.4 4.0
0.0 4.0
12.8
26.8 58.0
81.6
96.0 -
100.0 96.0
87.2
73.2 42.0
18.4
4.0 -
100 95
80
50 25
10
2 -
100
95 – 100 80 – 100
50 – 85
25 – 60 10 – 30
2 – 10
Jumlah 2500 279.2
Dari hasil hitungan analisis saringan agregat halus, syarat gradasi yang diberikan oleh
ASTM C.33 telah terpenuhi. Didapat Modulus Halus Butirnya, yaitu persentase
kumulatif yang tertinggal pada satu set ayakan dibagi dengan seratus, didapat sebesar
279.2/100=2.792 yang dibulatkan menjadi 2.8
LANGKAH PERTAMA. (8.1.2.1)
Menghitung kuat tekan rata – rata (f’er)
Volume pekerjaan 800 m3 < 1000 m
3
Pengawasan mutu pelaksanaan baik → dari tabel 8.1,
Standar deviasi 5.5 < s ≤ 6.5 diambil s = 6 MPa.
f’er= f’er + m
m= 1.64 s → m= 1.64x6=9.84 Mpa.
f’ er= 25+9.84=34.84 MPa
LANGKAH KEDUA. (8.1.2.2)
Menentukan nilai slump dan agregat maksimum
Dari Tabel 8.2 untuk kontruksi balok, slump diambil 101.6 mm, agregat maksimum
ditentukan 40 mm.
LANGKAH KE – TIGA (8.1.2.3)
Jumlah air yang dibutuhkan tercantum dalam Tabel 8.4. berdasarkan nilai slump dan agregat
maksimum, didapat 180 lt/m3.
LANGKAH KE – EMPAT (8.1.2.4)
FAS yang dibutuhkan berdasarkan nilai kekuatan tekan estimasi beton umur 28 hari dengan
f’er 34.84 MPa (34.5) dalam Tabel 8.5 adalah 0.48.
LANGKAH KE – LIMA (8.1.2.5)
Semen yang dibutuhkan, (3) : (4) → 180/0.48 = 375kg
LANGKAH KE – ENAM (8.1.2.6)
Tentukan volume agregat kasar berdasarkan MHB agregat halus dan ukuran maksimum
42
agregat (Tabel 8.6). MHB = 2.8 dan ukuran maksimum 40 mm (38.1 mmby ASTM),
didapat nilai 0.71. berat agregat kasar = 0.71 x 1.600 kg/m3 = 1137.42 kg/m
3, dibulatkan
menjadi 1137 kg/m3
LANGKAH KE – TUJUH (8.1.2.7)
Estimasi berat beton segar berdasarkan ukuran maksimum agregat 40 mm (38.1 mm),
beton air – entrained Tabel 8.7, didapat 2.442 kg/m3. Didapat berat agregat halus,
2442 (375+180+1137) = 750 kg/m3.
LANGKAH KE – DELAPAN (8.1.2.8)
Proporsi campuran beton per meter kubik
SEMEN = 375 kg
AIR = 180 Liter
AGREGAT KASAR = 1137 Kg
AGREGAT HALUS = 750 Kg
Jumlah = 2442 Kg
LANGKAH KE – SEMBILAN (8.1.2.9)
Koreksi proporsi campuran beton per meter kubik
AGREGAT KASAR (Daya serap air 3.419%) → 1137 x 1.03419 = 1175.87 dibulatkan
menjadi 1176 kg. AGREGAT HALUS (Daya serap air 2.004%) → 750 x 1.02004=765,03
dibulatkan menjadi 765 kg. AIR menjadi, 180 – [(0.02004X750) + (0.03419X1137)] = 126.09
liter, dibulatkan menjadi 126 liter.
SEMEN = 375 Kg
AIR = 126 Liter
AGREGAT KASAR = 1176 Kg
AGREGAT HALUS = 765 Kg
Jumlah = 2442 Kg
Kesimpulan :
Campuran ini kemungkinan sulit untuk dikerjakan jika proporsi airnya tidak ditambah dan
atau tidak menggunakan vibrator untuk memadatkannya. Untuk mempermudah hitungan
sebaiknya digunakan tabulasi.
8.3 Metode Road Note No.4
Cara perancangan ini disimpulkan dari hasil penelitian Glanville.,et.al, yang ditekankan pada
pengaruh gradasi agregat terhadap kemudahan pengerjaan.
8.31 Langkah Perancangan
Secara umum langkah perancangan dengan menggunakan metode ini adalah sbb :
1. Hitung kuat tekan rata – rata rencana, berdasarkan kekuatan tekan rencana dan nilai margin
1) Nilai margin (m) = 1.64 * Standar Deviasi
2) Nilai standar deviasi ditentukan dari data yang lalu atau diambil dari Tabel 8.10
berdasarkan tingkat pengendalan mutu pekerjaan.
43
Tabel 8.10 Deviasi Standar
Tingkat pengendalian mutu pekerjaan S (MPa)
Memuaskan
Sangat Baik
Baik
Cukup
Jelek
Tanpa Kendali
2.8
3.5
4.2
5.6
7.0
8.4
2. Tentukan FAS, dari grafik 8.3 dan berdasarkan keawetan Tabel 8.11 Pilih nilai yang terkecil
Tabel 8.11 Persyaratan FAS
Jenis Beton Kondisi Lingkungan *)
FAS Maks
Beton bertulang biasa
Ringan
Sedang
Berat
0.65
0.55
0.45
Pra - tegang
Ringan
Sedang
Berat
0.65
0.55
0.45
Beton tak bertulang
Ringan
Sedang
Berat
0.70
0.60
0.50
*) Ringan : Terlindung dari cuaca
Sedang : Terlindung dari hujan deras, Tertanam dalam tanah dan selamanya terendam air.
Berat : Terkena air laut, air payau, mengalami pergantian basah dan kering.
3. Buat Proporsi agregat dari masing – masing fraksi (perbandingan antara agregat halus dengan
agregat kasar), sehingga masuk dalam salah satu kurva dalam grafik 8.3.1 sampai 8.3.4
ASTM C-33.
4. Tetapkan proporsi antara agregat dengan semen berdasarkan tingkat kemudahan pengerjaan,
diameter maksimum agregat, bentuk dan FAS (Tabel 8.1.2).
5. Hitung proporsi antara semen, air, dan agregat dengan dasar FAS dan proporsi antara agregat
semen yang diperoleh dari langkah (8.2.1.2) dan (8.2.1.4)
Tabel 8.12 Proporsi Agregat dengan Semen (berat)
Jenis Agregat Kasar Ukuran Maksimum FAS Agregat/Cement (A/C)
Alami 40 mm
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
2.9
4.3
5.7
7.1
8.1
Di Pecah 40 mm 0.40 3.2
44
0.45
0.50
0.55
0.60
0.65
3.9
4.7
5.4
6.1
6.8
Alami 20 mm
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
0.60
2.8
3.9
5.0
5.9
7.4
8.0
Di Pecah 20 mm
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
0.60
0.65
0.70
2.3
2.9
3.4
3.9
4.5
4.9
5.4
5.8
6. Kebutuhan dasar daribeton dihitung dari volume absolute, prinsip hitungan ialah volume
beton padat sama dengan jumlah absolute volume bahan-bahan dasarnya. Proporsi campuran
dapat dihitung jika diketahui:
γs = berat jenis semen
γag.h = berat jenis agregat halus
γag.k = berat jenis agregat kasar
γair = berat jenis air
V = prosentase udara dalam beton
S = berat semen yang diperlukan dalam 1 m3.
Dengan menghitung berdasarkan harga semen.
3
.
.
.
.
.
.1.01.0
.mv
Y
SA
YY
P
YY
P
YY
S
airairkAg
S
kAg
airhAg
S
hAg
airs
8.3.2 Kekurangan dan kelebihan
1) Gradasi yang tersedia pada langkah ketiga (8.2.1.3) dimana ada empat kurva, kenyataannya
sulit untuk dipenuhi dilapangan.
2) Bentuk agregat pada langkah keempat (8.2.1.4) agak sulit dibedakan (antarabulat dengan
tidak teratur). Kesulitan lain jika digunakan campuranantara agregat alami dengan batu pecah.
8.3.3 Contoh Hitungan
Rencanakan campuran beton dengan menggunakan data-data sebagai berikut. Direncanakan
sebuah balok struktur untuk pekerjaan beton dengan mutu 25 Mpa. Pengawasan pelaksanaan baik.
45
Agregat maksimum sebesar 40 mm. data analisis saringan didapat dalam Tabel 8.13. hasil pengujian
laboratorium memberikan data sebagai berikut:
Tabel 8.13 Analisa Saringan Agregat
Saringan (mm) Berat Tertinggal (gram)
Agregat Halus Agregat Kasar
50.0
37.5
19.0
9.52
4.76
2.4
1.1
0.6
0.3
0.15
sisa
0
0
0
0
90
135
240
240
175
105
15
0
0
1620
340
400
140
0
0
0
0
0
Jumlah 1000 2500
Data-data lainya,
γs = berat jenis semen = 3.14
γag.h = berat jenis pasir = 2.72
γag.k = berat jenis bt.pecah (JPK) = 2.66
γair = berat jenis air = 1.00
V = prosentase udara dalam beton = 2.00%
Modulus haluscampuran antara agregat alami dengan batu pecah.
Penyelesaian:
LANGKAH 1 (8.2.1.1)
Menghitung kuat tekan rata-rata rencana.
Kuat rencana (f’c) = 25 Mpa, dari tabel 8.10 di dapat nilai s=4.2, jadi m=1.64x4.2=6.888 mpa, maka f’cr=25+6.888=31.888 Mpa, di bulatkan menjadi 31 Mpa.
LANGKAH 2 (8.2.1.2)
Menghitung FAS
Berdasarkan jenis konstruksi. Balok merupakan konstruksi beton bertulang biasa.
Untuk kondisi sedang, tabel 8.11, didapat 0.55. Dari Gambar 8.3, dengan f’cr=32 Mpa pada
umur 28 hari menggunakan semen biasa. Di dapat FAS=0.48. dari kedua nilai FAS ini yang
terkecil yang dipakai, yaitu Fas=0.48.
LANGKAH 3 (8.2.13)
Menghitung perbandingan agregat kasar dan halus data Tabel 8.14
46
Tabel 8.14 Modulus halus butir
Saringan
(mm)
Berat tertinggal (gram)
Berat tertinggal (%)
Ag.Halus Ag.Kasar
Ag.Halus Ag.Kasar Persen Kumulative Persen Kumulative
50 37.5
19
9.52 4.76
2.4
1.1 0.6
0.3
0.15
sisa
0 0
0
0 90
135
240 240
175
105
15
0 0
1620
340 400
140
0 0
0
0
0
0 0
0
0 9
14
24 24
18
11
2
0 0
0
0 9
23
47 71
88
99
-
0 0
65
14 16
6
0 0
0
0
-
0 0
65
78 94
100
100 100
100
100
-
Jumlah 1000 2500 100 335.00 100.00 737.60
Di dapat:
MHB Agregat halus = 335/100 = 3.350
MHB Agregat halus = 737.60/100 = 7.376
Perbandingan antara agregat halus dengan agregat kasar dapat dicari dengan memasukan
MHB campuran antara 5 – 6.5, melalui cara coba-coba. Jika hasil gradasi campuran telah
memenuhi syarat gradasi yang ditetapkan, barulah dapat dihitung perbandingan agregat
campuran. Agar pekerjaan ini lebih cepat,sebaliknya digunakan alat bantu computer dan
“preadsheet program” seperti Lotus ataupun Excel.
Misalkan dicoba agregat campuran yang mempunyai MHB 6.25
W=[(K-C)/(C-P)]X100%=[(7.376-6.25)/(6.25-3.35)]X100%=38.82758621%,dibulatkan
menjadi 38%
Jadi Ag.H:Ag.K=1:2.58, gradasi campurannya dihitung dengan Tabel 8.15.
Tabel 8.15 perbandingan agregat halus dan kasar
Saringan
(mm)
Berat Tertinggal
(gr) Berat Lolos (gr) Persen Lolos (%)
Ag. Halus
Ag. Kasar
Ag.H Ag.K Ag.H Ag.K Ag.H*
1 Ag.K*X2.58
Ag.H+Ag.K
Gradasinya
Agregat campuran
(0) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(5)
x=P
(8)=(6)
xK
(9)=(7)
+(8)
(10)=(9)/3.
58
50
37.5
19
9.52
4.76
2.4
0
0
0
0
90
135
0
0
1620
340
400
140
1000
1000
1000
1000
910
775
2500
2500
880
540
140
0
100
100
100
100
91
78
100
100
35
22
6
0
100
100
100
100
91
78
258
258
91
56
14
0
358
358
191
156
105
78
100
100
53
44
29
22
47
1.1
0.6
0.3
0.15
sisa
240
240
175
105
15
0
0
0
0
0
535
295
120
15
-
0
0
0
0
-
54
30
12
2
-
0
0
0
0
-
54
30
12
2
-
0
0
0
0
-
54
30
12
2
-
15
8
3
0
-
Jumlah 1000 2500
Gradasi csmpursn kolom (10) diplotkan pada grafik 8.3.1 untuk butir maksimum 40
mm (syarat ASTM C-33). Setelah diplotkan memenuhi syarat, yaitu masuk antara
kurva(1) dan kurva(2).
Dari sini dapat dijelaskan bahwa agregat campuran diharapkan nantinya dapat
menghasilkan campuran yang baik namun akan memerlukan lebih banyak semen dan
air.
LANGKAH 4 (8.2.1.4)
Menghitung proporsi A/C
Agregat menggunakan agregat pecahan dengan butir maksimum 40 mm dan FAS
0.48. dari Tabel 8.12 didapat nilai untuk FAS=0.45 → 4.7. Jadi, untuk FAS=0.48 dilakukan
interpolasi dan didapat A/C={[(4.7-3.9)/(0.5-0.45)]x(0.48-0.45)}+3.9=4.38.
LANGKAH 5 (8.2.1.5)
Menghitung proporsi Campuran, Agregat/Cement (A/C)=4.39
LANGKAH 6 (8.2.1.6)
Menghitung kebutuhan bahan dasar
Diketahui:
γs = berat jenis semen = 3.14
γag.h = berat jenis pasir = 2.72
γag.k = berat jenis bt.pecah (JPK) = 2.66
γair = berat jenis air = 1.00
V = prosentase udara dalam beton = 2.00%
S = berat semen yang diperlukan dalam 1 m3.
Perbandingan campuranya:
Semen : Pasir : Krikil : Air = 1 : proporsi Ag.H : Proporsi .Ag.K : Air
Maka nilai semen (S) dapat dihitung dari persamaan berikut. Kebetuhan air, agregat halus,
dan agregat kasar dihitung dari hasil hitungan semen.
3
.
.
.
.
.
.1.01.0
.mv
Y
SA
YY
P
YY
P
YY
S
airairkAg
S
kAg
airhAg
S
hAg
airs
(S/3.14)+[(4.39*38%*S)/2.72]+[(4.39*62%*S)/2.62]+(0.48S/1)+(0.01*2%)=1
S=0.9990/2.435 = 0.410 ton = 410 kg
48
.
Untuk 1 m3. beton segar
Semen = 401 Kg
Air 410*0.48 = 197 liter
Agregat Halus 4.39*410*38% = 684 Kg
Agregat Kasar 4.39*410*62% = 1116 Kg
Jumlah = 2407 Kg
Kesimpulan;
- Hasil hitungan proporsi beton harus dikoreksi kembali akibat daya serap air.
- Hasil hitungan memperlihatkan bahwa komposisi semen cukup tinggi. Hal ini terjadi
karena gradasi campuran berada pada daerah antara kurva (1) dan (2). Agar
didapatkan semen yang rendah (minimal) maka proporsi campuran diubah kembal.
8.4 Metode Standar Nasional Indonesia SK.SNI.T-15-1990-03
Perancangan cara inggris atau dikenal dengan metode Departemen pekerjaan Umum yang
tertuang dalam SK.SNI.T-15-1990-03 “Tata Cara pembuatan Rencana CAmpuran Beton normal”
merupakan adopsi dari cara Depertment of Environment (DoE), Building Research Establishment,
Britain.
8.4.1 Syarat Perancangan
8.4.1.1 kuat tekan rencana (Mpa)
Beton yang dirancang harus memenuhi persyaratan kuat tekan rata-rata, yang memenuhi
syarat berdasarkan data deviasi standar hasil uji kuat tekan yang lalu (umur 28 hari) untuk kondisi dan jenis konstruksi yang sama. Persyaratan kuat tekan didasarkan pada hasil uji kuat tekan silinder. Jika
menggunakan kuat tekan dengan hasil iji kubus berisi 150 mm, maka hasilnya harus dikonversi
menggunakan persamaan: F’c=[0.76+0.2 Log (f’ck/15)]f’ck,
Dimana:
F’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan, Mpa. F’ck = kuat tekan beton, Mpa, dari uji kubus beton berisi 150 mm.
Data kuat tekan sebagai tekan sebagai dasar perancangan, dapat menggunakan hasil uji
kurang dari 28 hari berdasarkandata rekaman yang lalu untuk kondisi pekerjaan yang sama dengan karakteristik lingkungan dan kondisi yang sama. Jka menggunakan hal ini maka dalam perancangan
harus disebutkan (dalam gambar atau dalam uraian lainya), dan hasilnya dikonversi untuk umur 28
hari berdasarkan tabel 8.16 (PB,1989:16).
Tabel 8.16 Perkembangan kuat tekan untuk Semen Portland Tipe I
Umur beton (hari) 3 7 14 21 28
Semen Portland Tipe I 0.46 0.70 0.88 0.96 1.00
8.4.1.2 Pemilihan proporsi campuran
Rencana kekuatan beton didasarkan pada hubungan antara kuat tekan dengan faktor
air sermen. Pemilihan proporsi campuran campuran beton harus memenuhi syarat atau
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
49
1) Untuk beton dengan kuat tekan f’c lebih dari 20 MPa, proporsi campuran percobaan
harus didasarkan pada campuran berat (weight batching), (PB,1989:17),
2) Untuk beton dengan kuat tekan f’c hingga 20 Mpa, proporsi campuran percobaan
boleh didasarkan pada campuran volume (volume batching-ASTM C.685). penakaran
volume harus didasarkan pada proporsi campuran dalam berat yang dikonversikan ke
dalam volume (bulking) dari masing-masing bahan (PB,1989:17).
3) Khusus untuk beton yang direncanakan mempunyai kekuatan sebesar 10 MPa., bila
pertimbangan praktis dan kondisi setempat tidak memungkinkan pelaksanaan beton
dengan mengikuti prosedur perancangan proporsi campuran (PB,1989:17), dapat
digunakan perbandingan 1PC:2Agregat Halus:3Agregat Kasar, dengan nilai slump
beton tidak boleh melebihi 100 mm.jika beton tersebut digunakan untuk struktur yang
kedap air, dapat digunakan perbandingan 1PC:1.5Agregat Halus:2.5Agregat kasar.
8.4.1.3 Bahan campuran
Bahan yang digunakan dalam campuran harus memenuhi syarat standar yaitu (1). Air
harus memenuhi syarat yang berlaku, dalam hal ini tertuang dalam SK.SNI.S-04-1989-F
tentang Spesifikasi Air Sebagai Bahan Bangunan. Air yang dapat diminum dapat langsung
digunakan, jika tak memenuhi syarat atau tak dapat diminum, air yang digunakan harus
memenuhi syarat uji perbandingan kekuatan tekan dengan menggunakan bahan dari air
standar, minimal memenuhi syarat 90% kuat tekanya. Perbandinganya campuran dibuat dan
diuji berdasarkan syarat uji ASTM C.109, “Test Methods for Compressive Strength of
Hydraulic Cement mortars (using 50 mm cube specimens)”. (2). Semen harus memenuhi
syarat SII-0013-81, tentang “Mutu dan Cara Uji Semen Portland” atau SK.SNI.S-04-1989-F
“Spesifikasi Bahan Perekat Hidrolis sebagai bahan Bangunan”. (3). Agregat harus memenuhi
syarat SII-0052-80 tentang “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” atau SK.SNI-S-04-1989-F,
“Spesifikasi Agregat sebagai Bahan Bangunan” (4). Bahan tambah yang digunakan harus
memenuhi syarat SK.SNI.S-18-1990-03 “Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton” atau
SK.SNI.S-19-1990-03 jika mengguakan bahan tambahan gelembung udara.
8.4.2 Perhitungan Proporsi Campuran
8.4.2.1 Kuat tekan rata – rata yang direncanakan
Nilai standar deviasi didapat dari hasil pengujian yang lalu untuk kondisi pekerjaan
dan lingkungan yang sama dengan benda uji yang lebih besar dari 30 benda uji berpasangan.
Jika jumlah beda uji lebih kecil dari 30, harus dilakukan koreksi dan apabila tidak ada sama
sekali maka diambil nilai tambahnya sebesar 12 MPa. Menurut rumusan :
1
1
2
n
xxi
s
n
i
Dimana S adalah standar deviasi, ix adalah kuat tekan beton yang didapat dari hasil
pengujian untuk masing – masing benda uji, x adalah kuat tekan rata – rata dan n adalah
jumlah data. Data hasil uji yang akan digunakan untuk menghitung standar deviasi harus
memnuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut.
50
1) Mewakili bahan – bahan, prosedur pengawasan mutu, dan produksi tang serupa
dengan pekerjaan yang diusulkan.
2) Mewakili kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) yang nilainya dalam batas ±7 MPa
dari nilai f’c yang ditentukan.
3) Paling sedikit terdiri dari 30 hasil uji yang berurutan atau dua kelompok hasil uji
berurutan yang jumlahnya minimum 30 hasil uji, diambil dalam produksi selama
jangka waktu tidak kurang dari 45 hari.
4) Bila suatu produksi beton tidak mempunyai data hasil uji yang memenuhi persyaratan,
tetapi hanya ada sebanyak 15 sampai 29 hasil uji yang berurutan, maka nilai deviasi
standar dikalikan dengan factor pengali dalam Tabel 8.17.
5) Bila data hasil uji kurang dari 15, maka kuat tekan rencana yang ditargetkan diambil
sebesar f’c + 12 MPa.
Tabel 8.17 Faktor Pengali untuk Deviasi Standar
Jumlah Penguji Faktor Pengali Deviasi Standar
Kurang Dari 15
15
20
25
30 atau lebih
Lihat butir 1.5.4.1 (1)
1.16
1.08
1.03
1.00
Catatan : nilai yang berada di antaranya di lakukan interpolasi.
8.4.2.2 Nilai tambah atau margin
Nilai tambah atau margin dihitung menurut rumus m = k x s, dimana m adalah nilai
tambah, k adalah tetapan statistik yang nilainya tergantung pada prosentase hasil uji yang
lebih rendah dari f’c (dalam hal ini diambil 1.64) dan s adalah standar deviasi. Rumus diatas
dapat ditulis kembali menjadi m=1.64s. jadi kuat tekan rencana yang ditargetkan:
f’cr + 1.64s.
8.4.2.3 Pemilihan Faktor Air Semen
Factor air semen yang diperlukan untuk mencapai kuat tekan rata – rata yang
ditargetkan didasarkan pada :
1) Hubungan kuat tekan dan factor air semen yang diperoleh dari hasil penelitian
lapangan sesuai dengan bahan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan. Bila tidak
tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat digunakan Tabel 8.18 dan Grafik
8.4.1 atau 8.4.2 (SNI,1990:6-8).
2) Untuk lingkungan khusus, factor air semen maksimum harus memenuhi ketentuan
SK.SNI untuk beton tahan sulfat dan beton kedap air (PB,1989:21-23) seperti yang
tercantum dalam Tabel 8.19, 8.20.1 dan 8.20.2 (SNI,1990:9-11).
Tabel 8.18 Perkiraan kuat tekan beton dengan FAS 0.5 dan jenis semen serta agregat kasar
yang biasa dipakai di Indonesia
JENIS
SEMEN
JENIS AGREGAT
KASAR
KEKUATAN
TEKAN (MPa),
BENTUK
BENDA UJI
51
PADA UMUR
(HARI)
3 7 28 91
Semen
Portland Tipe
I atau Semen
Tahan Sulfat
Tipe II, V
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
17
19
23
27
33
37
40
45
Silinder
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
20
23
28
32
40
45
48
54
Kubus
Semen
Portland Tipe
III
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
21
25
28
33
38
44
44
48
Silinder
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
25
30
31
40
46
53
53
60
Kubus
Sumber : Tabel 2, SNI. T-15-1990-03:6
Tabel 8.19 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan factor Air Semen
Maksimum untuk Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus
.
Deskripsi
Jumlah
Semen
Min. dalam 1
M3 beton (kg)
FAS
Beton didalam ruangan bangunan :
a. Keadaan keliling non korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau
uap korosif
275
325
0.60
0.52
Beton diluar ruang bangunan
a. Tidak terlindungi dari hujan dan terik matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari lansung
325
275
0.60
0.60
Beton yang masuk kedalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti – ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat alkali dari tanah atau air tanah
325
0.55
Lihat table 8.20.1
Beton yang teris – menerus berhubungan dengan air
a. Air tawar
b. Air laut
Lihat table 8.20.2
Sumber : Tabel 3, SNI-T-15-1991-03:7.
Tabel 8.20.1 Ketentuan untuk Beton yang Berhubungan dengan Air Tanah yang Mengandung
Sulfat
Kadar
Gangguan
Sulfat
Konsentrasi Sulfat dalam bentuk SO3
Tipe
Semen
Kandungan Semen
Min.Kg/m3 Ukuran Nominal
Agregat Maks Faktor
Air
Semen
Dalam Tanah Sulfat
(SO3)
dalam air
tanah, gr/lt
40 mm 20 mm
10 mm
Total
SO3
(%)
SO3 dalam camp.
Air:Tanah=2:1
gr/lt
1 Kurang Kurang dari 1.0 Kurang Tipe I 80 300 350 0.50
52
dari 0.2 dari 0.3 dengan
atau tanpa
Pozolan
(15-40%)
2 0.2 1.0-1.9 0.3-1.2
Tipe I
dengan
atau tanpa
Pozolan
(15-40%)
290 330 380 0.50
Tipe I
Pozolan
(15-40%)
atau Semen
Portland
Pozzolan
270 310 360 0.55
Tipe II atau
V 250 290 340 0.55
3 0.5-1 1.9-3.1 1.2-2.5
Tipe I
Pozolan
(15-40%)
atau Semen
Portland
Pozzolan
340 380 430 0.45
Tipe II atau
V 290 330 380 0.50
4 1.0-2.0 3.1-5.6 2.5-5.0 Tipe II atau
V 330 370 420 0.45
5 Lebih
dari 2.0 Lebih dari 5.6
Lebih dari
5.0
Tipe II atau
V dan
lapisan
pelindung
330 270 420 0.45
8.4.2.4 Slump
Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton
yang mudah dituangkan dan dipadatkan atau dapat memenuhi syarat workability. Jika tidak
ada data yang lalu, nilai slump dapat diambil dari table 8.2.
8.4.2.5 Besar butir agregat maksimum
Besar butir agregat maksimum dihitung berdasarkan ketentuan – ketentuan berikut:
1) Seperlima jarak terkecil antara bidang – bidang samping cetakan
2) Sepertiga dari tebal plat
3) Tiga perempat dari jarak bersih minimum antara batang – batang atau berkas – berkas
tulangan.
8.4.2.6 Kadar air bebaas
Kadar air bebas ditentukan sebagai berikut. Agregat yang dipecah atau agregat yang
tak dipecah (alami) menggunakan Tabel 8.21 dan agregat campuran dihitung menurut rumus:
2/3 Wh + 1/3 Wk ,
Dimana Wh adalah perkiraan jumlah air untuk agregat halus, Wk adalah perkiraan jumlah air
untuk agregat kasar.
53
Table 8.21 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) yang Dibutuhkan untuk Beberapa Tingkat
Kemudahan Pekerrjaan Adukan
Ukuran Besar
Agregat
Maksimum
Jenis Agregat Slump (mm)
0-10 10- 30 30-60 60-100
10 mm Batu tak dipecah
Batu dipecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20 mm Batu tak dipecah
Batu dipecah
135
170
160
190
180
210
195
225
30 mm Batu tak dipecah
Batu dipecah
115
155
140
175
160
190
175
205
Sumber: Table 6, SNI-T-15-1990-03:13
Catatan:
1) Untuk suhu diatas 20o
C, setiapkenaikan 5o
C harus ditambahkan air sebanyak 5 liter
per meter kubik adukan beton.
2) Untuk permukaan agregat yang kasar, harus ditambahkan air kira – kira 10 liter per
meter kubik adukan beton.
8.4.2.7 Susunan gradasi halus
Susunan gradasi agregat halus yang digunakan dalam campuran SK.SNI.T-15-1990-
03 dibagi menjadi 4 zona yaitu zona 1, 2, 3, dan 4 (lihat grafik 4.5.a s/d 4.5.d haal 91-92) dan
untuk agregat gabungan dibagi menjadi 3 yaitu butir maksimum 40, 20, dan 10 (lihat hal.96-
98, grafik 4.6.a, 4.6.d).
8.4.2.8 Proporsi agregat halus
Proposal agregat halus ditentukan berdasarkan nilai ukuran butir maksimum yang
dipakai, factor air semen, dan nilai slump yang digunakan serta zona gradasi agregat halus.
Nilai – nilai tersebut kemudian diplotkan dalam grafik 8.5.1, 8.5.2 dan 8.5.3
8.4.2.9 Berat Jenis Relatif Agregat
Berat jenis relative agregat diambil berdasarkan data hasil pengujian laboratorium.
Jika data tersebut tidak ada, untuk agregat kasar diambil nilai 2.6 gr/cm3. Berat jenis agregat
gabungan dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Berat Jenis (BJ) Agregat Gabungan = [% Agregat Halus x BJ. Ag.Halus] + [% Agregat Kasar
x BJ. Ag.Kasar]
Nilai agregat gabungan kemudian diplotkan kedalam grafik 8.6 untuk mendapatkan berat
jenis beton dalam keadaan basah.
8.4.2.10 Koreksi Proposi Campuran
Apabila agregat tidak dalam keadaan jenuh kering permukaan (SSD), proporsi
campuran dilakukan terhadap kadar air dalam agregat minimum satu kali dalam sehari dan
dihitung menurut rumus sebagai berikut.
54
Air = B-(Ck-Ca)xC/100-(Dk-Da)xD/100
Agregat Halus = C + (Ck-Ca)xC/100 Agregat Kasar = D + (Dk-Da)xC/100
Dimana:
B = JUMLAH AIR (Kg/m3)
C = jumlah agregat halus (Kg/m3)
D = jumlah krikil (Kg/m3)
Ca = absorsi air pada agregat halus (%)
Da = absorsi air pada agregat kasar (%) Ck = kandungan air dalam agregat halus (%)
Dk = kandungan air dalam agregat kasar (%)
8.4.3 Langkah Hitungan
Langkah hitungan menurut SK.SNI.T-15-1990-03 terbagi dalam 22 langkah (langkah
ini dapat dibuat menjadi table). Adapun langkahnya sebagai berikut:
1) Tentukan kuat tekan beton yang direncanakan sesuai dengan syarat teknik atau yang dikehendaki oleh pemilik. Kuat tekan (f’c) ini ditentukan pada umur 28 hari.
2) Hitungan deviasi standar (s) berdasarkan data lalu.
3) Hitung nilai tambah (m), dimana m = 1.64.s. Jika data deviasi standar tidak ada, ambil m = 12 MPa.
4) Hitung kuat tekan rata-rata yang ditargetkan (f’cr), dimana f’cr=f’c+m, yaitu langkah (1) + (2).
5) Tetapkan jenis semen yang digunakan. 6) Tentukan jenis agregat yang digunakan, untuk agregat halus dan agregat kasar.
7) Tentukan FAS, jika menggunakan Gambar 8.4.1 atau 8.4.2 ikuti langkah-langkah berikut:
a) Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari berdasarkan jenis semen dan agregat
kasar serta rencana pengujian kuat tekan, menggunakan Tabel 8.18 untuk FAS 0.5, sesuai dengan jenis semen agregat yang digunakan.
b) Lihat Gambar 8.4.1 untuk benda uji silinder dan Gambar 8.4.2 untuk kubus.
c) Tarik garis tegak lurus pada FAS 0.50, sampai memotong kurva kuat tekan yang ditentukan.
d) Tarik garis mendatar dari kuat tekan yang didapat Gambar 8.4.1 atai 8.4.2, sampai
memotong garis tegak lurus untuk FAS 0.5. Gambarkan kurva baru.
e) Dari kurva baru tersebut tarik garis mendatar untuk kuat tekan yang ditergetkan sampai memotong kurva baru tersebut. Kemudian tarik ke bawah hingga didapatkan
nilai FAS.
8) Tetapkan FAS maksimum menurut Tabel 8.19 dari untuk lingkungan khusus table 8.20.1 dan 8.20.2. Dari langkah (7) dan (8) pilih yang paling rendah.
9) Tetapkan nilai slump. Jika tidak ada data yang lalu, ambil dari Tabel 8.2.
10) Tetapkan ukuran butir nominal agregat maksimum. 11) Tentukan nilai kadar air bebas dari Tabel 8.21.
12) Hitung jumlah semen yang besarnya dihitung dari kadar air bebas dibagai Faktor Air Semen
(FAS), yaitu langkah (11) : (8).
13) Jumlah semen maksimum diabaikan jika tidak ditetapkan. 14) Tentukan jumlah semen minimum dari Tabel 8.19 dan untuk lingkungan khusus Tabel 8.20.1
dan 8.20.2.
15) Tentukan FAS yang disesuaikan. Jika jumlah semen berubah karena jumlahnya lebih kecil dari jumlah semen minimum atau lebih besar dari jumlah semen maksimum, maka FAS harus
dihitung kembali. Jika jumlah semen yang dihitung dari langkah (12) berada diantara
maksimum dan minimum, atau lebih besar dari minimum namun tidak melebihi jumlah maksimum kita bebas memilih jumlah semen yang akan kita gunakan.
55
16) Tentukan jumlah susunan butir agregat halus, sesuai dengan syarat SK.SNI.T-15-1990-03
(Lihat syarat zona gradasi agregat halus di grafik 4.5.a s/d 4.5.d). 17) Tentukan persentase agregat halus terhadap campuran berdasarkan nilai slump, FAS, dan
besar nominal agregat maksimum. (Grafik 8.5.1 sampai 8.5.3).
18) Hitung berat Janis relative agregat.
19) Tentukan berat Janis beton menurut Gambar 8.6, berdasarkan nilai berat jenis agregat gabungan dan kadar air bebas (Langkah (19)-[(150+(11)].
20) Hitung kadar agregat halus yang besarnya adalah kadar agregat gabungan dikalikan
presentase agregat halus dalam campuran. Langkah (20) x (16). 21) Hitung kadar agregat kasar, yaitu agregat gabungan dikurangi kadar agregat halus. Langkah
(20) - (21).
Jika kondisi bahan lapangan tidak lagi sesuai dengan yang direncanakan maka harus dilakukan koreksi proporsi campuran, kemudian dibuat contoh ujinya.
8.4.4 Kelebihan dan Kekurangan
Cara ini memiliki kekurangan, yaitu: (1). Jenis agregat hanya ditetapkan dari batu pecah alami
saja sehingga tidak akurat karena kadang agregat alami memiliki bentuk permukaan tidak bulat atau
halus. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah air yang dibutuhkan, sehingga perlu dilakukan koreksi. (2). Diagram proporsi agregat campuran (langkah 16 )sulit dipenuhi.
8.4.5 Contoh Hitungan
Rencanakan campuran beton dengan menggunakan data-data sebai berikut.
Direncanakan sebuah balok struktur untuk pekerjaan beton dalam ruangan yang
lingkungannya non-korosif, dengan mutu 25 MPa. Pengawasan pelaksanaan baik. Agregat
maksimum sebesar 40 mm. data analisis saringan dicantumkan dalam Tabel 8.22. hasil
pengujian laboratorium memberikan data sebagai berikut: Tabel 8.22.1 Analisa Saringan Agregat
Ukuran
Saringan
Berat Tertahan (gram)
Agregat halus Agregat kasar
Pasir I Pasir II III IV
50
37.5 19
9.52
4.76 2.4
1.1
0.6 0.3
0.15
sisa
0
0 0
0
10 20
350
280 180
120
40
0
0 0
0
143 212
170
210 170
40
55
0
0 350
1600
260 290
0
0 0
0
0
0
0 2200
20
160 120
0
0 0
0
0
Jumlah 1000 1000 2500 2500
Direncanakan campuran agregat untuk agregat untuk halus 40% Jenis I dan 60% Jenis II,
sedangkan untuk agregat kasar 30 % Jenis II dan 70% Jenis IV. Gabungan antara agregat
halus dan agregat kasar direncanakan terletak antar 6.0 – 7.0. Semen yang digunakan adalah
semen Tipe I, agregat halus yang digunakan adalah agregat alami (pasir), Agregat kasar yang
digunakan adalah agregat buatan (batu pecah). Bentuk benda uji silinder. Dari hasil
pelaksanaan pekerjaan lalu didapatkan deviasi standar sebesar 3.45 Mpa dengan jumlah data
56
uji sebenyak 25 buah nilai slump direncanakan 12±2 cm. Data-data lainya adalah sebagai
berikut.
Tabel 8.22.2 Data Fisik Agregat
Pasir
(Agregat Halus)
Batu pecah
(Agregat kasar)
Sifat dan karakteristik Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV
Berat jenis (kondisi SSD/JPK) Penyerapan Air (%)
Kadar Air (%)
2.75 3.15
6.65
2.70 4.50
8.75
2.59 1.65
1.05
2.69 1.25
1.50
Penyelesaian: Dari Tabel 8.22.1 dapat dihitung proporsi gabungan agregat halus agar masuk dalam zona
syarat gradasi. Pada Tabel 8.23.1 direncanakan proporsi agregat halus I (40%) dan (60%).
Tabel 8.23.1 tabel untuk Menghitung Agregat Halus Gabungan
Ukuran
Saringan
(mm)
Berat
Tertahan
(gram)
Persen Tertahan
(%)
Berat Lolos
(gram)
Berat Lolos
(%)
Agregat
Halus
Gabungan (V)
(40%1+6
0%II)
I II I II 40%I+
60%II
Kum I II I II
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
50
37.5
19 9.52
4.76
2.4
1.1 0.6
0.3
0.15 Sisa
0
0
0 0
10
20
350 280
180
120 40
0
0
0 0
143
212
170 210
170
40 55
0
0
0 0
1
2
35 28
18
12 4
0
0
0 0
14.
3
21.2
17
21 17
4
55
0
0
0 0
8.98
13.52
24.2 23.8
17.3
11.74 0.5
0
0
0 0
8.98
22.5
46.7 70.5
87.8
99.5 -
1000
1000
1000 1000
990
970
620 340
160
40 0
1000
1000
1000 1000
857
645
475 265
95
55 0
100
100
100 100
99
97
62 34
16
4 0
100
100
100 100
85.7
64.5
47.5 26.5
9.5
5.5 0
100
100
100 100
91
78
53 30
12
5 0
Jumlah 1000 1000 100 100 100 335.94
Hasil hitungan Tabel 8.23.1 kolom (12) diplotkan dalam grafik 4.5.a sampai 4.5.d. pada soal ini, hasil plotting masuk dalam syarat zona I. dapatkan pasir gabungan jenis V, pasir kasar.
Table 8.23.2 Menghitung Agregat Kasar Gabungan:
Ukuran
Saring-an
(mm)
Berat Tertanan (gram) Proses Tertanan
(%)
Berat Lolos
(gram)
Prosen
Lolos (%)
Agregat
Gabungan
(VI) (30%III+70
%IV)
III IV Gabung
an (VI)
Gabung
an (VI)
Kum.%
Gabung-an (VI)
III IV III IV
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
50
37.5 19
0
0 350
0
0 2200
0
0 1645
0
0 65.8
0
0 65.8
250
0 250
2500
2500 300
100
100 86
100
100 12
100
100 34
57
9.52
4.76 2.4
1.1
0.6
0.3 0.15
sisa
Jumlah
1600
260 290
0
0
0 0
0
0
20
160 120
0
0
0 0
0
0
494
190 171
0
0
0 0
0
0
19.76
7.6 6.84
0
0
0 0
0
0
85.56
93.16 100
100
100
100 100
100
-
0
2150
550
290
0 0
0
0 0
0
0
280
120 0
0
0
0 0
0
0
22
11.6
0
0
0 0
0
0 0
11.2
4.8 0
0
0
0 0
0
0
14
7 0
0
0
0 0
0
0
2500 2500 2500 100 744.52
Dari table 8.23.1 kolom (7) diperoleh MHB agregat halus gabungan sebesar
335,94/100 atau dibulatkan menjadi 3.36 dan dari Tabel 8.23.2 kolom (6) nilai MHB agregat
kasar gabungan 744.52/100 sebesar 7.46. menurut soal, MHB campuran direncanakan 6.0 –
7.0. Diambil nilai 6.25, didapat presentase agregat halus terhadap campuran dicari dengan
menggunakan persamaan; W=(K-C)/(C-P) x 100%. Dengan, W = persentase berat agregat
halus (pasir) terhadap berat agregat kasar (kerikil/batupecah), K adalah modulus halus butir
agregat kasar didapat 7.46 dan P adalah MHB agregat halus (3.36) serta C = Modulus halus
butir agregat gabungan.
W=(7.46-6.25)/(6.25-3.36)x100% = 41.87% dibulatkan menjadi 42%. Sehingga
perbandingan agregat halus dengan agregat kasar yang direncanakan 1:2,38 atau 1:2,4.
Penghitungan proporsi agregat gabungan antara pasir dalam table 8.23.3, untuk mencari
agregat gabungan (VII).
Table 8.23.3 Menghitung proporsi agregat gabungan
Ukuran Saringan
(mm)
Presentase Lolos (%)
Agregat
Halus (V)
Agregat
Kasar (VI)
(V) x 1 (VI) x 2.4 Jumlah
Agrgat
Gabungan (VII)
Agregat
Gabungan
(VII)/3.4
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
50
37.5 19
9.52
4.76
2.4 1.1
0.6
0.3 0.15
sisa
100
100 100
100
91
78 53
30
12 1
0
100
100 34
14
7
0 0
0
0 0
0
100
100 100
100
91
78 53
30
12 1
0
240
240 81.6
33.6
16.8
0 0
0
0 0
0
340
340 182
134
108
78 53
30
12 1
0
100
100 54
39
32
23 16
9
4 0
0
Jumlah
Hasil agregat gabungan (kolom 7) diplotkan dalam Grafik 8.8. Agregat gabungan untuk butir
maksimum 40 mm (lihat grafik 4.6.a s/d 4.6.d hal. 96-98), masuk antara kurva 1 dan kurva 2
(SK.SNI.T-15-1990-03)
58
Gambar 8.8 Hasil Plotting untuk Agregat Gabungan dengan Butir Maksimum 40 mm
Hasil akhir hitungan proporsi agregat dilihat pada Tabel 8.23.4
Table 8.23.4 Hasil Komposisi Agregat
Jenis Agregat Proporsi (%)
Agregat Halus
Jenis I
Jenis II
40
60
Agregat Kasar Jenis III
Jenis IV
30
70
Agregat Gabungan (VII) Jenis V
Jenis VI
42
58
LANGKAH PENYELESAIAN: 1) Tentukan kuat tekan, f’c= 25 MPa, umur 28 hari.
2) Deviasi standar, s = 3.45, factor koreksi 1.03 (jumlah benda uji berpasangan 25).
3) Hitung nilai tambah, m=1.64.s = 1.64*3.45*1.03= 5.282774 MPa 4) Hitung kuat tekan rata – rata yang ditargetkan (f’cr), dimana f’cr= f’c+m= 25+5.282774=
30.282774 MPa
5) Tetapkan jenis semen yang digunakan (Tipe I)
6) Tentukan jenis agregat yang digunakan, baik agregat halus maupun agregat kasar. 7) Tentukan FAS, jika menggunakan Gambar 8.4.1 dan 8.4.2. ikuti langkah – langkah berikut:
Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari berdasarkan Tabel 8.18. jenis semen Tipe I,
agregat kasar pecahan, bentuk benda uji silinder, akan menghasilkan kuat tekan sebesar 37 MPa.
Lihat gambar 8.4.1 untuk benda uji silinder dan Gambar 8.4.2 untuk kubus. Di dapat nilai
FAS=0.5555558.
8) Tetapkan faktor air semen (FAS) maksimum menurut Tabel 8.19, di dapat FAS maksimum=0.6.
9) Tetapkan nilai slump, sebesar 12±2 cm
10) Tetapkan ukuran butiran nominal agregat maksimum 40 mm 11) Tentukan nilai kadar air bebas dari Tabel 8.21 (karena butir maksimum hanya 30 mm dan
slump maksimum 100 mm, maka butir ini sebagai pendekatan) dengan slump = 120 mm, dan
butir agregat maksimum sebesar 40 mm.
- Jenis agregat kasar = pecaahn = 205 liter
- Jenis agregat halus = alami = 175 liter
- Agregat gabungan = 2/3*175+1/3*205=185 liter.
Hasil analisis ayak jenis agregat halus dan agregat gabungan termasuk dalam zona kasar, maka kadar air bebas dapat ditambah sebesar 10 liter per meter kubik.
12) Hitung jumlah semen, yaitu langkah (11) : (8)= 195/0.58= 336 Kg. 13) Jumlah semen maksimum jika tidak ditetapkan diabaikan.
14) Tentukan jumlah semen minimum dari Tabel 8.19, jumlah semen minimum 275 kg.
15) Tentukan FAS yang disesuaikan. Nilai FAS adalah 0.60 sehingga jumlah semen pakai =
195/0.60 = 325Kg. 16) Tentukan jumlah susunan butir agregat halus, sesuai dengan syarat yang dikenal (lihat
penyusun bahan beton 3-23 sampai 3-25). Masuk dalam zona I.
59
17) Tentukan persentase agregat halus terhadap campuran berdasarkan nilai slump 120 mm, FAS
0.6, dan besar nominal agegat maksimum 40 mm (Gambar 8.5.3). Didapatkan proporsi agregat campuran 41%-51%. Dari hitungan agregat campuran di dapat proporsi yang
memenuhi syarat untuk agregat campuran sebesar 42%.
18) Hitung berat jenis relative agregat, dari table 8.22.2 dicari berat jenis relative agregat sebagai
berikut:
Tabel 8.23.5 Hitungan Berat Jenis Relatif
Pasir (Agregat Halus)
Batu Pecah (Agregat Kasar)
Sifat dan Karakteristik Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV
Berat Jenis (kondisi SSD/JPK) 2.75 2.70 2.59 2.69
Proporsi dalam campuran 40% 60% 30% 70%
Proporsi dalam Beton 42% 58%
Berat Jenis Gabungan 0.4*2.75+0.6*2.70 =2.72
0.3*2.59+0.7*2.69 =2.66
Berat jenis Relatif 0.42*2.72+0.58*2.66=2.6852
19) Tentukan berat jenis beton menurut gambar 8.6. Berdasarkan berat jenis agregat gabungan (agregat kasar dan agregat halus) sebesar 2.6852 dan kadar air bebas = 195 liter, didapat BJ
beton 2412 kg/m3.
20) Kadar agregat gabungan, Langkah (19)-[(15)+(11)]= 2412-(195+325)= 1892 kg. 21) Hitung kadar agregat halus, Langkah (20)x(16)=1892*42%=795 kg.
22) Hitung kadar agregat kasar, langkah (20)-(21)=1892-795=1097 kg.
Proporsi campuran per meter kubik beton segar secara teoritis:
Semen Langkah (15) = 325 Kg
Air Langkah (11) = 195 liter
Agregat Halus Langkah (21) = 795 Kg Pasir Jenis I 795*40% = 318 Kg
Pasir jenis II 795*60% = 477 Kg
Agregat kasar Langkah (22) = 1097 Kg Batu pcah Jenis III 1097*30% = 329 kg
Batu pecah Jenis IV 1097*70% = 768 kg
Langkah (19) = 2412 Kg Koreksi campuran dilakukan terhadap jumlah air yang terdapat dalam agregat dari
table 8.22.2, untuk pelaksanaan di laboratorium.
Table 8.23.6 Koreksi Campuran
Pasir
(Agregat Halus)
Batu Pecah
(Agregat Kasar)
Jumlah
Sifat dan Karakteristik Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV
Berat Jenis (kondisi SSD/JPK) 2.75 2.70 2.59 2.69 -
Penyerapan Air (%) 3.15 4.50 1.65 1.25 -
Kadar Air (%) 6.65 8.75 1.05 1.50 -
Komposisi Bahan Penyusun Beton
Semen Portland (kg) 325 325
Air (lt) 195 195
Agregat (kg) 795 1097 1892
Proporsi Agregat (kg) 318 477 329 768 1892
Jumlah Air yang terdapat dalam (6.65- (8.75- (1.05- (1.50- 31.349
60
1.15)* 4.50)* 1.25)* 1.25)*
Agregat (kg) (318/100)
= 11.13
(477/100)
= 20.273
(329/100)
= (-1.974)
(768/100)
= 1.92
Koreksi propporsi Agregat (kg) 318+11.13
= 329 477+20.273
= 497
329-
1.974=
327
768+1.92= 770
1923
Koreksi Kebutuhan Air (it) 195-(11.13+20.273-1.974+1.92)=164 164
Komposisi Koreksi Semen = 325 Kg
Air = 164 lt
Agregat Halus Jenis I = 329 Kg Agregat Halus Jenis II = 497 Kg
Agregat Kasar Jenis III = 327 Kg
Agregat Kasar Jenis IV = 770 Kg
Jumlah = 2412 Kg
8.5 metode Portland Cement Association
Metode desain campuran Portland Cement Association (PCA) pada dasarnya serupa dengan
metode ACI sehingga secara umum hasilnya akan saling mendekati. Penjelasanya lebih detai dapat
dilihat dalam Publikasi PCA, Portland Cement Association, Design and Control of Concrete Mixture,
12th
edition., Skokie, Illinois, USA: PCA, 1979,140 pp.
8.6 Metode Campuran Coba-Coba
Selain ketiga cara diatas cara lain dalam merancangan beton dengan cara coba-coba. Cara ini
akan lebih ekonomus namun membutuhkan waktu cukup lama. Cara coba-coba biasanya
dikembangkan berdasarkan cara-cara diatas, setelah dilakukan pelaksanaan dan evaluasi. Cara ini
berusaha mendapatkan pori-pori yang minimum atau kepadatan beton yang maksimum untuk mendapatkan kebutuhan semen mendapatkan kebutuhan semen yang minimum.
8.6.1Langkah Percobaan
1. Tetapkan FAS dengan cara yangdikenal
2. Tentukan proporsi agregat campuran, caranya antara lain dengan pengujian berat satuan, hingga didapatkan proporsi campuran antara agregat halus dengan agregat kasar yang akan
menghasilkan kepadatan yangmaksimum.
3. Cari proporsi antara pasta semen dengan agregat campuran sehingga diperoleh kelecakan
yang baik. Percobaannya dilakukan dengan cara memasukkan FAS yang sesuai dengan langkah (1) kedalam campuran agregat langkah (2).
4. Uji kuat tekannya pada umur 28 hari.
5. Jika kuat tekannya tidak sesuai, diulang lagi dengan koreksi proporsinya.
8.6.2 Kekurangan dan Kelebihan
Cara ni memiliki kelemahan dalam pencampuran agregat. Jika pemadatan terlalu kuat,
agregat akan lari sehingga agregat halus akan turun kebawah dan interlocking yang baik tidak
tercapai.
8.7 Pelaksanaan Campuran di Laboratorium
Setelah didapatkan proporsi yang sesuai, secara teoritis, maka hasil tersebut dilakukan pencampuran didalam laboratorium dengan membuat silinder beton atau kubus beton. Dalam
peraturan yang terbaru dilakukan dengan uji silinder beton.
61
8.7.1 Langkah pelaksanaan
1. Timbang proporsi daribahan-bahan pencampur dalam satuan berat (kg), misalkan dibuat
untuk campuran beton sebanyak 50 kg atau untuk beberapa silimder pengujian.
2. Masukkan proporsi tersebut kedalam mixer sesuai dengan tata cara pengadukan beton segar (SK.SNI.T-28-1990-03).
3. Uji kelecakannya dengan uji slump dan uji-uji lain untuk beton segar.
4. Masukan adukan kedalam cetakan silinder sesuai SK.SNI.T-16-1991-03. 5. Buka cetakan setelah 24 jam. Lakukan perawatan (curing) dengan merendam selama 28 hari
menurut SK.SNI.M-62-1990-03.
6. Lakukan uji tekan pada umur 28 hari. Jika ingin diketahui hasil yang cepat, uji kuat tekan dapat dilakukan pada umur 3, 7, dan 14 hari dengan mengkorelasikan hasilnya dengan cara
yang dikenal ataumunurut SKSK.SNI M-10-1991-03.
8.8 Contoh Hitungan Campuran Agregat
8.8.1 Pendekatan Coba-Coba
Diketahui data untuk dua jenis agregat Tipe A dan Tipe. Buatlah campuran bahan agar
memenuhi criteria yang diberikan oleh SK.SNI-1989 (British Standard). Hasil data analisis ayak
adalah sebagai berikut (dalam table): Table 8.24.1 Hasil Analisa ayak
Diameter Berat Tetahan (Gram) Berbagai Tipe
Ayakan (mm) Jenis A Jenis B
10
4.8 1.4
1.2
0.6 0.3
0.15
sisa
0
90 110
320
270 125
75
10
0
85 210
250
175 150
90
40
Jumlah 1000 1000
Penyelesaian dicoba dengan komposisi A 40% dan B 60% (1:1,5):
Tabel 8.24.2 Hitungan
Diameter % tertahan % lolos Hitungan
Ayakan
(mm) Jenis A Jenis B Jenis A Jenis B 1 A 1.5 B (A+B)/2.5
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
10
4.8
2.4 1.2
0.6
0.3
0.15 Sis-a
0
90
110 320
270
125
75 10
0
85
210 250
175
150
90 40
100
91
80 48
21
9
1 -
100
92
71 46
28
13
4 -
100
91
80 48
21
9
1
150
137
106 68
42
20
6 -
100
91
74 47
25
11
3 -
1000 1000
62
Langkah hitungan:
1. Hitung persen tertahan dari masing-masing ayakan, yakni berat tertahan dibagi total berat dikalikan 100% (Kolok (2) dan (3)).
2. Hitung persen lolos dari masing-masing ayakan (100% dikurangi berat tertahan pada ayakan
terbesar) dan terus sampai ayakan berikunya secara kumulatif (Kolom (4) dan (5)).
3. Perkirakan komposisi campuran, misalnya 1:1,5, antara pasir jenis A (40%) dengan pasir jenis B (60%). Kalikan dengan berat lolos dalam persen untuk setiap jenis ayakan (Kolom (6) dan
(7)).
4. Jumlahkan perkalian tersebut untuk masing-masing ayakan, kemudian bagi dengan jumlah nilai perkaliannya (Kolom (8)).
5. Plotkan hasil hitungan ke dalam salah satu grafik dalam British Standard (BS) SK.SNI.T-15-
1990-03. Apakah masuk dalam salah satu zona-nya? 6. Ulangi lagi langkah (3) dan (4) jika hasil hitungan tidak masuk dalam salah satu zona.
7. Hitung hasilnya. Persen A terhadap B adalah A = ½.5 * 100% = 40%, dan pasir jenis B =
100-40=60%.
8. Untuk beberapa jenis agregat yang jumlah langkahnya sama, misalnya untuk tiga Tipe A, B, dan C, coba perbandingan 1:1,5:2 dan lain – lain.
9. Pekerjaan ini akan lebih mudah dilakukan dengan bantuan computer, misalnya dengan bahasa
pemrograman Basic atau dengan bantuan aplikasi Lotus dan Excel.
8.8.2 Pendekatan Modulus Halus Butir
Penghitungan campuran bahan dapat pula dilakukan dengan menggunakan perbandingan modulus halus butir, jika diberikan nilai MHB campuran yang dikehendaki.
Contoh hitungan dengan mengunakan MHB.
1. Dari soal yang sama, hitung persen tertahan dari masing – masing ayakan, yakni berat tertahan dibagi total berat dikalikan 100% (Kolom (4) dan (5)).
2. Dihitung MHB dari masing – masing jenis bahan (Kolom (6) dan (7)).
3. Tetapkan nilai MHB campurannya, misalkan 3.5. 4. Hitung persen campuran A terhadap B, dengan rumus {(P-C)/(K-C)} * 100, dimana P adalah
MHB pasir jenis A, dan K adalah MHB campuran, misalnya 3.5, Hasil hitungan= [(3.505-
3.5)/(3.5-3.475)]*100=20%. Jadi, perbandingan Jenis A terhadap B adalah 20%:80%.
5. Kalikan nilai 0.2A dan 0.8B terhadap persen tertahan (Kolom (8) dan (9)), kemudian jumlahkan persen tertahan tersebut (Kolom (10)).
6. Hitung berat persenlolos untuk masing – masing ayakan. Kolom (11).
Tabel 8.24.3 Hitungan Pendekatan MHB
Mm
Ayakan
Berat tertahan
(gr)
Berat tertahan dalam persen %lolos
Jenis A Jenis B Jenis A Jenis B Jenis A Jenis B 0.2A 0.8B (A+B) (A+B)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
10
4.8
2.4
1.2
0.6
0.3
0.15
Sisa
0
90
110
320
270
125
75
10
0
85
210
250
175
150
90
40
0
9
11
32
27
13
8
-
0
9
21
25
18
15
9
-
0
9
20
52
79
92
99
-
0
9
30
55
72
87
96
-
0
2
2
6
5
3
2
-
0
7
17
20
14
12
7
-
0
9
19
26
19
15
9
-
100
91
72
46
27
12
3
Jumlah 1000 1000 350.5 347.5
7. Plotkan hasil hitungan kedalam salah satu grafik. Jika tidak memenuhi dalam salah satu zona dalam British Standar atau SK.SNI>T-15-2990-03, ulangi lagi langkah (4) sampai (6) dengan
63
MHB campuran yang berbeda. Gunakan bantuan computer untuk mendapatkan hasil yang
ekonomis.
8.8.3 Contoh Hitungan Modulus Halus Butir
Diketahui dari hasil analisa ayakan agregat kasar untuk batu pecah didapatkan data table
8.24.4 sebagai berikut. Tabel 8.24.4 Hasil Uji Laboratorium Agregat Kasar
Ayakan (mm) Berat tertahan dalam gram
40
20
12.5
10
4.8
Sisa
0
270
380
190
120
40
Jumlah 1000
Penyelesaian :
1. Urutkan dalam satu set ayakan dari yang terbesar sampai yang terkecil, kemudian letakkan sisa dalam batas ayakan yang paling atas untuk data yang kosong.
2. Hitung berat tertahan dalam persen (Kolom (3))
3. Hitung kumulatif persen tertahan untuk masing – masing ayakan (Kolom (4)), kemudian jumlahkan.
4. Hasil penjumlahan dibagi seratus sehingga nilai Modulus Halus Butir-nya.
Table 8.24.5 Contoh Hitungan Modulus Halus Butir-nya
Ayakan (mm) Jenis A % Tertahan % Tertahan Kumulatif
(1) (2) (3) (4)
40 20
12.5
10 4.8
2.4
1.2 0.6
0.3
0.15
sisa
0 270
380
190 120
40
0 0
0
0
0
0 27
38
19 12
4
0 0
0
0
0
0 27
65
84 96
100
100 100
100
100
-
Jumlah 1000 100 772
64
9 PENGERJAAN BETON
Pencampuran bahan – bahan penyusun beton dilakukan agar diperoleh suatu komposisi yang
solid dan bahan – bahan penyusun berdasarkan rancangan campuran beton. Sebelum diimplementasikan dalam pelaksanaan kontruksi dilapangan, pencampuran bahan – bahan dapat
dilakukan dilaboratorium. Agar tetap terjaga konsistensi rancangannya, tahapan lebih lanjut dalam
pengolahan beton perlu diperhatikan. Komposisi yang baik akan menghasilkan kuat tekan yang tinggi, tetapi jika pelaksanaannya tidak dikontrol dengan baik, kemungkinan dihasilkannya beton yang tak
sesuai dengan rencana akan seemakin besar. Cara pengolahan ini akan menentukan kualitas dari beton
yang akan dibuat. Adapun tahapan dalam pelaksanaan dilapangan meliputi: a. Persiapan
b. Penakaran
c. Pengadukan (Mixing)
d. Penuangan atau pengecoran (Placing) e. Pemadatan (Vibrating)
f. Penyelesaian Akhir (Finishing)
g. Perawatan (Curing)
9.1 Persiapan
Sebelum penuangan beton dilaksanakan, hal – hal berikut ini harus dahulu harus diperhatikan (PB, 1989:27).
1. Semua peralatan untuk pengadukan dan pengangkutan beton harus bersih.
2. Ruangan yang akan diisi dengan beton harus bebas dari kotoran – kotoran yang mengganggu.
3. Untuk memudahkan pembukaan acuan, permukaan dalam acuan boleh dilapisi dengan bahan khusus, antaralain lapisan minyak mineral, lapisan bahan kimia (form reeleas agent) atau
lembaran polyurethene.
4. Pasangan dinding bata yang berhubungan langsung dengan beton harus dibasahi air sampai jenuh.
5. Tulangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari segala lapisan penutup yang dapat
merusak beton atau mengurangi lekatan antara beton dengan tulanggan.
6. Air yang terdapat pada ruangan yang akan diisi beton harus dibuang , kecuali apabila penuangan dilakukan dengan tremi atau telah seijin pengawas ahli.
7. Semua kotoran, serpihan beton dan material lain yang menempel pada permukaan beton yang
telah mengeras harus dibuang sebelum beton yang baru dituangkan pada permukaan beton yang mengeras tersebut.
Pada kasus – kasus tertentu, persiapan lebih detail harus juga dilakukan. Untuk pengerjaan beton pre-stressing misalnya, persiapan bahan –bahan kimia seperti bonding agent untuk
perekat antara lapisan beton yang baru dengan beton yang lama, ataupun cement grouting
untuk memperbaiki bagian - bagian yang keropos akibt kurangnya pemadatan atau karena
terjadinya segregasi harus dilakukan.
9.2 Penakaran
Penakaran bahan –bahan penyusun beton yang dihasilkan dari hasil rancangan harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam pasal (3.3.2) SK.SNI.T-28-1991-03 tentang Tata
Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ASTM C.685 Standard Made By Volumetric
Batching and Continous Mixiting serta ASTM.94 sebagai berikut: (1) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih besar dari atau sama dengan 20
MPa proporsi penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat.
(2) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih kecil dari 20 MPa proporsi
penakarannya boleh menggunakan teknik penakaran vo,ume. Tekniknya harus
65
didasarkan atas penakaran berat yang dikonveksikan kedalam penakaran volume
setiap campuran bahan penyusunnya.
9.3 Pengadukan (pencampuran)
Setelah didaptkan komposisi yang direncankan untuk kuat tekan tertentu, maka proses
selanjutnya adalah pencampuran di lapangan. Komposisinya dissesuaikan dengan kapasitas alat aduk. Secara umum pengadukan dilakukan sampai didapatkan suatu sifat yang plastis
dalam campuran beton segar. Indikasinya adalah warna adukan merata, kelecakan yang
cukup, dan tampak homogen. Slama proses pengadukan, harus dilakukan pendataan rinci mengenai: (1). Jumlah batch-
aduk yang dihasilkan, (2). Proporsi material, (3). Perkiraan lokasi dari penuangan akhir pada
struktur, dan (4). Waktu dsan tanggal pengadukan serta penuangan. Metode pengadukan dapat dibedakn menjadi dua, yaitu manual dan dengan mesinal.
Pengadukan manual dilakukan dengan tangan, sedangkan pengadukan dengan mesin
memanfaatkan bantuan alat aduk seperti molen atau batching plant. Pengadukan dengan
tangan biasanya dilakukan jika kebutuhan akan beton lebih kecil dari 10 m3
daalm satu periode yang pendek. Menurut SNI, jika kebutuhan adukan lebih kecil dari 10, daapt
digunakn campuran dengan perbandingan 1:2:3, tetapi untuk kebutuhan beton lebih besar dari
10 m3, desain campurannya harus direncanakan.
9.3.1 Pengadukan Manual
Berikut ini adalh tata cara pengadukan manual a. Pasir dengan semen dicampur (dalam keadaan kering) dengan komposisi tertentu, diatas
tempat yang datar dan kedap air.
b. Pencampuran dilakukan sampai didapatkan warna yang homogen.
c. Tambahkan kerikil, kemudian lakukan pencampuran lagi. d. Alat bantu yang digunakan dapat berupa sekop, cangkul, ataupun alat gali lainnya.
e. Buat lubang di tengah adukan, tambahkan kira – kira 75% dari kebutuhan air.
f. Aduk hingga rata dan tambahkan sedikit – demi sedikit air yang tersisa.
9.3.2 Pengadukan Dengan Mesin
Jika ditinjau dari sisi ekonomi, penggunaan mesin aduk untuk pengerjaan beton yang
besar justru akan menurunkan biaya (cost). Campuran beton yang dihasilkan pun biasanya akan bersifat lebih homogen dan plastis. Pengadukan dengan mesin ini dilakukan sesuai
dengan manual alat aduknya. Untuk beton siap pakai (PB, 1989:27) pengadukan dan
pengangkutan harus mengikuti persyaratan dari “Specification for Ready Mixed Concrete” ASTM.C94 atau “specification for Concrete Made by Volumetric Batching and Continous
Mixing” ASTM C.685.
Secara umum, pengadukan dengan mesin harus dilakukan menggunakan mesin –mesin yang telah disetujui penggunaanya (PB, 1989:27). Mesin pengadukan harus diputar sesuai
dengan kecepatan yang direkomendasikan oleh pabrik pembuatnya. Setelah pencampuran
seluruh bahan dalam batching, harus dilakukan pengadukan kembali minimal selama 1.5
menit, kecuali bila dapat dibuktikan bahwa pengadukan yang lebih pendek mampu memberikan hasil yang memuaskan dan memenuhi pengujian keseragaman pengadukan yang
ditetapkan dalam ASTM C.94. ketentuan mengenai waktu pengadukan minimal dapat dilihat
pada Tabel 9.1
Tabel 9.1 Waktu Pengadukan Minimal
Kapasitas dari Mixer (m3)
ASTM C.94 dan ACI 318
0.8 – 3.1 3.8 – 4.6
7.6
1 menit 2 menit
3 menit
66
Menurut SK.SNI.T-28-1991-03 Ps. (3.3.3), waktu pengadukan minimal untuk campuran
beton yang volumenya lebih kecil atau sama dengan 1 m3
adalah 1,5 menit, dan ditambahkan selama
0.5 menit untuk penambahan 1 m3 beton serta pengadukan ditambahkan selama 1,5 menit setelah
semua bahan tercampur.
Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran
bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya,
pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan : (1). Naiknya suhu beton, (2). Keausan pada
agregat sehingga agregat pecah, (3). Terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan,
(4). Bertambahnya nilai slump dan (5). Menurunya kekuatan beton.
Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus dengan cara
memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan pencatatan
data selama pengadukan harus dilakukan, meliputi: (1). Waktu dan tanggal pengadukan dan
pengecoran, (2). Proporsi bahan yang digunakan, (3). Jumlah batch adukan yang dihasilkan, dan (4).
Lokasi akhir pengecoran. Mesin atau alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk
yang mobile (dapat dipindah – pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil dinamakan mixer atau
molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar (dinamakan batching
plant).
Jika dilihat dari arah perputaran batch – nya, alat aduk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu, alat
aduk yang berputar vertical (vertical mixing or reversing drum mixer), alat aduk yang berputar
mendatar (horizontal drum mixing or pan drum mixer), dan alat aduk yang berputar miring (tilting
drum mixing). Mesin pengaduk vertical dan yang berputar miring biasanya dipakai untuk pengerjaan
di lapangan dan yang berputar horizontal biasanya digunakan di laboratorium.
9.4 Syarat Pengadukan SK.SNI.T-28-1991-03
Semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan beton harus dilengkapi dengan :
1) Sertifikasi mutu dari produsen
2) Jika tidak terdapat sertifikasi mutu, harus tersedia data uji dari laboratorium yang diakui.
3) Jika tidak di lengkapi dengan sertifikasi mutu atau data hasil uji, harus berdasarkan bukti dari
hasil pengujian khusus atau pemakaian nyata yang dapat menghasilkan beton yang kekuatan,
ketahanan, dan keawetan memnuhi syarat.
Selain hal – hak diatas, bahan – bahan yang digunakan harus memenuhi ketentuan dari
Standar Nasional Indonesia SK.SNI.S-04-1989-F tentang Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A
(Bahan Bangunan BUkan Logam). Jika menggunakan bahan tambah, harus sesuai syarat SK.SNI.S-
18-1990-03 atau SK.SNI.S-19-1990-03.
Peralatan yang digunakan untuk mengaduk harus pula memenuhi syarat standar. Standar
pelaksanaan harus mengikuti ketentuan, syarat adminstrasi yang dinyatakan dalam rencana kerja dan
syarat – syarat (RKS) dan harus tersedia rencana campuran beton serta rencana pelaksanaan
pengecoran. Ketentuan lain mengenai peralatan adalah alat harus dalam keadaan bersih dan baik,
putarannya sesuai dengan rekomendasi, peralatan angkut dan pengecoran dalam kondisi baik dan
lancer.
67
9.5 Pengangkutan Beton
Setelah pengadukan selesai, campuran beton dibawa ke tempat penuangannya atau ke tempat
dimana konstruksi akan dibuat. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga ke tempat
penyimpanan akhir (sebelum dituang) harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pemisahan atau kehilangan material. Alat angkut yang digunakan harus mampu menyediakn beton
ditempat penyimpanan akhir dengan lancer tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan yang telah
dicampur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas beton antara
pengangkutan yang berurutan (PB.1989:28)
Alat angkut pun dibedakan menjadi dua, yakni alat angkut manual dan mesin. Alat angkut
manual menggunakan tenaga manusia, dengan alat bantu sederhana (dapat berupa ember, dolak,
gerobak dorong, talang) dan biasanya mempunyai kapasitas kecil. Alat angkut mesin biasanya
dibutuhkan unutk pengerjaan yang kapasitasnya besar dan jarak antara tempat pengolahan beton dan
tempat pengerjaan struktur jauh. Contoh alat angkut ini adalah truck mixer, belt conveyor, pompa dan
tower crane.
9.6 Penuangan Adukan
Untuk menghindari terjadinya segregasi dan bleeding, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penuangan beton.
9.6.1 Hal yang Perlu Diperhatikan
Hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain (PB,1989:28):
1) Campuran yang akan dituangkan harus ditempatkan sedekat mungkinn dengan cetakan akhir
untuk mencegah segregasi karena penanganan kembali atau pengaliran adukan.
2) Pembetonan harus dilaksanakan dengan kecepatan penuangan yang diatur sedemikian rupa
sehingga campuran beton selalu dalam keadaan plastis dan dapat mengalir dengan mudah ke
dalam rongga di antara tulangan.
3) Campuran beton yang telah mengeras atau yang telah terkotori oleh material asing tidak boleh
dituang ke dalam strktur.
4) Campuran beton yang setengah mengeras atau telah mengalami penambahan air tidak boleh
dituangkan, kecuali telah disetujui oleh pengawas ahli.
5) Setelah penuangan campuran beton dimulai, pelaksanaan harus dilakukan tanpa henti hingga
diselesaikan penuangan suatu panel atau penampang, yang dibentuk oleh batas – batas
elemennya atau batas penghentian penuangan yang ditentukan, kecuali diijinkan atau dilarang
dalam pelaksanaan siar pelaksanaan (contruction joint).
6) Permukaan atas dari acuan yang diangkat secara vertical pada umumnya harus terisi rata
campuran beton.
7) Bila diperlukan, siar pelaksanaan harus dibuat sesuai dengan ketentuan : (a). Permukaan beton
pada siar pelaksanaan harus bersih. (b). Sebelum pengecoran harus dibasahi. (c). Tidak
mengurangi kekuatan konstruksi. (d). Siar pelaksanaan yang terletak pada lantai ditempatkan
sepertiga dari bentang bagian tengah plat, balok anak, balok induk. Siar pelaksanaan pada
balok induk harus ditempatkan menjauhi daerah persilangan antara balok induk tersebut
dengan balok lainnya sejarak tidak kurang dari dua kali lebar balok yang menyilang. (e).
Balok anak, balok induk atau pelat yang didukung oleh kolom tidak boleh dituang sebelum
hilang sifat keplastisannya. (f). Balok anak, balok induk, penebalan miring balok dan kepala
kolom harus dituang secara monolit dengan pelat sebagai suatu bagian dari system pelat
tersebut, kecuali ditentukan lain dalam perencanaanya.
68
8) Beton yang dituangkan harus dipadatkan dengan alat yang tepat secara sempurna dan harus
diusahakan secara maksimal agar dapat mengisi semua rongga beton.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : (1). Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1.50
meter. Jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau
pipa. (2). Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika
pengecoran dilakukan dibawah atap. (3). Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimal 30 – 40
cm, agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah. (4). Penuangan hanya berhenti dititik
momen sama dengan nol.
9.6.2 Penuangan yang Tertunda
Batas penundaan yang masih dapat ditoleransi adalah sesuai dengan lamanya waktu pengikatan
beton. Lamanya waktu pengikatan awal beton selama 2 jam dan pengikatan akhir selam 4 jam.
Dengan penundaan selama 2-2.5 jam kuat tekan beton masih dapat tercapai (lihat Gambar 9.4).
penundaan akan mengakibatkan kehilangan Faktor Air Semen akibat penguapan beton segar serta
akibat terserap oleh agregat. Pada Gambar 9.4 terlihat bahwa penundaan lebih dari 4 jam akan
menyebabkan penurunan kekuatan.
9.6.3 Penuangan Beton dalam Air
Untuk penuangan beton atau pengecoran dalamair, dapat ditambahkan sekitar 10% semen
untuk menghindari kehilangan pada saat penuangan. Penuangan ini dapat dilakukan dengan alat-alat
bantu, yaitu: (1). Karung (protective sandbag walling), (2). Bak khusus, (3). Tremi, (4). Katup hydro
(hydro valve) dan (5). Beton pra-susun (prepacked concrete).
Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing:
1) Penuangan menggunakan karung dilakukan dengan mengisi karung-karung dengan beton
segar, kemudian memasukkaknya kedalam air.Untuk konstruksi yang padat dan massif,
karung-karung tersebut dipantek satu dengan yang lainnya. Penuangan dengan cara ini
memerlukan bantuan penyelam sehingga biasanya mahal.
2) Pada penuangan beton dengan bak khusus, campuran beton diisikan dalam sebuah bak.
Campuran tersebut akan keluar melalui pintu yang otomatis terbuka sendiri. Setelah pintu
terbuka, bak diangkat secara perlahan – lahan sehingga beton mengalir.
3) Penuangan dengan pipa tremi banyak digunakan karena efisien dan efektif. Penuangan
dilakukan dengan cara mengisikan campuran beton ke dalam pipa tremi, kemudian
mengangkat pipa tremi secara perlahan sampai beton mengalir keluar. Ujung pipa bagian
bawah harus selalu terbenam dalam beton yang dituangkan.
4) Katup hydro terdiri dari pipa nylon diameter 600 mm yang fleksible untuk menuangkan
beton. Ujung bawahnya dilengakpi pelindung kaku berbentuk silinder. Cara pengerjaannya
sama dengan tremi.
5) Penuangan dengan beton pra-susun dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu agregat
kasar yang lebih besar dari 28 mm, kemudian melakukan grouting (grout colodial). Grout
dibuat dengan mencampurkan semen, pasir dan air atau dapat juga ditambah bahan tambah
plastisizer pada alt pengaduk khusus.
69
9.6.4. Penuangan Beton dengan Pemompaan
Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa-pipa sangat
menguntungkan apabila cara lainnya tidak bias dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan
jika hal-hal berikut dipenuhi.
(1) Gunakan suatu campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak
lebih dari 40 mm.
(2) Pengawasan yang ketat selama pelaksanaan.
(3) Gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.
Keuntungan cara ini adalah: (1). Pengurangan tenaga kerja, (2). Hasilnya baik jika
persiapannya baik dan (3). Produksi kerja akan tinggi jika pompa yang digunakan
berkapasitas besar dan baik. Jenis-jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa
pneumatik dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa- pipa
pengahntar beton.
9.7 Pemadatan Beton
Pemadatan dilakukan segera setelah beton dituang. Kebutuhan akn alat pemadat
disesuaikan dengan kapasitas pengecoran dan tingkat kesulitan pengerjaan. Pemadatan
dilakukan sebelum terjadinya initial setting time pada beton. Dalam praktik di lapangan,
pengindikasian initial setting dilakukan dengan cara menusuk beton tersebut dengan tongkat
tanpa kekuatan. Jika masih dapat ditusuk sedalam 10 cm, berarti setting time belum tercapai.
Pemadatan dimaksudkan untuk menghilangkan rongga- rongga udara yang terdapat
dalam beton segar. Dari gambar 9.5 terlihat bahwa bertambahnya kandungan udara dalam
beton akan menyebabkan kekuatan beton berkurang.
Gambar 9.5 pengaruh rongga-rongga udara pada kekuatan tekan beton
Pada pengerjaan beton dengan kapasitas kecil, alat pemadat dapat berupa kayu atau besi
tulangan. Untuk pengecoran dengan kapasitas lebih besar dari 10 m3, alat pemadat mesin
harus digunakan. Alat pemadat ini lebih dikenal dengan nama vibrator atau alat getar.
Pemadatan dilakukan dengan pengggetaran. Campuran beton akan mengalir dan memadat
karena rongga-rongga akan terisi dengan butir-butir yang lebih halus. Alat getar ini dibagi
menjadi dua, yaitu:
(1). Alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa tongkat dan gerakan
dengan mesin. Untuk menggunakannya, tongkat dimasukkan ke dalam beton pada waktu
tertentu, tanpa harus menyebabkan bleeding.
(2). Alat getar cetakan (external vibrator or form vibrator), yaitu alat getar yang mengetarkan
form work sehingga betonnya bergetar dan memadat.
Beberapa pedoman umum dalam proses pemadatan adalah:
(1). Pada jarak yang berdekatan/pendek, pemadatan dengan alat getar dilaksanakan dalam
waktu yang pendek.
(2). Pemadatan dilaksanakan secara vertikal dan jatuh dengan beratnya sendiri.
(3). Tidak menyebabkan adanya bleeding.
(4). Pemadatan merata.
(5). Tidak terjadi kontak antara alat getar dengan bekisting.
(6). Alat getar tidak berfungsi untuk mengalirkan, mengangkut atau memindahkan beton.
70
9.8 Pekerjaan Akhir (Finishing)
Pekerjaan dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan beton yang rata dan
mulus. Pekerjaan ini biasanya dilakukan dilakukan pada saat beton belum mencapai final
setting, karena pada masa ini beton masih daapt dibentuk. Alat yang digunakan biasanya
ruskam, jidar dan alat-alat perata lainnya.
9.9 Perawatan Beton (Curing)
Perawatan ini dilakukan setelah beton mencapai final setting, artinya beton telah
mengeras. Perawatan ini dilakukan agar proses hidrasi selanjutnya tidak mengalami
gangguan. Jika hal ini terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air
yang begitu cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari dan beton
berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga) hari serta harus dipertahankan dalam
kondisi lembab, kecuali dilakukan dengan perawatan yang dipercepat. (PB,1989:29).
Perawatan ini tidak hanya dimaksudkan untuk memdapatkan kekuatan tekan
beton yang tinggi tapi juga dimksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan
beton, kekedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi
struktur.
9.9.1 Perawatan yang di Percepat
Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosferik, pemanasan dan
pelembapan atau proses n yang dapat diterima, boleh digunakan untuk mencapai kekuatan
tekan dan mengurangi waktu perawatan. Perawatan ini harus mampu menghasilkan kekuatan
tekan sesuai dengan renacana, dan prosesnya harus mampu menghasilkan beton.
Untuk cuaca yang panas perlu diperhatikan bahan – bahan penyusunnya, cara produksi,
penanganan dan pengangkutan, penuangan, perlindungan dan perawatan untuk mencegah
suhu beton atau penguapan air yang berlebihan sehingga dapat mengurangi kekuatan tekannya
dan mempengaruhi kekuatan struktur.
9.9.2 Macam Perawatan
Perawatan beton ini dapat dilakukan dengan pembasahan atau penguapan
(steam) serta dengan menggunakan membran. Pemilihan cara mana yang digunakan
semata – mata mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan.
9.9.2.1 Perawatan dengan pembasahan
Pembasahan dilakukan di laboratorium ataupun dilapangan. Pekerjaan
perawatan dengan pembasahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Menaruh beton segar dalam ruangan yang lembab.
b. Menaruh beton segar dalam genangan air.
c. Menaruh beton segar dalam air.
d. Menyelimuti permukaan beton dengan air.
e. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah.
f. Menyirami permukaan beton secara kontinyu.
g. Melapisi permukaan beton dengan air dengan melakukan compound.
Cara a, b, dan c digunakan untuk contoh uji. Cara d, e , f digunakan untuk
beton di lapangan yang permukaannya mendatar, sedangkan cara f dan g digunakan
71
untuk yang permukaannya vertikal. Fungsi utama dari perawatan beton adalah untuk
menghindarkan beton dari :
a. Kehilangan air – semen yang banyak pada saat – saat setting time concrete.
b. Kehilangan air akibat penguapan pada hari – hari pertama.
c. Perbedaan suhu beton dengan lingkungan yang terlalu besar.
Untuk menanggulangi kehilangan air dalam beton ini dapat dilakukan
langkah – langkah perbaikan dengan perawatan. Pelaksanaan Curing Compound,
sesuai dengan ASTM C.309, dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe I, Curing Compound tanpa Dye, biasanya terdiri dari parafin sebagai selaput
lilin yang dicampur dengan air.
b. Tipe I-D, Curing Compound dengan Fugitive Dye (Warna akan hilang selama
beberapa minggu)
c. Tipe II, Curing Compound dengan zat berwarna putih.
Dipasaran, kita dapat menjumpai beberapa merek sikament, misalnya Antisol
Red (termasuk tipe I-D), Antisol White (termasuk tipe II) dan Antisol E (termasuk
Tipe I, Non Pigmented Curing Compound). Curing compound ini selain berguna
untuk perawatan pada daerah vertiksl juga berguna untuk daerah yang mempunyai
temperature yang tinggi, karena bersufat memantulkan cahaya (terutama Tipe I).
9.9.2.2 Perawatan dengan penguapan
Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua, yaitu perawatan dengan tekanan
rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi. Perawatan tekanan rendah berlangsung selama
10 – 12 jam pada suhu 400-55
0 C, sedangkan penguapan dengan suhu tinggi dilaksanakan
selama 10-16 jam pada suhu 650-95
0 C, dengan suhu akhir 40
0-55
0C. Sebelum perawatan
dengan penguapan dilakukan, beton harus dipertahankan pada suhu 100-30
0C selama beberapa
jam.
Perawatan dengan penguapan berguna pada daerah yang mempunyai musim dingin.
Perawatan ini harus diikuti dengan perawatan dengan pembasahan setelah lebih dari 24 jam,
minimal selama umur 7 hari, agar kekuatan tekan dapat tercapai sesuai dengan rencana pada
umur 28 hari.
9.9.2.3 Perawatan dengan membrane
Membran yang digunakan untuk perawatan merupakan penghalang fisik untuk
menghalangi penguapan air. Bahan yang digunakan harus kering dalam waktu 4 jam (sesuai
final setting time), dan membentuk selembar film yang kontinyu, melekat dan tidak
bergabung, tidak beracun, tidak selip, bebas dari lubang – lubang halus dan tidak
membahayakan beton.
Lembaran plastik atau lembaran lain yang kedap air dapat digunakan dengan sangat
efisien. Perawatan dengan menggunakan membran sangat berguna untuk perawatan pada
lapisan perkerasan beton (rigid pavement). Cara ini harus dilaksanakn sesegera mungkin
setelah waktu pengikatan beton. Perawatan dengan cara ini dapat juga dilakukan setelah atau
sebelum perawatan dengan pembasahan.
72
9.9.2.4 Perawatan lainnya
Perawatan pada beton lainnya yang dapat dilakukan adalah perawatan dengan
menggunakansinar infra merah, yaitu dengan melakukan penyinaran selama 2 – 4 jam pada
suhu 900C. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penguapan air pada beton mutu tinggi.
Selain itu ada pula perawatan hidrotermal (dengan memanaskan cetakan untuk beton – beton
pra-cetak selama 4 jam pada suhu 650C) dan perawatan dengan karbonisasi.
9.10 Sifat – sifat Beton Segar
Dalam pengerjaan beton segar, tiga sifat yang penting yang harus selalu diperhatikan
adalah kemudahan pengerjaan, segregation (sarang kerikil) dan bleeding (naiknya air).
1) Jumlah air pencampur
Semakin banyak air semakin mudah untuk dikerjakan.
2) Kandungan semen,
Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air sehingga
keplastisannyapun akan lebih tinggi,
3) Gradasi campuran pasir-kerikil
Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar, akan lebih mudah dikerjakan.
4) Bentuk butiran agregat kasar
Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan,
5) Butir maksimum
6) Cara pemadatan dan alat pemadat
Percobaan slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan.
Percobaan ini dilakukan dengan alat berbentuk kerucut terpancung, yang diameter atasnya 10
cm dan diameter bawahnya 20 cm dan tinggi 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk
mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang minimal 60 cm.
langkah percobaan adalah sebagai berikut.
1) Siapkan alat-alat slump, termasuk centong untuk memasukan semen.
2) Bagi volumenya menjadi masing-masing 1/3 volume,
3) Jika dihitung, tinggi lapisan 1/3 pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 dan sisanya
menjadi tinggi lapisan ketiga.
4) Masukan beton dengan centong secara hati-hati setinggi 1/3 volume (Jangan sampai alat
slump bergerak).
5) Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk sebanyak 25
kali.
6) Lakukan hal yang sama untuk lapisan kedua dan ketiga.
7) Biarkan selama 60 detik setelah lapisan terakhirdikerjakan,
8) Angkat alat slump secara hati-hati (jangan sampai miring) hingga mengenai sisi beton
segar.
9) Letakan alat slump di sisi beton segar.
10) Ukuran rata-rata tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi
permukaan beton yang jatuh.
Ada tiga jenis slump, yaitu slump sejati, slump geser dan slump runtuh. Nilai slump
tersebut ditunjukkan pada Gambar 9.6 untuk berbagai macam factor.
Gambar 9.6.1 slump geser pada berbagai nilai Faktor Air Semen
73
Gambar 9.6.2 Slump sejati pada berbagai nilai Faktor Air Semen
9.10.2 Segregation (Pemisahan Kerikil)
Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi.
Hal ini akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, campuran kurus atau kurang semen. Kedua, terlalu banyak air. Ketiga, besar ukuran
agregat maksimum lebih dari 40 mm. keempat, permukaan butir agregat kasar; semakin kasar
permukaan butir agregat, semakin mudah terjadi segregasi.
Kecenderungan terjadinya segregasi ini dapat dicegaah jika: (1). Tinggi jatuh
diperpendek, (2). Penggunaan air sesuai dengan sayarat, (3). Cukup ruangan antara batang
tulangan dengan acuan, (4). Ukuran agregat sesuai dengan syarat, dan (5). Pemadatan baik.
9.10.3 Bleeding
Kecenderungan air untuk naik kepermukaan pada beton yang baru dipadatkan
dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada
saat beton mengeras nantinya, akan membentuk selaput (laitance). Bleeding ini dipengaruhi
oleh:
(1). Susunan butir agregat
Jika komposisinya sesuai, kemungkinan untuk terjadinya bleeding kecil.
(2). Banyaknya air
Semakin banyak air berarti semakin besar pula kemungkinan terjadinya bleeding.
(3). Kecepatan hidrasi
Semakin cepat beton mengeras, semakin kecil kemungkinan terjadinya bleeding.
(4). Proses pemadatan
Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya bleeding.
Bleeding ini dapat dikurangi dengan cara: (1). Memberi lebih banyak semen, (2).
Menggunakan air sesedikit mungkin, (3). Menggunakan butir halus lebih banyak, dan (4).
Memasukan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.
9.11 Pengerjaan Beton pada Cuaca Panas
Karena kondisi Indonesia yang panas, pengaruh cuaca (weathering) pada pengerjaan
beton ini akan sangat dominan. Sementara itu, jika ditinjau dari sisi geologi, batuan di
Indonesia berusia muda dan terdiri dari batuan andesitic dan balstic sehingga jika dilakukan
crushing bantuan tersebut akan berbentuk memanjang, pipih serta porous. Hal tersebut akan
menyebabkan penggunaan semen dan air yang lebih banyak, yang pada pada akhirnya akan
memperbesar kemungkinkan terjadi segregasi dan bleeding. Hal ini dapat ditanggulangi
dengan langkah-langkah perbaikan seperti yang telah disebutkan atau dengan menambahakn
bahan tambah (admixture).
Temperature yang tinggi akan mempengaruhi beton segar dan beton keras. Jika tidak
diambil langkah-langkah perbaikan, kerugian yang dapat diakibatkan oleh temperature tinggi
adalah:
(1). Penggunaan air lebih banyak
74
(2). Kehilangan slump dalam waktu yang pendek
(3). Setting lebih cepat
(4). Kesulitan pemadatan
(5). Kemungkinan terjadinya bleeding lebih besar
(6). Penyusutan yang besar diawal pengerasan
(7). Kemungkinan terjadinya cracking besar
(8). Perlu perawatan pada setting
(9). Perlu pendinginan material
(10). Durabilitas berkurang
(11). Homogenitas berkurang
9.12 Tindakan Pencegahan
Tindakan pencegahan ini dilakukan agar kekuatan dan sifat-sifat beton segar dapat
terjaga. Tindakan pencegahan ini meliputi bahan-bahan pencampuran dan pelaksanaan pada
beton segar.
9.12.1 Bahan-bahan Pencampuran
9.12.1.1 Portland cement
Penggunaan kadar C3a yang terlalu tinggi agar dibatasi. Hal ini dilakukan agar proses
hidrasi berjalan tidak terlalu cepat, kecuali dikehendaki demikian. Proses yang terlalu cepat
tanpa diikuti dengan tindakan yang baik dalam pelaksanaan dan perawatan beton segar dan
yang telah mengeras akan menyebabkan retak-retak dalam beton.
Kehalusan butir semen juga harus diperhatikan, karena hal ini akan menyebabkan
lebih cepat terjadi proses hidrasi (heat generation). Untuk itu jumlah semen minimum perlu
diperhatikan. Jumlah semen minimum ini dapat direduksi dengan penggunaan bahan tambah
(admixture) ataupun abu terbang (fly-ash).
9.12.2 Agregat
Temperature dari agregat harus diperhatikan karena suhu agregat akan menyebabkan
kehilangan panas yang lebih cepat dalam beton segar. Untuk itu agregrat harus diletakkan
daalm kondisi yag terlindungi. Jika agregat diletakan dalam lapangan terbuka (stock-field)
dengan suhu udara lebih bessar dari 300C, maak pada waktu akan digunakan, agregat
sebaiknya disiram terlebih dahulu (sprinkling) untuk mendinginkan suhu permukaannya.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengurangi kehilangan air akibar aborsi
(penyerapan) oleh agregat yang terlalu cepat. Dari hasil penyelidikan secara empiris
diketahui bahwa penurunan temperature agregat sebesar 100C akan menurunkan temperature
beton sebesar 60C.
9.12.1.3 Air
Suhu air, terutam yang berada dalam reservoir, harus diperhatikan. Sebagai tindakan
pencegahan, warna terang (misalnya putih) dapat diberikan pada dinding reservoir. Hasil
penyelidikan secara empiris menunjukkan bahwa penurunan temperature agregat sebesar
100C akan menurunkan temperature beton sebesar 2-3
0C.
75
9.12.1.4 Bahan tambah
Bahan tambah digunakan sesuai dengan kondisi dari lingkungan dan keinginan dari
sifat pengerjaan. Bahan tambah yang digunakan dalam pelaksanaan pengerjaan di lapangan
adalah sebagai berikut.
(1). Superplasticizer. Bahan ini mengurangi jumlah air yang dipakai, untuk mendapatkan
workability (flowing concrete) yang baik. Jika jumlah air tetap dan FAS tetap maka
kebutuhan akan semen menjadi minimum. Hal tersebut akan sangat menghemat biaya
karena mudah dikerjakan dengan tenaga yang sedikit. Beton semacam ini disebut dengan
self-beveling concrete. Flowing concrete mempunyai sifat kohesif yang baik dan tidak
menunjukan segregation, dan kemampuan untuk mempertahankan slump-loss dan
retardation ini adalah generasi ke-IV superplasticizer dari SIKAMENT-PMI-3.
(2). Plasticity Retarding Agent. Bahan ini memberikan sifat retarding bersamaan dengan
plasticizer dan akan mengurangi jumlah air yang dipakai sehingga proses hidrasi akan
lebih lama dan akan mengurangi susut-rangkak. Produk yang berada dipasaran bercirikan
dengan hurup R, misalnya Plastocrete-R dari SIKAMENT.
(3). Retarder. Retarder dalam keadaan cair biasanya juga berfungsi sebagai plasticizer pada
beton. Pengaruh retarder disesuaikan dengan dosis (manual-books) yang diberikan.
9.12.3 Toleransi yang Diijinkan
Dalam penakaran bahan-bahan penyusun beton sebagai campuran, ASTM C.685
“Standard Spesification for Concrete Made By Volumetric Batching and Continous Mixing”
memberikan toleransi seperti yang tercantum pada Tabel 9.2.
Tabel 9.2 Toleransi Berat untuk Pencampuran
Nilai toleransi terhadap slump yang didasarkan dari nilai slump maksimum yang diharapkan
dalam campuran beton dan tertulis dalam spesifikasinya tercantum dalam Tabel 9.3.
Tabel 9.3 Batas Toleransi Nilai Slump
Nilai Slump Maksimum Tertulis dalam
Spesifikasi
Toleransi
3 in (76 mm) atau lebih kecil
Lebih Besar dari 3 in (76 mm)
0 - 1.5 in (0-38 mm)
0 – 2.5 in (0-63 mm)
Nilai Slump Maksimum Tidak Tertulis dalam Spesifikasi
Lebih kecil dari atau sama dengan 2 in (50
mm)
2 in 4 in (100 mm)
± 0.5 in (13 mm)
± 1.0 in (25 mm)
± 1.5 in (38 mm)
9.12.4 Pelaksanaan
9.12.3.1 acuan dan perancah (formwork)
Agar beton dibentuk benar-benar sesuai dengan rencana maka perlu dilakukan
pemeriksaan kekuatan dari acuan dan perancah (formwork). Selain itu, perlu diperhatikan
tingkat kebersihan dari cetakan (bekisting) dan tulungan, agar tidak ada bahan-bahan yang
dapat menggangu beton. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jarak dari tulangan dengan
bidang samping cetakan. Perlu diperhatikan apakah butir agregat yang paling besar dapat
76
masuk ke dalam cetakan dan beton-beton decking atau tidak. Hal ini dilakukan agar tulangan
tidak langsung bersntuhan dengan tanah yang akan membentuk course concrete. Tindakan
pembersihan dapat dilakukan dengan kompresor jika strukturnys besar.
9.12.3.2
Persiapan peralatan pengecoran menjadi penting karena akan menjamin pelaksanaan
pengecoran ini meleputi alat-aduk, alat-angkut, alat pemadat, dan alat-alat untuk finishing.
Untuk pekerjaan pengecoran yang besar, cadangan peralatan sebaiknya dipersiapkan
dan disimpan ditempat yang terlindung dari sinar matahari. Alat angkut yang menggunakan
talang sebaiknya dicat putih, begitu juga dengan mixer. Pada pengecoran dengan form-work
berjalan, sliding form atau slip-form, bahan (cement grouting) dan alat untuk perbaikan harus
disediakan di lapangan.
9.12.3.3
Untuk pengerjaan beton yang kecil, temperature lingkungan sebaiknya di bawah 30
derajat dan dikerjakan di sore hari. Jika dilaksanakan pada siang hari, sebaliknya diberi
pelindung. Jika dilaksanakan pada pagi hari, hidrasi akan terjadi pada saat temperature
lingkungan berada pada puncaknya yakni siang hari.
Waktu pelaksanaan sebaiknya dijadwalkan secara baik. Untuk pengerjaan yang besar
dan kontinyu koordinasi antara batching plant (kontraktor Ready Mix) dan kontraktor
pelaksana konstruksi harus berjalan baik, agar kemungkinan putusnya supply beton pada saat-
saat yang tidak dikehendaki dapat dihindari.
Penjadwalan ini menjadi penting karena akan menjamin pelaksanaan dan akan
menurunkan delay cost yang terjadi, karena membayar tenaga pembersihan ulang serta
kehilangan waktu pengerjaan.
Penjadwalan ini mungkin tidak begitu masalah jika pekerjaan berlangsung dikota
besar, dimana jumlah kontraktor ready mix banyak. Hal ini akan menjadi masalah jika
dilaksanakan di daerah dimana hanya ada satu kontraktor ready mix. Penjadwalan yang dibuat
meliputi suplai beton segar yang disesuaikan dengan kapasitas pengecoran.
9.13 Hal-hal Penting yang Harus Diperhatikan
Secara umum hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah spesifikasi teknis yang
meliputi syarat-syarat pengerjaan beton dan komposisi yang diberikan (hasil Job Mix Design
atau JMF Concrete).
9.13.1
(1) Jadwal (schedule) pengecoran,
(2) Data pengecoran
(3) Jumlah pengecoran (kapasitas perjam)
(4) Alat angkut
(5) Tenaga kerja (manpower include with worker)
9.13.2 Persiapan Awal Pengerjaan
(1) Kontrol Acuan-perancah (Bekisting), meliputi kekuatan perancah, tangga inspeksi,
pemberian minyak, dan kerataan acuan.
(2) Control Tulangan (Rebar), meliputi kebersihan tulangan, selimut beton, panjang
penyaluran, sambungan, ikatan, dan jumlah, yang harus sesuai dengan gambar struktur.
77
(3) Kecukupan tenaga pengecoran
(4) Alat penerangan
(5) Syarat administrasi (ijin pengecoran)
(6) Control Material, meliputi material finishing, penaggulangan kropos akibat slidding
untuk pengecoran dengan slip-form, ketersediaan material (air, PC,agregat, dan atau
bahan tambah)
(7) Alat pengecoran, meliputi alat aduk, alat angkut, alat pemadatan, dan alat finishing.
(8) Metode pelaksanaan, meliputi metode penuangan, metode pemadatan, metode finishing,
metode perawatan (curing) nantinya.
(9) Lingkunagan yaitu antara lain cuaca setempat, kondisi setempat, pekerjaan-pekerjaan
disekitarnya dan lainya.
9.13.3 Pelaksanaan
(1) Control kondisi material di stock field, meliputi kecukupan dari material yang ada
disesuaikan dengan kebutuhan beton jadi, control cek dengan hasil uji laboratorium
tentang material penyusun beton.
(2) Pengambilan contoh beton segar untuk untuk menguji konsistensi dal kelecekan (slump
test), bleeding, segregasi, ketepatan campuran, dan pembuatanbenda uji.
(3) Tindakan perbaikan segera yang meliputi cara perbaikan dan material yang digunakan.
(4) Lingkungan yaitu kondisi cuaca, pekerjaan lain disekitar dan lainnya.
9.13.4 Quality Control
(1) Pemerikasaan secara regular material dilapangan dan atau digudang
(2) Pengambilan contoh uji (specimen) secara acak
(3) Pendataan lengkap untuk setiap contoh uji.
10. PENGUJIAN BETON
Pengambilan contoh uji dan pengujian dalam pelaksanaan pekerjaan beton secara
umum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan,. Pertama, pengambilan contoh dan pengujian
material penyusun beton, yang meliputi bahan-bahan semen, agregat, air, dan atau bahan
tambah. Hasil pengujian ini akan digunakan sebagai dasar dari perancangan beton (mix
design). Kedua, pengambilan contoh dan pengujian beton segar. Pengujian ini
dilaksanakan setelah didapatkan suatu komposisi campuran beton. Pengujian ini
dilakukan untuk menguji sifat-sifat dari beton segar dan pengaruhnya nanti setelah beton
mengeras. Ketiga, pengambilan contoh dan pengujian beton keras. Pengujian ini
direncanakan dan langkah perbaikan selanjutnya.
10.1 Pengambilan Contoh Uji Material
Pengambilan contoh uji ini dilakukan agar kondisi sebenarnya dapat terwakili. Batasan minimum
contoh yang harus harus diambil dalam suatu ukuran tertentu belum dijelaskan secara rinci.
Secara mudah, untuk tingkat homogenitas material yang tinggi, contoh uji akan lebih sedikit
diambil. Standar yang dapat diadopsi mengikuti ASTM D.3665 “Practice for Random Sampling
of Construction Material”. Aturan pengambilan sampel mengikuti aturan statistic.
10.1.1 Portland Cement
78
Pengambilan contoh uji semen dilakukan secara acak (random). Untuk semen zak
yang telah disimpan cukup lama dalam gudang, perlu dilakukan pengambilan sampel,
begitupun untuk semen curah.
10.1.2 Agregat
Pengambilan contoh uji dalam agregat pun harus dilakukan secara acak, namun
karena variabilitas sumber agregat yang tinggi maka pengambilan contoh pun bergantung
pada tempat asal agregat. ASTM D-75 “Standard Practice for Sampling Aggregates”
memberikan rekomendasi tentang pengambilan sampel ini.
(1) Pengambilan dari quarry
Jika agregat yang akan digunakan dalam campuran nantinya langsung diambil dari
quarry maka contoh yang diambil harus dapat mewakili. Contoh dapat diambil dari
daerah-daerah yang akan digunakan. Untuk lapisan yang lebih dalam, dapat
digunakan pengeboran atau pipa yang diruncingkan (khusus agregat halus).
Pengambilan contoh sebaiknya dilakukan pada arah vertical, karena homogenitas dari
sisi vertical biasanya tinggi.
(2) Pengambilan dari timbunan (Stockpiles)
Jika diambil dari timbunan, contoh uji harus diambil pada interval tertentu yang
dirasa mewakili. Pada lapis terdalam, pengambilan dilakukan dengan pipa atau
penggalian langsung dengan sekop/ ekskavator.
(3) Pengambilan dari Belt Conveyor
Pengambilan contoh dengan belt conveyor harus dilakukan secara penuh dalam arah
melintang dan dalam waktu yang pendek. Banyak sedikitnya sampel yang diambil
tergantung homogenitas agregat.
(4) Pengambilan dari Train (gerbong kereta api)
Pengambilan contoh dilakukan pada setiap gerbong, pada sisi-sisi dan tengah
gerbong. Banyak sedikitnya contoh uji yang diambil tergantung homogenitas agregat.
Jika contoh agregat yang diambil terlalu banyak, dapat dikurangi sesuai dengan
kebutuhan. Pengurangan ini dapat dilakukan secara manual (Quarter Method) atau
dengan mesin (Splitter Machine). Standar yang dapat diadopsi adalah ASTM C.702
“Standard Practice for Reducing Samples of Aggregate to Testing Size”. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai metode-metode pengurungan tersebut.
1) Mesin Pembagi (Mechanical Splitter) atau metode A
Splitter Machine/Sample Splitter merupakan alat p. .embagi contoh yang
biasanya digunakan di laboratoriumuntuk volume pengerjaan yang kecil. Agregat
yang masuk kedalam mesin pembagi akan dibagi dua sama banyak, dimana satu
bagian keluar/berhenti dan satu lagi terbagi dua sama banyak, hingga didapatkan
contoh uji yang diinginkan.
2) Quartering Method atau Metode B
Agregat ditaruh ditempat yang datar kemudian dicampur secara merata. Campuran
agregat kemudian dibagi empat sama besar, dengan terlebih dahulu membentuk
kerucut dan memberikan beban merata sampai berbentuk lingkaran. Lingkaran
tersebut dibagi menjadi empat yang besar besarnya. Dua contoh yang berlawanan
arah diambil sebagai contoh uji. Jika masih terlalu banyak, diulangi lagi samapi
didapatkan contoh yang diinginkan.
79
3) Miniature Penimbunan (miniature stockpile sampling) atau Metode C
Metode pengambilan sample dengan cara membuat miniature penimbunan hanya
digunakan untuk agregat halus saja. Metode ini merupakan cara C dalam ASTM
C.702. prosedur pelaksanaannya adalah menempatkan contoh agregat halus pada
tempat yang keras serta bersih dan meratakan permukaannya. Material dicampur
dan diputar-putar sebanyak tiga kali. Bentuk kerucut dibuat dengan cara dengan
menggunakan sekop. Puncak kerucut kemudian ditekan dengan sekop agar terbagi
empat bagian.
(a). Mesin Pembagi untuk contoh uji kecil (agregat halus)
(b). mesin pembagi untuk contoh uji besar (agregat kasar)
Gambar 10.1 Mesin Pembagi (Riffles)
Gambar 10.2 cara bagi empat diatas lapisan kertas, bersih dan datar
Gambar 10.3 cara bagi empat diatas kanvas
Dari gambar 10.2, mula-mula campur sampel sampai homogeny (a), kemudian bentuk menjadi
kerucut menggunakan skop(b), lalu tekan menggunakan skop sampai rata dan membentuk lingkaran,
kemudian bagi dua (c), bagi menjadi empat bagian (d), ambil 2 sampel yang berpasangan dan
berlawanan.(e). Untuk Cara Bagi Empat di atas kanvas caranya hamper sama, tetapi digunakan
kanvas untuk membentuk kerucutnya seperti yang terlihat pada Gambar 10.3 (b). gambar 10.2
digunaakn untuk sampel yang besar dan berat, sedangkan Gambar 10.3 digunakan untuk sampel yang
kecil atau ringan.
Banyaknya sampel minimum yang bibutuhkan berdasarkan ukuran agregatnya tercantum dalam Tabel
10.1.
Table 10.1 Ukuran Nominal dan Kebutuhan Sampel Minimum
Maksimum Ukuran
Nominal Agregat
Minimum Berat Sampel dari Lapangan, lb (kg)
Agregat halus
No.8 (2.36 mm)
No.4 (4.75 mm)
25 (10)
25 (10)
Agregat kasar
3/8 in (9.5 mm)
½ in (12.5 mm)
¾ in (19.0 mm)
1 in (25 mm)
1.5 in (37.5 mm)
2 in (50 mm)
2.5 in (63 mm)
3 in (75 mm)
3.5 in (90 mm)
25 (10)
35 (15)
55 (25)
110 (50)
165 (75)
220 (100)
275 (125)
330 (150)
385 (175)
80
10.1.3 Air
Contoh air harus mewakili aspek homogenitas. Pelaksanaannya daapt dilakukan secara
regular. Pengujian khusus untuk air jarang dilakukan karena secara visual kita dapat menentukan
layak tidaknya ait tersebut.
10.1.4 Bahan Tambahan
Bahan tmabah diuji sesuai dengan manualnya.
10.2 Pertimbangan Statistik
Dasar-dasar statistic yang digunakan untuk perencanaan beton dan materialnya digunakan
untuk mengkontrol karakteristik material. Variable nilai statistik yang seringkali digunakan dalam
pekerjaan beton adalah variable mean (rata-rata aritmetik) dan standar deviasi. Rata-rata aritmetik
yang digunakan untuk melihat kecenderungan dari data berdasarkan nilai tengahnya, sedangkan
kecenderungan penyimpangan yang diijinkan dilihat dari standar deviasinya.
Setelah dua variable statistic mean dan standar deviasi, variable lainnya adalah skewness dan
kurtosis. Skewness mengidentifikasikan distribusi dari kecenderungan nilai dalam kelompoknya dan
kurtosis mengidentifikasikan frekuensi nilai dalam kelompok terhadap nilai akurasi pada rata-rata
(mean) lebih besar atau lebih kecil. Nilai-nilai lainnya kadang juga sangat diperlukan dalam pengujian
secara statistic. Regresi linier dalam statistic dilihat untuk mengevaluasi suatu hubungan sebab-akibat
antara variable bebas dan variable terikatnya. Sebelum pengujian statistic harus diuji normalitasnya.
Hubungan regresinya pun harus diuji terhadap keberartiannya.
10.3 Pengujian Material
Pengujian material penyusun beton meliputi pengujian terhadap (1). Portland Cement, (2).
Air, (3). Agregat, dan (4). Bahan tambah (admixture atau additive). Bentuk dan cara pengujian
disesuaikan dengan rencana metode perancangan campuran beton yang digunakan. Menurut SNI,
pengujian material ini harus mengikuti SK.SNI-S-04-1989-F.
10.4 Pengujian Bahan Penyusun Beton
Beberapa standar dapat diadopsi dalam pengujian bahan-bahan penyusun beton, misalnya
standar ACI, ASTM, JIS ataupun SNI. Standar pengujian menurut ASTM antara lain sebagai berikut
Tabel 10.2
Tabel 10.2. beberapa standar pengujian bahan menurut ASTM
Pengujian ASTM Standar
Semen Portland
Test Kuat Tekan Mortar dengan Kubus 50 Cm
Analisis Kandungan Kimia Semen Hidrolis
Kehalusan Butir dengan Turbidimeter
Autoclave Ecpansion
Tata cara pengambilan sampel
Kandungan Udara dalam Mortar Semen
Panas Hidrasi
Waktu Pengikatan dengan jarum Vicat
Kehalusan Butir dengan Alat Permeabilitas Udara
C.109
C.114
C.115
C.151
C.183
C.185
C.186
C.191
C.204
81
Waktu Pengikatan dengan Alat Gillmore
Pengerasan Awal
Potensial Ekspansi (Serangan Sulfat)
Kadar Optium SO3
Pengujian Ekspansi Dengan Batangan Mortar dalam Air
C.226
C.451
C.452
C563
C.1038
Air
Kuat tekan mortar
Kandungan kimia maksimum
Kandungan sulfat
C.109
D.512
D.516
Agregat
Berat isi dan Kadar Pori
Kadar zat Organic dalam Agregat Halus
Efek zat Organic dalam Agregaat halus terhadap kuat
tekan mortar
Ketahanan terhadap Sodium Sulfat atau Magnesium
Solfat
Kehalusan butir no. 200 (75-µm) dengan pencucian dan
ayakan
Butiranringan dalam agregat
Ketahanan degradasi dengan Los Angeles Mesin
Analisa Ayak
Kadar lumpur
Serangan alkali dengan batangan mortar
Serangan alkali dengan metode kimia
Agregat ringan untuk struktur beton
Agregat ringan untuk pekerjaan batu
Perubahan volume
Ketahanan terhadap abrasi dan impact
C.29
C.40
C.87
C.88
C.117
C.123
C.131
C.136
C.142
C.227
C.289
C.330
C.331
C.342
C.535
Air
Kuat tekan mortar
Kandungan kimia maksimum
Kandungan Sulfat
c.109
c.512
c.516
10.5 Pengujian Beton Segar
Pada dasarnya pengujian beton dilakukan untuk melihat konsistensi sebagai dasar untuk
kemudahan pekerjaan. Tata cara pengadukan dan pengecoran menurut SNI tertuang dalam SK.SNI.T-
28-1991-03. PEengujian beton segar pada umumnya meliputi pengujian slump, bleeding dan berat isi.
Beberapa standar pengujian beton segar menurut ASTM dapat dilihat di Tabel 410.3. control ini
dimaksudkan untuk mendapatkan keragaman beton yang dihasilkan.
Table 10.3 Beberapa Standar Pengujian beton Segar Menurut ASTM
Pengujian ASTM Standard
Berat Isi dan kandungan Udara
Slump test
Pengambilan Beton Segar
Kandungan Udara dalam Beton Segar dengan
C.138
C.143
C.172
82
Metode Volumetric
Kandungan Udara dengan Metode Tekanan
Bleeding
Kadar semen dalam beton segar
Kandungan air dalam beton segar
C.173
C.231
C.232
C.1078
C.1079
10.6 Pengujian Beton Keras
Pengujian beton keras dilakukan setelah masa perawatan contoh uji yang caranya dapat
mengikuti SK.SNI.T-16-1991-03. SK.SNI.M.08-1991-03 memberikan tata cara pengujian untuk kuat
lentur dan SK.SNI.M-10-1991-03 memberikan tata cara pengujian untuk kuat tekan. Pengujian kuat
geser tertuang dalam SK.SNI.M-09-1991-03, sedangkan pengujian nilai modulus harus sesuai dengan
SK.SNI.M-11-1991-03. Benda uji yang digunakan dapat berupa silinder, balok ataupun kubus dengan
ukuran sesuai dengan yang diisyaratkan. Beberapa standar menurut ASTM yang dapat digunakan
untuk pengujian beton keras adalah sebagai berikut.
Tabel 10.4 Beberapa Standar Pengujian Beton keras menurut ASTM
pengujian Standar ASTM
Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji
Capping Silinder
Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Dilapangan
Pembuatan Dan Perawatan Benda Uji Dilaboratorium
Pengujian Kuat Tekan
Agregatringan
Silinder Hasil Contoh Uji Lapangan
Hasil Kuat Lentur Balok
Silinder
Pengujian Modulus Elastisitas
Kuat Lentur
Penekanan Pada Titik Pusat Balok Sederhana
Dengan Tiga Titik
Kuat Lentur Beton Serat
C.617
C.31
C192
C.495
C.873
C.116
C.39
C.215
C.293
C.78
C.1018
10.7 Banyak Contoh Uji
Pengambilan contoh dan pengujian beton segar, percobaan atau pengujian ini dilaksanakan
setelah komposisi dari suatu campuran beton didapatkan. Selanjutnya, dilakukan pengujian sifat-sifat
dari beton segar dan pengaruhnya nanti setelah beton mengeras. Jumlah pengambilan contoh beton
untuk uji kuat tekan dari setiap mutu beton yang dituangkan pada suatu hari harus diambil tidak
kurang dari satu kali, dengan benda uji berpasangan. (PB,1989:23)
Berdasarkan criteria volume suatu pekerjaan, jumlah volume total dari pelaksanaan pengujian
akan memberikan contoh uji yang kurang dari luma, maka pengujian berdasarkan ketentuan dari
Tabel 10.5. Bila volume beton dari suatu adukan kurang dari 40m3, maka penjabat bangunan boleh
membatalkan keperluan untuk uji kuat tekan bila dalam pertimbanganya didapat cukup petunjuk yang
dapat memberikan bukti dengan cukup memuaskan bahwa beton tersebut mampu memberikan
kekuatan yang diharapkan (PB,1989:24).
83
Table 10.5 banyaknya Pengambilan Contoh Uji
Jumlah pembuatan
benda uji
Benda uji dari satu adukan dipilih acak yang mewakili suatu volume rata-
rata yang tidak lebih dari(diambil volume terkecil)
10 m3 atu 10 adukan
atau 12 truck drum
20 m3 atau 20 adukan
atau 5 truck drum
50 m3 atau 50 adukan
atau 10 truck drum
Jumlah maksimum dari
beton yang dapat
terkena penolakan
akibat setiap satu
keputusan
30 m3 60 m
3 150 m
3
10.8 Spesimen Uji yang Dirawat di laboratorium dan lapangan
Pengambilan contoh uji untuk kuat tekan beton harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dari
“Methods of Sampling Freshly Mixed Concrete” ASTM C.172. atau memenuhi syarat “tata cara
pembuatan benda uji untuk pengujian laboratorium mekanika batuan” SK.SNI.T-16-1991-03.
Benda Uji Silinder Yang Diperlukan Untuk Pengujian Kuat Tekan Harus Dicetak dan dirawat
didalam laboratorium sesuai dengan ketentuan dari “Methods of Making and Curing Concrete Test
Specimens In The Field” ASTM. C.31. dan diuji berdasarkan “Test Methods for Compressive Strength
for Cylindrical Concrete Specimens” ASTM C.39. Bila benda uji dibuat kubus bersisi 150 mm, maka
pembuatanya mengikuti kententuan dari BS 1881:Part 116:1983, “Methods for Determination for
Compressive Strength of Concrete Cubes”. Contoh uji harus diambil dari contoh yang sama dan
waktu yang sama dengan pelaksanaan. Prosedur perawatan harus ditingkatkan jika hasil uji
menunjukan bahwa kekuatan tekan beton 85% pada umur yang telah ditetapkan.
84
PERANCANGAN CAMPURAN ADUKAN BETON
DENGAN PERBANDINGAN VOLUME
Contoh
Perbandingan volume tempat ; Semen : pasir : kerikil = 1 : 2 : 3
Faktor air semen (FAS) = 6,0Wsemen
Wair, berat beton 1 m3 = 2300 kg,
berat satuan pasir = 1,6; berat satuan kerikil = 1,6; berat satuan semen = 1,25.
Berakah berat masing-masing bahan tiap 1 m3 beton?
85
Penyelesaian;
Perbandingan volume tempat
Semen : pasir : kerikil = 1 : 2 : 3
Perbandingan berat
Semen : pasir : kerikil = (1 x 1,25) : (2 x 1,6) : (3 x 1,6)
= 1,25 : 3,2 : 4,8
= 1 : 2,56 : 3,84
Berat air : berat semen = 0,6 : 1 (karena FAS = 0,6)
Perbandingan berat untuk 4
Wair : Wsemen : Wpasir : Wkerikil = 0,6 : 1 : 2,56 : 3,84 = 8
kgxWair 230084,356,216,0
6,0
=172,5 kg = 172,5 liter
kgxWair 230084,356,216,0
1
=187,5 kg
kgxWair 230084,356,216,0
56,2
=736 kg
kgxWair 230084,356,216,0
84,3
= 1104 kg
Cek jumlah bahan
172,5 + 287 ,5 + 736 + 1104 = 2299 ≈ 2300 kg
86
PERANCANGAN CAMPURAN ADUKAN BETON
MENURUT STANDAR PEKERJAAN UMUM SK.SNI.T-15-1990-03
I. TUJUAN
Untuk mendapatkan komposisi campuran bahan-bahan beton antara semen, pasir, kerikil dan air
sesuai dengan target kekuatan beton yang direncanakan, workable dan ekonomis.
II. TARGET KEKUATAN BETON
Kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) dalam perancangan campuran beton ini adalah sebesar 22
MPa pada umur 28 hari sesuai dengan dasar perhitungan struktur bangunan yang akan dibangun.
Struktur bangunan meliputi pekerjaan kolom, balok, pelat dan dinding.
III. DATA-DATA BAHAN BETON
Data-data bahan beton diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium terhadap bahan-bahan
penyusun beton.
a) Semen Portland (P.C)
Semen Portland yang digunakan adalah semen jenis I, yaitu jenis semen yang biasa yang umum
dipakai pada bangunan. Mutu semen pada umumnya telah memenuhi syarat SII 0013-81 dan
PUBI 1982 sehingga tidak perlu lagi dilakukan pengujian di laboratorium.
b) Agregat Halus (Pasir)
Pasir yang digunakan adalah pasir alami yang diambil dari sungai. Dari hasil pengujian di
laboratorium diperoleh data-data sebagai berikut :
Berat jenis jenuh kering muka = 2,50
Penyerapan air jenuh kering muka = 3,1%
Susunan besar butir (gradasi) masuk dalam daerah (zone) nomor 2
87
Kadar air pada waktu diambil sampel (kadar air lapangan) = 5%
Kadar lumpur kurang dari 5% dan tidak mengandung zat organik.
c) Agregat Kasar (Kerikil)
Kerikil yang digunakan adalah kerikil alami yang diambil dari sungai. Dari hasil pengujian di
laboratorium diperoleh data-data sebagai berikut :
Berat jenis jenuh kering muka = 2,60
Penyerapan air jenuh kering muka = 2,1%
Ukuran butir terbesar 20 mm
Susunan besar butir (gradasi) baik
Kadar air pada waktu diambil sampel (kadar air lapangan) = 1,9%
Kadar lumpur kurang dari 1%
d) Air
Air yang digunakan berupa air tanah, tidak berwarna, tidak berbau dan dapat diminum.
IV. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN
Langkah-langkah perancangan campuran adukan beton beserta penjelasannya dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Kuat tekan yang disyaratkan (f’c) pada umur 28 hari = 22 MPa.
2. Deviasi standar (Sd)
Dalam perancangan ini, pelaksana (pemborong) tidak memiliki data pelaksanaan sebelumnnya
dan dianggap belum berpengalaman, sehingga tingkat pengendalian mutu pekerjaan
dikategorikan jelek maka besarnya Sd diambil 7 MPa (lihat tabel dalam lampiran).
3. Nilai tambah (Margin)
Karena tidak terdapat data pelaksanaan sebelumnya, maka margin (M) diambil sebesar 12 MPa.
4. Kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr)
f’cr = f’c + M = 22 + 12 = 34 MPa
5. Jenis semen yang digunakan
Jenis semen yang digunakan adalah semen biasa (jenis I)
6. Jenis agregat kasar dan agregat halus
88
Jenis agregat kasar dan agregat halus yang digunakan adalah agregat alami (tak dipecah)
7. Faktor air semen (FAS)
a. Karena digunakan semen jenis I dan kuat tekan rata-rata silinder beton direncanakan pada umur
28 hari maka akan diperoleh nilai FAS (grafik Gb.7.8) sebesar 0,467.
b. Perkiraan kuat tekan beton dari tabel 7.11 dengan FAS dasar 0,5 pada umur 28 hari dengan
menggunakan semen jenis I dan agregat kasar jenis alami adalah sebesar 33 MPa. Dengan FAS
0,5 sebagai absis dan perkiraan kuat tekan beton sebesar 33 MPa sebagai ordinat maka
diperoleh titik A (grafik Gb.7.9). Dari titik A ditarik garis lengkung keatas mengikuti dua lengkung
disampingnya dan akan bertemu dengan kuat tekan rat-rata sebesar 34 MPa sebagai titik B. Dari
titik B ditarik garis kebawah vertikal diperoleh nilai FAS sebesar 0.485.
8. Faktor air semen maksimum
Faktor air semen maksimum sesuai dengan jenis pekerjaan yang direncanakan yaitu untuk
bangunan didalam ruangan dan keadaan keliling non korosif sesuai dengan tabel 7.12 sebesar
0,60.
Faktor air semen yang digunakan adalah diambil yang terendah yaitu pada langkah 7.a sebesar
FAS = 0.467
9. Penetapan nilai slump
Dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan dan
finishing dan jenis struktur untuk pelat, balok, kolom dan dinding maka slump ditetapkan
sebesar 7,5 – 15 cm.
10. Ukuran besar butir maksimum agregat
Sesuai dengan jenis pekerjaan, dimensi dan jarak tulangan, ditetapkan ukuran butiran
maksimum sebesar 20 mm.
11. Kebutuhan air yang diperlukan tiap m3 beton
Berdasarkan ukuran agregat maksimum 20 mm, jenis alami baik pasir maupun kerikilnya dan
slump yang diinginkan sebesar 7,5 – 15 cm maka dibutuhkan air 195 liter/m3 beton (tabel 7.14).
12. Berat semen yang diperlukan
Berat semen dihitung berdasarkan nilai FAS pada langkah 7 dan 8 dengan kebutuhan air pada
langkah 11. Berat semen yang diperlukan adalah 195 : 0,467 = 417,6 kg/m3.
13. Kebutuhan semen minimum
89
Sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan nantinya adalah bangunan beton didalam
ruangan dan keadaan kelilingnya non korosif maka semen yang diperlukan minimum 275 kg/m3
(tabel 7.15).
14. Penyesuaian kebutuhan semen
Kadar semen yang diperlukan pada langkah 12 berdasarkan nilai faktor air semen ternyata lebih
besar dari persyaratan minimum yang diperlukan sesuai dengan jenis pekerjaan (langkah 13)
maka yang dipakai adalah 417,6 kg.
15. Penyesuaian jumlah air atau kebutuhan semen
Karena penyesuaian kebutuhan semen (langkah 14) tidak ada perubahan maka tidak ada
perubahan jumlah air dan nilai FAS nya. Jumlah airnya tetap yaitu 195 liter/m3 beton.
16. Penentuan daerah gradasi agregat halus
Sesuai dengan data hasil uji laboratorium tentang analisis ayak pasir maka gradasi pasir masuk
pada daerah (zone) 2.
17. Persentase pasir terhadap campuran
Berdasarkan nilai slump 7,5 – 15 cm, gradasi pasir pada zone 2, ukuran butir maksimum 20 mm
dan nilai FAS = 0,467 maka persentase berat pasir berada diantara 35% - 44% (grafik Gb.7.10.b).
Dalam perancangan ini berat pasir ditetapkan sebesar ( 35 + 44 ) : 2 = 39,6%.
18. Berat jenis agregat campran
Berat jenis pasir jenuh kering muka dari hasil pengujian di laboratorium 2,5 dan kerikil 2,6. Berat
jenis agregat campuran dapat dihitung dengan rumus :
Bj camp = (P : 100) x bj ag.halus + (K : 100) x bj ag. Kasar
= (39,6 : 100) x 2,5 + ((100 – 39,6) : 100) x 2,6 = 2,56
19. Berat jenis beton
Berat jenis beton dapat dicari dengan menggunakan grafik Gb.7.11. Berdasarkan berat jenis
agregat campuran 2,56 dan air yang digunakan 195 liter/m3. Dalam grafik diperoleh berat jenis
beton = 2330 kg/m3.
20. Kebutuhan agregat campuran
Kebutuhan agregat campuran adalah 2330 – 195 – 417,6 = 1717,4 kg/m3.
21. Kebutuhan agregat halus
90
Agregat halus yang dibutuhkan adalah 39,6% terhadap agregat campuran sehingga beratnya
adalah (39,6 : 100) x 1717,4 = 680,1 kg/m3.
22. Kebutuhan agregat kasar
Berat agregat kasar dapat dihitung dari berat agregat campuran dikurangi berat agregat halus
yaitu 1717,4 – 680,1 = 1037,3 kg/m3.
Dengan demikian komposisi bahan-bahan beton untuk mutu beton f’c = 22 MPa dan agregat dalam
kondisi jenuh kering muka dapat dirangkum sebagai berikut :
Semen Portland (P.C) : 417,6 kg/m3
Pasir SSD : 680,1 kg/m3
Kerikil SSD : 1037,3 kg/m3
Air : 195 kg/m3
Untuk lebih mudahnya dapat dilihat pada formulir rancangan sebagai berikut :
No. URAIAN
1 Kuat tekan yang disyaratkan, pada umur 28 hari : 22 MPa
2 Deviasi Standar (s) : 7 MPa
3 Nilai tambah (m) : 12 MPa
4 Kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) : 34 Mpa
5 Jenis semen (biasa/cepat keras) : biasa (jenis I)
6 Jenis kerikil (alami/batu pecah) : alami
Jenis agregat halus (alami/pecahan) : alami
7 Faktor air semen : 0,467
8 Faktor air semen maksimum : 0,60
----->> dipakai nilai faktor air semen yang rendah : 0,467
9 Nilai slump : 7,5 - 15 cm
10 Ukuran maksimum butiran kerikil : 20 mm
91
11 Kebutuhan air : 195 ltr
12 Kebutuhan semen Portland : 417,6 kg
13 Kebutuhan semen portland minimum : 275 kg
14 ----->> dipakai kebutuhan semen portland : 417,6 kg
15 Penyesuaian jumlah air atau f.a.s : tetap
16 Daerah gradasi agregat halus : 1. 2. 3. 4.
17 Persen berat ag.halus terhadap campuran : 39,6 %
18 Berat jenis agregat campuran (dihitung) : 2,56 t/m3
19 Berat jenis beton : 2330 kg/m3
20 Kebutuhan agregat : 1717,4 kg/m3
21 Kebutuhan agregat halus : 680,1 kg/m3
22 Kebutuhan agregat kasar : 1037,3 kg/m3
Kesimpulan :
Volume Berat total Air Semen Ag. halus Ag.kasar
1 m3
1 adukan
2330
..........
kg
kg
195
..........
kg
kg
417,6
..........
kg
kg
680,1
..........
kg
kg
1037,3
..........
kg
kg
92
Nilai deviasi standar untuk berbagai tingkat pengendalian mutu pekerjaan
Tingkat pengendalian mutu pekerjaan Sd (Mpa)
Memuaskan 2,8
Sangat baik 3,5
Baik 4,2
Cukup 5,6
Jelek 7,0
Tanpa Kendali 8,4
Tabel 7.11 Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan Faktor Air Semen 0,50
Jenis Semen Jenis agregat kasar Umur (hari)
3 7 28 91
I, II, IV Alami 17 23 33 40
Batu Pecah 19 27 37 45
III Alami 21 28 38 44
Batu Pecah 25 33 44 48
Tabel 7.12 Persyaratan factor air semen maksimum untuk berbagai pembetonan dan
lingkungan khusus
Jenis Pembetonan Fas maksimum
Beton di dalam ruang bangunan :
a. Keadaan keliling non-korosif 0,60
93
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap
korosi
0,52
Beton di luar ruang bangunan :
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 0,55
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah :
a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 0,55
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali tanah Lihat tabel 7.12 a
Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar payau laut Lihat tabel 7.12 b
94
Tabel 7.12 a. Faktor air semen maksimum untuk beton yang berhubungan dengan air tanah
yang mengandung sulfat
Konsentrasi Sulfat (SO3) Jenis semen Fas maks
Dalam tanah SO3
dalam
air tanah
(gr/ltr)
Total
SO3 (%)
SO3 dalam campuran
air : tanah = 2 : 1
(gr/ltr)
< 0,2 < 1,0 < 0,3 Tipe I dengan
atau tanpa pozolan
(15-40%)
0,50
0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2 Tipe I tanpa Pozolan
0,50
Tipe I dengan
Pozolan
(15-40%)
atau
Semen Portland
pozolan
Tipe II atau V
0,55
0,55
0,5 – 1,0 1,9 - ,1 1,2 – 2,5 Tipe I dengan
Pozolan (15-40%)
atau Semen
Portland pozolan
Tipe II atau V
0,45
0,45
95
1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V
0,45
>2,0 > 5,6 > 5,0 Tipe II atau V
dan lapisan
pelindung
0,45
Tabel 7.12 b. Faktor air semen untuk beton bertulang dalam air
Berhubungan
dengan :
Tipe Semen Faktor air semen
air tawar Semua tipe I - V 0,50
air payau Tipe I + pozolan
(15-40%)
atau
S.P.Pozolan
Tipe II atau V
0,45
0,50
air Laut Tipe II atau V 0,45
Tabel 7.13 Penetapan nilai slump (cm)
Pemakaian Beton
Maks Min
Dinding,plat fondasi dan fondasi
telapak bertulang 12,5 5,0
Fondasi telapak tidak bertulang,
kaison, dan struktur dibawah tanah 9,0 2,5
96
Pelat, balok, kolom, dan dinding 15,0 7,5
Pengerasan jalan 7,5 5,0
Pembetonan massal 7,5 2,5
Tabel 7.14 Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (ltr)
Besar ukuran
maks kerikil
(mm)
Jenis
batuan
Slump (mm)
0 - 10 10 - 30 30 - 60 60 - 180
10 Alami 150 18 205 225
Batu pecah 180 205 230 25
20 Alami 135 160 180 195
Batu pecah 170 190 210 225
40 Alami 115 140 160 15
Batu pecah 155 175 190 205
Tabel 7.15 Persyaratan semen minimum untuk berbagai pembetonan dan lingkungan khusus
Jenis Pembetonan Semen minimum
(kg/m3 beton)
Beton di dalam ruang bangunan :
a. Keadaan keliling non-korosif 275
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap
korosi
Beton di luar bangunan :
97
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 325
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 275
Beton yang masuk ke dalam tanah :
a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti 325
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Lihat tabel 7.15 a
Beton yang selalu berhubungan denagn air tawar/payau/laut Lihat tabel 7.15 b
98
Tabel 7.15 a Kandungan semen minimum untuk beton yang berhubungan dengan ait tanah
yang mengandung sulfat
Konsentrasi sulfat (SO3) Jenis Semen Kandungan
semen minimum
(kg/m3)
Ukuran maks
agregat (mm)
40 20 10
Dalam tanah
SO3
dalam
air tanah
(gr/ltr)
Total
SO3
%
SO3 dalam campuran
air : tanah = 2 : 1
(gr/ltr)
< 0,2 < 1,0 < 0,3 Tipe I dengan
atau tanpa Pozolan
(15-40%)
280 300 350
0,2 – 0,5 1,0 – 1,9 0,3 – 1,2 Tipe I tanpa
Pozolan
290 330 380
Tipe I dengan
Pozolan
(15-40%)
atau
semen portland
pozolan
Tipe II atau V
250 20 430
0,5 – 1,0 1,9 – 3,1 1,2 – 2,5 Tipe I dengan
Pozolan (15-40%)
340 380 430
99
atau Semen Port
land pozolan
Tipe II atau V
290 330 380
1,0 – 2,0 3,1 – 5,6 2,5 – 5,0 Tipe II atau V
330 370 420
> 2,0 > 5,6 > 5,0 Tipe II atau V
dan lapisan
pelindung
330 370 420
Tabel 7.15. b Kandungan semen minimum untuk beton bertulang dalam air
100
Berhubungan
dengan :
Tipe Semen Kandungan semen
minimum
Ukuran maksimum
agregat (mm)
40 20
air tawar Semua tipe I - V 280 300
air payau Tipe I + Pozolan (15-40%) atau S.P.
Pozolan
340 380
Tipe II atau V 2990 330
air laut Tupe II atau V 330 370
DAFTAR PUSTAKA
Kardiyono Tjokrodimuljo, Teknologi Beton (Bahan Kuliah), Yogyakarta: Jurusan
Teknik Sipil FT UGM, 2004.