bahan ajar mengenal jamur konsumsi
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Jamur dalam bahasa daerah (Sunda) dikenal dengan sebutan supa atau
dalam bahasa Inggris disebut mushroom termasuk golongan fungi atau cendawan.
Menurut masyarakat awam, jamur adalah tubuh buah yang dapat dimakan.
Sementara menurut ahli mikologi, jamur adalah fungi yang mempunyai bentuk
tubuh buah seperti payung. Struktur reproduksinya berbentuk bilah (gills) yang
terletak pada permukaan bawah dari payung. Atau tudung. Jamur merupakan
organisme yang tidak berklorofil dan termasuk ordo Agariales dan kelas
Basidionycetes.
Sebagai salah satu sumber hayati, jamur (mushroom) diketahui hidup liar
di alam. Selama ini, jamur banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, selain
juga ada yang memanfaatkannya untuk obat. Banyak jenis jamur liar diburu oleh
penduduk untuk dimakan. Di antara jamur yang tumbuh secara alami sebanyak 49
spesies dilaporkan dimakan oleh penduduk Jaya Wijaya. Penduduk setempat
memakan jamur dengan cara dimakan mentah, dibakar, dimasak dengan “bakar
batu”, dimasak dengan sayuran lain, atau digoreng.
Di Inggris ditemukan lebih dari 5000 jenis jamur, diantaranya paling
sedikit seribu jenis dapat dimakan. Tidak lebih dari selusin yang sungguh-
sungguh beracun – Amonita phalloides, (si tudung maut), merupakan jenis yang
paling berbahaya. Jamur kuda (Psalliota arvensis), sering dikacaukan dengan
jamur lapangan biasa (Psalliota campestris).ada beberapa jamur yang bisa
menimbulkan keracunan ringan untuk beberapa orang tertentu dan sebaiknya
1
jamur ini tidak dikonsumsi. Jika keracunan jamur, sejumlah kecil minyak zaitun
dapat mencegah kemerosotan kondisi, atau sebaliknya.
1.2. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu
mengidentifikasi jenis jamur beracun dan jamur untuk konsumsi.
1.3. Indikator Keberhasilan
Setelah selesai berlatih peserta dapat :
1.3.1. Menjelaskan siklus hidup jamur
1.3.2. Mengidentifikasi jamur beracun dengan benar
1.3.3. Mengidentifikasi jamur konsumsi dengan benar
1.3.4. Menjelaskan manfaat jamur
2
BAB IISIKLUS HIDUP JAMUR
Kehidupan jamur berawal dari spora (Basidiospora) yang kemudian akan
berkecambah membentuk hifa yang berupa benang-benang halus. Hifa ini akan
tumbuh ke seluruh bagian media tumbuh. Kemudian dari kumpulan hifa atau
miselium akan terbentuk gumpalan kecil seperti simpul benang yang menandakan
bahwa tubuh buah jamur mulai terbentuk. Simpul tersebut berbentuk bundar atau
lonjong dan dikenal dengan stadia kepala jarum (pinhead) atau primordia. Simpul
ini akan membesar dan disebut ilah kancing kecil (small button). Selanjutnya
stadia kancing kecil akan terus membesar mencapai stadia kancing (button) dan
stadia telur (egg). Pada stadia ini yang tadinya tangkai dan tudung yang tadinya
tertutup selubung universal mulai membesar. Selubung tercabik, kemudian diikuti
stadia perpanjangan (elongation). Cawan (volva) pada stadia ini terpisah dengan
tudung (pillueus) karena perpanjangan tangkai (stalk). Stadia terakhir adalah
stadia dewasa tubuh buah.
Pada stadia kancing yang telah membesar akan terbentuk bilah. Bilah yang
matang akan memproduksi basidia dan Basidiospora, kemudian tudung
membesar. Pada waktu itu, selubung universal yang semula membungkus seluruh
tubuh buah akan tercabik. Tudung akan terangkat keatas karena memanjangnya
batang, sedangkan selubung universal yang sobek akan tertinggal di bawah dan
disebut cawan. Tipe perkembangan tubuh buah seperti ini disebut tipe
angiocarpic.
3
Pada tipe perkembangan yang lain, yaitu gymnocarpic, lapisan universal
tidak terbentuk. Sisi dari pembesaran tudung dihubungkan dengan batang oleh
selubung dalam. Pada waktu bilah membesar, selubung dalam tercabik dan
melekat melingkari batang membentuk cincin atau anulus. Sebagai organisme
yang tidak berklorofil, jamur tidak dapat melakukan proses fotosintetis seperti
halnya tumbuh-tubuhan. Dengan demikian jamur tidak adapat memanfaatkan
langsung energi matahari. Jamur mendapat makanan dalam bentuk jadi seperti
selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati. Bahan makanan ini tidak akan
diurai dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa menjadi tumbuh senyawa
yang dapat diserap dan dignakan untuk tumbuh dan berkembang. Semua jamur
yang edibel (dapat dimakan) bersifat saprofit, yaitu hidup dari senyawa organik
yang telah mati.
Gambar 1. Siklus Hidup Jamur
Jamur merupakan golongan fungi yang membentuk tubuh buah yang
berdaging. Tubuh buah ini umumnya berbentuk payung dan mempunyai akar
semu (rhizoid), tangkai, tudung serta terkadang disertai cincin dan cawan volva.
4
Ordo Agaricales dapat tumbuh dan menyebar luas pada berbagai habitat.
Berdasarkan habitat tumbuh dibedakan berbagai jamur yang termasuk spesies
tropis atau spesies sub tropis. Beberapa spesies menunjukkan kekhususan dalam
memilih habitat tumbuh, misalnya menyukai area yang terbuka dan cukup cahaya.
Sementara spesies yang lain menyukai habitat yang terlindung dan berkayu.
Dalam satu habitat juga ada spesies yang menunjukkan lebih menyukai media
tumbuh atau substrat tertentu seperti substrat berkayu, daun-daun mati atau
kotoran binatang (coprophilous).
BAB III
5
JENIS JAMUR
A. JAMUR BERACUN
Tidak semua jamur dapat dimakan dan tidak membahayakan. Beberapa
jenis jamur diketahui sebagai jamur beracun (toadstools). Hingga saat ini
tidak ada satu uji coba pun yang dapat membedakan jamur beracun atau tidak,
kecuali dengan uji kimia atau penelitian.
Diantara sekian banyak jenis jamur yang tumbuh liar pada musim hujan
orang sering sulit membedakan antara jamur yang dapat di konsumsi dan
jamur yang tidak dapat di konsumsi (jamur beracun). Ada beberapa cara yang
dapat di lakukan oleh masyarakat awam untuk membedakan jamur beracun
dengan jamur yang tidak beracun, umumnya jamur beracun mempunyai
warna yang mencolok seperti warna merah darah, hitam legam, biru tua,
ataupun warna–warna yang mencolok lainya. Jamur beracun biasanya
menghasilkan bau yang menusuk hidung, selubung universal yang membentuk
cincin dan selubung universal yang membentuk cawan (volva). Gejala yang
biasanya muncul apabila seseorang mengalami keracunan jamur biasanya
mual–mual, muntah, kepala pusing, bahkan akibat yang paling fatal adalah
kematian (Suriawiria, 1986).
Uji perak (silver test) merupakan uji yang tidak menjamin kebenarannya.
Berdasarkan uji tersebut, jamur beracun bila dimasak bersama dengan sendok
yang terbuat dari perak akan mengubah warna perak menjadi kehitaman,
namun uji ii tidak berlaku bagi Amanita phalloidies karena sendok perak tidak
akan berubah warna saat dimasak bersama. Padahal orang yang memakan
6
jamur ini walaupun hanya sesendok saja sudah dapat membahayakan
tubuhnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membantu mengatasi
keracunan akibat jamur beracun antara lain sebagai berikut:
1. Hindari pengumpulan jamur yag berada dalam stadia kancing (button)
karena pada stadia ersebut sulit membedakan jenis yang satu dengan yang
lainnya.
2. Hindari jamur yang tumbuh pada kotoran binatang dan yang bilahnya
berwarna cokelat atau kehitaman.
3. Selalu mulai dengan mencicipi sepotong kecil jamur walaupun telah
diketahui jamur tersebut dapt dimakan.
4. hindari memakan jamur yang bila dipotong mengeluarkan cairan yang
berwarna putih susu.
5. walaupun tidak selalu, hindari jamur yang berbau tidak enak.
6. Jangan memakan jamur yag sudah dalam stadia sangat lanjut atau hampir
busuk walaupun diketahui jamur tersebut dapat dimakan.
7. Penampilan dan bau bukan petunjuk untuk mengetahui jamur tersebut
dapat dimakan atau tidak.
8. Jamur yang menampakkan bekas gigitan kelinci atau binatang lain bukan
jaminan bahwa jamur tersebut tidak beracun
9. Pangan memakan jamur yang belum dimasak.
7
B. JAMUR KONSUMSI
Di alam banyak dikenal jenis jamur yang dapat dikonsumsi, baik
berupa jamur yang masih liar maupun jamur yang sudah dibudidayakan.
Berikut ini ciri-ciri beberapa jenis jamur konsumsi yang telah dibudidayakan
dan dikenal konsumennya.
1. Agaricus Bisporus (jamur putih atau jamur kancing)
a. Morfologi
Tudung berdiameter 3 – 16 cm, cembung sewaktu muda dan sering
kali rata atau agak tertekan dengan bertambah umur jamur, permukaan
kering, seluruhnya berwarna putih, tetapi ketika sudah dewasa
menjadi cokelat pucat sampai bergaris-garis cokelat, dan dalam
keadaan kering akan pecah menjadi sisik-sisik, tepi tudung
menggulung ke bawah ketika muda, sering kali sampai di bagian bilah.
Tudung yang segar tebal, sangat kokoh, putih, biasanya (tetapi tidak
selalu) berubah warna dari cokelat menjadi kemerahan atau merah
muda sampai oranye jika dipotong, bau seperti buah. Bilah bebas
ketika telah dewasa rapat, merah muda sampai cokelat, dan akhirnya
cokelat sampai kehitaman. Tangkai panjang 2-8 cm, diameter 1-3 cm,
umumnya gemuk, sangat kuat, membesar dibagian dasar, putih atau
menjadi kecokelatan kotor ketika dewasa, licin atau agak bersisik
seperti kapas di bawah cincin. Cadar berselaput, mengapas, putih, dua
lapis, khas membentuk cincin pada tangkai yang akan luruh dengan
bertambahnya umur jamur, cincin intermediat atau kadang kala seperti
rok, bagian permukaan atas seringkali bergaris garis. Jejak spora
8
berukuran 5,5 – 8,5 x 4 – 6,5 mikron, elips, licin. Basidium
kebanyakan mempunyai dua spora.
Gambar 2. Jamur Kancing
9
b. Habitat
Jamur kancing tumbuh berpencar atau bergerombolan pada kompos,
kotoran hewan, tanah subur disepanjang jalan, kebun, dan sangat
umum dijumpai di bawah tegakan Cupressus di daerah beriklim
subtropik. Di alam, tubuh buah jamur tumbuh pada musim gugur atau
dingin.
c. Catatan lain
Jamur kancing kebanyakan dijual dalam bentuk awetan di dalam
kaleng, tetapi ada pula yang dijual dalam bentuk segar. Jamur ini
cocok untuk sup dan disajikan sebagai menu pembuka.
2. Auricularia auricula (jamur kuping)
Jamur kuping atau biasa di sebut “lember” oleh masyarakat sunda
adalah jenis jamur yang tumbuh di sisa tumbuhan atau kayu yang lembab.
Perkembangan budidaya jamur kuping di Indonesia semakin pesat,
sehingga saat ini budidaya jamur kuping sangat merebak di berbagai
daerah. Hal ini dikarenakan jamur kuping merupakan jamur kosmopolitan
atau dapat hidup dimana saja, mulai dari kawasan hutan pantai sampai
dengan pegunungan tinggi dengan persyaratan tempatnya cukup lembab.
Disebut jamur kuping karena bentuk tubuh buahnya melebar seperti daun
telinga manusia (kuping), dan dikenal juga ada empat jenis yaitu:
10
o Auricularia auricula (tubuh buah lebar dan tebal)
o Auricularia polytricha (tubuh buah kecil dan tebal)
o Auricularia cornea (seperti Auricularia auricula)
o Auricularia fuscosuccinea (seperti Auricularia polytricha)
Beberapa nama setempat/lokal jamur kuping yang sering didengar:
o Indonesia : jamur kuping, supa lember (sunda), kuping lowo
(Jawa), kuping tikus, dan lain-lain.
o Cina/Taiwan/Vietnam: mouleh, Yung-ngo, Muk-ngo, Mu-er.
o Jepang: Kikurage, Mokurage, Senji, Arage.
o Hongkong/Singapura: Mouleh, Jew’s ear-fungi
o Amerika Serikat: Tree-ear, Jew’s ear-fungi, Gelatinous fungi.
a. Morfologi Jamur Kuping
Tubuh buah kenyal atau seperti gelatin jika dalam keadaan
segar dan menjadi keras seperti tulang jika kering, berbentuk mangkuk
atau kadang-kadang dengan cuping seperti kuping yang berasal dari
titik pusat perlekatan, diameter 2-15 cm, tipis berdaging, dan kenyal.
Permukaan luar steril, seringkali berurat, berbulu sangat kecil atau
berambut, cokelat muda sampai cokelat, menjadi kehitaman jika
mengering. Permukaan dalam fertil, licin sampai agak berkerut,
bergelatin jika basah, berwarna kuning cokelat, cokelat keabu-abuan,
cokelat, ungu, dan menjadi hitam jika kering. Tangkai tidak ada atau
mengalami rudimenter. Jejak spora putih, spora berada dipermukaan
dalam biasanya pada permukaan bagian bawah, berukuran 12-8 x 4-8
11
mikron, berbentuk sosis, licin. Basidium mempunyai sekat melintang
sebanyak tiga buah.
Gambar 3. Jamur Kuping
b. Habitat
Hidup soliter atau bergerombol pada batang kayu, ranting mati,
tunggal kayu dan lain-lain, melekat pada substrat secara sentral atau
lateral. Penyebaran pada kayu keras dan konifer. Tubuh buah jamur
seringkali dijumpai pada musim hujan.
c. Siklus Hidup
12
Siklus hidup jamur kuping seperti halnya jamur tiram maupun
shiitake meliputi; tubuh buah sudah tua menghasilkan spora yang
berbentuk kecil, ringan dan berjumlah banyak. Selanjutnya spora
tersebut jatuh pada tempat yang sesuai dengan persyaratan hisupnya
seperti kayu mati atau bahan berselulosa dan dalam kondisi lembab,
maka spora tersebut akan berkecambah membentuk miselia dengan
tingkatan:
o Miselai primer yang tumbuh terus membanyak dan meluas.
o Miselai sekunder yang membentuk primordial (penebalan miselia
pada bagian permukaan miselia sekunder dengan diameter 0,1 cm).
o Dari primordial akan tumbuh dan berbentuk kuncup tubuh
buahpada tingkat awal yang semakin lama semakin membesar (3-5
hari).
o Dari primordia tersebut akan tumbuh tubuh buah jamur berbentuk
melebar, serta pada saat tua akan dipanen.
d. Manfaat dan Kandungan Jamur Kuping
Dari segi gastronomik ataupun organoleptik ( rasa, aroma dan
penampilan), jamur kuping kurang menarik bila dihidangkan sebagai
bahan makanan. Namun jamur kuping sudah dikenal dekat sebatai
ahan makanan yang memiliki khasiat sebagai obat dan penawar racun.
Lendir yang dihasilkan jamur kuping selama dimasak dapat
menjadi pengental. Lendir jamur kuping dapat menonaktifkan atau
menetralkan kolesterol. Jamur kuping dapat dibedakan berdasarkan
13
bentuk, ketebalan, dan warnanya. Jamur kuping ang mempunyai
bentuk tubuh buah kecil (sering disebut jamur kuping tikus) digemari
oleh konsumen karena waranya lebih muda, dan rasanya sesuai dengan
selera. Jamur kuping yang tubuh buahnya melebar (jamur kuping
gajah) rasanya sedikit kenyal atau alot sehingga kurang disenangi
karena harus diiris kecil-kecil bila akan dimasak. Jamur kuping selain
untuk ramuan makanan juga unuk pengobatan. Untuk mengurangi
panas dalam, mengurangi rasa sakit pada kulit akibat luka bakar.
Kandungan nutrisi jamur kuping terdiri kadar air 89,1, protein
4,2, lemak 8,3, karbohidrat total 82,8, serat 19,8, abu 4,7 dan nilai
energi 351. Jamur kuping dipanaskan, maka lendir yang dihasilkan
oleh masyarakat dan tabib pengobatan memiliki khasiat:
o Penangkar / penon-aktif racun baik dalam bentuk racun nabati,
racun residu pestisida, bakhan sampai ke racun berbentuk logam
berat. Hampir semua ramuan masakan Cina, jamur kuping selalu
ditambahkan untuk tujuan menonaktifkan racun yang terbawa
dalam makanan.
o Kandungan senyawa dalam lendir jamur kuping, efektif untuk
menghambat pertumbuhan carcinoma dan sarcoma (kanker)
sampai 80 - 90%. Berfungsi juga untuk antikoagulan bahkan
menghambat penggumpalan darah.
o Lendir jamur kuping dapat meghambat dan mencegah
penggumpalan darah.
14
Manfaat jamur kuping untuk pengobatan penyakit antara lain:
o Darah tinggi/pembuluh darah mengeras akibat penggumpalan
darah: 3 gram jamur kuping kering, rendam semalam dan buang
airnya hingga tinggal jamur basah, tempatkan dalam rantang,
tambahkan air bersih dikusus hingga lunak, tambahkan gula batu
secukupnya dimakan secukupnya sehari sekali.
o Kurang darah dengan memasak jamur kuping 30 gram,
ditambah 30 gram buah kurma, ditambah air bersih 5 gelas
diminum dimasak sampai airnya tersisa 1 gelas. Hal diatas juga
dapat diterapkan untk mengobati sakit wasir/ ambeian.
o Datang bulan tidak lancar dan memperlancar buang air
besar. Jamur kuping dimasak bersama bahan-bahan lain seperti
sayuran.
e. Catatan lain
Jamur kuping kebanyakan dijual sebagai jamur awetan kering
yang berwarna cokelat kehitaman dan keras. Jamur ini akan menjadi
kenyal kembali jika direndam dalam air. Jamur ini sering disajikan di
restoran Cina dalam berbagai menu. Hirneola auricula-juda merupakan
jamur kuping yang sering kali dijumpai hidup liar di Indonesia.
3. Lentinula edodes (jamur shiitake)
Shiitake atau jamur hioko dan sering ditulis sebagai jamur shitake
adalah jamur pangan asal Asia Timur yang terkenal di seluruh dunia,
15
dengan nama aslinya dalam bahasa Jepang. Shiitake secara harfiah berarti
jamur dari pohon shii, karena batang pohonnya yang sudah lapuk
merupakan tempat tumbuh jamur shitake. Spesies ini dulu pernah dikenal
sebagai lentinus edodes. Ahli botani Inggris bernama Miles Joseph
Berkeley menamakan spesies ini agaricus edodes pada 1878. Shiitake
banyak dibudidayakan di Tiongkok, Korea, dan Jepang serta bisa dijumpai
di alam bebas di daerah pegunungan di Asia Tenggara.
Shiitake dalam bahasa Tionghoa disebut xianggu (jamur harum),
sedangkan yang berkualitas tinggi dengan payung yang lebih tebal disebut
donggu (jamur musim dingin) atau huagu (jamur bunga), karena pada
bagian atas permukaan payung terdapat motif retakretak seperti bunga
mekar. Di Indonesia, kadang-kadang dinamakan jamur jengkol, karena
bentuk dan aromanya seperti jengkol, walaupun bagi sebagian orang rasa
jamur ini seperti petai.
a. Morfologi
Tudung berdiameter 4 – 20 cm atau rata-rata 5 – 12 cm, bentuk
cembung sampai agak datar dan atau berputing kecil pada bagian
tengahnya, permukaan kering, berserat dengan kutikula yang bersisik
dan berwarna pucat sampai cokelat kemerahan. Korteks putih atau
kecoklatan dekat kutikula, padat berdaging, lebih lunak pada yang
belum dewasa, rasa agak asam, tetapi enak, bau ringan dan agak keras
dalam keadaan kering. Bilah berwarna keputihan, warna berubah
menjadi
16
Gambar 4. Jamur shiitake
cokelat kemerahan jika mengalami luka memar, dan berubah secara
bertahap menjadi kecoklatan dengan bertambah umur, sering kali
memisah, rapat, sedikit menggergaji sampai bergerigi. Tangkai
panjang 3 – 5 cm, diameter 8 – 13 mm, hampir, hampir sama atau agak
membesar sebagaian dasarnya, padat dan kuat, permukaan diseliputi
cadar tipis yang berakhir dibagian atas sebagai kortina. Spora
berukuran 5.5 – 6.5 x 3.0 – 3.5 mikron, subsilindrik, nonamiloid, polos
dengan dinding tipis. Basidium mempunyai empat spora, tidak ada
pleurosistidium. Trama dengan hifa berdinding tebal (sampai 1,7
mikron), saling jalin menjalin. Hifa hialin (tidak berwarna),
berdiameter 5 – 7 mikron, dan mempunyai sambungan apit.
b. Habitat
Di alam, jamur shiitake, dijumpai pada pohon dari famili
fagaceae yang tumbang. Jamur ini hidup sebagai saprob, yaitu hidup
dari bahan organik yang sudah mati.
c. Nilai Gizi Jamur Shitake
Jamur shitake merupakan tumbuhan yang kaya protein dan
sedikit berlemak serta mempunyai rasa yang manis. Perkiraan
17
kandungan gizi jamur dalam 100 gram berat kering, yaitu protein kasar
13,4-17,5 persen, lemak kasar 4,9-8,9 persen, karbohidrat total 67,5-
78,0 persen, dan kalori 387-392 persen.
Selain lentinan, jamur shitake juga mengandung eritadenin, interferon,
antioksidan, asam amino, sen, enzim, dan khitin serta senyawa
pensintesa interferon.
Jamur shitake berfungsi untuk : 1. Menurunkan kadar
kolesterol darah (sehingga meringankan kerja jantung dan bisa
mengurangi diabetes). 2. Menghambat pertumbuhan tuomor hingga
72-92%. 3. Menetralkan pengaruh buruk akibat rokok dan alkohol. 4.
Menambah nafsu seksual 5. Mempercepat penyembuhan setelah
operasi 6. Pencegahan anemia 7. Memperlancar pembuluh darah 8.
Melancarkan pencernaan 9. Melancarkan peredaran darah di wajah,
sehingga pipi menjadi halus. 10. Menghilangkan garis keriput di
wajah. 11. Mengencangkan kulit 12. Memperbaiki kulit, rambut dan
kuku.
d. Catatan lain
Jamur shiitake sejak tahun 1980-an dibudidayakan di
Sukabumi. Kini jamur ini diusahakan dengan intensif di beberapa
daerah yang beriklim cukup dingin. Dahulu jamur ini disebut Lentinus
edodes.
4. Volvariella volvacea (jamur merang)
a. Morfologi
18
Tudung mempunyai diameter 5 – 14 cm dengan bentuk bundar
telur yang kemudian menggenta atau cembung dan pada jamur yang
sangat tua kadang-kadang mendekati rata. Permukaan kering, warna
cokelat sampai cokelat cokelat keabu-abuan, kadang-kadang bergaris-
garis. Bilah rapat-rapat, bebas, lebar, putih ketika masih muda dan
menjadi merah jambu jika spora menjadi dewasa. Tangkai dengan
panjang 3-8 cm, diameter 5-9 mm, biasanya menjadi gemuk di bagian
dasar, licin, putih, kuat. Cadar umumnya berupa membran, membentuk
volvo seperti mangkuk tebal yang terdapat pada dasar tangkai, volvo
berwarna putih kekuningan atau cokelat kotor, sering kali bercuping.
Jejak spora merah jambu, ukuran spora 7-9 x 5-6 mikron, menjorong
dan licin. Memproduksi basidia dan basidiospora berwarna merah atau
merah muda. Selanjutnya basidiospora akan berkecambah dan
membentuk hifa. Setelah itu, kumpulan hifa membentuk gumpalan
kecil (pin head) atau primordial
yang akan membesar membentuk tubuh buah stadia kancing kecil
(small button), kemudian tumbuh menjadi stadia kancing (button), dan
akhirnya berkembang menjadi stadia telur (egg). Dalam budi daya
jamur merang, pada stadia telur inilah jamur dipanen.
19
Gambar 5. Jamur Merang
b. Habitat
Di alam, jamur merang banyak dijumpai hidup bergerombol
pada jerami padi, sagu, serbuk gergaji dan tandan kosong kelapa sawit.
c. Kandungan Gizi
Jamur merang kaya akan protein kasar dan karbohidrat bebas N
(N-face carbohydrate). Tingkat kandungan serat kasar dan abu adalah
moderat, sedangkan kandungan lemaknya rendah. Nilai energi jamur
merang rendah, namun merupakan sumber protein dan mineral yang
baik dengan kandungan kalium dan fosfor yang tinggi. Kandungan Na,
Ca, Mg dan Cu, Zn , Fe cukup. Kandungan logam berat Pb dan Cd
tidak ada, sehingga jamur merang sangat baik digunakan sebagai
bahan makanan sehari-hari. Kandungan protein jamur merang
mencapai 1, 8 persen, lemak 0.3 persen, dam karbohidrat 12 – 48
persen.
Jamur merang kaya akan protein, sebagai makanan anti
kolesterol, eritadenin dalam jamur merang dikenal sebagai penawar
racun, dan banyak mengandung antibiotik yang berguna untuk
pencegahan anemia. Menurut penelitian jamur juga dapat digunakan
20
untuk mengobati kanker. berguna bagi penderita diabetes dan penyakit
kekurangan darah, bahkan dapat mengobati kanker.
d. Lingkungan tumbuh
Jamur merang dikenal sebagai warm mushroom, hidup dan
mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi, suhu antara 32-38°C
dan kelembapan 80-90% dengan oksigen yang cukup. Jamur ini tidak
tahan terhadap cahaya matahari langsung, tetapi tetap
membutuhkannya dalam bentuk pancaran tidak langsung. Derajat
keasaman (pH) yang cocok untuk jamur merang adalah 6,8 - 7.
5. Pleurotus ostreatus (jamur tiram)
Tudung mempunyai diameter 4 – 15 cm atau lebih, seperti tiram,
cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong,
permukaan licin, agak berminyak ketika lembab, tetapi tidak lengket,
warna bervariasi dari putih sampai abu-abu , cokelat, atau cokelat tua
(kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa), tepi menggulung ke
dalam, pada jamur muda sering kali bergelombang atau bercuping. Daging
tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada bagian yang berdekatan
dengan tangkai,, bau dan rasa tidak merangsang, bilah cukup berdekatan,
lebar, warna putih atau keabuan dan sering kali berubah menjadi
kekuningan ketika dewasa. Tangkai tidak ada atau jika ada biasanya
pendek, kokoh dan tidak di pusat atau lateral (tetapi kadang-kadang di
pusat), panjang 0,5 – 0,4 cm, gemuk, padat, kuat, kering, umumnya
berambut atau berbulu kapas paling sedikit di dasar. Cadar tidak ada. Jejak
21
spora putih sampai ungu muda atau abu-abu keunguan, berukuran 7-9 x 3-
4 mikron, bentuk lonjong sampai jorong, licin, nonamiloid.
Gambar 5. Jamur Tiram
b. Habitat
Jamur tiram tumbuh soliter, tetapi umumnya membentuk massa
menyerupai susunan papan pada batang kayu. Di alam, jamur tiram
benyak dijumpai tumbuh pada tumpukan limbah biji kopi.
c. Catatan lain
Jamur tiram sudah dibudidayakan sejak tahun 1982 di Bogor,
tetapi baru menjamur menjelang tahun 2000. di Indonesia, jamur ini
dijual dalam keadaan kering.
22
BAB IVNILAI GIZI DARI JAMUR
Jamur mengandung garam mineral yang lebih tinggi dari pada yang
dikandung dalam daging sapi atau daging domba. Jumlah garam mineral jumlah
garam mineral yang dikandung dalam jamur ini bahkan dua kali jumlah garam
mineral dalam sayur lain. jumlah protein yang dikandung jamur mencapai dua kali
lipat protein yang terdapat dalam asparagus, kol, dan kentang, empat kali lipat dari
tomat dan wortel dan enam kali lipat dari jeruk. Selain itu juga mengandung
garam-garam besi, tembaga, kalium dan kapur. Juga kaya akan vitamin B, vitamin
D, substitusi dari sinar matahari. Jamur juga memiliki sejumlah ensim, terutamma
tripsin, yang sangat dibutuhkan dalam proses pencernaan. Dan tripsin ini sama
dengan tripsin yang dihasilkan oleh kelenjar ludah perut.
Selain itu, kelebihan dari jamur adalah sebagai bahan makanan adalah
seluruh bagian pada jamur tidak ada sesuatu yang akan terbuang percuma, karena
dasar dari batangnya sudah dipotong dulu sebelum sebelum dijual ke pasar.
Kelebihan jamur yang lain adalah sama sekali tidak mengandung
karbohidrat, sehingga ideal sekali untuk penderita diabetes. Dan juga untuk setiap
orang yang ingin menjaga agar berat badannya tidak naik terus. Karena jamur
miskin akan serat, maka jamur merupakan makanan yang sangat bergizi terutama
untuk mereka yang invalid, sehingga mudah sekali dicerna.
23
Jenis makanan Serat Protein Karbohidrat Nilai Kalori
Jamur 0 3,5 6,8 210Apel 25 0,3 10,8 220Pisang 35 0,8 14,3 300Daging sapi 10 19,2 - 670Kol 15 19,2 - 670Wortel 20 1,0 7,4 160Daging ayam 40 12,6 - 300Ikan 50 9,2 - 380Anggur 25 1,0 14,4 335Bawang 10 1,4 8,9 205Jeruk 27 0,6 8,5 170Dading babi 25 15,0 - 900Kentang 5 1,8 14,7 302Tomat 2 1,0 4,0 105
Penemuan penting lain, sebelum perang dunia ke II oleh Dr. Willian dari
Universitas Texas, menyatakan bahwa kebutuhan tubuh manusia yang besar sekali
akan folik asid, dapat dipenuhi oleh jamur. Folik acid ini banyak dijumpai dalam
ragi, bayam dan hati, tetapi dalam jumlah yang kecil saja. Jamur mengandung
folik acid dalam jumlah cukup besar. Asam ini sangat dibutuhkan dalam
pengobatan berbagai penyakit kekurangan darah (anemia) dan dalam sekejap
mata, jamur menjadi populer di Amerika untuk mengobati penyakit anemia ini.
Jamur mungkin dapat juga, digunakan untuk mengobati kanker, oleh
karena sudah sangat dikenal kalau petani-petani di Perancis, paling sedikit selama
satu abad ini, kebal terhadap penyakit tadi. Diduga mungkin salah satu garam
mineral yang terkandung di dalam jamur memberikan kekebalan kalau di makan
dalam jumlah cukup besar selama bertahun-tahun.
24
DAFTAR PUSTAKA
Cahyana YA., Muchroji, M. Bakrun. (1999). Jamur Tiram. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Djarijah N.M., A.S. DDjarija. (2001). Budi Daya Jamur Tiram. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Genders R. (1999). Bercocok Tanam Jamur. CV. Pionir Jaya. Bandung
Gunawan A.W. (2007). Usaha Pembibitan Jamur. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sinaga M.S. (2005). Jamur Merang dan Budi Dayanya. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suhardiman P. (1998). Jamur Shiitake. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
25