bagaimana pengembangangan modul pendekatan pembelajaran konstruktivisme pai kelas vii kota bengkulu...

14
BAGAIMANA PENGEMBANGANGAN MODUL PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME PAI KELAS VII KOTA BENGKULU UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER KETEKUNAN KETEKUNAN A. Latar Belakang Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter ketekunan yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki karakter ketekunan kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, menjadi bangsa yang berkarakter ketekunan adalah keinginan kita semua. Keinginan menjadi bangsa yang berkarakter ketekunan sesunggungnya sudah lama tertanam pada bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan itu dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 dengan pernyataan yang tegas, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan

Upload: dahlia-tambajong

Post on 13-Sep-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MANA PENGEMBANGANGAN MODUL PENDEKATAN PEMBELAJARAN KON

TRANSCRIPT

BAGAIMANA PENGEMBANGANGAN MODUL PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME PAI KELAS VII KOTA BENGKULU UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER KETEKUNAN KETEKUNAN

A. Latar BelakangEksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter ketekunan yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki karakter ketekunan kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, menjadi bangsa yang berkarakter ketekunan adalah keinginan kita semua. Keinginan menjadi bangsa yang berkarakter ketekunan sesunggungnya sudah lama tertanam pada bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan itu dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 dengan pernyataan yang tegas, mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmurlah bangsa Indonesia menjadi bermartabat dan dihormati bangsa-bangsa lain.Dalam hal ini agama Islam tidak menggolongkan manusia kedalam kelompok binatang (animal) selama manusia mempergunakan akalnya dan karunia Tuhan lainnya. Namu, kalau manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio), kalbu, jiwa, raga, serta panca indera secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan seperti yang dinyatakan Allah didalam Al-Quran surat Al-Araf ayat 179

Artinya : Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.

Situasi sosial, kultural masyarakat kita akhir-akhir ini memang semakin mengkhawatirkan. Ada berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang semakin merendahkan harkat dan martabat manusia. Hancurnya nilai-nilai moral, merebaknya ketidakadilan, menjamurnya kasus korupsi, terkikisnya rasa solidaritas telah terjadi dalam dunia pendidikan kita. Bisa dikatakan saat ini negara kita sedang dilanda wabah demoralisasi akut yang menunggu untuk segera di atasi, jika tidak ingin negara ini menjadi semakin hancur. Dari sini kemudian muncul pertanyaan ada apa dengan pendidikan kita? Rupanya usaha perbaikan di bidang pendidikan dirasa tidak hanya cukup dengan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan saja, melainkan membutuhkan perencanaan kurikulum yang sangat matang yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bangsa. Selain persoalan di atas, akhir-akhir ini telah terjadi perubahan nilai yang sangat cepat dan terjadinya ekspektasi yang tidak terduga sebagai dampak kemajuan teknologi, informasi dan globalisasi. Oleh sebab itulah bagaimanakah mempersiapkan/membangun karakter ketekunan bagi peserta didik didik dalam menghadapi pengaruh global. Untuk itu perlu disusun suatu perencanaan kurikulum pendidikan karakter ketekunan untuk diterapkan di setiap satuan pendidikan kita mengingat berbagai macam perilaku yang tidak mendidik telah merasuk dalam sendi-sendi penyelenggaraan pendidikan dan kehidupan masyarakat kita. Untuk itu perlu dicari jalan terbaik untuk membangun dan mengembangkan karkater manusia dan bangsa Indonesia agar memiliki karkater yang baik, unggul dan mulia. Upaya yang tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi mental. Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter ketekunan positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Ki Hajar Dewantara dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter ketekunan), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Jadi jelaslah, pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter ketekunan yang baik. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter ketekunan.Proses pembelajaran pendidikan agama di sekolah dasar dilakukan melalui tatap muka (dalam mata pelajaran), sedangkan pada kegiatan ekstrakurikuler, intra kurikuler maupun ko kurikuler proses pembelajaran PAI bisa juga melalui penugasan, tatap muka, dan lain sebagainya, semua kegiatan tersebut lebih diarahkan pada upaya terwujudnya penyiapan kekayaan batin peserta didik yang berdimensi agama, sosial, budaya, yang mampu diwujudkan dalam bentuk budi pekerti, baik dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian, yang muaranya adalah pendidikan karakter ketekunan. Pendidikan karakter ketekunan yang mempunyai tujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.Pendidikan ke arah terbentuknya karakter ketekunan bangsa para siswa merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter ketekunan bangsa hanya ditimpakan pada guru mata pelajaran tertentu, semisal guru PAI atauguru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan pendidikan karakter ketekunan bangsa adalah para guru yang relevan dengan pendidikan karakter ketekunan bangsa.Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan memiliki makna apapun bila seorang guru PAI mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan memberikan contoh perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan asal-asalan dalam menjawab.Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam Kompetensi Dasar (KD). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak dapat dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh karena itu, menurut (Hasan, 2000) pemaksaan suatu pengembangan tujuan didalam kompetensi dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan semata.Berdasarkan kenyataan yang ada, pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen adanya kebutuhan nyata dan mendesak, dan dapat dilaksanakan antara lain elalaui pembelajaran batik di sekolah. Tantangan globalisasi dan proses demokrasi yang semakin kuat dan beragam disatu pihak, dan dunia persekolahan sepertinya lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan pendidikan karakter ketekunan. Pendidikan karakter ketekunan bangsa diharapkan mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut. Kondisi dan situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan karakter ketekunan yang perlu ditransformasikan sejak dini, yakni sejak pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik dan sinambung.Menurut National Centre for Competency Based Training (2007), pengertian bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bahan yang dimaksudkan dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Pandangan dari ahli lainnya mengatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta suatu lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa belajar. Menurut Panen (2001) mengungkapkan bahwa bahan ajar merupakan bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran (Andi,2011:16). Salah satu prinsip pendidikan adalah guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi peserta didik lah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Dalam suatu proses pengembangan model-model pembelajaran melahirkan berbagai macam konsep belajar yang telah kita kenal yakni yang salah satunya adalah pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme dalam belajar dan pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam modifikasi perilaku yang didasarkan pada teori operant conditioning dalam psikologi behavioral. Premis dasarnya adalah bahwa individu harus secara aktif membangun pengetahuan dan ketrampilannya dan informasi yang ada diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh peserta didik dari lingkungan diluar dirinya. Adapun prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme telah melahirkan berbagai macam model-model pembelajaran dan dari berbagai pandangan tersebut terdapat pandangan yang sama bahwa dalam proses belajar peserta didik adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Pengembangan sistem pembelajaran pendidikan agama Islam memerlukan jasa ilmu pembelajaran pada umumnya, sehingga diperlukan upaya adaptasi terhadap perkembangan pembelajaran, disertai dengan identifikasi sesuai dengan karakter ketekunanistik pendidikan agama Islam itu sendiri. Dalam teori konstruktivistik belajar bukanlah proses teknologisasi bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Sehingga proses pembelajaran tidak hanya menyampaikan materi yang bersifat normatif (tekstual) tetapi harus juga menyampaikan materi yang bersifat kontekstual. Sebagai contohnya ketika guru menjelaskan tentang materi sholat, tidak cukup hanya menjelaskan materi norma-norma tentang sholat semacam syarat dan rukun sholat, tetapi juga harus menjelaskan dan membangun penghayatan makna sholat dalam kehidupan. Sehingga akhirnya siswa dan masyarakat benar-benar mampu memberikan jawaban secara akademik. Pada saat siswa terjun ke lingkungan sosial siswa menghadapi berbagai macam persoalan yang mana siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, pembelajaran yang berorientasi masalah akan dapat membantu siswa untuk dapat menyelesaikan Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas (2008:6), pengertian bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai bahan belajar bagi siswa dan membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.Modul pembelajaran merupakan satuan program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri (self-instructional) (Winkel, 2009:472). Modul pembelajaran adalah bahan ajar yang disusun secara sistematis dan menarik yang mencakup isi materi, metode dan evaluasi yang dapat digunakan secara mandiri untuk mencapai kompetensi yang diharapkan (Anwar, 2010). Menurut Goldschmid, Modul pembelajaran sebagai sejenis satuan kegiatan belajar yang terencana, di desain guna membantu siswa menyelesaikan tujuan-tujuan tertentu. Modul adalah semacam paket program untuk keperluan belajar (Wijaya, 1988:128). Vembriarto (1987:20), menyatakan bahwa suatu modul pembelajaran adalah suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep daripada bahan pelajaran. Pengajaran modul merupakan usaha penyelanggaraan pengajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnyaDari latar belakang dan kenyataan diatas penulis kemudian menarik permasalahan yang akan diangkat menjadi pembahasan dalam proposal penelitian ini yaitu : Bagaimana pengembangangan modul pendekatan pembelajaran konstruktivisme PAI kelas VII Kota Bengkulu untuk meningkatkan karakter ketekunan ketekunan