bab_ii

41
19 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan manusia berpikir kritis sebagai kemampuan abstrak tidak dapat diamati secara langsung. Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah kita harus mengetahui ciri cirinya. Siswa yang berpikir kritis akan mampu mengembangkan pengetahuannya dengan aktif berpikir mencari, menyusun ide dan solusi secara mandiri dalam pembelajaran bersama guru. Berpikir kritis termasuk proses berpikir tingkat tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulkan menggunakan kontrol aktif, yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful thinking. Seperti yang sampaikan Livingston (1997) salah satu ciri dari berpikir tingkat tinggi adalah proses yang melibatkan kontrol aktif selama proses kognitif itu berlangsung. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel, tranformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Upload: irm-abdullah-ajmal

Post on 16-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bab ii12345

TRANSCRIPT

  • 19

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

    DAN HIPOTESIS

    2.1. Kajian Pustaka

    2.1.1. Kemampuan Berpikir Kritis

    Kemampuan manusia berpikir kritis sebagai kemampuan abstrak tidak

    dapat diamati secara langsung. Untuk dapat mengembangkan kemampuan

    berpikir kritis di sekolah kita harus mengetahui ciri cirinya. Siswa yang berpikir

    kritis akan mampu mengembangkan pengetahuannya dengan aktif berpikir

    mencari, menyusun ide dan solusi secara mandiri dalam pembelajaran bersama

    guru.

    Berpikir kritis termasuk proses berpikir tingkat tinggi, karena pada saat

    mengambil keputusan atau menarik kesimpulkan menggunakan kontrol aktif,

    yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful thinking. Seperti yang

    sampaikan Livingston (1997) salah satu ciri dari berpikir tingkat tinggi adalah

    proses yang melibatkan kontrol aktif selama proses kognitif itu berlangsung.

    Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar

    dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk

    keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel,

    tranformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir

    kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan

    berpikir kreatif.

  • 20

    Berpikir kritis menurut Joane Kurfiss (Inch, et al., 2006) adalah sebagai

    sebuah pengkajian yang tujuannya untuk mengkaji sebuah situasi, fenomena,

    pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan

    yang mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat dijustifikasi

    dengan yakin.

    Karakteristik berpikir kritis menurut Fisher (2009) terdiri dari dua hal

    yaitu, pertama, belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa

    pertanyaannya, kedua, belajar bagaimana bernalar, kapan menggunakan

    penalaran, dan apa metode penalaran yang dipakai. Jadi seseorang yang berpikir

    kritis maka ia biasa mengajukan pertanyaan yang tepat, menggabungkan

    informasi yang relevan, secara efesien dan kreatif menyusun informasi,

    mempunyai nalar yang masuk akal atas informasi yang dimiliki, dan kesimpulan

    kesimpulannya konsisten serta dapat dipercaya sehingga dapat dimanfaatkan

    untuk kehidupan manusia dan bisa memetik keberhasilan.

    Berpikir kritis adalah pengambilan keputusan secara rasional atas apa yang

    diyakini dan dikerjakan. Menurut Michael Scriven and Richard Paul (Ebiendele

    Ebosele Peter, 2012:1)mengatakan:

    Critical thinking is the intelectually disciplined process of actively and

    skillfully conceptualizing, applying, analyzing, sinthesizing, and/or evaluating

    information gathered from orgenerated by observation, experience, reflection,

    reasoning, or communication, asguide to belief and action.

    tampak dari definisi tersebut bahwa berpikir kritis melibatkan aspek-aspek

    kognitif semisal aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

    Perkembangan definisi kemampuan berpikir kritis mengalami

    perkembangan Huitt (Marrapodi. J, 2003:5) menyampaikan bahwa:

  • 21

    The definition of critical thinking has changed somewhat over the past

    decade. Originally the dominion of cognitive psychologists and philosophers,

    behaviorally-oriented psychologists and content specialists have recently

    joined the discussion. The following are some examples of attempts to define

    critical thinking:

    ...the ability to analyze facts, generate and organize ideas, defend

    opinions, make comparisons, draw inferences, evaluate arguments and

    solve problems (Chance,1986, p. 6);

    ...a way of reasoning that demands adequate support for one's beliefs and

    an unwillingness to be persuaded unless support is forthcoming (Tama,

    1989, p. 64);

    ...involving analytical thinking for the purpose of evaluating what is read

    (Hickey, 1990, p. 175);

    ...a conscious and deliberate process which is used to interpret or evalua

    information and experiences with a set of reflective attitudes and abilities

    that guide thoughtful beliefs and actions (Mertes,1991, p.24);

    ...active, systematic process of understanding and evaluating arguments.

    An argument provides an assertion about the properties of some object or

    the relationship between two or more objects and evidence to support or

    refute the assertion. Critical thinkers acknowledge that there is no single

    correct way to understand and evaluate arguments and that all attempts

    are not necessarily successful (Mayer & Goodchild, 1990, p. 4);

    ...the intellectually disciplined process of actively and skillfully

    conceptualizing, applying, analyzing, synthesizing, and/or evaluating

    information gathered from, or generated by, observation, experience,

    reflection, reasoning, or communication, as a guide to belief and action

    (Scriven & Paul, 1992); reasonable reflective thinking focused on deciding

    what to believe or do (Ennis, 1992).

    Diterjemahkan menjadi definisi berpikir kritis telah berubah sedikit selama

    dekade terakhir. Awalnya kekuasaan psikolog kognitif dan filsuf, perilaku

    berorientasi psikolog dan spesialis konten baru saja bergabung dengan diskusi.

    Berikut ini adalah beberapa contoh upaya mendefinisikan berpikir kritis: ...

    kemampuan untuk menganalisis fakta, menghasilkan dan mengatur ide-ide,

    mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan,

    mengevaluasi argument dan memecahkan masalah (Chance, 1986, hal 6.); ... cara

    penalaran yang menuntut dukungan yang cukup untuk keyakinan seseorang dan

    keengganan untuk dibujuk kecuali dukungan yang akan datang (Tama, 1989, hal

  • 22

    64.); melibatkan ... berpikir analitis untuk tujuan mengevaluasi apa yang dibaca

    (Hickey, 1990, hal 175.); ... proses sadar dan terencana yang digunakan untuk

    menafsirkan atau evaluasi informasi dan pengalaman dengan seperangkat sikap

    reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan bijaksana dan tindakan

    (Mertes, 1991, hal.24); ... aktif, proses yang sistematis untuk memahami dan

    mengevaluasi argumen. Argumen memberikan pernyataan tentang sifat-sifat

    beberapa objek atau hubungan antara dua atau lebih objek dan bukti untuk

    mendukung atau menyanggah pernyataan. Pemikir kritis mengakui bahwa tidak

    ada cara yang benar untuk memahami dan mengevaluasi argumen dan bahwa

    semua upaya tersebut belum tentu berhasil (Mayer & Goodchild, 1990, hal 4.); ...

    proses intelektual disiplin secara aktif dan terampil konseptualisasi, menerapkan,

    menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan

    dari, atau dihasilkan oleh, observasi pengalaman, refleksi, penalaran komunikasi,

    atau, sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan (Scriven & Paulus, 1992);

    pemikiran reflektif yang masuk akal difokuskan pada memutuskan apa yang harus

    percaya atau lakukan (Ennis, 1992).

    2.1.1.1. Langkah - langkah dalam Kemampuan Berpikir Kritis

    Berpikir kritis merupakan aspek penting dan topik yangvital dalam

    pendidikan modern sehingga para pendidik tertarik untukmengembangkan

    berpikir kritis kepada siswa. Dengan kemampuan berpikir kritis siswa akan

    mengembangkan pengetahuan dan pola pikirnya interpretasi, analisis, evaluasi,

    dan berargumen. Menurut Faccione (1998) mengacu pada konsensus para ahli

  • 23

    dalam American Philosopical Association pada tahun 1990 memperkenalkan lima

    langkah dalam proses berpikir yaitu: interpretasi, analyisis, evaluasi, keahlian

    menyimpulkan, berargumen dan berefleksi. Kemampuan berpikir kritis

    berdasarkan konsensus yang dihadiri 46 ahli dari Universitas Terkemuka yang

    dilakukan oleh American Philosophical Association mereka sampai pada

    konsensus berkenaan dengan berpikir kritis yang diwujudkan dalam pernyataan

    sebagai berikut:

    CONSENSUS STATEMENT REGARDING CRITICAL THINKING AND THE IDEAL CRITICAL THINKER

    We understand critical thinking to be purposeful, self-regulatory judgment which results in interpretation, analysis, evaluation, and inference, as well as explanation of the evidential, conceptual, methodological, criteriological, or contextual considerations upon which that judgment is based. CT is essential as a tool of inquiry. As such, CT is a liberating force in education and a powerful resource in one's personal and civic life. While not synonymous with good thinking, CT is a pervasive and self-rectifying human phenomenon. The ideal critical thinker is habitually inquisitive, well-informed, trustful of reason, open-minded, flexible, fairminded in evaluation, honest in facing personal biases, prudent in making judgments, willing to reconsider, clear about issues, orderly in complex matters, diligent in seeking relevant information, reasonable in the selection of criteria, focused in inquiry, and persistent in seeking results which are as precise as the subject and the circumstances of inquiry permit. Thus, educating good critical thinkers means working toward this ideal. It combines developing CT skills with nurturing those dispositions which consistently yield useful insights and which are the

    basis of a rational and democratic society. Facione, P. A. (1998:2)

    Adapun pernyataan di atas dapat diterjemahkan dalam kalimat:

    PERNYATAAN KONSENSUS PARA AHLI BERKENAAN DENGAN

    BERPIKIR KRITIS DAN PEMIKIR KRITIS YANG IDEAL

    Kita memahami berpikir kritis sangatlah bertujuan, melakukan penilaian

    sendiri yang menghasilkan penafsiran, analisis, evaluasi, dan kesimpulan

    penjelasan berdasarkan bukti, konsep, metode, criteria atau pertimbangan

    kontekstual yang menjadi dasar penilaian. Berpikir kritis merupakan hal

    mendasar sebagai alat penemuan. Dengan demikan berpikir kritis merupakan

    kekuatan yang membebaskan dalam pendidikan dan merupakan sumber daya

    yang berharga dalam kehidupan sipil seseorang. Berpikir kritis tidak bisa

    disamakan dengan berpikir dengan baik sebab berpikir kritis merupakan

    fenomena yang meralat dan meresap dalam hidup manusia. Pemikir kritis yang

    ideal adalah yang terbiasa mempertanyakan, penuh pengetahuan, terpercaya

    pemikirannya, berpikir terbuka, lentur, adil dalam menilai, jujur dalam

  • 24

    menghadapi bias pribadi, bijaksana dalam menilai, ikhlas untuk

    mempertimbangkan kembali, jelas terhadap issu, tertata dalam masalah yang

    kompleks, rajin mencari informasi yang relevan, masuk akal dalam memilih

    kriteria, terfokus pada penemuan, dan ajeg dalam menemukan hasil subjek

    yang rinci dan memungkinkan iklim penemuan . Jadi, mendidik pemikir kritis

    ditujukan pada idealisme ini yaitu dengan mengkombinasikan pengembangan

    keahlian berpikir kritis dengan menanamkan disposisi yang secara konsisten

    menghasilkan wawasan yang bermanfaat dan yang menjadi dasar bagi

    masyarakat rasional dan demokrasi. Facione, P. A. (1998:2)

    Berdasarkan konsensus para ahli tentang kemampuan berpikir kritis

    tersebut dirangkum dalam lima ranah keahlian dengan berbagai indikatornya

    sebagai berikut:

    Tabel.2.1. Expert Consensus Panel Definitions

    Interpretation to comprehend and express the meaning or significance of a wide variety of experiences, situations, data, events, judgments,

    conventions, beliefs, rules, procedures or criteria

    Analysis to identify the intended and actual inference relationships among statements, questions, concepts, descriptions, or other

    form of representation intended to express belief, judgment,

    experiences, reasons, information or opinions

    Evaluation to asses the credibility of statement or other representations which are accounts or description of a persons perception, experience and situation, judgment, belief, or opinion; and to

    assess the logical strength of the actual or intended inferential

    relationships among statements, descriptions, questions or other

    form of representation

    Inference to identify and secure need element to draw reasonable conclusion; to form conjectures and hypotheses; to consider

    relevant information; and to educe the consequences flowing from

    data, statements, principles, evidence, judgments, beliefs,

    opinions, concepts, descriptions, questions, or other form of

    representations.

    Explanation to state the results of one s reasoning; to justify that reasoning in terms of the evidential, conceptual, methodological,

    criteriological, and contextual considerations upon which ones results were based; and to present ones reasoning in the form of cogent argument,

    Sumber: Marrapodi Jean (2003:7)

  • 25

    Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli dalam mendifinisikan

    kemampuan berpikir kritis di atas dapat diterjemahkan dalam tabel sebagai

    berikut:

    Tabel. 2.2. Konsensus Para ahli terhadap Definisi Berpikir Kritis

    Penafsiran memahami dan mengungkapkan arti atau pentingnya perbedaan pengalaman, situasi, data, kejadian, penilaian,

    penemuan, keyakinan aturan, prosedur atau criteria

    Analisis mengidentifikasi kecenderungan dan kesimpulan aktual hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau

    bentuk lain representasi yang dimasudkan untuk menyatakan

    keyakinan, penilaian, pengalaman, pemikiran, informasi dan

    pendapat.

    Evaluasi untuk menilai kredibilitas pernyataan atau represnetasi lain yang penting atau peggambaran persepsi orang, pengalaman,

    situasi, penilaian, keyakinan, atau pendapat; dan untuk menilai

    kekuatan logis kesimpulan aktual atau kecenderungan

    hubungan antar pernyataan,deskripsi, pertanyaan atau bentuk

    representasi lainnya

    Kesimpulan untuk mengnali dan meyakini elemen yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal; untuk membentuk

    hipotesis dan dan perkiraan; untuk memperhitungkan informasi

    relevan dan memperhitungkan konsekuensi yang mengalir dari

    data, pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, pendapat,

    konsep, deskriopsi, pertanyaan, atau bentuk lain representasi.

    Penjelasan untuk menyatakan hasil pemikiran; untuk mengesahkan pemikiran dalam kerangka bukti, konsep, method, criteria dan

    pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar pemikiran

    seseorang; dan untuk menyajikan pemikiran orang dalam

    bentuk argument yang kuat.

    Sumber: Marrapodi Jean (2003:7)

    Sementara menurut Ennis (1995), indikator berpikir kritis yang

    berkaitan dengan pembelajaran di dalam kelas adalah:

    1. Indikator Umum

    a. Kemampuan (abilities) yaitu : (1) Fokus pada suatu isu spesifik; (2)

    Menyimpan tujuan utama dalam pikiran;. (3) Menanyakan pertanyaan

    pertanyaan klarifikasi; (4) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelas;

  • 26

    (5) Memperhatikan pendapat siswa, salah maupun benar, dan dapat

    mendiskusikannya; (6) Mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan

    pengetahuan yang baru; (7) Secara tepat menggunakan pernyataan dan

    simbol;

    b. Pengaturan (dispositions) yaitu : (1) Menekankan kebutuhan untuk

    mengidentifikasi tujuan dan apa yang seharusnya dikerjakan sebelum

    menjawab; (2) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi informasi

    yang diberikan sebelum menjawab (3) Mendorong siswa untuk mencari

    informasi yang diperlukan; (4) Mendorong siswa untuk menguji solusi

    yang diperoleh; (5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk

    merepresentasikan informasi dengan menggunakan tabel, grafik, dan lain-

    lain.

    2. Indikator-indikator yang berkaitan dengan isi.

    a. Konsep (concept) yaitu : (1) Mengidentifikasi karakteristik konsep; (2)

    Membandingkan konsep dengan konsep lain; (3) Mengidentifikasikan

    contoh konsep dengan jastifikasi yang diberikan.

    b. Generalisasi (generalization) yaitu : (1) Menentukan konsep-konsep yang

    termuat dalam generalisasi dan keterkaitannya; (2) Menentukan

    kondisikondisi dalam menerapkan generalisasi; (3) Menyediakan bukti

    pendukung untuk generalisasi

    c. Algoritma dan keterampilan (algorithms and skill) yaitu : (1)

    Mengklarifikasi dasar konseptual dan keterampilan; (2) Membandingkan

    kemampuan seorang siswa dengan kemampuan siswa yang terbaik.

  • 27

    d. Pemecahan masalah (problem solving) yaitu : (1) Merancang bentuk

    umum untuk tujuan penyelesaian; (2) Menentukan informasi yang

    diberikan; (3) Menentukan keterkaitan suatu informasi; (4) Memilih

    strategi untuk memecahkan masalah; (5) Menyarankan metode alternatif

    untuk memecahkan masalah.

    Berdasarkan kajian di atas maka pengertian kemampuan berpikir kritis

    adalah suatu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang tujuannya untuk mengkaji

    sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah

    hipotesis atau kesimpulan sebagai proses pengambilan keputusan secara rasional

    atas apa yang diyakini dan dikerjakan secara nyata melalui aspek penafsiran,

    analisis, evaluasi, kesimpulan dan penjelasan.

    2.1.2 Metode Problem Based Learning (PBL)

    PBL pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970 di Universitas Mc.

    Master Fakultas Kedokteran di Kanada, sebagai suatu solusi dalam diagnosa

    untuk memudahkan memecahkan masalah dengan pembentukan pertanyaan-

    pertanyaan berdasarkan situasi yang ada. Keberhasilan pembelajaran berbasis

    masalah dalam dunia kedokteran memberikan andil pada khasanah wawasan

    pendidikan sebagai metode pembelajaran. Asal usul PBL menurut Boud, D., &

    Feletti, G (Savery, J. R. 2006: 9) bahwa:

    PBL as it is generally known today evolved from innovative health sciences

    curriculaintroduced in North America over 30 years ago. Medical education,

    with its intensive pattern of basic science lectures followed by an equally

    exhaustive clinical teaching programme, was rapidly becoming an ineffective

    and inhumane way to prepare students, given the explosion in medical

    information and new technology and the rapidly changing demands of future

  • 28

    practice. Medical faculty at McMaster University in Canada introduced the

    tutorial process, not only as a specific instructional method (Barrows &

    Tamblyn, 1980) but also as central to their philosophy for structuring an entire

    curriculum promoting student-centered, multidisciplinary education, and

    lifelong learning in professional practice.

    Diterjemahkan menjadi PBL seperti yang umumnya dikenal saat ini berevolusi

    dari inovatif ilmu kesehatan kurikulum diperkenalkan di Amerika Utara lebih dari

    30 tahun yang lalu. Pendidikan medis, dengan pola intensif dari kuliah ilmu dasar

    diikuti dengan sama-sama lengkap program pengajaran klinis, dengan cepat

    menjadi cara yang efektif dan tidak manusiawi untuk mempersiapkan siswa,

    mengingat ledakan dalam informasi medis dan teknologi baru dan tuntutan yang

    berubah dengan cepat dari praktek masa depan. Medis fakultas di McMaster

    University di Kanada memperkenalkan proses tutorial, tidak hanya sebagai

    metode pembelajaran tertentu (Barrows & Tamblyn, 1980) tetapi juga sebagai

    pusat filsafat mereka untuk penataan kurikulum seluruh mempromosikan berpusat

    pada siswa, pendidikan multidisiplin, dan seumur hidup belajar di profesional

    praktek.

    PBL sebagai metode pembelajaran dimana siswa belajar melalui

    pemecahan masalah difasilitasi yang berpusat pada masalah kompleks yang tidak

    memiliki jawaban yang benar disampaikan oleh Hmelo-Silver (Savery, J. R.

    2006:12) bahwa PBL as an instructional method in which students learn through

    facilitated problem solving that centers on a complex problem that does not have

    a single correct answer, sedangkan menurut Duch, Groh, & Allen (Watson,G.

    2002: 1) menyampaikan PBL sebagai metode pembelajaran yang menantang

    siswa untuk "belajar untuk belajar," bekerja sama dalam kelompok untuk mencari

  • 29

    solusi untuk masalah seperti pernyataannya sebagai berikut: Problem-based

    learning(PBL) is an instructional method that challenges studentsto "learn to

    learn," working cooperatively in groups to seek solutions to problems.

    definisi PBL sebagai metode pembelajaran dimana siswa pertama menghadapi

    masalah, diikuti dengan proses penyelidikan yang berpusat pada siswa

    disampaikan tokoh - tokoh PBL diantaranya Neufeld & Barrows, Schmidt, Boud

    & Feletti, Barrows (Mennin, S. et al. 2003: 99) yang menyampaikan bahwa:

    Problem-Based Learning (PBL) is a method of learning in which students first

    encounter a problem, followed by a student-centered inquiry process

    Dalam metode pembelajaran PBL memberikan keterampilan khusus, dan

    merupakan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Dalam pandangannya tentang

    metode PBL Taplin (Baturay.M.H, Bay.O.F, 2009: 44) mengemukakan sebagai

    berikut:

    Problem-based learning is an innovative learning method underpinned by

    social learning theory and the constructivist approach. There are many

    reasons why PBL is applied successfully as a learning method. The most

    pressing reason is that todays employers mostly proffer opportunities to graduates who are equipped with the necessary workplace-specific skills.

    Diterjemahkan menjadi Pembelajaran berbasis masalah merupakan metode

    pembelajaran yang inovatif didukung oleh teori pembelajaran sosial dan

    pendekatan konstruktivis. Ada banyak alasan mengapa PBL diterapkan dengan

    sukses sebagai metode pembelajaran. Alasan yang paling mendesak adalah bahwa

    tuntutan dunia kerja saat ini sebagian besar mengajukan kesempatan untuk lulusan

    yang dilengkapi dengan tempat kerja khusus keterampilan yang diperlukan.

    Kingsland (Baturay.M.H, Bay.O.F, 2009: 44) menyampaikan bahwa dalam

  • 30

    lingkungan PBL, siswa merasa perlu untuk belajar pengetahuan baru sebelum

    mereka dapat memecahkan masalah, karena itu, keterampilan tingkat tinggi

    pemikiran mereka direkam. Hal tersebut disamapaikan sebagai berikut: In a PBL

    environment, students feel the need to learn new knowledge before they can solve

    a problem; therefore, their higher level thinking skills are tapped.

    Dalam pandangannya tentang metode PBL Brooke, S. L. (2006:1)

    menyampaikanbahwa: Problem-based learning (PBL) is an instructional method

    that challenges students to actively learn by working cooperatively in groups to

    seek solutions to real world problems. Pembelajaran berbasis masalah (PBL)

    merupakan metode pembelajaran yang menantang siswa untuk aktif belajar

    dengan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi untuk masalah

    dunia .PBL is a learner-centered instructional method that enhances students

    ability to analyze, synthesize, and evaluate problems.Ramsay, J. dan Sorrell, E.

    (2006:2). PBL adalah pembelajar berpusat pada metode pengajaran yang

    meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis, mensintesis, dan

    mengevaluasi masalah.

    Ramsay, J. dan Sorrell, E. (2006) menyampaikan PBL sebagai metode

    instruksional dalam pembelajaran dalam pandangannya sebagai berikut:

    PBL is an instructional method that utilizes real problems as the primary

    pathway of learning. The problems used in PBL activities are complex and

    rooted in real-world situations. They are current and reflect a typical problem

    encountered in the work environment specific to a particular discipline.

    Diterjemahkan menjadi PBL merupakan metode instruksional yang

    memanfaatkan masalah nyata sebagai jalur utama belajar. Masalah yang

    digunakan dalam PBL kegiatan yang kompleks dan berakar pada situasi dunia

  • 31

    nyata. Mereka saat ini dan mencerminkan masalah khas yang dihadapi di

    lingkungan kerja yang spesifik untuk disiplin tertentu. Dalam metode PBL guru

    menghadirkan masalah secara nyata dikelas pembelajaran sehingga dengan situasi

    yang nyata siswa mempunyai keterampilan khusus dalam menyelesaikan masalah

    pembelajaran.

    As a teaching methodology, PBL addresses a primary goal of education; that is to develop students who are effective problem solvers. The PBL curriculum delivery model recognizes the need to develop students to be effective problem solver and assist with the acquiring the skills and knowledge associated with a particular profession. Ideally, the PBL process culminates with students possessing skills and abilities that adequately prepare them for professional occupations where critical thinking, individual and group work is expected and complex problem solving skills are essential for success. Ramsay, J. and Sorrell, E. (2006:2)

    Diterjemahkan menjadi sebagai metodologi pengajaran, PBL adalah tujuan utama

    pendidikan, yaitu untuk mengembangkan siswa yang pemecah masalah yang

    efektif. Model kurikulum PBL mengantarkan menuju kebutuhan untuk

    mengembangkan siswa menjadi pemecah masalah yang efektif dan membantu

    memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang terkait dengan suatu profesi

    tertentu. Idealnya, proses PBL berpuncak dengan siswa yang memiliki

    keterampilan dan kemampuan yang memadai mempersiapkan mereka untuk

    pekerjaan profesional di mana berpikir kritis, individu dan kelompok kerja yang

    diharapkan dan masalah yang kompleks keterampilan pemecahan penting untuk

    keberhasilan. Dengan pemecahan masalah yang kompleks secara efektif dan

    berpusat pada siswa,maka akan terjadi keterampilan berpikir kritis yang akan

    menghasilkan suatu keahlian dan profesi.

    Walaupun telah lama berkembang dari tahun 1970 metode PBL masih

    relatif baru dan berkembang. Perguruan tinggi sebagai lembaga yang melakukan

  • 32

    kajian dan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran terus mengembangkan

    PBL sebagai suatu metode pembelajaran aktif, mandiri, konstruktivistik, dan

    berpusat pada siswa.

    The Problem Based Learning is relatively a new method of teaching in

    medical schools. It is one of the small group teaching method which helps

    student to be a critical thinker and a problem solver. It also helps students to

    be a self directed learner there by a life long learner. A. Hafiza (2010:3)

    Diterjemahkan menjadi PBL adalah metode mengajar yang relatif baru di sekolah

    kesehatan. Ini adalah satu dari metode small group teaching dimana membantu

    siswa menjadi pemikir kritis dan pemecah masalah. Ini juga membantu siswa

    menjadi pembelajar langsung dengan pembelajar selamanya.

    PBL sebagai metode mengajar dikembangkan oleh direktorat jenderal

    pendidikan tinggi (2008:26) dalam buku panduan pengembangan kurikulum

    berbasis kompetensi pendidikan tinggi menyampaikan bahwa:

    Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya adalah: (1)

    Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4)

    Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative

    Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction

    (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning

    and Inquiry (PBL).(2008:26).

    ...PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus

    melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan

    masalah tersebut. (2008:30).

    Priyatmojo, A. et al. (2010:49) dalam Buku Putih Panduan Pelaksanaan Student

    Centered Learning (SCL) and Student Teacher Aesthetic Role-Sharing (STAR)

    Universitas Gajah Mada (UGM) menyampaikan bahwa:

    Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu metoda pembelajaran di mana

    peserta didik sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh

    proses pencarian informasi yang bersifat student-centered. Baik content

    maupun proses pembelajaran sangat ditekankan dalam PBL.

  • 33

    PBL juga diadopsi sebagai metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan

    mendorong pembelajaran mandiri secara aktif oleh Program Studi Ilmu Gizi

    Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (2011:4) yang menyampaikan bahwa

    Metode pembelajaran PBL adalah metode yang terpusat pada mahasiswa

    (student-centered), dimana mahasiwa tidak lagi tergantung kepada pengajar dalam

    mendapatkan ilmu pengetahuan

    Santyasa (2008) memandang PBM sebagai suatu pendekatanpembelajaran.

    Sedangkan PBM sebagai suatu strategi pembelajaran adalah suatu teknik di mana

    masalah secara sengaja digunakanuntuk membantu siswa untuk memahami dan

    mendapatkan makna dari subjek yang mereka sedang pelajari. Seorang guru harus

    mengetahui kemampuan dasar siswa dalam berpikir melalui eksplorasi dan

    pemecahan masalah bagi siswa, sehingga mampu memberikan tantangan secara

    terstruktur dalam mencapai pengetahuan dan kemampuan berfkir tingkat yang

    lebih tinggi melalui strategi dan teknik pembelajaran yang mampu dipersiapkan

    dengan baik.

    Eksplorasi pengetahuan utama, rumusan pertanyaan berasal dari

    danditetapkan oleh peserta didik sesuai apa yang perlu diketahui, dan

    pembangunan aktif makna melalui dialog dan refleksi mempromosikan retensi

    jangka panjang diperoleh informasi yang baru. Hal tersebut disampaikan oleh

    Schmidt, Norman & Schmidt, Regehr & Norman (Mennin, S. et al. 2003:102),

    bahwa:

    The exploration of prior knowledge, the formulation of inquiries derived from

    and defined by the learners need to know, and the active construction of meaning through dialogue and reflection promote long-term retention of newly

    acquired information.

  • 34

    Menurut Depdiknas (2002:6) pembelajaran berbasis masalah dapat

    digolongkan sebagi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

    (contesktualteaching and learning) , yang merupakan konsep pembelajaran yang

    membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

    nyata siswa dan mendorong siswa mebuat hubungan antara pengetahuan yang

    dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

    Metode Problem Based Learning (PBL) kemudian menjadi acuan dalam

    pengembangan pendidikan dan pelatihan guru, Moerdiyanto (2008: 18)

    menyampaikan bahwa

    Metode pembelajaran yang sesuai dengan prinsip CTL adalah Metode APBL

    (Authentic Problem Based Learning), Yaitu metode pembelajaran yang

    melibatkan peran aktif siswa (dibagi dalam beberapa kelompok kecil) untuk

    memecahkan masalah-masalah aktual di dunia usaha (authentic problem) yang

    telah disiapkan secara saksama oleh tutor (guru) dan memberikan kesempatan

    siswa menemukan sendiri jawaban dari masalah dan mempresentasikannya di

    kelas sehingga siswa menemukan konsep dari pengalaman belajarnya.

    PBL adalah metode pembelajaran dari model CTL. Dalam diklat peningkatan

    kompetensi pengawas dalam rangka penjaminan mutu pendidikan (2010:4)

    tentang Pembelajaran Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif dan Menyenangkan

    (PAIKEM) bahwa:

    CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:

    konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan

    (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling),

    dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). (2010:4)

    ...Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang

    penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan,

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan

    membuka dialog. (2010:8)

  • 35

    Pilar Model pembelajaran CTL sesuai dengan metode PBL.

    Konstruktivisme sesuai dengan teori yang mendukung PBL yang membangun

    pengetahuan secara mandiri dan aktif (Constructivism), penyajian permasalahan

    dan pertanyaan pertanyaan (Questioning), siswa menemukan jawaban alternatif

    dari permasalahan yang diajukan dalam PBL (Inquiry), terbentuknya masyarakat

    belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), dan penilaian sebenarnya

    dari suatu karya melalui presentasi dan unjuk kerja (Authentic Assessment).

    Berdasarkan kajian di atas Problem Based Learning (PBL) didefinisikan

    sebagai metode pembelajaran yang menjadikan permasalahan yang berkaitan

    dengan topik-topik dalam kurikulum sebagai titik tolak dalam proses

    pembelajaran mandiri dan kolaboratif . Tahapan dalam PBL terdiri dari langkah -

    langkah sebagai berikut: (a) mengorientasikan siswa pada masalah; (b)

    mengorganisasikan siswa untuk belajar; (c) membimbing pemeriksaan individual

    atau kelompok;(d) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (e) menganalisis

    dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

    2.1.2.1. Karakteristik Metode PBL

    Pembelajaran dengan metode PBL mempunyai karateristik yang berbeda

    dengan pembelajaran pada umumnya. Adapun karateristik utama yang ada pada

    pembelajaran berbasis masalah sebagaimana dikemukakan oleh Barrows, H. S dan

    Kelson, M. A. sebagai berikut:

    PBL is not discovery learning. Students are encouraged to identify and

    critically evaluate existing knowledge and skill resources and then to make the

    best possible use of them. Resources include not just print materials but

    computer, media and human resources as well. Because this PBL method keeps

  • 36

    the role of facilitator separate from the role of content expert, teachers serve as

    content experts only to the extent of their expertise and only when approached

    by students.

    Dijelaskan bahwa PBL bukan belajar penemuan. Siswa didorong untuk

    mengidentifikasi dan mengevaluasi secara kritis pengetahuan yang ada dan

    sumber daya ketrampilan dan kemudian membuat penggunaan terbaik dari

    mereka. Termasuk sumberdaya tidak hanya materi cetak tetapi komputer, media

    dan sumber daya manusia juga. Karena metode PBL membuat peran fasilitator

    terpisah dari peran ahli konten, guru melayani sebagai ahli konten hanya sebatas

    keahlian mereka dan hanya ketika didekati oleh siswa. Hal tersebut menandakan

    PBL memberikan posisi guru yang sangat penting sebagai fasilitator, berbeda

    hanya dengan sekedar menyampaikan isi materi. Siswa dengan

    mengoptimalkankan keterampilan dan sumber daya terbaik akan tereksplorasi

    dalam pembelajaran melalui berpikir kritis. Seluruh sumberdaya akan dikerahkan

    untuk mendukung pencapaian hasil pembelajaran tersebut.

    Karakteristik metode PBL menurut Albanese, M. A., & Mitchell, S.

    (Almasoudi, B.M. 2012:2) adalahan instructional method characterized by the

    use of patient problems as a context for students to learn problem-solving skills

    and acquire knowledge about the basic and clinical sciences bahwa metode

    pembelajaran ditandai dengan penggunaan masalah pasien sebagai konteks bagi

    siswa untuk belajar kemampuan memecahkan masalah dan memperoleh

    pengetahuan tentang ilmu-ilmu dasar dan klinis". Sedangkan Ellis, Carswell dan

    Bernet (Wu, Y. (2006:63) membagi metode PBL dalam tiga kategori:

    The simplest form is the problem-based approach, in which the material is

    presented in normal lectures, but problems are used to motivate students and

  • 37

    demonstrate the theory. The second form is a hybrid model or guided PBL. In

    this case, problems are solved in groups, but also lectures are used to present

    the fundamental concepts and some of the more difficult topics. The third one is

    a full PBL, where the problems guide and drive the entire learning experience;

    in this form there are no lectures from the expert and groups or individuals work independently of one another.

    Diterjemahkan menjadi metode PBL dibagi dalam tiga kategori. Bentuk paling

    sederhana adalah pendekatan berbasis masalah, di mana materi disajikan dalam

    kuliah normal, tapi masalah digunakan untuk memotivasi siswa dan menunjukkan

    teori. Bentuk kedua adalah model hibridaatau dipandu PBL.Dalam hal ini,

    masalah ini diselesaikan dalam kelompok, tetapi juga kuliah adalahdigunakan

    untuk menyajikan konsep dasar dan beberapa topik yang lebih sulit. Yang ketiga

    adalah PBL penuh, di mana masalah membimbing dan mendorong pembelajaran

    seluruh pengalaman; dalam bentuk ini tidak ada kuliah dari 'ahli' dan kelompok

    atau individu bekerja secara independen satu sama lain.

    Perbedaan antara metode PBL yang menekankan pada masalah kehidupan

    nyata sedangkan pembelajaran tradisional disampaikan dengan metode kuliah

    disampaikan oleh Beachey (Almasoudi, B.M. 2012:3) dalam pandangannya

    bahwa: Traditional classroom curricula emphasize the presentation of content

    informationthrough a lecture format whereas the PBL method relies on the

    introduction of real-life problems as a means to facilitate self-directed learning

    Yang artinya kurikulum kelas tradisional menekankan penyajian informasi isi

    melalui format kuliah sedangkan metode PBL bergantung pada pengenalan

    masalah kehidupan nyata sebagai sarana untuk memfasilitasi belajar mandiri

    Krajcik, Blumenfeld, Mark dan Soloway, 1994; Slavi, Madden, Dolan dan

    Wasik, 1992 (Ibrahim dan Nur, 2000:5) meliputi pengajuan pertanyaan terhadap

  • 38

    situasi atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan

    autentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya kemudian

    memamerkannya. Selanjutnya (Ibrahim dan Nur, 2000:5) menguraikan

    masingmasing karakteristik itu sebagi berikut :

    a. Pengajuan pertanyaan terhadap situasi atau masalah merupakan hal penting

    baik secara sosial maupun secara pribadi untuk siswa, karena masalah yang

    diajukan merupakan situasi dunia nyata yang memungkinkan adanya berbagai

    macam solusi.

    b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin artinya masalah yang disajikan

    benarbenar nyata, agar dalam pemecahannya dapat ditinjau dari berbagai sudut

    pandang.

    c. Penyelidikan autentik artinya siswa harus menganalisis dan mendefinisikan

    masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan

    dan menganalisis informasi, membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.

    d. Menghasilkan produk dan karya kemudian memamerkannya. Produk tersebut

    dapat berupa laporan atau model fisik tentang apa yang telah mereka pelajari

    kemudian mendemonstrasikan pada teman-temannya.

    e. Kerjasama artinya pada saat proses belajar-mengajar siswa bekerja sama secara

    f. berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberi peluang pada

    siswa untuk berbagi ide dan berdialog, mengembangkan keteramapilan sosial

    dan keterampilan berpikir.

  • 39

    2.1.2.2 Tujuan, Tahapan, Keunggulan dan kelemahan Pembelajaran

    Berbasis Masalah

    Tujuan pembelajaran berbasis masalah menurut Ibrahim dan Nur (2000:7)

    tidak dirancang untuk membantu memberikan informasi sebanyak - banyaknya

    kepada siswa. Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran dengan

    pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah untuk :

    a. Membantu siswa mengembangkan kemampuan atau keterampilan berpikir,

    keterampilan dalam pemecahan masalah dan keterampilan intelektual

    b. Membantu para siswa belajar berbagai peran orang dewasa (learning to be)

    dengan keterlibatannya dalam pengalaman nyata atau simulasi.

    c. Menjadikan para siswa sebagai pebelajar yang otonom dan mandiri.

    Siswa membangun pengetahuan secara mandiri dengan keterlibatan yang nyata

    pada pembelajaran melalui simulasi masalah dan pemecahannya, sehingga

    kedewasaan berpikir menjadi tumpuan dalam PBL untuk bisa melahirkan berpikir

    secara kritis dan intelektual. Kemampuan yang terasah dalam berbagai kasus

    masalah serta solusi menjadi pengetahuan dan keterampilan permanen dalam

    kehidupan nyata siswa. Priyatmojo, A. et al. (2010:50) menyampaikan bahwa

    PBL mengembangkan berbagai aspek kemampuan dalam proses pembelajaran,

    mencakup:

    a. knowledge materi dasar dan komunitas selalu dalam konteks, b. skills hard-soft-life skills - berpikir secara ilmiah, c. critical appraisal, trampil dalam

    mencariinformasi, trampil dalam belajar secara aktif & mandiri, dan belajar

    sepanjang hayat, d. attitudes nilai kerjasama, etika, ketrampilan antarpersonal, menghargai nilai psikososial.

  • 40

    Tujuan metode PBL menurut Ramsay, J. and Sorrell, E. (2006:3) sebagai

    pembelajaran berpusat pada siswa dalam pandangannya sebagai berikut:

    As a teaching methodology, PBL espouses learner-centered education as its

    primary goal. Further, PBL aims to develop students who are effective problem

    solvers and critical thinkers. A PBL-centered curriculum delivery model

    recognizes this aim and assists students in acquiring the skills and knowledge

    associated with a particular profession. In addition, PBL provides students with

    opportunities to solve problems by exposing them to ill-structured situations

    encountered by practicing professionals. This process produces students who

    can define problems, work out alternative hypotheses and develop reasonable

    solutions to the issues at hand.

    Diterjemahkan menjadi sebagai metodologi pengajaran, PBL mengemban belajar

    berpusat sebagai tujuan utama pendidikan. Selanjutnya, PBL bertujuan untuk

    mengembangkan siswa yang pemecah masalah yang efektif dan pemikir kritis.

    Pusat kurikulum PBL mengirim model yang mengakui dan bertujuan

    membantu siswa dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang terkait

    dengan suatu profesi tertentu. Selain itu, PBL memberi kesempatan pada siswa

    untuk memecahkan masalah dengan mengekspos mereka untuk struktur situasi

    yang dihadapi oleh praktisi profesional. Proses ini menghasilkan mahasiswa yang

    dapat menentukan masalah, bekerja di luar hipotesis alternatif dan

    mengembangkan wajar solusi untuk masalah di tangan.

    Secara umum langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut

    Ibrahim dan Nur (2000:13) terdiri dari lima tahapan utama. Tahapan tersebut

    adalah dalam bentuk indicator pembelajaran siswa dan perilaku guru. Dalam

    pembelajaran dimulai dari guru yang memperkenalkan pada siswa tentang situasi

    masalah yang dieksplorasi bersama dalam pembelajaran, mengorganisasi siswa

    untuk belajar, melakukan bimbingan investaigasi individual maupun kelompok,

  • 41

    pengembangan dan penyajian hasil karya siswa dan pada tahapan terakhir adalah

    analisis hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Kelima tahapan

    pembelajaran berbasis masalah tersebut secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 2.3.

    berikut:

    Tabel 2.3. Tahap-tahap Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah

    Fase Indikator Perilaku Guru

    1

    Orientasi siswa pada

    masalah

    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

    menjelaskan logistik yang dibutuhkan,

    memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas

    penyelesaian masalah

    2

    Mengorganisasi siswa

    untuk belajar

    Guru membantu siswa mengidentifikasi dan

    mengorganisasikan tugas belajar yang

    berhubungan dengan masalah

    3

    Membimbing

    investigasi individual

    maupun kelompok

    Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

    informasi yang sesuai, melaksanakan observasi

    untuk menyelesaikan masalah

    4

    Mengembangkan dan

    menyajikan hasil

    karya

    Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

    menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan

    membantu mereka untuk berbagi tugas dengan

    temannya.

    5

    Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    penyelesaian masalah

    Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi

    atau evaluasi terhadap investigasi dan proses yang

    mereka lakukan

    Setiap metode pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan.

    Begitu pula dengan Pembelajaran berbasis masalah, menurut Killen (1998)

    menyampaikan keunggulan PBL diantaranya adalah:

    a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup baik untuk lebih memahami

    isi pelajaran.

    b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta

    memberikan kepuasan untuk menemukan pengertahuan baru.

    c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.

  • 42

    d) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana menstranfer

    pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

    e) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan

    pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka

    lakukan.

    f) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.

    g) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk

    berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan

    dengan pengetahuan baru.

    h) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk

    mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

    National Science Foundation (Watson,G.2002: 1) mengemukakan tentang

    kekuatan dari metode PBL dalam pembelajaran sebagai berikut:

    The group format of PBL teaches students the power of working

    cooperatively, which inturn builds valuable communication and interpersonal

    skills and fosters a sense of community in which diversity enhances the

    learning experience for all. PBL alsoaddresses the real concerns of industry

    and graduate schools-namely, that graduates will be prepared with problem-

    solving skills, that they will be able to communicate effectively across

    disciplines, and that they will be trained to work with others to solve problem.

    Diterjemahkan menjadi format kelompok PBL mengajarkan siswa kekuatan

    bekerja sama, yang padagilirannya membangun komunikasi yang berharga dan

    keterampilan interpersonal dan menumbuhkan rasa komunitas di mana keragaman

    meningkatkan pengalaman belajar bagi semua. PBL jugamembahas keprihatinan

    nyata dari industri dan lulusan sekolah-yaitu bahwa lulusanakan siap dengan

    pemecahan masalah keterampilan, bahwa mereka akan dapat berkomunikasi

  • 43

    secara efektif di seluruh disiplin ilmu, dan bahwa mereka akan dilatih untuk

    bekerja dengan orang lain untuk memecahkan masalah.

    Metode PBL juga mempunyai kelemahan sebagai model pembelajaran,

    diantaranya adalah sebagai berikut:

    a) Bila peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa

    masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa

    enggan untuk mencoba.

    b) Keberhasilan pendekatan pembelajaran melalui pemecahan masalah

    membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

    c) Tanpa pemahaman mereka untuk berusaha memecahkan masalah yang sedang

    dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka pelajari.

    2.1.3 Teori yang Mendasari Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

    2.1.3.1. Teori belajar Konstruktivisme

    Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan

    sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru

    dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan aturan itu tidak berlaku dan

    tidak lagi sesuai. Siswa harus mampu memecahkan masalah, mengemukakan ide

    ide, serta mencari kebenaran. Membangun sendiri pengetahuannya tanpa harus

    bergantung pada guru adalah salahsatu penekanan pembelajaran konstruktivisme.

    Dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai fasilitator yang mengatur

    memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar. Dengan ide dan karyanya,

    siswa membangun jalan pengetahuan sendiri secara strategi maupun pencapaian

  • 44

    sehingga nilai internalisasi pembelajaran dapat tercapai. Dengan pembelajaran ini

    guru telah menjadikan siswa insan pembelajar sejati terhadap masalah dan

    pemecahannya untuk mampu dipergunakan dalam menghadapi hidup.

    Schmidt, Savery dan Duffy, Hendry dan Murphy (Rusman , 2011: 231)

    menyampaikan dari segi pedagogis, metode Problem Based Learning (PBL)

    didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri:

    a. Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan

    lingkungan belajar, b. Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah

    menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar. c. Pengetahuan

    terjadi melalui proses kolaborasi negoisasi sosial dan evaluasi terhadap

    keberadaan sebuah sudut pandang.

    Menurut Arends, 1997 (Trianto, 2011:66): it is strange that the expect

    student to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve

    problems yet seldom teach then about problem solving. Yang berarti dalam

    mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan

    pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk

    menyelesaikan masalah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya

    menyelesaikan masalah. Kebiasaan guru mengajar dikelas dengan teacher center

    jarang mengajarkan siswa menjadi pembelajar mandiri yang secara aktif

    membangun pengetahuannya. Dengan pembelajaran konstruktivisme dari guru,

    siswa akan kteatif, aktif dalam membangun pengetahuan sebagai solusi atas

    permasalahan yang akan dihadapi dalam kehidupannya. Guru juga harus

    mengajarkan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah melalui solusi yang tepat,

    selama proses pembelajaran berlangsung peran fasilitator sangat dibutuhkan

    dalam mencapai tujuan pembelajaran.

  • 45

    Dalam mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tyler (Jauhar,

    2011:43) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan

    pembelajaran sebagai berikut:

    1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya

    dengan bahasa sendiri, 2 memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir

    tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, 3.

    Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, 4. Memberi

    pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki oleh siswa,

    5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, 6.

    Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif

    Pembelajaran konstruktivisme sangat menekankan adanya gagasan dan ide dari

    siswa secara original dengan kreatif dan imajinatif untuk membentuk suatu

    pengalaman. Siswa diberikan kesempatan untuk mencoba hal baru dari

    gagasannya untuk memberi pengalaman. Dengan pembelajaran konstruktivisme,

    akan menciptakan masyarakat pembelajar yang kondusif.

    Berdasarkan kajian di atas sangat jelas Problem Based Learning (PBL)

    adalah metode belajar yang berdasar pada teori pembelajaran konstruktivisme.

    Dimana siswa dihadapkan pada masalah nyata, membangun pengetahuan,

    melakukan eksplorasi dan praktikum, membentuk pengetahuan baru, serta

    terjadinya kemandirian.

    2.1.3.2. Teori Pengajaran John Dewey

    Menurut pengajaran John Dewey (Trianto, 2011:17) metode reflektif

    didalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati hati, yang

    dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan kesimpulan yang definitif melalui

    lima langkah sebagai berikut:

  • 46

    1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari diri siswa itu sendiri. 2.

    Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya den

    menentukan masalah yang dihadapinya. 3. Lalu dia menghubungkan uraian uraian hasil analisanya iti satu sama lain, dan mengumpulkan berbagai

    kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia

    dipimpin oleh pengalamannya sendiri. 4. Kemudian ia menimbang

    kemingkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing masing. 5. Selanjutnya ia mencoba mempraktekkan salahsatu kemungkinan pemecahan

    yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang

    tepat , maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan

    pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah itulah yang benar, yaitu

    yang berguna untuk hidup.

    Berdasarkan prinsip pengajaran Dewey pemecahan masalah adalah

    salahsatu titik utama dalam mencari ilmu pengetahuan dan kebenaran hidup.

    Manfaat pengetahuan tersebut tercermin dari kemampuan yang dapat

    memecahkan suatu masalah dengan pilihan terbaik. Pengalaman siswa dalam

    pembelajaran akan terbentuk dengan adanya balternatif pilihan dan resiko yang

    diambil dari suatu keputusan. Siswa akan menjadi seorang pemikir kritis dan

    mencari kebenaran dengan menjadi pengambil resiko terbaik atas suatu keputusan

    yang diambil dalam menyelesaikan suatu masalah hidup.

    Hasil dari pembelajaran pada hakekatnya adalah bekal hidup peserta didik

    untuk dabat bekerja dimasyarakat dengan baik. Bertindak bijaksana dan benar

    akan menjadi suatu pilihan utama dengan semakin bertambahnya ilmu dan

    pengetahuan yang terbentuk dari pengalaman atas permasalahan yang mampu

    dipecahkan, serta luasnya pandangan peserta didik akan suatu masalah yang

    dihadapi. Pengalaman yang baik akan menjadi pedoman langkah bertindak dalam

    hidup serta bercermin dari suatu kegagalan adalah pengajaran Dewey yang sangat

    berharga.

  • 47

    2.1.4 Hypermedia sebagai Media Pembelajaran

    2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran

    Media berasal dari kata Latin medium yang berarti diantara, suatu istilah

    yang menunjukkan segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan

    penerima. Muhammad Jauhar (2011:95). Media pembelajaran meliputi segala

    sesuatu yang dapat membawa pesan dan informasi yang disampaikan pengajar

    sebagai komunikasi kepada siswa dalam menyampaikan materi pembelajaran,

    sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi, daya pikir dan pemahaman

    peserta didik terhadap materi pembelajaran yang disampaikan.

    Manusia mempunyai potensi yang sangat besar dalam mengembangkan

    pengetahuannya dengan memanfaatkan semua organ pemikirannya. Otak,

    perasaan, dan hati menjadi perhatian yang sangat besar dalam pembelajaran

    karena akan menimbulkan pengetahuan, motivasi, minat belajar, keahlian, bahkan

    cita - cita bagi siswa. DePorter (Munir dan Halimah Badioze Zaman, 1999:1)

    dalam teorinya "Quantum learning" menyatakan bahwa :

    manusia memiliki potensi untuk berkembang (potential for growth) hampir

    tidak terbatas. Namun kita hanya memanfaatkan sebahagian kecil saja

    kemampuan tersebut "we live only a small part of the life we are given given" lni disebabkan kerana kita tidak mempunyai kaedah dan media yang

    tepat untuk mengembangkan kemampuan tersebut.

    Pembelajaran dengan menggunakan media mengundang perhatian siswa

    dalam belajar. Hal tersebut mampu mengambil perhatian siswa sehingga siswa

    akan aktif. Eric Jensen (2011:75) menyampaikan pendapatnya sebagai berikut:

    Dapatkan perhatian otak dengan pergerakan, kontras, dan perubahan warna.

    Sistem visual kita diciptakan untuk menaruh perhatian pada unsur unsur

  • 48

    tersebut, karena mereka memiliki potensi memberi sinyal bahaya Dengan

    warna, animasi, audio-visual yang mampu kita tampilkan melalui media

    pembelajaran, akan lebih menarik siswa mempelajari materi yang kita sampaikan

    dikelas.

    Martin dan Briggs (Mohammad Jauhar, 2011:95) menyatakan bahwa:

    media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk

    melakukan komunikasi dengan siswa, dapay berupa perangkat keras, seperti

    komputer, televisi, proyektor, dan perangkat lunak yang digunakan dalam

    perangkat perangkat keras tersebut.

    berdasarkan kajian media di atas, guru atau pengajar termasuk sebagai media

    pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional kehadiran guru dikelas berbekal

    dengan sebuah buku pegangan sebagai materi pokok menjadi acuan dalam

    mengajar. Hal tersebut membuat siswa kurang memperhatikan, aktif, dan tertarik

    untuk mengetahui, mengembangkan pembelajaran. Banyak permasalahan yang

    harus dihadapi siswa dalam menghadapi masa depannya, sehingga seorang guru

    harus memberi tantangan kepada siswa agar mengembangkan kemampuannya

    menghadapi dan memecahkan masalah. Seorang Ilmuwan penulis yang terkenal

    H.G. Wells (Eric Jensen: XV) menyampaikan bahwa: Peradaban adalah

    perlombaan antara pendidikan dan bencana. Hal tersebut menjadi tantangan

    manusia dalam Brain Based Learning. Sebagai seorang guru kita harus

    mempersiapkan siswa kita melalui pendidikan yang tepat untuk bekal mereka siap

    menghadapi tantangan sesuai jamannya.

    2.1.4.2 Manfaat Media Pembelajaran

    Dalam pembelajaran guru menyampaikan materi pembelajaran kepada

  • 49

    siswa secara aktif, inspiratif, kooperatif, efektif dan menyenangkan. Dengan

    menggunakan media pembelajaran seorang guru dapat terbantu menyampaikan

    materi kepada siswa dalam jumlah yang besar, audio-visual mampu menjangkau

    keseluruh kelas dengan baik, dan mampu menyampaikan kembali materi kepada

    kelas yang lain tanpa mengulang kata kata yang sama. Hal tersebut akan

    menghemat energi pembelajaran dan memperbanyak aktifitas guru untuk lebih

    memperdalam materi pembelajaran sampai tahap pemecahan masalah, mencari

    solusi dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

    Media pembelajaran untuk menghindari atau memperkecil gangguan

    komunikasi penyampaian pesan dalam pembelajaran disampaikan Mohammad

    Jauhar (2011:99) bahwa fungsi media pembelajaran adalah sebagai berikut:

    1. menghindari terjadinya verbalisme, 2. membangkitkan minat/ motivasi, 3.

    menarik perhatian siswa, 4. mengatasi keterbatasan: ruang, waktu dan ukuran,

    5. mengaktifkan siswa dalam belajar, 6. mengefektifkan pemberian

    rangsangan belajar.

    Kelebihan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan

    Komunikasi (TIK) diantaranya dapat memberikan pemahaman siswa tentang

    materi pembelajaran secara mendalam, mempermudah materi pembelajaran

    untuk dipahami dan diingat siswa, merangsang kemampuan siswa dalam

    belajar dan mengembangkan rasa ingin tahu, memberikan keleluasaan

    pembelajaran tanpa batasan ruang, waktu dan kejadian, bahkan mampu

    melakukan manipulasi terhadap kondisi pembelajaran melalui pembrian

    stimulus gerak, pencahayaan, audio visual. Harapan lain dari penggunaan

    media adalah menghemat wakt dan biaya dalam pencapaian tujuan

    pembelajaran.

  • 50

    2.1.4.3 Jenis Media Pembelajaran

    Guru memilihan media pembelajaran sesuai dengan materi yang akan

    disampaikan dan terjangkau untuk dilaksanakan. Perencanaan dan

    persiapantersebut berkaitan dengan bahan, waktu,tenaga, pikiran (ide), biaya,

    pemikiran, siswa sebagai penerima pesan dan sebagainya. Dalam pembelajaran

    sederhana, guru dapat memanfaatkan minimal media pembelajaran yang terdapat

    pada kelas seperti papan dan alat tulis, buku dan guru. Media pembelajaran yang

    lebih modern dapat dipilih oleh guru dalam pembelajaran diantaranya adalah

    komputer dan internet.

    Penggabungan beberapa media dengan mengambil segi kelebihan dari

    beberapa sisinya menjadi pilihan guru dalam pembelajaran berbasis multi media

    menyesuaikan dengan dan karakteristik siswa belajar dari segi kogninif, afektif, dan

    psikomotor.Anderson (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010: 90) pakar

    multimedia asal Swedia menggolongkan menjadi 10 media:

    1. Audio: Kaset audio, siaran radio, CD, telepon, 2. Cetak: buku pelajaran,

    modul, brosur, leaflet, gambar, 3. Audio-cetak: kaset audio yang dilengkapi

    bahan tertulis, 4. Proyeksi visual diam: Overhead transparansi (OHT), film

    bingkai (slide), 5. Proyeksi audio visual diam: film bingkai slide bersuara, 6.

    Visual gerak: film bisu, 7. Audio visual gerak: film gerak bersuara, VCD,

    Televisi, 8. Obyek wisata: Benda nyata, model, specimen, 9. Manusia dan

    lingkungan: guru, pustakawan, laboran, 10. Komputer: CAI

    2.1.4.4 Multimedia

    Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat

    pesat berpengaruh terhadap perkembangan media pembelajaran dengan

    dikembangkannya media pembelajaran yang berbasis komputer (computer based

  • 51

    media). Komputer mampu menghadirkan pembelajaran secara audio-visual materi

    pembelajaran guru dikelas bahkan mampu menhadirkan sumber tanpa batasan

    tempat dan waktu. Media komputer merupakan media yang atraktif dan interaktif

    mendorong pembelajaran kearah pengalaman nyata bagi siswa.

    Sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang

    mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara,

    grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif.

    Dalam kajiannya definisi multi media menurut Zeenbry (Niken Ariani dan Dany

    Haryanto, 2010: 11) adalah: multimedia merupakan kombinasi dari data teks,

    audio, gambar animasi, video dan interaks. Berdasarkan pendapat para ahli

    tentang multimedia disimpulkan oleh Wahono (Niken Ariani dan Dany Haryanto,

    2010: 11) dalam pendapatnya sebagai berikut:

    multimedia merupakan perpaduan antara berbagai media (format file) yang berupa teks, gambar (vektor atau bitmap), grafik, sound, animasi, video,

    interaksi, dan lain lain yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi),

    digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik. Pemanfaatan

    multimedia sangatlah banyak diantaranya untuk: media pembelajaran, game,

    film, dunia medis, militer, bisnis, desain, arsitektur, olahraga, hobi, iklan atau

    promosi, dan lain lain

    Dalam pemanfaatan multimedia dapat memanfaatkan eLearning. Dengan

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini internet mampu

    meghadirkan informasi pada belahan dunia lain dalam sekejap, bahkan online.

    Informasi dan kasus pembelajaran dapat dimodifikasi oleh guru dan dihadirkan

    sebagai materi pembelajaran dikelas yang langsung diakses siswa. Sebagai media

    dengan pendekatan inovatif, interaktif, eLearning mampu memfasilitasi

    pembelajaran tanpa batasan waktu dan tempat sebagaimana disampaikan Khan

  • 52

    (Karampiperis. P, & Sampson. D ,2005: 128) sebagai berikut:

    eLearning can be viewed as an innovative approach for delivering well

    designed, learner-centered, interactive, and facilitated learning environment to

    anyone, anyplace, anytime by utilizing the attributes and resources of various

    digital technologies along with other forms of learning materials suited for

    open, flexible, and distributed learning environment.

    Sementara menurut Hofstetter (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010:

    11) menyampaikan definisi tentang multimedia adalah pemanfaatan komputer

    untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, video, dengan

    menggunakan alat yang memungkinkan pemakai berinteraksi, berkreasi, dan

    berkomunikasi. Pendapat yang sama tentang multimedia sebagai penggabungan

    dari berbagai media disampaikan Steven Hackbarth (Unik Ambarwati, 2010:4)

    tentang multimedia sebagai berikut:

    Multimedia is suggested as meaning the use of multiple media formats for the

    presentation of information, including texts, still or animated graphics, movie

    segments, video, and audio information. Computer-based interactive

    multimedia includes hypermedia and hypertext. Hypermedia is a computer-

    based system that allows interactive linking of multimedia format information

    including text, still or animated graphic, movie segments, video, and audio.

    Hypertext is a non-linier organized and accessed screens of text and static

    diagrams, pictures, and tables.

    Diterjemahkan menjadi format yang digunakan untuk mempresentasikan

    informasi, termasuk teks, grafik animasi, segmen film, video, dan informasi audio.

    Media berbasis interaktif komputer termasuk didalamnya adalah hypermedia dan

    hyperteks. Hypermedia adalah sistem interaktif berbasis komputer dengan

    sambungan informasi interaktif pada multimedia format termasuk teks, animasi

    grafik, segmen film, video, dan audio. Hiperteks adalah organisasi non linier dan

    akses layar teks dan diagran, gambar, dan tabel.

  • 53

    2.1.4.5. Hypermedia

    Hypermedia sebagai bagian dari pembelajaran berbasis komputer (computer

    based system) memanfaatkan hiperterteks dengan merangkum berbagai media

    dengan adanya penghubung (link) dari pengguna yang dihubungkan dengan nodes

    meliputi video, suara, musik, teks, animasi, film, image dan data. Hal tersebut

    disampaikan oleh Blanchard dan Rotenberg (Munir dan Halimah Badioze Zaman,

    1999:5) sebagai berikut:

    Hypermedia adalahgabungan pelbagai media yang dikawal oleh hiperteks.

    Hypermedia dapat merangkumi pelbagai media: video, suara, muzik, teks,

    animasi, film, grafik dan imej . Dalam hypermedia ada dua konsep dasar yang

    menjadi ciri khusus yaitu penghubung (link) dan yang dihubungkan (nodes).

    Nodes adalah bahagian-bahagian dari sumber maklumat yang ada dalam

    hypermedia yang meliputi ; video, suara, musik, teks, animasi, film, grafik ,

    imej dan data. Sedangkan link adalah penghubung atau yang membuat

    hubungan antara nodes dengan pengguna. Hiperteks dalam hypermedia

    berfungsi sebagai link. Jadi nodes tidak mempunyai arti apa-apa dalam

    hypermedia tanpa adanya peranan hyperteks sebagai link.

    Di kalangan para pengguna internet, istilah hypertext sudah lazim

    digunakan. Hypertext menyampaikan informasi dengan cara yang tidak berurutan.

    Melalui hypertext, pengguna bisa mencari informasi yang diperlukan sesuai tujuan

    dari pengguna. Peranan hypertext dalam perkembangan teknologi informasi

    sangat besar karena konsep hypertext memberikan kemudahan kepada

    pembangunan sumber informasi dalam menciptakan struktur informasi secara acak

    (non sequentially). Fakta penting yang tersirat dalam sejumlah dokumen panjang

    yang disusun secara beraturan (sequentially) memberikan kesukaran kepada

    pengguna dalam pencarian informasi sehingga dapat menimbulkan rasa jenuh

    dan sulit untuk melacak informasi secara mudah dan cepat.

    Lancien (Niken Arianidan Dany Haryanto, 2010: 152) menyampaikan

  • 54

    bahwa Hiperteks merujuk pada kaidah pengaturan dan pemaparan teks secara

    nonsequental dan nonlinear, dan para pembaca dapat memilih teks dengan

    mengikuti cara yang paling nyaman bagi mereka. Dalam hal ini, pembaca

    menguasai hal dan aturan sesuatu yang dibacanya dengan pemikiran bahwa aturan

    yang ditentukan oleh pembaca adalah bersifat lebih personal dan bermakna

    daripada aturan yang ditentukan oleh penulis.

    Salahsatu ciri hypermedia adalah News On Demand (nod) yang akan

    dibaca oleh seseorang sesuai dengan apa yang diminatinya. Penstrukturan suatu

    hiperteks (atau hubungan antara nod-nod) dikenal sebagai links atau rangkaian

    yang menghubungkan nod-nod tersebut. Links biasanya mengandung perkataan

    yang ditonjolkan atau highlighted dan pembaca akan mengkliknya apabila ia ingin

    tahu lebih lanjut tentang isi teks tersebut. Dalam hypermedia, nod-nod

    mengandung berbagai bentuk media. Satu nod mungkin mengandung teks, tetapi

    bisa juga terdapat gambar grafik, suara, animasi, atau video klip. Niken Arianidan

    Dany Haryanto (2010: 152). Siswa akan mencari sumber pembelajaran sesuai

    masalah yang dihadapinya tanpa ada batasan ruang dan waktu melalui nod ini, hal

    tersebut menjadi media yang tepat untul pembelajaran metode PBL.

    Nod bermakna satu dokumen dalam pangkalan data hypertext.

    Nod merupakan unit-unit kecil pelajaran yang tersusun dalam bentuk teks,

    visualisasiatau video, grafik, dan audio (Microsoft Encarta Encyclopedia,

    2002). Nod sangat penting karena merupakan sumber informasi hypertext itu

    sendiri. Tanpa nod hypertext tidak memiliki informasi apa-apa, tidak memiliki

    makna apa-apa tanpa dihubungkan oleh link. Bisa dikatakan bahwa link adalah

  • 55

    nyawa dari hypertext karena link dapat bergerak kemana-mana sesuai dengan

    kehendak pengguna. Basis data merupakan satu penyatuan antara kumpulan data

    komputer, carapenyusunan dan penyimpanannya supaya dapat dicapai dengan

    cepat dan mudah.

    Hypermedia menjadi media pembelajaran yang sangat menarik karena

    memberikan ide, informasi dan materi pembelajaran sesuai tingkat berpikir siswa.

    Hypermedia adalah gabungan berbagai media yang dikawal oleh hiperteks.

    Hypermedia dapat terdiri dari video, suara, musik, teks, animasi, film, grafik dan

    imej menggunakan penghubung (link) dan yang dihubungkan (nodes) sebagai

    bagian informasi yang ada dalam hypermedia yang meliputi; video, suara, muzik,

    teks, animasi, film, grafik , imej dan data. Sedangkan link adalah penghubung atau

    yang membuat hubungan antara nodes dengan pengguna.

    Dengan hypermedia akan membantu guru dan siswa dalam pembelajaranyaitu

    menghindari terjadinya verbalisme, membangkitkan minat/ motivasi, menarik

    perhatian siswa, mengatasi keterbatasan: ruang, waktu dan ukuran, mengaktifkan

    siswa dalam belajar, mengefektifkan pemberian rangsangan belajar sehingga

    sangat cocok untuk menyampaikan materi pembelajaran demand, suply, and price

    equelibrium dengan metode PBL.

    2.2 Kerangka Pemikiran

    Belajar sebagai proses pendidikan dalam membentuk pengetahuan dan

    perubahan tingkah laku manusia sangat penting dalam memberikan bekal

    kemampuan berpikir yang akan digunakan untuk menghadapi kehidupan.

  • 56

    Pengembangan kemampuan pembelajaran secara utuh pada aspek pengetahuan

    (kognitif), pemahaman (afektif) dan keterampilan (psikomotor) dapat dilakukan

    dalam pembelajaran di sekolah.

    Pembelajaran di sekolah yang dikembangkan dalam konstruktivistik

    memberikan kesempatan siswa mencari makna pembelajaran serta manfaatnya,

    sehingga pembelajaran berlangsung secara aktif dan mandiri. Guru dalam

    pembelajaran tidak hanya sebagai rutinitas, tanpa mencoba memfasilitasi

    pembelajaran dengan berbagai jenis metode dan strategi pengajaran. Melalui

    pembelajaran mandiri dan berpikir kritis, siswa akan mengkonstruksi makna ilmu

    pengetahuan sehingga proses pembelajaran akan aktif, efektif, dan

    menyenangkan.

    Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah sering menjadi

    pelajaran yang membosankan, hafalan, kurang menantang, bahkan menjadi

    pilihan yang dinomor duakan. Hasil nyata dari pembelajaran IPS dapat dilihat dari

    nilai siswa yang diperoleh pada ulangan bulanan, ujian tengah semester, maupun

    ulangan kenaikan kelas yang tercermin pada laporan kemajuan hasil belajar siswa

    (raport). Pembelajaran IPS memberikan bekal penting bagi siswa dalam

    kehidupan sehari hari seharusnya mendorong siswa tertantang dan tertarik

    dalam mempelajarinya. IPS Ekonomi pada materi permintaan (demand),

    penawaran (suply), dan harga keseimbangan (price equelibrium) berisi simbol

    simbol, konsep, dan analisis matematis yang mendorong siswa berpikir fungsional

    sehingga membutuhkan kemampuan berpikir kritis.

  • 57

    Kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai kemampuan yang

    dikembangkan pada pembelajaran di sekolah menjadi sangat penting karena siswa

    dilatih dalam pemecahan masalah, mengembangkan ide secara orisinal dan

    menghadapi tantangan sesuai zamannya nanti. Pembiasaan berpikir kritis secara

    sistematis, logis, melatih imajinasi dan membentuk ide akan mengembangkan

    kemampuan dalam memecahkan masalah kehidupan dankeberhasilan kehidupan

    siswa. Berpikir kritis sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi akan mendorong

    siswa mengkaji sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk

    mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan sebagai proses pengambilan

    keputusan secara rasional atas apa yang diyakini dan dikerjakan secara nyata

    melalui aspek penafsiran, analisis, evaluasi, kesimpulan dan penjelasan.

    Guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam konstruktivisme mampu

    mempersiapkan pembelajaran dengan baik. Pemilihan strategi, model, metode,

    media, teknik dalam proses pembelajaran akan sangat mempengaruhi pencapaian

    hasil belajar. Salahsatu metode yang berkembang pesat dalam mengembangkan

    berpikir kritis adalah Problem Based Learning,dimana siswa dihadapkan pada

    masalah secara nyata melalui mengorientasikan siswa pada masalah,

    mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing pemeriksaan individual atau

    kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan

    mengevaluasi proses pemecahan masalah. Denganpembelajaran berbasis masalah

    yang diterapkan dalam pembelajaran akan meningkatkan kemampuan berpikir

    kritis.

  • 58

    Media pembelajaran sebagai pendukung penyampaian materi akan sangat

    mempengaruhi hasil belajar. Perkembangan dunia pendidikan melalui media

    pembelajaran elearning, mampu mensimulasikan secara langsung dan nyata

    kejadian, persoalan yang terjadi pada belahan dunia lain dalam waktu yang sama.

    Internet menjadi suatu kebutuhan bagi pembelajaran dan pengembangan

    pengetahuan siswa karena masa depan adalah era digital.

    Hypermedia adalah gabungan berbagai media yang dikawal oleh

    hiperteks. Hypermedia dapat terdiri dari video, suara, musik, teks, animasi, film,

    grafik dan imej menggunakan penghubung (link) dan yang dihubungkan (nodes)

    sebagai bagian informasi yang ada dalam hypermedia yang meliputi ; video,

    suara, musik, teks, animasi, filem, grafik , imej dan data. Sedangkan link adalah

    penghubung atau yang membuat hubungan antara nodes dengan pengguna.

    Melalui hypermedia siswa akan memilih materi melalui sajian multimedia yang

    disajikan guru, dihubungkan dengan hyperlink dan mampu memberikan

    informasi. Pembelajaran akan berlangsung menarik karena menghindari terjadinya

    verbalisme, membangkitkan minat/ motivasi, menarik perhatian siswa, mengatasi

    keterbatasan: ruang, waktu dan ukuran, mengaktifkan siswa dalam belajar,

    mengefektifkan pemberian rangsangan belajar.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode

    problem based learning menggunakan hypermedia mempunyai hubungan positif

    terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS.

    Konstruk antar variabel dari penelitian di atas adalah sebagai berikut:

  • 59

    Gambar 2.1

    Hubungan antar variabel penelitian

    Katerangan:

    X : Metode Pembelajaran Problem Based Learning (Variabel bebas )

    Y : Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (Variabel terikat)

    2.3 Pengajuan Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kajian teoristis dan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis

    yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

    1. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan

    sesudah perlakuan pada kelas yang menggunakan metode problem based

    learning (PBL) dengan hypermedia (kelas eksprimen).

    2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan

    sesudah perlakuan pada kelas yang menggunakan metode diskusi dengan

    multimedia (kelas kontrol).

    3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada

    kelas yang menggunakan metode problem based learning (PBL)

    menggunakan hypermedia (kelas eksprimen) dengan kelas yang

    menggunakan metode diskusi dengan multimedia (kelas kontrol).

    Y