bab_ii
DESCRIPTION
bab ii12345TRANSCRIPT
-
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan manusia berpikir kritis sebagai kemampuan abstrak tidak
dapat diamati secara langsung. Untuk dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis di sekolah kita harus mengetahui ciri cirinya. Siswa yang berpikir
kritis akan mampu mengembangkan pengetahuannya dengan aktif berpikir
mencari, menyusun ide dan solusi secara mandiri dalam pembelajaran bersama
guru.
Berpikir kritis termasuk proses berpikir tingkat tinggi, karena pada saat
mengambil keputusan atau menarik kesimpulkan menggunakan kontrol aktif,
yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful thinking. Seperti yang
sampaikan Livingston (1997) salah satu ciri dari berpikir tingkat tinggi adalah
proses yang melibatkan kontrol aktif selama proses kognitif itu berlangsung.
Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar
dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk
keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel,
tranformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir
kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan
berpikir kreatif.
-
20
Berpikir kritis menurut Joane Kurfiss (Inch, et al., 2006) adalah sebagai
sebuah pengkajian yang tujuannya untuk mengkaji sebuah situasi, fenomena,
pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan
yang mengintegrasikan semua informasi yang tersedia sehingga dapat dijustifikasi
dengan yakin.
Karakteristik berpikir kritis menurut Fisher (2009) terdiri dari dua hal
yaitu, pertama, belajar bagaimana bertanya, kapan bertanya, dan apa
pertanyaannya, kedua, belajar bagaimana bernalar, kapan menggunakan
penalaran, dan apa metode penalaran yang dipakai. Jadi seseorang yang berpikir
kritis maka ia biasa mengajukan pertanyaan yang tepat, menggabungkan
informasi yang relevan, secara efesien dan kreatif menyusun informasi,
mempunyai nalar yang masuk akal atas informasi yang dimiliki, dan kesimpulan
kesimpulannya konsisten serta dapat dipercaya sehingga dapat dimanfaatkan
untuk kehidupan manusia dan bisa memetik keberhasilan.
Berpikir kritis adalah pengambilan keputusan secara rasional atas apa yang
diyakini dan dikerjakan. Menurut Michael Scriven and Richard Paul (Ebiendele
Ebosele Peter, 2012:1)mengatakan:
Critical thinking is the intelectually disciplined process of actively and
skillfully conceptualizing, applying, analyzing, sinthesizing, and/or evaluating
information gathered from orgenerated by observation, experience, reflection,
reasoning, or communication, asguide to belief and action.
tampak dari definisi tersebut bahwa berpikir kritis melibatkan aspek-aspek
kognitif semisal aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Perkembangan definisi kemampuan berpikir kritis mengalami
perkembangan Huitt (Marrapodi. J, 2003:5) menyampaikan bahwa:
-
21
The definition of critical thinking has changed somewhat over the past
decade. Originally the dominion of cognitive psychologists and philosophers,
behaviorally-oriented psychologists and content specialists have recently
joined the discussion. The following are some examples of attempts to define
critical thinking:
...the ability to analyze facts, generate and organize ideas, defend
opinions, make comparisons, draw inferences, evaluate arguments and
solve problems (Chance,1986, p. 6);
...a way of reasoning that demands adequate support for one's beliefs and
an unwillingness to be persuaded unless support is forthcoming (Tama,
1989, p. 64);
...involving analytical thinking for the purpose of evaluating what is read
(Hickey, 1990, p. 175);
...a conscious and deliberate process which is used to interpret or evalua
information and experiences with a set of reflective attitudes and abilities
that guide thoughtful beliefs and actions (Mertes,1991, p.24);
...active, systematic process of understanding and evaluating arguments.
An argument provides an assertion about the properties of some object or
the relationship between two or more objects and evidence to support or
refute the assertion. Critical thinkers acknowledge that there is no single
correct way to understand and evaluate arguments and that all attempts
are not necessarily successful (Mayer & Goodchild, 1990, p. 4);
...the intellectually disciplined process of actively and skillfully
conceptualizing, applying, analyzing, synthesizing, and/or evaluating
information gathered from, or generated by, observation, experience,
reflection, reasoning, or communication, as a guide to belief and action
(Scriven & Paul, 1992); reasonable reflective thinking focused on deciding
what to believe or do (Ennis, 1992).
Diterjemahkan menjadi definisi berpikir kritis telah berubah sedikit selama
dekade terakhir. Awalnya kekuasaan psikolog kognitif dan filsuf, perilaku
berorientasi psikolog dan spesialis konten baru saja bergabung dengan diskusi.
Berikut ini adalah beberapa contoh upaya mendefinisikan berpikir kritis: ...
kemampuan untuk menganalisis fakta, menghasilkan dan mengatur ide-ide,
mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan,
mengevaluasi argument dan memecahkan masalah (Chance, 1986, hal 6.); ... cara
penalaran yang menuntut dukungan yang cukup untuk keyakinan seseorang dan
keengganan untuk dibujuk kecuali dukungan yang akan datang (Tama, 1989, hal
-
22
64.); melibatkan ... berpikir analitis untuk tujuan mengevaluasi apa yang dibaca
(Hickey, 1990, hal 175.); ... proses sadar dan terencana yang digunakan untuk
menafsirkan atau evaluasi informasi dan pengalaman dengan seperangkat sikap
reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan bijaksana dan tindakan
(Mertes, 1991, hal.24); ... aktif, proses yang sistematis untuk memahami dan
mengevaluasi argumen. Argumen memberikan pernyataan tentang sifat-sifat
beberapa objek atau hubungan antara dua atau lebih objek dan bukti untuk
mendukung atau menyanggah pernyataan. Pemikir kritis mengakui bahwa tidak
ada cara yang benar untuk memahami dan mengevaluasi argumen dan bahwa
semua upaya tersebut belum tentu berhasil (Mayer & Goodchild, 1990, hal 4.); ...
proses intelektual disiplin secara aktif dan terampil konseptualisasi, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan
dari, atau dihasilkan oleh, observasi pengalaman, refleksi, penalaran komunikasi,
atau, sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan (Scriven & Paulus, 1992);
pemikiran reflektif yang masuk akal difokuskan pada memutuskan apa yang harus
percaya atau lakukan (Ennis, 1992).
2.1.1.1. Langkah - langkah dalam Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan aspek penting dan topik yangvital dalam
pendidikan modern sehingga para pendidik tertarik untukmengembangkan
berpikir kritis kepada siswa. Dengan kemampuan berpikir kritis siswa akan
mengembangkan pengetahuan dan pola pikirnya interpretasi, analisis, evaluasi,
dan berargumen. Menurut Faccione (1998) mengacu pada konsensus para ahli
-
23
dalam American Philosopical Association pada tahun 1990 memperkenalkan lima
langkah dalam proses berpikir yaitu: interpretasi, analyisis, evaluasi, keahlian
menyimpulkan, berargumen dan berefleksi. Kemampuan berpikir kritis
berdasarkan konsensus yang dihadiri 46 ahli dari Universitas Terkemuka yang
dilakukan oleh American Philosophical Association mereka sampai pada
konsensus berkenaan dengan berpikir kritis yang diwujudkan dalam pernyataan
sebagai berikut:
CONSENSUS STATEMENT REGARDING CRITICAL THINKING AND THE IDEAL CRITICAL THINKER
We understand critical thinking to be purposeful, self-regulatory judgment which results in interpretation, analysis, evaluation, and inference, as well as explanation of the evidential, conceptual, methodological, criteriological, or contextual considerations upon which that judgment is based. CT is essential as a tool of inquiry. As such, CT is a liberating force in education and a powerful resource in one's personal and civic life. While not synonymous with good thinking, CT is a pervasive and self-rectifying human phenomenon. The ideal critical thinker is habitually inquisitive, well-informed, trustful of reason, open-minded, flexible, fairminded in evaluation, honest in facing personal biases, prudent in making judgments, willing to reconsider, clear about issues, orderly in complex matters, diligent in seeking relevant information, reasonable in the selection of criteria, focused in inquiry, and persistent in seeking results which are as precise as the subject and the circumstances of inquiry permit. Thus, educating good critical thinkers means working toward this ideal. It combines developing CT skills with nurturing those dispositions which consistently yield useful insights and which are the
basis of a rational and democratic society. Facione, P. A. (1998:2)
Adapun pernyataan di atas dapat diterjemahkan dalam kalimat:
PERNYATAAN KONSENSUS PARA AHLI BERKENAAN DENGAN
BERPIKIR KRITIS DAN PEMIKIR KRITIS YANG IDEAL
Kita memahami berpikir kritis sangatlah bertujuan, melakukan penilaian
sendiri yang menghasilkan penafsiran, analisis, evaluasi, dan kesimpulan
penjelasan berdasarkan bukti, konsep, metode, criteria atau pertimbangan
kontekstual yang menjadi dasar penilaian. Berpikir kritis merupakan hal
mendasar sebagai alat penemuan. Dengan demikan berpikir kritis merupakan
kekuatan yang membebaskan dalam pendidikan dan merupakan sumber daya
yang berharga dalam kehidupan sipil seseorang. Berpikir kritis tidak bisa
disamakan dengan berpikir dengan baik sebab berpikir kritis merupakan
fenomena yang meralat dan meresap dalam hidup manusia. Pemikir kritis yang
ideal adalah yang terbiasa mempertanyakan, penuh pengetahuan, terpercaya
pemikirannya, berpikir terbuka, lentur, adil dalam menilai, jujur dalam
-
24
menghadapi bias pribadi, bijaksana dalam menilai, ikhlas untuk
mempertimbangkan kembali, jelas terhadap issu, tertata dalam masalah yang
kompleks, rajin mencari informasi yang relevan, masuk akal dalam memilih
kriteria, terfokus pada penemuan, dan ajeg dalam menemukan hasil subjek
yang rinci dan memungkinkan iklim penemuan . Jadi, mendidik pemikir kritis
ditujukan pada idealisme ini yaitu dengan mengkombinasikan pengembangan
keahlian berpikir kritis dengan menanamkan disposisi yang secara konsisten
menghasilkan wawasan yang bermanfaat dan yang menjadi dasar bagi
masyarakat rasional dan demokrasi. Facione, P. A. (1998:2)
Berdasarkan konsensus para ahli tentang kemampuan berpikir kritis
tersebut dirangkum dalam lima ranah keahlian dengan berbagai indikatornya
sebagai berikut:
Tabel.2.1. Expert Consensus Panel Definitions
Interpretation to comprehend and express the meaning or significance of a wide variety of experiences, situations, data, events, judgments,
conventions, beliefs, rules, procedures or criteria
Analysis to identify the intended and actual inference relationships among statements, questions, concepts, descriptions, or other
form of representation intended to express belief, judgment,
experiences, reasons, information or opinions
Evaluation to asses the credibility of statement or other representations which are accounts or description of a persons perception, experience and situation, judgment, belief, or opinion; and to
assess the logical strength of the actual or intended inferential
relationships among statements, descriptions, questions or other
form of representation
Inference to identify and secure need element to draw reasonable conclusion; to form conjectures and hypotheses; to consider
relevant information; and to educe the consequences flowing from
data, statements, principles, evidence, judgments, beliefs,
opinions, concepts, descriptions, questions, or other form of
representations.
Explanation to state the results of one s reasoning; to justify that reasoning in terms of the evidential, conceptual, methodological,
criteriological, and contextual considerations upon which ones results were based; and to present ones reasoning in the form of cogent argument,
Sumber: Marrapodi Jean (2003:7)
-
25
Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli dalam mendifinisikan
kemampuan berpikir kritis di atas dapat diterjemahkan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel. 2.2. Konsensus Para ahli terhadap Definisi Berpikir Kritis
Penafsiran memahami dan mengungkapkan arti atau pentingnya perbedaan pengalaman, situasi, data, kejadian, penilaian,
penemuan, keyakinan aturan, prosedur atau criteria
Analisis mengidentifikasi kecenderungan dan kesimpulan aktual hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi atau
bentuk lain representasi yang dimasudkan untuk menyatakan
keyakinan, penilaian, pengalaman, pemikiran, informasi dan
pendapat.
Evaluasi untuk menilai kredibilitas pernyataan atau represnetasi lain yang penting atau peggambaran persepsi orang, pengalaman,
situasi, penilaian, keyakinan, atau pendapat; dan untuk menilai
kekuatan logis kesimpulan aktual atau kecenderungan
hubungan antar pernyataan,deskripsi, pertanyaan atau bentuk
representasi lainnya
Kesimpulan untuk mengnali dan meyakini elemen yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal; untuk membentuk
hipotesis dan dan perkiraan; untuk memperhitungkan informasi
relevan dan memperhitungkan konsekuensi yang mengalir dari
data, pernyataan, prinsip, bukti, penilaian, keyakinan, pendapat,
konsep, deskriopsi, pertanyaan, atau bentuk lain representasi.
Penjelasan untuk menyatakan hasil pemikiran; untuk mengesahkan pemikiran dalam kerangka bukti, konsep, method, criteria dan
pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar pemikiran
seseorang; dan untuk menyajikan pemikiran orang dalam
bentuk argument yang kuat.
Sumber: Marrapodi Jean (2003:7)
Sementara menurut Ennis (1995), indikator berpikir kritis yang
berkaitan dengan pembelajaran di dalam kelas adalah:
1. Indikator Umum
a. Kemampuan (abilities) yaitu : (1) Fokus pada suatu isu spesifik; (2)
Menyimpan tujuan utama dalam pikiran;. (3) Menanyakan pertanyaan
pertanyaan klarifikasi; (4) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelas;
-
26
(5) Memperhatikan pendapat siswa, salah maupun benar, dan dapat
mendiskusikannya; (6) Mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan
pengetahuan yang baru; (7) Secara tepat menggunakan pernyataan dan
simbol;
b. Pengaturan (dispositions) yaitu : (1) Menekankan kebutuhan untuk
mengidentifikasi tujuan dan apa yang seharusnya dikerjakan sebelum
menjawab; (2) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi informasi
yang diberikan sebelum menjawab (3) Mendorong siswa untuk mencari
informasi yang diperlukan; (4) Mendorong siswa untuk menguji solusi
yang diperoleh; (5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk
merepresentasikan informasi dengan menggunakan tabel, grafik, dan lain-
lain.
2. Indikator-indikator yang berkaitan dengan isi.
a. Konsep (concept) yaitu : (1) Mengidentifikasi karakteristik konsep; (2)
Membandingkan konsep dengan konsep lain; (3) Mengidentifikasikan
contoh konsep dengan jastifikasi yang diberikan.
b. Generalisasi (generalization) yaitu : (1) Menentukan konsep-konsep yang
termuat dalam generalisasi dan keterkaitannya; (2) Menentukan
kondisikondisi dalam menerapkan generalisasi; (3) Menyediakan bukti
pendukung untuk generalisasi
c. Algoritma dan keterampilan (algorithms and skill) yaitu : (1)
Mengklarifikasi dasar konseptual dan keterampilan; (2) Membandingkan
kemampuan seorang siswa dengan kemampuan siswa yang terbaik.
-
27
d. Pemecahan masalah (problem solving) yaitu : (1) Merancang bentuk
umum untuk tujuan penyelesaian; (2) Menentukan informasi yang
diberikan; (3) Menentukan keterkaitan suatu informasi; (4) Memilih
strategi untuk memecahkan masalah; (5) Menyarankan metode alternatif
untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan kajian di atas maka pengertian kemampuan berpikir kritis
adalah suatu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang tujuannya untuk mengkaji
sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk mendapatkan sebuah
hipotesis atau kesimpulan sebagai proses pengambilan keputusan secara rasional
atas apa yang diyakini dan dikerjakan secara nyata melalui aspek penafsiran,
analisis, evaluasi, kesimpulan dan penjelasan.
2.1.2 Metode Problem Based Learning (PBL)
PBL pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970 di Universitas Mc.
Master Fakultas Kedokteran di Kanada, sebagai suatu solusi dalam diagnosa
untuk memudahkan memecahkan masalah dengan pembentukan pertanyaan-
pertanyaan berdasarkan situasi yang ada. Keberhasilan pembelajaran berbasis
masalah dalam dunia kedokteran memberikan andil pada khasanah wawasan
pendidikan sebagai metode pembelajaran. Asal usul PBL menurut Boud, D., &
Feletti, G (Savery, J. R. 2006: 9) bahwa:
PBL as it is generally known today evolved from innovative health sciences
curriculaintroduced in North America over 30 years ago. Medical education,
with its intensive pattern of basic science lectures followed by an equally
exhaustive clinical teaching programme, was rapidly becoming an ineffective
and inhumane way to prepare students, given the explosion in medical
information and new technology and the rapidly changing demands of future
-
28
practice. Medical faculty at McMaster University in Canada introduced the
tutorial process, not only as a specific instructional method (Barrows &
Tamblyn, 1980) but also as central to their philosophy for structuring an entire
curriculum promoting student-centered, multidisciplinary education, and
lifelong learning in professional practice.
Diterjemahkan menjadi PBL seperti yang umumnya dikenal saat ini berevolusi
dari inovatif ilmu kesehatan kurikulum diperkenalkan di Amerika Utara lebih dari
30 tahun yang lalu. Pendidikan medis, dengan pola intensif dari kuliah ilmu dasar
diikuti dengan sama-sama lengkap program pengajaran klinis, dengan cepat
menjadi cara yang efektif dan tidak manusiawi untuk mempersiapkan siswa,
mengingat ledakan dalam informasi medis dan teknologi baru dan tuntutan yang
berubah dengan cepat dari praktek masa depan. Medis fakultas di McMaster
University di Kanada memperkenalkan proses tutorial, tidak hanya sebagai
metode pembelajaran tertentu (Barrows & Tamblyn, 1980) tetapi juga sebagai
pusat filsafat mereka untuk penataan kurikulum seluruh mempromosikan berpusat
pada siswa, pendidikan multidisiplin, dan seumur hidup belajar di profesional
praktek.
PBL sebagai metode pembelajaran dimana siswa belajar melalui
pemecahan masalah difasilitasi yang berpusat pada masalah kompleks yang tidak
memiliki jawaban yang benar disampaikan oleh Hmelo-Silver (Savery, J. R.
2006:12) bahwa PBL as an instructional method in which students learn through
facilitated problem solving that centers on a complex problem that does not have
a single correct answer, sedangkan menurut Duch, Groh, & Allen (Watson,G.
2002: 1) menyampaikan PBL sebagai metode pembelajaran yang menantang
siswa untuk "belajar untuk belajar," bekerja sama dalam kelompok untuk mencari
-
29
solusi untuk masalah seperti pernyataannya sebagai berikut: Problem-based
learning(PBL) is an instructional method that challenges studentsto "learn to
learn," working cooperatively in groups to seek solutions to problems.
definisi PBL sebagai metode pembelajaran dimana siswa pertama menghadapi
masalah, diikuti dengan proses penyelidikan yang berpusat pada siswa
disampaikan tokoh - tokoh PBL diantaranya Neufeld & Barrows, Schmidt, Boud
& Feletti, Barrows (Mennin, S. et al. 2003: 99) yang menyampaikan bahwa:
Problem-Based Learning (PBL) is a method of learning in which students first
encounter a problem, followed by a student-centered inquiry process
Dalam metode pembelajaran PBL memberikan keterampilan khusus, dan
merupakan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Dalam pandangannya tentang
metode PBL Taplin (Baturay.M.H, Bay.O.F, 2009: 44) mengemukakan sebagai
berikut:
Problem-based learning is an innovative learning method underpinned by
social learning theory and the constructivist approach. There are many
reasons why PBL is applied successfully as a learning method. The most
pressing reason is that todays employers mostly proffer opportunities to graduates who are equipped with the necessary workplace-specific skills.
Diterjemahkan menjadi Pembelajaran berbasis masalah merupakan metode
pembelajaran yang inovatif didukung oleh teori pembelajaran sosial dan
pendekatan konstruktivis. Ada banyak alasan mengapa PBL diterapkan dengan
sukses sebagai metode pembelajaran. Alasan yang paling mendesak adalah bahwa
tuntutan dunia kerja saat ini sebagian besar mengajukan kesempatan untuk lulusan
yang dilengkapi dengan tempat kerja khusus keterampilan yang diperlukan.
Kingsland (Baturay.M.H, Bay.O.F, 2009: 44) menyampaikan bahwa dalam
-
30
lingkungan PBL, siswa merasa perlu untuk belajar pengetahuan baru sebelum
mereka dapat memecahkan masalah, karena itu, keterampilan tingkat tinggi
pemikiran mereka direkam. Hal tersebut disamapaikan sebagai berikut: In a PBL
environment, students feel the need to learn new knowledge before they can solve
a problem; therefore, their higher level thinking skills are tapped.
Dalam pandangannya tentang metode PBL Brooke, S. L. (2006:1)
menyampaikanbahwa: Problem-based learning (PBL) is an instructional method
that challenges students to actively learn by working cooperatively in groups to
seek solutions to real world problems. Pembelajaran berbasis masalah (PBL)
merupakan metode pembelajaran yang menantang siswa untuk aktif belajar
dengan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi untuk masalah
dunia .PBL is a learner-centered instructional method that enhances students
ability to analyze, synthesize, and evaluate problems.Ramsay, J. dan Sorrell, E.
(2006:2). PBL adalah pembelajar berpusat pada metode pengajaran yang
meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi masalah.
Ramsay, J. dan Sorrell, E. (2006) menyampaikan PBL sebagai metode
instruksional dalam pembelajaran dalam pandangannya sebagai berikut:
PBL is an instructional method that utilizes real problems as the primary
pathway of learning. The problems used in PBL activities are complex and
rooted in real-world situations. They are current and reflect a typical problem
encountered in the work environment specific to a particular discipline.
Diterjemahkan menjadi PBL merupakan metode instruksional yang
memanfaatkan masalah nyata sebagai jalur utama belajar. Masalah yang
digunakan dalam PBL kegiatan yang kompleks dan berakar pada situasi dunia
-
31
nyata. Mereka saat ini dan mencerminkan masalah khas yang dihadapi di
lingkungan kerja yang spesifik untuk disiplin tertentu. Dalam metode PBL guru
menghadirkan masalah secara nyata dikelas pembelajaran sehingga dengan situasi
yang nyata siswa mempunyai keterampilan khusus dalam menyelesaikan masalah
pembelajaran.
As a teaching methodology, PBL addresses a primary goal of education; that is to develop students who are effective problem solvers. The PBL curriculum delivery model recognizes the need to develop students to be effective problem solver and assist with the acquiring the skills and knowledge associated with a particular profession. Ideally, the PBL process culminates with students possessing skills and abilities that adequately prepare them for professional occupations where critical thinking, individual and group work is expected and complex problem solving skills are essential for success. Ramsay, J. and Sorrell, E. (2006:2)
Diterjemahkan menjadi sebagai metodologi pengajaran, PBL adalah tujuan utama
pendidikan, yaitu untuk mengembangkan siswa yang pemecah masalah yang
efektif. Model kurikulum PBL mengantarkan menuju kebutuhan untuk
mengembangkan siswa menjadi pemecah masalah yang efektif dan membantu
memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang terkait dengan suatu profesi
tertentu. Idealnya, proses PBL berpuncak dengan siswa yang memiliki
keterampilan dan kemampuan yang memadai mempersiapkan mereka untuk
pekerjaan profesional di mana berpikir kritis, individu dan kelompok kerja yang
diharapkan dan masalah yang kompleks keterampilan pemecahan penting untuk
keberhasilan. Dengan pemecahan masalah yang kompleks secara efektif dan
berpusat pada siswa,maka akan terjadi keterampilan berpikir kritis yang akan
menghasilkan suatu keahlian dan profesi.
Walaupun telah lama berkembang dari tahun 1970 metode PBL masih
relatif baru dan berkembang. Perguruan tinggi sebagai lembaga yang melakukan
-
32
kajian dan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran terus mengembangkan
PBL sebagai suatu metode pembelajaran aktif, mandiri, konstruktivistik, dan
berpusat pada siswa.
The Problem Based Learning is relatively a new method of teaching in
medical schools. It is one of the small group teaching method which helps
student to be a critical thinker and a problem solver. It also helps students to
be a self directed learner there by a life long learner. A. Hafiza (2010:3)
Diterjemahkan menjadi PBL adalah metode mengajar yang relatif baru di sekolah
kesehatan. Ini adalah satu dari metode small group teaching dimana membantu
siswa menjadi pemikir kritis dan pemecah masalah. Ini juga membantu siswa
menjadi pembelajar langsung dengan pembelajar selamanya.
PBL sebagai metode mengajar dikembangkan oleh direktorat jenderal
pendidikan tinggi (2008:26) dalam buku panduan pengembangan kurikulum
berbasis kompetensi pendidikan tinggi menyampaikan bahwa:
Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL, di antaranya adalah: (1)
Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4)
Discovery Learning (DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative
Learning (CL); (7) Collaborative Learning (CbL); (8)Contextual Instruction
(CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem Based Learning
and Inquiry (PBL).(2008:26).
...PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus
melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan
masalah tersebut. (2008:30).
Priyatmojo, A. et al. (2010:49) dalam Buku Putih Panduan Pelaksanaan Student
Centered Learning (SCL) and Student Teacher Aesthetic Role-Sharing (STAR)
Universitas Gajah Mada (UGM) menyampaikan bahwa:
Problem-Based Learning (PBL) adalah suatu metoda pembelajaran di mana
peserta didik sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh
proses pencarian informasi yang bersifat student-centered. Baik content
maupun proses pembelajaran sangat ditekankan dalam PBL.
-
33
PBL juga diadopsi sebagai metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
mendorong pembelajaran mandiri secara aktif oleh Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (2011:4) yang menyampaikan bahwa
Metode pembelajaran PBL adalah metode yang terpusat pada mahasiswa
(student-centered), dimana mahasiwa tidak lagi tergantung kepada pengajar dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan
Santyasa (2008) memandang PBM sebagai suatu pendekatanpembelajaran.
Sedangkan PBM sebagai suatu strategi pembelajaran adalah suatu teknik di mana
masalah secara sengaja digunakanuntuk membantu siswa untuk memahami dan
mendapatkan makna dari subjek yang mereka sedang pelajari. Seorang guru harus
mengetahui kemampuan dasar siswa dalam berpikir melalui eksplorasi dan
pemecahan masalah bagi siswa, sehingga mampu memberikan tantangan secara
terstruktur dalam mencapai pengetahuan dan kemampuan berfkir tingkat yang
lebih tinggi melalui strategi dan teknik pembelajaran yang mampu dipersiapkan
dengan baik.
Eksplorasi pengetahuan utama, rumusan pertanyaan berasal dari
danditetapkan oleh peserta didik sesuai apa yang perlu diketahui, dan
pembangunan aktif makna melalui dialog dan refleksi mempromosikan retensi
jangka panjang diperoleh informasi yang baru. Hal tersebut disampaikan oleh
Schmidt, Norman & Schmidt, Regehr & Norman (Mennin, S. et al. 2003:102),
bahwa:
The exploration of prior knowledge, the formulation of inquiries derived from
and defined by the learners need to know, and the active construction of meaning through dialogue and reflection promote long-term retention of newly
acquired information.
-
34
Menurut Depdiknas (2002:6) pembelajaran berbasis masalah dapat
digolongkan sebagi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
(contesktualteaching and learning) , yang merupakan konsep pembelajaran yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa mebuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Metode Problem Based Learning (PBL) kemudian menjadi acuan dalam
pengembangan pendidikan dan pelatihan guru, Moerdiyanto (2008: 18)
menyampaikan bahwa
Metode pembelajaran yang sesuai dengan prinsip CTL adalah Metode APBL
(Authentic Problem Based Learning), Yaitu metode pembelajaran yang
melibatkan peran aktif siswa (dibagi dalam beberapa kelompok kecil) untuk
memecahkan masalah-masalah aktual di dunia usaha (authentic problem) yang
telah disiapkan secara saksama oleh tutor (guru) dan memberikan kesempatan
siswa menemukan sendiri jawaban dari masalah dan mempresentasikannya di
kelas sehingga siswa menemukan konsep dari pengalaman belajarnya.
PBL adalah metode pembelajaran dari model CTL. Dalam diklat peningkatan
kompetensi pengawas dalam rangka penjaminan mutu pendidikan (2010:4)
tentang Pembelajaran Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif dan Menyenangkan
(PAIKEM) bahwa:
CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:
konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan
(Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling),
dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). (2010:4)
...Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan dan
membuka dialog. (2010:8)
-
35
Pilar Model pembelajaran CTL sesuai dengan metode PBL.
Konstruktivisme sesuai dengan teori yang mendukung PBL yang membangun
pengetahuan secara mandiri dan aktif (Constructivism), penyajian permasalahan
dan pertanyaan pertanyaan (Questioning), siswa menemukan jawaban alternatif
dari permasalahan yang diajukan dalam PBL (Inquiry), terbentuknya masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), dan penilaian sebenarnya
dari suatu karya melalui presentasi dan unjuk kerja (Authentic Assessment).
Berdasarkan kajian di atas Problem Based Learning (PBL) didefinisikan
sebagai metode pembelajaran yang menjadikan permasalahan yang berkaitan
dengan topik-topik dalam kurikulum sebagai titik tolak dalam proses
pembelajaran mandiri dan kolaboratif . Tahapan dalam PBL terdiri dari langkah -
langkah sebagai berikut: (a) mengorientasikan siswa pada masalah; (b)
mengorganisasikan siswa untuk belajar; (c) membimbing pemeriksaan individual
atau kelompok;(d) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (e) menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2.1.2.1. Karakteristik Metode PBL
Pembelajaran dengan metode PBL mempunyai karateristik yang berbeda
dengan pembelajaran pada umumnya. Adapun karateristik utama yang ada pada
pembelajaran berbasis masalah sebagaimana dikemukakan oleh Barrows, H. S dan
Kelson, M. A. sebagai berikut:
PBL is not discovery learning. Students are encouraged to identify and
critically evaluate existing knowledge and skill resources and then to make the
best possible use of them. Resources include not just print materials but
computer, media and human resources as well. Because this PBL method keeps
-
36
the role of facilitator separate from the role of content expert, teachers serve as
content experts only to the extent of their expertise and only when approached
by students.
Dijelaskan bahwa PBL bukan belajar penemuan. Siswa didorong untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi secara kritis pengetahuan yang ada dan
sumber daya ketrampilan dan kemudian membuat penggunaan terbaik dari
mereka. Termasuk sumberdaya tidak hanya materi cetak tetapi komputer, media
dan sumber daya manusia juga. Karena metode PBL membuat peran fasilitator
terpisah dari peran ahli konten, guru melayani sebagai ahli konten hanya sebatas
keahlian mereka dan hanya ketika didekati oleh siswa. Hal tersebut menandakan
PBL memberikan posisi guru yang sangat penting sebagai fasilitator, berbeda
hanya dengan sekedar menyampaikan isi materi. Siswa dengan
mengoptimalkankan keterampilan dan sumber daya terbaik akan tereksplorasi
dalam pembelajaran melalui berpikir kritis. Seluruh sumberdaya akan dikerahkan
untuk mendukung pencapaian hasil pembelajaran tersebut.
Karakteristik metode PBL menurut Albanese, M. A., & Mitchell, S.
(Almasoudi, B.M. 2012:2) adalahan instructional method characterized by the
use of patient problems as a context for students to learn problem-solving skills
and acquire knowledge about the basic and clinical sciences bahwa metode
pembelajaran ditandai dengan penggunaan masalah pasien sebagai konteks bagi
siswa untuk belajar kemampuan memecahkan masalah dan memperoleh
pengetahuan tentang ilmu-ilmu dasar dan klinis". Sedangkan Ellis, Carswell dan
Bernet (Wu, Y. (2006:63) membagi metode PBL dalam tiga kategori:
The simplest form is the problem-based approach, in which the material is
presented in normal lectures, but problems are used to motivate students and
-
37
demonstrate the theory. The second form is a hybrid model or guided PBL. In
this case, problems are solved in groups, but also lectures are used to present
the fundamental concepts and some of the more difficult topics. The third one is
a full PBL, where the problems guide and drive the entire learning experience;
in this form there are no lectures from the expert and groups or individuals work independently of one another.
Diterjemahkan menjadi metode PBL dibagi dalam tiga kategori. Bentuk paling
sederhana adalah pendekatan berbasis masalah, di mana materi disajikan dalam
kuliah normal, tapi masalah digunakan untuk memotivasi siswa dan menunjukkan
teori. Bentuk kedua adalah model hibridaatau dipandu PBL.Dalam hal ini,
masalah ini diselesaikan dalam kelompok, tetapi juga kuliah adalahdigunakan
untuk menyajikan konsep dasar dan beberapa topik yang lebih sulit. Yang ketiga
adalah PBL penuh, di mana masalah membimbing dan mendorong pembelajaran
seluruh pengalaman; dalam bentuk ini tidak ada kuliah dari 'ahli' dan kelompok
atau individu bekerja secara independen satu sama lain.
Perbedaan antara metode PBL yang menekankan pada masalah kehidupan
nyata sedangkan pembelajaran tradisional disampaikan dengan metode kuliah
disampaikan oleh Beachey (Almasoudi, B.M. 2012:3) dalam pandangannya
bahwa: Traditional classroom curricula emphasize the presentation of content
informationthrough a lecture format whereas the PBL method relies on the
introduction of real-life problems as a means to facilitate self-directed learning
Yang artinya kurikulum kelas tradisional menekankan penyajian informasi isi
melalui format kuliah sedangkan metode PBL bergantung pada pengenalan
masalah kehidupan nyata sebagai sarana untuk memfasilitasi belajar mandiri
Krajcik, Blumenfeld, Mark dan Soloway, 1994; Slavi, Madden, Dolan dan
Wasik, 1992 (Ibrahim dan Nur, 2000:5) meliputi pengajuan pertanyaan terhadap
-
38
situasi atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan
autentik, kerja sama, dan menghasilkan produk atau karya kemudian
memamerkannya. Selanjutnya (Ibrahim dan Nur, 2000:5) menguraikan
masingmasing karakteristik itu sebagi berikut :
a. Pengajuan pertanyaan terhadap situasi atau masalah merupakan hal penting
baik secara sosial maupun secara pribadi untuk siswa, karena masalah yang
diajukan merupakan situasi dunia nyata yang memungkinkan adanya berbagai
macam solusi.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin artinya masalah yang disajikan
benarbenar nyata, agar dalam pemecahannya dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang.
c. Penyelidikan autentik artinya siswa harus menganalisis dan mendefinisikan
masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan
dan menganalisis informasi, membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.
d. Menghasilkan produk dan karya kemudian memamerkannya. Produk tersebut
dapat berupa laporan atau model fisik tentang apa yang telah mereka pelajari
kemudian mendemonstrasikan pada teman-temannya.
e. Kerjasama artinya pada saat proses belajar-mengajar siswa bekerja sama secara
f. berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberi peluang pada
siswa untuk berbagi ide dan berdialog, mengembangkan keteramapilan sosial
dan keterampilan berpikir.
-
39
2.1.2.2 Tujuan, Tahapan, Keunggulan dan kelemahan Pembelajaran
Berbasis Masalah
Tujuan pembelajaran berbasis masalah menurut Ibrahim dan Nur (2000:7)
tidak dirancang untuk membantu memberikan informasi sebanyak - banyaknya
kepada siswa. Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah untuk :
a. Membantu siswa mengembangkan kemampuan atau keterampilan berpikir,
keterampilan dalam pemecahan masalah dan keterampilan intelektual
b. Membantu para siswa belajar berbagai peran orang dewasa (learning to be)
dengan keterlibatannya dalam pengalaman nyata atau simulasi.
c. Menjadikan para siswa sebagai pebelajar yang otonom dan mandiri.
Siswa membangun pengetahuan secara mandiri dengan keterlibatan yang nyata
pada pembelajaran melalui simulasi masalah dan pemecahannya, sehingga
kedewasaan berpikir menjadi tumpuan dalam PBL untuk bisa melahirkan berpikir
secara kritis dan intelektual. Kemampuan yang terasah dalam berbagai kasus
masalah serta solusi menjadi pengetahuan dan keterampilan permanen dalam
kehidupan nyata siswa. Priyatmojo, A. et al. (2010:50) menyampaikan bahwa
PBL mengembangkan berbagai aspek kemampuan dalam proses pembelajaran,
mencakup:
a. knowledge materi dasar dan komunitas selalu dalam konteks, b. skills hard-soft-life skills - berpikir secara ilmiah, c. critical appraisal, trampil dalam
mencariinformasi, trampil dalam belajar secara aktif & mandiri, dan belajar
sepanjang hayat, d. attitudes nilai kerjasama, etika, ketrampilan antarpersonal, menghargai nilai psikososial.
-
40
Tujuan metode PBL menurut Ramsay, J. and Sorrell, E. (2006:3) sebagai
pembelajaran berpusat pada siswa dalam pandangannya sebagai berikut:
As a teaching methodology, PBL espouses learner-centered education as its
primary goal. Further, PBL aims to develop students who are effective problem
solvers and critical thinkers. A PBL-centered curriculum delivery model
recognizes this aim and assists students in acquiring the skills and knowledge
associated with a particular profession. In addition, PBL provides students with
opportunities to solve problems by exposing them to ill-structured situations
encountered by practicing professionals. This process produces students who
can define problems, work out alternative hypotheses and develop reasonable
solutions to the issues at hand.
Diterjemahkan menjadi sebagai metodologi pengajaran, PBL mengemban belajar
berpusat sebagai tujuan utama pendidikan. Selanjutnya, PBL bertujuan untuk
mengembangkan siswa yang pemecah masalah yang efektif dan pemikir kritis.
Pusat kurikulum PBL mengirim model yang mengakui dan bertujuan
membantu siswa dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang terkait
dengan suatu profesi tertentu. Selain itu, PBL memberi kesempatan pada siswa
untuk memecahkan masalah dengan mengekspos mereka untuk struktur situasi
yang dihadapi oleh praktisi profesional. Proses ini menghasilkan mahasiswa yang
dapat menentukan masalah, bekerja di luar hipotesis alternatif dan
mengembangkan wajar solusi untuk masalah di tangan.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah menurut
Ibrahim dan Nur (2000:13) terdiri dari lima tahapan utama. Tahapan tersebut
adalah dalam bentuk indicator pembelajaran siswa dan perilaku guru. Dalam
pembelajaran dimulai dari guru yang memperkenalkan pada siswa tentang situasi
masalah yang dieksplorasi bersama dalam pembelajaran, mengorganisasi siswa
untuk belajar, melakukan bimbingan investaigasi individual maupun kelompok,
-
41
pengembangan dan penyajian hasil karya siswa dan pada tahapan terakhir adalah
analisis hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Kelima tahapan
pembelajaran berbasis masalah tersebut secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 2.3.
berikut:
Tabel 2.3. Tahap-tahap Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Perilaku Guru
1
Orientasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas
penyelesaian masalah
2
Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa mengidentifikasi dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah
3
Membimbing
investigasi individual
maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan observasi
untuk menyelesaikan masalah
4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil
karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
penyelesaian masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap investigasi dan proses yang
mereka lakukan
Setiap metode pembelajaran mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Begitu pula dengan Pembelajaran berbasis masalah, menurut Killen (1998)
menyampaikan keunggulan PBL diantaranya adalah:
a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup baik untuk lebih memahami
isi pelajaran.
b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengertahuan baru.
c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
-
42
d) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana menstranfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
f) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.
g) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
h) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
National Science Foundation (Watson,G.2002: 1) mengemukakan tentang
kekuatan dari metode PBL dalam pembelajaran sebagai berikut:
The group format of PBL teaches students the power of working
cooperatively, which inturn builds valuable communication and interpersonal
skills and fosters a sense of community in which diversity enhances the
learning experience for all. PBL alsoaddresses the real concerns of industry
and graduate schools-namely, that graduates will be prepared with problem-
solving skills, that they will be able to communicate effectively across
disciplines, and that they will be trained to work with others to solve problem.
Diterjemahkan menjadi format kelompok PBL mengajarkan siswa kekuatan
bekerja sama, yang padagilirannya membangun komunikasi yang berharga dan
keterampilan interpersonal dan menumbuhkan rasa komunitas di mana keragaman
meningkatkan pengalaman belajar bagi semua. PBL jugamembahas keprihatinan
nyata dari industri dan lulusan sekolah-yaitu bahwa lulusanakan siap dengan
pemecahan masalah keterampilan, bahwa mereka akan dapat berkomunikasi
-
43
secara efektif di seluruh disiplin ilmu, dan bahwa mereka akan dilatih untuk
bekerja dengan orang lain untuk memecahkan masalah.
Metode PBL juga mempunyai kelemahan sebagai model pembelajaran,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Bila peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa
enggan untuk mencoba.
b) Keberhasilan pendekatan pembelajaran melalui pemecahan masalah
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
c) Tanpa pemahaman mereka untuk berusaha memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka pelajari.
2.1.3 Teori yang Mendasari Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
2.1.3.1. Teori belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan aturan itu tidak berlaku dan
tidak lagi sesuai. Siswa harus mampu memecahkan masalah, mengemukakan ide
ide, serta mencari kebenaran. Membangun sendiri pengetahuannya tanpa harus
bergantung pada guru adalah salahsatu penekanan pembelajaran konstruktivisme.
Dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai fasilitator yang mengatur
memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar. Dengan ide dan karyanya,
siswa membangun jalan pengetahuan sendiri secara strategi maupun pencapaian
-
44
sehingga nilai internalisasi pembelajaran dapat tercapai. Dengan pembelajaran ini
guru telah menjadikan siswa insan pembelajar sejati terhadap masalah dan
pemecahannya untuk mampu dipergunakan dalam menghadapi hidup.
Schmidt, Savery dan Duffy, Hendry dan Murphy (Rusman , 2011: 231)
menyampaikan dari segi pedagogis, metode Problem Based Learning (PBL)
didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri:
a. Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan
lingkungan belajar, b. Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah
menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar. c. Pengetahuan
terjadi melalui proses kolaborasi negoisasi sosial dan evaluasi terhadap
keberadaan sebuah sudut pandang.
Menurut Arends, 1997 (Trianto, 2011:66): it is strange that the expect
student to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve
problems yet seldom teach then about problem solving. Yang berarti dalam
mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan
pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah, tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya
menyelesaikan masalah. Kebiasaan guru mengajar dikelas dengan teacher center
jarang mengajarkan siswa menjadi pembelajar mandiri yang secara aktif
membangun pengetahuannya. Dengan pembelajaran konstruktivisme dari guru,
siswa akan kteatif, aktif dalam membangun pengetahuan sebagai solusi atas
permasalahan yang akan dihadapi dalam kehidupannya. Guru juga harus
mengajarkan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah melalui solusi yang tepat,
selama proses pembelajaran berlangsung peran fasilitator sangat dibutuhkan
dalam mencapai tujuan pembelajaran.
-
45
Dalam mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tyler (Jauhar,
2011:43) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran sebagai berikut:
1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya
dengan bahasa sendiri, 2 memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir
tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, 3.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, 4. Memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki oleh siswa,
5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, 6.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
Pembelajaran konstruktivisme sangat menekankan adanya gagasan dan ide dari
siswa secara original dengan kreatif dan imajinatif untuk membentuk suatu
pengalaman. Siswa diberikan kesempatan untuk mencoba hal baru dari
gagasannya untuk memberi pengalaman. Dengan pembelajaran konstruktivisme,
akan menciptakan masyarakat pembelajar yang kondusif.
Berdasarkan kajian di atas sangat jelas Problem Based Learning (PBL)
adalah metode belajar yang berdasar pada teori pembelajaran konstruktivisme.
Dimana siswa dihadapkan pada masalah nyata, membangun pengetahuan,
melakukan eksplorasi dan praktikum, membentuk pengetahuan baru, serta
terjadinya kemandirian.
2.1.3.2. Teori Pengajaran John Dewey
Menurut pengajaran John Dewey (Trianto, 2011:17) metode reflektif
didalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati hati, yang
dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan kesimpulan yang definitif melalui
lima langkah sebagai berikut:
-
46
1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari diri siswa itu sendiri. 2.
Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya den
menentukan masalah yang dihadapinya. 3. Lalu dia menghubungkan uraian uraian hasil analisanya iti satu sama lain, dan mengumpulkan berbagai
kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia
dipimpin oleh pengalamannya sendiri. 4. Kemudian ia menimbang
kemingkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing masing. 5. Selanjutnya ia mencoba mempraktekkan salahsatu kemungkinan pemecahan
yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang
tepat , maka akan dicobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan
pemecahan masalah yang tepat. Pemecahan masalah itulah yang benar, yaitu
yang berguna untuk hidup.
Berdasarkan prinsip pengajaran Dewey pemecahan masalah adalah
salahsatu titik utama dalam mencari ilmu pengetahuan dan kebenaran hidup.
Manfaat pengetahuan tersebut tercermin dari kemampuan yang dapat
memecahkan suatu masalah dengan pilihan terbaik. Pengalaman siswa dalam
pembelajaran akan terbentuk dengan adanya balternatif pilihan dan resiko yang
diambil dari suatu keputusan. Siswa akan menjadi seorang pemikir kritis dan
mencari kebenaran dengan menjadi pengambil resiko terbaik atas suatu keputusan
yang diambil dalam menyelesaikan suatu masalah hidup.
Hasil dari pembelajaran pada hakekatnya adalah bekal hidup peserta didik
untuk dabat bekerja dimasyarakat dengan baik. Bertindak bijaksana dan benar
akan menjadi suatu pilihan utama dengan semakin bertambahnya ilmu dan
pengetahuan yang terbentuk dari pengalaman atas permasalahan yang mampu
dipecahkan, serta luasnya pandangan peserta didik akan suatu masalah yang
dihadapi. Pengalaman yang baik akan menjadi pedoman langkah bertindak dalam
hidup serta bercermin dari suatu kegagalan adalah pengajaran Dewey yang sangat
berharga.
-
47
2.1.4 Hypermedia sebagai Media Pembelajaran
2.1.4.1 Pengertian Media Pembelajaran
Media berasal dari kata Latin medium yang berarti diantara, suatu istilah
yang menunjukkan segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan
penerima. Muhammad Jauhar (2011:95). Media pembelajaran meliputi segala
sesuatu yang dapat membawa pesan dan informasi yang disampaikan pengajar
sebagai komunikasi kepada siswa dalam menyampaikan materi pembelajaran,
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, motivasi, daya pikir dan pemahaman
peserta didik terhadap materi pembelajaran yang disampaikan.
Manusia mempunyai potensi yang sangat besar dalam mengembangkan
pengetahuannya dengan memanfaatkan semua organ pemikirannya. Otak,
perasaan, dan hati menjadi perhatian yang sangat besar dalam pembelajaran
karena akan menimbulkan pengetahuan, motivasi, minat belajar, keahlian, bahkan
cita - cita bagi siswa. DePorter (Munir dan Halimah Badioze Zaman, 1999:1)
dalam teorinya "Quantum learning" menyatakan bahwa :
manusia memiliki potensi untuk berkembang (potential for growth) hampir
tidak terbatas. Namun kita hanya memanfaatkan sebahagian kecil saja
kemampuan tersebut "we live only a small part of the life we are given given" lni disebabkan kerana kita tidak mempunyai kaedah dan media yang
tepat untuk mengembangkan kemampuan tersebut.
Pembelajaran dengan menggunakan media mengundang perhatian siswa
dalam belajar. Hal tersebut mampu mengambil perhatian siswa sehingga siswa
akan aktif. Eric Jensen (2011:75) menyampaikan pendapatnya sebagai berikut:
Dapatkan perhatian otak dengan pergerakan, kontras, dan perubahan warna.
Sistem visual kita diciptakan untuk menaruh perhatian pada unsur unsur
-
48
tersebut, karena mereka memiliki potensi memberi sinyal bahaya Dengan
warna, animasi, audio-visual yang mampu kita tampilkan melalui media
pembelajaran, akan lebih menarik siswa mempelajari materi yang kita sampaikan
dikelas.
Martin dan Briggs (Mohammad Jauhar, 2011:95) menyatakan bahwa:
media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk
melakukan komunikasi dengan siswa, dapay berupa perangkat keras, seperti
komputer, televisi, proyektor, dan perangkat lunak yang digunakan dalam
perangkat perangkat keras tersebut.
berdasarkan kajian media di atas, guru atau pengajar termasuk sebagai media
pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional kehadiran guru dikelas berbekal
dengan sebuah buku pegangan sebagai materi pokok menjadi acuan dalam
mengajar. Hal tersebut membuat siswa kurang memperhatikan, aktif, dan tertarik
untuk mengetahui, mengembangkan pembelajaran. Banyak permasalahan yang
harus dihadapi siswa dalam menghadapi masa depannya, sehingga seorang guru
harus memberi tantangan kepada siswa agar mengembangkan kemampuannya
menghadapi dan memecahkan masalah. Seorang Ilmuwan penulis yang terkenal
H.G. Wells (Eric Jensen: XV) menyampaikan bahwa: Peradaban adalah
perlombaan antara pendidikan dan bencana. Hal tersebut menjadi tantangan
manusia dalam Brain Based Learning. Sebagai seorang guru kita harus
mempersiapkan siswa kita melalui pendidikan yang tepat untuk bekal mereka siap
menghadapi tantangan sesuai jamannya.
2.1.4.2 Manfaat Media Pembelajaran
Dalam pembelajaran guru menyampaikan materi pembelajaran kepada
-
49
siswa secara aktif, inspiratif, kooperatif, efektif dan menyenangkan. Dengan
menggunakan media pembelajaran seorang guru dapat terbantu menyampaikan
materi kepada siswa dalam jumlah yang besar, audio-visual mampu menjangkau
keseluruh kelas dengan baik, dan mampu menyampaikan kembali materi kepada
kelas yang lain tanpa mengulang kata kata yang sama. Hal tersebut akan
menghemat energi pembelajaran dan memperbanyak aktifitas guru untuk lebih
memperdalam materi pembelajaran sampai tahap pemecahan masalah, mencari
solusi dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Media pembelajaran untuk menghindari atau memperkecil gangguan
komunikasi penyampaian pesan dalam pembelajaran disampaikan Mohammad
Jauhar (2011:99) bahwa fungsi media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. menghindari terjadinya verbalisme, 2. membangkitkan minat/ motivasi, 3.
menarik perhatian siswa, 4. mengatasi keterbatasan: ruang, waktu dan ukuran,
5. mengaktifkan siswa dalam belajar, 6. mengefektifkan pemberian
rangsangan belajar.
Kelebihan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) diantaranya dapat memberikan pemahaman siswa tentang
materi pembelajaran secara mendalam, mempermudah materi pembelajaran
untuk dipahami dan diingat siswa, merangsang kemampuan siswa dalam
belajar dan mengembangkan rasa ingin tahu, memberikan keleluasaan
pembelajaran tanpa batasan ruang, waktu dan kejadian, bahkan mampu
melakukan manipulasi terhadap kondisi pembelajaran melalui pembrian
stimulus gerak, pencahayaan, audio visual. Harapan lain dari penggunaan
media adalah menghemat wakt dan biaya dalam pencapaian tujuan
pembelajaran.
-
50
2.1.4.3 Jenis Media Pembelajaran
Guru memilihan media pembelajaran sesuai dengan materi yang akan
disampaikan dan terjangkau untuk dilaksanakan. Perencanaan dan
persiapantersebut berkaitan dengan bahan, waktu,tenaga, pikiran (ide), biaya,
pemikiran, siswa sebagai penerima pesan dan sebagainya. Dalam pembelajaran
sederhana, guru dapat memanfaatkan minimal media pembelajaran yang terdapat
pada kelas seperti papan dan alat tulis, buku dan guru. Media pembelajaran yang
lebih modern dapat dipilih oleh guru dalam pembelajaran diantaranya adalah
komputer dan internet.
Penggabungan beberapa media dengan mengambil segi kelebihan dari
beberapa sisinya menjadi pilihan guru dalam pembelajaran berbasis multi media
menyesuaikan dengan dan karakteristik siswa belajar dari segi kogninif, afektif, dan
psikomotor.Anderson (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010: 90) pakar
multimedia asal Swedia menggolongkan menjadi 10 media:
1. Audio: Kaset audio, siaran radio, CD, telepon, 2. Cetak: buku pelajaran,
modul, brosur, leaflet, gambar, 3. Audio-cetak: kaset audio yang dilengkapi
bahan tertulis, 4. Proyeksi visual diam: Overhead transparansi (OHT), film
bingkai (slide), 5. Proyeksi audio visual diam: film bingkai slide bersuara, 6.
Visual gerak: film bisu, 7. Audio visual gerak: film gerak bersuara, VCD,
Televisi, 8. Obyek wisata: Benda nyata, model, specimen, 9. Manusia dan
lingkungan: guru, pustakawan, laboran, 10. Komputer: CAI
2.1.4.4 Multimedia
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat
pesat berpengaruh terhadap perkembangan media pembelajaran dengan
dikembangkannya media pembelajaran yang berbasis komputer (computer based
-
51
media). Komputer mampu menghadirkan pembelajaran secara audio-visual materi
pembelajaran guru dikelas bahkan mampu menhadirkan sumber tanpa batasan
tempat dan waktu. Media komputer merupakan media yang atraktif dan interaktif
mendorong pembelajaran kearah pengalaman nyata bagi siswa.
Sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang
mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara,
grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif.
Dalam kajiannya definisi multi media menurut Zeenbry (Niken Ariani dan Dany
Haryanto, 2010: 11) adalah: multimedia merupakan kombinasi dari data teks,
audio, gambar animasi, video dan interaks. Berdasarkan pendapat para ahli
tentang multimedia disimpulkan oleh Wahono (Niken Ariani dan Dany Haryanto,
2010: 11) dalam pendapatnya sebagai berikut:
multimedia merupakan perpaduan antara berbagai media (format file) yang berupa teks, gambar (vektor atau bitmap), grafik, sound, animasi, video,
interaksi, dan lain lain yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi),
digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik. Pemanfaatan
multimedia sangatlah banyak diantaranya untuk: media pembelajaran, game,
film, dunia medis, militer, bisnis, desain, arsitektur, olahraga, hobi, iklan atau
promosi, dan lain lain
Dalam pemanfaatan multimedia dapat memanfaatkan eLearning. Dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini internet mampu
meghadirkan informasi pada belahan dunia lain dalam sekejap, bahkan online.
Informasi dan kasus pembelajaran dapat dimodifikasi oleh guru dan dihadirkan
sebagai materi pembelajaran dikelas yang langsung diakses siswa. Sebagai media
dengan pendekatan inovatif, interaktif, eLearning mampu memfasilitasi
pembelajaran tanpa batasan waktu dan tempat sebagaimana disampaikan Khan
-
52
(Karampiperis. P, & Sampson. D ,2005: 128) sebagai berikut:
eLearning can be viewed as an innovative approach for delivering well
designed, learner-centered, interactive, and facilitated learning environment to
anyone, anyplace, anytime by utilizing the attributes and resources of various
digital technologies along with other forms of learning materials suited for
open, flexible, and distributed learning environment.
Sementara menurut Hofstetter (Niken Ariani dan Dany Haryanto, 2010:
11) menyampaikan definisi tentang multimedia adalah pemanfaatan komputer
untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, video, dengan
menggunakan alat yang memungkinkan pemakai berinteraksi, berkreasi, dan
berkomunikasi. Pendapat yang sama tentang multimedia sebagai penggabungan
dari berbagai media disampaikan Steven Hackbarth (Unik Ambarwati, 2010:4)
tentang multimedia sebagai berikut:
Multimedia is suggested as meaning the use of multiple media formats for the
presentation of information, including texts, still or animated graphics, movie
segments, video, and audio information. Computer-based interactive
multimedia includes hypermedia and hypertext. Hypermedia is a computer-
based system that allows interactive linking of multimedia format information
including text, still or animated graphic, movie segments, video, and audio.
Hypertext is a non-linier organized and accessed screens of text and static
diagrams, pictures, and tables.
Diterjemahkan menjadi format yang digunakan untuk mempresentasikan
informasi, termasuk teks, grafik animasi, segmen film, video, dan informasi audio.
Media berbasis interaktif komputer termasuk didalamnya adalah hypermedia dan
hyperteks. Hypermedia adalah sistem interaktif berbasis komputer dengan
sambungan informasi interaktif pada multimedia format termasuk teks, animasi
grafik, segmen film, video, dan audio. Hiperteks adalah organisasi non linier dan
akses layar teks dan diagran, gambar, dan tabel.
-
53
2.1.4.5. Hypermedia
Hypermedia sebagai bagian dari pembelajaran berbasis komputer (computer
based system) memanfaatkan hiperterteks dengan merangkum berbagai media
dengan adanya penghubung (link) dari pengguna yang dihubungkan dengan nodes
meliputi video, suara, musik, teks, animasi, film, image dan data. Hal tersebut
disampaikan oleh Blanchard dan Rotenberg (Munir dan Halimah Badioze Zaman,
1999:5) sebagai berikut:
Hypermedia adalahgabungan pelbagai media yang dikawal oleh hiperteks.
Hypermedia dapat merangkumi pelbagai media: video, suara, muzik, teks,
animasi, film, grafik dan imej . Dalam hypermedia ada dua konsep dasar yang
menjadi ciri khusus yaitu penghubung (link) dan yang dihubungkan (nodes).
Nodes adalah bahagian-bahagian dari sumber maklumat yang ada dalam
hypermedia yang meliputi ; video, suara, musik, teks, animasi, film, grafik ,
imej dan data. Sedangkan link adalah penghubung atau yang membuat
hubungan antara nodes dengan pengguna. Hiperteks dalam hypermedia
berfungsi sebagai link. Jadi nodes tidak mempunyai arti apa-apa dalam
hypermedia tanpa adanya peranan hyperteks sebagai link.
Di kalangan para pengguna internet, istilah hypertext sudah lazim
digunakan. Hypertext menyampaikan informasi dengan cara yang tidak berurutan.
Melalui hypertext, pengguna bisa mencari informasi yang diperlukan sesuai tujuan
dari pengguna. Peranan hypertext dalam perkembangan teknologi informasi
sangat besar karena konsep hypertext memberikan kemudahan kepada
pembangunan sumber informasi dalam menciptakan struktur informasi secara acak
(non sequentially). Fakta penting yang tersirat dalam sejumlah dokumen panjang
yang disusun secara beraturan (sequentially) memberikan kesukaran kepada
pengguna dalam pencarian informasi sehingga dapat menimbulkan rasa jenuh
dan sulit untuk melacak informasi secara mudah dan cepat.
Lancien (Niken Arianidan Dany Haryanto, 2010: 152) menyampaikan
-
54
bahwa Hiperteks merujuk pada kaidah pengaturan dan pemaparan teks secara
nonsequental dan nonlinear, dan para pembaca dapat memilih teks dengan
mengikuti cara yang paling nyaman bagi mereka. Dalam hal ini, pembaca
menguasai hal dan aturan sesuatu yang dibacanya dengan pemikiran bahwa aturan
yang ditentukan oleh pembaca adalah bersifat lebih personal dan bermakna
daripada aturan yang ditentukan oleh penulis.
Salahsatu ciri hypermedia adalah News On Demand (nod) yang akan
dibaca oleh seseorang sesuai dengan apa yang diminatinya. Penstrukturan suatu
hiperteks (atau hubungan antara nod-nod) dikenal sebagai links atau rangkaian
yang menghubungkan nod-nod tersebut. Links biasanya mengandung perkataan
yang ditonjolkan atau highlighted dan pembaca akan mengkliknya apabila ia ingin
tahu lebih lanjut tentang isi teks tersebut. Dalam hypermedia, nod-nod
mengandung berbagai bentuk media. Satu nod mungkin mengandung teks, tetapi
bisa juga terdapat gambar grafik, suara, animasi, atau video klip. Niken Arianidan
Dany Haryanto (2010: 152). Siswa akan mencari sumber pembelajaran sesuai
masalah yang dihadapinya tanpa ada batasan ruang dan waktu melalui nod ini, hal
tersebut menjadi media yang tepat untul pembelajaran metode PBL.
Nod bermakna satu dokumen dalam pangkalan data hypertext.
Nod merupakan unit-unit kecil pelajaran yang tersusun dalam bentuk teks,
visualisasiatau video, grafik, dan audio (Microsoft Encarta Encyclopedia,
2002). Nod sangat penting karena merupakan sumber informasi hypertext itu
sendiri. Tanpa nod hypertext tidak memiliki informasi apa-apa, tidak memiliki
makna apa-apa tanpa dihubungkan oleh link. Bisa dikatakan bahwa link adalah
-
55
nyawa dari hypertext karena link dapat bergerak kemana-mana sesuai dengan
kehendak pengguna. Basis data merupakan satu penyatuan antara kumpulan data
komputer, carapenyusunan dan penyimpanannya supaya dapat dicapai dengan
cepat dan mudah.
Hypermedia menjadi media pembelajaran yang sangat menarik karena
memberikan ide, informasi dan materi pembelajaran sesuai tingkat berpikir siswa.
Hypermedia adalah gabungan berbagai media yang dikawal oleh hiperteks.
Hypermedia dapat terdiri dari video, suara, musik, teks, animasi, film, grafik dan
imej menggunakan penghubung (link) dan yang dihubungkan (nodes) sebagai
bagian informasi yang ada dalam hypermedia yang meliputi; video, suara, muzik,
teks, animasi, film, grafik , imej dan data. Sedangkan link adalah penghubung atau
yang membuat hubungan antara nodes dengan pengguna.
Dengan hypermedia akan membantu guru dan siswa dalam pembelajaranyaitu
menghindari terjadinya verbalisme, membangkitkan minat/ motivasi, menarik
perhatian siswa, mengatasi keterbatasan: ruang, waktu dan ukuran, mengaktifkan
siswa dalam belajar, mengefektifkan pemberian rangsangan belajar sehingga
sangat cocok untuk menyampaikan materi pembelajaran demand, suply, and price
equelibrium dengan metode PBL.
2.2 Kerangka Pemikiran
Belajar sebagai proses pendidikan dalam membentuk pengetahuan dan
perubahan tingkah laku manusia sangat penting dalam memberikan bekal
kemampuan berpikir yang akan digunakan untuk menghadapi kehidupan.
-
56
Pengembangan kemampuan pembelajaran secara utuh pada aspek pengetahuan
(kognitif), pemahaman (afektif) dan keterampilan (psikomotor) dapat dilakukan
dalam pembelajaran di sekolah.
Pembelajaran di sekolah yang dikembangkan dalam konstruktivistik
memberikan kesempatan siswa mencari makna pembelajaran serta manfaatnya,
sehingga pembelajaran berlangsung secara aktif dan mandiri. Guru dalam
pembelajaran tidak hanya sebagai rutinitas, tanpa mencoba memfasilitasi
pembelajaran dengan berbagai jenis metode dan strategi pengajaran. Melalui
pembelajaran mandiri dan berpikir kritis, siswa akan mengkonstruksi makna ilmu
pengetahuan sehingga proses pembelajaran akan aktif, efektif, dan
menyenangkan.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah sering menjadi
pelajaran yang membosankan, hafalan, kurang menantang, bahkan menjadi
pilihan yang dinomor duakan. Hasil nyata dari pembelajaran IPS dapat dilihat dari
nilai siswa yang diperoleh pada ulangan bulanan, ujian tengah semester, maupun
ulangan kenaikan kelas yang tercermin pada laporan kemajuan hasil belajar siswa
(raport). Pembelajaran IPS memberikan bekal penting bagi siswa dalam
kehidupan sehari hari seharusnya mendorong siswa tertantang dan tertarik
dalam mempelajarinya. IPS Ekonomi pada materi permintaan (demand),
penawaran (suply), dan harga keseimbangan (price equelibrium) berisi simbol
simbol, konsep, dan analisis matematis yang mendorong siswa berpikir fungsional
sehingga membutuhkan kemampuan berpikir kritis.
-
57
Kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai kemampuan yang
dikembangkan pada pembelajaran di sekolah menjadi sangat penting karena siswa
dilatih dalam pemecahan masalah, mengembangkan ide secara orisinal dan
menghadapi tantangan sesuai zamannya nanti. Pembiasaan berpikir kritis secara
sistematis, logis, melatih imajinasi dan membentuk ide akan mengembangkan
kemampuan dalam memecahkan masalah kehidupan dankeberhasilan kehidupan
siswa. Berpikir kritis sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi akan mendorong
siswa mengkaji sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau masalah untuk
mendapatkan sebuah hipotesis atau kesimpulan sebagai proses pengambilan
keputusan secara rasional atas apa yang diyakini dan dikerjakan secara nyata
melalui aspek penafsiran, analisis, evaluasi, kesimpulan dan penjelasan.
Guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam konstruktivisme mampu
mempersiapkan pembelajaran dengan baik. Pemilihan strategi, model, metode,
media, teknik dalam proses pembelajaran akan sangat mempengaruhi pencapaian
hasil belajar. Salahsatu metode yang berkembang pesat dalam mengembangkan
berpikir kritis adalah Problem Based Learning,dimana siswa dihadapkan pada
masalah secara nyata melalui mengorientasikan siswa pada masalah,
mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing pemeriksaan individual atau
kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Denganpembelajaran berbasis masalah
yang diterapkan dalam pembelajaran akan meningkatkan kemampuan berpikir
kritis.
-
58
Media pembelajaran sebagai pendukung penyampaian materi akan sangat
mempengaruhi hasil belajar. Perkembangan dunia pendidikan melalui media
pembelajaran elearning, mampu mensimulasikan secara langsung dan nyata
kejadian, persoalan yang terjadi pada belahan dunia lain dalam waktu yang sama.
Internet menjadi suatu kebutuhan bagi pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan siswa karena masa depan adalah era digital.
Hypermedia adalah gabungan berbagai media yang dikawal oleh
hiperteks. Hypermedia dapat terdiri dari video, suara, musik, teks, animasi, film,
grafik dan imej menggunakan penghubung (link) dan yang dihubungkan (nodes)
sebagai bagian informasi yang ada dalam hypermedia yang meliputi ; video,
suara, musik, teks, animasi, filem, grafik , imej dan data. Sedangkan link adalah
penghubung atau yang membuat hubungan antara nodes dengan pengguna.
Melalui hypermedia siswa akan memilih materi melalui sajian multimedia yang
disajikan guru, dihubungkan dengan hyperlink dan mampu memberikan
informasi. Pembelajaran akan berlangsung menarik karena menghindari terjadinya
verbalisme, membangkitkan minat/ motivasi, menarik perhatian siswa, mengatasi
keterbatasan: ruang, waktu dan ukuran, mengaktifkan siswa dalam belajar,
mengefektifkan pemberian rangsangan belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode
problem based learning menggunakan hypermedia mempunyai hubungan positif
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS.
Konstruk antar variabel dari penelitian di atas adalah sebagai berikut:
-
59
Gambar 2.1
Hubungan antar variabel penelitian
Katerangan:
X : Metode Pembelajaran Problem Based Learning (Variabel bebas )
Y : Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (Variabel terikat)
2.3 Pengajuan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teoristis dan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan
sesudah perlakuan pada kelas yang menggunakan metode problem based
learning (PBL) dengan hypermedia (kelas eksprimen).
2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara sebelum dan
sesudah perlakuan pada kelas yang menggunakan metode diskusi dengan
multimedia (kelas kontrol).
3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada
kelas yang menggunakan metode problem based learning (PBL)
menggunakan hypermedia (kelas eksprimen) dengan kelas yang
menggunakan metode diskusi dengan multimedia (kelas kontrol).
Y