bab_ii

Download bab_ii

If you can't read please download the document

Upload: sigit-purnomo

Post on 20-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB II

41

12

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

Kajian PustakaKeterampilan menyimak pada siswa usia sekolah dapat dikatakan masih rendah. Kenyataan tersebut telah mendorong lahirnya penelitian-penelitian yang mengupayakan peningkatan keterampilan menyimak. Penelitian-penelitian tentang peningkatan keterampilan menyimak pada umumnya mampu meningkatkan keterampilan menyimak pada siswa.

Penelitian-penelitian tersebut telah dilakukan dengan berbagai teknik dan media. Akan tetapi, penelitian dengan topik yang sama masih dapat dilanjutkan dengan menggunakan teknik maupun media yang berbeda dalam rangka meningkatkan keterampilan menyimak siswa. Beberapa penelitian yang dapat dijadikan kajian dalam penelitian adalah Riyadi (2000), Darmawan (2001), Parjinah (2003), Pangesti (2005), Wulandari (2006), dan Irawati Puji Lestari (2008).Riyadi (2000) melakukan penelitian tentang Kemampuan Siswa Menyimak yang Diajar dengan Teknik Dengar Tulis dan dengan Teknik Dengar Murni. Hasilnya adalah metode menyimak yang diajarkan dengan teknik dengar-tulis lebih dapat meningkatkan keterampilan menyimak. Dengan demikian teknik dengar-tulis mempunyai hasil yang lebih tinggi daripada teknik dengar-murni. Masukan bagi penelitian ini adalah teknik menyimak yang digunakan dalam pembelajaran harus tepat sehingga menunjang peningkatan kemampuan siswa. Kelebihan penelitian Riyadi adalah peneliti dapat menemukan teknik mana yang lebih tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyimak. Kekurangan dalam penelitian ini adalah peneliti kurang menspesifikkan keterampilan menyimak apa yang telah dilakukan jika dilihat dari judul. Kedudukan penelitian Riyadi dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah ikut di dalamnya. Persamaan antara penelitian yang dilakukan Riyadi dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti tentang kegiatan menyimak. Perbedaannya terletak pada teknik atau metode yang digunakan.Darmawan (2001) melakukan penelitian tentang Peningkatan Keterampilan Menyimak dengan Menggunakan Media Audio pada siswa Kelas 2 Kaliwungu Kudus. Hasil penelitian tersebut menunjukkan ada peningkatan daya simak setelah menggunakan audio dalam pembelajaran menyimak. Terbukti pada hasil nilai rata-rata di siklus pertama mencapai 64,38 dan pada siklus kedua mencapai 70,65, kelihatan dari siklus pertama ke siklus kedua mengalami peningkatan sebesar 6,27. Penelitian ini dapat memberikan masukan yaitu adanya pemanfaatan media audio untuk pembelajaran keterampilan menyimak dongeng. Kelebihan dari penelitian ini adalah peneliti bisa membuktikan bahwa daya simak siswa dapat meningkat setelah menggunakan audio. Kekurangan penelitian ini adalah peneliti belum menyebutkan kegiatan menyimak apa yang akan dilakukan jika dilihat dari judul. Kedudukan penelitian Darmawan terhadap penelitian yang peneliti lakukan adalah berada di dalamnya. Persamaan antara penelitian Darmawan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti kegiatan menyimak. Perbedaannya adalah jika penelitian Darmawan ditekankan hanya pada penggunaan media sedangkan penelitian yang peneliti lakukan ditekankan pada materi simak dan metode yang digunakan.Parjinah (2003) melakukan penelitian tentang Keterampilan Menyimak dengan Menggunakan Wacana Cloze pada SLTP Negeri 1 Sokaraja Kabupaten Banyumas Tahun Pendidikan 2002/2003. Hasilnya menunjukkan ada peningkatan kemampuan menyimak dengan menggunakan wacana cloze, yaitu nilai rata-rata pretes memperoleh 6,86 kemudian pada nilai rata-rata tes siklus I mendapat 7,25 dan siklus II mendapat 7,66. Selain itu, perilaku siswa juga mengalami peningkatan yaitu siswa menjadi lebih aktif dan sikap siswa menjadi lebih baik. Kelebihan penelitian Parjinah adalah peneliti bisa meningkatkan hasil keterampilan menyimak dan perubahan perilaku dengan menggunakan wacana cloze. Kekurangan penelitian ini adalah peneliti belum menyebutkan kegiatan menyimak apa yang akan dilakukan jika dilihat dari judul. Kedudukan penelitian Parjinah berada dalam penelitian yang peneliti lakukan meskipun hanya sedikit. Persamaan antara penelitian Parjinah dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti tentang kegiatan menyimak. Perbedaan antara penelitian Parjinah dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut. Penelitian Parjinah menggunakan wacana cloze sedangkan penelitian yang peneliti lakukan ditekankan pada materi dongeng dan menggunakan metode analisis kritis.Penelitian selanjutnya dikaji oleh Pangesti (2005) melakukan penelitian Peningkatan Keterampilan Menyimak Dongeng dengan Media Audio Visual pada Siswa Kelas VII D SMP Negeri 30 Semarang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menyimak dongeng setelah diadakan penelitian dengan menggunakan audio visual. Rata-rata pada siklus I mencapai 69,6 dan termasuk dalam kategori cukup. Dengan demikian ada peningkatan nilai rata-rata dari pratindakan ke siklus I sebesar 11,9%. Adapun peningkatan nilai dari nilai target sebesar 4,6. Pada siklus II nilai rata-rata yang dicapai adalah 79,7, sehingga mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 10,1% Selain itu, perilaku siswa juga mengalami peningkatan yaitu siswa menjadi lebih aktif dan sikap siswa menjadi lebih baik. Kelebihan penelitian Pangesti adalah peneliti bisa meningkatkan hasil keterampilan menyimak dan perubahan perilaku dengan menggunakan media audio visual. Kedudukan penelitian Pangesti berada dalam penelitian yang peneliti lakukan. Persamaan antara penelitian Pangesti dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti tentang kegiatan menyimak dongeng. Perbedaan antara penelitian Pangesti dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut. Penelitian Pangesti ditekankan pada penggunaaan media yaitu media audio visual sedangkan penelitian yang peneliti lakukan hanya menggunakan media audio akan tetapi lebih ditekankan pada metode pembelajarannya yaitu metode analisis kritis.Wulandari (2006) melakukan penelitian tentang peningkatan kemampuan menyimak berbahasa Jawa dengan teknik wacana teks rumpang siswa kelas VII SMP PGRI 2 Ajibarang. Hasil penelitiannya pada kegiatan pretes mencapai nilai rata-rata 61,75 dan setelah dilakukan tindakan siklus pertama nilai rata-rata menjadi 69,13, berarti ada peningkatan sebesar 7, 38 %. Hasil pada tindakan siklus kedua mencapai nilai rata-rata sebesar 77,13, berarti mengalami peningkatan sebesar 8 % dari siklus pertama. Secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 15,38 %. Selain mengalami peningkatan menyimak wacana berbahasa jawa, siswa juga mengalami perubahan tingkah laku yaitu dari siswa yang semula sering menunjukkan perilaku negatif berubah menjadi perilaku positif. Penelitian ini nantinya akan memperkuat bahwa pembelajaran menyimak dongeng berbahasa Jawa sangat penting bagi siswa SMP kelas VII.Irawati Puji Lestari (2008) melakukan penelitian tentang keterampilan menyimak dongeng melalui media audiovisual dengan menggunakan metode reseptif. Hasil penelitiannya menunjukan nilai rata-rata pada siklus pertama mencapai 71,6, dan pada siklus kedua mencapai 90,6. Penelitian ini menunjukan perubahan nilai yang sangat drastis. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu pada penggunaan media dan metode pembelajarannya. Pada penelitian ini, peneliti ingin meneliti tentang pembelajaran sastra di sekolah dan mengangkat karya sastra dongeng berbahasa Jawa sebagai materi pembelajarannya. Pada penelitian-penelitian tentang peningkatan keterampilan menyimak dongeng yang sudah dilakukan sebelumnya, terbukti bahwa penelitian dengan menggunakan tekhnik dan media tertentu dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menyimak dongeng.

Landasan TeoritisDalam landasan teoretis akan dibahas mengenai keterampilan menyimak, dongeng, dan metode analisis kritis.

Keterampilan MenyimakPada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian menyimak, tujuan menyimak, manfaat menyimak, ragam menyimak, tahap-tahap menyimak, faktor-faktor menyimak, kendala menyimak, ciri-ciri penyimak yang baik, dan pemilihan bahan dalam pembelajaran menyimak.

Pengertian MenyimakKeterampilan menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa pertama ketika manusia memperoleh bahasa. Menyimak sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat sebagai sarana berinterkasi dan komunikasi. Keterampilan menyimak merupakan keterampilan pertama kali yang digunakan siswa dalam proses pembelajaran sebelum keterampilan yang lain, seperti membaca, berbicara, dan menulis. Dengan demikian keterampilan menyimak adalah keterampilan terpenting sebelum melakukan kegiatan berbahasa yang lain, seperti membaca, berbicara, dan menulis.

Menyimak menurut Akhdiat (dalam Sutari 1997:19), ialah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasikan, dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya. Anderson (dalam Tarigan 1994:28), menyatakan bahwa menyimak adalah proses besar mendengarkan, menyimak, serta menginterpretasikan lambang-lambang lisan. Russel & Russel (dalam Tarigan 1994:28), menyatakan bahwa menyimak mempunyai makna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi.Menurut Tarigan (1994:28), menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.Subyantoro dan Hartono (2003:1-2 dalam Suratno 2006), menyatakan bahwa mendengar adalah peristiwa tertangkapnya rangsangan bunyi oleh panca indera pendengaran yang terjadi pada waktu kita dalam keadaan sadar akan adanya rangsangan tersebut, sedangkan mendengarkan adalah kegiatan mendengar yang dilakukan dengan sengaja penuh perhatian terhadap apa yang didengar, sementara itu menyimak pengertiannya sama dengan mendengarkan tetapi dalam menyimak intensitas perhatian terhadap apa yang disimak lebih ditekankan lagi.Dari pendapat beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan yang dilakukan dengan penuh perhatian dan pemahaman, apresiasi dan interpretasi untuk memperoleh suatu pesan, informasi dan menangkap isi pesan tersebut yang disampaikan oleh orang lain melalui bahasa lisan yang telah disimak.Tujuan MenyimakMenurut Shrope; Logan [et all] (dalam Tarigan 1994:56-57), tujuan orang menyimak sesuatu itu beraneka ragam antara lain (1) menyimak untuk belajar, (2) menyimak untuk menikmati, (3) menyimak untuk mengevaluasi, (4) menyimak untuk mengapresiasi, (5) menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide, (6) menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi, (7) menyimak untuk memecahkan masalah, (8) menyimak untuk meyakinkan.

Pertama, menyimak untuk belajar. Ada orang yang menyimak untuk memperoleh pengetahuan dari ujaran pembicara. Kedua, menyimak untuk menikmati. Menikmati yang dimaksud adalah untuk menikmati keindahan audial, yaitu menyimak dengan penekanan pada penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atas yang diperdengarkan.Ketiga, menyimak untuk mengevaluasi. Menyimak dengan maksud agar dia dapat menilai apa-apa yang dia simak itu (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngaur, logis-tak logis, dan lain-lain). Keempat, menyimak untuk mengapresiasi. Menyimak dengan maksud agar dia dapat menikmati serta menghargai apa-apa yang disimaknya itu.Kelima, menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide. Orang menyimak dengan maksud agar dia dapat mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan, maupun perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat. Keenam, menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi. Orang yang menyimak ini membedakan mana bunyi yang membedakan arti (distingtif) dan mana bunyi yang tidak membedakan arti.Ketujuh, menyimak untuk memecahkan masalah. Orang yang menyimak agar bisa memecahkan masalah secara kreatif dan analisis. Kedelapan, menyimak untuk meyakinkan orang. Orang menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau pendapat yang selama ini dia ragukan (menyimak secara persuasif).Tarigan (1991:5), menyimak mempunyai tujuan (1) mendapatkan fakta, (2) menganalisis fakta, (3) mengevaluasi fakta, (4) mendapatkan inspirasi, (5) menghibur diri, (6) meningkatkan kemampuan bicara.Secara umum, tujuan menyimak adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan secara khusus, tujuan menyimak adalah: (1) untuk memperoleh informasi, (2) untuk menganalisis fakta, (3) untuk mendapatkan iinspiransi, (4) untuk mendapatkan hiburan, (5) untuk memperbaiki kemampuan berbicara, dan (6) untuk membentuk kepribadian (Soenardji dalam Suratno 2006).Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menyimak adalah untuk memperoleh informasi, untuk menganalisis data, dan untuk mendapatkan hiburan.Manfaat MenyimakMenurut Setiawan (dalam Suratno 2006), manfaat menyimak adalah sebagai berikut.

Pertama, menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang berharga bagi kemampuan siswa, sebab menyimak mempunyai nilai informatif, yaitu memberikan masukan pada kita agar lebih berpengalaman. Kedua, meningkatkan intelektualitas serta memperdalam penghayatan keilmuan dan khazanah ilmu kita. Ketiga, memperkaya kosakata kita, menambah perbendaharaan ungkapan yang tepat, bermutu dan puitis. Komunikasi menjadi lebih lancar dan kata-kata yang digunakan lebih variatif jika orang banyak menyimak.Keempat, memperluas wawasan, meningkatkan penghayatan hidup serta membina sifat terbuka dan objektif. Orang cenderung lebih lapang dada, dapat menghargai pendapat dan keberadaan orang lain, tidak picik, tidak sempit lapang dada, tidak fanatik kata jika orang banyak menyimak. Kelima, meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosial. Lewat menyimak kita bisa mengenal seluk-beluk kehidupan dengan segala dimensinya. Kita dapat merenungi nilai kehidupan jika bahan yang disimak baik sehingga tergugah semangat kita untuk memecahkan masalah.Keenam, meningkatkan citra artistik, jika yang kita simak itu merupakan bahan yang isinya semakin halus dan bahasanya indah. Banyak orang yang menyimak dapat menumbuhsuburkan sikap apresiatif, sikap menghargai karya orang lain serta meningkatkan selera estetis kita. Ketujuh, menggugah kreativitas dan semangat mencipta agar kita mampu menghasilkan ujaran-ujaran dan tulisan-tulisan yang berjati diri. Dengan menyimak kita mendapatkan ide-ide yang cemerlang dan segar, serta pengalaman hidup yang berharga. Semua itu akan mendorong kita agar giat berkarya dan kreatif.Ragam MenyimakKegiatan menyimak mempunyai bentuk yang beraneka ragam. Ragam menyimak menurut Sutari, dkk (1997:28-33), diklasifikasikan berdasarkan sumber suara, taraf aktifitas menyimak, taraf hasil simakan, cara penyimakan, bahan simakan, tujuan menyimak, dan tujuan spesifik.

Berdasarkan sumber suara yang disimak, terdapat dua ragam menyimak, yaitu menyimak intrapribadi dan menyimak antarpribadi. Menyimak intrapribadi adalah suara yang disimak berasal dari diri sendiri, sedangkan menyimak antarpribadi adalah menyimak suara yang berasal dari orang lain.Berdasarkan taraf aktifitas menyimak dibedakan atas kegiatan menyimak taraf rendah dan taraf tinggi. Menyimak bertaraf rendah disebut silent listening. Menyimak taraf rendah hanya memberikan perhatian, dorongan dan menunjang pembicaran. Sedangkan menyimak taraf tinggi disebut active listening. Menyimak taraf tinggi biasanya diperlihatkan penyimak dengan mengutarakan kembali isi simakan.Berdasarkan taraf hasil simakan terdapat beberapa ragam menyimak. Pertama, menyimak terpusat. Menyimak ini harus memusatkan pikiran agar tidak salah melaksanakan hasil simakannya itu. Kedua, menyimak untuk membandingkan. Penyimak menyimak pesan tersebut kemudian membandingkan isi pesan dengan pengalaman dan pengetahuan penyimak relevan. Ketiga, menyimak organisasi materi. Yang dipentingkan oleh penyimak adalah mengetahui organisasi pikiran yang disampaikan pembicara, baik ide pokoknya maupun ide penunjangnya. Keempat, menyimak kritis. Penyimak melakukan menyimak secara kritis dengan cara menganalisis pesan yang disimaknya untuk kejelasan penyimak meminta data lebih lengkap tentang hal yang dikemukakan pembicara. Kelima, menyimak kreatif dan apresiatif. Penyimak ini memberi reaksi lebih jauh terhadap hasil simakannya dengan memberi respon setelah penyimak memahami dan menghayatinya betul pesan itu ia memperoleh informasi yang dapat melahirkan pendapat baru sebagai hasil kreasinya.Berdasarkan cara penyimakan, ada dua ragam menyimak. Pertama, menyimak intensif. Penyimak ini melakukannya dengan penuh perhatian, ketekunan dan ketelitian sehingga memahami secara mendalam dan menguasai secara luas bahan simakannya. Yang termasuk ke dalam menyimak intensif adalah: menyimak kritis, menyimak konsentratif, menyimak kreatif, menyimak interogatif, dan menyimak selektif. Kedua, menyimak ekstensif. Penyimak hanya memahami secara garis besar. Menyimak ekstensif meliputi: menyimak sekunder, menyimak estetik, dan menyimak sosialBerdasarkan tujuan menyimak, dapat dibedakan menjadi enam jenis. Pertama, menyimak sederhana. Menyimak sederhana terjadi dalam percakapan dengan teman atau percakapan melalui telepon. Kedua, menyimak deskriminatif. Menyimak untuk membedakan suara atau perubahan suara. Ketiga, menyimak santai. Menyimak santai adalah menyimak untuk tujuan kesenangan. Keempat, menyimak informatif adalah menyimak untuk mencari informasi. Kelima, menyimak literature. Menyimak untuk mengorganisasikan gagasan. Keenam, menyimak kritis. Menyimak untuk menganalisis tujuan pembicara.Berdasarkan tujuan khusus, Logan dan kawan-kawan (dalam Sutari, dkk 1997:32-34), mengklasifikasikan menyimak menjadi beberapa jenis. Pertama, menyimak untuk belajar. Melalui kegiatan menyimak seseorang mempelajari beberapa hal yang dibutuhkan. Kedua, menyimak untuk menghibur. Penyimak menyimak sesuatu untuk menghibur dirinya. Ketiga, menyimak untuk menilai. Penyimak mendengarkan dan memahami simakan, kemudian menelaah, mengkaji, menguji, membandingkan dengan pengalaman dan pengetahuan banyak. Keempat, menyimak apresiatif. Penyimak memahami, menghayati, mengapresiasi materi simakan. Kelima, menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan. Penyimak memahami, merasakan gagasan, ide, perasaan pembicara sehingga terjadi sambung rasa antara pembicara dan pendengar. Keenam, menyimak deskriminatif. Menyimak untuk membedakan suara atau bunyi. Ketujuh, menyimak pemecahan masalah. Penyimak mengikuti uraian pemecahan masalah secara kreatif analitis yang disampaikan oleh pembicara.Tarigan (1994:35-40), membagi menyimak menjadi dua jenis yaitu: (1) menyimak ekstensif, (2) menyimak intensif.Pertama, menyimak ekstensif. Menyimak ekstensif adalah sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran.Adapun kegiatan menyimak ekstensif, antara lain menyimak sosial, menyimak estetika, menyimak sekunder, dan menyimak pasif. (a) Menyimak sosial, biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat orang-orang mengobrol, seperti di pasar, sekolah, terminal, stasiun, kantor pos, dan sebagainya. (b) Menyimak estetika, sering disebut menyimak apresiatif. Menyimak estetika adalah kegiatan menyimak untuk menikmati dan menghayati sesuatu, misalnya menikmati cerita, puisi, menyimak musik atau radio. (c) Menyimak sekunder adalah menyimak secara kebetulan. Menyimak pada musik yang mengiringi ritme-ritme dan pada acara radio yang terdengar sayup-sayup sementara kita sedang menulis surat pada seorang teman di rumah. (d) Menyimak pasif adalah menyimak suatu ujaran tanpa upaya sadar, misalnya dalam kehidupan sehari-hari pembelajar mendengarkan bahasa Jawa, setelah dalam waktu 3 tahun ia sudah mahir menggunakan bahasa tersebut. Kemudian menggunakan bahasa Jawa tersebut dilakukan tanpa sengaja.Kedua, menyimak intensif. Menyimak intensif adalah sejenis kegiatan menyimak yang diarahkan kepada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap satu hal tertentu.Adapun jenis-jenis menyimak intensif antara lain menyimak kritis, menyimak konsentratif, menyimak kreatif, menyimak eksploratif, menyimak interogatif, dan menyimak selektif. (a) Menyimak kritis adalah kegiatan menyimak untuk mencari kesalahan dari ujaran seseorang pembicara secara sungguh-sunguh, dengan alasan-alasan yang kuat yang dapat diterima oleh akal sehat, serta dinilai secara objektif, menentukan keaslian kebenaran dan keahlain serta kekurangan. (b) Menyimak konsentratif adalah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memperoleh pemahaman yang baik terhadap informasi yang diperdengarkan. (c) Menyimak kreatif adalah kegiatan menyimak yang sengaja dilakukan untuk menyenangkan rekonstruksi imajinasi dan perasaan kinaestetik para penyimak. (d) Menyimak eksplorasif adalah kegiatan menyimak bertujuan untuk menyelidiki sesuatu lebih terarah dan lebih sempit. (e) Menyimak interogatif adalah kegiatan menyimak yang bertujuan memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pemeroleh informasi. (f) Menyimak selektif adalah menyimak yang dilakukan secara selektif dan terfokus berdasarkan nada suara, bunyi-bunyi asing, bunyi-bunyi yang bersamaan, kata-kata dan frase-frase, bentuk-bentuk ketatabahasaan.Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ragam menyimak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan sumber suara, taraf aktifitas menyimak, taraf hasil simakan, cara penyimakan, bahan simakan, tujuan menyimak, tujuan spesifik, bentuk kegiatan menyimak.Tahap-tahap MenyimakTahap-tahap menyimak menurut Tarigan (1994:58-59) ada lima, yaitu tahap mendengar, tahap memahami, tahap menginterpretasi, tahap evaluasi, dan tahap menanggapi.

Pertama, tahap mendengar. Tahap ini kita hanya baru mendengar segala sesuatu yang diujarkan oleh pembicara. Dengan demikian kita masih berada tahap-tahap hearing. Kedua, tahap memahami. Setelah kita mendengar ujaran sang pembicara maka perlu untuk mengerti atau memahami dengan baik. Tahap ini merupakan tahap understanding.Ketiga, tahap menginterpretasi. Penyimak yang baik, yang cermat dan teliti belum merasa puas kalau hanya mendengar dan memahami isi ujaran oleh pembicara sehingga ia ingin menafsirkan apa yang tersirat dalam ujaran permbicara tersebut. Sehingga tahap ini disebut tahap interpreting.Keempat, tahap mengevaluasi. Setelah penyimak bisa memahami serta dapat menafsirkan isi pembicaraan maka mulailah penyimak menilai apa yang telah diujarkan oleh pembicara, yaitu tentang keunggulan dan kelemahan. Dengan demikian sampailah pada tahap evaluating. Kelima, tahap menanggapi. Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam kegiatan menyimak. Penyimak bisa menyambut, menyerap serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh pembicara. Tahap ini disebut tahap responding. Faktor-faktor yang Mempengaruhi MenyimakBeberapa pakar atau ahli mengemukakan beberapa jenis faktor yang mempengaruhi menyimak. Menurut Hunt (dalam Tarigan 1994:97) ada lima faktor yang mempengaruhi menyimak, yaitu sikap, motivasi, pribadi, situasi kehidupan, dan peranan dalam masyarakat, sedangkan Webb (dalam Tarigan 1994:97) ada lima faktor, yaitu pengalaman, pembawaan, sikap atau pendirian, motivasi, dan perbedaan jenis kelamin. Selain itu, Logan (dalam Tarigan 1994:98) mengemukakan empat faktor, yaitu lingkungan, fisik, psikologis, dan pengalaman.

Dari persamaan dan perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi menyimak oleh tiga ahli di atas, Tarigan (1994:99-107) menyimpulkan ada delapan faktor yaitu faktor fisik, faktor psikologis, faktor pengalaman, faktor sikap, faktor motivasi, faktor jenis kelamin, faktor lingkungan, dan faktor peranan dalam masyarakat.Pertama yaitu faktor fisik. Kondisi fisik seorang penyimak merupakan faktor penting yang turut menentukan keefektifan serta kualitas keaktifan menyimak. Kesehatan dan kesejahteraan fisik merupakan suatu modal penting yang turut menentukan bagi setiap penyimak. Lingkungan fisik juga mungkin sekali turut bertanggung jawab atas ketidakefektifan menyimak seseorang. Ruangan mungkin terlalu panas, lembab, ataupun terlalu dingin, suara atau bunyi bising yang mengganggu dari jalan, dari kamar sebelah, atau dari beberapa bagian ruangan tempat sang penyimak berada. Sepintas faktor-faktor fisik di atas bersifat sepele, namun guru yang bijaksana dan banyak pengalaman, akan memperhatikan hal-hal tersebut agar proses belajar mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, faktor-faktor fisik yang dapat mengganggu dan menghambat kelancaran proses menyimak harus disingkirkan.Kedua, faktor psikologis. Faktor psikologis ini ada dua, yaitu faktor yang bersifat positif memberi pengaruh baik dan faktor yang bersifat negatif memberi pengaruh buruk terhadap kegiatan menyimak. Faktor yang bersifat positif misalnya pengalaman-pengalaman masa lalu yang sangat menyenangkan, yang telah menentukan minat-minat dan pilihan-pilihan, kepandaian yang beraneka ragam dan lain-lainnya, kalau dihubungkan dengan suatu bidang diskusi dapat memberikan pengaruh baik dalam kegiatan menyimak yang mengasyikkan, memukau, dan menarik hati. Faktor yang bersifat negatif, yang berpengaruh buruk pada kegiatan menyimak, antara lain mencakup masalah-masalah: (a) prasangka dan kurangnya simpati; (b) keegoisentrisan; (c) kepicikan; (d) kebosanan dan kejenuhan; dan (e) sikap yang tidak layak.Ketiga, faktor pengalaman. Sikap merupakan hasil pertumbuhan, perkembangan, dan pengalaman. Kurang tidaknya minat merupakan akibat dari pengalaman yang kurang atau tidak ada sama sekali pengalaman dalam bidang yang disimak. Sikap antagonis adalah sikap yang menentang pada permusuhan yang timbul dari pengalaman yang tidak menyenangkan. Jadi latar belakang pengalaman merupakan suatu faktor penting dalam kegiatan menyimak. Keempat, faktor sikap. Pada dasarnya manusia hidup mempunyai dua sikap utama mengenai segala hal, yaitu sikap menerima dan sikap menolak. Orang akan bersikap menerima pada hal-hal yang menarik dan menguntungkan baginya, tetapi bersikap menolak pada hal-hal yang tidak menarik dan tidak menguntungkan baginya. Kedua hal ini memberi dampak pada penyimak, masing-masing dampak positif dan dampak negatif.Kelima, faktor motivasi. Motivasi merupakan salah satu butir penentu keberhasilan seseorang. Kalau motivasi kuat untuk mengerjakan sesuatu maka dapat diharapkan orang itu akan berhasil mencapai tujuannya. Motivasi berkaitan dengan pribadi atau personalitas seseorang. Kalau kita yakin dan percaya bahwa pribadi kita mempunyai sifat kooperatif, tenggang hati, dan analitis, maka mungkin kita akan menjadi penyimak yang lebih baik dan unggul daripada kalau berpikir bahwa diri kita malas, bersifat argumentatif, dan egosentris.Keenam, faktor jenis kelamin. Dari beberapa penelitian, beberapa pakar menarik kesimpulan bahwa pria dan wanita pada umumnya mempunyai perhatian yang berbeda pula. Silverman (dalam Tarigan 1994:104) menemukan fakta-fakta bahwa gaya menyimak pria pada umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala atau tidak mau mundur, menetralkan, intrusif (bersifat mengganggu), berdikari atau mandiri, sanggup mencukupi kebutuhan sendiri (swasembada), dapat menguasai atau mengendalikan emosi; sedangkan gaya menyimak wanita cenderung lebih subjektif, pasif, ramah/simpatik, difusif (menyebar), sensitif, mudah dipengaruhi/gampang terpengaruh, mudah mengalah, reseptif, bergantung, dan emosional.Ketujuh, faktor lingkungan. Faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan belajar siswa pada umumnya. Lingkungan fisik ruangan kelas sebagai suatu faktor penting dalam memotivasi kegiatan menyimak harus tertata dengan baik, agar siswa dapat menyimak dengan baik tanpa ketegangan dan gangguan. Selain lingkungan fisik, lingkungan sosial juga berpengaruh. Suasana yang mendorong anak-anak untuk mengalami, mengekspresikan, serta mengevaluasi ide-ide memang penting sekali apabila keterampilan berkomunikasi dan seni berbahasa dikembangkan dan berkembang.Kedelapan, faktor peranan dalam masyarakat. Kemampuan menyimak kita dapat juga dipengaruhi oleh peranan kita dalam masyarakat. Sebagai guru dan pendidik, maka kita ingin sekali menyimak ceramah, kuliah, atau siaran-siaran radio dan televisi yang berhubungan dengan masalah pendidikan dan pengajaran di tanah air kita atau luar negeri. Perkembangan pesat yang terdapat dalam bidang keahlian kita menuntut kita untuk mengembangkan suatu teknik menyimak yang baik. Jadi dari beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi menyimak dapat disimpulkan bahwa kegiatan menyimak dipengaruhi oleh faktor fisik, faktor psikologis, faktor pengalaman, faktor sikap, faktor motivasi, faktor jenis kelamin, faktor lingkungan, dan faktor peranan dalam masyarakat.

Kendala MenyimakDalam proses menyimak ada beberapa kendala yang sering ditemui para penyimak. Menurut Russel dan Black (dalam Marlina 2007:27-30) ada tujuh kendala dalam menyimak, yaitu keegosentrisan, keengganan ikut terlibat, ketakutan akan perubahan, keinginan menghindari pertanyaan, puas terhadap penampilan eksternal, pertimbangan yang prematur, dan kebingungan semantik.

Pertama, keegosentrisan. Sifat mementingkan diri sendiri (egois) mungkin saja merupakan cara hidup sebagian orang. Orang yang egois tidak akan dapat bergaul dengan orang banyak dengan baik. Dia lebih senang didengar orang daripada mendengarkan pendapat orang lain. Sifat seperti ini merupakan kendala dalam menyimak.Kedua, keengganan ikut terlibat. Keengganan menanggung resiko, jelas menghalangi kegiatan menyimak karena menyimak adalah salah satu kegiatan yang mau tak mau harus melibatkan diri dengan sang pembicara. Bagaimana seseorang dapat menjadi penyimak yang baik kalau dia enggan atau tidak mau melibatkan dirinya dengan pembicara dan pada penyimak lainnya. Keengganan ikut terlibat dengan orang lain memang merupakan suatu kendala dalam kegiatan menyimak yang efektif.Ketiga, ketakutan akan perubahan. Perubahan yang terjadi diharapkan adalah perubahan yang kita inginkan. Orang yang takut akan perubahan, takkan bisa menjadi penyimak yang efektif. Apabila mau menjadi penyimak yang baik, jangan takut dan harus rela mengubah pendapat, bahkan bila perlu harus berani mengubah dan menukar pendapat sendiri kalau memang ada pendapat atau gagasan yang lebih diandalkan dari orang lain.Keempat, keinginan menghindari pertanyaan. Keinginan menghindari pertanyaan dengan alasan takut nanti jawaban yang diberikan akan memalukan, jelas merupakan kendala dalam kegiatan diskusi, kegiatan berbicara, dan menyimak. Kondisi internal ini harus diperbaiki kalau memang kita ingin menjadi penyimak yang efektif.Kelima, puas terhadap penampilan eksternal. Pada saat kita mengemukakan pendapat, kita melihat partisipan mengangguk-anggukkan kepala sambil tersenyum. Kalau kita terus merasa puas dengan tanda simpatik itu maka kita akan gagal menyimak lebih intensif lagi untuk melihat kalau pengertian itu benar-benar wajar. Orang yang cepat merasa puas karena telah mengetahui maksud sang pembicara berarti tergolong penyimak yang tidak baik. Sifat lekas merasa puas terhadap penampilan eksternal, jelas merupakan suatu kendala atau rintangan dalam kegiatan menyimak efektif.Keenam, pertimbangan yang prematur. Kalau ada sesuatu yang prematur, maka itu merupakan sesuatu yang tidak wajar. Segala sesuatu yang diutarakan para pembicara telah diketahui oleh penyimak yang mempunyai pertimbangan dan keputusan yang prematur. Orang yang bertipe seperti ini, dia tersiksa dan menyiksa diri sendiri. Dia merupakan contoh penyimak yang jelek, dan sifat seperti ini justru menghalanginya menjadi penyimak yang efektif.Ketujuh, kebingungan semantik. Makna suatu kata tergantung kepada individu yang memakainya dalam situasi tertentu dan waktu tertentu. Kalau seorang penyimak yang tidak memahami hal ini, maka dia akan kebingungan mengartikan kata-kata yang dipakai oleh seorang penyimak. Bagaimana mungkin seseorang dapat menyimak dengan baik, dapat menangkap, menyerap, memahami, apalagi menguasai isi ujaran, kalau dia tidak memahami makna kata-kata atau wacana yang dipergunakan oleh sang pembicara. Seseorang yang ingin menjadi penyimak yang efektif harus mempunyai kosakata yang memadai. Jadi dalam kegiatan menyimak terdapat kendala yang ditemui oleh penyimak. Kendala tersebut yaitu keegosentrisan, keengganan ikut terlibat, ketakutan akan perubahan, keinginan menghindari pertanyaan, puas terhadap penampilan eksternal, pertimbangan yang prematur, dan kebingungan semantik.Ciri-ciri Penyimak yang BaikCiri-ciri penyimak yang baik menurut Tarigan (dalam Marlina 2007:30-31) ada empat belas jenis.

Siap fisik dan mental yaitu penyimak yang betul-betul menyiapkan diri untuk menyimak, misalnya dalam kesiapan kondisi yang sehat, tidak lelah, mental stabil, dan pikiran jernih.Konsentrasi yaitu dapat memusatkan perhatian dan pikirannya terhadap apa yang disimak.Bermotivasi yaitu mempunyai tujuan tertentu, misalnya ingin menambah ilmu pengetahuan, ingin mempelajari sesuatu. Ada tujuan dan motivasi ini tentunya untuk memotivasi penyimak untuk sungguh-sungguh menyimak.Objektif yaitu selalu tahu apa yang sedang dibicarakan dan sebaiknya penyimak selalu menghargai pembicara walaupun pembicara penampilannya kurang menarik atau sudah dikenal oleh penyimak.Menyimak secara utuh yaitu penyimak harus menyimak secara keseluruhan. Si penyimak tidak hanya menyimak yang ia sukai tetapi menyimak secara keseluruhan.Selektif yaitu memilih bagian yang penting dari bahan simakan. Tidak semua bahan simakan diterima begitu saja, tetapi ia dapat menentukan bagian yang dianggap penting.Tidak mudah terganggu suara-suara dari luar.Menghargai pembicara, yaitu tidak boleh menganggap remeh orang lain.Cepat menyesuaikan diri dan kenal arah pembicaraan yaitu dengan cepat menduga ke arah mana pembicaraan akan berlangsung dan menduga garis besar isi pembicaraan.Tidak emosi yaitu dapat mengandalkan emosinya dan tidak mencela pembicara.Kontak dengan pembicara yaitu memperhatikan pembicara, memberikan dukungan kepada pembicara melalui mimik, gerak, atau ucapan tertentu.Merangkum yaitu dapat menangkap isi pembicaraan atau bahan simakan dengan membuat rangkuman dan menyajikan atau menyampaikannya sesudah selesai menyimak.Menilai yaitu proses penilaian terhadap materi yang disampaikan.Mengadakan tanggapan yaitu mengadakan tanggapan atau reaksi misalnya dengan mengemukakan komentar.

Jadi penyimak yang baik memiliki ciri-ciri siap fisik dan mental, konsentrasi, bermotivasi, objektif, menyimak secara utuh, selektif, tidak mudah terganggu suara dari luar, menghargai pembicara, kenal arah pembicaraan, tidak emosi, kontak dengan pembicara, merangkum, menilai, dan mengadakan tanggapan.Pemilihan Bahan Ajar dalam MenyimakPemilihan bahan ajar dalam penelitian ini disesuaikan dengan bahan ajar yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu berkaitan dengan dongeng.

Dongeng memiliki banyak ragam. Karena itu, seorang guru dituntut memiliki kemampuan dan kepekaan untuk memilih, menemukan dan menggunakan naskah dongeng secara selektif. Memilih dongeng membutuhkan kecermatan. Beberapa hal penting menurut Endraswara (2003:270) dalam memilih dongeng adalah (a) tuntutan keinginan peserta didik, (b) kondisi peserta didik dan lingkungan sekitar, serta (c) nilai atau pesan dongeng. Dengan demikian, konteks budaya terutama yang relevan dengan budaya peserta didik akan lebih bermakna dalam pembelajaran dongeng.2.2.2DongengDongeng merupakan salah satu jenis karya sastra lama yang berkembang di Indonesia. Dongeng mempunyai fungsi sebagai media pendidikan. Dengan dongeng kita dapat memperoleh manfaat yang tersirat dalam isi cerita dongeng itu. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam dongeng. Landasan teori tentang dongeng meliputi pengertian dongeng dan jenis-jenis dongeng.2.2.2.1 Pengertian Dongeng Cerita rakyat baik yang bernilai sastra atau bukan adalah bagian dari apa yang disebut foklor. Danandjaja (1991:20), mengatakan bahwa foklor merupakan bagian dari kebudayaan suatu kolektif yang terbesar dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif lain secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak atau alat bantu lain. Oleh karena itu, apa yang timbul dan hidup di dalam wilayah (kolektif) tertentu merupakan bagian dari kebudayaan setempat.Cerita rakyat pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu mithe, legenda, dan dongeng (Bascom dalam Danandjaja 1991:50). Ciri utama mithe adalah cerita yang dianggap orang benar-benar terjadi dan dianggap bernilai sakral; legenda adalah cerita (prosa) rakyat yang dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci; sedangkan dongeng adalah cerita khayal yang tidak mungkin terjadi dan tidak terikat oleh waktu dan tempat.Dongeng adalah kasusastraan mencakup ekspresi kesusastraan suatu kebudayaan yang disalurkan turun temurun atau dari mulut kemulut (Hutomo, 1991:1)Dongeng adalah cerita tentang sesuatu hal yang tidak pernah terjadi dan juga tidak mungkin terjadi (fantastis belaka). Cerita fantastis ini seringkali berhubungan dengan kepercayaan kuno, keajaiban alam, atau kehidupan binatang, sering juga mengandung kelucuan dan bersifat didaktis (Nursito 2000:43).Purwadarminta (1985:257) mendefinisikan dongeng menjadi dua, yaitu.Dongeng sebagai cerita terutama cerita tentang jaman dulu yang aneh-aneh atau cerita yang tidak benar-benar terjadi.Perkataan yang bukan-bukan atau tidak betul.

Jenis-jenis DongengMenurut Nursito (2000:44) dongeng dapat digolongkan menjadi beberapa macam, yaitu: cerita jenaka, dongeng-dongeng kepercayaan, legenda, mite, sage, parable dan cerita binatang.

Cerita JenakaCerita jenaka berisis tentang tinkah laku orang bodoh, malas atau orang cerdik. Cerita jenaka mempunyai fungsi untuk membuat orang merasa sengang karena berisi tentang hal-hal yang lucu.

Contoh: - Pak PandirPak KodokPak MalangPak Belalang, dll.

Dongeng-dongeng KepercayaanMuncul sebagai akibat adanya kepercayaan bahwa sekeliling manusia penuh dengan makhluk yang lebih berkuasa dari manusia. Dongeng ini muncul sebagai bentuk pengakuan adanya makhluk alam gaib yang diciptakan Tuhan di alam semesta.

Contoh:- Kelambai- Harimau Jadi-jadianLegendaLegenda adalah dongeng berdasarkan sejarah yang sifatnya mencari- cari dan dihubungkan keanehan atau kejadian alam. Legenda sering menceritakan tentang kejadian atau asal-usul suatu daerah.

MiteMite berasal dari bahasa Yunani yang berarti cerita dewa-dewa. Jadi mite adalah cerita tentang dewa-dewa, roh atau makhluk halus yang berhubungan dengan animisme.

SageSage dalam bahasa Jerman berarti berkata, sage adalah dongeng pahlawan

Contoh:Cerita Si BadangParabelParabel adalah dongeng perumpamaan yang biasanya diginakan untuk mendidik tentang kesusilaan dan keagamaan.

Contoh:- Darmawulan- Sepasang Selop PutihFabel (Cerita Binatang)Fabel adalah dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng ini dipakai sebagai kiasan kehidupan manusia dan dipakai untuk mendidik measyarakat. Dongeng-dongeng binatang timbul karena kepercayaan lama yang beranggapan bahwa kehidupan manusia yang sudah meninggal akan mengalami reinkarnasi menjadi binatang. Maka timbullah anggapan bahwa binatang hidup seperti layaknya manusia.

Menurut D.C. Hooykans (dalam Nursito, 2000:46), lima cerita binatang sebagai pokok atau inti dalam cerita binatang adalah sebagai berikut:Kancil dengan BuayaTupai dengan Rubah bersahabatSiput dengan Burung lomba centawai berlombaHarimau dan KancilKancil dengan Anak lingsang

Dalam fabel dikenal siklus kancil yaitu rangkaian (lingkaran) cerita-cerita kancil yang pada hakekatnya satu sama lain merupakan teman.

Analisis KritisMenurut Purwadarminto (2003:37) analisis berarti penyelidikan suatu peristiwa untuk mengetahui apa sebabnya dan bagaimana duduk perkaranya, dan (2003:620) kritis berarti berusaha mencari kesalahan atau kekeliruan.

Di dalam sebuah alamat web site (http://forplid.net - Artikel-Studi Kasus Powered by Mambo Generated: 7 Agustus 2008), memaparkan analisis kritis sebagai usaha menentukan kemungkinan suatu realitas baru, kesepakatan yang lebih baik (better deal), masyarakat yang lebih baik ke arah langkah untuk memperbaiki kenyataan atau situasi yang tengah dianalisa.Analisis kritis merupakan suatu kapasitas, potensi yang dimiliki oleh semua orang. Kendati demikian, analisis kritis tetap akan tumpul dan tidak berkembang apabila tidak diasah (dipraktekkan). Selain itu, upaya untuk mempelajari cara pemakaian analisis kritis tidak pernah selesai.Piranti terpenting untuk melaksanakan analisis kritis, yaitu "pertanyaan". Meski demikian, analisis kritis bukanlah serangkaian langkah atau pertanyaan yang berangkat dari ketidaktahuan (ignorance) menuju ke pencerahan (enlightenment).

Kerangka BerfikirMenyimak merupakan salah satu keterampilan yang ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menyimak adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dari mendengarkan sampai dengan memahami untuk memperoleh informasi dan pesan yang terkandung dari ujaran secara lisan dari pembicara. Proses pembelajaran keterampilan menyimak dongeng dalam kelas selalu mengalami hambatan baik dari guru maupun siswa. Masalah yang ada pada siswa meliputi kondisi fisik siswa yang malas mengikuti pembelajaran menyimak jika jam terakhir pelajaran, siswa meremehkan pembelajaran menyimak, siswa merasa bosan ketika ada pembelajaran menyimak, dan materi simakan yang ada kurang menarik perhatian siswa. Masalah yang dialami guru ketika sedang pembelajaran menyimak dongeng adalah dalam penggunaan metode pembelajarannya. Guru belum menggunakan metode yang tepat dan bervariasi dalam pembelajaran menyimak. Hasil pembelajaran keterampilan menyimak dongeng siswa rata-rata mendapat nilai yang rendah. Hal itu disebabkan oleh masalah-masalah di atas. Agar bisa mengatasi masalah yang terjadi maka dalam pembelajaran menyimak dongeng guru harus menggunakan metode pembelajaran menyimak yang bervariatif serta sesuai dengan pembelajaran menyimak dongeng yang dilakukan. Salah satu di antaranya adalah dengan metode analisis kritis. Karena dengan metode analisis kritis siswa tidak hanya mengtahui jalan cerita, atau tokoh-tokoh yang ada dalam dongeng tersebut melainkan siswa dapat mengetahui situasi dan kondisi yang ada dalam dongeng tersebut.

Peneliti mengharapkan semua masalah yang ada dalam pembelajaran menyimak di dalam kelas dapat teratasi dengan menggunakan metode analisis kritis.Guru harus bisa menciptakan suasana pembelajaran menyimak yang menarik agar siswa tidak meremehkan kegiatan pembelajaran itu. Biasanya siswa kurang bisa menyimak dengan seksama. Oleh karena itu, guru menyuruh siswa mencatat hal-hal yang belum dipahami ketika pembelajaran menyimak terjadi. Agar siswa merasa tertarik maka peneliti memberikan penjelasan tentang manfaat dan tujuan menyimak. Selain itu, peneliti menyajikan faktor penentu keberhasilan menyimak dan cara meningkatkan keterampilan menyimak serta pemilihan bahan yang sesuai. Semua hal tersebut diharapkan akan meningkatkan keterampilan menyimak siswa.

Hipotesis TindakanHipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang hendak dipecahkan. Hipotesis hanya berupa dugaan yang mungkin benar atau justru mungkin salah. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode analisis kritis dapat meningkatkan keterampilan menyimak dongeng bahasa Jawa siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Moga Kabupaten Pemalang.