bab3
DESCRIPTION
lawTRANSCRIPT
-
149
BAB III
ANALISA PUTUSAN
No.12/PAILIT/2008/PN. NIAGA. JKT. PUSAT
1. POSISI KASUS
Permasalahan yang terdapat di dalam Putusan No.12/Pailit/PN.JKT.Pusat,
adalah permohonan pailit yang diajukan oleh TOTO PAMUDJI SUGIHARTO
yang berkedudukan di Komplek Pelni Blok I 6 No: 4, Bakti Jaya Depok, dan yang
diwakili kuasa hukumnya yaitu Ezrin Rosep, S.H. Yang berkedudukan di kantor
hukumnya di Plaza 3 Pondok Indah, Blok E-12, Lantai 2, Jalan T.B.Simatupang,
Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 30 Januari 2008, mengajukan
pernyataan pailit terhadap PT. SARI AGUNG, yang berkedudukan di Komplek
Cempaka Indah Blok B 5-6, Jalan Letjend Suprapto No. 121, Jakarta yang
diwakili oleh kuasa hukumnya Mulia Warman, S.H.,M.H., dan Yuli Purwanto,
S.H., Msc., Yang berkedudukan dikantor hukumnya di Jalan Biak No. 7E, Lantai
3 Roxy, Jakarta Pusat, dan hal tersebut berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 8 April
2008.
Di dalam surat permohonan pernyataan pailit tertanggal 28 februari 2008
dan terdaftar di pengadilan pailit dengan No.12/PAILIT/2008/PN.JKT.PUSAT.
-
2alasan gugatan ini dikarenakan PT. SARI AGUNG Wanprestasi terhadap dua debitor.
2. GUGATAN
Adapun alasan TOTO PAMUDJI SUGIHARTO mengajukan gugatan adalah PT.
SARI AGUNG mempunyai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, hal tersebut
berawal dari Pihak Termohon dan Pemohon mengadakan kerjasama untuk mencetak Al-
Quran, berdasarkan Perjanjian No: 012/SA-DIR/III/0, tertanggal 2 Maret 2005, dan Pemohon
telah menyerahkan uang sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta), dan terakhir
diperpanjang dengan Perjanjian No: 064/SA-DIR/IX/06, tertanggal 4 September 2006, dan
berakhir pada tanggal 4 Maret 2007. Dan pada tanggal 9 Juni 2005 dengan Perjanjian No:
040/SA-DIR/IV/05 menyerahkan uang kembali sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta)
dan di perpanjang No: 090/SA-DIR/XII/06, tertanggal 6 Desember 2006, dan berakhir pada
tanggal 3 Juni 2007.
Pada bulan Nopember 2006 Pemohon telah mengetahui kondisi perusahaan tersebut
mulai menurun, dan Pemohon mulai khawatir bahwa Termohon tidak dapat mengembalikan
pinjaman uangnya tersebut, maka Pemohon mulai mengirim surat teguran sebanyak tiga kali,
tetapi Termohon tidak mengibaukanya. Walaupun utang Termohon sudah jatuh tempo tetapi
sampai dengan sekarang pihak Termohon tidak ada itikad baik untuk mengembalikan
utangnya. Dari hal tersebut pihak Pemohon mengalami kerugian, dikarenakan utangnya
kapan dikembalikan.
Selain mempunyai utang terhadap Pemohon pihak Termohon pun mempunyai utang
terhadap pihak lain, yaitu terhadap Ny.Iesye Krisnawati Kausar yang beralamat di Tamansari
Pesona Bali Blok B 3/10, Rt. 06, Rw. 15, Pisangan Ciputat, Jakarta, sebesar Rp.
300.000.000,- (tiga ratus juta).
-
3Dengan demikian gugatan yang diajukan pihak Pemohon sudah memenuhi Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Berdasarkan Pasal 69
ayat 1 dan 3 Undang-Undang Kepailitan, maka pihak Pemohon mengajukan untuk
mengangkat kurator yaitu Syahrial Ridho, S.H., guna mengawasi pembayaran atau pelunasan
utang.
Dan dari pihak Termohon telah mengajukan eksepsi bahwa pihak kuasa Pemohon
Ezrin Rosep, S.H., tidak berwenang menjadi kuasa hukum dalam perkara pailit tersebut
dikarenakan pihak kuasa hukum adalah salah satu pemegang saham PT. SARI AGUNG. Dan
perjanjian yang dilakukan oleh Pemohon adalah bukan perjanjian utang-piutang melainkan
perjanjian kerjasama bisnis, dimana keuntunganya akan dibagikan sebesar 85% untuk
Pemohon dan Termohon sebesar 15 %. Demikian juga dengan Ny. Iesye sama dengan
perjanjian bisnis bukan perjanjian utang-piutang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pasal 2 ayat
1 bahwa debitor dapat dinyatakan pailit apabila debitor yang mempunyai dua atau lebih
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dari hal tersebut dapat dipahami dan debitor dinyatakan pailit apabila debitor
(termohon) mempunyai dua atau lebih kreditor, dan tidak membayar lunas utang yang telah
jatuh tempo dan dapat ditagih, dari pasal tersebut telah terpenuhi.
Mengenai Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Kepailitan, dalam ketentuan umum telah
disebutkan dengan jelas bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat
dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,
baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul
karena perjanjian atau undang-undang yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak
-
4dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhanya dari harta kekayaan
debitor.
Berdasarkan pertimbangan pernyataan pailit berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004, maka penunjukan Kurator harus dilaksanakan.
3. PUTUSAN HAKIM
Dalam hal ini hakim memutuskan, Mengabulkan Permohonan Pemohon,
Menyatakan PT. SARI AGUNG PAILIT, dengan segala akibat hukumnya, mengangkat
Sdr. Reno Listowo, S.H.,M.H., sebagai Hakim Pengawas, mengangkat Sdr. Syahrial Ridho,
S.H., sebagai Kurator untuk pemberesan harta pailit, serta menghukum Termohon membayar
perkara sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
4. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
Pemohon kasasi ini yaitu PT. SARI AGUNG, dimana dia mengajukan atas Putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.12/Pailit/2008/PN.NIAGA.JKT.PST. Pihak pemohon
mengajukan kasasi dengan No.06/Kas/Pailit/2008/PN.Niaga.JKT.Pst Jo
No.12/Pailit/2008/PN.Niaga.JKT.Pst, atas surat kuasa tanggal 21 Mei 2008, mengajukan
kasasi secara lisan. Berdasarkan putusan No. 378 K/Pdt.Sus/2008. Dalam hal ini pihak
pengadilan Mahkamah Agung (Kasasi) mengambil keputusan, menolak permohonan kasasi
PT. SARI AGUNG, dan menghukum Pemohon kasasi yaitu membayar biaya perkara pada
tingkat kasasi ini sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
5. ANALISA PUTUSAN
Pailit merupakan salah satu cara yang digunakan baik oleh kreditor maupun oleh
debitor dalam menyelesaikan masalah mereka, karena hakekat kepailitan bagi debitor
adalah untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak kreditor, sedangkan hakikat
kepailitan bagi kreditor adalah untuk mendapatkan kepastian pembayaran. Akibat dari
-
5kepailitan bagi debitor dan harta kekayaannya adalah harta kekayaan debitor akan disita
untuk dijual, dan debitor tidak berhak lagi mengelola harta kekayaan tersebut, karena
pengelolaanya akan dilakukan oleh kurator. Arti Kepailitan sendiri menurut Undang-Undang
Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yaitu : suatu penyitaan umum atas seluruh harta (aset)
yang pengurusan dan/atau pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Terkait hal tersebut di atas maka seorang debitor dapat dinyatakan pailit, apabila telah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor Hal ini dimaksudkan bahwa debitor
dalam keadaan benar-benar tidak mampu membayar terhadap dua atau lebih
kreditornya tersebut.
2) Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih Pada pernyataan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih disini adalah utang pokok atau bunga yang tidak terbayar,
namun pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, disebutkan
kewajiban untuk membayar utang jatuh waktu dan dapat ditagih baik karena telah
diperjanjikan, karena percepatan waktu pengalihan sebagaimana diperjanjikan, karena
pengenaan saksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan
pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
3) Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih
kreditornya Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa yang dimaksud kreditor adalah
baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus
mengenai kreditor separatis maupun preferen, mereka dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki
-
6terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Namun bilamana terdapat
indikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.
Sedangkan dalam hal pernyataan pailit diajukan oleh debitor yang sudah menikah,
maka permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya kecuali
apabila tidak ada percampuran harta.
Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu1 :
a. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004, seperti apa yang telah ditulis diatas.
b. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai
keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 (sembilan puluh) hari.
c. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan
pendataan berapa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitor. Verifikasi
utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan
urutan pertimbangan hak dari masing-masing kreditor. Rapat verifikasi dipimpin oleh
Hakim Pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitor
(tidak boleh diwakilkan karena nanti debitor harus menjelaskan apabila terjadi
perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c) Kreditor atau kuasanya (jika
berhalangan untuk hadir tidak apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator
(harus hadir karena merupakan pengelola aset).
d. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak
maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan
dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam
1http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/07/kepailitan.html
-
7proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan
meliputi : (a) mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis, karena kreditor
separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta
pailit umumnya. (b) terikat formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d)
jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) ada kekuatan eksekutorial,
apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan secara paksa.
Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a) pengajuan usul perdamaian,
(b) pengumuman usulan perdamaian, (c) rapat pengambilan keputusan, (d) sidang
homologasi, (e) upaya hukum kasasi, (f) rehabilitasi.
e. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses
perdamaian diterima.
f. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitor dinyatakan benar-benar tidak mampu
membayar, atau dengan kata lain harta debitor lebih sedikit jumlahnya dengan
utangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitor, apakah akan
ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi utang dengan damai. Saat terjadinya
insolvensi (Pasal 178 Undang-Undang Kepailitan) yaitu: (a) saat verifikasi tidak
ditawarkan perdamaian, (b) penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan
perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera
dieksekusi dan dibagi kepada para kreditor.
g. Pemberesan/likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitor pailit, yang dibagikan
kepada kreditor konkuren, setelah dikurangi biaya-biaya.
h. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditor, akan tetapi dengan
catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka
rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitsi adalah : telah terjadi perdamaian, telah
terjadi pembayaran utang secara penuh.
-
8i. Kepailitan berakhir.
Dalam suatu kepailitan peran seorang kurator amat sangatlah penting karena dia
bertindak sebagai pengelola aset. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh kurator dalam
menjalankan tugasnya antara lain :
a) Kewenangan hukum
b) Pertimbangan ekonomi dan bisnis berkaitan dengan likuidasi aset
c) Keterlibatan pihak lain (hakim pengawas)
d) Prosedur yang berkaitan dengan tindakan hukum tertentu (rapat verifikasi)
e) Kebiasaan dan tatacara yang layak menurut hukum dalam tindakan tertentu
Dalam menjalankan kewenangannya, kurator juga mempunyai tanggung jawab
hukum. Salah satu pasal yang mengatur tentang tanggung jawab hukum kurator sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah dalam Pasal 72 yang
menyebutkan : kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam
melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap
harta pailit2
Berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan tersebut maka terhadap kurator
dapat dibebani pertanggung jawaban pribadi. Jika akibat kesalahan atau kelalaiannya
menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta pailit, yaitu
terutama kreditor konkuren. Jadi kurator dapat digugat untuk membayar ganti kerugian.
Akibat hukum dari adanya putusan pailit adalah :
1. Berlaku dibidang harta kekayaan
2. Penyitaan umum seluruh aset debitor
2Indonesia, op, cit., Psl. 72.
-
93. Debitor perseorangan, termasuk suami atau istri
4. Debitor kena cekal (tidak boleh meninggalkan domisili)
5. Ketentuan pidana tetap berlaku
6. Keputusan pailit by the operation of law
7. Barang berharga disimpan kurator
8. Uang tunai disimpan di bank
9. Tidak boleh menjadi direktur atau komisaris pada perusahaan lain.
Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera
dengan mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal
pendaftaran. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan
paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dan dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan,
Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas
permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua
puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Atas permohonan Debitor dan
berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari
setelah tanggal permohonan didaftarkan. . Permohonan pernyataan pailit sebagaimana
tersebut diatas harus diajukan oleh seorang advokat (dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004, oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktik).
Dan dalam hal kepailitan yang menyangkut kepentingan umum, Lembaga Pasar
Modal, Perbankan maupun Perusahaan Asuransi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
-
10
sebagaimana disebut dalam Pasal 2 ayat (2) jo Pasal (5), maka permohonan hanya dapat
diajukan oleh Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri
Keuangan. Bahkan Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit yang
tidak diajukan oleh institusi tersebut . Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit
harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan.
Dalam kepailitan tidak dikenal upaya hukum banding, akan tetapi terhadap putusan
atas permohonan pernyataan pailit, upaya hukum yang dapat dilakukan adalah Kasasi dan
Peninjauan Kembali (PK).
1. Kasasi
Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan upaya hukum
Kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian terhadap keputusan pengadilan ditingkat
pertama Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan upaya hukum banding tetapi langsung dapat
dilakukan upaya Kasasi (Pasal 11 jo Pasal13) Undang-Undang Kepailitan.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum, pada prinsipnya adalah sama
dengan pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu: Debitor, Kreditor,
termasuk kreditor lain yang bukan pihak dalam persidangan tingkat pertama namun tidak
puas atas putusan pernyatan pailit yang ditetapkan, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Menteri Keuangan (Pasal 11 ayat (3)) Undang-
Undang Kepailitan.
2. Peninjauan Kembali (PK)
-
11
Terhadap putusan kepailitan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht
van gewisjde) dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung
(Pasal 14 jo Pasal 295 ayat (1)) Undang-Undang Kepailitan.
Permohonan Peninjauan Kembali dapat dilakukan apabila :
a. setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada
waktu diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan; atau
b. dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.
Pada dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu pelaksanaan
terhadap suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang dilakukan dengan bantuan
pengadilan atau dikutip pendapat R. Subekti bahwa Eksekusi adalah: Melaksanakan putusan
yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa.3
Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak
mau harus mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan
kepadanya dengan bantuan kekuatan umum, dimana kekuatan umum ini berarti polisi.
Sedangkan menurut R. Supomo: Hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai
oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan
hakim,4 apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu
yang ditentukan. Suatu putusan hakim yang dapat dieksekusi harus putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yaitu apabila tidak ada lagi upaya
hukum biasa yang dipergunakan yaitu perlawanan, banding dan kasasi. Karena dengan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap maka putusan itu tidak dapat lagi diubah, sekalipun
dengan pengadilan yang lebih tinggi, kecuali dengan upaya hukum yang khusus, yaitu
3Subekti, Hukum Acara Perdata, cet. 3 (Bandung : Binacipta, 1989), hal. 130.4R. Soepomo, Hukum Acara Pengadilan Negeri, cet. 9 (Jakarta : PT Pradnya Paramita, 1986), hal. 119.
-
12
request civil dan perlawanan oleh pihak ketiga.5 Dalam suatu putusan yang telah
berkekuatan hukum yang tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti
antara pihak yang berperkara sehingga putusan tesebut harus ditaati dan harus dipenuhi oleh
para pihak. Cara menaati dan memenuhi hubungan hukum yang ditetapkan dalam amar
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, yaitu dapat dilakukan atau
dijalankan secara sukarela oleh pihak tergugat dan bila tidak menjalankan putusan secara
sukarela, hubungan hukum yang ditetapkan dalam putusan harus dilaksanakan dengan paksa
dengan jalan bantuan hukum.6 Tetapi tidak selalu hanya putusan yang telah memperoleh
berkekuatan hukum tetap yang dapat dieksekusi, menurut ketentuan Pasal 180 HIR/191 RBg,
hakim diizinkan untuk menjalankan putusannya terlebih dahulu walaupun belum berkekuatan
hukum tetap yang disebut dengan putusan serta merta (uitvoerbaar bij vooraad).
Putusan serta merta tersebut dianut dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan & PKPU, diatur dalam Pasal 8 ayat (7):Putusan atas permohonan
pernyataan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan
tersebut diajukan suatu upaya hukum. Adanya putusan serta merta ini disebabkan
pembentuk undang-undang menginginkan agar putusan pernyataan pailit dapat secepatnya
dilaksanakan. Pelaksanaan putusan secara serta merta ini dapat menimbulkan masalah hukum
nantinya apabila terhadap putusan pailit tersebut dimintakan upaya hukum, baik Kasasi
ataupun Peninjauan Kembali dan kemudian permintaan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah
Agung dan putusan Pengadilan Niaga dibatalkan sedangkan Kurator telah melakukan
5Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam (Yogyakarta : Liberty, 2002),
hal. 208.6Soepomo, op, cit., hal. 6.
-
13
pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit tersebut, misalnya: telah dilakukan
penjualan terhadap sebagian harta pailit kepada pihak ketiga.
Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan mengatur bahwa dalam hal putusan
pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya Kasasi atau Peninjauan Kembali, segala
perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator sebelum atau pada tanggal Kurator menerima
pemberitahuan tentang putusan pembatalan, tetap sah dan mengikat debitor. Namun
walaupun undang-undang telah mengatur bahwa perbuatan pengurusan dan/atau
pembereresan Kurator tetap sah dan mengikat debitor walau dilakukan upaya hukum tetapi
tetap tidak dapat dihindari kemungkinan terjadinya kerugian bagi kelangsungan usaha debitor
setelah pembatalan putusan pernyataan pailit oleh Mahkamah Agung karena bisa saja yang
berhasil dijual oleh Kurator tersebut adalah aset yang diperlukan untuk kelangsungan usaha
debitor. Menurut pendapat Sutan Remy Sjahdeini, sebaiknya undang-undang menentukan
bahwa yang boleh dilakukan Kurator terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu
adalah tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit kecuali melakukan penjualan
harta tetap yang merupakan harta yang mutlak diperlukan bagi kegiatan usaha atau bisnis
debitor, yang tanpa dimilikinya lagi harta itu oleh debitor maka tidak mungkin lagi bagi
debitor untuk dapat melanjutkan usaha atau bisnisnya seandainya putusan pernyataan pailit
itu dibatalkan.
Dalam perkara perdata umum, pelaksanaan putusan atau eksekusi dilakukan atas
perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, diatur dalam Pasal 195 (1) HIR
yang menentukan bahwa eksekusi terhadap suatu putusan hakim dilakukan atas perintah dan
dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang dulu memeriksa dan memutus perkara
tersebut dalam tingkat pertama, walau ada dilakukan upaya hukum. Hal ini berarti
kewenangan menjalankan eksekusi terhadap putusan hakim mutlak berada pada Pengadilan
-
14
Negeri, kemudian Ketua Pengadilan Negeri tersebut akan menuangkannya dalam suatu surat
penetapan, untuk kemudian dijalankan oleh panitera dan juru sita. Sedangkan di dalam
perkara kepailitan, yang melaksanakan putusan pailit dalam hal pengurusan dan/atau
pemberesan terhadap harta pailit adalah Kurator bukan Ketua Pengadilan dan dalam perkara
kepailitan tidak ada yang memimpin eksekusi, sebab Undang-Undang Kepailitan hanya
menyatakan bahwa dalam melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit, Kurator
diawasi oleh Hakim Pengawas.7 Sebelum diuraikan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan putusan pailit, perlu diketahui bahwa tujuan akhir dari kepailitan adalah
menjadikan harta pailit menjadi uang untuk kemudian dipakai untuk membayar seluruh
utang Debitor Pailit secara adil merata berimbang (menurut tingkatan dan sifat utang masing-
masing) di bawah pengawasan Hakim Pengawas.8 Dimana orang yang mempunyai tugas
melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit adalah Kurator, maka perlu
diketahui pekerjaan yang harus dilakukan oleh Kurator adalah:
a) Menginventarisir harta kekayaan Debitor Pailit untuk kemudian menentukan mana yang masuk harta pailit, mana yang bukan, mengingat adanya pengecualian yang diatur dalam undang-undang
b) Membuat daftar Kreditor dari Debitor Pailit dengan menyebutkan sifat dan jumlah utang Debitor atau piutang Kreditor beserta nama dan tempat tinggalnya
c) Mengadakan verifikasi dari piutang Kreditor dari Debitor Pailit dalam rapat verifikasi yang dipimpin oleh Hakim Pengawas.
d) Membuat daftar pembayaran piutang pada Kreditor sesuai peraturan hukum yang berlaku (tingkatan para Kreditor).9
Dalam hal pemberesan harta pailit dapat terlihat bahwa tugas Kurator sangat berat
karena Kurator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan
tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang yang menyebabkan kerugian terhadap harta
7Parwoto Wignyosumarto, Peran dan Tugas Hakim Pengawas, Kepailitan dan Transfer Aset Secara
Melawan Hukum, Prosiding (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2004), hal. 180.8Elijana, Inventarisasi dan Verifikasi dalam Rangka Pemberesan Boedel Pailit, Undang-Undang
Kepailitan dan Perkembangannya, Prosiding (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2004), hal. 273.9Ibid
-
15
pailit.10 Sehubungan dengan hal tersebut maka Kurator dapat digugat dan wajib membayar
ganti kerugian apabila karena kelalaiannya atau terutama karena kesengajaannya telah
menyebabkan harta pailit mengalami kerugian
10Indonesia (b), op, cit,. Psl 72.