bab3

15
49 BAB III ANALISA PUTUSAN No.12/PAILIT/2008/PN. NIAGA. JKT. PUSAT 1. POSISI KASUS Permasalahan yang terdapat di dalam Putusan No.12/Pailit/PN.JKT.Pusat, adalah permohonan pailit yang diajukan oleh TOTO PAMUDJI SUGIHARTO yang berkedudukan di Komplek Pelni Blok I 6 No: 4, Bakti Jaya Depok, dan yang diwakili kuasa hukumnya yaitu Ezrin Rosep, S.H. Yang berkedudukan di kantor hukumnya di Plaza 3 Pondok Indah, Blok E-12, Lantai 2, Jalan T.B.Simatupang, Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 30 Januari 2008, mengajukan pernyataan pailit terhadap PT. SARI AGUNG, yang berkedudukan di Komplek Cempaka Indah Blok B 5-6, Jalan Letjend Suprapto No. 121, Jakarta yang diwakili oleh kuasa hukumnya Mulia Warman, S.H.,M.H., dan Yuli Purwanto, S.H., Msc., Yang berkedudukan dikantor hukumnya di Jalan Biak No. 7E, Lantai 3 Roxy, Jakarta Pusat, dan hal tersebut berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 8 April 2008. Di dalam surat permohonan pernyataan pailit tertanggal 28 februari 2008 dan terdaftar di pengadilan pailit dengan No.12/PAILIT/2008/PN.JKT.PUSAT.

Upload: danielle-martin

Post on 06-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

law

TRANSCRIPT

  • 149

    BAB III

    ANALISA PUTUSAN

    No.12/PAILIT/2008/PN. NIAGA. JKT. PUSAT

    1. POSISI KASUS

    Permasalahan yang terdapat di dalam Putusan No.12/Pailit/PN.JKT.Pusat,

    adalah permohonan pailit yang diajukan oleh TOTO PAMUDJI SUGIHARTO

    yang berkedudukan di Komplek Pelni Blok I 6 No: 4, Bakti Jaya Depok, dan yang

    diwakili kuasa hukumnya yaitu Ezrin Rosep, S.H. Yang berkedudukan di kantor

    hukumnya di Plaza 3 Pondok Indah, Blok E-12, Lantai 2, Jalan T.B.Simatupang,

    Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 30 Januari 2008, mengajukan

    pernyataan pailit terhadap PT. SARI AGUNG, yang berkedudukan di Komplek

    Cempaka Indah Blok B 5-6, Jalan Letjend Suprapto No. 121, Jakarta yang

    diwakili oleh kuasa hukumnya Mulia Warman, S.H.,M.H., dan Yuli Purwanto,

    S.H., Msc., Yang berkedudukan dikantor hukumnya di Jalan Biak No. 7E, Lantai

    3 Roxy, Jakarta Pusat, dan hal tersebut berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 8 April

    2008.

    Di dalam surat permohonan pernyataan pailit tertanggal 28 februari 2008

    dan terdaftar di pengadilan pailit dengan No.12/PAILIT/2008/PN.JKT.PUSAT.

  • 2alasan gugatan ini dikarenakan PT. SARI AGUNG Wanprestasi terhadap dua debitor.

    2. GUGATAN

    Adapun alasan TOTO PAMUDJI SUGIHARTO mengajukan gugatan adalah PT.

    SARI AGUNG mempunyai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, hal tersebut

    berawal dari Pihak Termohon dan Pemohon mengadakan kerjasama untuk mencetak Al-

    Quran, berdasarkan Perjanjian No: 012/SA-DIR/III/0, tertanggal 2 Maret 2005, dan Pemohon

    telah menyerahkan uang sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta), dan terakhir

    diperpanjang dengan Perjanjian No: 064/SA-DIR/IX/06, tertanggal 4 September 2006, dan

    berakhir pada tanggal 4 Maret 2007. Dan pada tanggal 9 Juni 2005 dengan Perjanjian No:

    040/SA-DIR/IV/05 menyerahkan uang kembali sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta)

    dan di perpanjang No: 090/SA-DIR/XII/06, tertanggal 6 Desember 2006, dan berakhir pada

    tanggal 3 Juni 2007.

    Pada bulan Nopember 2006 Pemohon telah mengetahui kondisi perusahaan tersebut

    mulai menurun, dan Pemohon mulai khawatir bahwa Termohon tidak dapat mengembalikan

    pinjaman uangnya tersebut, maka Pemohon mulai mengirim surat teguran sebanyak tiga kali,

    tetapi Termohon tidak mengibaukanya. Walaupun utang Termohon sudah jatuh tempo tetapi

    sampai dengan sekarang pihak Termohon tidak ada itikad baik untuk mengembalikan

    utangnya. Dari hal tersebut pihak Pemohon mengalami kerugian, dikarenakan utangnya

    kapan dikembalikan.

    Selain mempunyai utang terhadap Pemohon pihak Termohon pun mempunyai utang

    terhadap pihak lain, yaitu terhadap Ny.Iesye Krisnawati Kausar yang beralamat di Tamansari

    Pesona Bali Blok B 3/10, Rt. 06, Rw. 15, Pisangan Ciputat, Jakarta, sebesar Rp.

    300.000.000,- (tiga ratus juta).

  • 3Dengan demikian gugatan yang diajukan pihak Pemohon sudah memenuhi Pasal 2

    ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Berdasarkan Pasal 69

    ayat 1 dan 3 Undang-Undang Kepailitan, maka pihak Pemohon mengajukan untuk

    mengangkat kurator yaitu Syahrial Ridho, S.H., guna mengawasi pembayaran atau pelunasan

    utang.

    Dan dari pihak Termohon telah mengajukan eksepsi bahwa pihak kuasa Pemohon

    Ezrin Rosep, S.H., tidak berwenang menjadi kuasa hukum dalam perkara pailit tersebut

    dikarenakan pihak kuasa hukum adalah salah satu pemegang saham PT. SARI AGUNG. Dan

    perjanjian yang dilakukan oleh Pemohon adalah bukan perjanjian utang-piutang melainkan

    perjanjian kerjasama bisnis, dimana keuntunganya akan dibagikan sebesar 85% untuk

    Pemohon dan Termohon sebesar 15 %. Demikian juga dengan Ny. Iesye sama dengan

    perjanjian bisnis bukan perjanjian utang-piutang.

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pasal 2 ayat

    1 bahwa debitor dapat dinyatakan pailit apabila debitor yang mempunyai dua atau lebih

    kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

    ditagih, dari hal tersebut dapat dipahami dan debitor dinyatakan pailit apabila debitor

    (termohon) mempunyai dua atau lebih kreditor, dan tidak membayar lunas utang yang telah

    jatuh tempo dan dapat ditagih, dari pasal tersebut telah terpenuhi.

    Mengenai Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Kepailitan, dalam ketentuan umum telah

    disebutkan dengan jelas bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat

    dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,

    baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul

    karena perjanjian atau undang-undang yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak

  • 4dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhanya dari harta kekayaan

    debitor.

    Berdasarkan pertimbangan pernyataan pailit berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang

    Nomor 37 Tahun 2004, maka penunjukan Kurator harus dilaksanakan.

    3. PUTUSAN HAKIM

    Dalam hal ini hakim memutuskan, Mengabulkan Permohonan Pemohon,

    Menyatakan PT. SARI AGUNG PAILIT, dengan segala akibat hukumnya, mengangkat

    Sdr. Reno Listowo, S.H.,M.H., sebagai Hakim Pengawas, mengangkat Sdr. Syahrial Ridho,

    S.H., sebagai Kurator untuk pemberesan harta pailit, serta menghukum Termohon membayar

    perkara sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

    4. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

    Pemohon kasasi ini yaitu PT. SARI AGUNG, dimana dia mengajukan atas Putusan

    Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.12/Pailit/2008/PN.NIAGA.JKT.PST. Pihak pemohon

    mengajukan kasasi dengan No.06/Kas/Pailit/2008/PN.Niaga.JKT.Pst Jo

    No.12/Pailit/2008/PN.Niaga.JKT.Pst, atas surat kuasa tanggal 21 Mei 2008, mengajukan

    kasasi secara lisan. Berdasarkan putusan No. 378 K/Pdt.Sus/2008. Dalam hal ini pihak

    pengadilan Mahkamah Agung (Kasasi) mengambil keputusan, menolak permohonan kasasi

    PT. SARI AGUNG, dan menghukum Pemohon kasasi yaitu membayar biaya perkara pada

    tingkat kasasi ini sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

    5. ANALISA PUTUSAN

    Pailit merupakan salah satu cara yang digunakan baik oleh kreditor maupun oleh

    debitor dalam menyelesaikan masalah mereka, karena hakekat kepailitan bagi debitor

    adalah untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak kreditor, sedangkan hakikat

    kepailitan bagi kreditor adalah untuk mendapatkan kepastian pembayaran. Akibat dari

  • 5kepailitan bagi debitor dan harta kekayaannya adalah harta kekayaan debitor akan disita

    untuk dijual, dan debitor tidak berhak lagi mengelola harta kekayaan tersebut, karena

    pengelolaanya akan dilakukan oleh kurator. Arti Kepailitan sendiri menurut Undang-Undang

    Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yaitu : suatu penyitaan umum atas seluruh harta (aset)

    yang pengurusan dan/atau pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan

    Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

    Terkait hal tersebut di atas maka seorang debitor dapat dinyatakan pailit, apabila telah

    memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

    1) Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor Hal ini dimaksudkan bahwa debitor

    dalam keadaan benar-benar tidak mampu membayar terhadap dua atau lebih

    kreditornya tersebut.

    2) Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat

    ditagih Pada pernyataan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh

    tempo dan dapat ditagih disini adalah utang pokok atau bunga yang tidak terbayar,

    namun pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, disebutkan

    kewajiban untuk membayar utang jatuh waktu dan dapat ditagih baik karena telah

    diperjanjikan, karena percepatan waktu pengalihan sebagaimana diperjanjikan, karena

    pengenaan saksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan

    pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

    3) Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih

    kreditornya Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa yang dimaksud kreditor adalah

    baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus

    mengenai kreditor separatis maupun preferen, mereka dapat mengajukan permohonan

    pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki

  • 6terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Namun bilamana terdapat

    indikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah orang yang mempunyai

    piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan.

    Sedangkan dalam hal pernyataan pailit diajukan oleh debitor yang sudah menikah,

    maka permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya kecuali

    apabila tidak ada percampuran harta.

    Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu1 :

    a. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam Undang-Undang

    Nomor 37 Tahun 2004, seperti apa yang telah ditulis diatas.

    b. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai

    keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 (sembilan puluh) hari.

    c. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan

    pendataan berapa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitor. Verifikasi

    utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan

    urutan pertimbangan hak dari masing-masing kreditor. Rapat verifikasi dipimpin oleh

    Hakim Pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitor

    (tidak boleh diwakilkan karena nanti debitor harus menjelaskan apabila terjadi

    perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c) Kreditor atau kuasanya (jika

    berhalangan untuk hadir tidak apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator

    (harus hadir karena merupakan pengelola aset).

    d. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak

    maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan

    dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam

    1http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/07/kepailitan.html

  • 7proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan

    meliputi : (a) mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis, karena kreditor

    separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta

    pailit umumnya. (b) terikat formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d)

    jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) ada kekuatan eksekutorial,

    apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan secara paksa.

    Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a) pengajuan usul perdamaian,

    (b) pengumuman usulan perdamaian, (c) rapat pengambilan keputusan, (d) sidang

    homologasi, (e) upaya hukum kasasi, (f) rehabilitasi.

    e. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses

    perdamaian diterima.

    f. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitor dinyatakan benar-benar tidak mampu

    membayar, atau dengan kata lain harta debitor lebih sedikit jumlahnya dengan

    utangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitor, apakah akan

    ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi utang dengan damai. Saat terjadinya

    insolvensi (Pasal 178 Undang-Undang Kepailitan) yaitu: (a) saat verifikasi tidak

    ditawarkan perdamaian, (b) penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan

    perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera

    dieksekusi dan dibagi kepada para kreditor.

    g. Pemberesan/likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitor pailit, yang dibagikan

    kepada kreditor konkuren, setelah dikurangi biaya-biaya.

    h. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditor, akan tetapi dengan

    catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka

    rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitsi adalah : telah terjadi perdamaian, telah

    terjadi pembayaran utang secara penuh.

  • 8i. Kepailitan berakhir.

    Dalam suatu kepailitan peran seorang kurator amat sangatlah penting karena dia

    bertindak sebagai pengelola aset. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh kurator dalam

    menjalankan tugasnya antara lain :

    a) Kewenangan hukum

    b) Pertimbangan ekonomi dan bisnis berkaitan dengan likuidasi aset

    c) Keterlibatan pihak lain (hakim pengawas)

    d) Prosedur yang berkaitan dengan tindakan hukum tertentu (rapat verifikasi)

    e) Kebiasaan dan tatacara yang layak menurut hukum dalam tindakan tertentu

    Dalam menjalankan kewenangannya, kurator juga mempunyai tanggung jawab

    hukum. Salah satu pasal yang mengatur tentang tanggung jawab hukum kurator sebagaimana

    diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah dalam Pasal 72 yang

    menyebutkan : kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam

    melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap

    harta pailit2

    Berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan tersebut maka terhadap kurator

    dapat dibebani pertanggung jawaban pribadi. Jika akibat kesalahan atau kelalaiannya

    menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta pailit, yaitu

    terutama kreditor konkuren. Jadi kurator dapat digugat untuk membayar ganti kerugian.

    Akibat hukum dari adanya putusan pailit adalah :

    1. Berlaku dibidang harta kekayaan

    2. Penyitaan umum seluruh aset debitor

    2Indonesia, op, cit., Psl. 72.

  • 93. Debitor perseorangan, termasuk suami atau istri

    4. Debitor kena cekal (tidak boleh meninggalkan domisili)

    5. Ketentuan pidana tetap berlaku

    6. Keputusan pailit by the operation of law

    7. Barang berharga disimpan kurator

    8. Uang tunai disimpan di bank

    9. Tidak boleh menjadi direktur atau komisaris pada perusahaan lain.

    Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera

    dengan mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang

    bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang

    ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal

    pendaftaran. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan

    paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Dan dalam jangka waktu

    paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan,

    Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas

    permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua

    puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Atas permohonan Debitor dan

    berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang

    sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari

    setelah tanggal permohonan didaftarkan. . Permohonan pernyataan pailit sebagaimana

    tersebut diatas harus diajukan oleh seorang advokat (dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor

    37 Tahun 2004, oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktik).

    Dan dalam hal kepailitan yang menyangkut kepentingan umum, Lembaga Pasar

    Modal, Perbankan maupun Perusahaan Asuransi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

  • 10

    sebagaimana disebut dalam Pasal 2 ayat (2) jo Pasal (5), maka permohonan hanya dapat

    diajukan oleh Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri

    Keuangan. Bahkan Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit yang

    tidak diajukan oleh institusi tersebut . Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit

    harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan

    pailit didaftarkan.

    Dalam kepailitan tidak dikenal upaya hukum banding, akan tetapi terhadap putusan

    atas permohonan pernyataan pailit, upaya hukum yang dapat dilakukan adalah Kasasi dan

    Peninjauan Kembali (PK).

    1. Kasasi

    Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan upaya hukum

    Kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian terhadap keputusan pengadilan ditingkat

    pertama Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan upaya hukum banding tetapi langsung dapat

    dilakukan upaya Kasasi (Pasal 11 jo Pasal13) Undang-Undang Kepailitan.

    Pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum, pada prinsipnya adalah sama

    dengan pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu: Debitor, Kreditor,

    termasuk kreditor lain yang bukan pihak dalam persidangan tingkat pertama namun tidak

    puas atas putusan pernyatan pailit yang ditetapkan, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan

    Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Menteri Keuangan (Pasal 11 ayat (3)) Undang-

    Undang Kepailitan.

    2. Peninjauan Kembali (PK)

  • 11

    Terhadap putusan kepailitan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht

    van gewisjde) dapat dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung

    (Pasal 14 jo Pasal 295 ayat (1)) Undang-Undang Kepailitan.

    Permohonan Peninjauan Kembali dapat dilakukan apabila :

    a. setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada

    waktu diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan; atau

    b. dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

    Pada dasarnya pelaksanaan putusan atau eksekusi merupakan suatu pelaksanaan

    terhadap suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang dilakukan dengan bantuan

    pengadilan atau dikutip pendapat R. Subekti bahwa Eksekusi adalah: Melaksanakan putusan

    yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa.3

    Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak

    mau harus mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan

    kepadanya dengan bantuan kekuatan umum, dimana kekuatan umum ini berarti polisi.

    Sedangkan menurut R. Supomo: Hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai

    oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan

    hakim,4 apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu

    yang ditentukan. Suatu putusan hakim yang dapat dieksekusi harus putusan hakim yang telah

    mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yaitu apabila tidak ada lagi upaya

    hukum biasa yang dipergunakan yaitu perlawanan, banding dan kasasi. Karena dengan

    memperoleh kekuatan hukum yang tetap maka putusan itu tidak dapat lagi diubah, sekalipun

    dengan pengadilan yang lebih tinggi, kecuali dengan upaya hukum yang khusus, yaitu

    3Subekti, Hukum Acara Perdata, cet. 3 (Bandung : Binacipta, 1989), hal. 130.4R. Soepomo, Hukum Acara Pengadilan Negeri, cet. 9 (Jakarta : PT Pradnya Paramita, 1986), hal. 119.

  • 12

    request civil dan perlawanan oleh pihak ketiga.5 Dalam suatu putusan yang telah

    berkekuatan hukum yang tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti

    antara pihak yang berperkara sehingga putusan tesebut harus ditaati dan harus dipenuhi oleh

    para pihak. Cara menaati dan memenuhi hubungan hukum yang ditetapkan dalam amar

    putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, yaitu dapat dilakukan atau

    dijalankan secara sukarela oleh pihak tergugat dan bila tidak menjalankan putusan secara

    sukarela, hubungan hukum yang ditetapkan dalam putusan harus dilaksanakan dengan paksa

    dengan jalan bantuan hukum.6 Tetapi tidak selalu hanya putusan yang telah memperoleh

    berkekuatan hukum tetap yang dapat dieksekusi, menurut ketentuan Pasal 180 HIR/191 RBg,

    hakim diizinkan untuk menjalankan putusannya terlebih dahulu walaupun belum berkekuatan

    hukum tetap yang disebut dengan putusan serta merta (uitvoerbaar bij vooraad).

    Putusan serta merta tersebut dianut dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

    tentang Kepailitan & PKPU, diatur dalam Pasal 8 ayat (7):Putusan atas permohonan

    pernyataan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang memuat secara lengkap

    pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang

    terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan

    tersebut diajukan suatu upaya hukum. Adanya putusan serta merta ini disebabkan

    pembentuk undang-undang menginginkan agar putusan pernyataan pailit dapat secepatnya

    dilaksanakan. Pelaksanaan putusan secara serta merta ini dapat menimbulkan masalah hukum

    nantinya apabila terhadap putusan pailit tersebut dimintakan upaya hukum, baik Kasasi

    ataupun Peninjauan Kembali dan kemudian permintaan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah

    Agung dan putusan Pengadilan Niaga dibatalkan sedangkan Kurator telah melakukan

    5Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam (Yogyakarta : Liberty, 2002),

    hal. 208.6Soepomo, op, cit., hal. 6.

  • 13

    pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit tersebut, misalnya: telah dilakukan

    penjualan terhadap sebagian harta pailit kepada pihak ketiga.

    Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan mengatur bahwa dalam hal putusan

    pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya Kasasi atau Peninjauan Kembali, segala

    perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator sebelum atau pada tanggal Kurator menerima

    pemberitahuan tentang putusan pembatalan, tetap sah dan mengikat debitor. Namun

    walaupun undang-undang telah mengatur bahwa perbuatan pengurusan dan/atau

    pembereresan Kurator tetap sah dan mengikat debitor walau dilakukan upaya hukum tetapi

    tetap tidak dapat dihindari kemungkinan terjadinya kerugian bagi kelangsungan usaha debitor

    setelah pembatalan putusan pernyataan pailit oleh Mahkamah Agung karena bisa saja yang

    berhasil dijual oleh Kurator tersebut adalah aset yang diperlukan untuk kelangsungan usaha

    debitor. Menurut pendapat Sutan Remy Sjahdeini, sebaiknya undang-undang menentukan

    bahwa yang boleh dilakukan Kurator terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu

    adalah tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit kecuali melakukan penjualan

    harta tetap yang merupakan harta yang mutlak diperlukan bagi kegiatan usaha atau bisnis

    debitor, yang tanpa dimilikinya lagi harta itu oleh debitor maka tidak mungkin lagi bagi

    debitor untuk dapat melanjutkan usaha atau bisnisnya seandainya putusan pernyataan pailit

    itu dibatalkan.

    Dalam perkara perdata umum, pelaksanaan putusan atau eksekusi dilakukan atas

    perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, diatur dalam Pasal 195 (1) HIR

    yang menentukan bahwa eksekusi terhadap suatu putusan hakim dilakukan atas perintah dan

    dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang dulu memeriksa dan memutus perkara

    tersebut dalam tingkat pertama, walau ada dilakukan upaya hukum. Hal ini berarti

    kewenangan menjalankan eksekusi terhadap putusan hakim mutlak berada pada Pengadilan

  • 14

    Negeri, kemudian Ketua Pengadilan Negeri tersebut akan menuangkannya dalam suatu surat

    penetapan, untuk kemudian dijalankan oleh panitera dan juru sita. Sedangkan di dalam

    perkara kepailitan, yang melaksanakan putusan pailit dalam hal pengurusan dan/atau

    pemberesan terhadap harta pailit adalah Kurator bukan Ketua Pengadilan dan dalam perkara

    kepailitan tidak ada yang memimpin eksekusi, sebab Undang-Undang Kepailitan hanya

    menyatakan bahwa dalam melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit, Kurator

    diawasi oleh Hakim Pengawas.7 Sebelum diuraikan lebih lanjut mengenai tata cara

    pelaksanaan putusan pailit, perlu diketahui bahwa tujuan akhir dari kepailitan adalah

    menjadikan harta pailit menjadi uang untuk kemudian dipakai untuk membayar seluruh

    utang Debitor Pailit secara adil merata berimbang (menurut tingkatan dan sifat utang masing-

    masing) di bawah pengawasan Hakim Pengawas.8 Dimana orang yang mempunyai tugas

    melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit adalah Kurator, maka perlu

    diketahui pekerjaan yang harus dilakukan oleh Kurator adalah:

    a) Menginventarisir harta kekayaan Debitor Pailit untuk kemudian menentukan mana yang masuk harta pailit, mana yang bukan, mengingat adanya pengecualian yang diatur dalam undang-undang

    b) Membuat daftar Kreditor dari Debitor Pailit dengan menyebutkan sifat dan jumlah utang Debitor atau piutang Kreditor beserta nama dan tempat tinggalnya

    c) Mengadakan verifikasi dari piutang Kreditor dari Debitor Pailit dalam rapat verifikasi yang dipimpin oleh Hakim Pengawas.

    d) Membuat daftar pembayaran piutang pada Kreditor sesuai peraturan hukum yang berlaku (tingkatan para Kreditor).9

    Dalam hal pemberesan harta pailit dapat terlihat bahwa tugas Kurator sangat berat

    karena Kurator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan

    tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang yang menyebabkan kerugian terhadap harta

    7Parwoto Wignyosumarto, Peran dan Tugas Hakim Pengawas, Kepailitan dan Transfer Aset Secara

    Melawan Hukum, Prosiding (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2004), hal. 180.8Elijana, Inventarisasi dan Verifikasi dalam Rangka Pemberesan Boedel Pailit, Undang-Undang

    Kepailitan dan Perkembangannya, Prosiding (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2004), hal. 273.9Ibid

  • 15

    pailit.10 Sehubungan dengan hal tersebut maka Kurator dapat digugat dan wajib membayar

    ganti kerugian apabila karena kelalaiannya atau terutama karena kesengajaannya telah

    menyebabkan harta pailit mengalami kerugian

    10Indonesia (b), op, cit,. Psl 72.