bab viiiperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · web viewbab vii ketentuan...

39
N ASKAH K AJIAN A KADEMIS BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang pasal 35, pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Jawa Timur dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Sehingga fungsi pengendalian pemanfaatan ruang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kedetailan rencana yang ada, dan selanjutnya digunakan menciptakan tertib tata ruang. 7.1 Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sesuai UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 36: 1. Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. 2. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. 3. Peraturan zonasi ditetapkan dengan Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi dan Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi sistem kab/kota. 4. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi meliputi indikasi arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang, pola ruang, dan kawasan strategis yang terdiri atas: a. Sistem perkotaan; b. Sistem jaringan transportasi; c. Sistem jaringan energi; d. Sistem jaringan telekomunikasi; e. Sistem jaringan sumber daya air; f. Kawasan lindung; g. Kawasan budi daya; RENCANA TATA RUANG WILAYAH P R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 1 1

Upload: others

Post on 17-Jan-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang pasal 35, pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Jawa Timur dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Sehingga fungsi pengendalian pemanfaatan ruang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kedetailan rencana yang ada, dan selanjutnya digunakan menciptakan tertib tata ruang.

7.1 Indikasi Arahan Peraturan ZonasiSesuai UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 36:1. Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.2. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.3. Peraturan zonasi ditetapkan dengan Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi dan

Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi sistem kab/kota.4. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi meliputi indikasi arahan peraturan zonasi untuk struktur ruang, pola

ruang, dan kawasan strategis yang terdiri atas:a. Sistem perkotaan;b. Sistem jaringan transportasi;c. Sistem jaringan energi;d. Sistem jaringan telekomunikasi;e. Sistem jaringan sumber daya air;f. Kawasan lindung;g. Kawasan budi daya;h. Kawasan strategis.

A. Indikasi Zonasi sistem Perkotaan

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 1

1

Page 2: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

a. peraturan zonasi untuk PKN disusun dengan memperhatikan: Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional yang didukung dengan

fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang

menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya ke arah vertikal.a. peraturan zonasi untuk PKW disusun dengan memperhatikan:

Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala provinsi yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah yang kecenderungan pengembangan ruangnya ke arah horizontal dikendalikan.

b. peraturan zonasi untuk PKL disusun dengan memperhatikan: pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten/kota yang didukung dengan fasilitas dan

infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya

B. Sistem Jaringan Transportasi a. Peraturan zonasi untuk jaringan jalan bebas hambatan disusun dengan memperhatikan :

pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas rendah; ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan; penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan; dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan; diwajibkan penyediaan pemagaran, dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau

terowongan; diwajibkan penyediaan bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang dapat menyerap energi

benturan kendaraan pada tempat-tempat yang membahayakan pengguna jalan bebas hambatan; diwajibkan penyediaan prasarana yang menyatakan aturan perintah dan larangan dalam bentuk rambu lalu lintas,

marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas; diwajibkan penyediaan sarana komunikasi, sarana deteksi pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan

dengan segera sampai ke tempat kejadian serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan, serta gangguan keamanan lainnya;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 2

2

Page 3: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

dibolehkan dibangun sarana tempat istirahat dan pelayanan sedikitnya setiap jarak 50 (lima puluh) kilometer pada setiap jurusan; dan

dilarang aktivitas pemanfaatan budidaya sampai batas ruwasja jalan bebas hambatan.b. Peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer disusun dengan memperhatikan:

Dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan; Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur atau lebih dan seharusnya dilengkapi median (sesuai dengan ketentuan

geometrik); Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, antara lain rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu

penerangan jalan, dan lain-lain; Jumlah jalan masuk/akses dibatasi secara efisien, jarak antar jalan masuk/akses langsung minimal 500 m, jarak

antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di atas 1.000 m², dengan pemanfaatan perumahan; Jika persyaratan jalan akses jalan dan/atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus

disediakan jalur lambat (frontage road) ; Membatasi persimpangan sebidang yang diatur dengan pengaturan tertentu sesuai dengan volume lalu lintas dan

karakteristiknya; Tata letak jaringan utilitas paralel dengan jalan arteri primer dan mempunyai skala pelayanan wilayah pada sistem

jaringan jalan di luar kota, harus ditempatkan di luar rumija; Tata letak jaringan utilitas paralel dengan jalan arteri primer dan mempunyai skala pelayanan lokal pada sistem

jaringan jalan di luar kota, dapat ditempatkan di luar rumaja sejauh mungkin, mendekati ke batas luar rumija; dan Tata letak jaringan utilitas bersilangan dengan jalan arteri primer, harus memenuhi syarat ruang bebas rumaja

(paling rendah 5 m di atas permukaan perkerasan jalan, atau kedalaman 1,5 m dan harus mampu memikul beban struktur perkerasan dan lalu lintas di atasnya. Apabila jaringan utilitas telah ada terlebih dahulu, maka jaringan yang dibangun belakangan harus mengikuti jaringan yang telah dibangun lebih dahulu.

c. Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer disusun dengan memperhatikan : Dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan; Jumlah jalan masuk/akses dibatasi dan direncanakan dengan jarak tertentu sehingga memenuhi kecepatan

rencana dan kapasitas serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, antara lain rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu

penerangan jalan, dan lain-lain; Mengembangkan sistem drainase di sepanjang sisi jalan;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 3

3

Page 4: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Mempertahankan garis sempadan bangunan di sisi jalan sekurang-kurangnya setengah dari lebar ruang milik jalan; dan

Mengembangkan struktur penahan kebisingan pada sisi jalan yang mewakili kawasan permukiman, pendidikan, dan pelayanan kesehatan.

d. Peraturan zonasi untuk jaringan jalan bebas hambatan disusun dengan memperhatikan : pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas rendah; ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan; penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan; dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan; diwajibkan penyediaan pemagaran, dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau

terowongan; diwajibkan penyediaan bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan struktur yang dapat menyerap energi

benturan kendaraan pada tempat-tempat yang membahayakan pengguna jalan bebas hambatan; diwajibkan penyediaan prasarana yang menyatakan aturan perintah dan larangan dalam bentuk rambu lalu lintas,

marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas; diwajibkan penyediaan sarana komunikasi, sarana deteksi pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan

dengan segera sampai ke tempat kejadian serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan, serta gangguan keamanan lainnya;

dibolehkan dibangun sarana tempat istirahat dan pelayanan sedikitnya setiap jarak 50 (lima puluh) kilometer pada setiap jurusan; dan

dilarang aktivitas pemanfaatan budidaya sampai batas ruwasja jalan bebas hambatan.e. Peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api disusun dengan memperhatikan:

Pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;

Pada pemanfaatan ruang di sekitar pengawasan jalur kereta api terdapat ketentuan pelarangan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian;

Adanya pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api;

Adanya pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan; dan

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 4

4

Page 5: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur kereta api.

f. Peraturan zonasi untuk jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan disusun dengan memperhatikan: Keselamatan dan keamanan pelayaran; Ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas perairan yang berdampak pada keberadaan alur

pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan; Ketentuan pelarangan kegiatan di bawah perairan yang berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai,

danau, dan penyeberangan; dan Pembatasan pemanfaatan perairan yang berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai, danau, dan

penyeberangan.g. Peraturan zonasi untuk pelabuhan umum disusun dengan memperhatikan:

Pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan; Pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi

laut; dan Pembatasan pemanfaatan ruang di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan

Kepentingan Pelabuhan harus mendapatkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.h. Peraturan zonasi untuk bandar udara umum disusun dengan memperhatikan:

Pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional bandar udara; Pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan kebutuhan pengembangan bandar udara berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Batas-batas Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan dan batas-batas kawasan kebisingan.

Peraturan zonasi untuk ruang udara untuk penerbangan disusun dengan memperhatikan pembatasan pemanfaatan ruang udara yang digunakan untuk penerbangan agar tidak mengganggu sistem operasional penerbangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

C. Sistem Jaringan Energi Dilarang semua pemanfaatan pada zona inti Di luar zona inti, di ijinkan pengembangan pertanian dan RTH Di luar zona penyangga boleh pengembangan perumahan, perdangangan dan jasa, serta industri skala kecil dan

sedang.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 5

5

Page 6: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Penentuan radius utama zona inti sesuai dengan peraturan terkait Peraturan zonasi untuk jaringan pipa minyak dan gas bumi disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di

sekitar jaringan pipa minyak dan gas bumi; dan harus memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan kawasan di sekitarnya.

Peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.

Peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun dengan memperhatikan ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

D. Sistem Jaringan Telekomunikasi Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya.

Dilarang semua pemanfaatan pada zona inti Di luar zona inti, di ijinkan pengembangan pertanian dan RTH Di luar zona penyangga boleh pengembangan perumahan, perdangangan dan jasa, serta industri skala kecil dan

sedang. Jarak aman saluran primer (zona inti) terhadap jalan dan rel kereta 15 m; terhadap bangunan 15 m; terhadap

pohon 8,5 m; terhadap RTH 10-11 m; terhadap jaringan telekomunukasi lainnya dan jembatan besi 8,5 m.

E. Sistem Jaringan Sumberdaya AirPeraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada wilayah sungai disusun dengan memperhatikan:

Perlindungan mata air. Pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan

fungsi lindung kawasan. Pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas kabupaten/kota harus selaras dengan pemanfaatan ruang pada

wilayah sungai di kabupaten/kota yang berbatasan. Dilarang semua pemanfaatan pada zona inti Di luar zona inti, di ijinkan pengembangan pertanian dan RTH

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 6

6

Page 7: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Di luar zona penyangga boleh pengembangan perumahan, perdangangan dan jasa, serta industri skala kecil dan sedang.

Penentuan radius utama zona inti sesuai dengan peraturan terkait.

F. Kawasan Lindunga. Hutan lindung

Dibolehkan untuk wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam Dibolehkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah bentang alam Dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan Dilarang untuk kegiatan yang berpotensi mengganggu bentang alam, menggangu kesuburan dan keawetan tanah,

fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian lingkungan hidup. Dilarang kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan

ekosistemnya, seperti perambahan hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon, dan perburuan satwa yang dilindungi.

Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.

Intensitas bangunan sangat rendah Pemanfaatan ruang untuk budidaya harus disertai pengawasan ketat dari provinsi

b. Sempadan pantai Dilarang semua kegiatan yang mengurangi kualitas pantai pada area 100 meter dari garis pasang tertinggi Dilarang semua kegiatan yang mengancam kerusakan pada pantai yang memiliki ekosistem bakau, terumbu

karang, padang lamun, dan estuaria Dilarang kegiatan yang menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan. Dilarang kegiatan yang mengganggu bentang alam, mengganggu kelestarian fungsi pantai, mengganggu akses

terhadap kawasan sempadan pantai. Diijinkan penanaman hutan bakau dan aktivitas konservasi lainnya Pembangunan prasarana dermaga Pembangunan prasarana tower penjaga keselamatan pengunjung Pembangunan struktur alami dan atau buatan untuk mencegah abrasi.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 7

7

Page 8: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau. Dibolehkan pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai. Dilarang pendirian bangunan selain untuk kepentingan yang menunjang kegiatan rekreasi pantai.

c. Sempadan sungai Dilarang semua kegiatan dan bangunan pada kawasan sempadan sungai Dilarang semua kegiatan dan bangunan yang mengancam kerusakan dan menurunkan kualitas sungai Dibolehkan aktivitas wisata alam petualangan dengan syarat tidak mengganggu kualitas air sungai Pelaksanaan kegiatan harus memperhatikan teknis keamanan dan keselamatan pengguna wisata Dibolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air

dan/atau pemanfaatan air Pendirian bangunan dibatasi banya untuk menunjang fungsi taman rekreasi Penetapan lebar sembadan sungai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Sekitar mata air Dilarang semua jenis kegiatan yang menyebabkan pencemaran kualitas air, kondisi fisik kawasan, dan daerah

tangkapan air. Dilarang semua kegiatan yang mengganggu bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi,

kelestarian flora dan fauna, serta fungsi lingkungan hidup. Dilarang pemanfaatan hasil tegakan. Boleh untuk kegiatan pariwisata dan budidaya lain dengan syarat tidak menyebabkan kerusakan kualitas air Diijinkan kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan

e. Sekitar danau atau waduk Dilarang semua jenis kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan perusakan kualitas air Boleh untuk kegiatan pariwisata dan budidaya lain dengan syarat tidak menyebabkan kerusakan kualitas air Diijinkan kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan Intensitas bangunan dengan tingkat kepadatan rendah Perlu prasarana bangunan konservasi waduk

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 8

8

Page 9: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

f. Sempadan sungai di kawasan permukiman Dilarang semua kegiatan budidaya pada areal sepanjang 15 meter Diijinkan aktivitas reboisasi lahan Dilarang semua jenis kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan perusakan kualitas air

g. Kawasan suaka alam, suaka alam laut, dan perairannya Diijinkan untuk kegiatan reboisasi lahan Diijinkan untuk kegiatan wisata alam Diijinkan terbatas kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam Dilarang kegiatan pemanfaatan biota dilindungan peraturan Dilarang kegiatan yang mengurangi daya dukung dan daya tampung lingkungan Dilarang kegiatan yang mengubah bentang alam dan ekosistem, mengganggu kelestarian flora fauna serta

keanekaragaman hayati.

h. Kawasan suaka marga satwa, suaka marga satwa laut, cagar alam, dan cagar alam laut Diijinkan untuk kegiatan reboisasi lahan Diijinkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata alam. Dilarang untuk kegiatan lainnya. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata alam. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan lainnya. Diijinkan terbatas kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam Dilarang kegiatan penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa endemik

kawasan. Dilarang kegiatan yang mengubah bentang alam dan ekosistem, mengganggu kelestarian flora fauna serta

keanekaragaman hayati.

i. Kawasan pantai berhutan bakau Diijinkan untuk kegiatan reboisasi lahan

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 9

9

Page 10: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Diijinkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata alam. Dilarang pemanfaatan kayu bakau. Dilarang kegiatan yang mengurangi luas bakau atau mencemari ekosistem bakau. Dilarang kegiatan yang mengubah bentang alam dan ekosistem, mengganggu kelestarian flora fauna serta

keanekaragaman hayati.

j. Kawasan taman nasional dan taman nasional laut Diijinkan pemanfaatan ruang untuk budidaya hanya bagi penduduk asli di zona penyangga dengan luasan tetap,

tidak mengurangi fungsi lindung dan di bawah pengawasan ketat. Dilarang kegiatan pada zona inti. Dilarang kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional. Dilarang kegiatan yang mengubah bentang alam dan ekosistem, mengganggu kelestarian flora fauna serta

keanekaragaman hayati. Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam. Ketentuan pelarangan kegiatan budidaya yang berpotensi mengurangi tutupan vegetasi atau terumbu karang di

zona penyangga.

k. Kawasan taman hutan raya Diijinkan aktivitas pendidikan, penelitian, dan wisata alam. Dilarang kegiatan lainnya yang merusak atau mengganggu koleksi flora dan fauna. Dilarang kegiatan lainnya yang mengubah bentang alam dan ekosistem, mengganggu kelestarian flora fauna serta

keanekaragaman hayati. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata alam. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan lainnya.

l. Kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam. Dilarang kegiatan selain untuk wisata alam seperti yang disebut pada huruf 1. Diijinkan bersyarat pendirian bangunan yang menunjang kegiatan wisata alam. Dilarang pendirian bangunan selain yang disebut pada huruf 3.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 10

10

Page 11: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Dilarang kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman wisata alam. Dilarang kegiatan yang mengubah bentang alam dan ekosistem, serta tidak sesuai dengan fungsi zona

pemanfaatan dan zona lain dari wisata alam.

m. Kawasan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan Pemanfaatan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata. Diijinkan bersyarat pendidian bangunan yang menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata. Dilarang kegiatan yang mengganggu atau merusak kekayaan budaya. Dilarang kegiatan yang mengubah bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan. Dilarang kegiatan yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi,

monumen nasional, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu. Dilarang kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat setempat.

n. Kawasan rawan tanah longsor dan kawasan rawan gelombang pasang terdiri dari: Pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk. Pembatasan pendirian bangunan, kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan

umum.

o. Kawasan rawan banjir Penetapan batas dataran banjir. Pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting lainnya.

p. Kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung geologi Dilarang aktivitas permukiman dan pembangunan prasarana utama di kawasan rawan bencana di zona

perlindungan mutlak Dibolehkan aktivitas budidaya dengan syarat teknis rekayasa teknologi yang sesuai dengan karakteristik

bancananya selain di kawasan perlindungan mutlak

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 11

11

Page 12: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Penyelenggaraan drainase tanah, rock netting, shotcrete, block pitching, stone pitching, retaining wall, gabion wall, installation of geotextile, terasering, tanggul penahan, jalur mitigasi atau evakusi, sistem informasi bencana, sistem peringatan dini, SOP bencana.

Mengarahkan bangunan pada kondisi tanah yang stabil.

q. Kawasan karst Diijinkan untuk kegiatan reboisasi lahan Di larang untuk kegiatan lainnya pada kawasan perlindungan karst mutlak

r. Kawasan terumbu karang Diijinkan pemanfaatan ruang untuk pariwisata bahari Dilarang kegiatan penangkapan ikan dan pengambilan terumbu karang. Dilarang kegiatan selain pariwisata bahari yang dapat menimbulkan pencemaran air.

G. Kawasan Budidayaa. Kawasan peruntukan hutan produksi/hutan rakyat

Diijinkan aktivitas pengembangan hutan secara lestari Dilarang aktivitas pengembangan budidaya lainnya yang mengurangi luas hutan Diijinkan aktivitas reboisasi/penghijauan dan rehabilitasi hutan Diijinkan terbatas pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan. Diijinkan secara terbatas pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan. Dilarang pendirian bangunan lainnya

b. Kawasan peruntukan pertanian Dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi luas kawasan sawah irigasi teknis Dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk perkebunan Diijinkan aktivitas pendukung pertanian Dilarang mendirikan bangunan pada kawasan sawah irigasi yang terkena saluran irigasi

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 12

12

Page 13: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Diijinkan mendirikan rumah tunggal dengan syarat tidak mengganggu fungsi pertanian dengan intensitas bangunan berkepadatan rendah.

Diijinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah. Penyelenggaraan Bangunan pengolahan hasil pertanian, Balai pelatihan teknis nelayan Pengembangan sarana dan prasarna pengembangan produk pertanian Pengembangan saluran irigasi Pengembangan waduk dan embung Pengembangan lumbung desa modern Saluran irigasi tidak boleh disatukan dengan drainase dan tidak boleh diputus

c. Kawasan peruntukan perkebunan Diijinkan mendirikan perumahan dengan syarat tidak mengganggu fungsi perkebunan Dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk perkebunan Diijinkan aktivitas pendukung perkebunan, misalnya penyelenggaraan aktivitas pembenihan

d. Kawasan peruntukan perikanan dan peternakan Diijinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah. Diijinkan pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau. Pemanfaatan sumberdaya yang lestari. Dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu kualitas air sungai /waduk untuk perikanan darat Diijinkan aktivitas pendukung aktivitas peternakan dan perikanan Penyelenggaraan bangunan pengolahan hasil ikan, balai pelatihan teknis nelayan, pengembangan sarana dan

prasarna pengembangan produk perikanan, Breeding Centre

e. Kawasan peruntukan pertambangan Boleh mengembangkan aktivitas pertanian atau kehutanan terutama pasca Pertambangan Diijinkan pengembangan perumahan di luar zona inti pertambangan Boleh pengembangan industri terkait dengan pengolahan pertambangan di luar zona inti pertambangan Intensitas bangunan berkepadatan rendah Diijinkan pengembangan pelabuhan

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 13

13

Page 14: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Pengaturan pendirian bangunan agar tidak mengganggu fungsi alur pelayaran yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.

Pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara resiko dan manfaat.

Pengaturan bangunan lain di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah.

f. Kawasan peruntukan industri Diijinkan mengembangkan aktivitas pendukung kegiatan industri Diijinkan mengembangkan aktivitas perumahan skala kecil di luar zona penyangga peruntukan industri dengan

intensitas bangunan berkepadatan sedang Diijinkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lain di luar zona penyangga peruntukan industri Penyelenggaraan Perumahan buruh/karyawan, Fasom/fasus skala lokal sebagai pendukung kegiatan industri. Penyelenggaraan IPAL Pemerintah memberi insentif bagi peningkatan integrasi kawasan industri dengan kawasan budidaya produktif

lainnya tanpa mempengaruhi fungsi utama masing-masing kawasan. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi

sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya. Pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri.

g. Kawasan peruntukan pariwisata Diizinkan pengembangan aktivitas komersial sesuai dengan skala daya tarik pariwisatanya Diizinkan secara terbatas pengembangan aktivitas perumahan dan permukiman dengan syarat di luar zona utama

pariwisata dan tidak mengganggu bentang alam daya tarik pariwisata Dilarang pengembangan aktivitas industri dan pertambangan skala besar yang mengganggu fungsi daya tarik

wisata Intensitas bangunan atau besaran KDB dan KLB disesuaikan dengan jenis dan karakteristik daya tarik wisata Pengembangan sarana sistem informasi pariwisata Pengembangan toko souvernir, kantin, restoran, rumah makan, mart, dll komersial sesuai skala daya tarik wisata Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 14

14

Page 15: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau. Pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang pariwisata. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk menunjang kegiatan pariwisata pada zona inti pariwisata.

h. Kawasan peruntukan permukiman perkotaan Diijinkan pengembangan Rumah tunggal, apartemen, cluster perumahan Intensitas bangunan berkepadatan sedang – tinggi. Zona perumahan harus terlayani oleh minimum satu moda sarana umum angkutan massal pada kawasan

berkepadatan sedang, dan minimum dua moda sarana umum angkutan massal pada kawasan berkepadatan tinggi.

Boleh mengembangkan perdagangan jasa dengan syarat sesuai dengan skalanya Diijinkan pengembangan fasum dan fasos sesuai skalanya Dilarang pengembangan budidaya lainnya Penetapan amplop bangunan Penetapan tema arsitektur bangunan Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.

i. Kawasan peruntukan permukiman perdesaan Diijinkan pengembangan Rumah tunggal, cluster perumahan, rumah susun (flat) Intensitas bangunan berkepadatan rendah – sedang. Boleh mengembangkan perdagangan jasa dengan syarat sesuai dengan skalanya Diijinkan pengembangan fasum dan fasos sesuai skalanya Dilarang pengembangan budidaya lainnya Penetapan amplop bangunan Penetapan tema arsitektur bangunan Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan Penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.

j. Kawasan peruntukan budidaya lainnya

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 15

15

Page 16: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Pengamanan kawasan agar tidak menarik kegiatan masyarakat secara langsung khususnya yang memiliki intensitas kegiatan tinggi;

Pengadaan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai sehingga dapat menunjang kegiatan terkait hankam; Penambahan kegiatan yang menunjang secara langsung maupun tidak dengan catatan tidak mengganggu fungsi

hankam secara keseluruhan; Pada kawasan ini tidak boleh diadakan kegiatan yang menyebabkan terganggunya fungsi pertahanan keamanan

seperti pengembangan industri yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga berpotensi mengganggu mobilisasi kepentingan hankam.

Zona inti kawasan latihan militer pertahanan dan keamanan merupakan suatu ruang enclave atau tertutup dimana terdapat zona penyangga antara kawasan ini dengan kawasan budidaya di sekitarnya.

H. Kawasan Strategis Kawasan strategis di Propinsi Jawa Timur yang ada adalah kawasan strategis hankam, penunjang ekonomi wilayah, sosial budaya, lingkungan hidup. Peraturan pada kawasan strategis ini pada dasarnya disusun untuk setiap zona seperti tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Strategis yang telah dibuat di Propinsi Jawa Timur. Dengan demikian peraturan zonasi ini hanya akan berlaku pada setiap zona peruntukan sesuai RTRW Kawasan Strategis Kawasan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur.a. Peraturan zonasi untuk KSN disusun dengan memperhatikan:

Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan yang berdaya saing, pertahanan, pusat promosi, investasi, dan pemasaran, serta pintu gerbang internasional dengan fasilitas kepabeanan, imigrasi, karantina, dan keamanan; dan

Pemanfaatan untuk kegiatan kerjasama militer dengan negara lain secara terbatas dengan memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan dan sosial budaya masyarakat.

b. Arahan peraturan zonasi pada kawasan penunjang strategis dari sudut kepentingan ekonomi adalah sebagai berikut : Kawasan Penunjang ekonomi dalam skala besar umumnya berupa kawasan perkotaan, terutama yang memiliki

fungsi: perumahan, perdagangan-jasa, industri, transportasi dan berbagai peruntukan lainnya yang menunjang ekonomi wilayah. Pada kawasan ini harus ditunjang sarana dan prasarana yang memadai sehingga menimbulkan minat investasi yang besar;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 16

16

Page 17: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Pada setiap bagian dari kawasan strategis ekonomi ini harus diupayakan untuk mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi kawasan masing-masing;

Pada kawasan strategis secara ekonomi ini harus dialokasikan ruang atau zona secara khusus untuk industri, perdagangan – jasa dan jasa wisata perkotaan sehingga secara keseluruhan menjadi kawasan yang menarik. Pada zona dimaksud harus dilengkapi dengan ruang terbuka hijau untuk memberikan kesegaran ditengah kegiatan yang intensitasnya tinggi serta zona tersebut harus tetap dipertahankan;

Pada kawasan strategis ekonomi ini boleh diadakan perubahan ruang pada zona yang bukan zona inti (untuk pergadangan – jasa, dan industri) tetapi harus tetap mendukung fungsi utama kawasan sebagai penggerak ekonomi dan boleh dilakukan tanpa merubah fungsi zona utama yang telah ditetapkan;

Perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada ruang terbuka di kawasan ini boleh dilakukan sepanjang masih dalam batas ambang penyediaan ruang terbuka (tetapi tidak boleh untuk RTH kawasan perkotaan);

Dalam pengaturan kawasan strategis ekonomi ini zona yang dinilai penting tidak boleh dilakukan perubahan fungsi dasarnya;

Pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai permukiman bila didekatnya akan diubah menjadi fungsi lain yang kemungkinan akan mengganggu (misalnya industri) permukiman harus disediakan fungsi penyangga sehingga fungsi zona tidak boleh bertentangan secara langsung pada zona yang berdekatan; serta

Untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pergerakan maka pada kawasan terbangun tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari rumija atau ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah ditetapkan.

Pada kawasan high tech industrial park dikembangkan aktivitas-aktivitas industri berteknologi tinggi, high tech research, pusat transfer teknologi, pusat pengembangan paten, dengan jenis industri yang dikembangkan seperti bioteknologi, industri farmasi, industri teknologi informasi, dll. Kawasan ini harus didukung oleh infrastruktur transportasi dan komunikasi, serta dilengkapi dengan ruang-ruang terbuka hijau. Adapun aktivitas yang tidak boleh berkembang adalah kegiatan industri yang bersifat polusi tinggi.

Pada kawasan ecotourism estate dikembangkan pusat kegiatan wisata alam dan pusat oleh-oleh. Pada kawasan world trade/commercial centre dikembangkan pusat perdagangan, perkantoran, convention centre,

serta aktivitas jasa lainnya seperti perbankan dan keuangan. Kawasan terdiri dari kompleks bangunan berkepadatan tinggi. Kawasan ini perlu dikembangkan dekat dengan bandara nasional/internasional.

Pada kawasan free trade zone dikembangkan kegiatan industri, pergudangan, dan kepelabuhanan. Zona ini memiliki terminal kontainer dan terminal distribusi, serta lahan-lahan kosong untuk disewakan. Zona ini dikelilingi oleh

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 17

17

Page 18: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

fasilitas pelayanan publik, pusat pelatihan nasional, rumah sakit, sekolah, serta kawasan industri. Zona ini perlu juga memiliki akses yang baik terhadap jalan tol, arteri primer, serta bandara/pelabuhan. Sebagai suatu fasilitas internasional, free trade zone perlu dilengkapi fasilitas pendukung berstandard internasional seperti sistem pencegah banjir, ruang terbuka hijau, sistem komunikasi berteknologi tinggi, serta EDI system atau electronic data interchanges. Keuntungan free trade zone bagi sektor industri dan perdagangan adalah adanya kemudahan-kemudahan prosedur export import barang dan pengurangan ataupun pembebasan bea cukai.

pada kawasan agropolitan dan agroindustri diijinkan dikembangkan kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk usaha industri pengolahan pertanian, perdagangan hasil pertanian (termasuk untuk eksport), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata, dan jasa pelayanan;

pada kawasan agropolitan dan agroindustri dilarang dikembangkan aktivitas industri berat dan berpolusi; pada kawasan agropolitan dan agroindustri dilarang pengembangan atau pengusahaan pertambangan dan

penggalian yang menimbulkan polutan; diijinkan pengembangan sarana dan prasarana pendukung pengembangan agropolitan dan agroindustri; seperti

jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, fasilitas umum, dan fasilitas sosial lainnya;

kawasan agropolitan yang berupa lahan pertanian diijinkan kegiatan pembenihan, budidaya, dan pengolahan pertanian;

diijinkan pengembangan permukiman dengan kepadatan sedang disekitar kawasan agropolitan sebagai tempat bermukim petani dan penduduk kawasan sentra produksi pangan;

kawasan agroindustri yang berupa kawasan pengolahan dan industri diijinkan kegiatan penyeleksian dan pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan. Pada kawasan ini diijinkan aktivitas pergudangan dan industri yang mengolah produk pertanian menjadi produk jadi;

Kawasan pengolahan dan industri secara fungsional berkaitan dan memiliki akses tinggi dengan kawasan pemasaran atau terminal agribisnis atau pasar;

pada kawasan agropolitan dan agroindustri yang berupa pusat prasarana dan pelayanan umum diijinkan dikembangkan pasar, kawasan perdagangan, lembaga keuangan, terminal agribisnis, dan pusat pelayanan umum lainnya; dan

kawasan agropolitan dan agroindustri secara umum dapat berada di antara atau terkait dengan aksesibilitas yang baik dengan kawasan permukiman, kawasan industri ramah lingkungan, dan kawasan konservasi alam.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 18

18

Page 19: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

c. Peraturan zonasi pada kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya adalah sebagai berikut: Kawasan sosio-kultural terdiri atas kawasan peninggalan sejarah yakni candi dan situs. Secara umum kawasan ini

harus dilindungi dan salah satu fungsi yang ditingkatkan adalah untuk penelitian dan wisata budaya. Untuk itu pada radius tertentu harus dilindungi dari perubahan fungsi yang tidak mendukung keberadaan candi atau dari kegiatan yang intensitasnya tinggi sehingga mengganggu estetika dan fungsi monumental candi;

Bila sekitar kawasan ini sudah terdapat bangunan misalnya perumahan harus dibatasi pengembanganya; Untuk kepentingan pariwisata boleh ditambahkan fungsi penunjang misalnya souvenir shop atau atraksi wisata yang

saling menunjang tanpa menghilangkan identitas dan karakter kawasan; Pada zona ini tidak boleh dilakukan perubahan dalam bentuk peningkatan kegiatan atau perubahan ruang

disekitarnya yang dimungkinkan dapat mengganggu fungsi dasarnya; Penambahan fungsi tertentu pada suatu zona ini tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya

perdagangan dan jasa yang tidak terkait candi dan pariwisata; serta Pada sekitar zona ini bangunan tidak boleh melebihi ketinggian duapertiga dari candi yang ada.

d. Arahan pengaturan zonasi pada kawasan strategis dari sudut kepentingan pelestarian lingkungan hidup adalah sebagai berikut: Pada kawasan ini yang termasuk dalam katagori zona inti harus dilindungi dan tidak dilakukan perubahan yang

dapat mengganggu fungsi lindung; Pada kawasan yang telah ditetapkan memiliki fungsi lingkungan dan terdapat kerusakan baik pada zona inti

maupun zona penunjang harus dilakukan pengembalian ke rona awal sehingga kehidupan satwa langka dan dilindungi dapat lestari;

Untuk menunjang kelestarian dan mencegah kerusakan dalam jangka panjuang harus melakukan percepatan rehabilitasi lahan;

Pada zona yang telah ditetapkan memiliki fungsi perlindungan lingkungan tetapi saat ini sudah beralih fungsi menjadi kawasan budidaya khususnya budidaya semusim, maka harus mengembangkan hutan rakyat yang memiliki kemampuan perlindungan seperti hutan terutama di area Gunung Anjasmoro, Pegunungan Kawi dan Kelud;

Pada zona-zona ini boleh melakukan kegiatan pariwisata alam sekaligus menanamkan gerakan cinta alam; Pada kawasan yang didalamnya terdapat zona terkait kemampuan tanahnya untuk peresapan air maka boleh dan

disarankan untuk pembuatan sumur-sumur resapan;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 19

19

Page 20: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Pada kawasan hutan lindung yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau fungsi produksi tertentu (misalnya terdapat komoditas durian, manggis, damar, rotan) boleh dimanfaatkan buah atau getahnya tetapi tidak boleh mengambil kayu yang mengakibatkan kerusakan fungsi lindung;

Pada zona ini tidak boleh melakukan alih fungsi lahan yang mengganggu fungsi lindung apalagi bila didalamnya terdapat kehidupan berbagai satwa maupun tanaman langka yang dilindungi; serta

Pada zona inti maupun penunjang bila terlanjur untuk kegiatan budidaya khususnya permukiman dan budidaya tanaman semusim, tidak boleh dikembangkan lebih lanjut atau dibatasi dan secara bertahap dialihfungsikan kembali ke zona lindung.

e. Arahan peraturan zonasi pada kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan dan/atau teknologi tinggi adalah sebagai berikut : Kawasan strategis pada kawasan pendayagunaan dan/atau teknologi tinggi harus mendapat sarana dan prasarana

lingkungan yang memadai sehingga dapat menunjang kegiatan kawasan tersebut Pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan pendayagunaan dan/atau teknologi tinggi bila didekatnya

akan diubah menjadi fungsi lain yang kemungkinan akan mengganggu kegiatan tersebut harus disediakan fungsi penyangga sehingga fungsi zona tidak boleh bertentangan secara langsung pada zona yang berdekatan

Pada kawasan penunjang pendayagunaan dan/atau teknologi tinggi boleh ditambahkan kegiatan yang menunjang secara langsung maupun tidak dengan catatan tidak mengganggu fungsi utama secara keseluruhan

f. Arahan peraturan zonasi pada kawasan strategis pengendalian ketat atau high control zone adalah sebagai berikut : Pengembangan kegiatan budidaya pada kawasan yang membutuhkan high control zone perlu dinilai dampaknya

untuk menentukan besaran skala kegiatan yang diperbolehkan. Dilarang pengembangan kegiatan budidaya yang mengganggu fungsi utama kawasan yang dikendalikan secara

ketat. Pengembangan jenis-jenis kegiatan yang diperbolehkan mengacu pada pembagian zonasi pada kawasan yang

dikendalikan secara ketat.

7.2 Ketentuan Perizinan

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 20

20

Page 21: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWP Jawa Timur.

Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 pasal 37 disebutkan bahwa :1. Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.2. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan

pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.3. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi

hukum.4. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.5. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dapat dimintakan penggantian yang layak

kepada instansi pemberi izin.6. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan

oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.7. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa

izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak. 8. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang.9. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 mengenai RTRWN disebutkan bahwa izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya. Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak besar dan penting dikoordinasikan oleh Menteri.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 21

21

Page 22: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 37 dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Beberapa kegiatan yang memerlukan izin, pada dasarnya dapat dibagi menurut kelompok: 1. Ijin Lokasi2. Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah / Advice Planning3. Kajian Tata Ruang4. Izin Mendirikan Bangunan5. Izin Gangguan6. Izin Pengeringan Tanah7. Izin Usaha8. Izin Trayek9. Izin Pengambilan Air Tanah10.Izin Pemasangan Reklame, dll

Arahan Perizinan dalam pemanfaatan ruang berfungsi untuk : a. Sebagai dasar pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun ketentuan perizinan;b. Sebagai alat pengendali pengembangan kawasan;c. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, standar pelayanan minimal, dan

kualitas minimum yang ditetapkan;d. Menghindari dampak negatif;e. Melindungi kepentingan umum.

Arahan perizinan wilayah provinsi terdiri atas:a. Bentuk-bentuk izin pemanfaatan ruang yang mengacu pada RTRW yang menjadi kewenangan provinsi dan rekomendasi

bagi pemerintah kabupaten/kota;b. Mekanisme perizinan pemanfaatan ruang yang menjadi wewenang pemerintah provinsi;c. Aturan-aturan lain mengenai keterlibatan lembaga pengambil keputusan dalam mekanisme perijinan

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 22

22

Page 23: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Terkait dengan kewenangan perijinan pada level provinsi dan kabupaten-kota (pada kasus Provinsi Jawa Timur), hal-hal yang terkait dengan pemanfaatan ruang strategis provinsi perizinan harus mendapat persetujuan gubernur yang disebut dengan Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat yang dituangkan dalam Peraturan Gubernuir Jawa Timur, No 61 tahun 2006. Kawasan pengendalian ketat dimaksud adalah merupakan kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan. Dalam pergub 61 tahun 2006 disebutkan bahwa (pasal 16) ayat (1) pemanfaatan ruang di kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud pada pasal 2 harus mendapat izin dari gubernur; (2) permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum pelaksanaan pembangunan fisik. Selanjutnya dalam proses pemberian izin tersebut gubernur mendapat pertimbangan dari tim asistensi. Dalam memberikan pertimbangan secara substansi, pelaksanaan perizinan ini tim asistensi melakukan kajian dan evaluasi secara teknis dan yuridis meliputi antara lain:a. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsib. Kesesuaian dengan Peraturan Zonasic. Kesesuaian dengan Peraturan Perundangan bidang teknis lainnyad. Kesesuaian rencana penggunaan tanah dengan jenis hak atas tanahnyae. Kelayakan desain dan lokasi lahan

Melalui izin gubernur yang dikeluarkan tersebut, maka pada dasarnya proses izin lokasi dan berbagai persyaratan lain dapat dilanjutkan di kabupaten/kota sesuai dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan. Selanjutnya proses perizinan akan dilaksanakan di kabupaten/kota sesuai dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan.

Dalam memberikan izin pada skala kabupaten/kota juga berlaku ketentuan yang berlaku di kabupaten/kota masing-masing dan saat ini sudah banyak dilakukan perizinan pada satu atap atau pelayanan perizinan terpadu. Pelaksanaan perijinan ini dilakukan dengan maksud: a. Melaksanakan pelayanan pemberian perizinan dan non perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah,b. Melaksanakan penyelenggaraan dan pengelolaan administrasi perizinan dengan mengacu pada prinsip koordinasi,

integrasi, sinkronisasi, dan keamanan berkas.c. Menyusun daftar rencana kebutuhan dan mengusulkan rencana biaya penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadud. Melakukan pengadministrasian kegiatan dibidang Ketatausahaan, Kepegawaian dan Pengembangan SDM, Keuangan dan

Umum lainnya.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 23

23

Page 24: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

e. Melakukan koordinasi untuk mengadakan hubungan kerja sama antar lembaga pemerintah dan lembaga lainnya guna terlaksananya pengembangan layanan terpadu satu pintu.

Melalui pola tersebut, maka dapat dibagi kewenangan perizinan secara langsung oleh kabupaten/kota dan harus mendapat izin atau persetujuan gubernur dan selanjutnya diteruskan oleh masing-masing kabupaten/kota.

7.3 Ketentuan Insentif dan DisinsentifInsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a. Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;b. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;c. Kemudahan prosedur perizinan; sertad. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

Sedangkan disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a. Pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; serta

b. Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Dalam penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 dijelaskan bahwa penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi. Insentif dapat diberikan antarpemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan pemanfaatan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang.

Arahan insentif dan disinsentif disusun berdasarkan :

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 24

24

Page 25: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

a. Struktur ruang, pola ruang, dan KSP;b. Indikasi arahan peraturan zonasi;c. Peraturan perundangan sektor terkait lainnya

Arahan insentif berfungsi untuk :a. Arahan penyusunan perangkat untuk mendorong kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang;b. Katalisator perwujudan pemanfaatan ruang;c. Stimulan untuk mempercepat perwujudan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang

Arahan insentif dan disinsentif disusun berdasarkan :a. Struktur ruang, pola ruang, dan KSP;b. Indikasi arahan peraturan zonasi;c. Peraturan perundangan sektor terkait lainnya.

Arahan insentif meliputi :a. Arahan insentif kepada pemerintah daerah lainnya;b. Arahan insentif dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi lainnya dalam

bentuk pemberian kompensasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota penerima manfaat kepada pemerintah daerah kabupaten / kota pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh pemerintah penerima manfaat; arahan penyediaan sarana dan prasarana; serta arahan pemberian publisitas atau promosi daerah.

c. Arahan insentif dari pemerintah provinsi kepada masyarakat umum dalam bentuk arahan untuk pemberian kompensasi insentif; arahan untuk pengurangan retribusi; arahan untuk pemberian imbalan, pemberian sewa ruang dan urun saham, penyediaan sarana dan prasarana, pemberian kemudahan perizinan dari pemerintah provinsi penerima manfaat kepada masyarakat umum.

Adapun bentuk-bentuk arahan insentif adalah berupa:a. Arahan insentif fiskal berupa keringanan atau pembebasan pajak atau retribusi daerah;b. Arahan insentif non fiskal berupa arahan penambahan dana alokasi khusus, pemberian kompensasi, subsidi silang,

kemudahan prosedur perijinan, imbalan, sewa ruang, urun saham, pembangunan dan pengadaan infrastruktur,

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 25

25

Page 26: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

pengurangan retribusi, prasarana dan sarana, penghargaan dari pemerintah kepada masyarakat, swasta, dan/atau pemerintah daerah, dan /atau publisitas atau promosi.

Secara lebih spesifik, contoh-contoh penerapan Insentif dapat berupa:a. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

Salah satu bagian lain yang sudah diterapkan sebagai sistem insentif adalah pengadaan infrastruktur oleh pemerintah sehingga kebutuhan dasar masyarakat atau investasi akan tertarik pada suatu wilayah atau kawasan tertentu. Misalnya dalam suatu kota/kabupaten pemerintah mempromosikan wilayahnya sebagai kawasan industri atau perumahan sederhana bagi masyarakat berpendapatan rendah, maka pada kawasan dimaksud pemerintah dapat membangun prasarana dasar seperti jalan, drainase, air bersih, listrik dan sebagainya (tentunya diikutui oleh kepastian hukum dan kepastian usaha serta kemudahan penyediaan tanah) yang menjadi daya tarik bagi investasi untuk masuk ke dalam suatu daerah. Untuk ini diperlukan regulasi secara khusus tentang pola kerjasama dalam penanganan kawasan. Untuk meningkatkan kepastian hukum dan pelaksanaan program penyediaan infrastruktur bagi kawasan yang telah mendapat kesepakatan untuk dikembangkan ini, maka program pembangunan dapat dimasukkan dalam anggaran daerah, pusat, maupun pinjaman sehingga dapat lebih operasional.

b. Kemudahan prosedur perizinan; Pada berbagai kasus bila fungsi kawasan telah ditetapkan dalam ruang wilayah lengkap dengan peraturan zonasinya, maka bagi masyarakat dan swasta yang akan melaksanakan kegiatan atau melaksanakan pemanfaatan ruang dapat diberi intensif berupa kemudahan prosedur perijinan antara lain melalui:o Pengurangan biaya izino Pengurangan waktu perijinan sehingga menjadi lebih singkato Percepatan pelaksanaan koordinasi terkait perijinanSecara keseluruhan perlu disusun dan ditetapkan dalam bentuk perda tentang sistem perijinan beserta sistem insentif yang diberikan bila bersesuaian dengan rencana tata ruang dan juga program pembangunan daerah.

c. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan oleh pemerintah dengan kriteria besarnya partisipasi dalam perwujudan ruang dalam berbagai skala. Beberapa contoh penghargaan antara lain dapat berupa:o Pemberian piagam atau penghargaan lain bagi seseorang, kelompok masyarakat atau kelompok tertentu yang turut

meningkatkan fungsi lindung seperti yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 26

26

Page 27: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

o Pemberian penghargaan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah dapat diberikan berdasarkan kriteria kinerja pelaksanaan program pembangunan berdasarkan rencana tata ruang. Berdasarkan program yang tertuang dalam dalam RPJP dan RPJM yang dipegang oleh setiap sektor serta arahan pembangunan yang ada dalam RTRW maka dapat dilakukan penilaian seberapa besar penyusunan program pembangunan dan upaya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan rencana struktur dan pola ruang. Dalam hal ini penghargaan dapat diberikan dalam tiga katagori seperti: Kelas utama : tingkat kesesuaian > 90% Kelas Madya : tingkat kesesuaian 80 - 90% Kelas Pratama : tingkat kesesuaian 70 - 80%

o Perberian piagam atau penghargaan pada sekolompok masyarakat tradisional yang secara menerus mampu menjaga kondisi sosio-kultural dan ruang permukiman yang ditetapkan sebagai warisan budaya, atau sebaliknya memberikan penghargaan pada pengembang yang dalam pelaksanaan pembangunan mengikuti kaidah tata ruang (dan lingkungan) sekaligus dapat dijadikan percontohan perumahan sehat, dan sebagainya.

d. Insentif fiskal berupa pemberian keringanan atau pembebasan pajak/retribusi daerahe. Insentif non fiskal berupa arahan penambahan dana alokasi khusus, pemberian kompensasi, subsidi silang, kemudahan

prosedur perijinan, imbalan, sewa ruang, urun saham, pengadaan infrastruktur, pengurangan retribusi, sarana dan prasarana, penghargaan, publisitas dan promosi.

Apapun bentuknya, yang diperlukan adalah kriteria penentuan dan ketetapan secara menerus untuk memberikan penghargaan pada siapapun yang meningkatkan kualitas ruang atau melaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang. Implikasinya diperlukan semacam peraturan yang menjadikan pemberian penghargaan merupakan bagian dari pemerintah atau pemerintah daerah, yang juga dapat dikuti oleh masyarakat.

Insentif yang diberikan oleh atau antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, memberikan indikasi bahwa pemerintah daerah yang mendapat manfaat lebih atau bagi darah yang dirugikan. Misalnya suatu daerah (Kabupaten A) memiliki pegunungan yang kebetulan merupakan sumber air bagi daerah lain yang ada dibawahnya, dan masyarakat yang ada di wilayah lembah dan dataran rendah (Kabupaten B) memperoleh manfaat berupa mengalirnya air sumber yang berasal dari lestarinya hutan diwilayah pegunungan, maka sudah sewajarnya pemerintah Kabupaten B memberikan insentif misalkan memberikan 1% APBD pada Kabupaten A, atau memberikan bantuan pelestarian hutan di Kabupaten A, ataupun bentuk lainnya. Kesemuanya ini harus dituangkan dalam nota kesepakatan bersama lengkap

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 27

27

Page 28: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

dengan hak dan kewajiban masing-masing. Selanjutnya bentuk insentif juga dapat diberikan berupa beberapa program tambahan provinsi bagi Kabupaten A yang karena perannya dalam lingkungan hidup. Hal ini memiliki arti penting dalam penjagaan kualitas lingkungan hidup terutama pada daerah yang mengalami tekanan penggunaan tanah untuk kawasan budidaya yang tinggi.

Arahan disinsentif berfungsi untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Arahan disinsentif diberikan dalam bentuk:

a. arahan disinsentif fiskal berupa arahan pengenaan pajak/retribusi daereah yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang, dan/atau

b. arahan disinsentif non fiskal berupa arahan untuk pemabtasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, pemberian penalti, pengurangan dana alokasi khusus, persyaratan khusus dalam perizinan, dan/atau pemberian status tertentu dari pemerintah atau pemerintah provinsi.

Arahan disinsentif meliputi:a. arahan idsinsentif dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dalam wilayah provinsi dan kepada

wilayah provinsi lainnya, diberikan dalam bentuk arahan untuk pengajuan pemberian kompensasi dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota pelanggar penataan ruang yang berdampak pada wilayah kabupaten/kota pemberi kompensasi, dan/atau arahan untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana;

b. arahan disinsentif dari pemerintah provinsi kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) yang diberikan dalam bentuk arahan untuk pemberian kompensasi disinsentif, arahan untuk ketentuan persyaratan khusus perizinan dalam rangka kegiatan pemanfaatan ruang oleh masyarakat umum/lembaga komeri arahan untuk ketentuan kewajiban membayar imbalan, dan atau arahan untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur.

7.4 Arahan Sanksi

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 28

28

Page 29: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Arahan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang, pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Arahan sanksi di wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang, pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi administratif dapat berupa :a. Peringatan tertulis;b. Penghentian sementara kegiatan;c. Penghentian sementara pelayanan umum;d. Penutupan lokasi;e. Pencabutan izin;f. Pembatalan izin;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 29

29

Page 30: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

g. Pembongkaran bangunan;h. Pemulihan fungsi ruang; dan/ataui. Denda administratif.

Peringatan tertulis dapat dilaksanakan dengan prosedur: Pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang dapat memberikan peringatan tertulis melalui penertiban surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.

Penghentian sementara kegiatan dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:a. Penertiban surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban

pelanggaran pemanfaatan ruang;b. Apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara, pejabat yang berwenang melakukan

penertiban dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;

c. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban;

d. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa;

e. Setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

Penghentian sementara pelayanan umum dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:a. Penertiban surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum dari pejabat yang berwenang melakukan

penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum);b. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban

dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 30

30

Page 31: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

c. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;

d. Pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai penjelasan secukupnya;

b. Penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar;c. Pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak

terdapat pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

Penutupan lokasi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:a. Penertiban surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran

pemanfaatan ruang;b. Apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan

pengenaan sanksi penutupan lokasi kepada pelanggar;b. Pejabat yang berwenang melakukan tidnakan penertiban dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai

pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;c. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan

penutupan lokasi secara paksa;d. Pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali

sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

Pencabutan izin dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:a. Menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban

pelanggaran pemanfaatan ruang;b. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat

keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang;c. Pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 31

31

Page 32: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

b. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin;

c. Pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin menerbitkan keputusan pencabutan izin;d. Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut, sekaligus perintah untuk

menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya;e. Apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat

yang berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembatalan izin dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:a. Membuat lembar evaluasi yang berisikan dengan arahan pola pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang

berlaku;b. Memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan

dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin;c. Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran

pemanfaatan ruang;d. Memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin;b. Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin;c. Memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dibatalkan.

Pembongkaran bangunan dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:a. Menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban

pelanggaran pemanfaatan ruang;b. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban

mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;b. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan

sanksi pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan;c. Berdasar surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan

aparat penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 32

32

Page 33: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

Pemulihan fungsi ruang dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:a. Menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara

pemulihannya;b. Pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan

perintah pemulihan fungsi ruang;b. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban

mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;c. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan

sanksi pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;d. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi

ruang.e. Apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang

bertanggung jawab melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang;

f. Apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar di kemudian hari.

Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda akan diatur dalam perda kabupaten/kota secara tersendiri.

Adapun ketentuan pidana atas pelanggaran perencanaan tata ruang ditetapkan sebagai berikut:1. Setiap orang yang memanfatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ;

2. Jika tindak pidana mengakibatkan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) ;

3. Jika tindak pidana mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ;

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 33

33

Page 34: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

4. Jika tindak pidana mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

5. Setiap orang yang tidak mematuhi persyaratan ijin pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan didenda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

6. Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan didenda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

7. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan ijin tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan didenda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Selain sanksi pidana pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

8. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam butir huruf 1, 2, 3, dan 4, dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam huruf 1, 2, 3, dan 4. Selain itu, korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan diantaranya berupa Pencabutan ijin usaha ; dan/atau Pencabutan status badan hukum.

9. Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana. Tuntutan ganti kerugian secara perdata dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 34

34

Page 35: BAB VIIIperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewBAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Berlandaskan pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang

NA S K A H KA J I A N AK A D E M I S

RENCANA TATA RUANG WILAYAHP R O V I N S I J A W A T I M U R VII - 35

35