bab vii kompetensi guru dan peran kepala...
TRANSCRIPT
123
BAB VII
KOMPETENSI GURU DAN PERAN KEPALA SEKOLAH
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan Nasional terus-menerus berupaya melakukan
perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan. Salah satu upaya yang
sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
merupakan kebijakan pemerintah yang di dalamnya memuat usaha
pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Fullan
yang dikutip oleh Law & Glover (2000) mengemukakan “Educational change
depends on what teachers do and think… .” Pendapat tersebut mengisyaratkan
bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung
pada “what teachers do and think “ atau dengan kata lain bergantung pada
penguasaan kompetensi guru.
Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis
pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work
performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum
sepenuhnya ditopang oleh derajad penguasaan kompetensi yang memadai,
oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan
kompetensi guru.
Bagian ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan
upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dilihat dari peran kepala
sekolah, dengan harapan tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi
bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan
pendidikan.
124
7.1 Hakekat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu? Moqvist (2003, dalam
Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the
light of actual circumstances relating to the individual and work. Holmes (1992,
dalam Sudrajat, 2008) menyebutkan bahwa: ” A competence is a description
of something which a person who works in a given occupational area should
be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a
person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas diperoleh benang merah bahwa
kompetensi merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat
dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan,
perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar
dapat melakukan sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus
memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka kompetensi
guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat
dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa
kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.
Raka Joni (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan tiga jenis
kompetensi guru, yaitu:
1) Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang
studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode
mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2) Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan
peserta didik, sesama guru, maupun masyarakat luas.
3) Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut
diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi
seorang pemimpin yang menjalankan peran: ing ngarsa sung tulada, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani.
125
Pendidik dan guru dituntut memiliki seperangkat kompetensi seasas
dengan Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 28 PP No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan menyatakan pendidik adalah agen pembelajaran
yang harus memiliki empat jenis kompetensi yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial. Empat jenis kompetensi guru yang
tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:
1) Kompetensi pedagogik, terdiri dari 7 kompetensi yaitu:
(1) Mengenal karakteristik anak didik
(2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik.
(3) Pengembangan kurikulum.
(4) Kegiatan pembelajaran yang mendidik.
(5) Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik.
(6) Komunikasi dengan peserta didik.
(7) Penilaian dan evaluasi.
2) Kompetensi kepribadian, terdiri dari 3 kompetensi yaitu:
(8) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia.
(9) Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan.
(10) Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru.
3) Kompetensi sosial, terdiri dari 2 kompetensi yaitu:
(11) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif.
(12) Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua
peserta didik, dan masyarakat.
4) Kompetensi profesional, terdiri dari 2 kompetensi yaitu:
(13) Penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
(14) Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan reflektif.
126
Penguasaan empat kompetensi tersebut mutlak perlu dimiliki tiap
guru untuk menjadi tenaga pendidik yang profesional seperti yang disyaratkan
Undang-Undang Guru dan Dosen. Kompetensi guru dapat diartikan sebagai
kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam
bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru
dalam menjalankan profesinya. Bahasan ini dikemukakan tanpa bermaksud
mengabaikan salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Betapa
kompetensi kepribadian perlu mendapat perhatian yang lebih. Sebab,
kompetensi ini berkaitan dengan idealisme dan kemampuan guru untuk dapat
memahami diri sendiri dalam kapasitasnya sebagai pendidik yang memimpin
proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
Mengacu kepada standar nasional pendidikan, kompetensi
kepribadian guru meliputi: 1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil,
yang indikatornya bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma sosial,
merasa bangga sebagai pendidik dan memiliki konsistensi dalam bertindak
sesuai dengan norma. 2) Memiliki kepribadian yang dewasa, dengan ciri-ciri
menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik yang memiliki
etos kerja. 3) Memiliki kepribadian yang arif, yang ditunjukkan dengan
tindakan yang bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat serta
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. 4) Memiliki
kepribadian yang berwibawa, yaitu perilaku yang berpengaruh positif terhadap
peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. 5) Memiliki akhlak mulia dan
menjadi teladan, dengan menampilkan tindakan yang sesuai dengan norma
religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong) dan perilakunya yang
konstruktif patut diteladani peserta didik.
Esensi kompetensi kepribadian guru semuanya bermuara ke segi
internal pribadi guru. Kompetensi pedagogik, profesional dan sosial guru
dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, pada akhirnya akan lebih
banyak ditentukan oleh kompetensi kepribadian guru. Tampilan kepribadian
guru lebih banyak mempengaruhi minat dan antusiasme peserta didik dalam
menempuh proses pembelajaran. Pribadi guru yang santun, menghargai dan
memanusiakan peserta didik, jujur, ikhlas dan dapat diteladani, mempunyai
127
pengaruh nyata pada keberhasilan tiap peserta didik dalam pembelajaran,
apapun mata pembelajarannya.
Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dinyatakan kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan kepribadian guru yang: 1) mantap; 2) stabil; 3) dewasa; 4) arif
dan bijaksana; 5) berwibawa; 6) berakhlak mulia; 7) menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat; 8) mengevaluasi kinerja sendiri dan 9)
mengembangkan diri secara berkelanjutan. Sudrajat (2007) menyatakan guru
sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik
kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan
sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap pada diri guru memberi
teladan yang baik terhadap peserta didik maupun masyarakatnya, sehingga
guru tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat, ucapan dan
perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya). Berarti kepribadian
guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar peserta didik.
Zakiah Darajat (Syah, 2001) menegaskan segi-segi kepribadian
itulah yang menentukan apakah seseorang menjadi pendidik dan pembina
yang baik bagi peserta didik, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur
bagi masa depan peserta didik terutama bagi peserta didik SD dan peserta
didik yang sedang mengalami gejolak jiwa seperti peserta didik
SMP/SMA/SMK). Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan
keberhasilan guru dalam profesinya meliputi fleksibilitas kognitif dan
keterbukaan psikologik. Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) adalah
kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan
memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel ditandai dengan
keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, guru memiliki daya tahan
terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan
pengenalan. Surya (Sudrajat, 2007) menyebut kompetensi kepribadian ini
sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi guru yang diperlukan
agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup
kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan
diri, pengarahan diri dan perwujudan diri.
128
Gumelar dan Dahyat (Sudrajat, 2007) merujuk pendapat Asian Institut
for Teacher Education, mengutarakan kompetensi pribadi meliputi: 1)
Pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama. 2)
Pengetahuan tentang budaya dan tradisi. 3) Pengetahuan tentang inti
demokrasi. 4) Pengetahuan tentang estetika. 5) Memiliki apresiasi dan
kesadaran sosial. 6) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan
pekerjaan. 7) Setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan
kompetensi kepribadian guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati,
terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri.
Johnson (Sudrajat, 2007) mengemukakan kemampuan personal
guru, mencakup: 1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan
tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta
unsur-unsurnya. 2) Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut guru. 3) Kepribadian, nilai dan sikap hidup yang
ditampilkan dalam upaya menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan
bagi peserta didik.
Di lain pihak, Arikunto (Sudrajat, 2007) mengemukakan kompetensi
personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga
menjadi sumber inspirasi bagi peserta didik dan patut diteladani oleh peserta
didik. Dengan demikian, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator
sikap dan keteladanan guru di hadapan masyarakat terutama para peserta
didik.
Penonjolan kompetensi kepribadian guru didukung oleh The INTASC
Standards (Interstate New Teacher Assessment and Support Consortium,
1992, dalam Depdiknas RI, 2008) yang merupakan model standar yang
dipakai sebagai dasar memberi lisensi dan menilai guru-guru baru yang
dikembangkan oleh wakil-wakil yang berasal dari kalangan profesi pendidik
bersama 17 orang personalia dari dinas pendidikan di Amerika Serikat.
Standar ini merangkum intisari pengetahuan dan keterampilan mengajar yang
dipersyaratkan bagi para guru baru, yang didasarkan pada kinerja guru
melalui mendeskripsikan segi-segi yang perlu dikuasai dan dilaksanakan oleh
guru agar memperoleh sertifikat pendidik. Tersedia 10 prinsip sebagai standar
129
yang dirumuskan eksplisit dalam bentuk pernyataan tentang pengetahuan,
bekal kepribadian/disposisi dan kinerja guru. The Intasc Standards secara
tegas dan jelas menyatakan perlunya memperhatikan bekal kepribadian guru.
Dalam hal ini hanya dibahas 2 standar yang menegaskan perlunya guru
prospektif memiliki pemahaman tentang kepribadian, yaitu:
1) Intasc Standards, Principle 2: Student Development
Pendidik perlu memahami cara peserta didik belajar dan berkembang
serta mampu menyediakan peluang belajar yang mendukung perkembangan
intelektual, sosial dan pribadi peserta didik. Sebagai indikator kunci adalah
bahwa pendidik mampu mengevaluasi kinerja peserta didik serta mampu
merancang pembelajaran yang selaras dengan perkembangan sosial, kognitif
dan emosional peserta didik.
2) Intasc Standards, Principle 5: Motivation and Management
Pendidik perlu mendayagunakan pemahaman mengenai motivasi
dan perilaku perseorangan dan kelompok peserta didik untuk menciptakan
lingkungan belajar yang mendorong berlangsung interaksi sosial yang positif,
keterlibatan aktif peserta didik dalam belajar serta memotivasi diri. Sebagai
indikator kunci adalah bahwa pendidik: (1) Melibatkan peserta didik ke dalam
pembelajaran yang membangkitkan minat-minat peserta didik, memberi
keleluasaan kepada peserta didik untuk membuat pilihan-pilihan dalam belajar
serta memimpin peserta didik agar mengajukan berbagai pertanyaan dan
memecahkan masalah yang bermakna bagi peserta didik. (2)
Mengorganisasikan, menyiapkan dan memantau belajar dan bekerja peserta
didik secara mandiri dan kelompok yang membuka berbagai peluang bagi
seluruh peserta didik agar sepenuhnya berpartisipasi di dalam belajar itu. (3)
Menganalisis lingkungan dan interaksi di dalam pembelajaran serta
melakukan penyesuaian untuk meningkatkan relasi antar pribadi di kalangan
peserta didik, mengembangkan motivasi dan keterlibatan peserta didik dalam
belajar/bekerja produktif. Berarti, pendidik yang memiliki pemahaman tentang
kepribadian dapat mendayagunakan informasi tentang Intasc Standards ini
130
dalam upaya memahami perkembangan sosial, emosional dan kognitif peserta
didik. Selanjutnya, wawasan pendidik tentang kepribadian juga sangat
berguna untuk memahami motivasi manusia.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching
Skill (2002, dalam Sudrajat, 2008) telah merumuskan standar kompetensi bagi
guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi
guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, di
dalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1) Teachers are Committed to Students and Their Learning yang
mencakup: (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual peserta
didik, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar peserta didik,
(c) perlakuan guru terhadap seluruh peserta didik secara adil, dan (d)
misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir peserta didik.
2) Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those
Subjects to Students yang mencakup: (a) apresiasi guru tentang
pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan
dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk
menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk
memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
3) Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student
Learning yang mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam
pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran
dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk
memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan peserta didik, (c) menilai
kemajuan peserta didik secara teratur, dan (d) sadar tujuan utama
pembelajaran.
4) Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from
Experience yang mencakup: (a) Guru secara terus-menerus menguji diri
untuk memilih keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain
dan melakukan riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek
pembelajaran.
131
5) Teachers are Members of Learning Communities yang mencakup: (a)
guru memberi kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi
dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan orang
tua orang peserta didik, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai
sumber daya masyarakat.
Intisari ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang prinsip, perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian
kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni
sudah teramu dalam kompetensi profesional.
Peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan
semakin komplek, sehingga menuntut guru untuk melakukan berbagai
peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus lebih
dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta
didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang
paling menguasai informasi akurat terhadap berbagai informasi dan
pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di
alam global. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih
pandai di tengah-tengah peserta didiknya. Jika guru tidak memahami
mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan
terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan
kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk
menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara
antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan
pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna
mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya,
sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek
pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum
kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didik. Begitu juga,
seperti dikemukakan Sudrajat (2008), dengan dukungan hasil penelitian yang
mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi
132
dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
7.2 Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja Kepala Sekolah, Guru dan
Konselor Sekolah
Berikut dinyatakan pada Gambar 6, wilayah tugas managemen dan
kepemimpinan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan guru pembimbing
dalam jalur pendidikan formal dipetakan dalam kurikulum 1975. Ketika itu
bimbingan dan konseling dinamakan layanan bimbingan dan penyuluhan
pendidikan (Depdiknas, 2008).
Gambar 6. Wilayah Tugas Managemen dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah, Guru Mata Pelajaran dan Guru Pembimbing melalui Pelayanan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal
Akan tetapi, dalam Permen Diknas No. 22/2006 tentang Standar Isi,
pelayanan bimbingan dan konseling diletakkan sebagai bagian dari kurikulum
yang isinya dipilah menjadi 1) kelompok mata pelajaran, 2) muatan lokal, dan
3) materi pengembangan diri, yang harus “disiapkan“ oleh konselor kepada
peserta didik seperti Gambar 7.
133
Gambar 7. Kerancuan Wilayah Layanan Konselor dengan Wilayah
Layanan Guru dalam KTSP
Lahirnya KTSP/Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memunculkan
kerancuan peran penanganan layanan pengembangan diri. Perlu dihindari
konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan,
ke wilayah layanan guru yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks
pelayanan. Artinya, pengembangan diri lebih terkait dengan wilayah layanan
guru yang mengacarakan berbagai dampak pengiring (nurturant effects) yang
relevan, yang perlu dirajutkan ke dalam pembelajaran yang mendidik yang
menggunakan mata pelajaran sebagai konteks layanan. Meski demikian,
konselor diharapkan berperan serta dalam layanan komplementer dengan
layanan guru, termasuk dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler.
Persamaan, keunikan dan keterkaitan antara wilayah layanan, konteks tugas
dan ekspektasi kinerja konselor ditampakkan pada Gambar 7., materi
pengembangan diri merupakan wilayah komplementer antara guru dan
konselor.
134
Gambar 8. Keunikan Komplementalitas Wilayah Pelayanan Guru dan
Konselor
Melalui pemahaman terhadap seluk-beluk perkembangan dan belajar
peserta didik serta pemotivasian dan pengelolaan perilaku belajar peserta
didik, dapat dilihat kepedulian pada perkembangan optimum peserta didik
ditekankan pada segi-segi yang menuntut dikuasainya kompetensi guru,
terutama kompetensi kepribadian yang bermuara dari penghormatan pada
keunikan dan komplementaritas layanan.
7.3 Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai dari segi jenis
maupun isinya agar proses pendidikan berjalan efektif dan efisien. Namun,
menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk
mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh dan komprehensif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat
Hidayat Amir (Sudrajat, 2008) mengemukakan “Kepala sekolah sebagai
pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama
meningkatkan kompetensi profesional guru.” Yang dimaksud dengan
kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan
135
materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi
yang telah dipaparkan di atas.
Kepala sekolah dituntut mampu mempengaruhi, mendorong,
menggerakkan, mengarahkan dan memberdayakan seluruh sumber daya
pendidikan, terutama guru, untuk mencapai tujuan pendidikan. Depdiknas
(2006) menyebutkan tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai: 1)
educator; (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor; (5) leader; (6) pencipta
iklim kerja; dan (7) wirausahawan. Sejalan dengan tujuh peran kepala sekolah,
diutarakan hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan
kompetensi guru sebagai berikut:
1) Kepala Sekolah sebagai Educator (Pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan
guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum. Kepala
sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap
pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu
saja sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya,
sekaligus juga akan berusaha memfasilitasi dan mendorong agar guru dapat
terus-menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2) Kepala Sekolah sebagai Manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus
dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
pengembangan profesi guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat
memfasilitasi dan memberi kesempatan yang luas kepada guru untuk dapat
melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti
MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan
sebagainya, atau melalui pendidikan/pelatihan di luar sekolah, seperti
kesempatan melanjutkan pendidikan atau ikut berbagai kegiatan pelatihan
yang diselenggarakan pihak lain.
136
3) Kepala Sekolah sebagai Administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, untuk
tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya.
Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan
kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi
para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat
mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi
guru.
4) Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan
pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan
supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk
mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan
dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan peserta
didik dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004, dalam Sudrajat, 2008).
Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru
dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru
yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada
sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan
pembelajaran.
Jones dkk. (Danim, 2002) mengemukakan “Menghadapi kurikulum
yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode
dan evaluasi pengajarannya, sewajarnya kalau guru mengharapkan saran dan
bimbingan dari kepala sekolah”. Dari ungkapan ini, mengandung makna
kepala sekolah harus betul-betul menguasai kurikulum sekolah. Mustahil
kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru,
sementara ia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
137
5) Kepala Sekolah sebagai Leader (Pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat
menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap
peningkatan kompetensi guru? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita
mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi
pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam
rangka meningkatkan kompetensi guru, kepala sekolah dapat menerapkan
kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan. Kendati demikian menarik untuk
dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Wiyono (2000, dalam
Sudrajat, 2008) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di
Bantul terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh
kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seseorang berkaitan dengan kepribadian dan
kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin tercermin dalam sifat berikut: (1)
jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan
keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, (7) teladan (Mulyasa, 2003
dalam Sudrajat, 2008).
6) Kepala Sekolah sebagai Pencipta Iklim Kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan tiap guru
lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, disertai usaha
untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya
menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya
memperhatikan prinsip berikut: (1) guru bekerja lebih giat apabila kegiatan
yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu
disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada guru sehingga mengetahui
tujuan ia bekerja, guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan
tersebut, (3) guru harus selalu diberitahu tiap pekerjaannya, (4) pemberian
hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga
diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru,
138
sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran. Mulyasa (2003,
dalam Sudrajat, 2008) tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator.
7) Kepala Sekolah sebagai Wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip kewirausaan dihubungkan dengan
peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat
menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan
berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirausahaan yang kuat
akan berani melakukan perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk
perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran
peserta didik beserta kompetensi gurunya.
Seberapa kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas,
secara langsung maupun tidak langsung memberi kontribusi pada
peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya membawa dampak pada
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.