bab v analisis a. struktur sastra kitab · bab v analisis a. struktur sastra ... hamdalah dalam...

46
83 BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab Struktur sastra kitab yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi: struktur penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, gaya penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, pusat penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id dan gaya bahasa teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id. 1. Struktur Penyajian Teks Miftāhu’-l-Aqā’id Struktur teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id terdiri atas tiga bagian yang masing- masing bagian merupakan unsur-unsur yang berkesinambungan. Bagian tersebut adalah (1) pendahuluan, (2) isi, dan (3) penutup. I. Pendahuluan, terdiri atas: A1: Basmalah dan Hamdalah, selawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. a. Basmalah dan Hamdalah. Pendahuluan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan basmalah dan hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. Hal ini terbukti dengan kutipan berikut. Bismi `l-Lāhi `r-hmani `r-Rahīm. Al- hamdu li 'l-Lāhi `l-Lazi kāna wa lā makāna `l-mutanazzahi „ani `t-taghā`ishi Wā nnuqshān. Segala puji-pujian bagi Allah Tuhan Yang adanya tatkala itu tiada di tempat pada-Nya: Yang Suci Ia daripada kehinaan dan kekurangan. (Miftāhu‟-l- Aqā‟id:1). Pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bagian pendahuluan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan basmalah dan hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu secara interlinier.

Upload: lamdan

Post on 07-Jun-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

83

BAB V

ANALISIS

A. Struktur Sastra Kitab

Struktur sastra kitab yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi: struktur

penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, gaya penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, pusat

penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id dan gaya bahasa teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id.

1. Struktur Penyajian Teks Miftāhu’-l-Aqā’id

Struktur teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id terdiri atas tiga bagian yang masing-

masing bagian merupakan unsur-unsur yang berkesinambungan. Bagian tersebut

adalah (1) pendahuluan, (2) isi, dan (3) penutup.

I. Pendahuluan, terdiri atas:

A1: Basmalah dan Hamdalah, selawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw.,

keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.

a. Basmalah dan Hamdalah.

Pendahuluan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan basmalah dan

hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu.

Hal ini terbukti dengan kutipan berikut. “Bismi `l-Lāhi `r-Rāhmani `r-Rahīm. Al-

hamdu li 'l-Lāhi `l-Lazi kāna wa lā makāna `l-mutanazzahi „ani `t-taghā`ishi Wā

nnuqshān. Segala puji-pujian bagi Allah Tuhan Yang adanya tatkala itu tiada di

tempat pada-Nya: Yang Suci Ia daripada kehinaan dan kekurangan.” (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:1).

Pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bagian pendahuluan

teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan basmalah dan hamdalah dalam bahasa

Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu secara interlinier.

Page 2: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

84

b. Selawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya.

Setelah basmalah dan hamdalah, teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diikuti dengan

selawat dan salam dalam bahasa Arab kemudian dan terjemah dalam bahasa

Melayu. seperti kutipan teks berikut.

Wa `sh-shalātu // wa `s-salāmu „alā sayyidi `l-anāmi wa „alā alihi wa

ashhābihi `l-muayyidina ‟alā dini [`l]-islam. Dan rahmat dan

salamnya atas penghulu kami Nabi Muhammad yaitu penghulu segala

manusyia, dan atas keluarganya, dan segala sahabatnya yang meneguh

agama Islam. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:2).

Pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bagian pendahuluan

teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan selawat kepada Nabi Muhammad Saw.

beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya dalam bahasa Arab kemudian

diikuti terjemah dalam bahasa Melayu secara interlinier.

B1. Penjelasan makna tuggal dan keesaan.

Selain (basmalah dan hamdalah selawat dan salam kepada Nabi

Muhammad Saw., keluarga, sahabat, dan para pengikutnya) pada bagian

pendahuluan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id juga diawali dengan makna Mufarrid yang

artinya „bersifat sendiri‟, dan makna Wahid yang artinya „bersifat esa‟ dalam

bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. Seperti kutipan

berikut.

Al-mutafarridi bijalālihi `l-mutawakhhidi bi w(ā

) h(a) d

]niyyati[hi]. yang

tunggal Ia dengan kebesaran-Nya lagi esa Ia dengan keesaan-Nya. (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:1).

Page 3: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

85

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam bagian pendahuluan

teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan penjelasan makna tunggal dan keesaan

dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu.

C1: Kata “Ammā ba‟du”.

Antara pendahuluan (basmalah dan hamdalah, selawat dan salam kepada

Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat, dan para pengikutnya, penjelasan

makna tunggal dan keesaan) dan isi teks dibatasi dengan kata “Ammā ba‟du”

dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah

dalam bahasa Melayu. Seperti kutipan berikut.

Bismi `l-Lāhi `r-Rāhmani `r-Rahīm. Al-hamdu li 'l-Lāhi `l-Lazi kāna

wa lā makāna `l-mutanazzahi „ani `t-taghā`ishi Wā nnuqshān. Segala

puji-pujian bagi Allah Tuhan yang adanya tatkala itu tiada di tempat

pada-Nya: Yang Suci Ia daripada kehinaan dan kekurangan Al-

mutafarridi bijalālihi `l-mutawakhhidi bi w(ā

) h(a) d

]niyyati[hi].

Yang tunggal Ia dengan kebesaran-Nya lagi esa Ia dengan keesaan-

Nya Wa `sh-shalātu // wa `s-salāmu „alā sayyidi `l-anāmi wa „alā

alihi wa ashhābihi `l-muayyidina ‟alā dini [`l]-islam. Dan rahmat dan

salamnya atas penghulu kami Nabi Muhammad yaitu penghulu segala

manusyia, dan atas keluarganya, dan segala sahabatnya yang meneguh

agama Islam Ammā ba’du, fa hazihi „aqidatun fimā lā budda li `l-

mukallafiiina an ya‟taqidahu mimmā yajibu fi haqqi maulānā jalla wa

„azza wa mā yastahilu wa mā yajūzu wa kaza yajibu „alaihim mislu

zalika fi haqqi `r-rusuli „alaihim `sh-shalātu wa `s-salāmu. Adapun

kemudian dari itu. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:1–3).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam bagian pendahuluan

teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan kata “Ammā ba‟du” yang artinya „adapun

kemudian dari itu‟.

D1: Latar belakang kepengarangan.

Dilanjutkan dengan latar belakang kepengarangan. Dalam teks Miftāhu‟-l-

Aqā‟id latar belakang kepengarangan teks berupa alasan yang mendorong

penulis untuk menulis karangan.

Page 4: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

86

Seperti kutipan teks berikut.

Ammā ba‟du, fa hazihi „aqidatun fimā lā budda li `l-mukallafiiina an

ya‟taqidahu mimmā yajibu fi haqqi maulānā jalla wa „azza wa mā

yastahilu wa mā yajūzu wa kaza yajibu „alaihim mislu zalika fi haqqi

`r-rusuli „alaihim `sh-shalātu wa `s-salāmu. Adapun kemudian dari

itu, maka inilah iktikad pada menyatakan barang yang tadapat tiada

bagi segala mukalaf bahwa iktikadkan mereka itu akan Dia daripada

barang yang wajib pada Hak Tuhan kita Yang Mahabesar amat

mulialah dan barang yang mustahil // dan barang yang jaiz. Dan

demikian lagi, wajib atas mereka itu mengiktikadkan seperti demikian

itu pada hak segala Rasulullah „alaihimu`sh-shalātu wa `s-salām.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:2–3).

Pada kutipan di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam bagian

pendahuluan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan alasan atau latar belakang

penulisan teks dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa

Melayu secara interlinier.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bagian

pendahuluan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id terdiri atas basmalah dan hamdalah, selawat

kepada Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya,

penjelasan makna tuggal dan keesaan, kata “Ammā ba‟du”, dan latar belakang

kepengarangan.

II. Isi, terdiri atas:

A2: Penjelasan tentang pentingnya Makrifatullah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.3–7)

B2: Sifat wajib Allah yang berjumlah dua puluh. Sifat wajib Allah yang berjumlah

dua puluh itu terbagi menjadi 4 bagian, yaitu sifat Nafsiyah, sifat Salbiyah,

sifat Ma‟ānī, dan sifat Ma‟nawiyah:

1) Sifat Nafsiyah; pengertian sifat Nafsiyah dan sifat-sifat yang tergolong ke dalam

sifat Nafsiyah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.8);

Page 5: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

87

2) Sifat Salbiyah; pengertian sifat Salbiyah dan sifat-sifat yang tergolong ke dalam

sifat Salbiyah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.8–10 );

3) Sifat Ma‟ānī; pengertian sifat Ma‟ānī dan sifat-sifat yang tergolong ke dalam sifat

Ma‟ānī (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.10–6);

4) Sifat Ma‟nawiyah; pengertian sifat Ma‟nawiyah dan sifat-sifat yang tergolong ke

dalam sifat Ma‟nawiyah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.16–18);

C2: Sifat-sifat mustahil Allah yang berjumlah dua puluh. Sifat mustahil merupakan

lawan dari dua puluh sifat wajib pada Allah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.23–24);

D2: Sifat Jaiz Allah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal. 24);

E2: Sifat-sifat wajib Rasulullah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.25–26);

F2: Sifat sifat mustahil Rasulullah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal.25–26);

G2: Sifat Jaiz Rasulullah (Miftāhu‟-l-Aqā‟id hal. 26)

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bagian isi teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id terdiri atas penjelasan tentang pentingnya Makrifatullah, sifat-

sifat wajib Allah, penggolongan sifat-sifat wajib Allah, sifat-sifat mustahil Allah,

sifat jaiz Allah, sifat-sifat wajib Rasulullah, sifat-sifat mustahil Rasulullah dan

sifat jaiz Rasulullah

III. Penutup, terdiri atas:

A3: Doa penutup

Dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id bagian penutup berisi doa kepada Allah. Hal

ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut. “Wa billāhi taufiq lā rabba siwāhu

wa nas`aluka allahumma \a\n taj‟alanā wa ahbā`inā „inda `l-mauti nā thi‟īnā bi

kalimati `th-thayyibati ālamīna bihā bermula kepada Allah jua memohonkan

Page 6: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

88

negri hai tiada tuhan lain daripada-Nya bahwa kupohonkan // kepada hadiratmu

ya Tuhanku bahwa kujadikan kar(en)a-Nya akan kamu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:30).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam bagian penutup teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan doa penutup yang meggambarkan rasa syukur

penulis kepada Allah dalam bahasa Arab diikuti terjemah dalam bahasa Melayu.

B3: Judul kitab.

Selanjutnya dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan judul kitab pada

akhir teks. Seperti kutipan berikut. “Kitab musamma bi `l-aqidah musamma bi

miftahul aqāid fi waqti wa kitabihi teuku ilir tamma.“ (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:31).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam penutup teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan judul kitab yang bernama Miftāhu‟-l-Aqā‟id

diikuti kalimat penutup dalam bahasa Arab.

C3: Kata “tamat” dan “tamma”

a. Kata “Tamat” pada akhir teks.

Selain judul kitab, teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan kata “tamat”

sebagai tanda selesai atau akhir dari teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut.“Dengan Ia pun akan dia tamat kitab musamma bi `l-aqidah

musamma bi miftahul aqāid.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:31).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam penutup teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan kata “tamat” yang artinya „selesai‟ yang

terletak pada akhir teks.

b. Kata “Tamma” pada kolofon.

Setelah kata tamat di akhir teks, dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id juga kata

“tamma” pada kolofon untuk mengakhiri teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id. Hal ini sesuai

Page 7: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

89

dengan kutipan berikut. ““Dengan Ia pun akan dia tamat kitab musamma bi `l-

aqidah musamma bi miftahul aqāid teuku ilir tamma.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:31)

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam kolofon teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan kata “tamma” yang artinya „selesai‟. Maka

dapat disimpulkan bahwa dalam bagian penutup teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id terdapat

dua tempat yang menandakan selesainya teks.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penutup teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan doa penutup, judul kitab, kata “tamat”pada

akhir teks dan kata “tamma” pada kolofon teks.

Skema struktur penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id sebagai berikut.

I

A1 ( a–b ) –B1–C1–D1

II

A2–B2–C2–D2–E2–F2

III

A3–B3–C3 (a–b)

2. Gaya Penyajian Teks Miftāhu’-l-Aqā’id

Gaya penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan bentuk interlinier.

Contohnya dapat dibuktikan pada kutipan berikut. “Bismi `l-Lāhi `r-Rāhmani `r-

Rahīm. Al-hamdu li 'l-Lāhi `l-Lazi kāna wa lā makāna `l-mutanazzahi „ani `t-

taghā`ishi Wā nnuqshān. Segala puji-pujian bagi Allah Tuhan Yang adanya

tatkala itu tiada di tempat pada-Nya: Yang Suci Ia daripada kehinaan dan

kekurangan. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:1).”

Page 8: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

90

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pendahuluan teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan basmalah dan hamdalah dalam bahasa Arab

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Hal ini menunjukkan gaya

penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan bentuk interlinier.

Bagian pendahuluan kedua juga menggunakan bentuk interlinier seperti

kutipan berikut, “Wa `sh-shalātu // wa `s-salāmu „alā sayyidi `l-anāmi wa „alā

alihi wa ashhābihi `l-muayyidina ‟alā dini [`l]-islam. Dan rahmat dan salamnya

atas penghulu kami Nabi Muhammad yaitu penghulu segala manusyia, dan atas

keluarganya, dan segala sahabatnya yang meneguh agama Islam.” (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:2).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pendahuluan teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan selawat dan salam kepada Nabi Muhammad

Saw. beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya dalam bahasa Arab

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Hal ini menunjukkan gaya

penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan bentuk interlinier.

Bagian pendahuluan ketiga juga menggunakan bentuk interlinier,

seperti kutipan berikut.

Ammā ba‟du, fa hazihi „aqidatun fimā lā budda li `l-mukallafiiina an

ya‟taqidahu mimmā yajibu fi haqqi maulānā jalla wa „azza wa mā

yastahilu wa mā yajūzu wa kaza yajibu „alaihim mislu zalika fi haqqi

`r-rusuli „alaihim `sh-shalātu wa `s-salāmu. Adapun kemudian dari

itu, maka inilah iktikad pada menyatakan barang yang tadapat tiada

bagi segala mukalaf bahwa iktikadkan mereka itu akan Dia daripada

barang yang wajib pada Hak Tuhan kita Yang Mahabesar amat

mulialah dan barang yang mustahil // dan barang yang jaiz. Dan

demikian lagi, wajib atas mereka itu mengiktikadkan seperti demikian

itu pada hak segala rasulullah „alaihimu`sh-shalātu wa `s-salām.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:2–3).

Page 9: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

91

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pendahuluan teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diawali dengan kata “Ammā ba‟du”, yang artinya „dan adapun

kemudian daripada itu‟. Kemudian latar belakang penulisan teks dalam bahasa

Arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Hal ini menunjukkan

bahwa teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan bentuk interlinier.

Bagian isi teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id yang tidak menggunakan bentuk

interlinier. Gaya penyajian tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut.

“Ketahui olehmu, hai segala mukalaf. Bahwasanya pertama-tama yang wajib atas

segala akil balig itu makrifatullah. Maka, makna makrifat itu iaitu mengetahui

akan yang diketahui seperti adanya dengan dalil akli atau dengan naqli”.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:3).

Pada kutipan diatas membuktikan bahwa pada bagian pembuka isi teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id tidak menggunakan bentuk interlinier, karena lebih

menekankan penjelasan formal tanpa disertai dalil Arab.

Syahdan setelah sudahlah <mengehu> mengetahui segala mukalaf

makrifat yang demikian itu. Maka wajib pula atasnya barang yang

wajib pada hak Taala, dan barang yang mustahil, dan barang yang jaiz

padanya.Maka setengah daripada segala sifat yang wajib yakni yang

tsabit bagi Subhānahu wa ta‟āla itu yaitu dua puluh sifat yang terbagi

ia kepada empat bahagi. Pertama sifat nafsiyah, kedua sifat salbiyah,

ketiga sifat ma‟ani, keempat sifat maknawiyah. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:7).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam isi teks Miftāhu‟-l-

Aqā‟id menjelaskan, mulai dari sifat-sifat wajib Allah, sifat-sifat mustahil-Nya, dan

penggolongan sifat-Nya. Hal ini mempertegas bahwa bagian isi teks Miftāhu‟-l-

Aqā‟id tidak semua menggunakan bentuk interlinier.

Pada bagian penutup teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan bentuk

interlinier, seperti kutipan berikut. “Wa billāhi taufiq lā rabba siwāhu wa

Page 10: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

92

nas`aluka allahumma \a\n taj‟alanā wa ahbā`inā „inda `l-mauti nā thi‟īnā bi

kalimati `th-thayyibati ālamīna bihā bermula kepada Allah jua memohonkan

negri hai tiada tuhan lain daripada-Nya bahwa kupohonkan // kepada hadiratmu

ya Tuhanku bahwa kujadikan kar(en)a-Nya akan kamu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:30–

31).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam penutup teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan penjelasan akhir teks dan ungkapan penulis

bahwa tiada Tuhan selain Allah serta ungkapan berserah diri pada Allah dalam

bahasa Arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Hal ini

menunjukkan bahwa teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan bentuk interlinier.

Bagian penutup kedua teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id tidak menggunakan bentuk

interlinier. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Dan akan segala...ketika

mengata lailāhaillallah Muhammad Rasulullah dengan Ia pun akan dia tamat

kitab musamma bi `l-aqidah musamma bi miftahul aqāid fi waqti wa kitabihi

takwilih tama.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:31).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa dalam penutup teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id diakhiri dengan lafal lailāhaillallah Muhammad Rasulullah

dalam bahasa Arab kemudian tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Lalu

kalimat penutup dalam bahasa Arab kemudian tidak diterjemahkan ke dalam

bahasa Melayu. Hal ini mempertegas bagian penutup kedua pada teks Miftāhu‟-l-

Aqā‟id tidak menggunakan bentuk interlinier.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pendahuluan,

isi, dan penutup teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id ada yang menggunakan bentuk interlinier

dan ada bagian yang tidak menggunakan bentuk interlinier.

Page 11: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

93

3. Pusat Penyajian Teks Miftāhu’-l-Aqā’id

Miftāhu‟-l-Aqā‟id menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan ajaran

tauhid, yaitu mengenai sifat-sifat wajib Allah, sifat-sifat mustahil Allah, dan

penggolongan sifat Allah, sifat-sifat wajib Rasulullah, sifat-sifat mustahil

Rasulullah dan sifat jaiz Rasulullah. Pusat penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id

menggunakan pusat penyajian orang pertama jamak, yakni yang disampaikan oleh

pengarang layaknya seorang guru kepada muridnya yang ingin mempelajari ajaran

tauhid khususnya ilmu sifat dua puluh. Pusat penyajian Miftāhu‟-l-Aqā‟id

diuraikan sebagai berikut.

a. Kita

Pusat penyajian dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan metode orang

pertama jamak seperti yang terlihat dalam kutipan berikut. “Maka adapun Quran

itu yang disuratkan pada segala mushaf kita dan yang dikhafadzkan dengan

segala dada kita dan yang dibaca dengan segala lidah kita itu qadim jua tetap

surat-Nya dan yang menyurat dan pembacaan dan yang membaca itu muhdas.”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:15).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa kata “kita” tersebut

merujuk kepada pengarang dan pembaca dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id. Dalam

teks ini pengarang berperan sebagai yang lebih paham daripada pembacanya.

b. Dia

Selanjutnya dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan metode orang

ketiga tunggal, hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut. “Dan adalah ta‟arif sifat

salbiyah itu ibarat daripada menafikan barang sifat-Nya yang tiadalah yang

Page 12: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

94

bersifat dengan Dia Tuhan yang Maha Besar dan amat tinggi-Nya.” (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:10).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa kata ganti “Dia”

menunjukkan kata ganti untuk Allah. Maka dalam penulisannya menggunakan

huruf kapital. Hal ini menunjukkan bahwa pusat penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id

menggunakan metode orang ketiga tunggal.

kata ganti “Dia” seperti kutipan diatas menunjukkan kata ganti untuk

Allah, maka kata ganti “dia” dikutipan berikut menunjukkan kata ganti tokoh

untuk ulama masyhur. ”Kata Syekh Abu Hasan Alasyari dan segala yang

mengikut dia seperti tiada ta‟azur mengetahui kita akan zat hak Taala” (Miftāhu‟-

l-Aqā‟id:15).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa kata ganti “dia”

menunjukkan salah satu tokoh umat Islam yang dibicarakan pengarang yaitu

tokoh ilmu tauhid Syekh Abu Hasan Alasyari. Hal ini menunjukkan bahwa pusat

penyajian teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan metode orang ketiga tunggal.

c. Mereka

Selain menggunakan pusat penyajian orang ketiga tunggal teks Miftāhu‟-l-

Aqā‟id juga menggunakan orang ketiga jamak seperti dalam kutipan berikut.

Ammā ba‟du, fa hazihi „aqidatun fimā lā budda li `l-mukallafiiina an

ya‟taqidahu mimmā yajibu fi haqqi maulānā jalla wa „azza wa mā

yastahilu wa mā yajūzu wa kaza yajibu „alaihim mislu zalika fi haqqi

`r-rusuli „alaihim `sh-shalātu wa `s-salāmu. Adapun kemudian dari

itu, maka inilah iktikad pada menyatakan barang yang tadapat tiada

bagi segala mukalaf bahwa iktikadkan mereka itu akan Dia daripada

barang yang wajib pada Hak Tuhan kita Yang Mahabesar amat

mulialah dan barang yang mustahil // dan barang yang jaiz. (Miftāhu‟-

l-Aqā‟id:2).

Page 13: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

95

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa kata ganti “mereka”

menunjukkan para mukalaf yang dibicarakan pengarang, yang juga sebagai tokoh

dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id. Hal ini menunjukkan bahwa pusat penyajian dalam

teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan metode orang ketiga jamak.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan pusat penyajian metode orang pertama jamak,

orang ketiga tunggal, dan orang ketiga jamak. Dalam teks ini pengarang bersifat

sebagai layaknya seorang guru yang menyampaikan ilmu kepada muridnya yaitu

para mukalaf.

4. Gaya Bahasa Teks Miftāhu’-l-Aqā’id

Sastra kitab sebagai sarana untuk mengajarkan agama Islam mempunyai

istilah-istilah khusus dari lingkungan agama Islam, yang erat kaitannya dengan

bahasa Arab. Istilah-istilah khusus tersebut secara otomatis berupa unsur bahasa

Arab karena agama Islam sendiri adalah agama yang berasal dari Arab. Unsur

bahasa Arab dalam sastra kitab, meliputi: kosakata, ungkapan, kata penghubung,

sarana retorika, dan bahasa kiasan.

a. Kosakata

Adapun beberapa kosakata Arab dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, baik yang

sudah diserap maupun yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia dapat

dilihat dalam tabel berikut.

Page 14: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

96

Tabel 10

Kosakata Arab yang Sudah Diserap

No. Kosakata No. Kosakata No. Kosakata

1. . afal 19. khas 37. Taala

2. akaid 20. kitab 38. tamat

3. akhir 21. makhluk 39. wallahualam

4. akhirat 22. makna

5. alam 23. maujud

6. alhamdulillah 24. mukalaf

7. Allah 25. mukmin

8. amal 26. mustahil

9. alim 27. nabi

10. bismillah 28. nafi

11. dalil 29. mukmin

12. faal 30. paham

13. hal 31. rahmat

14. hadis 32. rezeki

15. ibarat 33. risalah

16. iktikad 34. sahabat

17. ilmu 35. salam

18. kalam 36. selawat

Page 15: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

97

Tabel 11

Kosakata Arab yang Belum Diserap (dibuat kecil

No. Kosakata Arab No. Kosakata Arab

1. „ain zat 21. nasyar

2. azalī 22. sayūjadu

3. baqa` 23. qa`im

4. fa`il 24. qadim

5. furu` 25. qiyam

6. idrāka 26. sabit

7. iftiqar 27. salbiyah

8. ihāthah 28. ta‟alluq

9. istigna` 29. ta‟azur

10. khārij 30. ta`rif

11. kunhi 31. ta‟tsir

12. ma‟dum 32. tanbihun

13. mahluqat 33. tarkib

14. Ma‟nawiyah 34. wahdaniyah

15. malzūm 35. wājibu `l-Wujūd

16. maushuf

17. muhdas

18. muhtaj

19. nafilah

20. nafsiyah

Page 16: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

98

Pada data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id

telah ditemukan 39 kosakata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia,

35 kosakata Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini

menunjukkan gaya bahasa sastra kitab banyak menggunakan kosakata Arab.

b. Ungkapan

Ungkapan yang dimaksud adalah ucapan-ucapan khusus dalam bahasa

Arab. Dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id ada beberapa ungkapan khusus dalam bahasa

Arab sebagai berikut.

1. „Alaihimu`sh-shalātu wa `s-salām

Ungkapan „alaihimu`sh-shalātu wa `s-salām terdapat dalam kutipan teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id berikut. “Dan demikian lagi, wajib atas mereka itu

mengiktikadkan seperti demikian itu pada hak segala rasulullah „alaihimu`sh-

shalātu wa `s-salām”. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:3)

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa ungkapan ‘alaihimu`sh-

shalātu wa `s-salām yang berarti „semoga atasnya kesejahteraan dan

keselamatan‟ diucapkan sesudah menyebut nama para rasul.

2. Subhānahu wa ta‟āla

Ungkapan “Taala” terdapat dalam kutipan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id berikut.

“Maka, nyatalah daripada isyarat ayat yang Mahamulia itu. Bahwa, yang

menjadikan alam itu hanya Allah Subhānahu wa ta’āla.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:5).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa ungkapan “Subhānahu wa

ta‟āla” yang berarti „Mahasuci Allah dan Mahatinggi‟ diucapkan sesudah

menyebut Allah dengan menyifati kata Allah.

Page 17: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

99

3. „Azza wa jalla

Ungkapan “‟azza wa jalla” terdapat dalam kutipan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id

berikut. “Makasanya telah nyatalah // kepadamu hai mukalaf daripada segala

barang yang dihampunkan kedua kalimat itu daripada segala barang yang wajib

atasmu mengiktikad akan dia daripada iman akan Allah ‘azza wa jalla.”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:6)

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa ungkapan “„azza wa

jal-la” yang berarti „Yang Mahaluhur dan Mahamulia‟ diucapkan sesudah

menyebut Allah.

4. Radiya`l-lahu „anh

Ungkapan “radiya`l-lahu „anhu” terdapat dalam kutipan teks Miftāhu‟-l-

Aqā‟id berikut. “Dan kata Abu Bakar Ashsidiq radiya`l-lahu ‘anhu.” (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:7)

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa ungkapan “radiya`l-

lahu „anh” yang berarti „semoga Allah senantiasa melimpahkan keridhaan

kepada-Nya‟ diucapkan sesudah menyebut nama para sahabat Nabi yang laki-laki.

5. Karāma`l-lāhu wajhah

Ungkapan “karāma`l-lāhu wajhah” terdapat dalam kutipan teks Miftāhu‟-

l-Aqā‟id berikut. “Maka, barang yang dapat oleh makhluk, Maka yaitu makhluk

seperti kata Ali karāma`l-lāhu wajhah” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:6)

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa ungkapan

“karāma`l-lāhu wajhah” yang berarti „semoga Allah memuliakan wajah-Nya‟

diucapkan sesudah menyebut nama sahabat Ali.

Page 18: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

100

Pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa sastra kitab juga

menggunakan ungkapan atau kelompok kata yang menyatakan makna khusus

dalam bahasa Arab.

c. Sintaksis

Teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id sebagai salah satu sastra kitab banyak mendapat

pengaruh sintaksis atau ilmu tata kalimat dalam bahasa Arab berupa konjungsi.

Sintaksis dalam Teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id diuraikan sebagai berikut.

1. Dan

Dalam bahasa Indonesia kata “dan” digunakan sebagai kata penghubung.

Akan tetapi, dalam bahasa Melayu, kata “dan” digunakan sebagai kata

penghubung dan kata tumpuan / kata awalan sebagaimana yang terdapat dalam

teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Wa `sh-shalātu // wa `s-salāmu „alā sayyidi `l-anāmi wa „alā alihi wa

ashhābihi `l-muayyidina ‟alā dini [`l]-islam. Dan rahmat dan salam-Nya atas

penghulu kami Nabi Muhammad yaitu penghulu segala manusyia, dan atas

keluarganya, dan segala sahabatnya yang meneguh agama Islam. (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:2).

Dan demikian lagi, wajib atas mereka itu mengiktikadkan seperti

demikian itu pada hak segala rasulullah „alaihimu`sh-shalātu wa `s-salām.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:3).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa kata “dan” digunakan

sebagai kata penghubung pada kutipan pertama dan kata awalan/kata tumpuan

pada kutipan kedua. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari bahasa Arab.

Chamamah-Soeratno, et.al. berpendapat tentang kata dan sebagai berikut.

Page 19: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

101

Dalam bahasa Melayu kata dan tidak pernah dipakai untuk membuka

kalimat. Dalam bahasa Arab terdapat pemakaian kata wa (و) yang

secara etimologis berarti ‗dan„. Dalam struktur sintaksis Arab kata wa

(dan) dapat juga dipakai untuk memulai kalimat. Dalam pemakaian ini

kata dan tidak berfungsi sebagai penghubung kata yang digabungkan

melainkan sebagai kata tumpuan (Chamamah-Soeratno, et.al.,

1982:185).

2. Maka

Dalam bahasa Indonesia kata “maka” digunakan sebagai kata penghubung.

Akan tetapi, dalam bahasa Melayu, kata “maka” digunakan sebagai kata

penghubung dan kata awalan/kata tumpuan sebagaimana yang terdapat dalam teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Maka wajib pula atas-Nya barang yang wajib pada hak Taala, dan

barang yang mustahil, dan barang yang jaiz pada-Nya.Maka setengah

daripada segala sifat yang wajib yakni yang tsabit bagi Subhānahu wa

ta‟āla itu yaitu dua puluh sifat yang terbagi ia kepada empat bahagi.

Pertama sifat nafsiyah, kedua sifat salbiyah, ketiga sifat ma‟ani,

keempat sifat maknawiyah. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:7).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa kata “maka” digunakan

sebagai kata penghubung dan kata awalan/kata tumpuan. Hal ini disebabkan

adanya pengaruh dari bahasa Arab. Dalam kaidah bahasa Arab kata fa ( ف ) yang

secara etimologis berarti kata “maka” dipakai sebagai kata tumpuan.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id

sebagai salah satu sastra kitab banyak mendapat pengaruh sintaksis atau ilmu tata

kalimat dalam bahasa Arab berupa penggunaan kata “dan” dan kata “maka”.

d. Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, meliputi: gaya

penguraian, gaya penguatan, gaya polisindeton gaya pertentangan, gaya

penyimpulan, litotes dan bahasa kiasan (simile) yang diuraikan sebagai berikut.

Page 20: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

102

a) Gaya Penguraian

Teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id menggunakan gaya bahasa penguraian (analitik)

sebagai gaya bahasa pengekspresian isi pikiran, yaitu menguraikan isi gagasan

secara terperinci. Hal ini dapat dilihat dalam salah satu kutipan berikut, “Maka

setengah daripada segala sifat yang wajib yakni yang tsabit bagi Subhānahu wa

ta‟āla itu yaitu dua puluh sifat yang terbagi ia kepada empat bahagi. Pertama

sifat nafsiyah, kedua sifat salbiyah, ketiga sifat ma’ani, keempat sifat

ma’nawiyah. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:7).

Kutipan di atas menginformasikan bahwa bagian yang dicetak tebal

merupakan uraian dari masalah yang akan dibahas, yakni mengenai pembagian

sifat dua puluh dalam empat bagian. Bagian yang dicetak tebal fungsinya untuk

menguraikan atau menjelaskan gagasan mengenai pembagian sifat dua puluh

secara terperinci.

b) Gaya Penegasan

Gaya penguatan yang terdapat pada teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id juga

digunakan untuk menguatkan atau menegaskan suatu pernyataan. Gaya ini

ditandai dengan penggunaan kata itulah atau inilah, seperti pada kutipan berikut.

Maka, barang yang dapat oleh makhluk, Maka yaitu makhluk seperti

kata Ali karāma`l-lāhu wajhah “Kullumā takhatthara fi hibā lika wa

tashawwaru fi bālika fa`l-lahu bikhilā fi zalika.” Arti-Nya, “tiap-tiap

barang yang // berupa dalam hatimu maka Allah Taala bersalahan

yang demikian itu. Dan kata Abu Bakar Ashsidiq radiya`l-lahu „anhu

“Al-„ajzu „an dark{i}(l) idrak\i\ idrakun.”Arti-Nya, yang lemah

daripada mendapatkan yang didapat itulah pendapat. (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:6–7).

Dan menerima adam arti-Nya tiada diam dan bersetengah dan tiada

berdahulu kemudian karena sekalian itu daripada segala sifat yang

hadis jua. Maka sekali-kali tiada harus disifatkan yang qadim dengan

Page 21: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

103

dia. inilah mazhab ahlul haq daripada mazhab ahlusunah waljamaah.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:14).

Kutipan di atas menginformasikan bahwa kata itulah atau inilah digunakan

untuk mengawali kalimat di akhir paragraf sekaligus juga untuk menegaskan

uraian sebelumnya pada paragraf tersebut. Dapat disimpulkan bahwa gaya

penguatan yang terdapat dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id dijelaskan untuk

menguatkan suatu pernyataan atau pendapat.

c) Gaya Polisendeton

Gaya polisindeton yang terdapat pada teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id ditandai

dengan pemakaian kata sambung dan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Dan daripada pihak iftiqār sekalian makhluk-Nya kepada hadirat-Nya itu

me[nge]wajibkan daripada hadirat-Nya bersifat dengan sembilan sifat, yaitu dan

hayat, dan qudrat, dan qadar, dan iradat, dan muridan, dan aliman, dan ilmu,

dan wahdaniyah”. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:28).

Kutipan di atas menginformasikan bahwa gaya yang digunakan dalam teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id adalah gaya bahasa polisindeton, beberapa kata yang berurutan

dihubungkan dengan kata sambung dan.

d) Gaya Pertentangan(Antitesis)

Dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id terdapat gaya pertentangan (antitesis)

adalah mempertentangkan dua sifat, yakni sifat wajib Rasulullah dan sifat

mustahil Rasulullah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Dan lagi pula wajib atas mereka itu amanah artinya kepercayaan

daripada karena bahwasanya jikalau tiada ada segala Rasulullah itu

amanah niscaya adalah mereka itu khianat dari karena mereka

itu dipilih daripada sekalian makhluk lagi disuruhkan mereka itu

mengajar sekalian itu mereka itu. Maka yang demikian itupun

mustahil jua pada mereka itu. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:25).

Page 22: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

104

Kutipan di atas menginformasikan bahwa bagian yang dicetak tebal

mengandung gagasan yang saling berlawanan. Gagasan yang bertentangan

tersebut adalah sifat wajib Rasulullah dan sifat mustahil Rasulullah. Pertentangan

tersebut dimaksudkan agar perbedaan di antara keduanya tampak dengan jelas.

e) Gaya Penyimpulan

Gaya penyimpulan yang terdapat pada teks teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id juga

digunakan untuk mengikhtisarkan suatu uraian, yaitu berdasarkan pada uraian

sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Syahdan apabila sudahlah diketahui segala mukalaf akan segala

barang yang wajib pada hak Subhānahu wa ta‟āla dan akan segala

barang yang mustahil dan segala barang yang jaiz pada hadirat-Nya

dan akan segala barang yang wajib pada segala Rasulullah „alaihimu

`s-shalātu wassalam, // dan akan segala barang yang mustahil, dan

akan barang yang jaiz pada mereka itu. Maka seyogyanya diketahui

segala iktikad yang telah tersebut itu sekalian terhimpun dalam

kalimat Lāilāhaillallah Muhammad rasululullah, artinya tiada tuhan

hanya Allah, nabi Muhammad pesuruh Allah. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:26–

27).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa bagian yang dicetak

tebal mengandung hasil simpulan dari kalimat sebelumnya yaitu kalimat

“Lāilāhaillallah Muhammad rasululullah” digunakan untuk menjelaskan akhir

teks dan untuk menyatakan simpulan dari kalimat.

f) Gaya Retoris Litotes

Bahasa retoris litotes yang terdapat pada teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id digunakan

sebagai pernyataan yang memperkecil sesuatu dan menyatakan kebalikannya

dengan tujuan merendahkan diri. Kutipan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id yang

membuktikan hal tersebut adalah sebagai berikut. “bermula kepada Allah jua

memohonkan negri hai tiada tuhan lain daripada-Nya bahwa kupohonkan //

Page 23: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

105

kepada hadiratmu ya Tuhanku bahwa kujadikan kar(en)a-Nya akan kamu.”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:30–31).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id

menggunakan gaya bahasa retoris litotes. Litotes ditandai dengan pengecilan suatu

pernyataan (Gorys Keraf, 2007:131). Kutipan di atas menjelaskan pengarang

merasa memiliki banyak kekurangan selaku hamba Allah. Pengarang merasa

hanya atas izin Allah Taala pengarng dapat menulis kitab tersebut. Intinya,

pemakaian litotes pada teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id bertujuan untuk merendahkan diri

atau menjadikan dirinya merasa kurang pada suatu pernyataan.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa retoris

litotes terdapat dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id. Litotes digunakan untuk

mengecilkan suatu pernyataan dengan tujuan merendahkan diri.

g. Bahasa Kiasan

Dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id ini terdapat bahasa kiasan berupa

perbandingan atau perumpamaan (simile) yaitu membandingkan suatu hal atau

keadaan dengan hal atau keadaan lain dengan kata pembanding. Hal tersebut

dapat dilihat pada salah satu kutipan teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id berikut. “Yakni qadim

itu ibarat daripada menafikan alam yang mendahulu bagi zat-Nya.” (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:9).

Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa pengarang menggunakan

kata ”ibarat” untuk membandingkan makna Qidam atau sedia dengan sifat yang

menunjukan penolakan adanya permulaan bagi wujud Allah. Pada

pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa kiasan yang berupa

Page 24: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

106

perbandingan atau perumpamaan (simile) juga terdapat pada teks Miftāhu‟-l-

Aqā‟id untuk membandingkan suatu hal dengan hal lain.

B. Kandungan Ajaran Tauhid Teks Miftāhu’-l-Aqā’id

Miftāhu‟-l-Aqā‟id berisi ajaran tauhid khususnya mengenai ilmu sifat dua

puluh, meliputi: sifat-sifat wajib Allah, sifat-sifat mustahil Allah, sifat jaiz Allah

dan penggolongan sifat-sifat wajib Allah lalu sifat-sifat wajib Rasulullah, sifat-

sifat mustahil Rasulullah, sifat jaiz Rasulullah.

1. Sifat-Sifat Wajib Allah dan Penggolongan Sifat-Sifat Wajib Allah

Dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id, pengarang menggolongkan dua puluh sifat

wajib Allah menjadi empat sifat yang diuraikan sebagai berikut.

a. Sifat Nafsiyah

Kata Nafsiyah berasal dari kata “nafs” yang artinya diri. Sifat ini adalah

sifat khusus untuk menunjukkan adanya Allah dan hanya pada diri Allah. Sifat

wajib Allah yang tergolong dalam sifat Nafsiyah hanya satu saja yaitu Wujūd.

Wujūd merupakan sifat wajib Allah yang pertama artinya ada.. Hal ini sesuai

dengan kutipan teks berikut. “Maka sifat nafsiyah // itu yaitu suatu sifat jua yaitu

wujud artinya ada, yakni adanya dengan zat-Nya dan ada seru tempat sekalian

alam itu dengan diadakanya.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id: 7–8).

Sifat wajib Wujūd artinya ada (Abbas, 1997:37). Hal ini sesuai dengan

kutipan di atas. Dari kutipan di atas dikemukakan bahwa Allah bersifat Wujūd

yang berarti ada.

Sifat Nafsiyah adalah hal (keadaan) yang ada pada Zat selama Zat itu

dalam keadaan tiada dikarenakan oleh sesuatu. Wujūd merupakan sifat wajib

Allah yang tergolong sifat Nafsiyah (Abidin, 1994:251). Pendapat ini sesuai

Page 25: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

107

dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dikemukakan pula bahwa Wujūd

termasuk sifat Nafsiyah artinya adanya Allah itu adalah karena zat-Nya sendiri,

bukan karena diadakan oleh sebab-sebab lain di luar zat-Nya. Keberadaan Allah

Taala dibuktikan dengan melihat adanya alam ini. Semua yang ada di alam ini

tidak terjadi dengan sendirinya atau secara kebetulan, tetapi ada yang

menciptakannya. Jika Allah yang menjadikan semua itu tidak ada, maka segala

yang ada di dalam alam ini pun juga tidak akan ada.

b. Sifat Salbiyah

Sifat ini adalah sifat-sifat yang tidak layak atau tidak sesuai bagi Allah.

Sifat Salbiyah ada lima macam, yaitu Qidam, Baqā‟, Mukhālafatuhu li `l-

Hawādits, Qiyāmuhu Binafsih, dan Wahdāniyat.

1. Qidam

Sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah yang pertama

adalah Qidam artinya tidak bermula. Hal ini sesuai dengan kutipan teks berikut.

“Dan sifat salbiyah itu lima sifat jua, yaitu qadim artinya // sedia. Yakni qadim

itu ibarat daripada menafikan alam yang mendahulu bagi zat-Nya.” (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:8–9).

Sifat wajib Qidam artinya tidak berawal (Abbas, 1997:38). Pendapat ini

sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa

Allah bersifat Qidam yang artinya sedia (sudah ada dari sananya) atau tidak

berawal.

Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang

tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Dari kutipan di atas

dapat pula dikemukakan bahwa Qidam termasuk sifat Salbiyah.

Page 26: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

108

2. Baqā‟

Sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah yang kedua adalah

Baqā‟ yang berarti kekal. Hal ini sesuai dengan kutipan teks berikut. “Dan baqa`

artinya kekal. Yakni baqa` itu ibarat daripada menafikan alam yang mendatang

bagi wujud-Nya.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:8).

Sifat wajib Baqā‟ artinya tidak berkesudahan wujud-Nya (Abbas,

1997:38–39). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas

dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Baqā‟ yang berarti kekal atau tidak

berkesudahan wujud-Nya.

Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang

tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Baqā‟ merupakan sifat

wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah.

3. Mukhālafatuhu li `l-Hawādis

Sifat wajib Allah yang tergolong dalam sifat Salbiyah yang ketiga adalah

Mukhālafatuhu li `l-Hawādits yang berarti Tuhan berbeda dengan yang baru atau

yang diciptakan (makhluk). Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Dan

mukhalafatuhu lilhawadisi artinya bersalahan hak Taala dan segala yang bahar.

Yakni tiada bersamaan hak Taala dengan suatu jua pun daripada segala yang

bahar daripada zatNya; dan pada segala sifatNya; dan pada segala afalNya”.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id: 9).

Sifat wajib Mukhālafatuhu li `l-Hawādis artinya Allah berbeda dengan

segala yang baru (Abbas, 1997:39). Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas.

Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Mukhālafatuhu li `l-

Hawādis yang berarti Allah Taala tidak sama dengan segala yang baru.

Page 27: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

109

Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala yang

tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Mukhālafatuhu li `l-

Hawādits merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Mukhālafatuhu li `l-

Hawādits termasuk sifat Salbiyah. Oleh karena itu, dapat dikatakan arti

Mukhālafatuhu li `l-Hawādits adalah sifat Allah yang menolak adanya kemiripan

dengan segala yang baru, baik pada zat Allah, sifat Allah, maupun perbuatan

Allah.

4. Qiyāmuhu Binafsihi

Sifat wajib yang tergolong sifat Salbiyah yang keempat adalah Qiyāmuhu

Binafsih yang berarti Tuhan berdiri sendiri. Sifat mustahil tersebut seperti berdiri

pada zat yang lain (Makhal) atau berkehendak kepada pencipta yang menciptakan

zatnya (Muhashish). Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Dan Qiyam Binafsihi

artinya qaim sendirinya. Yakni tiada siapa menjadikan Dia; dan tiada berkehendak

// Ia kepada tempat; dan kepada fa‟il yang menentukan Dia; Dan hanyasanya qaim

jua Ia sendirinya”;. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:9–10).

Sifat wajib Qiyāmuhu Binafsih artinya ada dengan sendirinya (Abbas,

1997:39–40). Dari kutipan tersebut dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat

Qiyāmuhu Binafsih yang artinya Allah Taala berdiri dengan sendirinya.

Bahwa sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan

segala yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Pada

pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Qiyāmuhu Binafsih termasuk sifat

Salbiyah. Oleh karena itu, dapat dikatakan arti Qiyāmuhu Binafsih adalah sifat

Page 28: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

110

Allah yang menolak adanya zat yang menjadi tempatnya (Makhal) dan yang

menciptakannya (Muhashish).

5. Wahdāniyah

Sifat wajib yang tergolong sifat Salbiyah yang kelima adalah Wahdāniyat

yang berarti Esa, baik pada zat Allah, sifat Allah, maupun perbuatan Allah. Hal

ini sesuai dengan kutipan berikut:

Dan wahdaniyah artinya esa Ia. Yakni tIada dua bagi zatNya; dan tIada dua

bagiNya pada segala afalNya artinya nafilah tarkib mau daripada zatNya.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:10).

Sifat wajib Wahdāniyah artinya Esa zat, Esa sifat, dan Esa perbuatan-Nya

(Abbas, 1997:40). Dari kutipan tersebut dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat

Wahdāniyah yang berarti Esa.

Sifat Salbiyah adalah sifat yang menunjukkan atas penolakan segala

yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla (Abidin, 1994:253). Wahdāniyah

merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Salbiyah. Pendapat ini sesuai

dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa

Wahdāniyah termasuk sifat Salbiyah.

c. Sifat Ma‟ānī

Sifat Ma‟ānī adalah sifat yang ada pada zat Allah yang menjadi sifat

wajib bagi Allah. Sifat Ma‟ānī ada tujuh macam, yaitu Qudrat, Irādat, „Ilmu,

Hayāt, Sama‟, Bashar, dan Kalām.

Page 29: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

111

1. Qudrat

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang pertama adalah Qudrat yang

berarti kuasa. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.”Dan qudrat artinya kuasa”.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).

Sifat wajib Qudrat artinya berkuasa (Abbas, 1997:40). Dari kutipan di atas

dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Qudrat. Maksudnya, Allah berkuasa atas

segala sesuatu sehingga tidak satu makhlukpun yang kuasa menahan dan

menghalangi kehendak-Nya.

Bahwa sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada

yang maujud yang mengakibatkan lahirnya hukum (Abidin, 1994:253–254).

Qudrat merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini

sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa

Qudrat termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Qudrat ada pada zat Allah dan

menjadi sifat wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Qādirān.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Qudrat termasuk sifat

Ma‟ānī. Oleh karena itu, sifat ini termasuk sifat khusus yang hanya dimiliki oleh

Allah Swt. Qudrat menjadi sifat wajib bagi Allah sehingga melazimkan timbulnya

sifat Qādirān.

2. Irādat

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang kedua adalah Irādat yang

berarti berkehendak. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.”Dan iradah artinya

berkehendak”. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).

Sifat wajib Irādat artinya berkehendak (Abbas, 1997:41). Pendapat ini

sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa

Page 30: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

112

Allah bersifat Irādat yang berarti berkehendak. Maksudnya, setiap yang akan ada

dan akan tiada diketahui Allah sehingga tak satupun di dalam alam ini ada sesuatu

yang tidak dikehendaki-Nya.

Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang

maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Irādat

merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai

dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Irādat

termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Irādat ada pada zat Allah dan menjadi sifat

wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Murīdān.

3. „Ilmu

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang ketiga adalah „Ilmu yang

artinya mengetahui. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Ilmu artinya tahu.”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:11).

Sifat wajib „Ilmu artinya mengetahui (Abbas, 1997:41). Pendapat ini

sesuai dengan kutipan di atas bahwa dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat

„Ilmu yang berarti mengetahui. Maksudnya, Allah Maha Mengetahui segala

sesuatu.

Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang

maujud yang mengakibatkan lahirnya hukum (Abidin, 1994:253–254). Irādat

merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai

dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa „Ilmu

termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat „Ilmu ada pada zat Allah dan menjadi sifat

wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Ālimān.

Page 31: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

113

4. Hayāt

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang keempat adalah Hayāt yang

artinya hidup. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Hayat artinya hidup”.

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).

Sifat wajib Hayāt artinya hidup (Abbas, 1997:41–42). Dari kutipan di

atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Hayāt yang berarti hidup.

Maksudnya, Allah hidup tidak dibatasi oleh waktu dan tidak membutuhkan

tempat serta materi.

Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang

maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Hayāt

merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai

dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Hayāt

termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Hayāt ada pada zat Allah dan menjadi sifat

wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Hayyān.

5. Sama‟

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang kelima adalah Sama‟ yang

berarti mendengar. Hal ini sesuai dengan kutipan teks berikut. “Dan sama‟

artinya mendengar.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:14).

Sifat wajib Sama‟ artinya mendengar (Abbas, 1997:42). Dari kutipan di

atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Sama‟ yang berarti mendengar.

Maksudnya, pendengaran Allah meliputi segala sesuatu, tidak dibatasi oleh jarak

dan ukuran. Maka tidak mungkin pendengaran Allah seperti mendengar melalui

telinga yang hanya mendengar yang dekat dan tidak mendengar yang jauh.

Page 32: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

114

Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang

maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Sama‟

merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai

dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat pula dikemukakan bahwa Sama‟

termasuk sifat Ma‟ānī. Artinya, sifat Sama‟ ada pada zat Allah yang menjadi sifat

wajib bagi Allah yang melahirkan sifat Samī‟ān..

6. Bashar

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang keenam adalah Bashar yang

artinya melihat. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Bashar artinya melihat.”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).

Sifat wajib Bashar artinya melihat (Abbas, 1997:42–43). Dari kutipan di

atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat Bashar yang berarti melihat.

Maksudnya, penglihatan Allah meliputi segala sesuatu, tidak dibatasi oleh waktu

dan jarak. maka tidak mungkin penglihatan Allah seperti melihat melalui mata

yang hanya melihat yang dekat dan tidak melihat yang jauh atau tidak melihat

dalam kegelapan.

Sifat Ma‟ānī adalah setiap sifat yang maujudah yang ada pada yang

maujud yang mengakibatkan lahirnya hokum (Abidin, 1994:253–254). Bashar

merupakan sifat wajib Allah yang tergolong sifat Ma‟ānī. Pendapat ini sesuai

dengan kutipan di atas.

7. Kalām

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟ānī yang ketujuh adalah Kalām yang

artinya berkata. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Kalam artinya berkata.”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:12).

Page 33: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

115

Sifat wajib Kalām artinya berkata (Abbas, 1997:43). Hal ini sesuai dengan

kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa Allah bersifat

Kalām yang berarti berkata. Maksudnya, perkataan Allah meliputi segala sesuatu,

tidak dibatasi oleh jenis dan ukuran maka tidak mungkin Allah berkata melalui

huruf dan suara seperti berkata melalui mulut dan lidah.

d. Sifat Ma‟nawiyah

Sifat Ma‟nawiyah adalah sifat yang berhubungan dengan sifat Ma‟ānī atau

sifat yang merupakan kelanjutan dari sifat Ma‟ānī. Sifat Ma‟nawiyah ada tujuh

macam, meliputi: Qādirān, Murīdān, Ālimān, Hayyān, Samī‟ān, Bashīrān, dan

Mutakallimān.

1. Qādirān

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang pertama adalah Qādirān

yang artinya yang kuasa. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Qadiran, dan

yang kuasa.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).

Sifat wajib Qādirān artinya selalu berkuasa (Abbas, 1997:43–44).

Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat

dikemukakan bahwa Allah bersifat Qādirān. Maksudnya, Allah selalu tetap dalam

keadaan berkuasa, tidak dibatasi oleh suatu apapun.

Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Qādirān termasuk sifat

Ma‟nawiyah karena sifat tersebut adalah ada pada zat Allah yang disebabkan oleh

sifat Ma‟ānī yaitu Qudrat. Qādirān merupakan sifat wajib Allah yang keempat

belas.

Page 34: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

116

2. Murīdān

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang kedua adalah Murīdān

yang artinya yang berkehendak. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Muridan,

dan yang berkehendak,.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).

Sifat wajib Murīdān artinya selalu berkehendak (Abbas, 1997:44).

Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat

dikemukakan bahwa Allah bersifat Murīdān yang berarti yang berkehendak.

Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan menghendaki, tidak dibatasi oleh

suatu apapun.

3. „Alimān

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang ketiga adalah Ālimān

yang artinya yang tahu. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “„Aliman, dan yang

tahu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).

Sifat wajib Ālimān artinya selalu mengetahui (Abbas, 1997:44). Pendapat

ini sesuai dengan kutipan di atas. Pada kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa

Allah bersifat Ālimān yang berarti yang tahu. Maksudnya, Allah tetap selalu

dalam keadaan tahu, tidak dibatasi oleh suatu apapun.

4. Hayyān

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang keempat adalah Hayyān

yang artinya yang hidup. Lawan dari sifat wajib Allah yang merupakan sifat

mustahil Allah adalah Mayyitān yang artinya yang mati. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut. “Hayyān, Artinya, yang hidup.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).

Sifat wajib Hayyān artinya selalu hidup (Abbas, 1997:44). Dari kutipan di

atas dapat dikemukakan Allah bersifat Hayyān yang berarti yang hidup.

Page 35: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

117

Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan hidup, tidak dibatasi oleh suatu

apapun.

5. Samī‟ān

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang kelima adalah Samī‟ān

yang artinya yang mendengar. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “Sami‟an,

dan yang menengar.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).

Sifat wajib Samī‟ān artinya selalu mendengar (Abbas, 1997:44). Pendapat

ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa

Allah bersifat Samī‟ān yang berarti yang mendengar. Maksudnya, Allah tetap

selalu dalam keadaan mendengar, tidak dibatasi oleh suatu apapun.

6. Bashīrān

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang keenam

adalah Bashīrān yang artinya yang melihat. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

“Bashiran, dan yang melihat.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).

Sifat wajib Bashīrān artinya selalu melihat (Abbas, 1997:44). Pendapat ini

sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat dikemukakan bahwa

Allah bersifat Bashīrān yang artinya yang melihat. Maksudnya, Allah tetap selalu

dalam keadaan melihat, tidak dibatasi oleh suatu apapun.

7. Mutakallimān

Sifat wajib yang tergolong sifat Ma‟nawiyah yang ketujuh adalah

Mutakallimān yang artinya yang berkata. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

“Mutakaliman, dan yang berkata.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:17).

Sifat wajib Mutakallimān artinya selalu berkata-kata (Abbas, 1997:45).

Pendapat ini sesuai dengan kutipan di atas. Dari kutipan di atas dapat

Page 36: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

118

dikemukakan bahwa Allah bersifat Mutakallimān yang artinya yang berkata.

Maksudnya, Allah tetap selalu dalam keadaan yang berkata, tidak dibatasi oleh

suatu apapun.

2. Sifat-Sifat Mustahil Allah

Sifat-sifat mustahil Allah adalah sifat-sifat yang tidak mungkin ada atau

sifat-sifat yang bertentangan dengan sifat-sifat wajib Allah. Dalam teks Miftāhu‟-

l-Aqā‟id ada dua puluh sifat mustahil Allah yang akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Tiada Ada

Sifat mustahil Allah yang pertama adalah tiada ada. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut. “yang pertama tiada ada.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya,

tidak mungkin Allah itu tidak ada karena bukti adanya Allah ialah adanya alam

ini. Jika Allah yang menjadikan alam ini tidak ada, maka alam ini pun juga

tidak akan ada.

2. Baharu

Sifat mustahil Allah yang kedua adalah baharu. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut. “kedua baharu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya, tidak

mungkin Allah itu baru atau berpermulaan ada-Nya karena bukti Allah bahwa

tidak berpermulaan ada-Nya adalah makhluk yang diciptakan di alam ini. Jika

Allah berpermulaan ada-Nya, maka Allah sama saja dengan makhluk.

3. Tiada Kekal

Sifat mustahil Allah yang ketiga adalah tidak kekal. Hal ini sesuai

dengan kutipan berikut. “ketiga tiada kekal.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya,

Page 37: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

119

tidak mungkin Allah tidak kekal atau akan binasa oleh suatu apapun yang dapat

membinasakannya dan hanya Allah saja yang dapat menolak kebinasaan itu.

4. Bersamaan dengan Segala yang Baharu

Sifat mustahil Allah yang keempat adalah sama atau menyamai dengan

yang baru dalam hal ini (makhluk). Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

“keempat bersamaan dengan segala yang baharu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:8–9).

Maksudnya, tidak mungkin Allah itu sama dengan yang baru (makhluk) karena

tidak ada satu pun sesuatu yang sama dengan Allah, baik dalam segala kebesaran,

keagungan, maupun kekuasaan-Nya.

5. Berkehendak Kepada Tempat atau Fail

Sifat mustahil Allah yang kelima adalah Al-Qiyamu bin nafsi yang artinya

berkehendak kepada tempat atau kepada fa‟il. Hal ini sesuai dengan kutipan

berikut. “Berkehendak kepada tempat atau kepada fa‟il yang mene[n]tukan Dia”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya, tidak mungkin Allah tidak berdiri sendiri

dengan berkehendak kepada makhluk yang diciptakan-Nya karena Allah tidak

membutuhkan pertolongan kepada siapapun.

6. Tiada Esa

Sifat mustahil Allah yang keenam adalah tidak esa. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut, “keenam tiada esa.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23) menunjukkan atas

penolakan segala yang tidak layak bagi Allah Azza wajalla. Maksudnya, tidak

mungkin Allah itu tidak Esa karena Allah Maha Esa, tidak terdiri dari zat apapun

yang terbilang, tidak terdiri dari sifat apapun yang terbilang, dan tidak pula

perbuatan Allah bersekutu dengan perbuatan lain.

Page 38: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

120

7. Mati

Sifat mustahil Allah yang ketujuh adalah mati. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut. “ketujuh mati.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya, tidak

mungkin Allah itu mati karena Allah itu hidup dan tidak akan mati. Alam ini

kalau tidak ada Allah yang mengaturnya pasti akan kacau dan hancur semuanya.

8. Babil

Sifat mustahil Allah yang kedelapan adalah babil. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut. “kedelapan babil.” Maksudnya, tidak mungkin Allah itu tidak

menyadari dirinya sendiri tidak tahu karena Allah Maha Mengetahui segala

sesuatu. Jahlu semakna dengan zan, syak, dan waham.

9. Lemah

Sifat mustahil Allah yang kesembilan adalah lemah. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut. “kesembilan lemah” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya, tidak

mungkin Allah itu lemah karena Allah sangat berkuasa atas segala sesuatu,

baik menciptakan maupun meniadakan

10. Mengadakan Suatu dengan Tiada Dikehendaki

Sifat mustahil Allah yang kesepuluh adalah mengadakan suatu dengan

tiada dikehendaki. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “kesepuluh mengadakan

suatu dengan tiada dikehendaki.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya, tidak

mungkin Allah menciptakan sesuatu tanpa dikehendaki atau tanpa diketahui,

karena sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu yang diciptakan.

Page 39: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

121

11. Tuli

Sifat mustahil Allah yang kesebelas adalah tuli. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut, “kesebelas tulis.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya, tidak

mungkin Allah itu tuli atau mendengar dengan telinga karena Allah mendengar

segala sesuatu. Jadi, suara apapun dan bagaimanapun pasti didengar oleh Allah.

12. Buta

Sifat mustahil Allah yang kedua belas adalah buta. Hal ini sesuai

dengan kutipan berikut. “keduabelas buta.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya,

tidak mungkin Allah itu buta atau melihat dengan mata karena Allah melihat

segala sesuatu. Jadi, apa saja yang ada pasti terlihat oleh Allah.

13. Kelu

Sifat mustahil Allah yang ketiga belas adalah kelu. Hal ini sesuai dengan

kutipan berikut. “ketigabelas kelu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya, tidak

mungkin Allah itu kelu atau tidak dapat berkata-kata karena kalau demikian tentu

Allah tidak dapat memerintah makhluk-Nya.

14. Yang Mati

Sifat mustahil Allah yang ketujuh belas adalah yang mati. Hal ini sesuai

dengan kutipan berikut. “keempat belas yang mati (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23).

Maksudnya, tidak mungkin Allah dalam keadaan yang mati karena Allah

mempunyai sifat Hayāt. Jadi, Allah tetap selalu dalam keadaan hidup.

15. Yang Babil

Sifat mustahil Allah yang keenam belas adalah yang babil. Hal ini sesuai

dengan kutipan berikut. “kelima belas yang babil (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23).

Maksudnya, tidak mungkin Allah dalam keadaan yang babil atau dalam keadaaan

Page 40: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

122

tidak menyadari dirinya sendiri tidak tahu karena Allah tetap selalu dalam

keadaan tahu. Oleh karena Allah mempunyai sifat „Ilmu.

16. Yang Lemah

Sifat mustahil Allah yang keempat belas adalah yang lemah. Hal ini sesuai

dengan kutipan berikut. “keenam belas yang lemah.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23).

Maksudnya, tidak mungkin Allah dalam keadaan yang lemah karena Allah

tetap selalu dalam keadaan berkuasa. Oleh karena itu, Allah mempunyai sifat

Qudrat.

17. Mengadakan Suatu dengan Tiada Dikehendaki

Sifat mustahil Allah yang kelima belas adalah mengadakan suatu

dengan tiada dikehendaki. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “ketujuh belas

mengadakan suatu dengan tiada dikehendaki (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:23). Maksudnya,

tidak mungkin Allah dalam keadaan yang benci atau dalam keadaan tidak

berkehendak karena Allah tetap selalu dalam keadaan berkehendak. Oleh karena

itu, Allah mempunyai sifat Iradah.

18. Yang Tuli

Sifat mustahil Allah yang kedelapan belas adalah yang tuli. Hal ini sesuai

dengan kutipan berikut. “kedelapan belas yang tuli.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:24).

Maksudnya, tidak mungkin Allah dalam keadaan yang tuli karena Allah

mempunyai sifat Sama‟. Jadi, Allah tetap selalu dalam keadaan mendengar.

19. Yang Buta

Sifat mustahil Allah yang kesembilan belas adalah yang buta. Hal ini

sesuai dengan kutipan berikut. “kesembilan belas yang buta.” (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:24). Maksudnya, tidak mungkin Allah dalam keadaan yang buta

Page 41: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

123

karena Allah mempunyai sifat Bashar. Jadi, Allah tetap selalu dalam keadaan

melihat.

20. Yang Kelu

Sifat mustahil Allah yang kedua puluh adalah yang kelu. Hal ini sesuai

dengan kutipan berikut. “kedua puluh yang kelu.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:24).

Maksudnya, tidak mungkin Allah dalam keadaan yang kelu atau dalam keadaan

tidak berkata-kata karena Allah mempunyai sifat Kalām. Jadi, Allah tetap selalu

dalam keadaan berkata.

3. Sifat jaiz Allah

Sifat jaiz Allah menurut Muhammad An-nawawi bahwa “sifat Jaiz Allah

yaitu menciptakan setiap yang mungkin wujudnya atau tidak menciptakanya”.

(An-Nawawi, 2010 :28-29). Merupakan kewenangan atau hak Allah untuk

menciptakan atau tidak menciptakan sesuatu baik itu yang mungkin wujud atau

tidak bewujud. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “segala yang jaiz pada hak

Taala itu menjadikan ilmu dengan segala suka daripada segala suka, dan

menurunkan Quran, dan menyuruhkan segala rasul, dan barang yang lain dari itu.”

(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:24). Maksudnya, ilmu tidak berwujud dan Allah mempunyai

hak untuk memberikan ilmu kepada siapapun makhluk yang Allah kehendaki atau

Allah sukai, seperti menurunkan Alquran sebagai wahyu untuk Rasulullah

Muhammad SAW.

2. Sifat-Sifat Wajib Rasulullah

Sifat-sifat wajib Rasulullah adalah sifat yang harus ada pada diri para

Rasulullah. Dalam teks Miftāhu‟-l-Aqā‟id ada tiga sifat wajib Rasulullah yang

akan dijelaskan sebagai berikut.

Page 42: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

124

1. Shidiq

Sifat wajib Rasulullah yang pertama Shidiq yang berarti benar. Hal ini

sesuai dengan kutipan berikut. Maka daripada segala yang wajib dan segala yang

mustahil pada mereka itu yaitu shidiq artinya benar dari karena bahwasanya

jikalau tiada pada sekalian mereka itu benar niscaya tiadalah // harus mereka itu

jadi pesuruh yang kepercayaan pada tuhan kita jalla wa azza. (Miftāhu‟-l-

Aqā‟id:24–25).

Sifat shiddiq yang berarti benar atau jujur bertentangan dengan sifat

mustahil tidak benar artinya apa yang disampaikan tidak sesuai kenyataan (An-

Nawawi, 2010:31–32). Kutipan dan pendapat diatas menekankan bahwa semua

berita atau pesan yang disampaikan oleh Rasulullah benar-benar perintah Allah

dan keyakinan Rasulullah sendiri, mustahil jika Rasulullah mempunyai sifat

bohong (tidak benar) artinya, semua yang disampaikan oleh Rasulullah tidak

sesuai dengan kenyataan, dan mustahil seorang rasul mempunyai sifat pendusta

bahkan menjadi utusan yang dipercaya oleh Allah.

Dari pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa Shidiq termasuk sifat

wajib yang mutlak harus ada pada diri setiap para rasul Allah, karena seorang

rasul harus selalu benar dalam menyampaikan perintah maupun anjuran dari Allah

ataupun semu hal yang berasal keyakinan setiap rasul sendiri.

2. Amanat

Sifat wajib Rasulullah yang kedua Amanat yang berarti dapat dipercaya

atua terpercaya. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

dan lagi pula wajib atas mereka itu amanah artinya kepercayaan

daripada karena bahwasanya jikalau tiada ada segala Rasulullah itu

amanah niscaya adalah mereka itu khianat dari karena mereka itu

dipilih daripada sekalian makhluk lagi disuruhkan mereka itu

Page 43: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

125

mengajar sekalian itu mereka itu. Maka yang demikian itupun

mustahil jua pada mereka itu.(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:25).

Sifat Amanat yang berarti dapat dipercaya atau terpercaya bertentangan

dengan sifat mustahil khianat artinya tidak setia, tidak memenuhi janji (An-

Nawawi, 2010:31–33). Berdasar kutipan dan Pendapat diatas menekankan bahwa

Rasulullah sangat menjaga dirinya dari perbuatan maksiat baik yang bersifat

lahiriah seperti zina, minum khamar, gibah, mencuri dan lain sebagianya ataupun

yang bersifat batiniah seperti dengki, sombong, munafik dan lain sebagianya.

Maka seoarang rasul pasti sudah terjaga dari segala bentuk perbuatan atau hal

yang dilarang Allah, mustahil jika Rasulullah mempunyai sifat khianat artinya,

Rasulullah menyimpang dari perintah Allah.

Dari pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa Amanat termasuk sifat

wajib yang mutlak harus ada pada diri setiap para rasul Allah, karena seorang

rasul pasti selalu terjaga dari segala perbuatan maksiat kepada Allah .

3. Tabligh

Sifat wajib Rasulullah yang ketiga Tabligh yang berarti menyampaikan

semua perintah Allah. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Dan lagi pula wajib atas mereka itu tablig artinya menyampaikan

segala titah Allah dari karena bahwasanya jikalau tiada ada segala

Rasulullah itu menyampaikan segala yang disuruhkan Allah kepada-

Nya niscaya adalah mereka itu menambahkan atau menukarkan segala

titah Allah. // Maka yang demikian itu melazimkan tiada harus

mengikut barang yang perbuatan dan perkataan mereka itu maka yang

demikian itupun mustahil jua pada mereka itu. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:25–

26).

Sifat Tabligh yang berarti menyampaiakan semua yang mereka dapat dari

Allah bertentangan dengan sifat mustahil menyembunyikan atau tidak

menyampaikan perintah dari Allah. (An-Nawawi, 2010:34). Kutipan dan pendapat

Page 44: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

126

diatas menekankan bahwa setiap rasul mempunyai kewajiban untuk

menyampaikan segala yang mereka dapat dari Allah, mustahil jika Rasulullah

mempunyai sifat menyembunyikan perintah artinya, Rasulullah tidak

menyampaikan perintah Allah kepada manusia dan menyembunyikan perintah

tersebut. (An-Nawawi, 2010:33–34).

Dari pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa Tabligh termasuk sifat

wajib yang mutlak harus ada pada diri setiap para rasul Allah, karena seorang

rasul harus menyampaikans segala perintah maupun anjuran dari Allah kepada

seluruh manusia.

5. Sifat-Sifat Mustahil Rasulullah

Sifat-sifat mustahil Rasulullah adalah sifat-sifat yang tidak mungkin ada

atau sifat-sifat yang bertentangan dengan sifat-sifat wajib Rasulullah. Dalam teks

Miftāhu‟-l-Aqā‟id ada tiga sifat mustahil Rasulullah yang akan dijelaskan sebagai

berikut.

1. Tiada benar

Sifat mustahil Rasulullah yang pertama adalah tiada benar yang berarti

bohong atau tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Maka daripada segala yang wajib dan segala yang mustahil pada mereka itu yaitu

shidiq artinya benar dari karena bahwasanya jikalau tiada pada sekalian mereka

itu benar niscaya tiadalah // harus mereka itu jadi pesuruh yang kepercayaan

pada tuhan kita jalla wa azza. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:24–25).

Sifat shiddiq yang berarti benar atau jujur bertentangan dengan sifat

mustahil tidak benar artinya apa yang disampaikan tidak sesuai kenyataan (An-

Nawawi, 2010:31–32). Maka mustahil jika Rasulullah mempunyai sifat tidak

Page 45: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

127

benar dalam arti lain Rasulullah menyampaiakan sesuatu tidak sesuai dengan

kenyataan. Maka pastilah sifat tidak benar menjadi sifat yang mustahil bagi para

rasul.

2. Khianat

Sifat mustahil Rasulullah yang kedua adalah khianat yang berarti tidak

setia atau tidak menepati janji. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

dan lagi pula wajib atas mereka itu amanah artinya kepercayaan

daripada karena bahwasanya jikalau tiada ada segala Rasulullah itu

amanah niscaya adalah mereka itu khianat dari karena mereka itu

dipilih daripada sekalian makhluk lagi disuruhkan mereka itu

mengajar sekalian itu mereka itu. Maka yang demikian itupun

mustahil jua pada mereka itu.(Miftāhu‟-l-Aqā‟id:25).

Sifat Amanat yang berarti dapat dipercaya atau terpercaya bertentangan

dengan sifat mustahil khianat artinya tidak setia, tidak memenuhi janji (An-

Nawawi, 2010:31–33). Maka mustahil jika Rasulullah mempunyai sifat khianat

dalam arti lain Rasulullah menyimpang dari perintah Allah, tidak taat kepada

Allah, melanggar aturan Allah. Maka pastilah sifat khianat menjadi sifat yang

mustahil bagi para rasul karena tidak sesuai dengan sifat kerasulan mereka.

3. Tiada menyampaikan

Sifat mustahil Rasulullah yang ketiga adalah tiada menyampaikan yang

berarti menyembunyikan suatu perintah yang harusnya disampaikan kepada

manusia. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

Dan lagi pula wajib atas mereka itu tablig artinya menyampaikan

segala titah Allah dari karena bahwasanya jikalau tiada ada segala

Rasulullah itu menyampaikan segala yang disuruhkan Allah

kepada-Nya niscaya adalah mereka itu menambahkan atau

menukarkan segala titah Allah. // Maka yang demikian itu

melazimkan tiada harus mengikut barang yang perbuatan dan

perkataan mereka itu maka yang demikian itupun mustahil jua pada

mereka itu. (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:25–26).

Page 46: BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra Kitab · BAB V ANALISIS A. Struktur Sastra ... hamdalah dalam bahasa Arab kemudian diikuti terjemah dalam bahasa Melayu. ... (Miftāhu‟-l-Aqā‟id

128

Sifat Tabligh yang berarti menyampaiakan semua yang mereka dapat dari

Allah bertentangan dengan sifat mustahil menyembunyikan atau tidak

menyampaikan perintah dari Allah. (An-Nawawi, 2010:34). Maka mustahil jika

Rasulullah mempunyai sifat tiada menyampaiakan dalam arti lain Rasulullah tidak

menyampaiakan perintah Allah, menyembunyikan perintah Allah. Maka pastilah

sifat tiada menyampaikan menjadi sifat yang mustahil bagi para rasul karena tidak

sesuai dengan sifat kerasulan mereka yang harus menyampaikan setiap perintah

Allah kepada manusia.

6. Sifat Jaiz Rasulullah

Sifat jaiz Rasulullah adalah segala kewenangan atau sifat kemanusiaan

yang murni dimiliki oleh setiap manusia. Hal itu sesuai dengan kutipan berikut.

“Dan daripada segala yang jaiz pada segala Rasulullah itu yaitu segala perangai

tubuh manusia seperti sakit dan makan dan minum dan beranak dan beristri dan

barang sebagainya maka yang demikian itu tiada mengurangkan derajat dan

ketinggian martabat mereka itu kepada Allah.” (Miftāhu‟-l-Aqā‟id:26)

Sifat jaiz yang dimiliki Rasulullah sama sekali tidak mengurangi

ketinggian derajatnya sebagai seorang utusan Allah. Karena seoarang rasul juga

mengalami sakit, makan, minum, menikah dan lain sebagainya, ini menunjukkan

sifat-sifat kemanusiaan dari para rasul (An-Nawawi, 2010: 37–39).

Dari kutipan dan pendapat diatas dapat diambil simpulan bahwa seorang

rasul mempunyai kewenangan sebagaimana yang dipunyai oleh manusia pada

umumnya, dan dengan adanya sifat-sifat kemanusiaan tersebut tidak mengurangi

ketinggian, kemuliaan, dan martabat dari seorang utusan Allah.