bab ix pengelolaan limbah bahan beracun dan · pdf filebahan berbahaya dan beracun ... maupun...
TRANSCRIPT
Annual Report 2014
133
BAB IX
PENGELOLAAN LIMBAH
BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA
9.1. Latar Belakang
Pemerintah baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014
tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang merupakan pengganti
dari peraturan sebelumnya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo PP 85 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pengelolaan limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan kewajiban bagi setiap individu
penghasil limbah B3 sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014,Pasal 3 (1), bahwa Setiap
Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang
dihasilkannya.
Pengelolaan Limbah B3 dimaksudkan agar Limbah B3 yang dihasilkan dari
aktivitas/kegiatan seminimalkan mungkin dan bahkan diupayakan sampai dengan nol,
yaitu dengan melakukan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi
bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih.Jika masih
dihasilkan Limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan Limbah B3, namun dengan tetap
menjaga agar limbah B3 tersebut tidak mencemari lingkungan dan membahayakan
bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kegiatan industri besi baja merupakan salah satu kegiatan yang dapat
menimbulkan limbah B3. Limbah B3 tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau
dibuang ke lingkungan, karena mengandung bahan yang dapat mencemari lingkungan
dan membahayakan manusia serta makhluk hidup lain. Limbah ini memerlukan cara
penanganan yang lebih khusus dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 tersebut
perlu diolah, baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya
atau berkurang daya racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode
pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran.
9.1.1. Pengertian
Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014, pengertian Limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Annual Report 2014
134
Sedangkan Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
9.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan pengelolaan limbah B3 pada industri besi/baja dan logam adalah untuk
mengetahui sejauh mana limbah yang dihasilkan dari proses produksi baja masuk
dalam katagori B3 dengan:
1. Menginventarisasi limbah B3 di industri baja.
2. Mengidentifikasi limbah dan limbah B3 pada industri baja.
3. Mengkarakterisasi limbah B3 pada limbah industri baja.
4. Mengevaluasi pengelolaan limbah dan limbah B3 pada industri baja.
Sasaran dari kegiatan ini adalah keluarnya rekomendasi untuk pengelolaan
limbah B3 sektor industri besi dan baja sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Adapun untuk mencapai sasaran tersebut, lingkup pekerjaan yang dilakukan
selama studi ini adalah ;
a. Kunjungan lapangan ke salah satu pabrik besi baja PT. Krakatau Steel.
b. Pengumpulan data dan pengambilan sampel.
c. Analisis laboratorium uji limbah B3 pabrik besi/baja.
d. Studi literatur dan kajian peraturan yang berlaku.
9.3. Hasil Kegiatan
9.3.1. Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku dan Terkait
Ada beberapa peraturan yang terkait dengan pengelolaan limbah B3 di sektor
industri besi dan baja, yaitu
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun.
Annual Report 2014
135
3. Per Men LH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
4. Per Men LH No.33 Tahun 2009 tentang Tata cara pemulihan lahan
terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun.
5. Per MenLH No. 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya
Beracun.
6. Kep No. 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
7. Kep No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
8. Kep No. 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
9. Kep No. 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
10. Kep No. 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan
Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas
Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
11. Kep No. 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3.
9.3.2. Jenis dan Proses Produksi Pabrik Besi/Baja
Secara umum, ada tiga produk akhir kegiatan produksi PT. Krakatau Steel
(Persero) Tbk, yaitu hot rolled coil, cold rolled coil, dan wire rod. Perusahaan ini
memiliki 7 (tujuh) buah fasilitas produksi yang membuat perusahaan ini menjadi satu-
satunya industri baja terpadu di Indonesia. Ketujuh buah pabrik tersebut menghasilkan
berbagai jenis produk baja dari bahan mentah, yaitu:
1. Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Plant)
2. Pabrik Billet Baja (Billet Steel Plant)
3. Pabrik Baja Slab 1 (Slab Steel Plant 1)
4. Pabrik Baja Slab 2 (Slab Steel Plant 2)
5. Pabrik Pengerolan Canai Panas (Hot Strip Mill)
6. Pabrik Pengerolan Canai Dingin (Cold Rolling Mill)
7. Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill)
Annual Report 2014
136
Produksi baja PT Krakatau Steel diawali dari pengolahan bijih besi atau pellet
menjadi besi dengan memanfaatkan gas alam di Pabrik Besi Spons. Besi yang telah
dihasilkan ini diproses lagi dengan menggunakan Electric Arc Furnace (EAF) di Pabrik
Slab Baja dan Pabrik Billet Baja. Pada pemrosesan dengan EAF, besi dicampur
dengan bahan lainnya seperti scrap, hot bricket iron (HBI), dan material tambahan
sehingga menghasilkan slab baja dan billet baja.
Produk slab baja selanjutnya diolah dengan pemanasan ulang dan pengerolan di
Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill).Hasil dari Pabrik Baja Lembaran Panas
banyak dimanfaatkan untuk pipa, bangunan, bahan konstruksi kapal, dan lainnya. Lebih
lanjut lagi, baja lembaran panas diolah melalui proses pengerolan ulang dan proses
secara kimia di Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill). Produk baja yang
dihasilkan berupa baja lembar dingin yang banyak digunakan untuk komponen bagian
dalam mobil atau motor.Selain itu, produk baja lembaran dingin juga digunakan sebagai
badan kendaraan, peralatan rumah tangga, kaleng, dan lainnya.
Di sisi lain, produk baja billet yang dihasilkan oleh Pabrik Baja Billet, mengalami
proses pengerolan di Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill) sehingga dihasilkan batang
kawat baja yang banyak diaplikasikan untuk senar piano, mur, paku, baut, pegas,
kawat baja, dan lainnya.
Tabel 9.1. Nama-Nama Unit Produksi Pabrik Besi Baja PT. Krakatau Steel
No Unit Produksi Kapasitas Produk
1 Pabrik Besi Sponge 2.000.000 MT/Thn Besi Sponge
2 Pabrik Billet Baja 600.000 MT/Thn Baja Billet
3 Pabrik Slab Baja (I dan II) 2.000.000 MT/Thn Baja Slab
4 Pabrik Baja Lembaran
Canai Panas 2.400.000 MT/Thn
Baja Lembaran Panas
(Coil & Plates)
5 Pabrik Baja Lembaran
Canai Dingin 950.000 MT/Thn
Baja Lembaran Canai
Dingin (Coil & Sheets)
6 Pabrik Baja Batang
Kawat 450.000 MT/Thn Baja Batang Kawat (Coil)
Sumber: Manual Sistem Manajemen Krakatau Steel (SMKS)
Annual Report 2014
137
Sumber: www.krakatausteel.com
Gambar 8.2. Alur Proses Produksi PT. Krakatau Steel
9.3.3. Jenis Limbah B3 pada Pabrik Besi Baja
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk
mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau
tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau
memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan
limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi,
dan insinerasi.
Tata cara penetapan limbah B3 berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan daftar lampiran limbah B3
2. Uji karakteristik
3. Uji toxicity characteristic leaching procedure (TCLP), dan
4. Uji lethal dose 50 (LD50)
5. Uji toksisitas sub-kronis
Uji Karakteristik adalah suatu uji yang dilakukan dilaboratorium, jika limbah
mengandung salah satu atau lebih sifat, dan/atau salah satu atau lebih pencemar yang
melebihi ambang batasnya.
Uji TCLP adalah cara untuk menentukan kecenderungan limbah mengalami
pelindian atau leaching yang merupakan salah satu cara untuk menentukan
karakteristik limbah beracun. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika
Annual Report 2014
138
Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari TCLP-A sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III PP No.101 Tahun 2014 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Sedangkan limbah diidentifikasi sebagai
Limbah B3 kategori 2 jika Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar sama dengan
atau lebih kecil dari TCLP-A dan lebih besar dari TCLP-B sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
Uji LD50 adalah salah satu cara untuk mengukur potensi jangka pendek
keracunan (toksisitas akut) dari suatu material. Toksikologi dapat menggunakan
berbagai jenis hewan, tetapi paling sering pengujian dilakukan dengan tikus dan
mencit. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika memiliki nilai sama
dengan atau lebih kecil dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih
kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada
hewan uji mencit. Nilai Uji Toksikologi LD50 dihasilkan dari uji toksikologi, yaitu
penentuan sifat akut limbah melalui uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon
antara limbah dengan kematian hewan uji. Nilai Uji Toksikologi LD50 diperoleh dari
analisis probit terhadap hewan uji. Sedangkan limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3
kategori 2 jika memiliki nilai lebih besar dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari
dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram)
berat badan pada hewan uji mencit dan lebih kecil atau sama dari Uji Toksikologi LD50
oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu
miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit.
Uji toksisitas sub-kronis adalah Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori
2 jika uji toksikologi sub-kronis pada hewan uji mencit selama 90 (sembilan puluh) hari
menunjukkan sifat racun sub-kronis, berdasarkan hasil pengamatan terhadap
pertumbuhan, akumulasi atau biokonsentrasi, studi perilaku respon antarindividu hewan
uji, dan/atau histopatologis.
Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang
terkandung dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka terhadap selanjutnya adalah
menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan
baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan.
Jenis limbah B3 yang dihasilkan di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk., adalah
sebagai berikut:
Annual Report 2014
139
1. Limbah B3 dari sumber spesifik
Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses suatu industri atau
kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.
a) Debu EAF(Electric Arc Furnace)
Berasal dari BSP, SSP I dan SSP II. Pada perkembangannya debu tersebut
dapat dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang telah mempunyai izin pemanfaatan
limbah B3 dari KLH, sebagai bahan baku.
Gambar 8.3. Timbunan Limbah Fly Ash
b) Sludge (Lumpur)
Limbah sludge di PT. KrakatauSteel (Persero) Tbk, berasal dari pengolahan air
buangan dari proses produksi yang dilakukan dengan menggunakan
Wastewater Treatment Plant (WWTP).
Annual Report 2014
140
c) Slag
Limbah Slag di PT. KrakatauSteel (Persero) Tbk, berasal dari proses Steel
Making dari SSP I, SSP II, dana BSP yang dilakukan dengan menggunakan
teknologi Slag Atomizing Technologi (SAT) dan Material Recovery Plant (MRP)
Gambar 8.4. Timbulan limbah Slag
Annual Report 2014
141
d) Mill Scale
Mill scale adalah serpihan dari besi baja yang terbentuk pada permukaan ketika
sedang diproduksi.
Gambar 8.5. Limbah Mill Scale
e) Water Pickle Liquor (WPL)
WPL merupakan hasil dari pembersihan permukaan baja pada pabrik Cold
Rolling Mill (CRM).WPL tersebut dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang telah
mempunyai izin pemanfaatan limbah B3 di KLH.
f) Catalyst
Berasal dari pabrik DR dimana catalist berasal dari hasil penyerapan sulfur pada
proses reformasi (pembuatan gas reduktor).
g) PS (Precious Slag) Ball
Produk yang dihasilkan dari metode SAT yaitu berupa PS Ball. PS Ball
merupakan produk ramah lingkungan dengan struktur molekul yang stabil dari
pengolahan slag cair. Pemanfaatan produk dari pengelolaan limbah slag dengan
Annual Report 2014
142
menggunakan metode SAT sampai saat ini baru dimanfaatkan sebagai abrasive
(blasting naterial).
Gambar 8.6. PS Ball
Annual Report 2014
143
h) Fines Sponge Iron
Fines Sponge Iron bukanlah termasuk limbah karena merupakan bahan
bakusponge iron yang kurang dari 5 mm lewat proses pengayakan di Direct
Reduction Plant. Fines sponge iron dapat digunakan kembali melalui proses
pemadatan agar ukurannya lebih dari 5 mm danselanjutnya masuk kembali ke
dalam proses.
(a) Sponge Iron
(a) Fines Sponge Iron
Gambar 8.7. Sponge Iron (a) dan Fines Sponge Iron (b)
Annual Report 2014
144
i) Iron Concentrate
Iron concentrate adalah konsentrat besi yang berasal dari sludge dan/atau debu
yang ditangkap di dedusting system dari proses pembuatan besi dan baja (iron
and steel making)yang sudah ditingkatkan kandungan besinya dengan
menggunakan teknik-teknik pengolahan mineral (mineral processing
/concentration), seperti grinding, magnetic separator, atau flotasi.
Gambar 8.8. PS Ball Halus
2. Limbah B3 dari sumber non spesifik
Limbah B3 dari sumber non spesifik adalah limbah B3 yang pada umumnya berasal
bukan dari proses utama, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan dan lain-lain.
a) Oli dan grease bekas
Oli dan grease bekas berasal dari mein-mesin pada seluruh pabrik di PT.
Krakatau Steel (Persero) Tbk. Oli tersebut diserahkan pada pihak ketiga yang
sudah mempunyai izin dari KLH untuk mengelola.
Annual Report 2014
145
b) Majun
Majun merupakan limbah B3 berupa kain bekas yang terkontaminasi oli dan
minyak.Majun tersebut diserahkan pada pihak ketiga yang sudah mempunyai
izin dari KLH untuk mengelola.
9.3.4. Uji Karakteristik Limbah
Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji analisa
kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna menetapkan
prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3 tersebut.
Limbah dikatagorikan sebagai limbah B3 jika memiliki sifat diantara yang disebut
dibawah yaitu : Mudah meledak, Sangat mudah sekali menyala, Sangat mudah
menyala, Mudah terbakar, Reaktif, Beracun,Korosif, Infeksi, Pengujian toksikologi
Hasil analisa laboratorium uji karakteristik limbah B3 PT. Krakatau Steel
(Persero) Tbk.yang dilakukan di Laboratorium Sucofindo adalah sebagai berikut.
Tabel 9.2. Karakteristik Beberapa Limbah PT. Krakatau Steel
Karakteristik
Jenis limbah Standar Metode
Slag PS Ball Fines
sponge
Iron
Mill
Scale
Eksplosive Tidak
mudah
meledak
Tidak
mudah
meledak
Tidak
mudah
meledak
Tidak
mudah
meledak
PPRI No
85/1999
jo PPRI
No 18
/1999
Organoleptic
Flammable Tidak
mudah
terbakar
Tidak
mudah
terbakar
Tidak
mudah
terbakar
Tidak
mudah
terbakar
PPRI No
85/1999
jo PPRI
No 18
/1999
US EPA SW-
846-1010
Reactive terhadap
air Negatif Negatif Negatif Negatif PPRI No
85/1999
jo PPRI
No 18
/1999
Thermometric
and
Organoleptic
Annual Report 2014
146
Test H2S Positif Positif Positif Positif PPRI No
85/1999
jo PPRI
No 18
/1999
US EPA SW-
846-9030
Test CN Negatif Negatif Negatif Negatif PPRI No
85/1999 jo
PPRI No
18 /1999
US EPA SW-
846-9010
Physical dan
Color
Forming
Negatif Negatif Negatif Negatif PPRI No
85/1999 jo
PPRI No
18 /1999
Organoleptic
Corrosive
(pH≤2.5 atau
pH ≥12.5
10.0
(tidak
korosive)
9.3 (tidak
korosive)
10.7
(tidak
korosive
)
9.7 (tidak
korosive)
PPRI No
85/1999 jo
PPRI No
18 /1999
US EPA SW-
846-9045
Sumber: Hasil Uji Lab Sucofindo, 2013
Dari uji karakteristik diatas memperlihatkan bahwa limbah industri besi baja dan
logam dari PT. Krakatau Steel tidak termasuk limbah yang mudah meledak, mudah
terbakar, tidak bereaksi dengan air, tidak bereaksi dengan CN dan tidak korosif, namun
bereaksi positif terhadap H2S. Apabila limbah B3 tersebut akan dimanfaatkan lebih
lanjut maka harus dipastikan bahwa limbah tersebut dihindarkan dari kondisi
lingkungan asam atau dibawah pH<2. Selain itu, limbah tersebut jika bercampur
dengan air berpotensi menimbulkan menghasilkan gas, uap, atau asap berbahaya.
9.3.5. Uji Toksisitas
Limbah B3 beracun adalah Limbah yang memiliki karakteristik beracun
berdasarkan uji penentuan karakteristik beracun melalui TCLP, Uji Toksikologi LD50,
dan uji sub-kronis.
Nilai Uji Toksikologi LD50 dihasilkan dari uji toksikologi, yaitu penentuan sifat
akut limbah melalui uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara limbah
Annual Report 2014
147
dengan kematian hewan uji.Nilai Uji Toksikologi LD50 diperoleh dari analisis probit
terhadap hewan uji.
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 1 jika memiliki nilai sama
dengan atau lebih kecil dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih
kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada
hewan uji mencit.
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika memiliki nilai lebih besar
dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan
50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit dan
lebih kecil atau sama dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil
atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram) berat badan pada
hewan uji mencit.
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2 jika uji toksikologi sub-kronis
pada hewan uji mencit selama 90 (sembilan puluh) hari menunjukkan sifat racun sub-
kronis, berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi atau
biokonsentrasi, studi perilaku respon antarindividu hewan uji, dan/atau histopatologis.
9.3.6. Uji Kimia TCLP
Untuk menentukan suatu senyawa baik organik maupun anorganik, uji Toxicity
Characteristic Leachet Procedures (TCLP), dapat digunakan untuk menentukan suatu
bahan/limbah memiliki kandungan polutan baracun yang mobilitasnya tinggi bila
bercampur dengan air. Jika limbah/bahan ini ditimbun diatas atau didalam tanah, maka
air hujan akan dengan mudah melarutkan (leach out) polutan racun tersebut .
Hasil Uji laboratorium (tabel 2), baik yang dilakukan oleh PT. Krakatau Steel
maupun BPPT melalui Laboratorium Sucofindo menunjukkan bahwa limbah dari PT.
Krakatau Steel Cilegon, Banten, masih jauh dibawah baku mutu yang diijinkan.
Annual Report 2014
148
Tabel 9.3. Hasil Uji TCLP Limbah B3 dari Produksi Besi/Baja
Annual Report 2014
149
Annual Report 2014
150
9.3.7. Kandungan Unsur dan Senyawa Dalam Limbah
Hasil uji kimia yang dilakukan oleh BPPT melalui Laboratorium Sucofindo
maupun oleh laboratorium di PT. Krakatau Steel diperlihatkan senyawa seperti pada
tabel berikut.
Tabel 9.4. Kandungan Kimia Limbah PT. Krakatau Steel
Kandungan Unit debu
EAF sludge Slag *)
Mill
Scale
Mil
Scale**) PS Ball
Ferro
Oxide
Fe2+ % 12.93
Fe Total % 47.78 58.4 36.06 74.24 60.9 20.83 68.6
Fe Metal % 2.45 0.2 <0.10
FeO % 3.35
Fe2O3 % 83.43 52.02 87.08 26.06 98.08
SiO % 3.38 3.8 0.25 4.14 12.69 0.39
CaO % 8.68 2.66 0.97 40.3 0.32
MgO % 9.47 0.256 td <0.01 7.95 0.19
Al2O3 % 4.1 0.9 0.99 2.2
TiO2 % 0.24 0.02 0.02
V2O5 % 0.12
Na2O % <0.01 <0.10 0.02
Cr2O3 % 0.08 0.24 0.1
MnO % 2.17
MnO2 % 0.13
K2O % 0.57 <0.01
V2O5 % 0.14 0.01
P % 0.106 0.01 0.03 0.01
S % 1.08 0.01 0.03 0.04
Zn % 0.085
C %
Cu % 0.01
Mn % 0.22
H2O % 1 0.02
Annual Report 2014
151
Kandungan Unit debu
EAF sludge Slag *)
Mill
Scale
Mil
Scale**) PS Ball
Ferro
Oxide
Bulk Density 2.64
LOI td <0.01
Kekerasan 739.8
Diameter 0.1- 0.2- 4.5
Massa Jenis 2.3
Permeabilitas Air 530
Kekuatan Tekan 323
Moisture content (MC) % AR 0.54
Sumber: PT. Krakatau Steel
Sedang hasil analisa laboratorium yang di analisa oleh laboratorium Sucofindo
mendapatkan data sebagai berikut.
Tabel 9.5. Kandungan Bahan Kimia Limbah Slag
Kandungan Cas # Unit
Retained
Mesh 200
(8.15 %)
Passing
Mesh
200 Composite Metode
-91.85%
Iron (Fe) % 5.47 30.58 36.06 ICP
Iron oxide 1309-37-1
Alumunium (Al) 7429-90-5 % 0.2 2.89 3.09 ICP
Calcium (Ca) 7440-70-2 % 1.64 21.75 23.39 ICP
Magnesium (Mg) % 0.28 3.19 3.46 ICP
Manganese (Mn) 7439-96-5 % 0.08 1 1.08 ICP
Chromium (Cr) 7440-47-3 % 0.03 0.4 0.43 ICP
Sodium (Na) % <0.01 <0.01 <0.01 ICP
Potassium (K) 9-7-7440 % <0.01 <0.01 <0.01 ICP
Silicon (Si) % 0.38 1.61 1.98 ICP
Titanium (Ti) % 0.02 0.17 0.2 ICP
Cobalt (Co) % <0.01 <0.01 <0.01 Gravimetric
Annual Report 2014
152
Nickel (Ni) 7440-02-0 % <0.01 0.01 0.01 ICP
Phosphorus (P) % 0.02 0.21 0.23 ICP
Vanadium (V) % 0.02 0.24 0.26 ICP
Sulfur (S) 7704-34-9 % <0.01 0.03 0.03 Combustion
Arsenic 7440-38-2 %
Zinc oxide 1314-13-2
Copper 7440-50-8
Tungsten 7440-33-7
Lead 7439-92-1
Titanium dioxide 13463-67-7
Cadmium oxide 1306-19-0
Sumber: data primer
Sedang untuk limbah Mill Scale kandungan bahan kimianya adalah sebagai berikut:
Tabel 9.6. Kandungan Kimia Mill Scale
Kandungan Unit Mill Scale MIL
SCALE**) Metode
Fe Total % 74.24 60.90 ICP
Fe Metal % 0.2 ICP
Fe2O3 % 52.02 87.08 ICP
SiO % 0.25 4.14 ICP
CaO % 0.97 6.28 ICP
MgO % td <0.01 ICP
Al2O3 % 0.99 ICP
TiO2 % 0.02 ICP
K2O %
0.57 ICP
Na2O % <0.01 ICP
Cr2O3 % 0.24 ICP
MnO2 %
0.13 ICP
K2O % 0.57 ICP
V2O5 % 0.14 ICP
Annual Report 2014
153
Kandungan Unit Mill Scale MIL
SCALE**) Metode
P % 0.01 0.03 ICP
S % 0.01 0.03 COMBUSTION
H2O % 0.02 ICP
Bulk Density 2.64 ICP
LOI td <0.01 GRAVIMETRI
Moisture content (MC) % AR
0.54 ICP
AR= as Receive Basis
Sumber: data primer
Dari data tersebut diatas terlihat bahwalimbah mill scale masih banyak
kandungan logam dan oksida sehingga limbah berpotensi dapat dimanfaatkan oleh
industri lain.
9.4. Pengelolaan Limbah B3 Besi Baja Berdasarkan Peraturan yang
Berlaku
Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014, beberapa limbah dari industri besi baja
termasuk dalam limbah khusus.
Kategori Limbah:
Kategori 1 : Limbah B3 yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan
dapat dipastikan akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Kategori 2 : Limbah B3 yang mengandung B3, memiliki efek tunda (delayed effect), dan
berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup serta memiliki
toksisitas sub-kronis atau kronis.
Tabel 9.7. Limbah B3 yang statusnya menjadi limbah khusus sesuai
PP No. 101 Tahun 2014
Kode
Limbah Jenis limbah Sumber Limbah
Kategori
Bahaya
B402
Slag baja, fine
sponge
Peleburan bijih/logam besi
baja berteknologi electric arc
furnace
2
Annual Report 2014
154
B405
Konsentrat besi Peleburan bijih/logam besi
baja berteknologi EAF
2
B406
Mill scale Peleburan bijih/logam besi
baja berteknologi EAF
2
B407
Debu EAF Peleburan bijih/logam besi
baja berteknologi EAF
2
B408
PS Ball Peleburan bijih/logam besi
baja berteknologi EAF
2
Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Tabel 9.8. Daftar Limbah B3 dari Industri Besi Baja yang tidak Spesifik
No Kode Limbah Nama Limbah Kategori
1. A102d Aki/baterai bekas 1
2. B107d Limbah elektronik termasuk cathode ray
tube (CRT), lampu TL, printed circuit board
(PCB), karet kawat (wire rubber)
2
3. B109d
Filter bekas dari fasilitas pengendalian
pencemaran udara
2
4. B110d
Kain majun bekas (used rags) dan yang
sejenis
2
Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Tabel 9.9. Daftar Limbah B3 dari Sumber Spesifik Umum
Kode
Industri/
Kegiatan
Jenis
Industri/
Kegiatan
Sumber Limbah Kode
Limbah Uraian Limbah
Kategori
Bahaya
09
Peleburan
besi dan baja
Proses peleburan besi
dan baja
1. Proses casting besi
dan baja
2. Proses rolling,
drawing, sheeting
A309-1
Fluxing agent
bekas
1
A309-2
Limbah amonia,
fenol, sianida &
hidrogen sulfida
1
A309-3 Spent pickle 1
Annual Report 2014
155
Kode
Industri/
Kegiatan
Jenis
Industri/
Kegiatan
Sumber Limbah Kode
Limbah Uraian Limbah
Kategori
Bahaya
3. Manufakturing Coke
4. IPAL yang mengolah
efluen dari coke oven
atau blast furnace
liquor
A309-4
Sludge spent
pickle liquor
1
A309-5
Sludge amonia
still lime
1
A309-6
Residu dari
proses produksi
kokas (tar)
1
A309-7
Sludge ammonia
still lime
1
B309-1
Dross dari
peleburan
2
B309-2
Debu dari
fasilitas
pengendalian
pencemaran
udara
2
B309-3
Pasir foundry
(sand foundry) &
debu cupola
2
B309-4
Emulsi minyak
dari fasilitas
pendingin
2
B309-5
Sludge IPAL
yang mengolah
efluen dari coke
oven atau blast
furnace.
2
Sumber: PP No.101 Tahun 2014
Annual Report 2014
156
9.5. Pemanfaatan Limbah B3 Saat ini
Limbah yang dihasilkan oleh pabrik besi baja PT. Krakatau Steel mengandung
beberapa unsur dan senyawa bahan kimia yang masih dapat dimanfaatkan, baik oleh
PT. Krakatau steel sendiri maupun oleh pabrik lain, misal debu EAF mempunyai
kandungan Zn yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan menjadi Zinc Oksida melalui
proses thermal dengan temperature di atas 1300 oC. Berikut pemanfaat limbah B3 dari
pabrik besi baja saat ini.
Tabel 9.10. Pemanfaatan Limbah B3 di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.
No Nama Limbah Sumber Perlakuan
1. Mill Scale Hot Strip Mill (HSM) a. Dimanfaatkan untuk industri
magnet domestik
b. Diekspor ke cina
2. Steel Slag Slab Steel Plant (SSP)
dan Billet Steel Plant
(BSP)
a. Diolah menjadi produk PS
Ball
b. Dimanfaatkan untuk roadbase
c. Dimanfaatkan pihak ketiga
3. Debu EAF dan
Sludge
Slab Steel Plant (SSP)
Billet Steel Plant (BSP)
dan Water Treatment
Plant (WTP) yang ada
pada masing-masing
pabrik
Dimanfaatkan oleh industri
semen
4. Oli dan pelumas
bekas
Setiap pabrik yang
menggunakan pelumas
Diserahkan pada pihak ketiga
berizin
5. Waste Pickle
Liquor (WPL)
Cold Rolling Mill (CRM) Diserahkan ke pemanfaat yang
berizin
6. Resin Catalyst dan
karbon aktif
Direct Reduction Plant
(DRP)
Diserahkan ke pemanfaat yang
berizin
Sumber : PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk
Annual Report 2014
157
9.6. Teknologi Pengolahan Limbah B3
Tujuan dari pengolahan limbah B3 adalah untuk mengurangi bahaya dari limbah
terhadap manusia dan lingkungan. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah limbah
menjadi material yang tidak berbahaya atau ramah lingkungan melalui proses kimia,
fisika, biologis dan termal.
Teknologi pengolahan Limbah B3secara umum dapat dibagi empat macam,
meliputi proses fisika/fisikokimia, proses kimia, proses biologi, dan proses termal.
Secara umum skema teknologi pengolahan limbah B3 terhadap jenis limbah B3 yang
berbeda-beda dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pemilihan teknologi pengolahan
limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 tersebut.
Gambar 9.10. Skema Pengolahan dan Disposal Limbah B3
Annual Report 2014
158
Upaya pengelolaan limbah B3 di industri besi dan baja dapat dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut:
1. Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam
proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses,
maupun upaya reduksi lainnya.
2. Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang
menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-
05/Bapedal/09/1995.
3. Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang
berlaku acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995.
4. Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep--
01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan tentang karakteristik
limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan kecelakaan,
maupun lokasi.
5. Kegiatan pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan
ketentuan teknis pengangkutan.
6. Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle),
perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3 yang
dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya.
7. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi,
solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih
atau ramah lingkungan.
8. Pengangkutan Limbah B3 dilakukan dengan alat angkut yang bersifat tertutup,
untuk menghindari pencemaran lingkungan.
9. Kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999.
Berikut ini contoh desain bangunan untuk penimbunan sementara dan
penimbunan akhir limbah B3.
Annual Report 2014
159
Sumber: United States Environmental Protection Agency, 2005
Gambar 9.9. Penampang Melintang Standar Desain Tumpukan Limbah (waste
pile)
Sumber: United States Environmental Protection Agency, 2005
Gambar 9.10. Penampang Melintang Standar Desain Waste impoundment
Annual Report 2014
160
Sumber: United States Environmental Protection Agency, 2005
Gambar 9.11. Desain Standar Pembuangan Akhir (landfill)
Annual Report 2014
161
9.7. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014, beberapa limbah B3 yang dihasilkan dari
industry besi baja termasuk dalam limbah khusus, dimana limbah tersebut didorong
untuk dimanfaatkan lebih lanjut menjadi limbah yang lebih bermanfaat namun dengan
tetap memperhatikan pencemaran terhadap lingkungan dan kesehatan keselamatan
manusia dan makhluk hidup lain.
Berdasarkan hasil analisis uji laboratorium, limbah-limbah B3 yang masuk dalam
kategori tersebut positif mempunyai sifat reaktif pada saat uji sulfida, yaitu slag, PS Ball,
Fines Sponeg iron dan mill scale. Limbah-limbah tersebut selama ini dapat
dimanfaatkan menjadi produk lain. Oleh karena itu, agar limbah-limbah B3 tersebut
tidak mencemari lingkungan dan membahayakan terhadap kesehatan, maka beberapa
hal berikut yang harus diperhatikan:
1. Limbah tersebut dipastikan dijauhkan dari kondisi asam/basa dan kontak
dengan air
2. Limbah disimpan dalam bangunan pelindung yang kuat, tidak mencemari
lingkungan sekitarnya
3. Melakukan monitoring lingkungan di sekitar tempat penimbunan sementara
limbah B3 tersebut.
4. Memastikan produk hasil pemanfaatan limbah B3 tidak mencemari
lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup lain.
Annual Report 2014
162
Daftar Pustaka
1. United States, Environmental Protection Agency, 2005. Introduction to Land
Disposal Units (40 CFR Parts 264/265, Subparts K, L, M, N).
2. Manual Sistem Manajemen Krakatau Steel (SMKS) PT. Krakatau Steel
3. Hazardouswaste treatment technologies, G. Eduljee, Waste Management and
Minimisation - Volume 1. Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS).