bab iv suatu tinjauan terhadap kegiatan...
TRANSCRIPT
87
BAB IV
SUATU TINJAUAN TERHADAP KEGIATAN PEMBINAAN KARAKTER
DAN PERSEPSI TERHADAP PERKEMBANGANNYA
Pada bab ini akan dibahas analisis terhadap data penelitian yang diperoleh
di lapangan. Berdasarkan temuan hasil wawancara yang telah dipaparkan pada
bab sebelumnya analisis data bertujuan untuk menjawab tujuan penelitian. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui bagaimana persepsi pemimpin, dan orang tua
anak, tentang pengaruh pembinaan PPA terhadap pembentukan karakter anak.
Data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa pembinaan PPA berpengaruh
terhadap terbentuknya karakter anak, hal ini didasarkan pada pernyataan
koordinator PPA tentang persepsinya berkaitan dengan perubahan yang terjadi
pada anak-anak setelah dalam rentang waktu tertentu mendapat pembinaan di
PPA.
Berdasarkan hasil penelitian, PPA memiliki alat evaluasi yang digunakan
untuk mengevaluasi perkembangan anak. Walaupun sederhana namun dengan
evaluasi tersebut kita dapat mengetahui apa yang menjadi target dan pencapaian
yang dialami oleh setiap anak-anak binaan PPA. Berdasarkan pada indikator
instrumen evaluasi anak, menunjukan bahwa perhatian terhadap karakter ada,
walaupun tidak semua. Sebagai contoh bidang pengembangan kerohanian, yang
memiliki tujuan utama untuk menjadikan anak salah satunya adalah untuk
menjadikan alkitab sebagai landasan, hal ini menunjukan adanya perhatian
terhadap pebinaan karakter anak yang besumber pada injil. Namun tidak semua
hal yang menjadi target pembinaan terhadap anak dikerjakan.
88
4.1 Perubahan Karakter yang Dimiliki Anak Setelah Dibina PPA
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri anak di antaranya nampak
dalam sikap, performa anak, cara anak berpikir, cara mempertimbangkan
sesuatu, cara anak mengambil keputusan, kebiasaan anak, dan
bertambahnya pengetahuan.
1. Peningkatan Kesadaran Moral
Dampak pembinaan yang dilakukan PPA juga membawa anak-anak
kepada sesuatu yang amat kuat dipegang oleh anak-anak. Kerohanian
anak-anak mereka cukup baik, bila dibandingkan dengan anak-anak
lain yang tidak dibina PPA. Beberapa anak terlibat aktif dalam
pelayanan ibadah di gereja mereka1.
2. Peningkatan Perasaan Moral
Perasaan moral banyak dimiliki oleh anak-anak PPA, misal adanya
rasa bersalah, menyesal, gelisah, tidak nyaman yang dirasakan oleh
anak-anak ketika mereka melakukan kesalahan atau tidak melakukan
hal yang seharusnya mereka lakukan.2
Kerendahan hati merupakan kebaikan moral yang diabaikan
namun merupakan bagian yang esensial dari karakter yang baik. Sisi
kerendahan hati ini melindungi anak dari perbuatan negatif. Dari
pengalaman ketika diperhadapkan dengan sebuah pengalaman moral,
subjek belajar memiliki perasaan moral, namun tindakan moral untuk
tidak mengambil apa yang bukan menjadi miliknya belum dapat
dikekangnya.
1 wawancara: Sjn/pu, Sp/ol, Bs/ti, Stk/wa
2wawancara: Mo/mi, Wa/mi, Pu/mi, Ba/mi, Sa/mi, Po/mi, Ol/mi Re/mi
89
3. Pengambilan Keputusan Lebih Didasarkan Pada Tanggung Jawab
Perubahan pola pikir yang terjadi pada anak adalah cara pikir anak
terhadap dunia luar dan menyelesaikan persoalan.
Dalam mempertimbangkan dan mengambil keputusan terhadap
suatu masalah, lebih didasarkan pada tanggung jawab. Setiap tindakan
yang diberikan ke anak akan dijelaskan alasannya sehingga mampu
menimbulkan pengertian pada anak agar tidak boleh sembarangan dalam
bertindak.
Hal ini menunjukkan bahwa di PPA ada pembinaan mengenai
nilai-nilai moral yang baik sehingga ketika anak mengambil keputusan,
akan didasarkan pada nilai moral yang telah ditanamkan ke anak. Saat
anak mengambil keputusan juga didasarkan pada nilai moral yang telah
diberikan di PPA.
Mampu memikirkan langkah yang mungkin akan diambil
seseorang yang sedang menghadapi persoalan moral disebut sebagai
keterampilan pengambilan keputusan reflektif. Pedekatan pengambilan
keputusan dengan cara mengajukan pertanyaan “apa saja pilihanku?”, “apa
saja konsekuensinya” telah diajarkan bahkan sejak usia pra TK.3
Pertimbangan yang baik adalah bagian dari karakter yang baik.
Menolong anak kita menjadi pembuat keputusan yang bijaksana jauh
melampaui pembentukan hati nurani ( mengajarkan secara langsung apa
yang benar dan apa yang salah dan mengapa). Mengembangkan keahlian
si anak membuat keputusan berarti mengajarkan pada mereka pertanyaan-
3 Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter :Panduan lengkap mendidik siswa menjadi pintar dan
baik, ( Bandung : Nusa Media ) 2014,78.
90
pertanyaan atau “ujian-ujian” tertentu yang dapat mereka gunakan untuk
mengevaluasi setiap perilaku yang ada. Haruskah aku membiarkan orang
ini menjiplak PR-ku? Pergi ke pesta yang ku tahu tak disetujui orang tua
ku? Menceritakan sebagian saja dari apa yang benar-benar terjadi jika
mereka bertanya di mana aku pada waktu itu? Ikut serta menggosip
seorang anak di sekolah yang tidak disukai tamanku?
Di sini ada Sembilan ujian etis yang dapat kita ajarkan untuk
dilaksanakan anak-anak kita4:
a. Ujian Kaidah Emas (sifat timbale balik): Apakah aku
menginginkan orang lain melakukan hal ini kepadaku?
b. Ujian kejujuran: Adilkah bagi setiap orang yang mungkin
terpengaruh oleh apa yang saya katakan atau lakukan? Siapa yang
mungkin terpengaruh. Dan bagaimana?
c. Ujian bagaimana jika setiap orang melakukan ini: Apakah aku
akan menyukai jika setiap orang lain melakukan hal ini? Apakah
aku ingin menjalani kenis dunia yang begitu?
d. Ujian kebenaran: Apakah tindakan ini menggambarkan seluruh
kebenaran dan tidak ada selain kebenaran?
e. Ujian orang tua: Bagaimana perasaan orang tuaku nanti jika
mereka mendapati aku melakukan hal ini? Nasihat apa yang akan
mereka berikan jika aku memintanya seandainya aku harus
melakukan hal itu?
f. Ujian agama: Apakah hal ini akan bertentangan dengan agamaku?
4 Ibid
91
g. Ujian hati nurani: Apakah hal ini bertentangan dengan hati
nuraniku? Akankah saya merasa bersalah melakukannya?
h. Ujian konsekuensi: Mungkinkah hal ini membawa akibat buruk
seperti membahayakan hubungan atau hilangnya harga diri,
sekarang atau di masa depan? Mungkinkah saya akan menyesal
melakukan hal ini?
i. Ujian halaman-depan: Bagaimana perasaanku jika tindakanku
diberitakan di halaman depan Koran kotaku?
Tentu saja anak-anak tidak menerapkan semua ujian ini kepada
setiap keputusan moral yang mereka buat. Tetapi meskipun mereka
menerapkan sebagian darinya, mereka akan membuat keputusan yang
lebih baik dari pada jika mereka bertindak berdasarkan dorongan hati
belaka atau tanpa pertimbangan yang dipikirkan masak-masak. Bahkan
mengajukan salah satu dari pertanyaan-pertanyaan di atas tentang akibat-
akibat, misalnya dapat menghalangi perilaku yang akan membahayakan
dirinya sendiri dan orang lain.
Selain sembilan tes etis itu, masih ada suatu proses pemecahan
masalah yang dapat kita ajarkan untuk digunakan anak-anak kita ketika
mereka berhadapan dengan dilemma moral di mana rangkaian tindakan
belum terlihat dengan jelas. Misalnya, beberapa anak di sekolah sedang
mengusik anak-anak lain, tetapi Anda tahu bahwa jika Anda
memberitahukan pada orang dewasa, masalahnya mungkin menjadi lebih
buruk bagi sang anak dan mungkin akan berbalik kepada Anda. Atau Anda
telah diterima ke dalam kumpulan yang populer di sekolah, tetapi mereka
tidak menyukai gadis yang merupakan teman terbaik anda dan hal itu
92
membuat terlihat dengan jelas bahwa anda harus memilih di antara
kumpulan itu dengan si gadis. Dengan hal-hal ini atau segala tantangan
moral lainnya yang sulit, langkah-langkah berikut dapat membimbing
dalam membuat keputusan5:
a. Mempertimbangkan berbagai alternatif: Cara-cara berbeda apa
yang bisa saya coba untuk memecahkan masalah ini?
b. Menimbang konsekuensi-konsekuensi: Hasil-hasil yang baik dan
buruk apa yang mungkin terjadi dari alternatif-alternatif berbeda
bagi orang yang terpengaruh, termasuk diri sendiri.
c. Mengenali nilai-nilai: Nilai-nilai moral apa yang terlibat? Mana
yang paling penting?
d. Mencari nasihat: Orang seperti apa, misalnya orang tua, guru, atau
saudara kandung yang lebih tua, yang dapat kumintai bantuan
dalam memutuskan apa yang kulakukan dalam situasi ini?
e. Membuat suatu keputusan: Rangkaian tindakan apa yang terbaik
yang menghargai nilai-nilai penting dan mencapai kebaikan
terbesar dan paling sedikit membahayakan orang-orang yang
terkena dampaknya?
Mencari nasihat sangat penting ditekankan pada anak kita. Mereka
harus tahu bahwa orang-orang dewasa pun, jika mereka bijaksana, tidak
membuat keputusan penting khususnya tentang masalah yang berat tanpa
mencari berbagai nasihat setidaknya dari satu orang yang
pertimbangannya mereka hargai.
5 Ibid
93
Akhirnya, pendidik harus mengajarkan kepada anak-anak bahwa
keputusan penting memerlukan pikiran yang terang dan keadaan
emosional yang tenang. Keputusan jangan dibuat saat kita lelah, stress,
marah, atau bingung dalam bentuk apa pun. Dan keputusan jangan dibuat
secara terburu-buru, kita hampir tak pernah menyesal mengambil waktu
yang le bih banyak untuk membuat keputusan yang penting. Kita mungkin
sangat menyesal jika tidak mengambil waktu yang cukup banyak.6
4. Penerimaan Terhadap Diri Sendiri
Rasa minder yang banyak dialami oleh anak-anak, khususnya bila
berhadapan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan
ekonomi. Perasaan minder memang mengganggu, tetapi mereka dapat
menyikapi dan mengatasi dengan cara yang kreatif. Sikap ini nampak
dalam perasaan moral/rendah hati mau menerima apa adanya
Ketabahan merupakan salah satu gambaran terhadap penerimaan
diri. Ketabahan merupakan salah satu nilai kebajikan pokok yang
dapat mendasari adanya perbuatan baik. ketabahan memungkinkan
kita melakukan yang benar dalam menghadapi kesukaran7. Nilai
ketabahan yang nampak dalam diri anak binaan nampak ketika mereka
dihadapkan dengan situasi lingkungan pergaulan mereka, yang sering
membuat mereka minder.
Ketabahan, seperti diamati pendidik James Stenson, adalah batin
yang memampukan kita mengatasi atau menahan kesukaran,
kekalahan, kesusahan, dan derita. keberanian kegembiraan, kesabaran
6 Ibid, 58.
7 Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012),10.
94
kegigihan, daya tahan dan percaya diri yang sehat, semua ini adalah
aspek-aspek dari ketabahan.8 Kekuatan dari nilai ketabahan ini
nampak dari sikap anak-anak ketika mereka dihadapkan dengan
keadaan yang kurang menguntungkan, namun mereka tetap bertahan,
dan dalam kepercayaan diri mereka menemukan banyak solusi atas
persoalan yang mereka hadapi.
5. Tumbuhnya Rasa Mencintai Hal Yang Baik
Memiliki moralitas keinginan, bukan hanya moral tugas.
Kemampuan ini merupakan bagian dari potensi moral orang biasa,
bahkan anak-anak. Potensi-potensi tersebut dikembangkan, melalui
program-program, seperti pendampingan orang, teman sebaya dan
pelayanan masyarakat, pada sekolah di seluruh negara. Hal ini pula
yang sedang dilakukan PPA dalam rangka melakukan pembinaan
terhadap anak-anak. Program Pear conselor merupakan salah satu
program yang mencoba memberikan fasilitas pembimbingan kepada
anak-anak binaan secara intensif dengan melibatkan teman-teman
sebaya sebagai pendamping yang terlatih.
6. Etika
Etika berhubungan dengan sikap. Berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil peneneltian menunjukkan bahwa anak
mengalami perubahan sikap. Menurut G.W. Allport, sikap adalah
keadaan mental dan taraf dari kesiapan, yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik dan terarah
terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang
8 Ibid.
95
berkaitan dengannya. L. I. Thurstone menyatakan sikap sebagai
tingkat kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
berhubungan dengan objek psikologi (simbol, kata-kata, slogan,
orang, lembaga, ide, dan sebagainya). Zimbardo dan Ebessen
menyatakan sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah
terpengaruh) terhadap seseorang, ide/objek yang berisi komponen-
komponen kognitif, afektif, dan behavior. Menurut D Krech and
Rs. Crutchfield, sikap adalah organisasi yang tetap dari proses
persepsi, emosi, dan motivasi atau pengamatan atas suatu aspek
dari kehidupan individu.9
Perubahan sikap anak PPA nampak dalam hubungan
mereka dengan teman, orang tua, dan hubungan dengan orang lain
di lingkungannya. Sikap anak juga nampak dalam tindakan mereka
saat dihadapkan dengan suatu situasi tertentu.
Menurut Gerungan perubahan sikap seseorang dipengaruhi
oleh faktor intern (daya pilih seseorang untuk menerima dan
mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar) dan faktor
ekstern (interaksi sosial di luar kelompok; contoh: interaksi antara
manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya
melalui alat-alat komunikasi, seperti surat kabar, radio, tv, majalah,
dsb)10
Perubahan sikap ini juga dirasakan oleh anak walaupun
perubahan tersebut tidak direncanakan. Hal tersebut tampak dalam
pemahaman mereka terhadap karakter. Hampir semua anak tidak
9Ginintasasi, Rinin. Sikap ( http://file.upi.edu, No Date)
10 Ibid
96
memiliki pemahaman yang baik tentang karakter. Namun tanpa
mereka sadari, mereka sering melakukan nilai-nilai moral seperti
kejujuran, toleransi, tanggung jawab, keadilan, menghargai orang
lain dan mandiri yang mana nilai-nilai tersebut dapat
diklasifikasikan dala komponen karakter yang baik (the good)
menurut Thomas Lickona.
Perubahan sikap anak merupakan dampak dari pembinaan
yang dilakukan PPA terhadap anak. Perubahan sikap didominasi
oleh adanya perubahan anak dalam inisiatif mengambil tindakan
saat dihadapkan dalam sebuah situasi.
Kontributor terbesar dalam terwujudnya perubahan sikap
anak adalah kegiatan pembinaan PPA dalam bidang sosio-emosi
dan fisik. Pembinaan sosio-emosi yang dilakukan mentor dengan
cara memberikan kegiatan yang membentuk anak secara khusus
agar mereka mampu bersosialisasi dengan orang lain, kemudian
mendidik anak supaya mereka memiliki tenggang rasa, bisa
menghindari perbuatan-perbuatan yang kurang baik, bisa
mengutamakan hal-hal yang baik, dan kegiatan-kegiatan tentang
melatih anak bagaimana anak bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri, kemudian saat mereka tambah besar mereka bisa menjadi
pribadi yang mandiri. Pembinaan aspek sosio-emosi juga
melibatkan praktik lapangan kepada anak.
Etika yang muncul juga bertalian erat dengan pengendalian diri.
Pengendalian diri yang mulai bertumbuh dikalangan anak seiring
berjalannya waktu mereka dapatkan dari nilai-nilai positif yang
97
ditanamkan di PPA. Kendali diri berkaitan dengan menahan diri agar
tidak memanjakan diri sendiri, nampak dari kemandirian yang
diperlihatkan yaitu dengan tidak menyerah pada keadaan dan
keterbatasan yang mereka miliki tetapi berusaha mencari alternatif lain
untuk pemenuhan kebutuhan tersebut dengan cara yang benar.
Etika yang terbentuk, terlihat dari ..
7. Kemandirian
Nilai kemandirian cukup mendominasi tampilan perubahan pada diri
anak binaan PPA. Kemandirian yang muncul pada anak-anak
didominasi oleh kemandirian secara ekonomi, walaupun belum
sepenuhnya mandiri. Kemandirian tersebut nampak dari kemampuan
anak-anak untuk memanfaatkan ketrampilan mereka untuk
mendapatkan uang. Menjual hasil karya mereka merupakan salah satu
cara yang paling umum dilakukan anak-anak PPA dan beberapa anak
PPA menggunakan kemampuan yang mereka miliki untuk
memperoleh uang (lihat lampiran).
Bisa menabung, menghargai orang lain, melakukan hal yang
positif, bisa bekerja sama dengan teman-teman, mandiri, misalnya saya
bisa mencoba bisnis kecil-kecilan.
8. Berkembangnya potensi
Berkembangnya potensi anak binaan terlihat pada:
a. Prestasi nilai
b. Keaktifan/keberanian berpendapat
c. Bertambahnya pengetahuan/wawasan
98
Penelitian ini menemukan bahwa dengan adanya
pengetahuan mengenai nilai-nilai moral maka karakter baik dapat
dibentuk. Dengan mengikuti nilai-nilai moral yang berlaku,
karakter seseorang dianggap memenuhi suatu komponen karakter
yang baik. Jika seseorang tidak mengetahui nilai-nilai moral, maka
pembentukan karakter baik tidak dapat berjalan. Peranan
pendidikan moral sangat penting di sini. Pendidikan moral
sebetulnya adalah “menerjemaahkan” membantu anak-anak dan
remaja menerjemahkan nilai-nilai abstrak yang terkandung dalam
sikap hormat dan bertanggung jawab ke dalam prilaku moral
konkret dalam hubungan pribadi mereka.11
Dengan adanya pengetahuan mengenai nilai moral, maka
pembimbing atau pendidik hanya perlu membantu menerjemahkan
nilai abstrak tersebut. Mengetahui sebuah nilai moral berarti
memahami bagaimana menerapkannya dalam berbagai situasi. Apa
artinya tanggung jawab ketika Anda melihat seseorang merusak
barang milik sekolah atau mengambil sesuatu yang bukan milik
mereka?12
Narasumber mendapat pengetahuan mengenai nilai moral
dari para mentor yang mendidik sejak kecil. Di dalam kurikulum
PPA memang tidak dicantumkan materi pendidikan karakter secara
eksplisit, namun nilai-nilai moral yang mengindikasikan karakter
yang baik tercantum dan diajarkan kepada anak-anak di PPA. Hal
ini nampak dari pernyataan para narasumber yang menyatakan
11
Lickona, Thomas. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan
Baik. (Bandung: Nusa Media, 2014). 77. 12
Ibid
99
bahwa nilai-nilai moral paling banyak mereka dapat di PPA.
Pernyataan mentor pun demikian, mereka mengajarkan kepada
anak untuk berbuat hal-hal baik dari kecil.
4.2 Nilai-Nilai Yang Ditanamkan
Nilai-nilai moral yang mengindikasikan karakter yang baik juga diajarkan
di PPA. Menurut koordinator PPA, yang diajarkan adalah nilai
bersosialisasi dengan orang lain, tenggang rasa, tanggung jawab, mandiri.
Menurut responden, nilai-nilai yang sering mereka lakukan adalah,
toleransi, kemandirian, memberi, menolong, sopan, tanggung jawab,
kejujuran, keadilan, menghargai orang lain, dan disiplin. Sementara
kerendahan hati kurang diterapkan.
4.3 Cara Penanaman Nilai Yang Dilakukan PPA
1. Lewat Pembiasaan
Pelaksanaan tindakan moral memperoleh manfaat dari kebiasaan.
Dalam banyak situasi, kebiasaan merupakan faktor pembentuk
perilaku moral. William Bennett mengatakan bahwa “orang-orang
yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan sungguh-sungguh,
loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa banyak tergoda oleh hal-hal
sebaliknya.” Mereka bahkan sering kali menentukan “ pilihan yang
bernar” secara tidak sadar. Mereka melakukan hal yang benar karena
kebiasaan.13
13
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter :Panduan lengkap mendidik siswa menjadi pintar dan
baik, ( Bandung : Nusa Media ) 2014, 86.
100
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, terdapat gambaran
adanya kebiasaan yang muncul dalam diri anak-anak. Hampir semua anak
menyatakan bahwa nilai-nilai kebaikan mereka lakukan kapan saja dan
dimana saja. Hal ini menunjukan bahwa telah tumbuh “kebiasaan” dalam
diri anak-anak untuk melakukan nilai-nilai kebaikan.
Beberapa anak menentukan pilihan mereka dengan benar, tanpa
sadar telah melakukannya, dan hal ini diperjelas lagi dengan tidak adanya
alasan yang jelas yang mendasari aktivitas kebaikan mereka. Hal ini
nampak dari pernyataan narasumber de,pu,wa,bu,mo,sa, “ mereka merasa
tidak tenang saat mereka melakukan kesalahan, dan perasaan tenang
tersebut muncul karena adanya ketidak sesuaian antara nilai yang baik
yang diikuti oleh keinginan melakukannya dan bertentangan dengan apa
yang terjadi.
Perasaan tidak tenang tersebut dapat juga disebut sebagai wujud
kecemasan. Dalam diri anak-anak terjadi mekanisme penyangkalan,
menurut Gerald Corey pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup
mata” terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak
sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan14
.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasa tidak tenang, dan
kecemasan yang dirasakan oleh anak-anak ketika mereka tidak melakukan
sesuatu yang baik, merupakan dampak dari bentuk penolakan terhadap
kenyataan dari kebiasaan anak tersebut untuk berbuat baik.
14
Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : Eresco), 1997, 18.
101
2. Kegiatan-Kegiatan Yang Dirancang
Berdasarkan data yang deperoleh dari penelitian di lapangan,
menunjukan bahwa perubahan yang terjadi pada karakter anak PPA, salah
satunya adalah bersumber dari pembinaan yang dilakukan oleh pihak PPA
kepada anak-anak.
2.1. Kegiatan Pembinaan Sosio-emosi
Dalam penelitian ini didapat gambaran bagaimana anak-anak
dalam proses pembinaan yang dilakukan oleh PPA, dilibatkan dalam suatu
komunitas kelas bersama15
. Melibatkan dan menempatkan anak pada
sebuah komunitas sosial yang kompleks ternyata dapat membentuk
karakter mereka. Keberadaan mereka dalam komunitas sosial tersebut
menjadi ajang mempraktikan setiap nilai-nilai yang pernah mereka
dapatkan dari kegiatan pembinaan lainnya (lihat lampiran).
Seperti Simmel, Coser mengakui bahwa semua hubungan sosial
pasti memiliki tingkat antagonisme tertentu, ketegangan, atau perasaan-
perasaan negatif. Tidak terelakkannya ketegangan dan perasaan-perasaan
negatif merupakan hasil dari keinginan individu untuk meningkatkan
kesejahteraannya, kekuasaan, prestise, dukungan sosial, atau penghargaan-
penghargaan lainnya16
. Karena banyak dari penghargaan-penghargaan
yang dikejar itu adalah langka, suatu tingkat kompetisi tertentu tidak dapat
dielakkan. Juga untuk penghargaan seperti dukungan sosial yang tidak
sama jenis kelangkaannya dengan penghargaan materiil, masih akan ada
keinginan kompetitif untuk memperbaiki posisi seseorang dibandingkan
dengan yang lainnya, pun dalam suatu kelompok-dalam yang sangat
15
Hasil wawancara Ru/mo 16
Paul Johnson, Doyle, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta;Gramedia) 1990, 199
102
kompak. Tambahan pula, ketegangan yang pasti ada dalam semua
hubungan sosial hanyalah karena individu-individu berbeda satu sama lain
dalam kebutuhannya, tujuan pribadi, keterampilan, kemampuan, dan
seterusnya. 17
Dengan demikian keterlibatan anak dalam sebuah komunitas sosial
akan melatih mereka menemukan jawaban atau keputusan dalam bertindak
sebagai anggota kelompok sosial tersebut. Pembinaa dalam kelas dengan
agenda pendiskusian norma, nilai, yang berlaku dalam masyarakat, secara
tidak langsung menjadi media pengenalan nilai-nilai moral kepada anak
PPA (lihat lampiran). Hal ini sesuai dengan pernyataan Simmel yang
menyatakan bahwa konflik salah satu bentuk interaksi sosial yang dasar
dan bahwa proses konflik dihubungkan dengan bentuk-bentuk alternatif
seperti kerjasama, dalam berbagai cara yang tak terhitung jumlahnya dan
bersifat kompleks.18
Pembinaan dengan metode pendiskusian suatu masalah, membuat
anak-anak berpikir kembali dan mencoba memunculkan kemungkinan-
kemungkinan yang mungkin dapat terjadi selama proses pengambilan
keputusan moral. Dalam hal ini konflik yang dimunculkan adalah konflik
pemikiran-pemikiran tentang hal yang baik dan yang tidak baik.
Mendiskusikan fenomena faktual yang terjadi disekitar mereka
memberi kontribusi positif bagi anak-anak PPA dalam proses pengambilan
keputusan ketika mereka dihadapkan dengan pilihan moral. Dari diskusi
tersebut anak akan menemukan langkah-langkah berpikir dalam rangka
mempertimbangkan keputusan tindakan yang akan diambil.
17
Ibid 18
Ibid 195
103
Kunjungan ke salah satu objek layanan sosial masyarakat menjadi
sarana pembuka wawasan anak dalam mempertimbangkan pelaksanaan
nila-nilai kebaikan. Seperti halnya yang dilakukan oleh PPA dengan
mengajak anak mengunjungi lembaga sosial seperti panti asuhan, panti
jompo, pusat rehabilitasi. Von Glasersfeld dalam kutipan Sardiman
menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah tiruan dari kenyataan.
Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. tetapi
pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif
kenyataan melalui kegiatan seseorang.19
Dalam kunjungan tersebut anak
akan menemukan suatu gambaran tentang situasi atau keadaan, yang dapat
digunakan sebagai alasan proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat
membantu anak dalam mempertimbangkan pilihan-pilihan tindakan
mereka.
2.2 Pembinaan Fisik
Pembinaan terhadap aspek fisik anak PPA, cukup mendominasi
pembentukan karakter anak, khususnya anak-anak pria. Kegiatan olah raga
seperti futsal, sepak bola, gerak jalan, memberikan pengaruh yang besar
terhadap karakter mereka. Nilai-nilai seperti sportivitas, kepemimpinan,
inisiatif, kepercayaan diri, kerjasama anak muncul dalam kegiatan ini
(lihat lampiran).
Anak akan melakukan atau menerapkan nilai kedisplinan dalam
diri mereka sendiri ketika mereka merasa ada manfaat langsung yang
dapat mereka peroleh dari pandangannya diwaktu yang genting atau
mendesak. Gambaran situasi tersebut nampak dalam pernyataan mentor
19
Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta; Rajagrafindo 2008), 37.
104
“anak akan disiplin mengatur pola makan mereka ketika mereka sudah
bermasalah dengan berat badan mereka”, “anak akan rajin menggosok gigi
dan membersihkan mulut, karena tidak ingin merasakan kembali rasanya
sakit gigi yang pernah mereka alami”
Menciptakan kebermaknaan yang didasarkan pada kebutuhan anak,
dapat membantu membentuk karakter mereka. Hal ini sesuai dengan teori
konstruktivisme menurut Paul Suparno yang menyatakan bahwa belajar
berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh seseorang dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Belajar bukanlah kegiatan
mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan, pemikiran dengan
membuat pemikiran yang baru. 20
2.3. Pembinaan Kerohanian
Bentuk-bentuk pembinaan kerohanian anak seperti ibadah padang,
retreat, pembinaan kerohanian dalam kelas terbukti menjadi salah satu cara
yang efektif dalam membentuk karakter anak-anak PPA (lihat lampiran).
Tetapi bagi sebagian besar orang, agama memberikan makna
kehidupan yang lebih tinggi dan alasan terahir untuk menjalani kehidupan
yang bermoral: Tuhan mengharapkannya21
. Religion is the key to any
culture. A people finds its meaning in being part of larger context, owes its
legitimacy to being part of an overall design, measures its wisdom and
mores against some ultimate yardstick, explains its purposes in term of the
laws of nature, the movement of history, or the will of the gods.22
20
Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta;Rajagrafindo, 2008) 38 21
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul : Kreasi Wacana, 2012), 71. 22
Marstin, Ronald. Beyond our tribal gods, (New York: Orbis Books, 1979), 73.
105
Apa yang dilakukan oleh anak-anak PPA selama ini menunjukan
bahwa nilai-nilai kebaikan yang mereka lakukan merupakan refleksi dari
apa yang mereka dapatkan dalam pembinaan kerohanian di PPA.
2.4. Pembinaan Kognitif
Dari hasil penelitian di temukan anak-anak PPA telah mengalami
kedewasaan kehidupan sosial mereka. Hal ini nampak dalam sikap saling
menghargai, saling tenggang rasa, saling tolong menolong, yang dimiliki
anak-anak tersebut membuat mereka termasuk dalam kategori memiliki
kedewasaan secara sosial. Kedewasaan seseorang juga ditandai dengan
perkembangan rasa tanggung jawab. Apabila sifat atau ciri-ciri tersebut
sudah dimiliki dan diterapkan secara baik tanpa merugikan orang lain,
boleh dikatakan orang itu sudah memiliki rasa tanggung jawab. 23
Rasa tanggung jawab yang dimiliki anak dipakai sebagai alasan
dalam pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu, haruslah
tanggung jawab yang susila. Kriteria kedewasaan seseorang yang dilihat
dari dimensi kematangan rasa tanggung jawab, haruslah tanggung jawab
yang susila. 24
Selama ini kegiatan pembinaan anak yang dilakukan dalam rangka
pembentukan karakter anak dalam hal tanggung jawab diarahkan kepada
rasa tanggung jawab yang susila. Dalam hal ini rasa tanggung jawab
tersebut didasarkan pada pertimbangan norma susila dalam masyarakat.
Ikatan-ikatan antara anak dan pembina PPA dan teladan karakter
menurut Gloria Shields, dalam tulisan Lickona dalam bukunya pendidikan
23
Ibid 131 24
Ibid 132
106
karakter dikemukakan bahwa dalam proses pembentukan karakter perlu
diperhatikan bagaimana hubungan antara anak-anak dan guru, diantaranya:
a. Ajarkan pentingnya hubungan
b. Gunakan kekuatan jabat tangan
c. Kenali murid sebagai individu
d. Gunakan ikatan untuk memperbaiki perilaku
e. Gunakan kekuatan contoh
f. Gunakan inventarisasi-sendiri untuk berfokus pada peneladanan
peran
g. Undanglah pembicara tamu yang merupakan model peran positif25
Selama ini kegiatan-kegiatan pembinaan di PPA menerapkan hal-
hal tersebut dalam aktivitas pembinaan dalam kelas
Kegiatan pembinaan dalam kelas cukup mendukung terlaksanaya
pembinaan karakter anak PPA. Hal tersebut nampak dari gambaran
kegiatan-kegiatan pembinaan dalam kelas yang cukup berkesan bagi anak.
Hal ini sesuai dengan Kebajikan-kebajikan karakter yang perlu ditawarkan
kepada anak, yang diyakini Holly Salls perlu digunakan menjadi dasar
beraktivitas dalam kelas, agar pendidikan karakter berlangsung baik:
a. Tanggung jawab terhadap pekerjaan mu
b. Ketelitian
c. Pengaturan dan kerapian
d. Ketepatan waktu
e. Pengendalian diri dan kemauan keras
f. Kejujuran
25
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul: Kreasi Wacana, 2012), 140-146
107
g. Bekerja dengan tenang untuk menghargai orang lain
h. Manajemen waktu
i. Melakukan persiapan
j. Memberikan usaha terbaik mu
k. Konsentrasi
l. Ketekunan
m. Mampu menerima kekecewaan
n. Bersabar terhadap hal-hal yang tidak kamu sukai26
Beberapa nilai di atas nampaknya telah diterapkan dalam proses
pembinaan di PPA. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa apa yang
membuat anak-anak mengalami perubahan yang baik dalam karakter
mereka, merupakan salah satu kontribusi PPA kepada anak.
4.4 . Target Kegiatan Pengembangan Anak PPA
Konsentrasi pembinaan yang dilakukan pihak Pusat Pengembangan Anak
(PPA) dalam kegiatannya didasarkan pada pola pembinaan holistik yang meliputi
aspek rohani, jasmani, kognitif, dan Sosio-Emosional. Adapun bentuk pembinaan
yang dilakukan disesuaikan dengan hasil ahir yang akan dicapai. Pembinaan
berdasarkan target hasil ahir yang akan dicapai ini diantaranya27
;
4.4.1. Hasil Akhir Pengembangan Rohani
Pengembangan rohani dimulai dengan pengetahuan akan Firman Tuhan
dan pemahaman tentang siapa Allah itu, Dia yang telah menciptakan setiap anak,
tentang tujuan-tujuan-Nya, dan tentang pesan dasar Injil. Setiap anak atau remaja
perlu untuk mendapatkan pemahaman pribadi akan pesan keselamatan dan
26
Ibid, 153 27
wawancara: Ywn/Ko
108
membuat keputusan untuk menerima Kristus sebagai Juru selamat. Setelah
mengenal Kristus sebagai Juru selamat, setiap anak perlu untuk terus bertumbuh
di dalam Kristus melalui pengetahuan tentang Alkitab dan melalui proses yang
Allah lakukan melalui Roh Kudus dalam praktek disiplin rohani. Setiap hal
tersebut sebaiknya mendukung untuk menjadikan Kristus sebagai Tuhan dalam
hidup anak28
.
4.4.2 Hasil Akhir Pengembangan Jasmani
Pengembangan jasmani melibatkan pengembangan karakteristik-
karakteristik yang memberikan seorang anak manfaat yang penuh dari kapasitas
jasmani mereka, seperti ketrampilan-ketrampilan motorik dan kenikmatan dari
kesehatan yang baik. Kesehatan adalah bebas dari penyakit atau luka jasmani dan
adanya sikap dan cara hidup yang sesuai untuk menjaga kesehatan tubuh.
Kegiatan-kegiatan pengembangan jasmani formal dan non-formal dari program
Compassion berusaha untuk mencapai hasil-hasil berikut ini dalam hidup anak-
anak selama mereka ikut serta dalam program29
:
3.4.3. Hasil Akhir Pengembangan Kognitif
Pengembangan kognitif “mengacu pada bagaimana seseorang melihat,
berpikir, dan memperoleh pengertian mengenai dunianya melalui interaksi,
pengaruh genetik dan perilaku yang dipelajari.” Ini juga diartikan sebagai
kemampuan individu untuk mendapatkan pengetahuan yang mengembangkan
keahlianya30
.
3.4.4. Hasil Akhir Pengembangan Sosio-emosi
Pengembangan sosio-emosional mencakup ekspresi perasaan;
kemampuan untuk berinteraksi timbal-balik dengan sesama; mengetahui dan
28
wawancara :Ywn/Ko 29
wawancara: Ywn/ko 30
Buku Pedoman Kemitraan Compassion
109
memperhatikan diri sendiri, orang lain dan sekitar; membuat keputusan yang
alkitabiah dan bertanggung jawab, dan menjadi tangguh. Harga diri, kesehatan
jasmani, pengembangan rohani, pembelajaran akademis, kewarganegaraan dan
motivasi keseluruhan untuk mencapai semuanya bergantung pada pengembangan
sosio-emosional yang sehat. Situasi ini memungkinkan anak untuk beradaptasi
dengan baik di sekolah, gereja, dan komunitas; bekerja dengan kooperatif, dengan
percaya diri dan saling bergantung; dan bersikap sesuai dengan budaya mereka31
.
4.5. Evaluasi Hasil Pembinaan PPA
Kegiatan di PPA didasarkan pada 4 aspek pengembangan diri yaitu aspek
kognitif, sosio-emosional, fisik dan kerohanian. Pembinaan di PPA dievaluasi
setiap ahir periode pelaksanaan oleh mentor pelaksana pembinaan. Bidang-bidang
yang di evaluasi diantaranya kerohanian anak, fisik anak, kognitif anak, dan
keadaan sosoi-emosi anak binaan. Beberapa indikator evaluasi telah ditetapkan
sebagai target dan digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana perubahan
yang dicapai oleh anak-anak binaan di ahir tahun fiskal pelaksanaan pembinaan.
Indikator-indikator yang memiliki kecocokan dengan dimensi karakter
diantaranya indikator pengembangan bidang kerohanian, indikator pengembangan
bidang sosio-emosi, dan indikator pengembangan bidang kognitif.
Indikator pengembangan bidang kognitif yang memiliki kesesuaian
dengan dimensi karakter diantaranya adalah target pencapaian yang menyatakan
bahwa anak remaja bisa mempraktekan kemampuan mengelola waktu dengan
baik, “anak remaja terbiasa membuat perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan dan
pelaporan keuangan”, dan target pencapaian yang menyatakan “anak remaja
31
ibid
110
terbiasa mempraktekan bakat dan minatnya untuk membantu orang lain.” Kedua
target pencapaian tersebut memiliki kesesuaian dengan dimensi karakter yaitu
berkaitan dengan nilai “disiplin”, “kerja keras” dan “kasih”
Indikator pengembangan bidang sosio-emosi yang menjadi bagian dalam
dimensi karakter diantaranya adalah pengembangan dan penerapan nilai tanggung
jawab, dan sikap positif yang dinyatakan dengan target, “anak remaja bisa
mengembangkan kekuatan pribadi dan kekuatan lainnya yang menjadi aset bagi
kelompoknya.” Kedua target pencapaian tersebut sesuai dengan nilai-nilai
kebajikan pembentuk karakter yang kuat, dan nilai ini dapat dikategorikan dalam
nilai tanggung jawab dan sikap positif.
Dari sisi fisik, indikator evaluasi yang menjadi acuan pencapaian
diantaranya:
a. Anak remaja bisa mengajarkan praktek pola hidup sehat kepada orang lain.
b. Anak remaja bisa mengajarkan bagaimana melakukan pertolongan
pertama terhadap suatu kasus penyakit atau kecelakaan.
c. Anak remaja bisa mempraktekan dan mengkampanyekan lingkungan yang
aman, bersih dan sehat minimal di lingkungan komunitasnya.
d. Anak remaja memiliki tubuh fisik yang sehat dan kuat sehingga menjadi
teadan untuk lingkungan sekitarnya.
e. Anak remaja bisa melakukan tindakan dan kampanye pencegahan
kekurangan gizi agar tidak mengalami kekurangan gizi
f. Anak remaja memiliki kualitas hidup yang lebih baik, dengan belajar
mengelola kondisi dan kendala dalam keterbatasan baik lingkungan
maupun fisiknya.
111
g. Anak remaja bisa mengajarkan dan melakukan nilai-nilai alkitab dalam
kehidupan seksualitasnya.
h. Anak remaja bisa menjadi pendamping dalam program perlindungan anak
dan wanita.
Delapan dari dua belas indikator evaluasi bidang pengambangan fisik ini
dapat dikatakan bahwa pengembangan aspek ini menuntut tercapainya nilai kasih
dan kepedulian anak terhadap sesama dan lingkungannya. Tuntutan untuk
tercapainya kemampuan anak untuk menjadi teladan dan mengajarkan sesuatu
kepada orang lain, menjadikan anak tersebut akan memiliki kepedulian, sikap
patriotisme, dan pengabdian. Menurut Lickona kasih melampaui keadilan; ia
memberikan lebih daripada persyaratan keadilan. kasih adalah kesediaan
berkorban demi orang lain. segenap pokok kebajikan manusia yang penting,
empati, belas kasih, kebaikan, kemurahan hati, pengabdian, kesetiaan, patriotisme,
dan kesediaan memaafkan merupakan kebajikan dari kasih32
.
Nilai kebijaksanaan juga menjadi salah satu prioritas pencapaian bidang
pengembangan fisik, hal ini nampak dalam target pengembangan yang yang
menekankan bahwa anak diharapkan dapat memiliki kualitas hidup yang lebih
baik, dengan belajar mengelola kondisi dan kendala dalam keterbatasan baik
lingkungan maupun fisiknya. Terget tersebut akan tercapai jika disertai dengan
kebijaksanaan, karena menurut Lickona kebijaksanaan akan memungkinkan kita
memilah-milah dengan tepat, melihat apa yang benar-benar penting di dalam
kehidupan, dan menetapkan prioritas-prioritas33
.
Indikator pengembangan bidang kerohanian diantaranya, anak remaja
aktif berkontribusi dalam pengembangan pelayanan di gereja lokal. Nilai yang
32
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, ( Bantul: Kreasi Wacana, 2012),11 33
Ibid, 10.
112
terkandung dalam terget pencapaian tersebut termasuk dalam kebajikan pokok
yang turut membentuk karakter kuat, kebajikan pokok yang sesuai dengan taraf
pencapaian tersebut adalah “kasih”. Dalam rangka mencapai perkembangan
sampai kepada tingkatan tersebut, anak-anak dilibatkan secara aktif dalam
pelayanan di gereja lokal tempat anak-anak tersebut terdaftar sebagai anggota
jemaat. Kegiatan lain yang dilakukan dalam rangka mewujudkan pencapaian
tersebut adalah dengan melibatkan anak secara aktif dalam aktivitas pelayanan ke
desa-desa. Kegiatan pembinaan dalam kelas seperti diskusi bersama anak, juga
dilakukan dalam rangka mendukung pencapaian target bidang pengembangan
kerohanian.
Instrumen-instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi anak-anak
selama ini sebenarnya menunjukan adanya perhatian terhadap dimensi karakter,
walaupun dalam hal ini tidak semua instrumen menunjukan adannya perhatian
tersebut. Pelaksanaan program pembinaan dan evaluasi pencapaian pelaksanaan
pembinaan, menunjukan adanya beberapa konsep karakter yang tersentuh oleh
pembinaan PPA selama ini.
4.6. Persepsi Orang Tua Anak Binaan Pusat Pengembangan Anak (PPA)
Hasil penelitian menunjukan adanya informasi yang beragam
berkaitan dengan persepsi antara orang tua, guru, dan anak binaan PPA.
Keberagaman persepsi ini terjadi karena sudut pandang dari ketiga pihak
yang menjadi objek penelitian. Keberagaman tersebut memiliki garis besar
yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan tentang
pengaruh pembinaan PPA terhadap pembentukan karakter anak didiknya.
113
Hasil wawancara dengan orang tua anak didapati bahwa mereka
melihat adanya perubahan pada anak-anak mereka, perubahan tersebut
semakin nampak jelas ketika dibandingkan dengan tampilan anak-anak lain
yang bukan anak binaan PPA. Awalnya mereka merasa kesulitan
mendeskripsikan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada anak
mereka. Intensitas pertemuan orang tua dan anak menjadi salah satu alasan
keterbatasan sudut pandang orang tua dalam mengamati perubahan pada
anak-anak mereka.
Aktivitas orang tua yang padat dan tempat bekerja orang tua yang
jauh dari tempat tinggal, membuat hubungan anak dan orang tua kurang
intensif. Beberapa orang tua anak, bekerja di luar kota dan pulang kerumah
seminggu sekali. Situasi ini yang menyebabkan wawasan orang tua terhadap
karakter anak menjadi terbatas. Keterbatasan hubungan orang tua dan anak-
anak mereka, sebenarnya mengurangi pengaruh orang tua terhadap karakter
anak mereka. Dengan kata lain terbatasnya hubungan orang tua dan anak-
anak mereka mengindikasikan kecilnya pengaruh dan perhatian keluarga
terhadap pembentukan karakter anak-anak mereka.
Persepsi orang tua terhadap karakter anak-anak mereka menyatakan
bahwa, anak-anak mereka benar-benar mengalami banyak perubahan ketika
meeka berperilaku di rumah, dan ketika mereka bergaul dengan teman-teman
mereka. Beberapa anak dinilai memiliki tanggung jawab yang baik ketika
mereka ditinggal bekerja oleh orang tua mereka. Beberapa anak mampu
mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tanpa harus dipaksa oleh orang tua.
Tugas-tugas seperti membersihkan rumah, mencuci baju, memasak, bukanlah
114
hal asing bagi sebagian besar anak. kesediaan untuk melakukan suatu tugas,
bagi anak-anak merupakan salah satu bentuk sikap mandiri atau dapat juga
disebut sebagai tanggung jawab pribadi.
Sikap lain yang menurut orang tua menjadi tampilan perubahan
anak-anak mereka adalah kemandirian. Kemandirian nampak pada anak-anak
mereka ketika beberapa anak mreka masuk ke jenjang pendidikan tinggi, dan
mereka menjalani hidup sebagai anak kos di luar kota. Awalnya beberapa
orang tua merasa tidak yakin akan keputusan anak-anak mereka, namun
setelah beberapa waktu, nampak bahwa anak-anak mereka adalah anak-anak
yang mampu hidup mandiri, dan beeraa orang tua mendapati bahwa anak
mereka adalah seorang pekerja keras.
Beberapa anak yang menjalani kuliah juga menjadi karyawan di
beberapa toko dan rumah makan. Kesibukan kuliah mereka bukanlah
halangan bagi anak-anak tersebut untuk berkarya ditempat lain dengan tujuan
untuk memperoleh tambahan penghasilan. Anak-anak yang bekerja sambil
kuliah memiliki jadwal yang padat. Selain itu menurut pengamatan peneliti,
mereka harus pandai mengatur waktu.bagi anak-anak pada masa
perkembangannya, pada umumnya akan berusaha menghindari jadwal
kegiatan yang padat untuk mencari kesenangan mereka. Namun berbeda
halnya dengan beberapa anak binaan PPA ini. Menurut orang tua mereka ,
beberapa anak mampu mengatur diri mereka sendiri dan menghindari
kegiatan-kegiatan yang tidak berguna.
Menurut lickona, kemampuan untuk mengatur diri kita sendiri
merupakan perwujudan dari pengendalian diri. Pengendalian diri merupakan
115
salah satu kebajikan pokok pembentuk karakter yang kuat. Pengendalian diri
memampukan kita mengendalikan tabiat kita, mengatur nafsu birahi dan
hasrat kita, dan mengerjar kesenangan yang masuk akal dengan tidak
berlebih-lebihan34
.
PPA memberikan pengaruh positif terhadap karakter anak-anak
mereka. Pengaruh positif ini nampak ketika anak terlibat aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang ada di PPA. Kedekatan anak dengan mentor mereka,
menurut orang tua membuat anak mereka cepat berubah.
Alasan orang tua memasukkan anaknya ke PPA menjadi salah satu
indikator bagaimana pengaruh kegiatan pembinaan PPA terhadap anak-anak.
Mulai dari tingkat pendidikan orang tua yang relatif rendah dan penghasilan
yang relatif kecil ikut mempengaruhi pendidikan anak. Keberadaan rumah
tempat tinggal yang jauh dari kriteria rumah sehat, rupanya mempengaruhi
kenyamanan anak dalam belajar.
Ketidakmampuan untuk menanggung biaya pendidikan anak,
menjadi salah satu faktor yang mendorong orang tua untuk memasukkan
anak-anak mereka ke PPA35
. Kepercayaan orang tua terhadap PPA tumbuh,
hal ini nampak dari pernyataan beberapa orang tua anak menyatakan bahwa
anak yang mereka ikut sertakan di PPA lebih dari satu anak, dalam satu
keluarga36
. dari delapan nara sumber yang diwawancarai, semua orang tua
menyatakan bahwa lebih dari satu anak mereka terdaftar di PPA.
34
Ibid. 10 35
wawancara: Stk/wa, Bs/ti, Sp/ol, Dk/ti, Mld/lu 36
wawancara: Stk/wa, Bs/ti, Sp/ol, Bbm/po, Mly/ba
116
Sisi pengetahuan: Anak-anak mengalami banyak perubahan selama
mereka dibina di PPA. Banyak hal yang diceritakan anak-anak mereka, dan
cerita yang disampaikan anak-anak beberapa diantaranya merupakan hal yang
baru bagi orang tua.
Karakter sikap yang terbentuk pada anak-anak cukup baik menurut
pandangan orang tua. Anak-anak mau menerima nasehat dari orang tua.
Perilaku sehari-hari anak selama di rumah sangat baik, hal ini nampak bila
dibandingkan dengan teman-teman sebaya anak yang tidak dibina PPA (anak
tetangga).
Penilaian orang tua terhadap anak-anak mereka, didasarkan pada
pemahaman mereka ketika mereka membandingkan antara perilaku anak
mereka yang dibina PPA dengan perilaku anak-anak lainnya yang bukan
binaan PPA37
. Anak-anak memiliki bahasa komunikasi yang baik menurut
pemahaman orang tua. Anak-anak juga memiliki bahasa yang baik ketika
mereka bersama teman-teman. Bahasa komunikasi yang digunakan anak-anak
dapat menjadi tolok ukur dari karakter mereka.
Pembinaan yang dilakukan PPA cukup berpengaruh terhadap anak-
anak dan orang tua. Karena selain anak-anak dibina di PPA, orang tua juga
mendapat pembinaan sebulan sekali. Ibadah yang diperuntukan bagi orang
tua anak, dan berbagai macam seminar pernah diikuti oleh narasumber.
berbagai kegiatan yang dilakukan PPA dalam rangka melakukan pembinaan
terhadap orang tua turut mempengaruhi pembangunan karakter anak mereka.
Perubahan ini dapat terjadi karena terdapat proses sosialisali oleh pihak PPA
37
wawancara: Sp/ol
117
kepada orang tua, sehingga terdapat keseragaman proses pembentukan
karakter baik yang diterima anak kerika berada di PPA dan ketika mereka
berada di rumah.
Contoh kasus pembinaan PPA ini dapat dikatakan sebagai suatu
usaha yang belum maksimal dalam memberikan perhatian berkaitan dengan
karakter. Perhatian terhadap karakter sebenarnya merupakan hal yang penting
untuk dilakukan, karena apa artinya anak yang mengalami pencapaian sesuai
tujuan pembinaan dan ahirnya menerima Tuhan, percaya kepada Tuhan,
namun karakternya tidak terbangun ketika anak tersebut masuk dalam
lingkungan masyarakat. Dalam menjalani kehidupan sebagai orang kristen
dalam sebuah masyarakat, karakter itulah yang menunjukan tampilan khas
yang dimiliki orang tersebut, hingga dapat dibedakan dengan orang lainnya.
Sebagai contoh dari “kasihnya” kita dapat mengenali seseorang.
4.7. Kegiatan Pembinaan Yang Berkesan Bagi Anak
Kegiatan outbond, live in, retreat, merupakan sumber inspirasi perubahan
sikap anak. Hal ini nampak dalam pernyataan narasumber .
S: “Live in di desa Selo.”
P: “ Kenapa?”
S: “ Yang pertama, di sana itu tempatnya pelosok, kemana-mana susah, dari uang
juga nggak gampang. Itu membuat kita menghargai orang tua dalam
118
mencari uang, jadi kita tidak menyia-nyiakan. Kita serius dalam belajar dan
sekolah.”38
Narasumber lain juga menyebutkan “Yang paling saya sukai adalah
outbond dan kegiatan retreat. Karena dari situ pengetahuan saya bertambah,
pengalaman saya bertambah, dan di situ saya dibina sehingga saya punya
keberanian, saya bisa bekerja sama dengan teman-teman, bisa makin kompak,
diajarkan bagaimana cara memimpin kelompok, saya juga bisa terlaih untuk
disipli dan di situ saya merasa dibentuk menjadi orang yang punya mental kuat.”39
Narasumber lain mengatakan bahwa outbond itu menantang dan bisa merubah
menjadi orang yang kuat.40
berkumpul dalam komunitas iman, merupakan aktivitas yang berkesan
bagi anak-anak. perubahan sikap anak juga dibenarkan oleh pernyataan mentor-
mentor yang membina mereka. Perubahan sikap didominasi oleh adanya
perubahan anak dalam inisiatif mengambil tindakan saat dihadapkan dalam
sebuah situasi. Hal ini tampak dalam penyataan narasumber yang menyebutkan,
“misalnya , saat mereka bermain, tiba-tiba ada salah satu anak yang keceplosan
mengucapkan kata makian kasar, maka secara spontan teman-teman yang lain
akan saling mengingatkan, atau kadang malah teman lainnya melakukan semacam
peringatan.”41
. mentor lain mengatakan, “Saya melihat ada banyak keberhasilan-
keberhasilan yang didapatkan, di antaranya mereka rajin sekolah minggi, karakter
mereka yang kemarin masih banyak berbicara kotor dengan pembimbingan di sini
38
Ba/mi 39
Pu/mi 40
Mo/mi, Re/mi 41
Pj/mo
119
mereka semakin berubah mengurangi kata-kata itu sendiri, lebih menghormati
orang yang lebih dewasa.”42
Kontributor terbesar dalam terwujudnya perubahan sikap anak adalah
kegiatan pembinaan PPA dalam bidang sosio-emosi dan fisik. Pembinaan
sosioemosi yang dilakukan mentor dengan cara memberikan kegiatan yang
membentuk anak secara khusus agar mereka mampu bersosialisasi dengan orang
lain, kemudian mendidik anak supaya mereka memiliki tenggang rasa, bisa
menghindari perbuatan-perbuatan yang kurang baik, bisa mengutamakan hal-hal
yang baik, dan kegiatan-kegiatan tentang melatih anak bagaimana anak
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, kemudian saat mereka tambah besar
mereka bisa menjadi pribadi yang mandiri.
Pembinaan aspek sosio-emosi juga melibatkan praktik lapangan kepada
anak. Menurut anak, “kadang saya juga dilibatkan dalam kepanitiaan kecil-
kecilan”. Koordinator juga menyatakan bahwa “ mereka mampu terlibat aktif
alam kepengurusan, kepanitiaan, dll.”
Menurut teori memberikan peluang/menciptakan suasana yang
mendukung bagi anak untuk menerapkan pengetahuan mereka, merupakan salah
satu strategi terbaik dalam membentuk karakter.
Kunjungan ke suatu objek layanan sosial masyarakat menjadi sarana
pembuka wawasan anak dalam mempertimbangkan pelaksanaan nila-nilai
kebaikan. Seperti halnya yang dilakukan oleh PPA dengan mengajak anak
mengunjungi lembaga sosial seperti panti asuhan, panti jompo, pusat rehabilitasi.
Von Glasersfeld dalam kutipan Sardiman menegaskan bahwa pengetahuan
42
Ru/mo
120
bukanlah tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia
kenyataan yang ada. tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu
konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.43
Dalam kunjungan
tersebut anak akan menemukan suatu gambaran tentang situasi atau keadaan, yang
dapat digunakan sebagai alasan proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat
membantu anak dalam mempertimbangkan pilihan-pilihan tindakan mereka.
Pembinaan yang dilakukan oleh PPA IO-805 merupakan pembinaan
yang unik, karena anak-anak binaan PPA IO-805 memiliki latar belakang keluarga
yang unik pula. Latar belakang ekonomi keluarga yang berada pada tingkat yang
rendah telah menciptakan suasana yang kurang harmonis antara anak dengan
orang tua mereka. Banyak orang tua yang tidak dapat mendampingi anak mereka
dalam kehidupan sehari-hari karena orang tua harus bekerja, bahkan bekerja di
luar kota. Selama ini PPA telah menjadi rumah kedua bagi anak-anak tersebut
dimana kebutuhan mereka terhadap kehadiran orang tua mereka yang bertugas
untuk menasehati, mendidik, menemani masa pertumbuhan mereka, telah terbantu
oleh kehadiran pembinaan yang dilakukan oleh PPA.
Tanggung jawab pembinaan orang tua telah digantikan oleh PPA
ketika PPA menempatkan diri sebagai rumah kedua bagi anak-anak binaan.
Anak-anak tersebut mendapat media untuk mempraktekkan apa yang
seharusnya mereka lakukan dirumah, seperti membantu orang tua, menerima
nasihat, menerima pembinaan, menerima arahan yang membangun dari orang
tua mereka di PPA.
Peran penting PPA tersebut didukung oleh pernyataan orang tua yang
menyatakan bahwa, orang tua memiliki paradigma yang terbatas ketika mereka
43
Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta; Rajagrafindo 2008), 37.
121
harus menilai bagaimana keadaan anak-anak mereka secara obyektif, karena
mereka tidak selalu berada di samping anak mereka karena kesibukan aktifitas
mereka yang membuat mereka tidak dapat memantau perilaku anak mereka
secara menyeluruh. Apa yang dapat mereka sampaikan hanya didasarkan apa
yang mereka lihat dirumah saja. Namun yang dilakukan oleh anak-anak
mereka ketika mereka berada di luar rumah tidak dapat mereka ketahui.
Keadaan inilah yang menjadi dasar dari salah satu kesimpulan bahwa
pembinaan yang dilakukan oleh PPA IO-805 terhadap anak binaannya
memiliki kontribusi positif terhadap karakter anak-anak binaan. Walaupun
anak-anak tersebut tidak mendapat pembinaan dari orang tua, namun anak-
anak tersebut dapat memiliki kualitas karakter yang baik seperti anak-anak lain
yang mendapatkan perhatian lebih dari orang tua mereka.
Hal-hal yang tidak dapat mereka dapatkan di rumah, telah diberikan
oleh PPA. Jika kita melihat pada apa yang anak-anak cita-citakan, dan
bagaimana keadaan ekonomi dari orang tua mereka, dapat dikatakan bahwa
peluang pencapaian cita-cita anak adalah tidak mungkin tercapai. Namun
dengan hadirnya PPA sebagai rumah kedua bagi anak-anak tersebut, PPA telah
mengubah paradigma anak, yang awalnya mereka pesimis dengan keadaan
mereka, PPA mengubah paradigma anak-anak binaan menjadi lebih optimis
dalam proses pencapaian cita-cita mereka. Anak dibuat menjadi percaya diri
oleh PPA ketika mereka merasakan kehadiran PPA telah membantu mengisi
banyak hal yang tidak mereka dapatkan dari keluarga mereka dan tidak mereka
dapatkan dari sekolah mereka juga.
PPA merupakan kegiatan yang disponsori oleh Compassion, memang
tujuan awalnya didasarkan pada basis ekonomi, dan pelayanan yang PPA
122
lakukan ditujukan bagi keluarga dengan latar belakang ekonomi lemah.
Compassion melalui PPA berusaha untuk membantu anak-anak mencapai
mimpi-mimpi mereka, untuk menjadi orang yang berhasil, berguna dan peduli
kepada sesama yang membutuhkan. PPA selama ini tidak menyadari bahwa
sebetulnya apa yang selama ini telah mereka lakukan, telah membangun
karakter anak-anak binaan mereka. Kondisi tersebut ditandai dengan
keberadaan orang-orang yang melakukan pembinaan baik itu mentor dan tutor
yang melakukan pembinaan selama ini tidak menyadari bahwa mereka
melakukan semua ini dalam rangka pembangunan karakter.
PPA belum menjalankan fungsinya dengan baik, karena orang-orang
yang dilibatkan dalam pembinaan kebanyakan adalah orang-orang vounlentier,
yang selama ini para pembina tidak dipersiapkan dan diberi sosialisasi bahwa
mereka sedang dilibatkan dalam suatu proyek yang besar dengan suport yang
besar pula oleh compassion dalam rangka pembangunan karakter anak.