bab iv sajian data dan analisis 4.1 profil best …...development 3 in 1 ( kondotel, apartment dan...
TRANSCRIPT
-
BAB IV
SAJIAN DATA DAN ANALISIS
4.1 PROFIL BEST WESTERN HOTEL
Best western berlokasi di Jalan MT Haryono 972 Semarang, hotel ini dioperasikan
jaringan hotel internasional, Best Western Internasional. Akhir tahun 2012, hotel bintang empat
ini hadir di tengah-tengah masyarakat Jawa Tengah khususnya Semarang. Saking tingginya,
bangunan yang akan diresmikan tanggal 12-12-12 ini terlihat paling menonjol untuk sebuah
bangunan. Hotel ini terdiri dari 259 unit kamar dengan empat tipe kamar, yakni superior, deluxe,
suite dan junior suite. Fasiltas lainnnya sembilanmeeting room dengan kapasitas sekitar 200
orang per ruangan, duaexecutive lounge, serta swimming pool tertinggi di Indonesia karena
terletak dilantai paling atas. Best Western star hotel & star apartment merupakan Icon Baru
Semarang dan bangunan pertama tertinggi di semarang dengan mengusung konsep Mixed Use
Development 3 in 1 ( Kondotel, Apartment dan Life Style Mall ).
Best Western Star Hotel merupakan salah satu hotel bintang 4 yang menawarkan fasilitas
kenyamanan baik untuk bisnis maupun berwisata di Semarang. Hotel ini dibangun pada tahun
2012, Best Western Star Hotel memiliki 258 kamar, dan 140 kamar di antaranya dijual dalam
bentuk kondominium hotel (kondotel) kepada sejumlah investor.
Best Western Star Hotel merupakan Hotel Internasional, Best Western memiliki 4100
cabang di seluruh dunia. memiliki jaringan terkuat di dunia, dan memiliki sistem penjualan dan
pemesanan online (Kuta,Kompas.com, Sabtu, 26 Februari 2011). Manajaemen Hotel ini
memiliki beberapa divisi penting didalamnya, antara lain PR, E-commers, Sales Marketing,
GRO, HRD, HRM, RM, Front Desk, Front Office Manager Sebagai hotel Best Western Star
Hotel merupakan chain hotel terbesar di dunia dengan aturan pendirian yang sangat mudah dan
tidak kaku, bisa menyesuaikan dengan adat dan tradisi dimana hotel itu akan dibangun. (katalog
Best Western Hotel ; 2013)
Best Western Star Hotel Semarang didirikan pada tahun 2012. Sebagai hotel yang
tergolong baru, hotel ini tidak kalah dengan hotel-hotel bintang empat lainya yang ada di Kota
Semarang. Tahun 2013, diusianya yang baru setahun, Best western Hotel memperoleh
-
Penghargaan Best Brand Identity terbaik se-Asia dan Timur Tengah diraih oleh Best Western
Star Semarang. Menurut Artikel Investor Daily Indonesia, Kamis 13 Desember 2012,
Penghargaan itu di berikan oleh Best Western International regional Asia & Middle East.
Penganugerahan ini, dinilai dari prestasi dalam kelengkapan fasilitas, standar yang diwajibkan,
serta tanda dari hotel/signed hotel. Tentu saja itu menjadikan nilai lebih bagi Best western
Semarang. Karena ditahun yang sama, Hotel best Western di lain kota, belum tentu mendapatkan
penghargaan serupa seperti yang diraih oleh Best Western Semarang.
Acara Penganugerahan ini, dilaksanakan bersamaan dengan Best Western International
operation Asia Middle East Meeting, yang diselenggarakan di Best Western Sunset Road, Bali
beberapa waktu yang lalu. Acara ini, dihadiri oleh ratusan owner hotel dan general manager
(GM) se-Asia dan Timur Tengah (Press Release suara merdeka 10 Oktober). Belum lagi
ditambah dengan daya tarik lain dari Best Western Star Hotel adalah pada kolam renangnya yang
berada di lantai 30 dengan ketinggian 97 meter dari permukaan tanah, oleh sebab itu fasilitas
kolam renang yang dimiliki Best Western Star Hotel Semarang itu berhasil mencetak rekor baru
Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai kolam renang terbuka tertinggi di hotel Indonesia
(Artikel Investor Daily Indonesia, Kamis 13 Desember 2012).
4.2 ANALISIS STRATEGI KREATIF PUBLIC RELATIONS BW
Pada sub Bab ini, penulis akan memaparkan hasil penggalian data dilapangan, yaitu dari
pihak hotel dan warga sekitar tentang kasus musik yang terjadi di best western hotel. Dari data
dilapangan akan diketahui bagaimana tahapan dan strategi dari pihak hotel dalam mengatasi
konflik. Berikut adalah hasil penggalian data dilapangan.
4.2.1 Kasus musik menurut pendapat warga sekitar hotel
Dalam proses pembangunan dan pendirian Best Western Hotel, yang hadir di tengah-
tengah kota Semarang, menuai banyak protes dan kritikan dari masyarakat sekitar. Alasannya
beragam, mulai dari pembangunannya yang dilakukan sampai tengah malam hingga pernah
terjadi kerusakan rumah di beberapa rumah milik masyarakat sekitar. Selain itu dari percakapan
dengan warga sekitar, ada sebuah kejadian pada acara musik yang mendapat teguran dari warga
sekitar.
-
Cerita singkat dari kejadian tesebut adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hotel
merasa terganggu dengan acara musik yang diselenggarakan oleh pihak Best Western Hotel.
Walaupun mungkin itu dilakukan di lantai paling atas, tapi dari pengakuan warga setempat, suara
musik dari hotel terdengar sangat menggangu. Kemungkinan besar acara tersebut memang
memakai sound yang sangat kuat. Berikut adalah kutipan dari hasil wawancara dengan Ketua RT
warga setempat:
“Terus terang kami merasa terganggu oleh suara musik dari hotel yang bisa dibilang memang
keras.”
(Informan 3)
Setelah itu, salah satu wakil dari masyarakat, yaitu kepala RW bersama dengan pihak
keamanan setempat, mendatangi hotel dengan tujuan menyampaikan permohonan agar pihak
hotel mau menurunkan volume pada acara musik tersebut. Akhirnya dari pihak hotel berjanji
untuk segera menurunkan volume acara musik. Menurut masyarakat sekitar, setelah teguran dari
warga disampaikan, volume musik berkurang. Selang beberapa lama kemudian, sepertiya acara
telah selesai, karena tidak lagi terdengar suara ribut atau keras.
4.2.2 Kasus musik menurut pendapat dari pihak hotel
Sesuai dengan yang diungkapkan oleh broom bahwa salah satu Tugas PR adalah sebagai
Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process Fasilitator). Peranan Public
Relations dalam pemecahan permasalahan Public Relations ini merupakan bagian dari tim
manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasihat
(adviser) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau
krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional. Berikut adalah kutipan dari hasil
wawancara dengan PR Best Western Hotel.
“Dalam kondisi apapun, jika ada masalah urgent, seorang PR harus memiliki kepekaan dan
strategi yang pas dalam memecahkan masalah tersebut. Pada prakteknya di sebuah hotel, jika ada
masalah antara konsumen atau tamu, masalah dengan warga sekitar atau siapa saja, maka PR
harus turun tangan bersama dengan general manager beserta dengan team PR yang tergabung
didalamnya, tergantung berapa besar masalahnya”
(Informan 1)
-
Adapun hasil wawancara dengan Assiten Resto dan Bar Best Western Hotel, yang mana
ketika konflik berlangsung, yang bersangkutan ada ditempat kejadian. Berikut adalah hasil
kutipan dari wawancara.
“Ketika itu, Best Western Hotel menyelenggarakan event musik ketiga, karena yang pertama dan
kedua sukses, Best Western Hotel mencoba untuk membuat event yang lebih besar dan meriah.
Mulai dari sound, jumlah tamu, sampai acaranya dibuat sebagus mungkin. Dan memang kami
akui, jika musiknya lebih keras dibandingkan event-event yang sebelumnya. Akan tetapi, kami
tidak menyangka jika hal itu mengganggu warga sekitar. Karena acaranya dilangsungkan di
lantai tiga puluh tiga yang menurut kami, jauh dari tempat tinggal penduduk, pada kenyataannya
warga terganggu. Saat itu, ada warga yang datang ke Best Western Hotel, kalo tidak salah ada
dua orang, satu dari ketua RW dan satu lagi perwakilan warga sekitar hotel. Mereka bertemu
dengan Public Relations dari puhal hotel. Mereka menyampaikan bahwa musik yang terdengar
terlalu keras dan mengganggu jam istrihat mereka. Meskipun Best Western Hotel sudah berijin
untuk melakukan kegiatan keramaian.”
(Informan 2)
Pada akhirnya, langkah yang ditempuh oleh Best Western Hotel adalah sebagai berikut:
1. PR langsung menemui wakil masyarakat yang menunggu di lobby hotel.
2. Negoisasi antara wakil masyarakat dengan pihak hotel.
3. Hasil dari negoisasi adalah pihak hotel setuju untuk segera mengecilkan volume agar
tidak mengganggu warga setempat lagi.
4. Dari pengaduan warga setempat, akhirnya pihak hotel memutuskan untuk
menghentikan acara satu jam sebelum waktu yang ditentukan. Meskipun ada
komplain dari tamu, tetapi acara tetap di hentikan, agar tidak mengecewakan warga
setempat.
Ketika disinggung soal apakah kasus ini sampai diliput atau tayang dimedia, berikut ini
jawaban dari pihak PR Best Western Hotel.
“Sebenarnya ada semacam kasak-kusuk jika kasus ini sudah sampai ditelinga media, sebelum
benar-benar di munculkan dimedia, saya selaku PR saat itu segera menetralisir keadaan agar
jangan sampai konflik ini dimunculkan di media yang pastinya akan membuat nama baik hotel
menjadi buruk. Kemudian saya mendekati beberapa teman media dimana kami sebelumnya
sudah saling kenal, karena beberapa kedekatan sebelumnya, saya hanya memastikan saja kalau
hal tersebut tidak masuk ke media.”
(Informan 1)
Sesuai dengan hakekat kinerja PR, dalam hal ini, PR menjadi media agar
kesalahapahaman yang terjadi antara perusahaan dan orang sekitar tidak berlarut-larut. Penulis
-
mengadakan wawancara dengan beberapa orang yang terlibat dalam penanganan masalah dan
konflik musik antara Best Western Hotel dengan warga setempat. Dari pembicaraan singkat
antara pemimpin warga dengan pihak hotel, mereka akhirnya memutuskan untuk mengadakan
pertemuan guna membicarakan kesepakatan yang baik, agar tidak saling merugikan. Dari
wawancara Ketua Rukun Tetangga didapat informasi seperti berikut ini.
“Kami merasa, bahwa pengaduan keberatan kami soal musik yang keras dari BEST WESTERN
hotel, tidak berlebihan. Karena kami merasa menyampaikannya dengan baik. Kemudian dari
pihak hotel malam itu juga langsung menyambut kami dan berjanji untuk mengecilkan volume,
meskipun acara mereka memiliki ijin tetapi BEST WESTERN hotel ada di daerah atau kawasan
padat penduduk, jadi mereka juga harus menghargai kami yang ada disekitar mereka.”
(Informan 3)
Lebih jauh lagi, ketika disinggung soal bagaiamana langkah berikutnya dari Pihak Best
Western Hotel, berikut ini penuturan dari Ketua Rukun Warga setempat.
“Setelah pengaduan kami diterima dari pihak hotel, dan pihak hotel mengecilkan volume sesuai
dengan yang kami inginkan, maka keesokan harinya, wakil dari hotel menemui saya, dan
mengajak warga untuk bertemu karena dari pihak hotel ingin meminta maaf sekaligus akan
mengadakan kegiatan bersama dengan warga setempat, saya pun menyampaikan kepada warga
tentang niat baik dari pihak hotel.”
(Informan 4)
Dari wawancara terpisah dengan pihak hotel, penulis juga menanyakan hal yang sama
kepada PR hotel tentang bagaimana langkah selanjutnya dari pihak hotel terhadap warga
setempat.
“Hal yang dilakukan oleh pihak hotel pada keesokan harinya adalah meminta maaf kepada warga
melalui wakil RW, kemudian supaya lebih enak, kami dari pihak hotel ingin bertemu langsung
dengan warga sekitar, sehingga dalam pertemuan itu kami mengutarakan keinginan kami untuk
mengadakan kerja bakti dengan warga sekitar dan aksi donor darah. Kami berharap dengan aksi
CSR ini akan membuat hubungan kami dengan warga sekitar bisa menjadi pulih.”
(Informan 1)
4.2.3 Strategi Kreatif BW Hotel dalam Menangani Konflik
4.2.3.1 Negosiasi
Pramono (1997) mengacu pendapat dari Folwer yang menyebutkan definisi negosiasi
sebagaimana berikut ini:
“Proses interaksi dengan mana kedua pihak atau yang lebih perlu terlibat secara bersama didalam hasil akhir kendati pada awalnya masing-masing pihak mempunyai sasaran yang
-
berbeda beruasaha untuk menyelesaikan perbedaaan mereka dengan menggunakan argumen dan
persuasi untuk mencapai jalan keluar yang dapat diterima bersama”
Dari definisi tersebut tersirat adanya suatu proses dalam jangka waktu tertentu yang harus
diikuti dengan strategi (akan diuraikan pada strategi organisasi). Sehingga dalam menetapkan
tahap-tahap yang ada, selain strategi, diperlukan pula keterampilan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pada tahapan dalam negosiasi yang dapat dibagi menjadi 3 tahapan.
1. Tahap Awal
Tahapan awal yang perlu dipahami adalah tahap sebelum negosiasi pelaku atau
organisasi perlu mengetahui kejadian-kejadian yang melatar belakangi suatu permasalahan.
Untuk memudahkan identifikasi permasalahan dapat dibuat urutan daftar pertanyaan yang
jawabannya akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan strategi pada tahapan selanjutnya.
Contoh pertanyaan yang dapat disusun pada tahap ini diantaranya adalah :
a. Apakah pokok permasalahannya ?
b. Apakah Negosiasi memang perlu dilakukan ataukah dapat diupayakan dengan
kemungkinan lain?
c. Bagaimana kondisi hubungan kedua belah pihak? Apakah dimungkinkan untuk diadakan
suatu kesepakatan atau tidak?
Apabila daftar pertanyaan tersebut ditemukan bahwa kedua pihak memang membutuhkan
kesepakatan maka tahap negosiasi selanjutnya dapat direncanakan berikut dengan strateginya.
Namun apabila salah satu pihak tidak berkeinginan untuk membuat kesepakatan maka negosiasi
menjadi sulit untuk dilakukan. Dalam kondisi seperti ini diperlukan upaya pendekatan dalam
bentuk lain, misalkan lobby atau memanfaatkan pihak lain untuk membicarakannya.
Dalam hal ini, sebelum masyarakat mendatangi pihak hotel, antara masyarakat sendiri
pasti sudah melakukan negoisasi antar warga, sehingga mereka memutuskan untuk mendatangi
hotel. Ketika sampai di hotel, perwakilan dari masyarakat setempat segera menyampaikan apa
yang menjadi keluh kesah mereka. Dari pihak hotel segera menanggapi dengan baik dan
mengatakan kepada masyarakat agar menunggu sebentar, karena dari pihak hotel akan
memanggil coordinator acara. Dalam hal ini terjadi negoisasi awal.
-
2. Tahap selama berlangsungnya negosiasi
Pada tahap ini beberapa hal yang harus disiapkan oleh para pihak yang akan melakukan
perundingan adalah:
a. Menetapkan permasalahan pokok dengan menyatukan perbedaan dan pembuat pengertian
yang sama terhadap permasalahan.
b. Menetapkan posisi awal.
c. Menyiapkan argumentasi.
d. Mengembangkan kemungkinan dari permasalahan.
e. Menetapkan proposal yang merupakan gagasan baru yang menjurus kearah kesepakatan,
sifat fleksibel dan dapat dimodifikasi.
f. Menetapkan dan menandatangani proposal akhir yakni jalan keluar yang dipilih guna
mengatasi perbedaan pendapat dari pihak yang berunding.
Selama tahap ini berlangsung, pihak BW hotel menguatkan pihak masyarakat dengan
mengatakan bahwa pihak hotel menyatakan kata-kata penguat dan meyakinkan bahwa dari pihak
hotel malam itu juga akan memberikan solusi terbaik untuk pengaduan dari masyarakat
setempat. Selagi para divisi hotel berunding, para wakil masyarakat yang sudah mendatangi hotel
diminta menunggu sebentar di lobby.
3. Tahap sesudah negosiasi.
Kegiatan pada tahap ini adalah pelaksanaan program persetujuan, masing-masing perlu
mengetahui apa yang dilakukan, siapa yang melakukan dan waktu pelaksanaannya. Tim kedua
pihak dapat melakukan peninjauan pelaksanaannya untuk menjamin pelaksanaan komitmen
bersama.
Dalam hubungan ini meskipun skala dan pokok bahasan berbeda dan berada pada suasan
formal maupun informal. Namun masing-masing pihak yang terlibat tahu bahwa mereka sedang
bernegosiasi.
Dalam tahapan ini, setalah divisi BW hotel (PR+manajemen Bar) berunding sebentar,
dari hasil wawancara yang penulis lakukan, maka mereka segera menemui masyarakat yang
sudah menunggu di Lobby dan menyampaikan hasil rundingan mereka. Pihak hotel
-
menyampaikan bahwa acara tersebut seharusnya sampai subuh baru akan selesai, tapi karena
masyarakat terganggu ,maka mereka sepakat untk mengehentikan acara sejam kemudian. Mereka
menjelaskan kepada masyarakat untuk meminta waktu sejam lagi, mereka tidak bisa
menghentikan seketika agar para tamu juga tidak terlalu kecewa, waktu sejam tersebut nanti akan
digunakan untuk menjelaskan kepada tamu yang datang dalam acara tersebut. Dari hasi negoisasi
ini, para wakil masyarakat akhirnya setuju dan berpamitan pulang dan menyampaikannya kepada
warga.
4.2.4 Resolusi konflik
Konflik biasanya melibatkan seseorang atau kelompok secara aktif melawan nilai atau
tujuan orang lain. Sebagaimana halnya dengan individu, konflik perusahaan terjadi ketika
seorang stakeholder bergerak dalam arah yang berbeda dengan organisasi sehingga menciptakan
perpecahan di antara pihak terkait. Ketika hal ini terjadi, seorang profesional public relations
harus berusaha menggerakkan organisasi dan publik menuju sebuah resolusi.
Dalam hal ini pihak PR dari BW Hotel mencoba untuk melakukan kompromi dengan
warga. BW Hotel seketika itu menjawab keluhan warga. PR mencoba untuk menjembatani
kepentingan kedua belah pihak, yakni warga dan hotel itu sendiri untuk kemudian mencapai
suatu resolusi.
4.3 Strategi Penyelesaian Konflik
Dari paparan tersebut diatas, berikut ini hasil data dilapangan dengan teori yang sudah
penulis paparkan dalam Bab 2.
4.3.1 Plowman dalam Frank Jefkins (2010) dalam “manajemen Public Relations” Fran
menambahkan 2 taktik negoisasi untuk menyelesaikan konflik, yaitu:
1. Konstruktif tanpa syarat
-
Organisasi merekonsiliasi kepentingan strategi organisasi dengan kepentingan publiknya,
tanpa mensyaratkan apakah publik akan mengikuti arahan atau tidak, bahkan walaupun
pihak lain dalam konflik itu tidak memberi balasan apapun
Dalam hal ini, BW Hotel merespon dengan baik pengaduan masyarakat, dengan
menimbang dan mengingat kepentingan masyarakat dan keberadaan hotel yang sama-
sama penting. Maka supaya semua dapat berjalan dengan baik, maka pihak hotel
merepson dengan baik pengaduan tersebut.
2. Penyelesaian jangka pendek
Dalam jangka waktu yang pendek, pihak hotel segera meminta maaf kepada msyarakat
dan segera menuruti permintaan mereka.
3. Penyelesaian dalam jangka panjang
Dalam hal ini, BW Hotel memelihara hubungan baik kepada warga setempat, tidak hanya
sebagai bentuk kompensasi dalam kesalahan mereka, tetapi juga mempertahankan dan
mengaplikasikan CSR dengan baik kepada masyarakat.
Dari kasus konflik soal musik yang dialami oleh best western Musik, ada empat acuan
seperti yang diatas. Antara apakah publik bisa tenang dengan penjelasan dari pihak hotel, atau
menang-menang atau tidak sama sekali, artinya ada kemungkinan yang terjadi dari konflik, yang
satu pihak menang, satu pihak kalah dan harus meminta maaf atau tidak sama sekali, dan
posisinya sama-sama harus saling meminta maaf karena salah.
4.3.2 Fungsi Manajemen PR BW Hotel
Dari hasil wawancara bersama dengan para divisi PR dari BW Hotel, diperoleh hasil
bahwa BW hotel setidaknya telah melaksanan keempat fungsi PR yakni:
1. Memberi saran kepada manajemen di semua level di dalam organisasi sehubungan
dengan pembuatan keputusan, jalannya tindakan, dan komunikasi, dan
mempertimbangkan ramifikasi publik dan tanggung jawab sosial atau kewarganegaraan
organisasi.
-
2. Meriset, melaksanakan, dan mengevaluasi secara rutin program-program aksi dan
komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang dibutuhkan untuk mendapatkan
pemahaman publik yang dibutuhkan untuk kesuksesan tujuan organisasi. Ini mungkin
mencakup program marketing, finansial, pengumpulan dana, karyawan, komunikasi atau
hubungan pemerintah, dan program-program lain.
3. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organsasi untuk memengaruhi atau
mengubah kebijakan publik.
4. Menentukan tujuan, rencana anggaran, rekrutmen dan training staf, mengembangkan
fasilitasnya-ringkasnya, mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
semua hal tersebut di atas.
Secara tidak langsung, PR BEST WESTERN Hotel sudah berusaha untuk melakukan
fungsi sesuai dengan teori manajemen PR. Adapaun tindakan nyata dari PR adalah memberikan
masukan yang baik kepada pihak manajemen hotel, agar masalah tidak berlarut-larut. Kemudian
mengevaluasi kenapa sampai ada komplain dari pihak warga setempat, mengusahakan supaya
kejadian tersebut tidak terulang lagi, kemudian segera menghubungi media yang memiliki link
dengan hotel, agar kasus tersebut tidak sampai muncul dimedia, memberikan solusi dan masukan
yang nyata bagaimana memulihkan kepercayaan kembali dengan warga melalui tindakan yang
real, misalnya kerja bakti bersama, donor darah, dan sebagainya.
Dalam kenyataan yang ada, seringkali praktek tidak sejalan dengan teori yang dipelajari
oleh PR, demikian juga sebaliknya. Dalam teori yang ada, peran profesi public relations semakin
bias tanpa adanya spesialisasi profesi sehingga diharapkan seorang praktisi PR memahami
perannya dengan baik, bukan hanya sekedar pelengkap kerja dan pekerjaan rangkap seorang
sekretaris direksi. Konsep dan peranan petugas PR yang dikembangkan oleh Broom, kemudian
dikembangkan oleh Bromm dan Smith (Dozier, 1992) Peran PR merupakan salah satu kunci
penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi. Meskipun secara teori sudah
sempurna seperti yang telah diungkap diatas, kenyataan yang terjadi adalah ketika konflik
spontan terjadi, masing-masing divisi PR harus memiliki strategi yang baik dan kreatif agar tidak
memancing kemarahan warga.
Ada beberapa fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR sejati antara lain
berperan sebagai:
-
a. Technician communication
Teknisi komunikasi merujuk pada keadaan untuk menulis dan mengedit newsletter
karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi web, dan mengangani kontak
media. Praktisi yang melakukanm peran ini biasanya tidak hadir disaat manajemen
mendefinisikan problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan
komunikasi dan mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh
motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun mereka tidak hadir saat diskusi tentang
kebijakan baru atau keputusan manajemen baru, merekalah yang diberi tugas untuk
menjelaskannya kepada karyawan dan pers.
Dalam hal ini, PR dituntut untuk menjadi seorang teknisi untuk memberikan keterangan
di media seputar konflik yang terjadi di BW hotel. Ketika konflik soal music mencuat, seorang
PR harus segera tanggap dengan memantau segala hal kemungkinan yang terjadi, melalui social
media. Siapa tahu sudah ada customer yang menulis status atau statement yang membahayakan
image hotel. Jika memang sudah ada yang menulis, lebih baik segera di selesaikan dengan baik,
entah dengan meminta maaf atau jika perlu mengklarifikasi masalah yang ada. Dari wawancara,
PR BW hotel mengatakan ia sempat mendapatkan bocoran dari teman-teman media, bahwa
beberapa dari media sudah sempat mendengar tentang kasus ini. Maka sebelum berita ini
mencuat di media, maka PR BW Hotel memberikan klarifikasi melalui percakapan singkat
bahwa tidak terjadi hal besar, hanya kesalahpahaman kecil supaya hal tersebut tidak menjadi
pemberitaan dan konsumsi publik.
b. Expert Prescriber communication
Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lain akan menganggap
mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan solusinya. Manajemen puncak menyerahkan PR
di tangan para ahli dan manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang
beroperasi sebagai praktisi pakar bertugas mendefinisikan probelm, mengembangkan program,
dan bertanggung jawab penuh atas implemetasinya. Dalam hal ini, PR beserta dengan crew PR
yang ada, sekaligus bersama dengan orang yang terlibat dalam kasus tersebut,
mengindentifikasikan masalah yang ada. Dalam waktu singkat, ketika warga datang kemudian
komplain, security dan wakil dari BW hotel langsung berembug dan mengatakan kepada warga,
bahwa pihak Hotel akan merespon dengan segera pengaduan dari warga. Dalam hal ini,
manajemen hotel menyerahkan PR untuk memberikan keputusan yang terbaik agar warga tidak
-
semakin marah. Dan terbukti, acara tersebut tidak sampai selesai seperti jam yang ada dalam
rencana sebelumnya.
c. Communication facilitator
Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka
dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liason),
interpreter, dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah
dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga
agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan
oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputuasan demi kepentingan bersama.
Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi ini bertindak sebagai sumber
informasi dan agen kontak resmi antara organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi,
menyusun agenda mendiagnosis dan memperbaiki kondisi-kondisi yang menganggu hubungan
komunikasi di antara kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-
tengah dan berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik. Dalam kasus ini, PR
betul-betul dituntut untuk menjadi fasilitator dan penengah dari konflik yang ada. Jika PR tidak
bisa menjadi penengah yang baik, nantinya konflik tidak selesai malah akan melebar dan
membahayakan bagi hotel itu sendiri. Setelah itu, PR BW hotel masih bertugas untuk
memperbaiki hubungan antara Pihak hotel dengan warga sekitar yang sempat agak marah. Salah
satu caranya adalah PR membuat acara CSR seperti donor darah, kerja bakti, agar warga kembali
menaruh simpati.
d. Fasilitator Pemecah Masalah
Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk
mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan
strategies. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai
ke evaluasi program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain untuk dan
organisasi untuk mengaplikasikan PR dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai
untuk memecahkan problem organisasional lainnya. Dalam hal ini, setelah PR meredam
kemarahan warga dengan memberikan penjelasan yang baik, berarti PR sudah mampu menjadi
fasilitator pemecah masalah, hanya saja masalah tidak berhenti sampai disitu, PR harus
bertanggung jawab untuk melaporkan kepada pihak manajemen hotel, kemudian mengevaluasi
-
bersama Tim, mengapa hal itu bisa terjadi, dan kemudian dalam waktu yang lama harus selalu
bisa menjaga hati para warga agar tidak marah lagi.
4.3.2 Manfaat dan peran PR
a. Membuat organisasi bersikap responsif terhadap kepentingan publik dan
kontribusinya kepada sistem informasi publik yang amat penting bagi masyarakat
demokratis dan kelangsungan hidup organisasi.
b. Membantu dan mempertahankan hubungan antara publik dengan manajemen
oraganisasional yang memerhatikan tanggung jawab sosial dan kepemimpinan yang
bermoral
c. Membantu organisasi untuk mengantisipasi dan merespons persepsi dan opini publik.
Merespon nilai dan gaya hidup yang baru, merespons pergeseran di antara elektorat
dan di dalam lembaga legislatif, dan merespos perubahan-perubahan lain di
lingkungan.
d. Membuat informasi menjadi tersedia melalui sistem informasi publik. Dan juga
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ke publik dengan mendukung pernyataan
pendapat dan debat pasar ide yang kompetitif.
e. Melayani kepentingan publik dengan sudut pandang alternatif dalam forum publik,
termasuk suara dari orang-orang yang diabaikan oleh media masa.
f. Membantu masyarakat dengan menjadi perantara konflik dan membangun konsensus
yang dibutuhkan untuk ketertiban sosial.
g. Memfasilitasi atau membantu penyesuaian dan pemiliharaan dalam sistem sosial yang
memberi kita kebutuhan sosial dan fisik.
Dari jurnal „Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis dalam Memulihkan Citra
PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 di Yogyakarta‟, bisa ditarik
kesimpulan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT. Garuda Indonesia,
penulis menyimpulkan sebagai berikut : Untuk melakukan penanganan krisis yang dilakukan
pihak humas Garuda Indonesia, terlebih dahulu humas mengenali jenis krisisnya terlebih dahulu,
baru tahapan krisisnya, hingga sampai pada pengelolaan krisis. Berdasarkan hasil penelitian tipe
-
krisis yang dihadapi Garuda Indonesia adalah jenis krisis yang bersifat segera, karena
menyangkut kecelakaan pesawat. Terkait dari tipe krisis tersebut, humas menentukan tahapan
dari jenis krisis tersebut termasuk kedalam tahap akut, karena krisis yang dialami ini sudah
termasuk besar, karena memakan banyak korban. Dan untuk selanjutnya dilakukan pengelolaan
krisis dari mulai mengidentifikasi krisis, analisis krisis, dan isolasi krisis. Penanganan yang
dilakukan Humas Garuda Indonesia itu, ternyata berdampak baik bagi perusahaan. Itu terbukti,
karena pelangan percaya akan penanganan yang dilakukan oleh Garuda Indonesia sangat bagus.
Untuk itu khalayak terutama pelanggan masih mempercayai Garuda Indonesia sebagai maskapai
penerbangan yang paling aman. Dapat terlihat dalam penanganan krisis ini humas Garuda
Indonesia melakukan perannya dengan sangat baik dan maksimal.
Kemudian dalam hal ini perbandingannya dengan PR BW HOTEL adalah ketika
menangani suatu konflik, terlebih dahulu PR BW HOTEL melakukan penanganan singkat sesuai
dengan masalahnya, misalnya karena masalah pengaduan musik dari warga itu harus segera
mendapatkan respon, maka saat itu juga ketika pewakilan masyarakat datang ke hotel
menyampaikan keluhan, PR pihak hotel langsung menemui perwakilan masyarakat dan meminta
maaf. Setelah itu, pihak PR segera berdiskusi dengan manajemen Bar agar mencari solusi supaya
kemarahan warga tidak berlarut-larut.
Hal krusial yang harus dijaga dalam hal ini adalah supaya warga tetap memberikan
respect terhadap hotel, agar pihak hotel tetap bisa menjaga produktivitasnya dan tidak
mengalami kerugian dalam bentuk materi ataupun nama baik hotel itu sendiri. Karena
bagaimanapun juga, BW Hotel berada ditengah-tengah pemukiman padat penduduk, yang mana
apabila keluhan masyarakat sampai mencuat ke khalayak ramai melalui media, maka akan
berpengaruh buruk bagi nama baik hotel dan tentu saja dapat membawa efek buruk bagi income
hotel tersebut. Sebab nama baik dari sebuah perusahaan sangatlah berpengaruh pada pendapatan
perusahaan itu sendiri. Setelah itu, pihak PR dari Hotel memberikan semacam umpan balik yang
positif dengan melakukan kegiatan yang positif bagi warga. Dengan demikian, apa yang
dilakukan oleh pihak BW hotel sesuai dengan teori yang penulis pakai, yaitu approach coping,
dengan meminta maaf, memanfaatkan momentum, meredam konflik dengan negoisasi dan
kompromi, lalu memberikan umpan balik dengan hal positif, serta mengadakan evaluasi dengan
-
tim lain agar kejadian tidak terulang lagi. Perbandingan antara strategi BW Hotel dengan PT.
Garuda Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Perbandingan Kasus PT. Garuda Indonesia dan BW Hotel
PT. Garuda Indonesia Best Westen Star Hotel Semarang
Penanganan Masalah:
Konflik atau krisis yang dihadapi oleh PT.Garuda terkait kecelakaan yang
terjadi pada salah satu armadanya
termasuk kedalam exploding crisis,
yaitu sesuatu yang terjadi diluar
kebiasaan (Linke, 1989:167).
Krisis ini sifatnya darurat. Diperlukan
ketelitian, kehati-hatian, dan ketepatan
sebelum mengambil dan
menindaklanjuti keputusan yang
diambil sebab konflik yang terjadi
sangatlah pelik yang menyangkut
hilangnya nyawa para penumpang
Garuda. Keputusan yang diambil untuk
bisa menyelesaikan masalah tidak bisa
diambil secara spontan atau dalam kata
lain keputusan diambil di saat itu juga
ketika konflik terjadi. Butuh
perencanaan yang sangat matang untuk
mengatasi konflik semacam ini. Dalam
kasus ini pihak Garuda tidak bisa
menghindari blow up media.
Penanganan Masalah:
Konflik atau krisis yang terjadi pada
BW Hotel termasuk kedalam
immediate crisis, yaitu sebuah kejadian
yang mungkin membuat pihak
manajemen terkejut namun masih ada
waktu untuk mempersiapkan respon
dan antisipasi terhadap krisis tersebut
(Linke, 1989:167). Masalah yang
dihadapi merupakan keluhan atas
ketidaknyamanan warga sekitar hotel
terhadap event musik yang dinilai
mengganggu. Tindakan yang diambil
oleh pihak PR adalah dengan
menghentikan acara musik satu jam
lebih awal demi mengantisipasi agar
masalah tidak menyebar ke sektor lain
dan berlarut-larut. Dalam hal ini pihak
hotel menghindari blow up media
dengan strategi avoidance media
dengan jalan compromising.
4.4 TAHAPAN PENYELESAIAN
Problem focused coping adalah pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian masalah
dengan penyesuaian yang positif dan bersifat analitis logis dan mencari informasi yang
dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1987 dalam Elly, 1998). Problem focused coping atau
approach coping yang dipadukan dengan tindakan tanpa menyia-nyiakan momentum merupakan
strategi kreatif yang dilakukan oleh PR dari Best Western Hotel dalam penyelesaian konflik
musik. Penyelesaian ini mencakup beberapa hal yaitu: 1) Kehati-hatian dan ketepatan dalam
mengambil tindakan penanggulangan masalah; 2) Melakukan tindakan instrumental yaitu
-
tindakan yang mengarah secara langsung pada penyelesaian masalah berikut langkah-
langkahnya; 3) Melakukan negosiasi dan compromising, yaitu menempatkan seseorang pada
posisi moderat yang secara seimbang memadukan kepentingan sendiri (perusahaan) dan orang
lain (masyarakat). Berikut adalah tindakan dalam strategi kreatif PR Best Western Hotel sesuai
dengan cakupan aspek yang telah diuraikan:
a. Memanfaatkan Momentum
Pada kasus ini, PR Best Western Hotel dengan cepat menanggapi keluhan yang
disampaikan oleh perwakilan masyarakat. Saat itu juga, ketika perwakilan dari masyarakat
mendatangi hotel, PR dengan segera merespon dengan meminta maaf dan mengambil tindakan
penanggulangan spontan. Tindakan tersebut dilakukan dengan cara segera menjawab
permasalahan inti yang dikeluhkan oleh masyarakat, yaitu dengan mengecilkan volume sound
musik pada event yang tengah berlangsung.
Kedua, tindakan yang cepat dan tepat dilakukan dengan cara menghentikan acara musik
satu jam lebih awal dari jadwal yang seharusnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah permasalahan merambat ke sektor lain, seperti efek buruk pada nama baik hotel itu
sendiri yang mungkin akan mendatangkan permasalahan lain seperti permasalahan finansial atau
perijinan dari RT ataupun RW setempat untuk mengadakan event-event lainnya. Tindakan
memanfaatkan momentum seperti mengecilkan volume dan menghentikan acara musik satu jam
lebih awal yang dilakukan oleh PR BW Hotel dapat dianalisa sebagai langkah awal untuk
mendapat simpati dari masyarakat, sebelum melangkah pada langkah dan rencana
penanggulangan selanjutnya. Sebab melihat kasus yang dihadapi pihak hotel, permintaan maaf
saja tidak mungkin cukup untuk menarik simpati dan meredam emosi tanpa adanya tindakan
nyata yang sifatnya instrumental.
Cara seperti ini terbilang sangat jarang dilakukan oleh perusahaan atau hotel-hotel lain.
Dengan menghentikan acara satu jam lebih awal, tentu pihak hotel akan merugi. Inilah yang
seringkali menjadi pertimbangan setiap PR di berbagai perusahaan. Memang benar setiap
perusahaan yang bergerak dibidang perhotelan mengutamakan kepuasan para customernya.
Sebab, dari merekalah profit perusahaan datang. Namun, jika dianalisa lebih dalam lagi, kerugian
yang disebabkan oleh penghentian acara musik satu jam lebih awal tersebut tidaklah akan
sepanjang jika konflik dengan masyarakat sekitar hotel tidak lekas diselesaikan. Customer hotel
-
dapat berubah dan berganti dalam waktu yang singkat, sementara penduduk sekitar tetap akan
tinggal dalam waktu yang terbilang sangat lama di sekitar hotel. Konflik dengan warga sekitar
jika tidak diatasi dengan cepat dan tepat bisa mendatangkan kerugian jangka panjang bagi
perusahaan. Mau tidak mau, yang paling utama ketika konflik sudah terlanjur terjadi adalah
pihak hotel harus dapat memperbaiki dan selanjutnya menjaga keharmonisan hubungan dengan
warga sekitar agar produktivitas hotel kedepannya tidak akan mengalami gangguan yang sama
lagi.
Selain itu, memanfaatkan momentum dengan cepat dan tepat juga dilakukan PR BW
Hotel dalam rangka mengantisipasi bocornya kasus musik tersebut ke khalayak ramai melalui
media. PR segera mengambil tindakan dengan cara menghubungi kolega dari beberaapa media
yang beliau kenal selang beberapa saat setelah langkah awal diambil. Pihak PR memastikan
dengan hati-hati agar berita tidak mencuat ke publik dan merusak citra baik BW Hotel.
b. Melakukan CSR (Corporate Social Responsibility)
Sebagai langkah selanjutnya setelah pemanfaatan momentum untuk mendapat simpati
serta maaf dari warga, Best Western Hotel kemudian menggagas penyelenggaraan CSR atau
Corporate Social Responsibility. Menurut Widjaja & Yani (2006 dalam Marnelly, 2012) CSR
merupakan komitmen Perseroan untuk berperan serta didalam tanggung jawab sosial dan
lingkungan guna meningkatkan kualitas kehidupan yang bermanfaat baik bagi Persero itu
sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Keesokan harinya setelah
penyampaian keluhan dari perwakilan warga setempat, pihak hotel segera melakukan CSR
sebagai bentuk kepeduliaan terhadap warga tersebut. CSR merupakan strategi lanjutan yang
diambil oleh pihak BW hotel dalam rangka penyelesaian konflik dengan warga setempat.
Setelah langkah awal diambil, CSR sebagai langkah berikutnya dimaksudkan untuk
memperoleh kembali citra Best Western Hotel sebagai satu perusahaan yang baik dimata
penduduk sekitar. Selain itu, CSR menjadi salah satu kewajiban bagi hotel untuk turut peduli
mengentaskan krisis sosial yang terus meningkat. Pelaksanaan CSR juga bertujuan meraih
kembali kepercayaan masyarakat yang sempat hilang akibat konflik musik yang terjadi
sebelumnya, sehingga hubungan pihak dengan hotel membaik. Adapun bentuk CSR tersebut
adalah kerja bakti bersama warga dan donor darah.
-
c. Mengevaluasi Isi Progam
Langkah terakhir dalam pendekatan ini adalah melakukan penilaian terhadap persiapan,
implementasi, dan hasil program. Masing-masing langkah adalah penting, namun proses itu
dimulai dengan pengumpulan data untuk mendiagnosis problem. Informasi dan pemahaman
yang terbentuk di langkah pertama akan mendorong dan memandu langkah berikutnya dalam
proses manajemen Public Relations. Dalam praktiknya, tentu saja diagnosis, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi tidak dapat dipisahkan secara tegas seperti itu, sebab proses ini
berkelanjutan dan bersifat siklis dan diaplikasikan dalam seting yang dinamis.
Evaluasi sendiri menjadi sebuah kode etik bagi seseorang yang berprofesi sebagai PR di
perusahaan manapun. Karena itulah yang menjadi sebuah tangggung jawab moral dan
profesional terhadap perusahaan, masyarakat bahkan untuk dirinya sendiri. Fungsi manajemen
melakukan evaluasi terhadap sikap dua publik yaitu antara internal perusahaan dengan
masyarakat perusahaan adalah mengidentifikasikan kebijakan dan prosedur seseorang atau
sebuah perusahaan terhadap publiknya, menyusun rencana serta menjalankan program-program
komunikasi untuk memperoleh pemahaman dan penerimaan publik (Kasali, 2000:7).
Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis mengadakan wawancara dengan
manajamen inti hotel dan divisi PR. Setelah terjadi kasus tersebut, PR dan manajemen Hotel
mengadakan evaluasi mingguan sekaligus membahas tentang masalah yang baru saja terjadi.
Menurut kepala divisi PR, mereka membicarakan lebih lanjut tentang bagaiamana masalah
tersebut bisa terjadi. Apa saja penyebabnya, dan bagaimana mereka mengatasi konflik-konflik
spontan dan tidak terduga seperti itu, dimana mereka yakin suatu saat akan mengalami hal yang
sama atau bahkan lebih parah.
4.4.1 Intensitas Penerapan CSR
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Best Western Hotel atas kasus musik
yang terjadi, peneliti berhasil memperoleh informasi dari PR BW Hotel bahwa penyelenggaraan
CSR akan dilaksanakan untuk jangka pendek dan panjang. Penyelenggaraan CSR dalam jangka
pendek dilakukan dengan tujuan penanggulangan masalah kasus musik. Hal ini dilakukan
dengan donor darah dan kerja bakti membersihkan lingkungan tempat warga tinggal.
-
Apabila CSR jangka pendek telah sukses dilaksanakan dalam rangka memperbaiki
hubungan hotel dengan warga pasca terjadinya konflik, maka pihak hotel akan merundingkan
kembali penyelenggaraan CSR untuk jangka panjang. Program CSR jangka panjang ini akan
dilaksanakan sebagai kegiatan tahunan dengan kegiatan yang lebih variatif. Program CSR jangka
panjang tersebut bertujuan sebagai tindakan preventif agar konflikyang sama atau mungkin
konflik yang lain yang disebabkan oleh keluhan warga tidak terjadi lagi. Program tersebut
dilaksanakan dalam rangka menjaga keharmonisan pihak hotel dengan warga setempat yang
hidup berdampingan dalam waktu yang lama, dimana akan mendatangkan keuntungan bagi
kedua belah pihak.
4.4.2 Perbandingan dengan Kasus Hotel Sheraton Mustika
Seperti yang dilansir oleh Antara News (14 Agustus 2010) dan Kompas (16 Agustus
2010) mengenai kasus ancaman teror bom oleh sejumlah kelompok masyarakat yang ditujukan
pada Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta, dapat dilihat kesamaan sumber krisisnya disini dengan
apa yang dialami oleh BW Hotel Semarang, yakni sumber krisis yang sama-sama berasal dari
masyarakat. Jika pada BW Hotel kasusnya adalah keluhan atas ketidaknyamanan masyarakat
terhadap aktivitas hotel, maka pada Sheraton Mustika Hotel masalah yang datang adalah berupa
ancaman teror bom dari suatu kelompok masyarakat yang beberapa kali ditujukan kepada pihak
hotel yang dilatarbelakangi oleh rasa ketidakpuasan kelompok tersebut terhadap manajemen
hotel. Meskipun sumber masalah pada kedua hotel tersebut sama-sama datang dari masyarakat,
akan tetapi manajemen hotel memiliki cara yang berbeda dalam penyelesaian masalah yang
mereka hadapi. Sehingga dapat dilihat perbandingan penyelesaian masalahnya adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.2
Perbandingan Kasus Sheraton Mustika dan BW Hotel
Sheraton Mustika Hotel Yogyakarta Best Western Hotel Semarang
Pihak hotel baru bertindak dengan
melaporkan ancaman teror bom
Pihak hotel mendapat keluhan
dari masyarakat yang datang
-
tersebut kepada Polres Sleman
setelah beberapa kali mendapat
ancaman bom via surat pos dari
suatu kelompok masyarakat, yang
sebelumnya meneror dengan
menyampaikan berita adanya
orang gila yang masuk dan
berkeliaran didalam hotel.
Pelaporan dilakukan keesokan
harinya setelah ancaman terakhir
terjadi.
Pelaporan hanya bertujuan untuk
mencari tahu pelaku.
Melakukan press release setelah
pelaporan kasus ke pihak
berwajib.
langsung ke hotel menyampaikan
ketidaknyamanan mereka atas
event musik yang
diselenggarakan hotel.
Pihak hotel saat itu juga
merespon keluhan masyarakat
dengan mengecilkan volume
sound musik dan menghentikan
acara satu jam lebih awal.
Pihak hotel berupaya
menghubungi kolega dari media
agar berita tidak sampai mencuat
ke khalayak ramai.
Dari data diatas dapat dilihat perbandingannya bahwa pihak Sheraton Mustika Hotel
beberapa kali mendapat teror dari suatu kelompok masyarakat yang merasa tidak puas atas
manajemen hotel. Salah satu ancaman sebelumnya berupa berita tentang adanya orang gila yang
masuk ke hotel dan berkeliaran. Dan ancaman yang terakhir yakni tentang adanya teror
pemasangan bom didalam hotel. Pihak hotel baru mengambil tindakan dengan melaporkan
ancaman tersebut ke pihak berwajib setelah beberapa kali datang surat teror. Hal ini
menunjukkan bahwa pihak hotel kurang memanfaatkan momentum dan tidak segera mengambil
tindakan instrumental yang mengarah langsung pada penyelesaian masalah. Akibatnya, pihak
Sheraton Mustika Hotel mendapat ancaman hingga beberapa kali. Dengan kata lain, krisis yang
sama diahadapi oleh hotel karena penyelesaian yang tidak cepat dan tepat.
Berbeda dengan BW Hotel yang menerapkan approach coping dengan memanfaatkan
momentum untuk menyelesaikan masalah ketidaknyamanan masyarakat atas aktivitas BW Hotel.
-
Strategi ini kemudian diikuti dengan tindakan berupa penyelenggaraan CSR dalam rangka
menjalin hubungan baik dengan masyarakat setelah kasus terjadi. Sementara, tindakan yang
diambil oleh Sheraton Mustika Hotel hanya dilakukan untuk mencari tahu pelakunya saja.
Statement tersebut menunjukkan bahwa pihak hotel hanya ingin tahu pelakunya saja tanpa
menindaklanjuti uoaya untuk merangkul dan membina hubungan baik dengan masyarakat yang
mengaku tidak puas atas manajemen setelah mengetahui siapa pelakunya. Dari uraian diatas,
dapat disimpulkan bahwa strategi yang dilakukan oleh BW Hotel Semarang dengan approach
coping tanpa menyia-nyiakan momentum dapat dikatakan sebagai salah satu strategi kreatif.