bab iv sajian data dan analisis 4.1 profil best …...development 3 in 1 ( kondotel, apartment dan...

21
BAB IV SAJIAN DATA DAN ANALISIS 4.1 PROFIL BEST WESTERN HOTEL Best western berlokasi di Jalan MT Haryono 972 Semarang, hotel ini dioperasikan jaringan hotel internasional, Best Western Internasional. Akhir tahun 2012, hotel bintang empat ini hadir di tengah-tengah masyarakat Jawa Tengah khususnya Semarang. Saking tingginya, bangunan yang akan diresmikan tanggal 12-12-12 ini terlihat paling menonjol untuk sebuah bangunan. Hotel ini terdiri dari 259 unit kamar dengan empat tipe kamar, yakni superior, deluxe, suite dan junior suite. Fasiltas lainnnya sembilanmeeting room dengan kapasitas sekitar 200 orang per ruangan, duaexecutive lounge, serta swimming pool tertinggi di Indonesia karena terletak dilantai paling atas. Best Western star hotel & star apartment merupakan Icon Baru Semarang dan bangunan pertama tertinggi di semarang dengan mengusung konsep Mixed Use Development 3 in 1 ( Kondotel, Apartment dan Life Style Mall ). Best Western Star Hotel merupakan salah satu hotel bintang 4 yang menawarkan fasilitas kenyamanan baik untuk bisnis maupun berwisata di Semarang. Hotel ini dibangun pada tahun 2012, Best Western Star Hotel memiliki 258 kamar, dan 140 kamar di antaranya dijual dalam bentuk kondominium hotel (kondotel) kepada sejumlah investor. Best Western Star Hotel merupakan Hotel Internasional, Best Western memiliki 4100 cabang di seluruh dunia. memiliki jaringan terkuat di dunia, dan memiliki sistem penjualan dan pemesanan online (Kuta,Kompas.com, Sabtu, 26 Februari 2011). Manajaemen Hotel ini memiliki beberapa divisi penting didalamnya, antara lain PR, E-commers, Sales Marketing, GRO, HRD, HRM, RM, Front Desk, Front Office Manager Sebagai hotel Best Western Star Hotel merupakan chain hotel terbesar di dunia dengan aturan pendirian yang sangat mudah dan tidak kaku, bisa menyesuaikan dengan adat dan tradisi dimana hotel itu akan dibangun. (katalog Best Western Hotel ; 2013) Best Western Star Hotel Semarang didirikan pada tahun 2012. Sebagai hotel yang tergolong baru, hotel ini tidak kalah dengan hotel-hotel bintang empat lainya yang ada di Kota Semarang. Tahun 2013, diusianya yang baru setahun, Best western Hotel memperoleh

Upload: others

Post on 29-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB IV

    SAJIAN DATA DAN ANALISIS

    4.1 PROFIL BEST WESTERN HOTEL

    Best western berlokasi di Jalan MT Haryono 972 Semarang, hotel ini dioperasikan

    jaringan hotel internasional, Best Western Internasional. Akhir tahun 2012, hotel bintang empat

    ini hadir di tengah-tengah masyarakat Jawa Tengah khususnya Semarang. Saking tingginya,

    bangunan yang akan diresmikan tanggal 12-12-12 ini terlihat paling menonjol untuk sebuah

    bangunan. Hotel ini terdiri dari 259 unit kamar dengan empat tipe kamar, yakni superior, deluxe,

    suite dan junior suite. Fasiltas lainnnya sembilanmeeting room dengan kapasitas sekitar 200

    orang per ruangan, duaexecutive lounge, serta swimming pool tertinggi di Indonesia karena

    terletak dilantai paling atas. Best Western star hotel & star apartment merupakan Icon Baru

    Semarang dan bangunan pertama tertinggi di semarang dengan mengusung konsep Mixed Use

    Development 3 in 1 ( Kondotel, Apartment dan Life Style Mall ).

    Best Western Star Hotel merupakan salah satu hotel bintang 4 yang menawarkan fasilitas

    kenyamanan baik untuk bisnis maupun berwisata di Semarang. Hotel ini dibangun pada tahun

    2012, Best Western Star Hotel memiliki 258 kamar, dan 140 kamar di antaranya dijual dalam

    bentuk kondominium hotel (kondotel) kepada sejumlah investor.

    Best Western Star Hotel merupakan Hotel Internasional, Best Western memiliki 4100

    cabang di seluruh dunia. memiliki jaringan terkuat di dunia, dan memiliki sistem penjualan dan

    pemesanan online (Kuta,Kompas.com, Sabtu, 26 Februari 2011). Manajaemen Hotel ini

    memiliki beberapa divisi penting didalamnya, antara lain PR, E-commers, Sales Marketing,

    GRO, HRD, HRM, RM, Front Desk, Front Office Manager Sebagai hotel Best Western Star

    Hotel merupakan chain hotel terbesar di dunia dengan aturan pendirian yang sangat mudah dan

    tidak kaku, bisa menyesuaikan dengan adat dan tradisi dimana hotel itu akan dibangun. (katalog

    Best Western Hotel ; 2013)

    Best Western Star Hotel Semarang didirikan pada tahun 2012. Sebagai hotel yang

    tergolong baru, hotel ini tidak kalah dengan hotel-hotel bintang empat lainya yang ada di Kota

    Semarang. Tahun 2013, diusianya yang baru setahun, Best western Hotel memperoleh

  • Penghargaan Best Brand Identity terbaik se-Asia dan Timur Tengah diraih oleh Best Western

    Star Semarang. Menurut Artikel Investor Daily Indonesia, Kamis 13 Desember 2012,

    Penghargaan itu di berikan oleh Best Western International regional Asia & Middle East.

    Penganugerahan ini, dinilai dari prestasi dalam kelengkapan fasilitas, standar yang diwajibkan,

    serta tanda dari hotel/signed hotel. Tentu saja itu menjadikan nilai lebih bagi Best western

    Semarang. Karena ditahun yang sama, Hotel best Western di lain kota, belum tentu mendapatkan

    penghargaan serupa seperti yang diraih oleh Best Western Semarang.

    Acara Penganugerahan ini, dilaksanakan bersamaan dengan Best Western International

    operation Asia Middle East Meeting, yang diselenggarakan di Best Western Sunset Road, Bali

    beberapa waktu yang lalu. Acara ini, dihadiri oleh ratusan owner hotel dan general manager

    (GM) se-Asia dan Timur Tengah (Press Release suara merdeka 10 Oktober). Belum lagi

    ditambah dengan daya tarik lain dari Best Western Star Hotel adalah pada kolam renangnya yang

    berada di lantai 30 dengan ketinggian 97 meter dari permukaan tanah, oleh sebab itu fasilitas

    kolam renang yang dimiliki Best Western Star Hotel Semarang itu berhasil mencetak rekor baru

    Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai kolam renang terbuka tertinggi di hotel Indonesia

    (Artikel Investor Daily Indonesia, Kamis 13 Desember 2012).

    4.2 ANALISIS STRATEGI KREATIF PUBLIC RELATIONS BW

    Pada sub Bab ini, penulis akan memaparkan hasil penggalian data dilapangan, yaitu dari

    pihak hotel dan warga sekitar tentang kasus musik yang terjadi di best western hotel. Dari data

    dilapangan akan diketahui bagaimana tahapan dan strategi dari pihak hotel dalam mengatasi

    konflik. Berikut adalah hasil penggalian data dilapangan.

    4.2.1 Kasus musik menurut pendapat warga sekitar hotel

    Dalam proses pembangunan dan pendirian Best Western Hotel, yang hadir di tengah-

    tengah kota Semarang, menuai banyak protes dan kritikan dari masyarakat sekitar. Alasannya

    beragam, mulai dari pembangunannya yang dilakukan sampai tengah malam hingga pernah

    terjadi kerusakan rumah di beberapa rumah milik masyarakat sekitar. Selain itu dari percakapan

    dengan warga sekitar, ada sebuah kejadian pada acara musik yang mendapat teguran dari warga

    sekitar.

  • Cerita singkat dari kejadian tesebut adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hotel

    merasa terganggu dengan acara musik yang diselenggarakan oleh pihak Best Western Hotel.

    Walaupun mungkin itu dilakukan di lantai paling atas, tapi dari pengakuan warga setempat, suara

    musik dari hotel terdengar sangat menggangu. Kemungkinan besar acara tersebut memang

    memakai sound yang sangat kuat. Berikut adalah kutipan dari hasil wawancara dengan Ketua RT

    warga setempat:

    “Terus terang kami merasa terganggu oleh suara musik dari hotel yang bisa dibilang memang

    keras.”

    (Informan 3)

    Setelah itu, salah satu wakil dari masyarakat, yaitu kepala RW bersama dengan pihak

    keamanan setempat, mendatangi hotel dengan tujuan menyampaikan permohonan agar pihak

    hotel mau menurunkan volume pada acara musik tersebut. Akhirnya dari pihak hotel berjanji

    untuk segera menurunkan volume acara musik. Menurut masyarakat sekitar, setelah teguran dari

    warga disampaikan, volume musik berkurang. Selang beberapa lama kemudian, sepertiya acara

    telah selesai, karena tidak lagi terdengar suara ribut atau keras.

    4.2.2 Kasus musik menurut pendapat dari pihak hotel

    Sesuai dengan yang diungkapkan oleh broom bahwa salah satu Tugas PR adalah sebagai

    Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process Fasilitator). Peranan Public

    Relations dalam pemecahan permasalahan Public Relations ini merupakan bagian dari tim

    manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasihat

    (adviser) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau

    krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional. Berikut adalah kutipan dari hasil

    wawancara dengan PR Best Western Hotel.

    “Dalam kondisi apapun, jika ada masalah urgent, seorang PR harus memiliki kepekaan dan

    strategi yang pas dalam memecahkan masalah tersebut. Pada prakteknya di sebuah hotel, jika ada

    masalah antara konsumen atau tamu, masalah dengan warga sekitar atau siapa saja, maka PR

    harus turun tangan bersama dengan general manager beserta dengan team PR yang tergabung

    didalamnya, tergantung berapa besar masalahnya”

    (Informan 1)

  • Adapun hasil wawancara dengan Assiten Resto dan Bar Best Western Hotel, yang mana

    ketika konflik berlangsung, yang bersangkutan ada ditempat kejadian. Berikut adalah hasil

    kutipan dari wawancara.

    “Ketika itu, Best Western Hotel menyelenggarakan event musik ketiga, karena yang pertama dan

    kedua sukses, Best Western Hotel mencoba untuk membuat event yang lebih besar dan meriah.

    Mulai dari sound, jumlah tamu, sampai acaranya dibuat sebagus mungkin. Dan memang kami

    akui, jika musiknya lebih keras dibandingkan event-event yang sebelumnya. Akan tetapi, kami

    tidak menyangka jika hal itu mengganggu warga sekitar. Karena acaranya dilangsungkan di

    lantai tiga puluh tiga yang menurut kami, jauh dari tempat tinggal penduduk, pada kenyataannya

    warga terganggu. Saat itu, ada warga yang datang ke Best Western Hotel, kalo tidak salah ada

    dua orang, satu dari ketua RW dan satu lagi perwakilan warga sekitar hotel. Mereka bertemu

    dengan Public Relations dari puhal hotel. Mereka menyampaikan bahwa musik yang terdengar

    terlalu keras dan mengganggu jam istrihat mereka. Meskipun Best Western Hotel sudah berijin

    untuk melakukan kegiatan keramaian.”

    (Informan 2)

    Pada akhirnya, langkah yang ditempuh oleh Best Western Hotel adalah sebagai berikut:

    1. PR langsung menemui wakil masyarakat yang menunggu di lobby hotel.

    2. Negoisasi antara wakil masyarakat dengan pihak hotel.

    3. Hasil dari negoisasi adalah pihak hotel setuju untuk segera mengecilkan volume agar

    tidak mengganggu warga setempat lagi.

    4. Dari pengaduan warga setempat, akhirnya pihak hotel memutuskan untuk

    menghentikan acara satu jam sebelum waktu yang ditentukan. Meskipun ada

    komplain dari tamu, tetapi acara tetap di hentikan, agar tidak mengecewakan warga

    setempat.

    Ketika disinggung soal apakah kasus ini sampai diliput atau tayang dimedia, berikut ini

    jawaban dari pihak PR Best Western Hotel.

    “Sebenarnya ada semacam kasak-kusuk jika kasus ini sudah sampai ditelinga media, sebelum

    benar-benar di munculkan dimedia, saya selaku PR saat itu segera menetralisir keadaan agar

    jangan sampai konflik ini dimunculkan di media yang pastinya akan membuat nama baik hotel

    menjadi buruk. Kemudian saya mendekati beberapa teman media dimana kami sebelumnya

    sudah saling kenal, karena beberapa kedekatan sebelumnya, saya hanya memastikan saja kalau

    hal tersebut tidak masuk ke media.”

    (Informan 1)

    Sesuai dengan hakekat kinerja PR, dalam hal ini, PR menjadi media agar

    kesalahapahaman yang terjadi antara perusahaan dan orang sekitar tidak berlarut-larut. Penulis

  • mengadakan wawancara dengan beberapa orang yang terlibat dalam penanganan masalah dan

    konflik musik antara Best Western Hotel dengan warga setempat. Dari pembicaraan singkat

    antara pemimpin warga dengan pihak hotel, mereka akhirnya memutuskan untuk mengadakan

    pertemuan guna membicarakan kesepakatan yang baik, agar tidak saling merugikan. Dari

    wawancara Ketua Rukun Tetangga didapat informasi seperti berikut ini.

    “Kami merasa, bahwa pengaduan keberatan kami soal musik yang keras dari BEST WESTERN

    hotel, tidak berlebihan. Karena kami merasa menyampaikannya dengan baik. Kemudian dari

    pihak hotel malam itu juga langsung menyambut kami dan berjanji untuk mengecilkan volume,

    meskipun acara mereka memiliki ijin tetapi BEST WESTERN hotel ada di daerah atau kawasan

    padat penduduk, jadi mereka juga harus menghargai kami yang ada disekitar mereka.”

    (Informan 3)

    Lebih jauh lagi, ketika disinggung soal bagaiamana langkah berikutnya dari Pihak Best

    Western Hotel, berikut ini penuturan dari Ketua Rukun Warga setempat.

    “Setelah pengaduan kami diterima dari pihak hotel, dan pihak hotel mengecilkan volume sesuai

    dengan yang kami inginkan, maka keesokan harinya, wakil dari hotel menemui saya, dan

    mengajak warga untuk bertemu karena dari pihak hotel ingin meminta maaf sekaligus akan

    mengadakan kegiatan bersama dengan warga setempat, saya pun menyampaikan kepada warga

    tentang niat baik dari pihak hotel.”

    (Informan 4)

    Dari wawancara terpisah dengan pihak hotel, penulis juga menanyakan hal yang sama

    kepada PR hotel tentang bagaimana langkah selanjutnya dari pihak hotel terhadap warga

    setempat.

    “Hal yang dilakukan oleh pihak hotel pada keesokan harinya adalah meminta maaf kepada warga

    melalui wakil RW, kemudian supaya lebih enak, kami dari pihak hotel ingin bertemu langsung

    dengan warga sekitar, sehingga dalam pertemuan itu kami mengutarakan keinginan kami untuk

    mengadakan kerja bakti dengan warga sekitar dan aksi donor darah. Kami berharap dengan aksi

    CSR ini akan membuat hubungan kami dengan warga sekitar bisa menjadi pulih.”

    (Informan 1)

    4.2.3 Strategi Kreatif BW Hotel dalam Menangani Konflik

    4.2.3.1 Negosiasi

    Pramono (1997) mengacu pendapat dari Folwer yang menyebutkan definisi negosiasi

    sebagaimana berikut ini:

    “Proses interaksi dengan mana kedua pihak atau yang lebih perlu terlibat secara bersama didalam hasil akhir kendati pada awalnya masing-masing pihak mempunyai sasaran yang

  • berbeda beruasaha untuk menyelesaikan perbedaaan mereka dengan menggunakan argumen dan

    persuasi untuk mencapai jalan keluar yang dapat diterima bersama”

    Dari definisi tersebut tersirat adanya suatu proses dalam jangka waktu tertentu yang harus

    diikuti dengan strategi (akan diuraikan pada strategi organisasi). Sehingga dalam menetapkan

    tahap-tahap yang ada, selain strategi, diperlukan pula keterampilan yang disesuaikan dengan

    kebutuhan pada tahapan dalam negosiasi yang dapat dibagi menjadi 3 tahapan.

    1. Tahap Awal

    Tahapan awal yang perlu dipahami adalah tahap sebelum negosiasi pelaku atau

    organisasi perlu mengetahui kejadian-kejadian yang melatar belakangi suatu permasalahan.

    Untuk memudahkan identifikasi permasalahan dapat dibuat urutan daftar pertanyaan yang

    jawabannya akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan strategi pada tahapan selanjutnya.

    Contoh pertanyaan yang dapat disusun pada tahap ini diantaranya adalah :

    a. Apakah pokok permasalahannya ?

    b. Apakah Negosiasi memang perlu dilakukan ataukah dapat diupayakan dengan

    kemungkinan lain?

    c. Bagaimana kondisi hubungan kedua belah pihak? Apakah dimungkinkan untuk diadakan

    suatu kesepakatan atau tidak?

    Apabila daftar pertanyaan tersebut ditemukan bahwa kedua pihak memang membutuhkan

    kesepakatan maka tahap negosiasi selanjutnya dapat direncanakan berikut dengan strateginya.

    Namun apabila salah satu pihak tidak berkeinginan untuk membuat kesepakatan maka negosiasi

    menjadi sulit untuk dilakukan. Dalam kondisi seperti ini diperlukan upaya pendekatan dalam

    bentuk lain, misalkan lobby atau memanfaatkan pihak lain untuk membicarakannya.

    Dalam hal ini, sebelum masyarakat mendatangi pihak hotel, antara masyarakat sendiri

    pasti sudah melakukan negoisasi antar warga, sehingga mereka memutuskan untuk mendatangi

    hotel. Ketika sampai di hotel, perwakilan dari masyarakat setempat segera menyampaikan apa

    yang menjadi keluh kesah mereka. Dari pihak hotel segera menanggapi dengan baik dan

    mengatakan kepada masyarakat agar menunggu sebentar, karena dari pihak hotel akan

    memanggil coordinator acara. Dalam hal ini terjadi negoisasi awal.

  • 2. Tahap selama berlangsungnya negosiasi

    Pada tahap ini beberapa hal yang harus disiapkan oleh para pihak yang akan melakukan

    perundingan adalah:

    a. Menetapkan permasalahan pokok dengan menyatukan perbedaan dan pembuat pengertian

    yang sama terhadap permasalahan.

    b. Menetapkan posisi awal.

    c. Menyiapkan argumentasi.

    d. Mengembangkan kemungkinan dari permasalahan.

    e. Menetapkan proposal yang merupakan gagasan baru yang menjurus kearah kesepakatan,

    sifat fleksibel dan dapat dimodifikasi.

    f. Menetapkan dan menandatangani proposal akhir yakni jalan keluar yang dipilih guna

    mengatasi perbedaan pendapat dari pihak yang berunding.

    Selama tahap ini berlangsung, pihak BW hotel menguatkan pihak masyarakat dengan

    mengatakan bahwa pihak hotel menyatakan kata-kata penguat dan meyakinkan bahwa dari pihak

    hotel malam itu juga akan memberikan solusi terbaik untuk pengaduan dari masyarakat

    setempat. Selagi para divisi hotel berunding, para wakil masyarakat yang sudah mendatangi hotel

    diminta menunggu sebentar di lobby.

    3. Tahap sesudah negosiasi.

    Kegiatan pada tahap ini adalah pelaksanaan program persetujuan, masing-masing perlu

    mengetahui apa yang dilakukan, siapa yang melakukan dan waktu pelaksanaannya. Tim kedua

    pihak dapat melakukan peninjauan pelaksanaannya untuk menjamin pelaksanaan komitmen

    bersama.

    Dalam hubungan ini meskipun skala dan pokok bahasan berbeda dan berada pada suasan

    formal maupun informal. Namun masing-masing pihak yang terlibat tahu bahwa mereka sedang

    bernegosiasi.

    Dalam tahapan ini, setalah divisi BW hotel (PR+manajemen Bar) berunding sebentar,

    dari hasil wawancara yang penulis lakukan, maka mereka segera menemui masyarakat yang

    sudah menunggu di Lobby dan menyampaikan hasil rundingan mereka. Pihak hotel

  • menyampaikan bahwa acara tersebut seharusnya sampai subuh baru akan selesai, tapi karena

    masyarakat terganggu ,maka mereka sepakat untk mengehentikan acara sejam kemudian. Mereka

    menjelaskan kepada masyarakat untuk meminta waktu sejam lagi, mereka tidak bisa

    menghentikan seketika agar para tamu juga tidak terlalu kecewa, waktu sejam tersebut nanti akan

    digunakan untuk menjelaskan kepada tamu yang datang dalam acara tersebut. Dari hasi negoisasi

    ini, para wakil masyarakat akhirnya setuju dan berpamitan pulang dan menyampaikannya kepada

    warga.

    4.2.4 Resolusi konflik

    Konflik biasanya melibatkan seseorang atau kelompok secara aktif melawan nilai atau

    tujuan orang lain. Sebagaimana halnya dengan individu, konflik perusahaan terjadi ketika

    seorang stakeholder bergerak dalam arah yang berbeda dengan organisasi sehingga menciptakan

    perpecahan di antara pihak terkait. Ketika hal ini terjadi, seorang profesional public relations

    harus berusaha menggerakkan organisasi dan publik menuju sebuah resolusi.

    Dalam hal ini pihak PR dari BW Hotel mencoba untuk melakukan kompromi dengan

    warga. BW Hotel seketika itu menjawab keluhan warga. PR mencoba untuk menjembatani

    kepentingan kedua belah pihak, yakni warga dan hotel itu sendiri untuk kemudian mencapai

    suatu resolusi.

    4.3 Strategi Penyelesaian Konflik

    Dari paparan tersebut diatas, berikut ini hasil data dilapangan dengan teori yang sudah

    penulis paparkan dalam Bab 2.

    4.3.1 Plowman dalam Frank Jefkins (2010) dalam “manajemen Public Relations” Fran

    menambahkan 2 taktik negoisasi untuk menyelesaikan konflik, yaitu:

    1. Konstruktif tanpa syarat

  • Organisasi merekonsiliasi kepentingan strategi organisasi dengan kepentingan publiknya,

    tanpa mensyaratkan apakah publik akan mengikuti arahan atau tidak, bahkan walaupun

    pihak lain dalam konflik itu tidak memberi balasan apapun

    Dalam hal ini, BW Hotel merespon dengan baik pengaduan masyarakat, dengan

    menimbang dan mengingat kepentingan masyarakat dan keberadaan hotel yang sama-

    sama penting. Maka supaya semua dapat berjalan dengan baik, maka pihak hotel

    merepson dengan baik pengaduan tersebut.

    2. Penyelesaian jangka pendek

    Dalam jangka waktu yang pendek, pihak hotel segera meminta maaf kepada msyarakat

    dan segera menuruti permintaan mereka.

    3. Penyelesaian dalam jangka panjang

    Dalam hal ini, BW Hotel memelihara hubungan baik kepada warga setempat, tidak hanya

    sebagai bentuk kompensasi dalam kesalahan mereka, tetapi juga mempertahankan dan

    mengaplikasikan CSR dengan baik kepada masyarakat.

    Dari kasus konflik soal musik yang dialami oleh best western Musik, ada empat acuan

    seperti yang diatas. Antara apakah publik bisa tenang dengan penjelasan dari pihak hotel, atau

    menang-menang atau tidak sama sekali, artinya ada kemungkinan yang terjadi dari konflik, yang

    satu pihak menang, satu pihak kalah dan harus meminta maaf atau tidak sama sekali, dan

    posisinya sama-sama harus saling meminta maaf karena salah.

    4.3.2 Fungsi Manajemen PR BW Hotel

    Dari hasil wawancara bersama dengan para divisi PR dari BW Hotel, diperoleh hasil

    bahwa BW hotel setidaknya telah melaksanan keempat fungsi PR yakni:

    1. Memberi saran kepada manajemen di semua level di dalam organisasi sehubungan

    dengan pembuatan keputusan, jalannya tindakan, dan komunikasi, dan

    mempertimbangkan ramifikasi publik dan tanggung jawab sosial atau kewarganegaraan

    organisasi.

  • 2. Meriset, melaksanakan, dan mengevaluasi secara rutin program-program aksi dan

    komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang dibutuhkan untuk mendapatkan

    pemahaman publik yang dibutuhkan untuk kesuksesan tujuan organisasi. Ini mungkin

    mencakup program marketing, finansial, pengumpulan dana, karyawan, komunikasi atau

    hubungan pemerintah, dan program-program lain.

    3. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organsasi untuk memengaruhi atau

    mengubah kebijakan publik.

    4. Menentukan tujuan, rencana anggaran, rekrutmen dan training staf, mengembangkan

    fasilitasnya-ringkasnya, mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan

    semua hal tersebut di atas.

    Secara tidak langsung, PR BEST WESTERN Hotel sudah berusaha untuk melakukan

    fungsi sesuai dengan teori manajemen PR. Adapaun tindakan nyata dari PR adalah memberikan

    masukan yang baik kepada pihak manajemen hotel, agar masalah tidak berlarut-larut. Kemudian

    mengevaluasi kenapa sampai ada komplain dari pihak warga setempat, mengusahakan supaya

    kejadian tersebut tidak terulang lagi, kemudian segera menghubungi media yang memiliki link

    dengan hotel, agar kasus tersebut tidak sampai muncul dimedia, memberikan solusi dan masukan

    yang nyata bagaimana memulihkan kepercayaan kembali dengan warga melalui tindakan yang

    real, misalnya kerja bakti bersama, donor darah, dan sebagainya.

    Dalam kenyataan yang ada, seringkali praktek tidak sejalan dengan teori yang dipelajari

    oleh PR, demikian juga sebaliknya. Dalam teori yang ada, peran profesi public relations semakin

    bias tanpa adanya spesialisasi profesi sehingga diharapkan seorang praktisi PR memahami

    perannya dengan baik, bukan hanya sekedar pelengkap kerja dan pekerjaan rangkap seorang

    sekretaris direksi. Konsep dan peranan petugas PR yang dikembangkan oleh Broom, kemudian

    dikembangkan oleh Bromm dan Smith (Dozier, 1992) Peran PR merupakan salah satu kunci

    penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi. Meskipun secara teori sudah

    sempurna seperti yang telah diungkap diatas, kenyataan yang terjadi adalah ketika konflik

    spontan terjadi, masing-masing divisi PR harus memiliki strategi yang baik dan kreatif agar tidak

    memancing kemarahan warga.

    Ada beberapa fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR sejati antara lain

    berperan sebagai:

  • a. Technician communication

    Teknisi komunikasi merujuk pada keadaan untuk menulis dan mengedit newsletter

    karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi web, dan mengangani kontak

    media. Praktisi yang melakukanm peran ini biasanya tidak hadir disaat manajemen

    mendefinisikan problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan

    komunikasi dan mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh

    motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun mereka tidak hadir saat diskusi tentang

    kebijakan baru atau keputusan manajemen baru, merekalah yang diberi tugas untuk

    menjelaskannya kepada karyawan dan pers.

    Dalam hal ini, PR dituntut untuk menjadi seorang teknisi untuk memberikan keterangan

    di media seputar konflik yang terjadi di BW hotel. Ketika konflik soal music mencuat, seorang

    PR harus segera tanggap dengan memantau segala hal kemungkinan yang terjadi, melalui social

    media. Siapa tahu sudah ada customer yang menulis status atau statement yang membahayakan

    image hotel. Jika memang sudah ada yang menulis, lebih baik segera di selesaikan dengan baik,

    entah dengan meminta maaf atau jika perlu mengklarifikasi masalah yang ada. Dari wawancara,

    PR BW hotel mengatakan ia sempat mendapatkan bocoran dari teman-teman media, bahwa

    beberapa dari media sudah sempat mendengar tentang kasus ini. Maka sebelum berita ini

    mencuat di media, maka PR BW Hotel memberikan klarifikasi melalui percakapan singkat

    bahwa tidak terjadi hal besar, hanya kesalahpahaman kecil supaya hal tersebut tidak menjadi

    pemberitaan dan konsumsi publik.

    b. Expert Prescriber communication

    Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lain akan menganggap

    mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan solusinya. Manajemen puncak menyerahkan PR

    di tangan para ahli dan manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang

    beroperasi sebagai praktisi pakar bertugas mendefinisikan probelm, mengembangkan program,

    dan bertanggung jawab penuh atas implemetasinya. Dalam hal ini, PR beserta dengan crew PR

    yang ada, sekaligus bersama dengan orang yang terlibat dalam kasus tersebut,

    mengindentifikasikan masalah yang ada. Dalam waktu singkat, ketika warga datang kemudian

    komplain, security dan wakil dari BW hotel langsung berembug dan mengatakan kepada warga,

    bahwa pihak Hotel akan merespon dengan segera pengaduan dari warga. Dalam hal ini,

    manajemen hotel menyerahkan PR untuk memberikan keputusan yang terbaik agar warga tidak

  • semakin marah. Dan terbukti, acara tersebut tidak sampai selesai seperti jam yang ada dalam

    rencana sebelumnya.

    c. Communication facilitator

    Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka

    dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liason),

    interpreter, dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah

    dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga

    agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan

    oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputuasan demi kepentingan bersama.

    Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi ini bertindak sebagai sumber

    informasi dan agen kontak resmi antara organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi,

    menyusun agenda mendiagnosis dan memperbaiki kondisi-kondisi yang menganggu hubungan

    komunikasi di antara kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-

    tengah dan berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik. Dalam kasus ini, PR

    betul-betul dituntut untuk menjadi fasilitator dan penengah dari konflik yang ada. Jika PR tidak

    bisa menjadi penengah yang baik, nantinya konflik tidak selesai malah akan melebar dan

    membahayakan bagi hotel itu sendiri. Setelah itu, PR BW hotel masih bertugas untuk

    memperbaiki hubungan antara Pihak hotel dengan warga sekitar yang sempat agak marah. Salah

    satu caranya adalah PR membuat acara CSR seperti donor darah, kerja bakti, agar warga kembali

    menaruh simpati.

    d. Fasilitator Pemecah Masalah

    Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk

    mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan

    strategies. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai

    ke evaluasi program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain untuk dan

    organisasi untuk mengaplikasikan PR dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai

    untuk memecahkan problem organisasional lainnya. Dalam hal ini, setelah PR meredam

    kemarahan warga dengan memberikan penjelasan yang baik, berarti PR sudah mampu menjadi

    fasilitator pemecah masalah, hanya saja masalah tidak berhenti sampai disitu, PR harus

    bertanggung jawab untuk melaporkan kepada pihak manajemen hotel, kemudian mengevaluasi

  • bersama Tim, mengapa hal itu bisa terjadi, dan kemudian dalam waktu yang lama harus selalu

    bisa menjaga hati para warga agar tidak marah lagi.

    4.3.2 Manfaat dan peran PR

    a. Membuat organisasi bersikap responsif terhadap kepentingan publik dan

    kontribusinya kepada sistem informasi publik yang amat penting bagi masyarakat

    demokratis dan kelangsungan hidup organisasi.

    b. Membantu dan mempertahankan hubungan antara publik dengan manajemen

    oraganisasional yang memerhatikan tanggung jawab sosial dan kepemimpinan yang

    bermoral

    c. Membantu organisasi untuk mengantisipasi dan merespons persepsi dan opini publik.

    Merespon nilai dan gaya hidup yang baru, merespons pergeseran di antara elektorat

    dan di dalam lembaga legislatif, dan merespos perubahan-perubahan lain di

    lingkungan.

    d. Membuat informasi menjadi tersedia melalui sistem informasi publik. Dan juga

    meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ke publik dengan mendukung pernyataan

    pendapat dan debat pasar ide yang kompetitif.

    e. Melayani kepentingan publik dengan sudut pandang alternatif dalam forum publik,

    termasuk suara dari orang-orang yang diabaikan oleh media masa.

    f. Membantu masyarakat dengan menjadi perantara konflik dan membangun konsensus

    yang dibutuhkan untuk ketertiban sosial.

    g. Memfasilitasi atau membantu penyesuaian dan pemiliharaan dalam sistem sosial yang

    memberi kita kebutuhan sosial dan fisik.

    Dari jurnal „Peran PR Menerapkan Manajemen Krisis dalam Memulihkan Citra

    PT.Garuda Indonesia Pasca Kecelakaan Pesawat Boeing G.737/400 di Yogyakarta‟, bisa ditarik

    kesimpulan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT. Garuda Indonesia,

    penulis menyimpulkan sebagai berikut : Untuk melakukan penanganan krisis yang dilakukan

    pihak humas Garuda Indonesia, terlebih dahulu humas mengenali jenis krisisnya terlebih dahulu,

    baru tahapan krisisnya, hingga sampai pada pengelolaan krisis. Berdasarkan hasil penelitian tipe

  • krisis yang dihadapi Garuda Indonesia adalah jenis krisis yang bersifat segera, karena

    menyangkut kecelakaan pesawat. Terkait dari tipe krisis tersebut, humas menentukan tahapan

    dari jenis krisis tersebut termasuk kedalam tahap akut, karena krisis yang dialami ini sudah

    termasuk besar, karena memakan banyak korban. Dan untuk selanjutnya dilakukan pengelolaan

    krisis dari mulai mengidentifikasi krisis, analisis krisis, dan isolasi krisis. Penanganan yang

    dilakukan Humas Garuda Indonesia itu, ternyata berdampak baik bagi perusahaan. Itu terbukti,

    karena pelangan percaya akan penanganan yang dilakukan oleh Garuda Indonesia sangat bagus.

    Untuk itu khalayak terutama pelanggan masih mempercayai Garuda Indonesia sebagai maskapai

    penerbangan yang paling aman. Dapat terlihat dalam penanganan krisis ini humas Garuda

    Indonesia melakukan perannya dengan sangat baik dan maksimal.

    Kemudian dalam hal ini perbandingannya dengan PR BW HOTEL adalah ketika

    menangani suatu konflik, terlebih dahulu PR BW HOTEL melakukan penanganan singkat sesuai

    dengan masalahnya, misalnya karena masalah pengaduan musik dari warga itu harus segera

    mendapatkan respon, maka saat itu juga ketika pewakilan masyarakat datang ke hotel

    menyampaikan keluhan, PR pihak hotel langsung menemui perwakilan masyarakat dan meminta

    maaf. Setelah itu, pihak PR segera berdiskusi dengan manajemen Bar agar mencari solusi supaya

    kemarahan warga tidak berlarut-larut.

    Hal krusial yang harus dijaga dalam hal ini adalah supaya warga tetap memberikan

    respect terhadap hotel, agar pihak hotel tetap bisa menjaga produktivitasnya dan tidak

    mengalami kerugian dalam bentuk materi ataupun nama baik hotel itu sendiri. Karena

    bagaimanapun juga, BW Hotel berada ditengah-tengah pemukiman padat penduduk, yang mana

    apabila keluhan masyarakat sampai mencuat ke khalayak ramai melalui media, maka akan

    berpengaruh buruk bagi nama baik hotel dan tentu saja dapat membawa efek buruk bagi income

    hotel tersebut. Sebab nama baik dari sebuah perusahaan sangatlah berpengaruh pada pendapatan

    perusahaan itu sendiri. Setelah itu, pihak PR dari Hotel memberikan semacam umpan balik yang

    positif dengan melakukan kegiatan yang positif bagi warga. Dengan demikian, apa yang

    dilakukan oleh pihak BW hotel sesuai dengan teori yang penulis pakai, yaitu approach coping,

    dengan meminta maaf, memanfaatkan momentum, meredam konflik dengan negoisasi dan

    kompromi, lalu memberikan umpan balik dengan hal positif, serta mengadakan evaluasi dengan

  • tim lain agar kejadian tidak terulang lagi. Perbandingan antara strategi BW Hotel dengan PT.

    Garuda Indonesia adalah sebagai berikut:

    Tabel 4.1

    Perbandingan Kasus PT. Garuda Indonesia dan BW Hotel

    PT. Garuda Indonesia Best Westen Star Hotel Semarang

    Penanganan Masalah:

    Konflik atau krisis yang dihadapi oleh PT.Garuda terkait kecelakaan yang

    terjadi pada salah satu armadanya

    termasuk kedalam exploding crisis,

    yaitu sesuatu yang terjadi diluar

    kebiasaan (Linke, 1989:167).

    Krisis ini sifatnya darurat. Diperlukan

    ketelitian, kehati-hatian, dan ketepatan

    sebelum mengambil dan

    menindaklanjuti keputusan yang

    diambil sebab konflik yang terjadi

    sangatlah pelik yang menyangkut

    hilangnya nyawa para penumpang

    Garuda. Keputusan yang diambil untuk

    bisa menyelesaikan masalah tidak bisa

    diambil secara spontan atau dalam kata

    lain keputusan diambil di saat itu juga

    ketika konflik terjadi. Butuh

    perencanaan yang sangat matang untuk

    mengatasi konflik semacam ini. Dalam

    kasus ini pihak Garuda tidak bisa

    menghindari blow up media.

    Penanganan Masalah:

    Konflik atau krisis yang terjadi pada

    BW Hotel termasuk kedalam

    immediate crisis, yaitu sebuah kejadian

    yang mungkin membuat pihak

    manajemen terkejut namun masih ada

    waktu untuk mempersiapkan respon

    dan antisipasi terhadap krisis tersebut

    (Linke, 1989:167). Masalah yang

    dihadapi merupakan keluhan atas

    ketidaknyamanan warga sekitar hotel

    terhadap event musik yang dinilai

    mengganggu. Tindakan yang diambil

    oleh pihak PR adalah dengan

    menghentikan acara musik satu jam

    lebih awal demi mengantisipasi agar

    masalah tidak menyebar ke sektor lain

    dan berlarut-larut. Dalam hal ini pihak

    hotel menghindari blow up media

    dengan strategi avoidance media

    dengan jalan compromising.

    4.4 TAHAPAN PENYELESAIAN

    Problem focused coping adalah pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian masalah

    dengan penyesuaian yang positif dan bersifat analitis logis dan mencari informasi yang

    dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1987 dalam Elly, 1998). Problem focused coping atau

    approach coping yang dipadukan dengan tindakan tanpa menyia-nyiakan momentum merupakan

    strategi kreatif yang dilakukan oleh PR dari Best Western Hotel dalam penyelesaian konflik

    musik. Penyelesaian ini mencakup beberapa hal yaitu: 1) Kehati-hatian dan ketepatan dalam

    mengambil tindakan penanggulangan masalah; 2) Melakukan tindakan instrumental yaitu

  • tindakan yang mengarah secara langsung pada penyelesaian masalah berikut langkah-

    langkahnya; 3) Melakukan negosiasi dan compromising, yaitu menempatkan seseorang pada

    posisi moderat yang secara seimbang memadukan kepentingan sendiri (perusahaan) dan orang

    lain (masyarakat). Berikut adalah tindakan dalam strategi kreatif PR Best Western Hotel sesuai

    dengan cakupan aspek yang telah diuraikan:

    a. Memanfaatkan Momentum

    Pada kasus ini, PR Best Western Hotel dengan cepat menanggapi keluhan yang

    disampaikan oleh perwakilan masyarakat. Saat itu juga, ketika perwakilan dari masyarakat

    mendatangi hotel, PR dengan segera merespon dengan meminta maaf dan mengambil tindakan

    penanggulangan spontan. Tindakan tersebut dilakukan dengan cara segera menjawab

    permasalahan inti yang dikeluhkan oleh masyarakat, yaitu dengan mengecilkan volume sound

    musik pada event yang tengah berlangsung.

    Kedua, tindakan yang cepat dan tepat dilakukan dengan cara menghentikan acara musik

    satu jam lebih awal dari jadwal yang seharusnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

    mencegah permasalahan merambat ke sektor lain, seperti efek buruk pada nama baik hotel itu

    sendiri yang mungkin akan mendatangkan permasalahan lain seperti permasalahan finansial atau

    perijinan dari RT ataupun RW setempat untuk mengadakan event-event lainnya. Tindakan

    memanfaatkan momentum seperti mengecilkan volume dan menghentikan acara musik satu jam

    lebih awal yang dilakukan oleh PR BW Hotel dapat dianalisa sebagai langkah awal untuk

    mendapat simpati dari masyarakat, sebelum melangkah pada langkah dan rencana

    penanggulangan selanjutnya. Sebab melihat kasus yang dihadapi pihak hotel, permintaan maaf

    saja tidak mungkin cukup untuk menarik simpati dan meredam emosi tanpa adanya tindakan

    nyata yang sifatnya instrumental.

    Cara seperti ini terbilang sangat jarang dilakukan oleh perusahaan atau hotel-hotel lain.

    Dengan menghentikan acara satu jam lebih awal, tentu pihak hotel akan merugi. Inilah yang

    seringkali menjadi pertimbangan setiap PR di berbagai perusahaan. Memang benar setiap

    perusahaan yang bergerak dibidang perhotelan mengutamakan kepuasan para customernya.

    Sebab, dari merekalah profit perusahaan datang. Namun, jika dianalisa lebih dalam lagi, kerugian

    yang disebabkan oleh penghentian acara musik satu jam lebih awal tersebut tidaklah akan

    sepanjang jika konflik dengan masyarakat sekitar hotel tidak lekas diselesaikan. Customer hotel

  • dapat berubah dan berganti dalam waktu yang singkat, sementara penduduk sekitar tetap akan

    tinggal dalam waktu yang terbilang sangat lama di sekitar hotel. Konflik dengan warga sekitar

    jika tidak diatasi dengan cepat dan tepat bisa mendatangkan kerugian jangka panjang bagi

    perusahaan. Mau tidak mau, yang paling utama ketika konflik sudah terlanjur terjadi adalah

    pihak hotel harus dapat memperbaiki dan selanjutnya menjaga keharmonisan hubungan dengan

    warga sekitar agar produktivitas hotel kedepannya tidak akan mengalami gangguan yang sama

    lagi.

    Selain itu, memanfaatkan momentum dengan cepat dan tepat juga dilakukan PR BW

    Hotel dalam rangka mengantisipasi bocornya kasus musik tersebut ke khalayak ramai melalui

    media. PR segera mengambil tindakan dengan cara menghubungi kolega dari beberaapa media

    yang beliau kenal selang beberapa saat setelah langkah awal diambil. Pihak PR memastikan

    dengan hati-hati agar berita tidak mencuat ke publik dan merusak citra baik BW Hotel.

    b. Melakukan CSR (Corporate Social Responsibility)

    Sebagai langkah selanjutnya setelah pemanfaatan momentum untuk mendapat simpati

    serta maaf dari warga, Best Western Hotel kemudian menggagas penyelenggaraan CSR atau

    Corporate Social Responsibility. Menurut Widjaja & Yani (2006 dalam Marnelly, 2012) CSR

    merupakan komitmen Perseroan untuk berperan serta didalam tanggung jawab sosial dan

    lingkungan guna meningkatkan kualitas kehidupan yang bermanfaat baik bagi Persero itu

    sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Keesokan harinya setelah

    penyampaian keluhan dari perwakilan warga setempat, pihak hotel segera melakukan CSR

    sebagai bentuk kepeduliaan terhadap warga tersebut. CSR merupakan strategi lanjutan yang

    diambil oleh pihak BW hotel dalam rangka penyelesaian konflik dengan warga setempat.

    Setelah langkah awal diambil, CSR sebagai langkah berikutnya dimaksudkan untuk

    memperoleh kembali citra Best Western Hotel sebagai satu perusahaan yang baik dimata

    penduduk sekitar. Selain itu, CSR menjadi salah satu kewajiban bagi hotel untuk turut peduli

    mengentaskan krisis sosial yang terus meningkat. Pelaksanaan CSR juga bertujuan meraih

    kembali kepercayaan masyarakat yang sempat hilang akibat konflik musik yang terjadi

    sebelumnya, sehingga hubungan pihak dengan hotel membaik. Adapun bentuk CSR tersebut

    adalah kerja bakti bersama warga dan donor darah.

  • c. Mengevaluasi Isi Progam

    Langkah terakhir dalam pendekatan ini adalah melakukan penilaian terhadap persiapan,

    implementasi, dan hasil program. Masing-masing langkah adalah penting, namun proses itu

    dimulai dengan pengumpulan data untuk mendiagnosis problem. Informasi dan pemahaman

    yang terbentuk di langkah pertama akan mendorong dan memandu langkah berikutnya dalam

    proses manajemen Public Relations. Dalam praktiknya, tentu saja diagnosis, perencanaan,

    implementasi, dan evaluasi tidak dapat dipisahkan secara tegas seperti itu, sebab proses ini

    berkelanjutan dan bersifat siklis dan diaplikasikan dalam seting yang dinamis.

    Evaluasi sendiri menjadi sebuah kode etik bagi seseorang yang berprofesi sebagai PR di

    perusahaan manapun. Karena itulah yang menjadi sebuah tangggung jawab moral dan

    profesional terhadap perusahaan, masyarakat bahkan untuk dirinya sendiri. Fungsi manajemen

    melakukan evaluasi terhadap sikap dua publik yaitu antara internal perusahaan dengan

    masyarakat perusahaan adalah mengidentifikasikan kebijakan dan prosedur seseorang atau

    sebuah perusahaan terhadap publiknya, menyusun rencana serta menjalankan program-program

    komunikasi untuk memperoleh pemahaman dan penerimaan publik (Kasali, 2000:7).

    Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis mengadakan wawancara dengan

    manajamen inti hotel dan divisi PR. Setelah terjadi kasus tersebut, PR dan manajemen Hotel

    mengadakan evaluasi mingguan sekaligus membahas tentang masalah yang baru saja terjadi.

    Menurut kepala divisi PR, mereka membicarakan lebih lanjut tentang bagaiamana masalah

    tersebut bisa terjadi. Apa saja penyebabnya, dan bagaimana mereka mengatasi konflik-konflik

    spontan dan tidak terduga seperti itu, dimana mereka yakin suatu saat akan mengalami hal yang

    sama atau bahkan lebih parah.

    4.4.1 Intensitas Penerapan CSR

    Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Best Western Hotel atas kasus musik

    yang terjadi, peneliti berhasil memperoleh informasi dari PR BW Hotel bahwa penyelenggaraan

    CSR akan dilaksanakan untuk jangka pendek dan panjang. Penyelenggaraan CSR dalam jangka

    pendek dilakukan dengan tujuan penanggulangan masalah kasus musik. Hal ini dilakukan

    dengan donor darah dan kerja bakti membersihkan lingkungan tempat warga tinggal.

  • Apabila CSR jangka pendek telah sukses dilaksanakan dalam rangka memperbaiki

    hubungan hotel dengan warga pasca terjadinya konflik, maka pihak hotel akan merundingkan

    kembali penyelenggaraan CSR untuk jangka panjang. Program CSR jangka panjang ini akan

    dilaksanakan sebagai kegiatan tahunan dengan kegiatan yang lebih variatif. Program CSR jangka

    panjang tersebut bertujuan sebagai tindakan preventif agar konflikyang sama atau mungkin

    konflik yang lain yang disebabkan oleh keluhan warga tidak terjadi lagi. Program tersebut

    dilaksanakan dalam rangka menjaga keharmonisan pihak hotel dengan warga setempat yang

    hidup berdampingan dalam waktu yang lama, dimana akan mendatangkan keuntungan bagi

    kedua belah pihak.

    4.4.2 Perbandingan dengan Kasus Hotel Sheraton Mustika

    Seperti yang dilansir oleh Antara News (14 Agustus 2010) dan Kompas (16 Agustus

    2010) mengenai kasus ancaman teror bom oleh sejumlah kelompok masyarakat yang ditujukan

    pada Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta, dapat dilihat kesamaan sumber krisisnya disini dengan

    apa yang dialami oleh BW Hotel Semarang, yakni sumber krisis yang sama-sama berasal dari

    masyarakat. Jika pada BW Hotel kasusnya adalah keluhan atas ketidaknyamanan masyarakat

    terhadap aktivitas hotel, maka pada Sheraton Mustika Hotel masalah yang datang adalah berupa

    ancaman teror bom dari suatu kelompok masyarakat yang beberapa kali ditujukan kepada pihak

    hotel yang dilatarbelakangi oleh rasa ketidakpuasan kelompok tersebut terhadap manajemen

    hotel. Meskipun sumber masalah pada kedua hotel tersebut sama-sama datang dari masyarakat,

    akan tetapi manajemen hotel memiliki cara yang berbeda dalam penyelesaian masalah yang

    mereka hadapi. Sehingga dapat dilihat perbandingan penyelesaian masalahnya adalah sebagai

    berikut:

    Tabel 4.2

    Perbandingan Kasus Sheraton Mustika dan BW Hotel

    Sheraton Mustika Hotel Yogyakarta Best Western Hotel Semarang

    Pihak hotel baru bertindak dengan

    melaporkan ancaman teror bom

    Pihak hotel mendapat keluhan

    dari masyarakat yang datang

  • tersebut kepada Polres Sleman

    setelah beberapa kali mendapat

    ancaman bom via surat pos dari

    suatu kelompok masyarakat, yang

    sebelumnya meneror dengan

    menyampaikan berita adanya

    orang gila yang masuk dan

    berkeliaran didalam hotel.

    Pelaporan dilakukan keesokan

    harinya setelah ancaman terakhir

    terjadi.

    Pelaporan hanya bertujuan untuk

    mencari tahu pelaku.

    Melakukan press release setelah

    pelaporan kasus ke pihak

    berwajib.

    langsung ke hotel menyampaikan

    ketidaknyamanan mereka atas

    event musik yang

    diselenggarakan hotel.

    Pihak hotel saat itu juga

    merespon keluhan masyarakat

    dengan mengecilkan volume

    sound musik dan menghentikan

    acara satu jam lebih awal.

    Pihak hotel berupaya

    menghubungi kolega dari media

    agar berita tidak sampai mencuat

    ke khalayak ramai.

    Dari data diatas dapat dilihat perbandingannya bahwa pihak Sheraton Mustika Hotel

    beberapa kali mendapat teror dari suatu kelompok masyarakat yang merasa tidak puas atas

    manajemen hotel. Salah satu ancaman sebelumnya berupa berita tentang adanya orang gila yang

    masuk ke hotel dan berkeliaran. Dan ancaman yang terakhir yakni tentang adanya teror

    pemasangan bom didalam hotel. Pihak hotel baru mengambil tindakan dengan melaporkan

    ancaman tersebut ke pihak berwajib setelah beberapa kali datang surat teror. Hal ini

    menunjukkan bahwa pihak hotel kurang memanfaatkan momentum dan tidak segera mengambil

    tindakan instrumental yang mengarah langsung pada penyelesaian masalah. Akibatnya, pihak

    Sheraton Mustika Hotel mendapat ancaman hingga beberapa kali. Dengan kata lain, krisis yang

    sama diahadapi oleh hotel karena penyelesaian yang tidak cepat dan tepat.

    Berbeda dengan BW Hotel yang menerapkan approach coping dengan memanfaatkan

    momentum untuk menyelesaikan masalah ketidaknyamanan masyarakat atas aktivitas BW Hotel.

  • Strategi ini kemudian diikuti dengan tindakan berupa penyelenggaraan CSR dalam rangka

    menjalin hubungan baik dengan masyarakat setelah kasus terjadi. Sementara, tindakan yang

    diambil oleh Sheraton Mustika Hotel hanya dilakukan untuk mencari tahu pelakunya saja.

    Statement tersebut menunjukkan bahwa pihak hotel hanya ingin tahu pelakunya saja tanpa

    menindaklanjuti uoaya untuk merangkul dan membina hubungan baik dengan masyarakat yang

    mengaku tidak puas atas manajemen setelah mengetahui siapa pelakunya. Dari uraian diatas,

    dapat disimpulkan bahwa strategi yang dilakukan oleh BW Hotel Semarang dengan approach

    coping tanpa menyia-nyiakan momentum dapat dikatakan sebagai salah satu strategi kreatif.