bab iv peran bimbingan agama islam dalam …eprints.walisongo.ac.id/7068/5/bab iv.pdfdialami manusia...

49
127 BAB IV PERAN BIMBINGAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBA’UL HUDA NGAWEN BLORA A. Analisis Program dan Pelaksanaan Bimbingan Agama Islam diPondok Pesantren Manba’ul Huda Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami manusia sekarang ini, tidak sedikit membawa dampak negatif terhadap sikap hidup dan perilaku (moral dan akhlak) manusia itu sendiri, baik ia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mulia karena karunia yang diberikan Allah kepadanya berupa akal pikiran yang membedakannya dengan makhluk- makhluk lainnya. Manusia mempunyai dua jalur hubungan. Pertama, jalur hubungan vertikal, yaitu hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan al-Khaliq (Sang Pencipta) Allah Swt. menjalin hubungan dengan Allah ini merupakan kewajiban bagi manusia, karena statusnya sebagai makhluk mengharuskan dia untuk mengabdi dan menghambakan diri kepada Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakannya,

Upload: ngonhu

Post on 06-Aug-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

127

BAB IV

PERAN BIMBINGAN AGAMA ISLAM DALAM

MENUMBUHKAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

DI PONDOK PESANTREN MANBA’UL HUDA NGAWEN

BLORA

A. Analisis Program dan Pelaksanaan Bimbingan Agama

Islam diPondok Pesantren Manba’ul Huda

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dialami manusia sekarang ini, tidak sedikit membawa dampak

negatif terhadap sikap hidup dan perilaku (moral dan akhlak)

manusia itu sendiri, baik ia sebagai makhluk individu maupun

makhluk sosial. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah

yang mulia karena karunia yang diberikan Allah kepadanya

berupa akal pikiran yang membedakannya dengan makhluk-

makhluk lainnya. Manusia mempunyai dua jalur hubungan.

Pertama, jalur hubungan vertikal, yaitu hubungan antara

manusia sebagai makhluk dengan al-Khaliq (Sang Pencipta)

Allah Swt. menjalin hubungan dengan Allah ini merupakan

kewajiban bagi manusia, karena statusnya sebagai makhluk

mengharuskan dia untuk mengabdi dan menghambakan diri

kepada Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakannya,

128

sebagaimana yang jelaskan Allah di dalam firman-Nya surat

Adz-Dzariyaat (51) ayat 56 :

نس الجن خلقت وما [١٥:١٥] لي عبدون إل وال

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan

manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku (Kemenag. RI.

2009: 523).

Maka dari itu pondok pesantren Manba’ul Huda

memberikan layanan bimbingan yang berbasis Islam bagi

santri-santrinya agar mampu mejadi hamba Allah yang baik,

sesuai dengan pengertian bimbingan yang kemukakan oleh

Saerozi (2015 : 14), bimbingan (agama) Islam adalah

pemberian bantuan terhadap individu atau kelompok agar

menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah

yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk

Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di

akhirat.

Kedua, jalur hubungan horizontal, yaitu hubungan

antara manusia dengan sesamanya. Hubungan manusia

dengan sesamanya ini merupakan kodrat pembawaan manusia

itu sendiri sebagai makhluk sosial, yakni makhluk

129

bermasyarakat yang suka bergaul, di samping adanya perintah

Allah agar manusia saling mengenal, saling berinteraksi,

saling berkasih sayang, dan saling tolong menolong di antara

sesamanya (Supadie, 2012: 215 dan 219). Begitu juga dengan

kehidupan santri, di pondok pesantren santri akan belajar

bermasyarakat, bergaul dengan santri-santri lain, dan saling

tolong menolong. Hal itu menjadi bekal bagaimana nanti saat

ia terjun dalam masyarakat yang sesungguhnya.

Beberapa program kegiatan juga disusun oleh pondok

pesantren dalam usaha membentuk santri yang berakhlak dan

berilmu. Pemberian arahan dan bimbingan agama rutin

dilaksanakan setiap hari. Bimbingan agama yang dilakukan

dipondok pesantren bertujuan untuk memberikan pengetahuan

lebih mendalam mengenai agama Islam. Pada mulanya

mereka termasuk orang yang bisa dikatakan masih awam

mengenai pengetahuan agama Islam, sehingga akhirnya

setelah mendapatkan bimbingan santri dapat mengetahui

berbagai pengetahuan Islam dan dapat melaksanakan ibadah

secara tulus dan istiqomah.

Bimbingan agama Islam di pondok pesantren

Manba’ul Huda ini dilaksanakan melalui berbagai program

130

kegiatan, peraturan-peraturan pondok, dan keteladanan dari

pengasuh pondok pesantren dan segenap ustadz/ustadzah

secara intensif. Program kegiatan di pondok pesantren wajib

dilaksanakan oleh para santri, program kegiatan ini bertujuan

untuk membimbing dan membentuk santri menjadi pribadi

yang lebih baik. Dengan adanya serangkaian program

kegiatan di pondok pesantren diharapkan tujuan bimbingan

dapat tercapai dengan hasil yang maksimal. Dalam proses

bimbingan di pondok pesantren ini santri dapat mengetahui

agama Islam lebih dalam dibandingkan yang di dapat dari

sekolah formal. Para santri juga semakin menyadari

pentingnya pengetahuan agama setelah mengikuti proses

bimbingan tersebut. Menurut Sutoyo (2009: 25) tujuan

bimbingan jangka pendek yang ingin dicapai melalui kegiatan

bimbingan adalah agar individu memahami dan mentaati

tuntunan Al-Qur’an. Dengan tercapainya tujuan jangka

pendek ini diharapkan santri yang dibimbing memiliki

keimanan yang benar, dan secara bertahap mampu

meningkatkan kualitas kepatuhannya kepada Allah Swt, yang

tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum-hukum Allah

dalam melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya,

131

dan ketaatan dalam beribadah sesuai tuntunan-Nya. Tujuan

jangka panjang yang ingin dicapai adalah agar individu yang

dibimbing secara bertahap bisa berkembang menjadi pribadi

kaffah. Tujuan akhir yang ingin dicapai melalui bimbingan

adalah agar individu yang dibimbing selamat dan bisa hidup

bahagia di dunia dan akhirat.

Berbagai usaha yang dilakuan pondok pesantren

dalam mewujudkan tujuan utamanya yaitu dengan

menentukan berbagai program kegiatan bimbingan yang wajib

diikuti oleh seluruh santri, diantaranya :

1. Ceramah/pidato

Kegiatan ceramah ini selalu dilaksanakan

setelah selesai sholat jamaah subuh dan magrib di

masjid pondok pesantren oleh pengasuh pondok

pesantren Manba’ul Huda yakni KH. Jufri Nahrowi,

dan melalui kegiatan-kegiatan yang lain. Pemberian

bimbingan dengan ceramah ini merupakan cara yang

paling sederhana yang dapat dilakukan oleh seorang

pembimbing, tujuan yang ingin disampaikan oleh

pembimbing bisa diterima oleh santri secara langsung

dan bisa mendapatkan mad’u lebih banyak dalam satu

132

waktu. Dalam suatu ceramah/pidato terdapat nasihat.

Kata nashihah dapat diartikan sebagai memberi

nasihat, menjahit, dan membersihkan. Syekh Ahmad

bin Syekh Hijazi al-Fasyani memberi komentar atas

arti nashihah tersebut yang dikutip oleh Aziz (2004:

23) :

“Pemberi nasihat diserupakan dengan

penjahit pakaian. Ia berusaha menjaga

kualitas dan memperbaiki barang yang

diterimanya. Ia menjahit baju yang sobek.

Pemberi nasihat juga berupaya meluruskan

dan memperbaiki keagamaan seseorang,

seperti membersihkan madu dari lumuran

lilin”.

Nasihat adalah menyampaikan suatu ucapan

kepada orang lain untuk memperbaiki kekurangan

atau kekeliruan tingkah lakunya. Nasihat lebih banyak

bersifat kuratif dan korektif terhadap kondisi

keagamaan seseorang atau masyarakat yang kurang

baik, dalam hal ini adalah santri.

Kegiatan ceramah/pidato bukan hanya

sebagai pemberi nasihat, tetapi juga merupakan

kegiatan pengajaran (ta’lim) oleh pembimbing kepada

133

para santri. Dalam konteks dakwah, ceramah (tabligh)

pertama kali harus dilakukan untuk menjadikan orang

lain beriman kepada Allah Swt. setelah beriman dan

menjadi muslim, mitra dakwah harus dibersihkan dari

pemikiran, ideologi, sikap, perilaku yang tidak sesuai

dengan Islam. Setelah itu, kepada mereka diajarkan

pedoman hidup Islam yang termaktub dalam Al-

Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, pendidikan

dan pengajaran Islam merupakan bagian dari dakwah

yang diartikan lebih luas. Aziz (2004: 36) mengutip

perkataan Abdul karim Zaidan :

أن ععلواا الااس أكاام اللمام وععففام حددو اهلل فعلى الدعاة إلى اهللول عاتفاا ماه حالعاطفة الطيبة وتف عد الالوات الدقة وإن اللمام صالح لال زمان وماان فإن مذه العوامات لتافي حل ل حد من معففة تفصيل اللمام حالقدر الوستطاع إن نشف مفامي اللمام واجب على كل مسل

عاده عل فما عجاز له كتوانه لليوا عاد شياع الجهل وظهار فون كان البدع

Artinya : Kewajiban bagi para

pendakwah yang mengajak

ke jalan Allah adalah ta’lim

(mengajarkan) umat manusia

tentang hukum-hukum Islam

dan mengenalkan kepada

134

mereka tentang ketentuan-

ketentuan Allah. Para

pendakwah tidak cukup

hanya dengan simpati yang

mendalam kepada mereka

serta mengulang-ulang kata-

kata kebenaran Islam cocok

untuk setiap masa dan

tempat. Penjelasan Islam

secara global tidaklah cukup,

melainkan harus dengan

penjelasan detailnya sesuai

dengan ukuran kemampuan

mereka. Menyebarkan

pemahaman tentang Islam

adalah wajib bagi tiap

muslim. Siapa pun yang

memiliki pengetahuan

tentang Islam, maka ia tidak

diperkenankan

menyembunyikannya, apalagi

saat kebodohan telah tersebar

dan bid’ah telah meluas.

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa tugas

pendakwah/pembimbing adalah mengajarkan hukum-

hukum Islam dan ketentuan-ketentuan Allah secara

detail. Jadi bukan hanya memberikan ceramah secara

135

berulang-ulang tapi juga membimbing mad’u untuk

melaksanakannya.

Glenn R. dalam Aziz (2004: 359-360) telah

membagi empat macam ceramah atau pidato dari segi

persiapannya. Pertama, pidato impromptu, yaitu

pidato yang dilakukan secara spontan, tanpa adanya

persiapan sebelumnya. Kedua, pidato manuskrip,

yaitu pidato dengan membaca naskah yang sudah

disiapkan sebelumnya. Ketiga, pidato memoriter,

yaitu pidato dengan hafalan kata demi kata dari isi

pidato yang telah dipersiapkan. Keempat, pidato

ekstempore, yaitu pidato dengan persiapan berupa

outline (garis besar) dan supporting point

(pembahasan penunjang). Jenis yang terakhir ini

adalah pidato yang paling baik dan paling banyak

dipakai oleh para ahli pidato di pondok pesantren

Manba’ul Huda.

Metode ceramah ini adalah metode

komunikasi satu arah, kelemahan dari kegiatan ini

santri terkadang tidak begitu memperhatikan materi

yang disampaikan, lebih-lebih pada saat sholat jamaah

136

subuh masih ada santri yang mengantuk saat sholat

usai dilaksanakan. Hal ini perlu menjadi perhatian

bagi pengurus pondok pesantren untuk meminimalisir

santri yang masih mengantuk bukan hanya pada saat

sholat jamaah subuh, tapi juga pada saat kegiatan

yang lain.

2. Pengajian kitab-kitab salaf

Pengajian kitab-kitab salaf (kitab kuning) di

pondok pesantren Manba’ul Huda, kitab-kitab yang

dikaji diantaranya yaitu Tafsir Jalalain, Fathul Qarib,

Washoya al Abaa’ lil Abna’, Irsyadul Ibad, Fathul

Mu’in, Wasiatul Mustofa, Taisirul Khallaq, Jawahirul

Bukhori, dan lain-lain. Kitab kuning adalah faktor

penting dalam sistem keilmuan pesantren. Di pondok

pesantren Manba’ul Huda santri tidak hanya diberikan

ilmu yang berkaitan dengan ritual keseharian yang

bersifat praktis-pragmatis, melainkan juga ilmu-ilmu

yang berbau penalaran yang menggunakan referensi

wahyu seperti ilmu kalam, bahkan ilmu-ilmu yang

menggunakancara pendekatan yang tepat kepada

Allah seperti tasawuf. Dalam perkembangannya ilmu-

137

ilmu dasar keisalaman seperti tauhid, fiqih, dan

tasawuf selalu menjadi mata pelajaran favorit bagi

para santri. Tauhid memberikan pemahaman dan

keyakinan terhadap keesaan Allah, fiqih memberikan

cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari

keimanan yang telah dimiliki seseorang, sedangkan

tasawuf membimbing seseorang pada penyempurnaan

ibadah agar menjadi orang yang benar-benar dekat

dengan Allah (Qomar, 2007: 110).

Menurut Mujamil Qomar (2007: 116),

kurikulum pesantren itu perlu ditambah, karena ada

ketidakseimbangan di dalamnya. Kajian tentang fiqih

terlalu kuat, sedang kajian tentang metode tafsir,

hadits, dan pengembangan wawasan keagamaan

kurang ditonjolkan. Padahal semua pesantren

menganggap bahwa sumber hukum itu adalah Al-

Qur’an, hadits, dan qiyas, tetapi justru sumber itu

kurang dikuasai secara kontekstual oleh para santri.

Ilmu fiqih yang bertahan sedemikian lama ini mampu

mendominasi alam pikiran umat Islam dan

berpengaruh dalam menumbuhkan kesadaran hukum

138

mereka serta membentuk sikap normatif yang

terkadang berlebihan. Perilaku seseorang oleh santri

pesantren serba diukur dari segi yang legal-formal

sebagaimana kecenderungan fiqih, dan tidak lagi

mempertimbangkan faktor sosiologis, psikologis, dan

sebagainya. Lantaran sikap inilah sehingga persoalan

halal-haram, syah-batal, wajib-sunah, dan muslim-

kafir masih menjadi kecenderungan wacana di

pesantren.

Metode yang berkembang di lingkungan

pondok pesantren dalam mempelajari kitab kuning

yaitu dengan metode bandungan dan metode sorogan.

Metode bandungan yaitu santri mendengarkan bacaan

dan penjelasan dari kiyai atau ustadz dan santri

menuliskannya pada kitabnya. Sedangkan metode

sorogan yaitu santri membaca kitab kuning yang

bersih dari coretan apa pun di hadapan kiai atau

ustadz. Metode sorogan ini biasa dilakukan setelah

metode bandungan telah dilaksanakan. Dan perlu

diketahui bahwa metode sorogan hanya dilakukan

pada kitab-kitab tertentu saja.Untuk mempersiapkan

139

diri sebelum menghadap kiai atau ustadz, santri akan

lebih sering berlatih membaca kitab kuning bersama

dengan temannya di pondok, mereka menjadi saling

tolong-menolong menyimak bacaan satu sama lain

hingga bacaannya benar.

Dengan proses ini akan mendidik santri

menjadi seseorang yang solid kepada temannya dan

mampu bertanggung jawab ketika dia sudah

mempelajari pelajaran yang ia terima dari ustadz

maka ia harus bisa mengulang kembali pelajarannya.

Apabila santri sudah sering melaksanakan hal tersebut

lambat laun santri tersebut akan mahir dalam

pembacaan kitab kuning meskipun tanpa diajari oleh

ustadz.

3. Sholat berjamaah

Sholat berjamaah hukum aslinya adalah

sunnah, namun disetiap pondok pesantren

mewajibkan santrinya untuk melaksanakan sholat

secara berjamaah. Manfaat dari sholat berjamaah

sangat banyak sekali, sholat sendiri salah satu

keutamannya yaitu mencegah diri agar terhindar dari

140

perbuatan yang keji dan munkar. Diberlakukannya

kewajiban sholat jamaah juga dapat melatih

keistiqomahan santri dalam beribadah. Dan manfaat

yang lain yaitu menjaga silaturrahmi dan merekatkan

persaudaraan diantara para santri dari yang sudah

saling mengenal maupun yang belum terlalu

mengenal. Dalam setiap melaksanakan sholat

berjamaah santri-santri akan sering berkomunikasi

satu sama lain, dengan ini akan membuat mereka

menjadi lebih mengenal dan lebih dekat, apabila

seseorang yang sudah saling mengenal dan bahkan

menjadi dekat maka akan terasa ringan untuk saling

berperilaku prososial. Keutamaan dilaksanakannya

sholat berjamaah juga disebutkan dalam firman Allah

dalam surat Al-Baqarah ayat 43 yaitu :

ااة وأتاا الز كااة واركعاا مع الف كعين وأقيواا الص ل

Artinya : Dan dirikanlah shalat,

tunaikanlah zakat dan

ruku’lah beserta orang-orang

yang ruku’ (Kemenag. RI.

2009: 7).

141

Berdasarkan ayat diatas, kita diperintahkan

untuk sholat, zakat, dan berjamaah. Anjuran sholat

berjamaah merupakan sunnah yang kuat, karena

perintahnya bukan hanya dalam hadits Rasul yang

selama ini kita ketahui, tapi juga diperintahkan dalam

Al-Qur’an.

4. Pemberlakuan sistem ta’zir

Meskipun peraturan sudah ditetapkan, masih

saja ada santri yang tidak mengikutinya dengan

berbagai alasan. Aris adalah salah seorang santri putra

yang masih duduk di kelas IX MTs dan kelas 5

madrasah diniyyah awwaliyah, dia tidak mengikuti

jamaah sholat subuh dikarenakan ketiduran, dan

karena itu dia di hukum membersihkan kamar mandi

pondok pesantren dan menghafalkan surat al-Mulk,

setelah mendapatan ta’zir tersebut dia akan berusaha

untuk tidak mengulanginya lagi meskipun dia

melakukannya secara tidak sengaja (Wawancara, 18

Januari 2017). Dengan diberlakukannya sistem ta’zir

(hukuman) ini diharapkan santri tidak serta merta

dapat meninggalkan peraturan pondok pesantren.

142

Pada mulanya santri mengikuti segala kewajiban

pondok pesantren dikarenakan untuk menghindari

ta’zir, namun dengan seiring diberikannya bimbingan-

bimbingan agama akan menyadarkan santri bahwa

mengikuti kewajiban pondok pesantren merupakan

suatu pengabdian dalam perjalanannya mencari ilmu

sehingga menjadi niat yang tulus menghambakan diri

kepada Allah Swt.

Ajaran ajaran Islam telah menjelaskan bahwa

akan ada konsekuensi dalam setiap hal yang kita

lakukan. Jika kita melakukan hal kebaikan maka

pahala yang akan didapatkan, dan jika melakukan hal

keburukan maka dosa atau hukuman yang akan

didapatkan. Dalam buku Religion Of Islam oleh F. A.

Klein (1971: 39) menjelaskan bahwa :

We have to be considered in this chapter, it

is of importance to know what is the exact

meaning of Faith, and its relation to Islam,

and also who is a true Muslim and who

two Believer, and whether the two terms

Faith and Islam, Muslim and Believer are

143

synonymous, or whether there is a

diference between them.

Science of the object of the branches is

‘Fiqh’. (Sharastani, i 58) Besides these two

great divisions, there are others, under

which the various subjects connected with

theoretical and practical religion may also

be cinsidered :

Belief, embracing the six اعتقا ات (1

articles of faith.

Morals, embracing the آ اب (2

consideration of all the virtues and

moral excellencies enjoined in the

Qur’an and Tradition.

Including acts all of devotion to عبا ات (3

God.

Including such duties as are معامالت (4

required in dealings between man

and man.

Denoting the punishments عقاحات (5

instituted in the Qur’an and

Traditions for various crimes and

transgressions.

144

Berdasarkan pernyataan tersebut, dijelaskan

bahwa orang beriman dan muslim sejati adalah sama.

Dan teori praktis yang terkait dengan agama Islam

secara praktis yaitu, keyakinan yang merangkum

enam pasal iman, moral yang dipertimbangkan dalam

semua kebajikan menurut Al-Qur’an, amaliyah

sebagai pengabdian kepada Tuhan, segala amaliyah

dan transaksi kepada sesama manusia, dan hukuman

dan pelanggaran yang ada dalam Al-Qur’an. Maka

menjalani hukuman untuk setiap pelanggaran yang

telah dilakukan oleh seseorang merupakan suatu

bagian dari kewajibannya sebagai seorang muslim.

Begitu juga santri yang telah melanggar peraturan

pondok pesantren juga wajib menerima ta’zir sesuai

dengan pelanggarannya.

5. Keteladanan

Akhlak atau keteladanan da’i memiliki andil

yang besar dalam menentukan keberhasilan

dakwah/penyuluh agama. Sebagai perbandingan,

dengan keberhasilan pola pembinaan pesantren

terhadap para santri. Para ahli umumnya mengakui

145

keberhasilan sistem pendidikan pesantren. Hal itu

karena pesantren sangat memperhatikan arti penting

ustadz atau kiai di pesantren (Muhyiddin, dkk., 2014:

36). Islam menganjurkan umatnya agar meneladani

orang-orang baik, shalih, dan memiliki akidah yang

benar. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat

Al-An’am ayat 90 :

تده فبهدام الل ه مدى ال ذعن ك ئ أول أجفا عليه ألألا ل قل اق [٥:٠٩] للعالوين ذكفى إل ما إن

Artinya : Mereka itulah orang-orang

yang telah diberi petunjuk

oleh Allah, Maka ikutilah

petunjuk mereka (Kemenag.

RI. 2009: 138).

Ayat di atas menjelaskan bahwa, Allah

menganjurkan untuk meneladani orang-orang yang

telah diberi petunjuk, yaitu orang yang berilmu dan

beramal sholeh yaitu Rasulullah Saw. dan sahabat-

sahabat beliau. Namun saat ini kita juga dapat

meneladani seorang kiai, ustadz, dan lain sebagainya.

Karena segala perilaku seorang yang berilmu akan

didasari dengan ilmunya.

146

Keteladanan yang aplikatif (amaliyah)

mempunyai pengaruh yang besar dan sangat kuat

dalam penyebaran prinsip dan fikrah. Sebab, ia

merupakan kristalisasi dan wujud konkret dari prinsip

dan fikrah tersebut. Ia bisa dilihat dengan jelas,

dicontoh dan diikuti. Berbeda dengan kata-kata dan

ceramah atau tulisan, bisa jadi sebagian pendengar

dan pembaca tidak memahami itu semua, bahkan

mungkin tidak mengerti maksud dan tujuannya.

Terkadang sebagian atau seluruhnya dilupakan. Dan

kadang hanya menjadi sebuah teori belaka, sedang

sebagian besar tidak mengerti bagaimana

penerapannya, atau kadang-kadang sebagian mereka

keliru dalam penerapannya (Munir, 2015: 201).

Bimbingan dilakukan tidak cukup dengan

pemberian materi dan ceramah saja. Layaknya

Rasulullah Saw. beliau dalam mendidik umatnya juga

menggunakan keteladanan yang baik (uswatun

hasanah). Secara psikologis, manusia memerlukan

figur yang bisa dijadikan sebagai panutan, dari figur

tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat

147

besar bagi pola pikir dan perilakunya. Maka

membimbing santri dengan keteladanan ini

merupakan cara yang efektif yang mempermudah

pondok pesantren untuk mencapai keberhasilan tujuan

bimbingan.

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan

bimbingan ini pada umumnya dilakukan secara

kelompok. Hanya bagi santri yang bermasalah akan

dibimbing secara individu oleh ustadz/ustadzah

bahkan oleh pengasuh pondok pesantren. Dalam

bimbingan kelompok ini metode yang digunakan

yaitu metode direktif atau biasa disebut juga sebagai

bimbingan yang bersifat counselor-centered. Sifat

tersebut menunjukkan pihak pembimbing memegang

peranan utama dalam proses interaksi layanan

bimbingan. Pembimbinglah yang berusaha mencari

dan menemukan permasalahan yang dialami klien

(Hamdani, 2012: 113-114). Untuk memberikan

bimbingan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan oleh

santri, pondok pesantren memberikan tes/ujian yang

dapat menunjukkan di posisi manakah kemampuan

148

agama seorang santri tersebut. Setelah hasil diketahui

akan dikelompokkan sesuai dengan tingkatannya dan

bimbingan segera dilaksanakan dengan memberikan

materi-materi agama dalam kegiatan yang telah

dijadwalkan.

Bimbingan dengan metode non-direktif atau

bimbingan yang bersifat client-centered dilaksanakan

ketika bimbingan individu, metode ini diterapkan bagi

santri yang bermasalah. Dalam hal ini santri dapat

mengungkapkan apa saja yang ia rasakan dan

mengapa dia melakukan suatu pelanggaran yang

serius. Sehingga akan mempermudah pembimbing

dalam memberikan pengarahan kepada santri untuk

kembali ke jalan yang benar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam

proses bimbingan di pondok pesantren Manba’ul

Huda telah memberikan pengetahuan agama dan

pentingnya hubungan sosial kepada santri. Dalam hal

pengetahuan agama, sebelum memasuki pondok

pesantren santri mengaku memiliki pengetahuan

agama sangat rendah dan seiring berjalannya kegiatan

149

pondok pesantren semakin memberikan wawasan

lebih luas mengenai pengetahuan agama Islam.

Sebelumnya Aziz yang merupakan salah seorang

santri putra pondok pesantren Manba’ul Huda sering

sekali meninggalkan sholat lima waktu, namun

setelah di pondok pesantren kini dia tidak pernah

melewatkannya bahkan setelah 2 tahun di pondok

pesantren sekarang sering ditambahnya dengan sholat

dluha dan sholat sunnah rowatib.

Hubungan sosial santri sangat dipengaruhi

oleh pola kehidupan pesantren. Pola kehidupan

pesantren termanifestasikan dalam istilah “pancajiwa”

yang di dalamnya memuat “lima jiwa” yang harus

diwujudkan dalam proses pendidikan dan pembinaan

karakter santri. Kelima jiwa tersebut adalah jiwa

keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian,

jiwa ukhuwah Islamiyah, dan jiwa kebebasan yang

bertanggung jawab. Di pondok pesantren ini

“pancajiwa” benar-benar dijadikan pondasi utama

dalam sistem pengajarannya. Hal ini karena

pembinaan karakter dan mentalitas santri dipesantren

150

memang sangatlah diutamakan (Soebahar, 2013: 44).

Beberapa santri Manba’ul Huda juga mengakui hal

tersebut. Salah satunya pada hasil wawancara berikut

ini :

“Kebersamaan sehari-hari di pondok

memberikan banyak perubahan dalam perilaku

saya, dulu saya merupakan seseorang yang tidak

peduli dengan orang lain, namun di pondok

pesantren ini mengajarkan bahwa kepedulian

terhadap sesama sangatlah indah” (Wawancara

Hamidah, 18 Januari 2017).

Lingkungan pondok pesantren yang

berdekatan dengan pemukiman masyarakat setempat

dan terbukanya pondok pesantren dengan

masayarakat menyebabkan hubungan yang positif

antara santri dan masyarakat. Menurut Arifin, salah

seorang warga desa Talokwohmojo yang tinggal di

samping pondok putri Manba’ul Huda pada

wawancara tanggal 18 Januari yaitu :

“Layaknya seperti tetangga, santri dengan

masyarakat saling tolong menolong dalam hal

material maupun spiritual. Beberapa kegiatan di

pondok pesantren sengaja dibentuk dengan

151

melibatkan masyarakat sekitar dan hal itu

membuat kami merasa senang.”

Dengan adanya kegiatan bersama masyarakat

ini diharapkan santri mampu bersosialisasi dengan

baik bukan hanya dengan sesama santri, tapi juga

dengan orang-orang di sekitar pondok pesantren.

Sehingga santri tidak hanya pandai dalam bidang ilmu

pendidikan, tapi juga luwes dalam hal sosialisasi

(Wawancara Ustadzah Naily Nuriyah, 25 Februari

2017).

Bimbingan agama di pondok pesantren

Manba’ul huda berusaha memasukkan nilai-nilai

agama Islam dalam jiwa santri sehingga seluruh

perilaku santri didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits

serta sesuai dengan norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Dengan adanya bimbingan agama Islam,

diharapkan dapat membuat santri bertindak prososial

secara Ikhlas, seperti yang dikemukakan Desmita

yang dikutip oleh Murnita dalam Jurnal Penelitian

Tindakan (2016: 12) yaitu perilaku prososial adalah

segala bentuk tindakan yang dilakukan atau

152

direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa

memperdulikan motif-motif si penolong. Tingkah

laku prososial merupakan tingkah laku positif yang

menguntungkan atau membuat kondisi fisik atau

psikis orang lain lebih baik, yang dilakukan atas dasar

sukarela tanpa mengharapkan penghargaan.

Seorang yang tidak bisa luput dari

pelaksanaan bimbingan agama yang dilaksanakan di

pondok pesantren Manba’ul Huda yaitu pembimbing.

Pembimbing disini yaitu pengasuh pondok pesantren,

ustadz/ustadzah, dan juga pengurus pondok pesantren

atau santri senior yang telah ditunjuk. Kiai sebagai

pimpinan pondok pesantren dibantu oleh para ustadz

dan santri senior memiliki dua fungsi pokok : sebagai

penempa kemampuan santri untuk menjadi seorang

yang alim (kiai) di kemudian hari dan sebagai

pembantu kiai dalam mendidik santri. Sebagai

pembantu kiai ia diharuskan mematangkan

penguasaannya atas kitab-kitab yang diajarkan di

pondok pesantren. Fungsi semacam ini juga dilakukan

153

oleh santri senior, hanya saja wewenang mengajarnya

hanya mengajar santri baru (Muhtarom, 2005: 110).

Serangkaian pelaksanaan kegiatan bimbingan

agama Islam di pondok pesantren Manba’ul Huda ini,

telah meliputi berbagai layanan bimbingan yang

jelaskan secara teoretis oleh Prayitno dan Amti (1999:

255) diantaranya :

1. Layanan orientasi

Yaitu layanan bimbingan yang dilakukan

untuk mengenalkan santri baru terhadap seluk beluk

pondok pesantren Manba’ul Huda meliputi lokasi

pondok pesantren, pengasuh dan ustadz/ustadzah,

program dan kegiatan, serta beberapa peraturan yang

wajib ditaati selama tercatat sebagai santri di pondok

pesantren tersebut.

2. Layanan informasi

Adalah layanan yang diberikan untuk

memberikan pengetahuan kepada santri apa saja yang

dibutuhkan dan peraturan apa saja yang harus ditaati

dalam pelaksanaan bimbingan yang nantinya akan ia

ikuti.

154

3. Layanan penempatan dan penyaluran

Layanan ini bermaksud untuk menunjukkan

kepada santri kemampuan, bakat, minat, dan hobinya

agar dapat tersalurkan dengan baik sehingga dapat

berkembang secara optimal. Santri-santri dipastikan

masuk dalam kelompok yang tepat sehingga tidak ada

kesulitan dalam pelaksanaan bimbingan. Kemampuan

santri yang berbeda-beda mengharuskan pondok

pesantren untuk mengelompokkannya secara terpisah

dengan tujuan bimbingan akan lebih mudah untuk

diikuti santri.

4. Layanan bimbingan belajar

Dalam layanan bimbingan belajar santri

dibimbing untuk dapat mengatasi masalah-masalah

yang timbul selama proses kegiatan di pondok

pesantren, sehingga dapat dilihat hasilnya bahwa

bimbingan agama Islam yang telah diberikan oleh

pembimbing dapat tercerna dengan baik dan tingkat

keberhasilan suatu program kegiatan semakin tinggi.

Pada prakteknya hal ini dilakukan dengan

155

diberikannya waktu kepada santri untuk menanyakan

kembali materi yang belum ia pahami dan pondok

pesantren menyediakan kegiatan tersendiri bagi santri

untuk mengulang kembali pelajarannya bersama

dengan santri senior agar dapat memantau dan

memberikan arahan.

5. Layanan konseling perorangan

Layanan konseling yang diterapkan di pondok

pesantren ini diberikan kepada santri yang benar-

benar bermasalah. Santri yang sering melanggar

peraturan pondok pesantren dan cenderung seenaknya

sendiri diberikan layanan khusus yang berfungsi

mengentaskan masalah santri sedapat-dapatnya

dengan kekuatannya santri sendiri. Biasanya

konseling perorangan ini dilakukan oleh

ustadz/ustadzah bahkan jika diperlukan oleh pengasuh

pondok pesantren.

6. Layanan bimbingan dan konseling kelompok

Layanan ini merupakan bimbingan yang

sering kali dilaksanakan di pondok pesantren

Manba’ul Huda. Dalam kegiatan kelompok efisiensi

156

tenaga dan waktu lebih terjamin dan hasilnya lebih

merata. Santri akan sering berinteraksi dengan sesama

santri dan juga dengan pembimbing secara terbuka

dalam suatu kegiatan.

7. Kegiatan penunjang

Seperti yang telah dijelaskan di atas,

pelaksanaan bimbingan agama Islam di pondok

pesantren Manba’ul Huda dikemas dalam berbagai

progam kegiatan yang telah dijadwalkan dan diatur

oleh pondok pesantren dan dikendalikan pembimbing

sesuai dengan kemampuan masing-masing santri.

B. Analisis Peran Bimbingan Agama Islam dalam

Menumbuhkan Perilaku Prososial Santri di Pondok

Pesantren Manba’ul Huda

Proses pelaksanaan pondok pesantren Manba’ul Huda

dalam memberikan pengajaran keagamaan yaitu membimbing

para santri ke jalan yang benar. Hal itu merupakan bagian dari

dakwah. Telah kita ketahui bersama bahwa Islam merupakan

agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong

pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan

157

dakwah. Dan dalam penyampaian dakwah ini bimbingan

merupakan salah satu metodenya (Munir, 2006: 6). Dengan

diberikannya bimbingan agama Islam di pondok pesantren ini,

santri diharapkan dapat membedakan yang benar dan yang

salah. Dan santri dapat berfikir terlebih dahulu sebelum

mengatakan atau melakukan sesuatu agar tidak merugikan

dirinya sendiri dan orang lain. Dibentuknya kewajiban dan

larangan di pondok pesantren ini guna memberikan

perlindungan dan kenyamanan bagi santri selama mengikuti

serangkaian kegiatan bimbingan di pondok pesantren

sehingga materi-materi bimbingan dapat diterima oleh santri

dengan lebih mudah.

Sebelum membahas peran bimbingan agama Islam di

pondok pesantren Manba’ul Huda dalam menumbuhkan

perilaku prososial pada santri, perlu diketahui adanya fungsi

bimbingan agama Islam menurut Faqih (2001: 37). Karena

fungsi bimbingan agama Islam dapat memberikan peran

dalam menumbuhkan perilaku prososial santri. Berikut adalah

penjelasannya secara lebih rinci :

1. Bimbingan agama Islam berperan sebagai benteng

158

Diberikannya bimbingan agama Islam secara

terus-menerus dapat membuat santri terhindar

masalah. Santri akan berusaha melakukan sesuatu

dengan baik agar selanjutnya dia tidak akan menemui

suatu masalah. Artinya dengan bimbingan agama

Islam membantu santri mencegah timbulnya masalah

bagi dirinya. Maka perannya dalam menumbuhkan

perilaku prososial santri yaitu sebagai benteng

pertahanan untuk sebisanya menghindari melakukan

perilaku yang tidak baik atau perilaku menyimpang.

Bimbingan disini berguna untuk membentengi

perilaku santri seperti yang dijelaskan dalam kitab

Washoya al Abaa’ lil Abna’ dijelaskan pada bab 5

yang artinya :

“Wahai anakku, ingatlah engkau telah

menjadi seorang pelajar yang menuntut ilmu dan

engkau memiliki banyak teman. Mereka adalah

saudara dan temanmu dalam pergaulan. Karena itu,

jangan engkau menyakiti hati atau berlaku buruk

terhadap mereka”

Berdasarkan penjelasan di atas, penting sekali

bagi santri untuk tidak berperilaku buruk. Karena

159

faktanya seseorang yang berlaku buruk kepada

temannya, lama-kelamaan tidak akan ada teman yang

akan bersamanya. Maka penting sekali bimbingan

agama Islam ini sebagai pemelihara perilaku santri

agar tidak melewati batas-batas agama maupun sosial.

Sehingga santri selalu berperilaku baik terkhusus

prososial kapan pun dan dimana pun.

2. Bimbingan agama Islam berperan sebagai pembantu

Santri yang memiliki masalah pasti akan

berusaha menyelesaikannya, dengan diadakannya

bimbingan agama Islam akan dapat membantu santri

dalam memecahkan suatu masalah. Ketika santri

sudah terlanjur melakukan kesalahan dengan berbuat

tidak baik kepada orang lain sampai akhirnya

muncullah suatu masalah, maka dengan adanya

pelaksanaan bimbingan agama ini berperan

membantu santri dalam memecahkan suatu masalah

yang ia hadapi. Dengan adanya bimbingan agama ini

memberikan petunjuk bagi santri bagaimana cara

terbaik dalam menyelesaikan masalah yang telah

dibuatnya dengan penyelesaian yang benar sehingga

160

tidak muncul masalah yang baru. Dalam hal ini

tindakan prososial akan dilakukan oleh santri sebagai

penebus kesalahan yang telah dia lakukan.

3. Bimbingan agama Islam berperan sebagai penuntun

Bimbingan agama Islam dalam hal ini

berperan menuntun santri agar dapat menjaga situasi

dilingkungannya yang semula dalam keadaan yang

kurang baik sehingga menjadi baik. Apabila di

pondok pesantren terjadi suatu masalah meskipun

yang menimbulkan masalah tersebut bukanlah dirinya,

ia akan berusaha membantu dan ikut serta

memecahkannya, perilaku seperti ini merupakan salah

satu bentuk dari perilaku prososial, sehingga

lingkungan yang ada disekitarnya akan selalu dalam

keadaan yang baik.

4. Bimbingan agama Islam berperan sebagai pengokoh

Bimbingan agama Islam membantu individu

memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi

yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih

baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi

sebab munculnya masalah baginya. Sesuatu yang

161

sudah terbentuk layaknya harus dijaga dengan baik.

Demikian pula dengan perilaku prososial yang tidak

mudah dibentuk, apabila sudah terbentuk maka harus

dipelihara agar senantiasa terpupuk di dalam jiwa

santri sehingga dapat terwujud lingkungan yang

semula telah baik bahkan bisa menjadi lebih baik.

Bimbingan agama Islam disini juga berperan

memperkokoh keimanan dan memperteguh hati

para santri untuk selalu berbuat kebaikan terkhusus

perilaku prososial lillahi ta’ala.

Bimbingan agama Islam di pondok pesantren

Manba’ul Huda berperan membatasi dan

mendampingi santri agar tetap pada jalan yang benar,

membuat mereka dapat mengatasi kesulitannya

sendiri, dan menghindari kemungkinan timbulnya

masalah baru. Bimbingan agama di pondok pesantren

ini mampu membuat santri menjadi gemar berbagi,

menolong, berderma, mau bekerjasama, dan selalu

berperilaku jujur. Perintah untuk berperilaku prososial

juga tercatat dalam firman Allah surat Al-Baqarah (2)

ayat 177:

162

ان البف من آمن حالل ه والي ام وجاما قبل الوشفق والوغفب ول ليس البف أن ت الاا واليتامى كبه ذوي القفحى الخف والومائاة والاتاب والا بيين وآتى الوال على

س ائلين وفي الفقاب وأقام الص ماة وآتى الز كاة والوافان والوساكين واحن الس بيل والئك ال ذعن أول والص احفعن في البألاء والض ف اء وكين البأس حعهدم إذا عامدوا

[٢:٥١١ئك م الوت قان ]وأول صدقاا Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke

arah timur dan barat itu suatu

kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya

kebajikan itu ialah beriman kepada

Allah, hari Kemudian, malaikat-

malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan

memberikan harta yang dicintainya

kepada kerabatnya, anak-anak yatim,

orang-orang miskin, musafir (yang

memerlukan pertolongan) dan orang-

orang yang meminta-minta; dan

(memerdekakan) hamba sahaya,

mendirikan shalat, dan menunaikan

zakat; dan orang-orang yang

menepati janjinya apabila ia berjanji,

dan orang-orang yang sabar dalam

kesempitan, penderitaan dan dalam

peperangan. mereka Itulah orang-

orang yang benar (imannya); dan

mereka Itulah orang-orang yang

bertakwa (Kemenag. RI. 2009: 27).

163

Seperti yang dijelaskan dalam ayat di atas,

perilaku prososial sangat dianjurkan oleh Allah Swt.

Segala tindakan kepedulian yang termasuk prososial

terhadap sesama merupakan tindakan yang dilakukan

oleh orang-orang yang benar dalam beriman. Selain

dari firman Allah, hadits Nabi juga menganjurkan

seseorang untuk berperilaku prososial meskipun itu

kepada orang yang dzalim, yaitu :

ي اهلل عاه قال : قال كدث اا مسد كدث اا معتوف عن كويد عن أنس رض مظلاما(. قالاا عا )انصف أخاك ظالوا أو رلال اهلل صلى اهلل عليه ولل

اهلل مذا ن اصفه مظلاما فايف ن اصفه ظالوا ؟ قال تأخذ ف اق عدعه رلال

Artinya : Diriwayatkan dari Musadad,

diriwayatkan dari Mu’tamar, dari

Anas. Anas berkata: Rasulullah

bersabda: Bantulah saudaramu, baik

dalam keadaan sedang berbuat dzalim

atau sedang teraniaya. Anas berkata:

Wahai Rasulullah, kami akan

menolong orang yang teraniaya.

Bagaimana menolong orang yang

sedang berbuat dzalim?” Beliau

menjawab: “Dengan menghalanginya

melakukan kedzaliman. Itulah bentuk

bantuanmu kepadanya. (H.R.

Bukhori)

164

Berdasarkan hadits di atas, kita dianjurkan

untuk menolong dalam hal kebaikan saja. Meskipun

kita menolong orang yang tidak baik, maka

pertolongan kita adalah dengan cara menghalanginya

untuk melakukan ketidakbaikan tersebut.

Perilaku santri tidak seluruhnya mudah untuk

berubah menjadi lebih baik. Semuanya tergantung

pada kemampuan individu santri dalam menyerap

nilai-nilai dari bimbingan agama yang diperolehnya.

Menurut Muzayyanah selaku lurah pondok pesantren

putri pada wawancara 16 Januari 2017, kebanyakan

santri yang mudah berubah dari yang mulanya santri

baru sangat pendiam menjadi sangat ramah dan ringan

membantu sesama, ada juga yang dari awal masuk

pondok pesantren sudah rajin membantu temannya,

namun hal ini sangat jarang sekali. Dan masih saja ada

santri yang tidak berbaur dengan teman-temannya

meski dia sudah di pondok pesantren selama

bertahun-tahun, menurutnya santri tersebut sulit sekali

untuk berbagi dengan temannya dan dalam melakukan

segala sesuatu secara individu. Dan akhirnya yang

165

setelah sekian lama berada di pondok pesantren baru

bisa bermasyarakat. Hal tersebut sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Faqih (2001: 144) bahwa terdapat

beberapa masalah yang lazim dialami oleh individu

dalam pergaulan kemasyarakatannya antara lain

adalah :

1. Rasa rendah diri (inferioritas) yang berlebihan

2. Introversi (suka mengasingkan diri)

3. Rasa curiga berlebihan pada orang asing atau

orang lain

4. Dengki, iri hati

5. Dendam kesumat

6. Gemar menunjukkan kekurangan (aib) orang

lain

7. Rasa superioritas yang berlebihan sehingga

suka merendahkan orang lain.

Kesulitan-kesulitan, masalah-masalah, yang

dihadapi seseorang dalam hidupnya bermasyarakat,

kerapkali tidak bisa diatasinya sendiri. Ia memerlukan

bantuan orang lain. Dengan kata lain, bimbingan

agama Islam diperlukan untuk menanganinya. Selain

166

dari materi-materi bimbingan yang diberikan oleh

pembimbing, pengurus pondok pesantren juga

berusaha untuk membuat santri menjadi peka dan

peduli terhadap lingkungannya dengan mengadakan

berbagai praktek keterampilan seperti tataboga,

sholawatan, hadroh, menjahit, dan lain sebagainya

dengan harapan agar santri sering berinteraksi satu

sama lain secara terus-menerus akan menumbuhkan

rasa kekerabatan, dan secara tidak langsung mereka

akan sering berperilaku prososial dan peka terhadap

keadaan sekitar.

Pemberian bimbingan ini bukan hanya untuk

membatasi perilaku santri ketika di pondok pesantren

saja, namun pembimbing juga berharap perilaku-

perilaku prososial juga dicerminkan oleh santri ketika

sampai di desa masing-masing. Pengakuan dari bapak

Rodli, salah seorang wali santri di pondok pesantren

Manba’ul Huda yaitu putranya menjadi lebih

bersemangat untuk membantu mengajar mengaji juz

amma kepada anak-anak sesampainya dia di desanya.

Setelah diketahui alasan perubahan perilaku ini yaitu

167

karena fenomena yang dia tahu bahwa banyak orang

dewasa yang belum bisa mengaji itu merupakan

keadaan yang sangat memprihatinkan. Namun

menurut dari orang tua wali santri tesebut hal itu juga

karena bimbingan agama yang telah diikuti putranya

di pondok pesantren Manba’ul Huda karena sekarang

kalau di rumah putranya tersebut juga rajin membantu

orang tua.

Setelah mengikuti berbagai kegiatan

bimbingan agama Islam di pondok pesantren

Manba’ul Huda, dalam menentukan keputusan

sehingga sampai pada tindakan prososial juga terdapat

beberapa faktor menurut Arifin (2015: 275) dan

Rahman (2014: 228) yang mempengaruhi santri

dalam melakukannya antara lain :

1. Self-gain, yaitu harapan seorang santri untuk

mendapatkan suatu pujian dari orang lain,

semisal santri A sedang bekerjasama dengan

kelompoknya untuk menyelesaikan suatu tugas

penyusunan makalah taqrib dan dia sangat rajin

sekali menawarkan bantuan dengan maksud

168

untuk menarik perhatian sehingga mendapatkan

pujian dari ketua kelompok. Ketua kelompok

tersebut adalah ketua pantia di acara haflah dan

dia bermaksud agar dimasukkan menjadi salah

satu panitia juga.

2. Personal values and norms, yaitu nilai-nilai serta

norma-norma yang berkaitan dengan tindakan

prososial. Hal ini seperti kewajiban santri

menegakkan kebenaran, semisal santri

mengetahui bahwa temannya telah sengaja tidak

mengikuti suatu kegiatan, sedangkan dia ditanyai

oleh pengurus maka santri disini akan berusaha

berkata jujur. Namun hal ini jarang terjadi di

pondok pesantren Manba’ul Huda. Biasanya

hanya santri-santri tertentu yang mau melakukan

hal ini karena menurut mereka tindakan ini dapat

mengancam hubungan pertemanan diantara

mereka.

3. Empathy, yaitu ikut merasakan perasaan yang

orang lain alami, di pondok pesantren jika ada

santri yang keluarganya ditimpa musibah maka

169

temannya akan turut berduka dengan kejadian

yang menimpa santri tersebut. Dan apabila ada

yang mendapatkan juara sebagai temannya dia

juga akan ikut merasa senang. Ketika seseorang

memiliki empati terhadap orang lain, maka

kemungkinan besar orang tersebut akan mudah

untuk bertindak prososial terhadapnya.

4. Emosi, perasaan seseorang akan menjadi tidak

nyaman jika melihat orang lain ada dalam

keadaan yang menderita. Dan oleh karena itu

tindakan prososial akan dilakukan. Misalkan

sewaktu sedang ro’an bersama di pondok

pesantren salah satu santri sedang mengepel

lantai dan lupa memberi peringatan bahwa lantai

masih basah, ketika ada santri lain yang terjatuh

karena terpeleset maka yang melihat hal tersebut

akan segera membantunya.

5. Situasi, hal ini meliputi kehadiran orang lain,

sifat lingkungan, fisik, dan tekanan keterbatasan

waktu. Misalkan dalam suatu kejadian ada

seorang santri yang membutuhkan bantuan dan

170

disana sudah ada orang lain, maka kemungkinan

seseorang untuk memberikan pertolongan akan

dipengaruhi oleh kehadiran orang lain tersebut.

Dalam situasi lingkungan yang sedang hujan juga

dapat mempengaruhi seorang santri dalam

memberikan bantuan. Keadaan fisik dari seorang

penolong juga mempengaruhi apakah dia akan

melakukan tindakan prososial atau tidak yang

terakhir yaitu jika seseorang dalam keadaan yang

buru-buru hal itu juga berpengaruh pada

keputusan menolong atau tidak.

6. Penolong, seorang santri yang dalam kepribadian

dan suasana hati yang baik atau buruk akan

mempengaruhi santri tersebut dalam bertindak

prososial. Misalkan ketika dia baru diberitahu

mendapatkan ta’zir karena tidak mengikuti

jamaah subuh saat melihat orang lain sedang

kebingungan mencari sesuatu miliknya yang

hilang maka santri tersebut akan cenderung cuek

karena dia berada dalam suasana hati yang

kurang baik.

171

7. Orang yang membutuhkan pertolongan, santri

mau bertindak prososial terkadang hanya kepada

orang yang dia sukai, dan menurutnya apakah

orang tersebut pantas diberikan pertolongan atau

tidak.

Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah

ketika peneliti mengamati santri yang hafidzoh. Peran

bimbingan agama Islam sangat berpengaruh pada

santri yang hafidzoh, hal ini dibuktikan karna santri

yang hafidzoh lebih sering mengalami stress. Santri

yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an lebih

berpotensi megalami penderitan secara intern

pribadinya. Ketika seseorang menghafal sangatlah

diperlukan konsentrasi secara penuh dan fokus serta

daya ingat yang cepat, cermat dan tepat. Peran

bimbingan agama islam sangat membantu santri

dalam menghafal dan membantu daya ingatnya karena

dengan beberapa materi-materi bimbingan yang

diterima oleh santri akan dapat merubah mindset dan

keteguhan santri dalam mencintai Al-Qur’an. Salah

satu materi bimbingan yang disampaikan oleh ustadz

172

yaitu maqolah Imam Syafi’i dalam I’anatuth Tholibin

:

شاات إلى وكيع لاء كفظي فأرشدني إلى ت فك الوعاصي وأخب فني حأن العل نار ونار الل ه ل ع هدى لعاصي

Artinya : “Aku pernah mengadukan kepada

Waki’ tentang jeleknya hafalanku.

Lalu beliau menunjukiku untuk

meninggalkan maksiat. Beliau

memberitahukan padaku bahwa ilmu

adalah cahaya dan cahaya Allah

tidaklah mungkin diberikan pada ahli

maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2:

190).

Selain mengamati santri hafidzoh peneliti

juga mengamati salah satu kegiatan yang ada pada

setiap tahunnya yaitu PIALA (praktek ilmu amaliah

lapangan). PIALA merupakan kegiatan sosial atau

semacam kuliah kerja lapangan layaknya kegiatan

yang ada dalam pendidikan perguruan tinggi.

Kegiatan ini dilakukan oleh santri kelas 3 Wustho,

yang dilakukan pada waktu liburan pondok di bulan

suci Ramadhan selama 10 hari, dan dilaksanakan di

salah satu desa di luar area pondok pesantren

173

Manba’ul Huda. Dalam 10 hari para santri yang

melaksanakan kegiatan PIALA tidak dibimbing oleh

kiainya, melainkan oleh ustadz/guru yang

mendampingi namun tidak secara terus-

menerus/privat melainkan hanya dipantau saja.

Tentunya ada evaluasi untuk memperbaiki hal-hal

yang kurang atau perlu dibenahi. Para santri dibiarkan

atau dilepas untuk berkreasi dalam mengabdi pada

masyarakat.

Kegiatan yang dilaksanakan pada PIALA

seperti mengisi kuliah subuh, memimpin sholat

tarawih berjamaah, mengisi kultum, khotbah jumat

bagi santri putra, hataman Al-Qur’an bersama warga

setempat, mengisi pengajian PKK, muslimatan atau

sejenisnya bagi para santri putri. Untuk memupuk rasa

prososial santri, dalam kegiatan PIALA ini juga

disediakan sembako murah atas nama pondok

pesantren untuk masyarakat setempat dengan tujuan

membantu atau sekedar sedikit meringankan beban

bagi warga yang kurang mampu. Peran bimbingan

agama Islam dalam hal ini juga dapat dikatakan

174

sukses karena memang mampu merubah perilaku dan

pola pikir setiap individu santri kelas 3 Wustho

menuju pada hal yang positif khususnya prososial

ketika mereka melaksanakan kegiatan PIALA,

sehingga santri menjadi lebih peka dengan situasi

yang terjadi dalam suatu masyarakat sehingga dapat

mempergunakan ilmu yang telah didapatnya pada

situasi dan kondisi yang tepat.

Pada dasarnya bimbingan agama di pondok

pesantren ini memberikan bekal kepada generasi

muda dalam menjalani kehidupannya agar dapat

memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan hidup

bukanlah hanya material saja melainkan hubungan

sosial juga merupakan suatu kebutuhan. Senantiasa

berperilaku prososial akan mengakibatkan hubungan

dengan masyarakat menjadi lebih erat dan

kenyamanan hidup bisa diperoleh. Melalui bimbingan

agama Islam diharapkan dapat memupuk perilaku-

perilaku prososial santri pondok pesantren Manba’ul

Huda. Memberikan kesadaran kepada santri bahwa

penting sekali untuk menjalin hubungan sosial yang

175

harmonis. Selain memberikan nama baik almamater

kepada masyarakat, dengan berperilaku prososial yang

diniati semata-mata karena Allah juga akan

mendatangkan teman dan rejeki yang banyak,

dimudahkan segala urusan, ketakwaan dan rasa

syukur kepada Allah Swt. yang telah menciptakan

bumi ini beserta isinya juga akan semakin meningkat,

dan masih banyak manfaat yang lain yang belum bisa

peneliti disebutkan.