bab iv peran bimbingan agama islam dalam …eprints.walisongo.ac.id/7068/5/bab iv.pdfdialami manusia...
TRANSCRIPT
127
BAB IV
PERAN BIMBINGAN AGAMA ISLAM DALAM
MENUMBUHKAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI
DI PONDOK PESANTREN MANBA’UL HUDA NGAWEN
BLORA
A. Analisis Program dan Pelaksanaan Bimbingan Agama
Islam diPondok Pesantren Manba’ul Huda
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dialami manusia sekarang ini, tidak sedikit membawa dampak
negatif terhadap sikap hidup dan perilaku (moral dan akhlak)
manusia itu sendiri, baik ia sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah
yang mulia karena karunia yang diberikan Allah kepadanya
berupa akal pikiran yang membedakannya dengan makhluk-
makhluk lainnya. Manusia mempunyai dua jalur hubungan.
Pertama, jalur hubungan vertikal, yaitu hubungan antara
manusia sebagai makhluk dengan al-Khaliq (Sang Pencipta)
Allah Swt. menjalin hubungan dengan Allah ini merupakan
kewajiban bagi manusia, karena statusnya sebagai makhluk
mengharuskan dia untuk mengabdi dan menghambakan diri
kepada Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakannya,
128
sebagaimana yang jelaskan Allah di dalam firman-Nya surat
Adz-Dzariyaat (51) ayat 56 :
نس الجن خلقت وما [١٥:١٥] لي عبدون إل وال
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku (Kemenag. RI.
2009: 523).
Maka dari itu pondok pesantren Manba’ul Huda
memberikan layanan bimbingan yang berbasis Islam bagi
santri-santrinya agar mampu mejadi hamba Allah yang baik,
sesuai dengan pengertian bimbingan yang kemukakan oleh
Saerozi (2015 : 14), bimbingan (agama) Islam adalah
pemberian bantuan terhadap individu atau kelompok agar
menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah
yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Kedua, jalur hubungan horizontal, yaitu hubungan
antara manusia dengan sesamanya. Hubungan manusia
dengan sesamanya ini merupakan kodrat pembawaan manusia
itu sendiri sebagai makhluk sosial, yakni makhluk
129
bermasyarakat yang suka bergaul, di samping adanya perintah
Allah agar manusia saling mengenal, saling berinteraksi,
saling berkasih sayang, dan saling tolong menolong di antara
sesamanya (Supadie, 2012: 215 dan 219). Begitu juga dengan
kehidupan santri, di pondok pesantren santri akan belajar
bermasyarakat, bergaul dengan santri-santri lain, dan saling
tolong menolong. Hal itu menjadi bekal bagaimana nanti saat
ia terjun dalam masyarakat yang sesungguhnya.
Beberapa program kegiatan juga disusun oleh pondok
pesantren dalam usaha membentuk santri yang berakhlak dan
berilmu. Pemberian arahan dan bimbingan agama rutin
dilaksanakan setiap hari. Bimbingan agama yang dilakukan
dipondok pesantren bertujuan untuk memberikan pengetahuan
lebih mendalam mengenai agama Islam. Pada mulanya
mereka termasuk orang yang bisa dikatakan masih awam
mengenai pengetahuan agama Islam, sehingga akhirnya
setelah mendapatkan bimbingan santri dapat mengetahui
berbagai pengetahuan Islam dan dapat melaksanakan ibadah
secara tulus dan istiqomah.
Bimbingan agama Islam di pondok pesantren
Manba’ul Huda ini dilaksanakan melalui berbagai program
130
kegiatan, peraturan-peraturan pondok, dan keteladanan dari
pengasuh pondok pesantren dan segenap ustadz/ustadzah
secara intensif. Program kegiatan di pondok pesantren wajib
dilaksanakan oleh para santri, program kegiatan ini bertujuan
untuk membimbing dan membentuk santri menjadi pribadi
yang lebih baik. Dengan adanya serangkaian program
kegiatan di pondok pesantren diharapkan tujuan bimbingan
dapat tercapai dengan hasil yang maksimal. Dalam proses
bimbingan di pondok pesantren ini santri dapat mengetahui
agama Islam lebih dalam dibandingkan yang di dapat dari
sekolah formal. Para santri juga semakin menyadari
pentingnya pengetahuan agama setelah mengikuti proses
bimbingan tersebut. Menurut Sutoyo (2009: 25) tujuan
bimbingan jangka pendek yang ingin dicapai melalui kegiatan
bimbingan adalah agar individu memahami dan mentaati
tuntunan Al-Qur’an. Dengan tercapainya tujuan jangka
pendek ini diharapkan santri yang dibimbing memiliki
keimanan yang benar, dan secara bertahap mampu
meningkatkan kualitas kepatuhannya kepada Allah Swt, yang
tampil dalam bentuk kepatuhan terhadap hukum-hukum Allah
dalam melaksanakan amanah yang dibebankan kepadanya,
131
dan ketaatan dalam beribadah sesuai tuntunan-Nya. Tujuan
jangka panjang yang ingin dicapai adalah agar individu yang
dibimbing secara bertahap bisa berkembang menjadi pribadi
kaffah. Tujuan akhir yang ingin dicapai melalui bimbingan
adalah agar individu yang dibimbing selamat dan bisa hidup
bahagia di dunia dan akhirat.
Berbagai usaha yang dilakuan pondok pesantren
dalam mewujudkan tujuan utamanya yaitu dengan
menentukan berbagai program kegiatan bimbingan yang wajib
diikuti oleh seluruh santri, diantaranya :
1. Ceramah/pidato
Kegiatan ceramah ini selalu dilaksanakan
setelah selesai sholat jamaah subuh dan magrib di
masjid pondok pesantren oleh pengasuh pondok
pesantren Manba’ul Huda yakni KH. Jufri Nahrowi,
dan melalui kegiatan-kegiatan yang lain. Pemberian
bimbingan dengan ceramah ini merupakan cara yang
paling sederhana yang dapat dilakukan oleh seorang
pembimbing, tujuan yang ingin disampaikan oleh
pembimbing bisa diterima oleh santri secara langsung
dan bisa mendapatkan mad’u lebih banyak dalam satu
132
waktu. Dalam suatu ceramah/pidato terdapat nasihat.
Kata nashihah dapat diartikan sebagai memberi
nasihat, menjahit, dan membersihkan. Syekh Ahmad
bin Syekh Hijazi al-Fasyani memberi komentar atas
arti nashihah tersebut yang dikutip oleh Aziz (2004:
23) :
“Pemberi nasihat diserupakan dengan
penjahit pakaian. Ia berusaha menjaga
kualitas dan memperbaiki barang yang
diterimanya. Ia menjahit baju yang sobek.
Pemberi nasihat juga berupaya meluruskan
dan memperbaiki keagamaan seseorang,
seperti membersihkan madu dari lumuran
lilin”.
Nasihat adalah menyampaikan suatu ucapan
kepada orang lain untuk memperbaiki kekurangan
atau kekeliruan tingkah lakunya. Nasihat lebih banyak
bersifat kuratif dan korektif terhadap kondisi
keagamaan seseorang atau masyarakat yang kurang
baik, dalam hal ini adalah santri.
Kegiatan ceramah/pidato bukan hanya
sebagai pemberi nasihat, tetapi juga merupakan
kegiatan pengajaran (ta’lim) oleh pembimbing kepada
133
para santri. Dalam konteks dakwah, ceramah (tabligh)
pertama kali harus dilakukan untuk menjadikan orang
lain beriman kepada Allah Swt. setelah beriman dan
menjadi muslim, mitra dakwah harus dibersihkan dari
pemikiran, ideologi, sikap, perilaku yang tidak sesuai
dengan Islam. Setelah itu, kepada mereka diajarkan
pedoman hidup Islam yang termaktub dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, pendidikan
dan pengajaran Islam merupakan bagian dari dakwah
yang diartikan lebih luas. Aziz (2004: 36) mengutip
perkataan Abdul karim Zaidan :
أن ععلواا الااس أكاام اللمام وععففام حددو اهلل فعلى الدعاة إلى اهللول عاتفاا ماه حالعاطفة الطيبة وتف عد الالوات الدقة وإن اللمام صالح لال زمان وماان فإن مذه العوامات لتافي حل ل حد من معففة تفصيل اللمام حالقدر الوستطاع إن نشف مفامي اللمام واجب على كل مسل
عاده عل فما عجاز له كتوانه لليوا عاد شياع الجهل وظهار فون كان البدع
Artinya : Kewajiban bagi para
pendakwah yang mengajak
ke jalan Allah adalah ta’lim
(mengajarkan) umat manusia
tentang hukum-hukum Islam
dan mengenalkan kepada
134
mereka tentang ketentuan-
ketentuan Allah. Para
pendakwah tidak cukup
hanya dengan simpati yang
mendalam kepada mereka
serta mengulang-ulang kata-
kata kebenaran Islam cocok
untuk setiap masa dan
tempat. Penjelasan Islam
secara global tidaklah cukup,
melainkan harus dengan
penjelasan detailnya sesuai
dengan ukuran kemampuan
mereka. Menyebarkan
pemahaman tentang Islam
adalah wajib bagi tiap
muslim. Siapa pun yang
memiliki pengetahuan
tentang Islam, maka ia tidak
diperkenankan
menyembunyikannya, apalagi
saat kebodohan telah tersebar
dan bid’ah telah meluas.
Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa tugas
pendakwah/pembimbing adalah mengajarkan hukum-
hukum Islam dan ketentuan-ketentuan Allah secara
detail. Jadi bukan hanya memberikan ceramah secara
135
berulang-ulang tapi juga membimbing mad’u untuk
melaksanakannya.
Glenn R. dalam Aziz (2004: 359-360) telah
membagi empat macam ceramah atau pidato dari segi
persiapannya. Pertama, pidato impromptu, yaitu
pidato yang dilakukan secara spontan, tanpa adanya
persiapan sebelumnya. Kedua, pidato manuskrip,
yaitu pidato dengan membaca naskah yang sudah
disiapkan sebelumnya. Ketiga, pidato memoriter,
yaitu pidato dengan hafalan kata demi kata dari isi
pidato yang telah dipersiapkan. Keempat, pidato
ekstempore, yaitu pidato dengan persiapan berupa
outline (garis besar) dan supporting point
(pembahasan penunjang). Jenis yang terakhir ini
adalah pidato yang paling baik dan paling banyak
dipakai oleh para ahli pidato di pondok pesantren
Manba’ul Huda.
Metode ceramah ini adalah metode
komunikasi satu arah, kelemahan dari kegiatan ini
santri terkadang tidak begitu memperhatikan materi
yang disampaikan, lebih-lebih pada saat sholat jamaah
136
subuh masih ada santri yang mengantuk saat sholat
usai dilaksanakan. Hal ini perlu menjadi perhatian
bagi pengurus pondok pesantren untuk meminimalisir
santri yang masih mengantuk bukan hanya pada saat
sholat jamaah subuh, tapi juga pada saat kegiatan
yang lain.
2. Pengajian kitab-kitab salaf
Pengajian kitab-kitab salaf (kitab kuning) di
pondok pesantren Manba’ul Huda, kitab-kitab yang
dikaji diantaranya yaitu Tafsir Jalalain, Fathul Qarib,
Washoya al Abaa’ lil Abna’, Irsyadul Ibad, Fathul
Mu’in, Wasiatul Mustofa, Taisirul Khallaq, Jawahirul
Bukhori, dan lain-lain. Kitab kuning adalah faktor
penting dalam sistem keilmuan pesantren. Di pondok
pesantren Manba’ul Huda santri tidak hanya diberikan
ilmu yang berkaitan dengan ritual keseharian yang
bersifat praktis-pragmatis, melainkan juga ilmu-ilmu
yang berbau penalaran yang menggunakan referensi
wahyu seperti ilmu kalam, bahkan ilmu-ilmu yang
menggunakancara pendekatan yang tepat kepada
Allah seperti tasawuf. Dalam perkembangannya ilmu-
137
ilmu dasar keisalaman seperti tauhid, fiqih, dan
tasawuf selalu menjadi mata pelajaran favorit bagi
para santri. Tauhid memberikan pemahaman dan
keyakinan terhadap keesaan Allah, fiqih memberikan
cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari
keimanan yang telah dimiliki seseorang, sedangkan
tasawuf membimbing seseorang pada penyempurnaan
ibadah agar menjadi orang yang benar-benar dekat
dengan Allah (Qomar, 2007: 110).
Menurut Mujamil Qomar (2007: 116),
kurikulum pesantren itu perlu ditambah, karena ada
ketidakseimbangan di dalamnya. Kajian tentang fiqih
terlalu kuat, sedang kajian tentang metode tafsir,
hadits, dan pengembangan wawasan keagamaan
kurang ditonjolkan. Padahal semua pesantren
menganggap bahwa sumber hukum itu adalah Al-
Qur’an, hadits, dan qiyas, tetapi justru sumber itu
kurang dikuasai secara kontekstual oleh para santri.
Ilmu fiqih yang bertahan sedemikian lama ini mampu
mendominasi alam pikiran umat Islam dan
berpengaruh dalam menumbuhkan kesadaran hukum
138
mereka serta membentuk sikap normatif yang
terkadang berlebihan. Perilaku seseorang oleh santri
pesantren serba diukur dari segi yang legal-formal
sebagaimana kecenderungan fiqih, dan tidak lagi
mempertimbangkan faktor sosiologis, psikologis, dan
sebagainya. Lantaran sikap inilah sehingga persoalan
halal-haram, syah-batal, wajib-sunah, dan muslim-
kafir masih menjadi kecenderungan wacana di
pesantren.
Metode yang berkembang di lingkungan
pondok pesantren dalam mempelajari kitab kuning
yaitu dengan metode bandungan dan metode sorogan.
Metode bandungan yaitu santri mendengarkan bacaan
dan penjelasan dari kiyai atau ustadz dan santri
menuliskannya pada kitabnya. Sedangkan metode
sorogan yaitu santri membaca kitab kuning yang
bersih dari coretan apa pun di hadapan kiai atau
ustadz. Metode sorogan ini biasa dilakukan setelah
metode bandungan telah dilaksanakan. Dan perlu
diketahui bahwa metode sorogan hanya dilakukan
pada kitab-kitab tertentu saja.Untuk mempersiapkan
139
diri sebelum menghadap kiai atau ustadz, santri akan
lebih sering berlatih membaca kitab kuning bersama
dengan temannya di pondok, mereka menjadi saling
tolong-menolong menyimak bacaan satu sama lain
hingga bacaannya benar.
Dengan proses ini akan mendidik santri
menjadi seseorang yang solid kepada temannya dan
mampu bertanggung jawab ketika dia sudah
mempelajari pelajaran yang ia terima dari ustadz
maka ia harus bisa mengulang kembali pelajarannya.
Apabila santri sudah sering melaksanakan hal tersebut
lambat laun santri tersebut akan mahir dalam
pembacaan kitab kuning meskipun tanpa diajari oleh
ustadz.
3. Sholat berjamaah
Sholat berjamaah hukum aslinya adalah
sunnah, namun disetiap pondok pesantren
mewajibkan santrinya untuk melaksanakan sholat
secara berjamaah. Manfaat dari sholat berjamaah
sangat banyak sekali, sholat sendiri salah satu
keutamannya yaitu mencegah diri agar terhindar dari
140
perbuatan yang keji dan munkar. Diberlakukannya
kewajiban sholat jamaah juga dapat melatih
keistiqomahan santri dalam beribadah. Dan manfaat
yang lain yaitu menjaga silaturrahmi dan merekatkan
persaudaraan diantara para santri dari yang sudah
saling mengenal maupun yang belum terlalu
mengenal. Dalam setiap melaksanakan sholat
berjamaah santri-santri akan sering berkomunikasi
satu sama lain, dengan ini akan membuat mereka
menjadi lebih mengenal dan lebih dekat, apabila
seseorang yang sudah saling mengenal dan bahkan
menjadi dekat maka akan terasa ringan untuk saling
berperilaku prososial. Keutamaan dilaksanakannya
sholat berjamaah juga disebutkan dalam firman Allah
dalam surat Al-Baqarah ayat 43 yaitu :
ااة وأتاا الز كااة واركعاا مع الف كعين وأقيواا الص ل
Artinya : Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan
ruku’lah beserta orang-orang
yang ruku’ (Kemenag. RI.
2009: 7).
141
Berdasarkan ayat diatas, kita diperintahkan
untuk sholat, zakat, dan berjamaah. Anjuran sholat
berjamaah merupakan sunnah yang kuat, karena
perintahnya bukan hanya dalam hadits Rasul yang
selama ini kita ketahui, tapi juga diperintahkan dalam
Al-Qur’an.
4. Pemberlakuan sistem ta’zir
Meskipun peraturan sudah ditetapkan, masih
saja ada santri yang tidak mengikutinya dengan
berbagai alasan. Aris adalah salah seorang santri putra
yang masih duduk di kelas IX MTs dan kelas 5
madrasah diniyyah awwaliyah, dia tidak mengikuti
jamaah sholat subuh dikarenakan ketiduran, dan
karena itu dia di hukum membersihkan kamar mandi
pondok pesantren dan menghafalkan surat al-Mulk,
setelah mendapatan ta’zir tersebut dia akan berusaha
untuk tidak mengulanginya lagi meskipun dia
melakukannya secara tidak sengaja (Wawancara, 18
Januari 2017). Dengan diberlakukannya sistem ta’zir
(hukuman) ini diharapkan santri tidak serta merta
dapat meninggalkan peraturan pondok pesantren.
142
Pada mulanya santri mengikuti segala kewajiban
pondok pesantren dikarenakan untuk menghindari
ta’zir, namun dengan seiring diberikannya bimbingan-
bimbingan agama akan menyadarkan santri bahwa
mengikuti kewajiban pondok pesantren merupakan
suatu pengabdian dalam perjalanannya mencari ilmu
sehingga menjadi niat yang tulus menghambakan diri
kepada Allah Swt.
Ajaran ajaran Islam telah menjelaskan bahwa
akan ada konsekuensi dalam setiap hal yang kita
lakukan. Jika kita melakukan hal kebaikan maka
pahala yang akan didapatkan, dan jika melakukan hal
keburukan maka dosa atau hukuman yang akan
didapatkan. Dalam buku Religion Of Islam oleh F. A.
Klein (1971: 39) menjelaskan bahwa :
We have to be considered in this chapter, it
is of importance to know what is the exact
meaning of Faith, and its relation to Islam,
and also who is a true Muslim and who
two Believer, and whether the two terms
Faith and Islam, Muslim and Believer are
143
synonymous, or whether there is a
diference between them.
Science of the object of the branches is
‘Fiqh’. (Sharastani, i 58) Besides these two
great divisions, there are others, under
which the various subjects connected with
theoretical and practical religion may also
be cinsidered :
Belief, embracing the six اعتقا ات (1
articles of faith.
Morals, embracing the آ اب (2
consideration of all the virtues and
moral excellencies enjoined in the
Qur’an and Tradition.
Including acts all of devotion to عبا ات (3
God.
Including such duties as are معامالت (4
required in dealings between man
and man.
Denoting the punishments عقاحات (5
instituted in the Qur’an and
Traditions for various crimes and
transgressions.
144
Berdasarkan pernyataan tersebut, dijelaskan
bahwa orang beriman dan muslim sejati adalah sama.
Dan teori praktis yang terkait dengan agama Islam
secara praktis yaitu, keyakinan yang merangkum
enam pasal iman, moral yang dipertimbangkan dalam
semua kebajikan menurut Al-Qur’an, amaliyah
sebagai pengabdian kepada Tuhan, segala amaliyah
dan transaksi kepada sesama manusia, dan hukuman
dan pelanggaran yang ada dalam Al-Qur’an. Maka
menjalani hukuman untuk setiap pelanggaran yang
telah dilakukan oleh seseorang merupakan suatu
bagian dari kewajibannya sebagai seorang muslim.
Begitu juga santri yang telah melanggar peraturan
pondok pesantren juga wajib menerima ta’zir sesuai
dengan pelanggarannya.
5. Keteladanan
Akhlak atau keteladanan da’i memiliki andil
yang besar dalam menentukan keberhasilan
dakwah/penyuluh agama. Sebagai perbandingan,
dengan keberhasilan pola pembinaan pesantren
terhadap para santri. Para ahli umumnya mengakui
145
keberhasilan sistem pendidikan pesantren. Hal itu
karena pesantren sangat memperhatikan arti penting
ustadz atau kiai di pesantren (Muhyiddin, dkk., 2014:
36). Islam menganjurkan umatnya agar meneladani
orang-orang baik, shalih, dan memiliki akidah yang
benar. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an surat
Al-An’am ayat 90 :
تده فبهدام الل ه مدى ال ذعن ك ئ أول أجفا عليه ألألا ل قل اق [٥:٠٩] للعالوين ذكفى إل ما إن
Artinya : Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi petunjuk
oleh Allah, Maka ikutilah
petunjuk mereka (Kemenag.
RI. 2009: 138).
Ayat di atas menjelaskan bahwa, Allah
menganjurkan untuk meneladani orang-orang yang
telah diberi petunjuk, yaitu orang yang berilmu dan
beramal sholeh yaitu Rasulullah Saw. dan sahabat-
sahabat beliau. Namun saat ini kita juga dapat
meneladani seorang kiai, ustadz, dan lain sebagainya.
Karena segala perilaku seorang yang berilmu akan
didasari dengan ilmunya.
146
Keteladanan yang aplikatif (amaliyah)
mempunyai pengaruh yang besar dan sangat kuat
dalam penyebaran prinsip dan fikrah. Sebab, ia
merupakan kristalisasi dan wujud konkret dari prinsip
dan fikrah tersebut. Ia bisa dilihat dengan jelas,
dicontoh dan diikuti. Berbeda dengan kata-kata dan
ceramah atau tulisan, bisa jadi sebagian pendengar
dan pembaca tidak memahami itu semua, bahkan
mungkin tidak mengerti maksud dan tujuannya.
Terkadang sebagian atau seluruhnya dilupakan. Dan
kadang hanya menjadi sebuah teori belaka, sedang
sebagian besar tidak mengerti bagaimana
penerapannya, atau kadang-kadang sebagian mereka
keliru dalam penerapannya (Munir, 2015: 201).
Bimbingan dilakukan tidak cukup dengan
pemberian materi dan ceramah saja. Layaknya
Rasulullah Saw. beliau dalam mendidik umatnya juga
menggunakan keteladanan yang baik (uswatun
hasanah). Secara psikologis, manusia memerlukan
figur yang bisa dijadikan sebagai panutan, dari figur
tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat
147
besar bagi pola pikir dan perilakunya. Maka
membimbing santri dengan keteladanan ini
merupakan cara yang efektif yang mempermudah
pondok pesantren untuk mencapai keberhasilan tujuan
bimbingan.
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan
bimbingan ini pada umumnya dilakukan secara
kelompok. Hanya bagi santri yang bermasalah akan
dibimbing secara individu oleh ustadz/ustadzah
bahkan oleh pengasuh pondok pesantren. Dalam
bimbingan kelompok ini metode yang digunakan
yaitu metode direktif atau biasa disebut juga sebagai
bimbingan yang bersifat counselor-centered. Sifat
tersebut menunjukkan pihak pembimbing memegang
peranan utama dalam proses interaksi layanan
bimbingan. Pembimbinglah yang berusaha mencari
dan menemukan permasalahan yang dialami klien
(Hamdani, 2012: 113-114). Untuk memberikan
bimbingan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan oleh
santri, pondok pesantren memberikan tes/ujian yang
dapat menunjukkan di posisi manakah kemampuan
148
agama seorang santri tersebut. Setelah hasil diketahui
akan dikelompokkan sesuai dengan tingkatannya dan
bimbingan segera dilaksanakan dengan memberikan
materi-materi agama dalam kegiatan yang telah
dijadwalkan.
Bimbingan dengan metode non-direktif atau
bimbingan yang bersifat client-centered dilaksanakan
ketika bimbingan individu, metode ini diterapkan bagi
santri yang bermasalah. Dalam hal ini santri dapat
mengungkapkan apa saja yang ia rasakan dan
mengapa dia melakukan suatu pelanggaran yang
serius. Sehingga akan mempermudah pembimbing
dalam memberikan pengarahan kepada santri untuk
kembali ke jalan yang benar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
proses bimbingan di pondok pesantren Manba’ul
Huda telah memberikan pengetahuan agama dan
pentingnya hubungan sosial kepada santri. Dalam hal
pengetahuan agama, sebelum memasuki pondok
pesantren santri mengaku memiliki pengetahuan
agama sangat rendah dan seiring berjalannya kegiatan
149
pondok pesantren semakin memberikan wawasan
lebih luas mengenai pengetahuan agama Islam.
Sebelumnya Aziz yang merupakan salah seorang
santri putra pondok pesantren Manba’ul Huda sering
sekali meninggalkan sholat lima waktu, namun
setelah di pondok pesantren kini dia tidak pernah
melewatkannya bahkan setelah 2 tahun di pondok
pesantren sekarang sering ditambahnya dengan sholat
dluha dan sholat sunnah rowatib.
Hubungan sosial santri sangat dipengaruhi
oleh pola kehidupan pesantren. Pola kehidupan
pesantren termanifestasikan dalam istilah “pancajiwa”
yang di dalamnya memuat “lima jiwa” yang harus
diwujudkan dalam proses pendidikan dan pembinaan
karakter santri. Kelima jiwa tersebut adalah jiwa
keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian,
jiwa ukhuwah Islamiyah, dan jiwa kebebasan yang
bertanggung jawab. Di pondok pesantren ini
“pancajiwa” benar-benar dijadikan pondasi utama
dalam sistem pengajarannya. Hal ini karena
pembinaan karakter dan mentalitas santri dipesantren
150
memang sangatlah diutamakan (Soebahar, 2013: 44).
Beberapa santri Manba’ul Huda juga mengakui hal
tersebut. Salah satunya pada hasil wawancara berikut
ini :
“Kebersamaan sehari-hari di pondok
memberikan banyak perubahan dalam perilaku
saya, dulu saya merupakan seseorang yang tidak
peduli dengan orang lain, namun di pondok
pesantren ini mengajarkan bahwa kepedulian
terhadap sesama sangatlah indah” (Wawancara
Hamidah, 18 Januari 2017).
Lingkungan pondok pesantren yang
berdekatan dengan pemukiman masyarakat setempat
dan terbukanya pondok pesantren dengan
masayarakat menyebabkan hubungan yang positif
antara santri dan masyarakat. Menurut Arifin, salah
seorang warga desa Talokwohmojo yang tinggal di
samping pondok putri Manba’ul Huda pada
wawancara tanggal 18 Januari yaitu :
“Layaknya seperti tetangga, santri dengan
masyarakat saling tolong menolong dalam hal
material maupun spiritual. Beberapa kegiatan di
pondok pesantren sengaja dibentuk dengan
151
melibatkan masyarakat sekitar dan hal itu
membuat kami merasa senang.”
Dengan adanya kegiatan bersama masyarakat
ini diharapkan santri mampu bersosialisasi dengan
baik bukan hanya dengan sesama santri, tapi juga
dengan orang-orang di sekitar pondok pesantren.
Sehingga santri tidak hanya pandai dalam bidang ilmu
pendidikan, tapi juga luwes dalam hal sosialisasi
(Wawancara Ustadzah Naily Nuriyah, 25 Februari
2017).
Bimbingan agama di pondok pesantren
Manba’ul huda berusaha memasukkan nilai-nilai
agama Islam dalam jiwa santri sehingga seluruh
perilaku santri didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits
serta sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Dengan adanya bimbingan agama Islam,
diharapkan dapat membuat santri bertindak prososial
secara Ikhlas, seperti yang dikemukakan Desmita
yang dikutip oleh Murnita dalam Jurnal Penelitian
Tindakan (2016: 12) yaitu perilaku prososial adalah
segala bentuk tindakan yang dilakukan atau
152
direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa
memperdulikan motif-motif si penolong. Tingkah
laku prososial merupakan tingkah laku positif yang
menguntungkan atau membuat kondisi fisik atau
psikis orang lain lebih baik, yang dilakukan atas dasar
sukarela tanpa mengharapkan penghargaan.
Seorang yang tidak bisa luput dari
pelaksanaan bimbingan agama yang dilaksanakan di
pondok pesantren Manba’ul Huda yaitu pembimbing.
Pembimbing disini yaitu pengasuh pondok pesantren,
ustadz/ustadzah, dan juga pengurus pondok pesantren
atau santri senior yang telah ditunjuk. Kiai sebagai
pimpinan pondok pesantren dibantu oleh para ustadz
dan santri senior memiliki dua fungsi pokok : sebagai
penempa kemampuan santri untuk menjadi seorang
yang alim (kiai) di kemudian hari dan sebagai
pembantu kiai dalam mendidik santri. Sebagai
pembantu kiai ia diharuskan mematangkan
penguasaannya atas kitab-kitab yang diajarkan di
pondok pesantren. Fungsi semacam ini juga dilakukan
153
oleh santri senior, hanya saja wewenang mengajarnya
hanya mengajar santri baru (Muhtarom, 2005: 110).
Serangkaian pelaksanaan kegiatan bimbingan
agama Islam di pondok pesantren Manba’ul Huda ini,
telah meliputi berbagai layanan bimbingan yang
jelaskan secara teoretis oleh Prayitno dan Amti (1999:
255) diantaranya :
1. Layanan orientasi
Yaitu layanan bimbingan yang dilakukan
untuk mengenalkan santri baru terhadap seluk beluk
pondok pesantren Manba’ul Huda meliputi lokasi
pondok pesantren, pengasuh dan ustadz/ustadzah,
program dan kegiatan, serta beberapa peraturan yang
wajib ditaati selama tercatat sebagai santri di pondok
pesantren tersebut.
2. Layanan informasi
Adalah layanan yang diberikan untuk
memberikan pengetahuan kepada santri apa saja yang
dibutuhkan dan peraturan apa saja yang harus ditaati
dalam pelaksanaan bimbingan yang nantinya akan ia
ikuti.
154
3. Layanan penempatan dan penyaluran
Layanan ini bermaksud untuk menunjukkan
kepada santri kemampuan, bakat, minat, dan hobinya
agar dapat tersalurkan dengan baik sehingga dapat
berkembang secara optimal. Santri-santri dipastikan
masuk dalam kelompok yang tepat sehingga tidak ada
kesulitan dalam pelaksanaan bimbingan. Kemampuan
santri yang berbeda-beda mengharuskan pondok
pesantren untuk mengelompokkannya secara terpisah
dengan tujuan bimbingan akan lebih mudah untuk
diikuti santri.
4. Layanan bimbingan belajar
Dalam layanan bimbingan belajar santri
dibimbing untuk dapat mengatasi masalah-masalah
yang timbul selama proses kegiatan di pondok
pesantren, sehingga dapat dilihat hasilnya bahwa
bimbingan agama Islam yang telah diberikan oleh
pembimbing dapat tercerna dengan baik dan tingkat
keberhasilan suatu program kegiatan semakin tinggi.
Pada prakteknya hal ini dilakukan dengan
155
diberikannya waktu kepada santri untuk menanyakan
kembali materi yang belum ia pahami dan pondok
pesantren menyediakan kegiatan tersendiri bagi santri
untuk mengulang kembali pelajarannya bersama
dengan santri senior agar dapat memantau dan
memberikan arahan.
5. Layanan konseling perorangan
Layanan konseling yang diterapkan di pondok
pesantren ini diberikan kepada santri yang benar-
benar bermasalah. Santri yang sering melanggar
peraturan pondok pesantren dan cenderung seenaknya
sendiri diberikan layanan khusus yang berfungsi
mengentaskan masalah santri sedapat-dapatnya
dengan kekuatannya santri sendiri. Biasanya
konseling perorangan ini dilakukan oleh
ustadz/ustadzah bahkan jika diperlukan oleh pengasuh
pondok pesantren.
6. Layanan bimbingan dan konseling kelompok
Layanan ini merupakan bimbingan yang
sering kali dilaksanakan di pondok pesantren
Manba’ul Huda. Dalam kegiatan kelompok efisiensi
156
tenaga dan waktu lebih terjamin dan hasilnya lebih
merata. Santri akan sering berinteraksi dengan sesama
santri dan juga dengan pembimbing secara terbuka
dalam suatu kegiatan.
7. Kegiatan penunjang
Seperti yang telah dijelaskan di atas,
pelaksanaan bimbingan agama Islam di pondok
pesantren Manba’ul Huda dikemas dalam berbagai
progam kegiatan yang telah dijadwalkan dan diatur
oleh pondok pesantren dan dikendalikan pembimbing
sesuai dengan kemampuan masing-masing santri.
B. Analisis Peran Bimbingan Agama Islam dalam
Menumbuhkan Perilaku Prososial Santri di Pondok
Pesantren Manba’ul Huda
Proses pelaksanaan pondok pesantren Manba’ul Huda
dalam memberikan pengajaran keagamaan yaitu membimbing
para santri ke jalan yang benar. Hal itu merupakan bagian dari
dakwah. Telah kita ketahui bersama bahwa Islam merupakan
agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong
pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan
157
dakwah. Dan dalam penyampaian dakwah ini bimbingan
merupakan salah satu metodenya (Munir, 2006: 6). Dengan
diberikannya bimbingan agama Islam di pondok pesantren ini,
santri diharapkan dapat membedakan yang benar dan yang
salah. Dan santri dapat berfikir terlebih dahulu sebelum
mengatakan atau melakukan sesuatu agar tidak merugikan
dirinya sendiri dan orang lain. Dibentuknya kewajiban dan
larangan di pondok pesantren ini guna memberikan
perlindungan dan kenyamanan bagi santri selama mengikuti
serangkaian kegiatan bimbingan di pondok pesantren
sehingga materi-materi bimbingan dapat diterima oleh santri
dengan lebih mudah.
Sebelum membahas peran bimbingan agama Islam di
pondok pesantren Manba’ul Huda dalam menumbuhkan
perilaku prososial pada santri, perlu diketahui adanya fungsi
bimbingan agama Islam menurut Faqih (2001: 37). Karena
fungsi bimbingan agama Islam dapat memberikan peran
dalam menumbuhkan perilaku prososial santri. Berikut adalah
penjelasannya secara lebih rinci :
1. Bimbingan agama Islam berperan sebagai benteng
158
Diberikannya bimbingan agama Islam secara
terus-menerus dapat membuat santri terhindar
masalah. Santri akan berusaha melakukan sesuatu
dengan baik agar selanjutnya dia tidak akan menemui
suatu masalah. Artinya dengan bimbingan agama
Islam membantu santri mencegah timbulnya masalah
bagi dirinya. Maka perannya dalam menumbuhkan
perilaku prososial santri yaitu sebagai benteng
pertahanan untuk sebisanya menghindari melakukan
perilaku yang tidak baik atau perilaku menyimpang.
Bimbingan disini berguna untuk membentengi
perilaku santri seperti yang dijelaskan dalam kitab
Washoya al Abaa’ lil Abna’ dijelaskan pada bab 5
yang artinya :
“Wahai anakku, ingatlah engkau telah
menjadi seorang pelajar yang menuntut ilmu dan
engkau memiliki banyak teman. Mereka adalah
saudara dan temanmu dalam pergaulan. Karena itu,
jangan engkau menyakiti hati atau berlaku buruk
terhadap mereka”
Berdasarkan penjelasan di atas, penting sekali
bagi santri untuk tidak berperilaku buruk. Karena
159
faktanya seseorang yang berlaku buruk kepada
temannya, lama-kelamaan tidak akan ada teman yang
akan bersamanya. Maka penting sekali bimbingan
agama Islam ini sebagai pemelihara perilaku santri
agar tidak melewati batas-batas agama maupun sosial.
Sehingga santri selalu berperilaku baik terkhusus
prososial kapan pun dan dimana pun.
2. Bimbingan agama Islam berperan sebagai pembantu
Santri yang memiliki masalah pasti akan
berusaha menyelesaikannya, dengan diadakannya
bimbingan agama Islam akan dapat membantu santri
dalam memecahkan suatu masalah. Ketika santri
sudah terlanjur melakukan kesalahan dengan berbuat
tidak baik kepada orang lain sampai akhirnya
muncullah suatu masalah, maka dengan adanya
pelaksanaan bimbingan agama ini berperan
membantu santri dalam memecahkan suatu masalah
yang ia hadapi. Dengan adanya bimbingan agama ini
memberikan petunjuk bagi santri bagaimana cara
terbaik dalam menyelesaikan masalah yang telah
dibuatnya dengan penyelesaian yang benar sehingga
160
tidak muncul masalah yang baru. Dalam hal ini
tindakan prososial akan dilakukan oleh santri sebagai
penebus kesalahan yang telah dia lakukan.
3. Bimbingan agama Islam berperan sebagai penuntun
Bimbingan agama Islam dalam hal ini
berperan menuntun santri agar dapat menjaga situasi
dilingkungannya yang semula dalam keadaan yang
kurang baik sehingga menjadi baik. Apabila di
pondok pesantren terjadi suatu masalah meskipun
yang menimbulkan masalah tersebut bukanlah dirinya,
ia akan berusaha membantu dan ikut serta
memecahkannya, perilaku seperti ini merupakan salah
satu bentuk dari perilaku prososial, sehingga
lingkungan yang ada disekitarnya akan selalu dalam
keadaan yang baik.
4. Bimbingan agama Islam berperan sebagai pengokoh
Bimbingan agama Islam membantu individu
memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi
yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih
baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi
sebab munculnya masalah baginya. Sesuatu yang
161
sudah terbentuk layaknya harus dijaga dengan baik.
Demikian pula dengan perilaku prososial yang tidak
mudah dibentuk, apabila sudah terbentuk maka harus
dipelihara agar senantiasa terpupuk di dalam jiwa
santri sehingga dapat terwujud lingkungan yang
semula telah baik bahkan bisa menjadi lebih baik.
Bimbingan agama Islam disini juga berperan
memperkokoh keimanan dan memperteguh hati
para santri untuk selalu berbuat kebaikan terkhusus
perilaku prososial lillahi ta’ala.
Bimbingan agama Islam di pondok pesantren
Manba’ul Huda berperan membatasi dan
mendampingi santri agar tetap pada jalan yang benar,
membuat mereka dapat mengatasi kesulitannya
sendiri, dan menghindari kemungkinan timbulnya
masalah baru. Bimbingan agama di pondok pesantren
ini mampu membuat santri menjadi gemar berbagi,
menolong, berderma, mau bekerjasama, dan selalu
berperilaku jujur. Perintah untuk berperilaku prososial
juga tercatat dalam firman Allah surat Al-Baqarah (2)
ayat 177:
162
ان البف من آمن حالل ه والي ام وجاما قبل الوشفق والوغفب ول ليس البف أن ت الاا واليتامى كبه ذوي القفحى الخف والومائاة والاتاب والا بيين وآتى الوال على
س ائلين وفي الفقاب وأقام الص ماة وآتى الز كاة والوافان والوساكين واحن الس بيل والئك ال ذعن أول والص احفعن في البألاء والض ف اء وكين البأس حعهدم إذا عامدوا
[٢:٥١١ئك م الوت قان ]وأول صدقاا Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari Kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-
orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan
mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa (Kemenag. RI. 2009: 27).
163
Seperti yang dijelaskan dalam ayat di atas,
perilaku prososial sangat dianjurkan oleh Allah Swt.
Segala tindakan kepedulian yang termasuk prososial
terhadap sesama merupakan tindakan yang dilakukan
oleh orang-orang yang benar dalam beriman. Selain
dari firman Allah, hadits Nabi juga menganjurkan
seseorang untuk berperilaku prososial meskipun itu
kepada orang yang dzalim, yaitu :
ي اهلل عاه قال : قال كدث اا مسد كدث اا معتوف عن كويد عن أنس رض مظلاما(. قالاا عا )انصف أخاك ظالوا أو رلال اهلل صلى اهلل عليه ولل
اهلل مذا ن اصفه مظلاما فايف ن اصفه ظالوا ؟ قال تأخذ ف اق عدعه رلال
Artinya : Diriwayatkan dari Musadad,
diriwayatkan dari Mu’tamar, dari
Anas. Anas berkata: Rasulullah
bersabda: Bantulah saudaramu, baik
dalam keadaan sedang berbuat dzalim
atau sedang teraniaya. Anas berkata:
Wahai Rasulullah, kami akan
menolong orang yang teraniaya.
Bagaimana menolong orang yang
sedang berbuat dzalim?” Beliau
menjawab: “Dengan menghalanginya
melakukan kedzaliman. Itulah bentuk
bantuanmu kepadanya. (H.R.
Bukhori)
164
Berdasarkan hadits di atas, kita dianjurkan
untuk menolong dalam hal kebaikan saja. Meskipun
kita menolong orang yang tidak baik, maka
pertolongan kita adalah dengan cara menghalanginya
untuk melakukan ketidakbaikan tersebut.
Perilaku santri tidak seluruhnya mudah untuk
berubah menjadi lebih baik. Semuanya tergantung
pada kemampuan individu santri dalam menyerap
nilai-nilai dari bimbingan agama yang diperolehnya.
Menurut Muzayyanah selaku lurah pondok pesantren
putri pada wawancara 16 Januari 2017, kebanyakan
santri yang mudah berubah dari yang mulanya santri
baru sangat pendiam menjadi sangat ramah dan ringan
membantu sesama, ada juga yang dari awal masuk
pondok pesantren sudah rajin membantu temannya,
namun hal ini sangat jarang sekali. Dan masih saja ada
santri yang tidak berbaur dengan teman-temannya
meski dia sudah di pondok pesantren selama
bertahun-tahun, menurutnya santri tersebut sulit sekali
untuk berbagi dengan temannya dan dalam melakukan
segala sesuatu secara individu. Dan akhirnya yang
165
setelah sekian lama berada di pondok pesantren baru
bisa bermasyarakat. Hal tersebut sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Faqih (2001: 144) bahwa terdapat
beberapa masalah yang lazim dialami oleh individu
dalam pergaulan kemasyarakatannya antara lain
adalah :
1. Rasa rendah diri (inferioritas) yang berlebihan
2. Introversi (suka mengasingkan diri)
3. Rasa curiga berlebihan pada orang asing atau
orang lain
4. Dengki, iri hati
5. Dendam kesumat
6. Gemar menunjukkan kekurangan (aib) orang
lain
7. Rasa superioritas yang berlebihan sehingga
suka merendahkan orang lain.
Kesulitan-kesulitan, masalah-masalah, yang
dihadapi seseorang dalam hidupnya bermasyarakat,
kerapkali tidak bisa diatasinya sendiri. Ia memerlukan
bantuan orang lain. Dengan kata lain, bimbingan
agama Islam diperlukan untuk menanganinya. Selain
166
dari materi-materi bimbingan yang diberikan oleh
pembimbing, pengurus pondok pesantren juga
berusaha untuk membuat santri menjadi peka dan
peduli terhadap lingkungannya dengan mengadakan
berbagai praktek keterampilan seperti tataboga,
sholawatan, hadroh, menjahit, dan lain sebagainya
dengan harapan agar santri sering berinteraksi satu
sama lain secara terus-menerus akan menumbuhkan
rasa kekerabatan, dan secara tidak langsung mereka
akan sering berperilaku prososial dan peka terhadap
keadaan sekitar.
Pemberian bimbingan ini bukan hanya untuk
membatasi perilaku santri ketika di pondok pesantren
saja, namun pembimbing juga berharap perilaku-
perilaku prososial juga dicerminkan oleh santri ketika
sampai di desa masing-masing. Pengakuan dari bapak
Rodli, salah seorang wali santri di pondok pesantren
Manba’ul Huda yaitu putranya menjadi lebih
bersemangat untuk membantu mengajar mengaji juz
amma kepada anak-anak sesampainya dia di desanya.
Setelah diketahui alasan perubahan perilaku ini yaitu
167
karena fenomena yang dia tahu bahwa banyak orang
dewasa yang belum bisa mengaji itu merupakan
keadaan yang sangat memprihatinkan. Namun
menurut dari orang tua wali santri tesebut hal itu juga
karena bimbingan agama yang telah diikuti putranya
di pondok pesantren Manba’ul Huda karena sekarang
kalau di rumah putranya tersebut juga rajin membantu
orang tua.
Setelah mengikuti berbagai kegiatan
bimbingan agama Islam di pondok pesantren
Manba’ul Huda, dalam menentukan keputusan
sehingga sampai pada tindakan prososial juga terdapat
beberapa faktor menurut Arifin (2015: 275) dan
Rahman (2014: 228) yang mempengaruhi santri
dalam melakukannya antara lain :
1. Self-gain, yaitu harapan seorang santri untuk
mendapatkan suatu pujian dari orang lain,
semisal santri A sedang bekerjasama dengan
kelompoknya untuk menyelesaikan suatu tugas
penyusunan makalah taqrib dan dia sangat rajin
sekali menawarkan bantuan dengan maksud
168
untuk menarik perhatian sehingga mendapatkan
pujian dari ketua kelompok. Ketua kelompok
tersebut adalah ketua pantia di acara haflah dan
dia bermaksud agar dimasukkan menjadi salah
satu panitia juga.
2. Personal values and norms, yaitu nilai-nilai serta
norma-norma yang berkaitan dengan tindakan
prososial. Hal ini seperti kewajiban santri
menegakkan kebenaran, semisal santri
mengetahui bahwa temannya telah sengaja tidak
mengikuti suatu kegiatan, sedangkan dia ditanyai
oleh pengurus maka santri disini akan berusaha
berkata jujur. Namun hal ini jarang terjadi di
pondok pesantren Manba’ul Huda. Biasanya
hanya santri-santri tertentu yang mau melakukan
hal ini karena menurut mereka tindakan ini dapat
mengancam hubungan pertemanan diantara
mereka.
3. Empathy, yaitu ikut merasakan perasaan yang
orang lain alami, di pondok pesantren jika ada
santri yang keluarganya ditimpa musibah maka
169
temannya akan turut berduka dengan kejadian
yang menimpa santri tersebut. Dan apabila ada
yang mendapatkan juara sebagai temannya dia
juga akan ikut merasa senang. Ketika seseorang
memiliki empati terhadap orang lain, maka
kemungkinan besar orang tersebut akan mudah
untuk bertindak prososial terhadapnya.
4. Emosi, perasaan seseorang akan menjadi tidak
nyaman jika melihat orang lain ada dalam
keadaan yang menderita. Dan oleh karena itu
tindakan prososial akan dilakukan. Misalkan
sewaktu sedang ro’an bersama di pondok
pesantren salah satu santri sedang mengepel
lantai dan lupa memberi peringatan bahwa lantai
masih basah, ketika ada santri lain yang terjatuh
karena terpeleset maka yang melihat hal tersebut
akan segera membantunya.
5. Situasi, hal ini meliputi kehadiran orang lain,
sifat lingkungan, fisik, dan tekanan keterbatasan
waktu. Misalkan dalam suatu kejadian ada
seorang santri yang membutuhkan bantuan dan
170
disana sudah ada orang lain, maka kemungkinan
seseorang untuk memberikan pertolongan akan
dipengaruhi oleh kehadiran orang lain tersebut.
Dalam situasi lingkungan yang sedang hujan juga
dapat mempengaruhi seorang santri dalam
memberikan bantuan. Keadaan fisik dari seorang
penolong juga mempengaruhi apakah dia akan
melakukan tindakan prososial atau tidak yang
terakhir yaitu jika seseorang dalam keadaan yang
buru-buru hal itu juga berpengaruh pada
keputusan menolong atau tidak.
6. Penolong, seorang santri yang dalam kepribadian
dan suasana hati yang baik atau buruk akan
mempengaruhi santri tersebut dalam bertindak
prososial. Misalkan ketika dia baru diberitahu
mendapatkan ta’zir karena tidak mengikuti
jamaah subuh saat melihat orang lain sedang
kebingungan mencari sesuatu miliknya yang
hilang maka santri tersebut akan cenderung cuek
karena dia berada dalam suasana hati yang
kurang baik.
171
7. Orang yang membutuhkan pertolongan, santri
mau bertindak prososial terkadang hanya kepada
orang yang dia sukai, dan menurutnya apakah
orang tersebut pantas diberikan pertolongan atau
tidak.
Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah
ketika peneliti mengamati santri yang hafidzoh. Peran
bimbingan agama Islam sangat berpengaruh pada
santri yang hafidzoh, hal ini dibuktikan karna santri
yang hafidzoh lebih sering mengalami stress. Santri
yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an lebih
berpotensi megalami penderitan secara intern
pribadinya. Ketika seseorang menghafal sangatlah
diperlukan konsentrasi secara penuh dan fokus serta
daya ingat yang cepat, cermat dan tepat. Peran
bimbingan agama islam sangat membantu santri
dalam menghafal dan membantu daya ingatnya karena
dengan beberapa materi-materi bimbingan yang
diterima oleh santri akan dapat merubah mindset dan
keteguhan santri dalam mencintai Al-Qur’an. Salah
satu materi bimbingan yang disampaikan oleh ustadz
172
yaitu maqolah Imam Syafi’i dalam I’anatuth Tholibin
:
شاات إلى وكيع لاء كفظي فأرشدني إلى ت فك الوعاصي وأخب فني حأن العل نار ونار الل ه ل ع هدى لعاصي
Artinya : “Aku pernah mengadukan kepada
Waki’ tentang jeleknya hafalanku.
Lalu beliau menunjukiku untuk
meninggalkan maksiat. Beliau
memberitahukan padaku bahwa ilmu
adalah cahaya dan cahaya Allah
tidaklah mungkin diberikan pada ahli
maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2:
190).
Selain mengamati santri hafidzoh peneliti
juga mengamati salah satu kegiatan yang ada pada
setiap tahunnya yaitu PIALA (praktek ilmu amaliah
lapangan). PIALA merupakan kegiatan sosial atau
semacam kuliah kerja lapangan layaknya kegiatan
yang ada dalam pendidikan perguruan tinggi.
Kegiatan ini dilakukan oleh santri kelas 3 Wustho,
yang dilakukan pada waktu liburan pondok di bulan
suci Ramadhan selama 10 hari, dan dilaksanakan di
salah satu desa di luar area pondok pesantren
173
Manba’ul Huda. Dalam 10 hari para santri yang
melaksanakan kegiatan PIALA tidak dibimbing oleh
kiainya, melainkan oleh ustadz/guru yang
mendampingi namun tidak secara terus-
menerus/privat melainkan hanya dipantau saja.
Tentunya ada evaluasi untuk memperbaiki hal-hal
yang kurang atau perlu dibenahi. Para santri dibiarkan
atau dilepas untuk berkreasi dalam mengabdi pada
masyarakat.
Kegiatan yang dilaksanakan pada PIALA
seperti mengisi kuliah subuh, memimpin sholat
tarawih berjamaah, mengisi kultum, khotbah jumat
bagi santri putra, hataman Al-Qur’an bersama warga
setempat, mengisi pengajian PKK, muslimatan atau
sejenisnya bagi para santri putri. Untuk memupuk rasa
prososial santri, dalam kegiatan PIALA ini juga
disediakan sembako murah atas nama pondok
pesantren untuk masyarakat setempat dengan tujuan
membantu atau sekedar sedikit meringankan beban
bagi warga yang kurang mampu. Peran bimbingan
agama Islam dalam hal ini juga dapat dikatakan
174
sukses karena memang mampu merubah perilaku dan
pola pikir setiap individu santri kelas 3 Wustho
menuju pada hal yang positif khususnya prososial
ketika mereka melaksanakan kegiatan PIALA,
sehingga santri menjadi lebih peka dengan situasi
yang terjadi dalam suatu masyarakat sehingga dapat
mempergunakan ilmu yang telah didapatnya pada
situasi dan kondisi yang tepat.
Pada dasarnya bimbingan agama di pondok
pesantren ini memberikan bekal kepada generasi
muda dalam menjalani kehidupannya agar dapat
memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan hidup
bukanlah hanya material saja melainkan hubungan
sosial juga merupakan suatu kebutuhan. Senantiasa
berperilaku prososial akan mengakibatkan hubungan
dengan masyarakat menjadi lebih erat dan
kenyamanan hidup bisa diperoleh. Melalui bimbingan
agama Islam diharapkan dapat memupuk perilaku-
perilaku prososial santri pondok pesantren Manba’ul
Huda. Memberikan kesadaran kepada santri bahwa
penting sekali untuk menjalin hubungan sosial yang
175
harmonis. Selain memberikan nama baik almamater
kepada masyarakat, dengan berperilaku prososial yang
diniati semata-mata karena Allah juga akan
mendatangkan teman dan rejeki yang banyak,
dimudahkan segala urusan, ketakwaan dan rasa
syukur kepada Allah Swt. yang telah menciptakan
bumi ini beserta isinya juga akan semakin meningkat,
dan masih banyak manfaat yang lain yang belum bisa
peneliti disebutkan.