bab iv pembahasan dan analisa data 4.1 hasil …
TRANSCRIPT
28
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA
4.1 Hasil Pengamatan Penerapan K3 Di Proyek Pembangunan Gedung/Ruko
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan menyediakan
program kesejahteraan untuk para tenaga kerja. Macam-macam jaminan keselamatan
kerja yang ada di Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan adalah :
1. Program Asuransi yang diberikan oleh pemilik proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Ngaliyan terdiri dari :
a. Jaminan kecelakaan kerja
Apabila ada karyawan yang mengalami kecelakaan kerja maka jamsostek akan
memberi santunan berupa keringanan biaya rumah sakit dan biaya obat-obatan.
b. Jaminan kematian
Jaminan kematian diperuntukan bagi ahli waris tenaga kerja yang menjadi
peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan
kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam
bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
c. Koperasi karyawan
Koperasi pada dasarnya adalah sebuah medium untuk mendukung kesejahteraan
anggota dengan berbagi keuntungan.
2. Fasilitas perawatan kesehatan dan pengobatan
Perusahaan menyediakan fasilitas perawatan kesehatan diantaranya :
a. Fasilitas biaya pengobatan
Jika dapat diatasi dengan poliklinik perusahaan maka biaya pengobatan akan
ditanggung perusahaan akan tetapi jika dirujuk ke rumah sakit maka perusahaan
akan menanggung beberapa persen biaya yang sudah disepakati.
b. Fasilitas periksa kesehatan
Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan secara berkala setiap tahun dan untuk itu
pimpinan perusahaan mewajibkan karyawan untuk memeriksa kesehatanya.
Upaya dalam menangani masalah keselamatan kerja terhadap karyawannya, Proyek
Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan telah melakukan berbagai usaha diantaranya
sebagai berikut :
29
a. Penerangan
Fungsi penerangan di tempat kerja adalah untuk menerangi obyek pekerjaan agar
terlihat jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat.
Penerangan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan,
ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Penerangan yang intensitasnya
kuat akan dapat menimbulkan kesilauan. Penerangan yang terlalu rendah maupun
terlalu kuat sekalipun, memungkinkan terjadinya kecelakan kerja.
Penerangan di Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan diatur secara tepat
dan memadai dalam arti tidak terlalu gelap dan juga tidak terlalu terang. Karena
penerangan yang baik akan berpengaruh positif terhadap keselamatan kerja dan
produktifitas.
b. Peralatan keselamatan dan kesehatan kerja
1.Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaaan)
Kotak box yang berisi obat - obatan standar untuk memberikan pertolongan pertama
apabila terjadi kecelakaan kerja.
2. Sepatu
Dalam proses pengamatan masih terdapat beberapa karyawan bagian produksi
ketika melakukan proses produksi yang seharusnya harus memakai peralatan
keselamatan kerja dalam hal ini sepatu, ternyata tidak memakai.
Sumber: Dokumentasi 2017
Gambar 4.1 Pabrikasi Foot Plat dan Tie Beam
30
3. Masker kain
Karyawan bagian finishing diwajibkan menggunakan masker kain sebagai
pengaman karena untuk mengurangi aroma atau bau yang tidak sedap dari cat atau
plitur dan debu dari proses finising.
Sumber: Dokumentasi 2017
Gambar 4.2 Masker kain
4. Pemadam Kebakaran
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) disediakan oleh Proyek Pembangunan Ruko 3
Lantai Ngaliyan di setiap sisi dan sudut ruangan. APAR ini sangat praktis dan
ringan, dapat dibawa kemana-mana dan mampu dipakai cukup satu orang. Hal ini
penting, agar terhindar dari kerugian yang lebih besar. Lebih baik memberikan
pencegahan daripada memadamkan setelah terjadi kebakaran.
Untuk mencegah dan mengatasi bahaya kebakaran, dilakukan usaha-usaha
sebagai berikut:
1. Memelihara dan merawat semua peralatan pemadam kebakaran yang ada
sehingga selalu siap pakai.
2. Memberi pengarahan cara-cara pemakaian alat pemadam kebakaran.
31
Sumber: Dokumentasi 2017
Gambar 4.3 Pemadam kebakaran
c. Mesin (Gerinda, bor, dll)
Mesin sebagai alat untuk proses proses produksi sudah didesain sebaik mungkin
untuk menghindari kecelakaan kerja. Bagian yang paling mungkin menimbulkan
kecelakaan adalah proses pemotongan. Pada mesin pemotongan ini penggunaannya
harus berhati-hati, karena pada mesin ini terdapat mata pisau yang harus dijaga
kekencangannya.
d. Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan kerja di Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan
khususnya dibagian lapangan sangat bising, hal ini disebabkan karena mesin-mesin
yang digunakan umumnya besar dan suara timbul akibat proses pekerjaan.
Jika dalam upaya yang dilakukan oleh perusahaan masih tedapat hal-hal yang dapat
membahayakan keselamatan kerja dari karyawan misalnya terjadi kebakaran maka
standarisasi dari perusahaan adalah:
1. Drum berisi pasir dan skop dilokasi rawan kebakaran .
2. APAR (alat pemadam api ringan) yang ditempatkan pada seluruh perusahaan
meliputi office, gripag, kantin, gudang dan bagian produksi sesuai dengan
kebutuhan dan kegunaan masing – masing.
32
3. Box hydrant
1. Hydrant halaman ditempatkan diluar gedung atau di halaman.
2. Hydrant gedung ditempatkan didalam gedung.
Sumber: Dokumentasi 2017
Gambar 4.4 Pompa Hydrant
4. Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) adalah kotak penyimpanan
yang berisi obat-obatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan. kotak P3K
(Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) ditempatkan dan tersebar diseluruh
lingkungan perusahaan.
Sumber: Dokumentasi 2017
Gambar 4.5 Kotak P3K
33
5. Pintu darurat
Pintu darurat adalah pintu keluar saat terjadi kejadian darurat. Pintu darurat dibuat di
semua bangunan perusahaan, termasuk pada bagian office.
6. Alarm bahaya
Alarm bahaya adalah penanda kalau ada kejadian darurat, Alarm akan berbunyi. Alarm
darurat ditempatkan diseluruh bangunan yang ada di perusahaan
4.2 Faktor Penghambat Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja memiliki latar belakang sosial-ekonomi dan kultural yang
sangat luas. Tingkat pendidikan, latar belakang kehidupan yang luas, seperti kebiasaan-
kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan, dll. Demikian juga keadaan ekonomi ada sangkut
pautnya dengan permasalahan keselamatan kerja tersebut. Dari hasil penyelidikan
ternyata menunjukan bahwa faktor manusia memegang peranan penting dalam
pelaksanaan keselamatan kerja dilingkungan Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Ngaliyan berupa :
1. Faktor manusia dapat berupa kelalaian atau kesalahan, kecerobohan, kurang
disiplin, tidak mentaati syarat-syarat keselamatan kerja yang telah ditetapkan
baik oleh perusahaan sehingga pekerja dapat melakukan tindakan yang bisa
mencelakakan dirinya sendiri dan tentunya lingkungan sekitar.
2. Pekerja yang bersangkutan tidak mampu atau kurang terampil dalam
menggunakan atau mengoprasikan alat-alat produksi.
3. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang keselamatan kerja para pekerja
disebabkan oleh beberapa aspek yang mempengaruhinya, antara lain :
a. Tingkat pendidikan yang rendah
Tingkat pendidikan rendah yang dimiliki pekerja membawa pengaruh
sebab kecenderungan tidak mengetahui kegunaan pemakaian alat-alat
pelindung diri untuk keselamatan para pekerja itu sendiri.
b. Sikap pekerja
Pekerja yang mempunyai kecenderungan bahwa pekerja dengan
menantang maut atau resiko dan ceroboh, lebih mudah dan lebih cepat,
dan usaha pencegahan kecelakaan tidak begitu penting sebab dia yakin
atau percaya diri untuk dapat menjaga dirinya sendiri dalam semua
keadaan.
34
Berdasarkan hasil penelitian yang menjadi faktor penghambat sehingga tidak
menerapkan aturan K3 pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan antara lain:
1. Faktor Internal
Berdasarkan hasil penelitian faktor internal yang menjadi penghambat
pekerja dalam menerapkan aturan K3 pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Ngaliyan disebabkan oleh rendahnya pengetahuan pekerja terhadap K3 dimana
berdasarkan tingkat pendidikan pekerja umumnya masih SD dan pekerja belum
mengetahui aturan-aturan K3 dan belum mengetahui bagaimana bekerja sesuai
aturan K3 saat bekerja di proyek konstruksi sehingga keadaan tersebut
menyebabkan sering ditemukan pekerja melakukan tindakan tidak aman sewaktu
bekerja. Sedangkan pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan pekerja
sudah memiliki pengetahuan mengenai aturan-aturan K3 dan mengetahui
bagaimana menerapkan aturan K3 saat bekerja namun masih ditemukan pekerja
yang melanggar aturan K3 hal ini disebabkan pekerja tidak disiplin dalam
menerapkan aturan K3 sehingga melakukan tindakan tidak aman (unsafe action).
Tindakan tidak aman oleh pekerja pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Ngaliyan yang sering ditemukan antar lain merokok sambil bekerja, bekerja sambil
bergurau dengan rekan kerja, tidak menggunakan APD melakukan gerakan-gerakan
berbahaya seperti berlari, melompat dan melempar.
2. Faktor Eksternal
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa selain rendahnya
pengetahuan pekerja pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan terhadap
K3 dan rendahnya kedisiplinan pekerja pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Ngaliyan terhadap K3 pada proyek yang dikerjakan, faktor penghambat perilaku
pekerja dalam menerapkan K3 pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan
adalah faktor eksternal dimana perusahaan tidak menerapkan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pada proyek dan dikerjakan seperti perusahaan tidak
menyediakan APD kepada pekerja, perusahaan tidak menyediakan kondisi
lingkungan aman terhadap pekerja, tidak adanya papan peringatan bahaya, poster
K3, pagar pembatas di sekitar area proyek demikian pula pada Proyek
Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan disebabkan oleh tidak diterapkannya aturan
35
K3 dengan baik oleh perusahaan dimana penyediaan APD dilakukan setelah
terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan hilangnya jam kerja sehingaa
mengakibatkan korban meninggal dunia meskipun demikian pengawasan dan
pemberian sanksi/hukuman terhadap pekerja yang melanggar aturan K3 masih
belum diterapkan pada proyek ini, selain itu juga perusahaan tidak meyediakan
kondisi lingkuan aman disekitar area proyek seperti rambu K3, papan peringatan
K3 dan pagar pembatas di sekitar area proyek sampai pada pekerjaan selesai tidak
terlihat. Tidak adanya kepedulian perusahaan kontraktor dalam menciptakan
kondisi aman sedangkan pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan
kondisi tidak aman yang berakibat runtuhnya pelat lantai yang mengakibatkan
terjadinya kecelakaan kerja sehingga merugikan perusahaan.
4.3 Upaya Perbaikan Dalam Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada
Pembangunan Gedung/Ruko
Berdasarkan hasil penelitian di Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Ngaliyan , Secara umum perusahaan sudah menerapkan kebijakan tentang keselamatan
dan kesehatan kerja. Namun lemahnya pengawasan dari pihak perusahaan, masih saja
terlihat beberapa dari karyawan perusahaan yang tidak mematuhi prosedur keselamatan
dan kesehatan kerja. Maka dalam hal ini akan mencoba memberikan usulan perbaikan
mengenai pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan metode
diagram ishikawa / diagram tulang ikan / diagram sebab akibat.
Pada dasarnya metode ishikawa digunakan untuk menganalisa dan
menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan
karakteristik kualiatas output kerja, namun penggunaannya bisa juga untuk
menganalisa penyebab dari terjadinya kecelakaan kerja.
Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, maka di
dapatkan 5 faktor penyebab utama yang meliputi :
1. Man (Manusia)
2.Method (Metode)
3. Machine (Mesin/Peralatan)
4. Material (Bahan baku)
5. Environment (Lingkungan kerja
36
Tumpukan Bahan Material
Sumber: Dokumentasi 2017
Gambar 4.6 Diagram Ishikawa / Sebab Akibat / Tulang Ikan (Fish Bone)
Keterangan gambar diagram diagram ishikawa / sebab akibat / tulang ikan :
a. Man (Manusia)
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan kerja pada
manusia adalah kurangnya pengalaman kerja. Di Proyek Pembangunan Ruko 3
Lantai Ngaliyan untuk faktor manusia rata-rata mereka sudah berpengalaman
akan tetapi disana para pekerja lapangan rata-rata berpendidikan rendah, jadi
mereka sangat sulit untuk menerima masukan dari orang-orang yang lebih muda,
yang seolah-olah mereka jauh lebih berpengalaman di bandingkan dengan yang
lebih muda.
b. Method (Metode)
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan kerja pada
metode kerja adalah kurangnya pengawasan kerja dan prosedur kerja yang salah.
Contoh : Dalam pemindahan bahan baku dalam hal ini adalah kayu pemindahan
dari satu tempat ke tempat yang lain seharusnya diperlukan pengecekan lebih
dari satu kali agar suatu kecelakaan kerja dapat terhindari.
c. Machine (Mesin/Peralatan)
Manusia
Peralatan
Metode kerja
Bahan baku Lingkungan
kerja
Pengawasan
kurang
Prosedur kerja salah
Pendidikan
rendah
Faktor
terjadi
nya
kecela
kaan
kerja
Bising Di
Lingkungan
Kerja
Bahan Material
37
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan kerja pada
peralatan adalah minimnya peralatan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
yang digunakan.
Di Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan telah menyediakan
peralatan K3 yaitu berupa masker, helm kerja, wearpack dan sarung tangan
tetapi pada kenyataannya perlengkapan yang telah disediakan tidak sering
dipakai. Hal demikian dapat mengakibatkan para pekerja akan mengalami
gangguan kesehatan. Karena seringnya para pekerja berinteraksi lagsung dengan
bahan material (debu pasir, semen, hasil dari pemotongan ataupun pengamplasan
) tanpa menggunakan alat pelindung diri ataupun masker.
d. Material (Bahan baku)
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan kerja pada
material adalah Biasanya pada waktu pengangkatan pekerja rentan tertimpa
tumpukan material seperti, batu bata, pasir, kayu, dll. Yang kebanyankan
ditumpuk sebelum melalui proses selanjutnya.
e. Environment (Lingkungan kerja)
Lingkungan kerja yang baik akan memberikan kenyamanan dan ketenangan
dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga terajadinya suatu kecelakaan kerja
dapat dihindari.
Di Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Ngaliyan memiliki lingkungan kerja
yang cukup baik, akan tetapi terjadinya penumpukan bahan baku saja yang rentan
menimbulkan kecelakaan kerja.
Dari metode diatas maka untuk usulan perbaikan di Proyek Pembangunan Ruko
3 Lantai Ngaliyan agar kecelakaan dalam bekerja bisa di minimalkan adalah Untuk
Pekerja tidak memakai masker dan sarung tangan. Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Ngaliyan sebagian besar pekerjanya tidak memakai masker dikarenakan kesadaran
akan kesehatan kurang.
Dan untuk masalah usulan perbaikan perlu dibentuk tim pengawas yang
bertugas untuk mengawasi karyawan dan bila perlu memberikan sanksi terhadap
karyawan yang terbukti tidak memakai masker/ APD (Alat Pelindung Diri) pada saat
bekerja.
38
4.4 Tinjauan Umum
Dalam penyusunan laporan tugas akhir yang berjudul “Pemahaman Pelaksanaan
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Proyek Pembangunan Ruko.
(Studi Kasus Ruko Tiga Lantai Superindo Ngaliyan)” hasil pengamatan dengan
melakukan metode kuesioner, dapat dilihat data – data dari responden, pakar, ahli
untuk mengidentifikasi permasalahan yang berpengaruh dalam pemahaman
pelaksanaan K3 dalam proyek tersebut, diantaranya sebagai berikut.
a. Kategori Responden Sebagai
Tabel 4.a. Kategori Responden Sebagai
Sumber: Hasil Kuesioner
Gambar 4.6 Diagram Kategori Responden Sebagai
Pada tabel 4.a hasil pelaksanaan responden terbanyak yang mengisi kuisioner skor 76,67
adalah pekerja, dan yang paling sedikit yaitu skor 3,33 adalah site engineer.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
ProjectManager
Staff Teknik Site Engineer Pelaksana Lainnya /Pekerja
Jumlah
Prosentase
No Kategori Responden Jumlah Prosentse
1 Project Manager 2 6.67
2 Staff Teknik 2 6.67
3 Site Engineer 1 3.33
4 Pelaksana 2 6.67
5 Lainnya / Pekerja 23 76.67
Total 30 100
39
b. Pendidikan terakhir
Tabel 4.b Pendidikan terakhir
Sumber : Hasil Kuisioner
Gambar 4.7 Diagram Pendidikan Terakhir
Pada tabel 4.b. menunjukan pendidikan terakhir terbanyak adalah skor 46,67
mempunyai pendidikan SMK/SMA, dan skor 36,67 adalah Lainnya(SD/SLTP).
c. Kategori Perusahaan Tempat Bekerja
Tabel 4.c. Kategori Perusahaan Tempat Bekerja
No
Kategori
Perusahaan Jumlah Prosentase %
1 BUMN 9 30.00
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Jumlah
Prosentase %
No
Pendidikan
terakhir Jumlah Prosentase %
1 S2 0 0
2 S1 1 3.33
3 D3 4 13.33
4 SMK/SMA 14 46.67
5 Lainnya(SD/SLTP) 11 36.67
Total 30 100
40
2 Swasta 4 13.33
3 Perorangan 15 50.00
4 Lainnya 2 6.67
Total 30 100
Sumber : Hasil kuisioner
Gambar 4.8 Diagram Kategori Perusahaan Tempat Bekerja
Pada tabel 4.c. kategori tempat perusahaan tempat responden bekerja dengan
prosentase skor 50 yaitu Perorangan, sedangkan perusahaan Swasta tempat responden
bekerja hanya memperoleh prosentase skor 13,33.
d. Klarifikasi Perusahaan
Tabel 4.d. Klarifikasi Perusahaan
No
Klarifikasi
Perusahaan Jumlah Prosentase %
1 Kecil 0 0.00
2 Menengah 20 66.67
3 Besar 10 33.33
Total 30 100
Sumber : Hasil kuesioner
0
10
20
30
40
50
60
BUMN Swasta Perorangan Lainnya
Jumlah
Prosentase %
41
Gambar 4.9 Diagram Klarifikasi Perusahaan
Pada tabel 4.d. menunjukan klarifikasi perusahaan yang pernah menangani proyek
yaitu perusahaan skala dengan prosentase terbanyak yaitu skor 66,67, sedangkan
perusahaan skala besar yang pernah menangani proyek hanya memperoleh prosentase
sekor 33,33.
e. Pengalaman Kerja Di Proyek
Tabel 4.e. Pengalaman kerja di proyek
No
Pengalaman kerja di
proyek Jumlah Prosentase %
1 0 - 5 tahun 15 50.00
2 0 - 10 tahun 7 23.33
3 10 - 15 tahun 3 10.00
4 > 15 tahun 5 16.67
Total 30 100
Sumber : Hasil kuisioner
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kecil Menengah Besar
Jumlah
Prosentase %
42
Gambar 4.10 Diagram Pengalaman Kerja Di Proyek
Pada tabel 4.e. Terlihat dari pakar ahli yang ikut bekerja adalah skor 50,00
mempunyai pengalaman kerja 0 – 5 tahun.
0
10
20
30
40
50
60
0 - 5 tahun 0 - 10 tahun 10 - 15 tahun > 15 tahun
Jumlah
Prosentase %
43
Tabel 4.1.1. Hasil Kuisioner Kecelakaan Yang Terjadi Pada Proyek Konstruksi
No
Kecelakaan Kerja yang Terjadi Pada Proyek
Konstruksi Terkait Dengan Keselamatan Kerja
Dan Kesesehatan Kerja ( K3 )
Nilai Pengaruh Kecelakaan
Kerja Pada Proyek
Pembanguna Ruko /
Gedung
TPT JT ST SST
1 2 3 4
1
Terbentur (struck by), kecelakaan ini terjadi pada
saat sesorang yang tidak diduga ditabrak atau
ditampar sesuatu yang bergerak atau bahan
kimia.Contohnya : Terkena pukulan palu,ditabrak
kendaraan,benda asing material.
18 10 2 0
2
Membentur (struck againts), kecelakaan yang
selalu timbul akibat pekerja yang bergerak terkena
atau bersentuhan dengan beberapa objek atau
bahan-bahan kimia. Contohnya : terkena sudut
atau bagian yang tajam, menabrak pipa-pipa, dan
sebagainya.
22 8 0 0
3
Terperangkap (caught in, on, between), contoh
dari caught in adalah kecelakaan yang terjadi bila
kaki pekerja tersangkut diantara papan-papan yang
patah dilantai. Contoh dari caught on adalah
kecelakaan yang timbul bila baju dari pekerja
terkena pagar kawat. Contoh dari caught between
adalah kecelakaan yang terjadi bila lengan atau
kaki dari pekerja tersangkut dalam bagian mesin
yang bergerak.
19 11 0 0
4 Jatuh dari ketinggian (fall from above), kecelakaan
ini banyak terjadi, yaitu jatuh dari ketinggian yang
lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah.
Contohnya jatuh dari tangga atau atap.
15 9 5 1
5
Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground
level), beberapa kecelakaan yang timbul pada tipe
ini seringkali berupa tergelincir, tersandung, jatuh
dari lantai yang sama tingkatnya.
17 13 0 0
44
6
Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or
strain), kecelakaan ini timbul akibat pekerjaan
yang terlalu berat yang dilakukan pekerja seperti
mengangkat, menaikkan, menarik benda atau
material yang dilakukan diluar batas kemampuan.
20 7 1 2
7
Terkena aliran listrik (electrical contact), luka
yang ditimbulkan dari kecelakaan ini terjadi akibat
sentuhan anggota badan dengan alat atau
perlengkapan yang mengandung listrik.
25 5 0 0
8 Terbakar (burn), kondisi ini terjadi akibat sebuah
bagian dari tubuh mengalami kontak dengan
percikan, bunga api, atau dengan zat kimia yang
panas.
25 5 0 0
Rata – Rata 20 8 1 0,38
Jumlah Rata – Rata 7,50
Sumber : Hasil Kuisioner
Keterangan :
TPT : Tidak Pernah Terjadi ST : Sering Terjadi
JT : Jarang Terjadi SST : Sangat Sering Terjadi
Gambar 4.11 Diagram Hasil Kuisioner Kecelakaan Yang Terjadi Pada Proyek Konstruksi
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8
TPT
JT
ST
SST
45
Berdasarkan Tabel 4.1.1 diketahui bahwa dari 8 jenis kecelakaan, rata – rata sebanyak
66,7 % responden memilih tidak pernah terjadi, dan sebanyak 26,6 % responden mengatakan
jarang terjadi. Seperti pada hasil dari data tersebut kecelakaan kerja hampir tidak pernah
terjadi. Dari 8 jenis kecelakaan yang ditanyakan , yang paling sering terjadi diantara yang lain
adalah jatuh dari ketinggian (fall from above), dikarenakan para pekerja tidak menggunakan
alat pelindung diri contohnya tidak memakai body harness pada ketinggian di atas lebih dari 2
meter, yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja tersebut. Hasil ini sesuai dengan
pengamatan dilapangan.
46
Tabel 4.1.2 Faktor Penghambat Pemahaman Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (K3)
No Indikator
Faktor Penghambat
Pemahaman
Pelaksanaan
Keselamatan Kerja
Dan Kesehatan
Kerja ( K3 )
Hasil Faktor
Penghambat
Pemahaman Dalam
Pelaksanaan
Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (
K3)
Rata
-
Rata
Keterangan
Total
Rata
–
Rata
TB KB B SB
1 2 3 4
1
Faktor
Perencanaan
1. Tidak adanya
perencanaan dan
penetapan K3 dalam
pelaksanaan proyek
Sangat
Berpengaruh
3.650
0 0 13 17 3.6
2. Tidak adanya
komitmen terhadap
pelaksanaan K3 di
suatu proyek
Sangat
Berpengaruh 0 0 9 21 3.7
3. Tidak adanya
komitmen terhadap
tujuan K3 dalam
suatu proyek
Sangat
Berpengaruh 0 0 11 19 3.6
4. Tidak adanya
komunikasi tiap
koordinator dalam
pelaksanaan K3 di
proyek
Sangat
Berpengaruh
0 0 9 21 3.7
2
Sumber
Daya
Manusia
1. Kurangnya
pengertian tentang
K3
0 0 7 23 3.7 Sangat
Berpengaruh
3,725
2. Kurangnya
penyuluhan dari tim
kepada pelaksana
tentang K3
dilapangan
0 0 8 22 3.7 Sangat
Berpengaruh
3. Kurangnya
pengetahuan tentang
K3
0 0 8 22 3.7 Sangat
Berpengaruh
4. Pelaksana
dilapangan tidak
bekerja sesuai
dengan perintah
0 0 12 18 3.6 Sangat
Berpengaruh
5. Kurangnya
pengawasan terhadap
para pekerja di
0 0 9 21 3.7 Sangat
Berpengaruh
47
Sumber : Hasil Kuisioner
Keterangan :
TB : Tidak Berpengaruh KB : Kurang Berpengaruh
B : Berpengaruh SB : Sangat Berpengaruh
lapangan
6. Tidak difasilitasi
Alat Pelindung Diri
(APD) oleh pihak
proyek
0 0 9 21 3,8 Sangat
Berpengaruh
7. Tidak tahu
Standard Operating
Procedure (SOP)
suatu proyek
0 0 7 23 3.8 Sangat
Berpengaruh
8. Human error
(Kelelahan,
Mengantuk, Kurang
Berkonsentrasi)
0 0 6 24 3.8 Sangat
Berpengaruh
3 Faktor
Lingkungan
1. Perubahan cuaca
yang mengganggu
proses pengerjaan
0 0 11 19 3.7 Sangat
Berpengaruh
3.733
2. Bencana alam 0 0 6 24 3.8
Sangat
Berpengaruh
3. Lingkungan
proyek yang sulit
dijangkau
0 0 7 23 3.8 Sangat
Berpengaruh
4. Lahan sempit yang
tidak memungkinkan
pengoperasian alat-
alat berat
0 0 8 22 3.7
Sangat
Berpengaruh
5. Sanitasi yang
buruk 0 0 7 23 3,6
Sangat
Berpengaruh
6. Lokasi proyek
yang dekat dengan
jalan raya dan pusat
keramaian sehingga
menambah
kebisingan
menyebabkan
komunikasi antar
pekerja terganggu.
0 0 11 19 3.6 Sangat
Berpengaruh
48
Gambar 4.12 Diagram Faktor Penghambat Pemahaman Pelaksanaan Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (K3)
Pada tabel 4.1.2 dapat diketahui semua faktor sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
K3. mulai dari faktor lingkungan sangat berpengaruh di dalam proses proyek dengan skor
3,73 pada Faktor Lingkungan disekeliling area bekerja. Sedangkan mengenai Sumber Daya
Manusia itu sendiri dengan skor 3,72,dan yang paling sedikit adalah Faktor Perencanaan
dengan skor 3,65.
Faktor Sumber Daya Manusia sangat berpengaruh dalam pelaksanaan K3, karena
pekerja dapat menerapkan proses pelakasaan K3, agar mereka dapat terhindar dari resiko
kecelakaan kerja saat pekerja bekerja.
Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam pelaksanaan K3, karena pekerja di
tempat itu bisa bekerja dengan semaksimal mungkin dengan keadaan tempat yang bersih
dari material – material yang berbaya atau yang dapat menggangu pekerja saat bekerja.
Sedangkan Faktor Perencanaan juga sangat berpengaruh dikarenakan semua proses
pembangunan di mulai dari perencanaan yang matang dan di diteliti terlebih dahulu agar
mendapatkan hasil yang sangat memuaskan.
3,6
3,62
3,64
3,66
3,68
3,7
3,72
3,74
FaktorPerencanaan
Sumber DayaManusia
Faktor Lingkungan
Total Rata-Rata
49
Tabel 4.1.3. Faktor Penanganan Yang Menghambat pelaksanaan K3
No Indikator
Faktor Penanganan
Yang Menghambat
pelaksanaan K3
Hasil Faktor
Penanganan Yang
Menghambat
pelaksanaan K3 Rata -
Rata Keterangan
Total
Rata –
Rata TB KB B SB
1 2 3 4
1 Manajerial
1. Komunikasi antar
koordinator, mengadakan
rapat antar koordinator
0 0 8 22 3.7 Sangat
Berpengaruh
3.8
2. Menjaga kedisiplinan
tim di proyek, terutama
mengenai jam kerja
Sangat
Berpengaruh 0 0 7 23 3.8
3. Melakukan evaluasi
kerja
Sangat
Berpengaruh 0 0 10 20 3.7
4. Aktif menggali
informasi mengenai K3
Sangat
Berpengaruh 0 0 8 22 3.7
5. Memotivasi para
pekerja dengan baik
Sangat
Berpengaruh 0 0 5 25 3.8
6. Menjaga kualitas hasil
pekerjaan
Sangat
Berpengaruh 0 0 6 24 3.8
7. Menambah personil
yang paham akan K3,
Sehingga dapat
membimbing rekannya
Sangat
Berpengaruh 0 0 5 25 3.8
8. Mengadakan
penyuluhan mengenai
pentingnya K3 dalam
suatu proyek.
Sangat
Berpengaruh 0 0 5 25 3.8
9. Mengadakan
penyuluhan mengenai
pentingnya K3 dalam
suatu proyek.
Sangat
Berpengaruh
0 0 5 25 3.8
10. Pengadaan P3K (Alat
Kesehatan)
Sangat
Berpengaruh 0 0 5 25 3.8
11. Pemasangan papan
instruksi K3
Sangat
Berpengaruh 0 0 5 25 3.8
12. Pemasangan bendera
K3
Sangat
Berpengaruh 0 0 5 25 3.8
13. Penyediaan
perlengkapan Alat
Pelindung Diri (APD)
Sangat
Berpengaruh 0 0 6 24 3.8
14. Bekerja sesuai
Sangat
50
Standard Operating
Procedure (SOP) di
suatu proyek
Berpengaruh
0 0 4 26 3.9
2 Alat
1. Alat dirawat sesuai
prosedur, sehingga aman
ketika digunakan untuk
bekerja
Sangat
Berpengaruh
3.7
0 0 9 21 3.7
2. Mengganti alat yang
membahayakan
penggunanya
Sangat
Berpengaruh 0 0 10 20 3.7
3. Menyediakan suku
cadang cadangan
apabila ada penggantian
suku cadang alat yang
mendadak
Sangat
Berpengaruh
0 0 6 24 3.8
4. Menambah jumlah alat
sehingga mencukupi
kebutuhan
Sangat
Berpengaruh 0 0 7 23 3.8
5. Service berkala alat-
alat yang digunakan
Sangat
Berpengaruh 0 0 8 22 3.7
6. Menggunakan alat
sesuai dengan fungsinya
Sangat
Berpengaruh 0 0 7 23 3.8
3 Tenaga
Kerja
1. Tenaga kerja disebar
tetapi di monitoring
dengan baik
Sangat
Berpengaruh
3.7
0 0 8 22 3.7
2. Menyediakan tempat
istirahat bagi para
pekerja di daerah sekitar
proyek
Sangat
Berpengaruh
0 0 9 21 3.7
3. Memberikan
penyuluhan mengenai
K3
Sangat
Berpengaruh 0 0 9 21 3.7
4. Aktif memantau para
pekerja dilapangan
Sangat
Berpengaruh 0 0 9 21 3.7
5. Adanya penindakan
secara langsung apabila
ada pekerja yang bekerja
tidak sesuai dengan
Standard Operating
Procedure (SOP)
Sangat
Berpengaruh
0 0 6 24 3.8
4 Lingkup
Pekerjaan
1. Penyediaan APAR
(Alat Pemadam
Kebakaran)
Sangat
Berpengaruh 3.9 0 0 5 25 3.8
51
Sumber : Hasil Kuisioner
Keterangan :
TB : Tidak Berpengaruh KB : Kurang Berpengaruh
B : Berpengaruh SB : Sangat Berpengaruh
Gambar 4.13 Diagram Faktor Penanganan Yang Menghambat pelaksanaan K3
Pada tabel 4.1.3 dapat diketahui semua faktor penanganan sangat berpengaruh
dalam pelaksanaan K3, dari hasil kuesioner mengenai tentang faktor penghambat
paling sedikit adalah mengenai indikator Alat dan Tenaga Kerja yaitu dengan skor 3.7,
sedangakan Manajerial dengan sekor 3,8. Indikator Lingkup Pekerjaan paling banyak
yaitu dengan skor 3,9, dan masing – masing indikator Sangat Berpengaruh satu sama
3,6
3,65
3,7
3,75
3,8
3,85
3,9
3,95
Manajerial Alat Tenaga Kerja LingkupPekerjaan
Total Rata – Rata
2. Pemantauan
penumpukan material
yang membahayakan
para pekerja
Sangat
Berpengaruh
0 0 3 27 3.9
3. Perbaikan sanitasi di
lingkungan proyek
Sangat
Berpengaruh 0 0 2 28 3.9
4. Pengupayaan
pengadaan klinik darurat
Sangat
Berpengaruh 0 0 3 27 3.9
52
lain dalam hal Faktor Penghambat Pelaksanaan Proyek Ruko Tiga Lantai Superindo
Ngaliyan Semarang.
Dari indikator alat dan pekerja tahu bahwa pekerjaan dan alat yang digunakan
untuk proses pembangunan dapat menentukan waktu pekerjaan itu sendiri, apabila alat
mencukupi atau lengkap pasti tidak akan ada kendala dalam proses pembangunan.
Dari faktor tenaga kerja tenaga kerja juga sangat berpengaruh dalam proses
pelaksaan K3 dimana mereka dapat terlatih dalam kesigapan saat bekerja dan harus
mengetahui atau mengidentifikasi pekerjaan mereka itu sendri pada saat bekerja
Dan sedangkan proses manajerial juga sangat berpengaruh karena dapat lebih
mengantisipasi akan adanya suatu kecelakaan kerja yang tidak kita inginkan terjadi.
Idikator lingkup pekerjaan sangat berpengaruh akan kualitas pekerja dimana
mereka tidak terganggu akan adanya pejalan kaki atau lalu lalang kendaraan bermotor
yang leawat, sehingga pekerja dapat bekerja dengan lebih konsentrasi.
Perilaku pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memegang
peranan yang sangat penting dalam mengurangi kecelakaan kerja di bidang konstruksi,
sehingga perlu dilakukan studi bagaimana perilaku pekerja dalam menerapkan aturan-
aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui perilaku pekerja konstruksi terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dan faktor penghambat pekerja dalam menerapkan aturan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Superindo
Ngaliyan.
Pengumpulan data yang dilakukan yaitu data primer berupa kuesioner, observasi
dan wawancara langsung, dan data sekunder yang diperoleh berupa data jumlah
pekerja dan data Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pekerja terhadap K3 masih sangat
kurang karena masih banyak ditemukan pekerja melakukan tindakan tidak aman
sewaktu bekerja seperti tidak menggunakan APD, bergurau dengan rekan kerja,
merokok, dan melakukan gerakan berbahaya (berlari pada saat bekerja, melempar
material dan tidak menggunakan alat bantu). Faktor penghambat pekerja dalam
menerapkan K3 pada Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai Superindo Ngaliyan yaitu
akibat rendahnya pengetahuan pekerja terhadap penerapan K3 dan perusahaan tidak
menerapkan K3.
53
Beberapa responden umumnya sudah mengetahui mengenai pentingnya
penggunaan APD sewaktu bekerja agar menghindari terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, responden juga umumnya setuju perusahaan seharusnya mewajibkan
penggunaan APD kepada pekerja. Namun berdasarkan observasi lapangan pada Proyek
Pembangunan Ruko 3 Lantai Superindo Ngaliyan menunjukkan bahwa tidak satupun
pekerja menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). padahal perusahaan sudah menyediakan
Alat Pelindung Diri (APD) kepada pekerjanya berupa helm, masker, safety belt, sepatu
pengaman, meskipun sudah disediakan masih sering juga ditemukan di lapangan pekerja
yang mengabaikan untuk tidak digunakan Alat Pelindung Diri (APD).
4.5 Analisa Potensi Bahaya Di Tempat Kerja Akibat Kurangnya Pemahaman Akan
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Di Proyek Pembangunan Ruko 3 Lantai
Superindo Ngaliyan.
Bahaya Pada dasarnya diproteksi kedalam 3 faktor utama dilingkungan kerja
diantaranya:
1. Manusia atau Karyawan.
2. Material, alat atau Mesin.
3. Lingkungan Kerja atau Lingkungan Sekitar.
Apa bila ketiga elemen kerja diatas diabaikan dapat menimbulkan berbagai kerugian
baik langsung maupun secara tidak langsung. Adapun kerugian yang ditimbulkan
adalah sebagai berikut:
a. Kerugian Secara Langsung.
Kerugian ini timbul akibat kecelakaan kerja, sehingga langsung dirasakan oleh
pihak perusahaan melalui:
1. Biaya Pengobatan dan Kompensasi;
2. Kerusakan sarana atau fasilitas akibat dari bahaya yang timbul
b. Kerugian Tidak langsung.
Meskipun resiko yang ditimbulkan secara tidak langsung, namun dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan serta dapat merugikan perusahaan, kerugian
yang ditimbulkan sebagai berikut:
1. Kerugian Jam Kerja.
2. Kerugian Produksi.
54
3. Kerugian sosial.
4. Kerugian dari efect Kurangnya Citra dan kepercayaan Konsumen.
Analysis Potensi Hazard atau Penilaian potensial bahaya pada umumnya menyertakan
aktivitas sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi tugas/task
2. Membentuk team (untuk task yg sederhana – satu orang)
3. Membagi tugas/ task menjadi beberapa steps
4. Mengidentifikasi potential hazards
5. Membuat solusi/ mengontrol untuk memitigasi hazards
Tujuan dari Penilaian potensi Bahaya ini adalah untuk menyediakan pedoman saat
melakukan analisis potensi bahaya dengan mengikuti tiga tahap analisis potensi bahaya;
a. Tahap Perencanaan Job Hazard Analysis (JHA) Analisa Bahaya Pekerjaan /Job Hazard Analysis adalah salah satu tehnik
dimana memusatkan tugas-tugas dalam pekerjaan sebagai langkah untuk
mengidentifikasi bahaya sebelum kecelakaan terjadi. Ini berfokus
pada hubungan antara pekerja, tugas, peralatan dan lingkungan tempat kerja.
Idealnya setelah anda mengidentifkasi bahaya yang tidak dapat kendalikan, anda
akan mengambil langkah mengeliminasi/menghilangkan atau mengurangi
bahaya menjadi ke tingkat yang dapat diterima/acceptable.
Tahap Perencanaan– Job Hazard Analysis (JHA) bertujuan untuk:
1.Untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan tindakan pencegahannya
2.Untuk memastikan bahwa jumlah orang, pengaturan keahlian, peralatan
dan APD sudah termasuk dalam perencanaan.
3.Memberikan kesempatan untuk menyesuaikan rencana kerja untuk
mengurangi risiko.
4.Untuk mengidentifikasi jenis perizinan yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan
5.Digunakan sebagai titik awal (starting point) untuk Onsite JSA.
6.Q-SOP dapat digunakan sebagai analisis potensi bahaya untuk
perencanaan pekerjaan.
55
b. Tahap Perizinan (Job Safety Analysis)
Merupakan suatu program kerja yang didalamnya terdapat proses mengenali
bahaya pada suatu pekerjaan, membuat identifikasi bahaya dan nilai dari resiko
bahaya tersebut kemudian melakukan pengendalian terhadap resiko bahaya yang
telah teridentifikasi.
Tahap Perizinan - Onsite Job Safety Analysis (Onsite JSA):
1.Dilakukan dilapangan sesaat sebelum pekerjaan dimulai.
2.Melibatkan tim untuk memastikan bahwa orang yang melakukan
pekerjaan mengerti pekerjaan yang akan dilakukan, potensi bahaya yang
ada serta tindakan pencegahannya
3.Mengidentifikasi potensi bahaya pada waktu pekerjaan akan dimulai dan
tindakan pencegahan yang spesifik.
4.JSA yang sudah dibuat bisa disimpan sebagai referensi untuk operasi yang
serupa dimasa yang akan datang.
5.Dikembangkan dalam bahasa yang sesuai untuk tim yang bekerja
(terjemahaan secara verbal mungkin diperlukan) untuk mengatasi kondisi
dilapangan pada hari pekerjaan dilakukan
Cara Mengembangkan Sebuah JSA:
1) Memilih Pekerjaan Pekerjaan dengan sejarah kecelakaan yang buruk
mempunyai prioritas dan harus dianalisa terlebih dulu. Dalam memilih
pekerjaan yang akan dianalisa, supervisor sebuah departemen harus
memenuhi faktor berikut ini :
a.Frekuensi kecelakaan.Sebuah pekerjaan yang sering kali terulang
kecelakaan merupakan prioritas utama dalam JSA.
b.Tingkat cedera yang menyebabkan cacat. Setiap pekerjaan yang
menyebabkan cacat harus dimasukan ke dalam JSA.
c.Kekerasan potensi Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah
kecelakaan namun mungkin berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
d.Pekerjaan baru JSA untuk setiap pekerjaan baru harus dibuat sebisa
mungkin. Analisa tidak boleh ditunda hingga kecelakaan atau hampir
terjadi kecelakaan dapat diatasi.
56
e. Mendekati bahaya Pekerjaan yang sering hampir terjadi bahaya harus
menjadi prioritas JSA.2) Membagi Pekerjaan Untuk membagi pekerjaan,
pilihlah pekerja yang benar untuk melakukan observasi. Pilihlah pekerja
yang berpengalaman, mampu dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide.
Jelaskan tujuan dan keuntungan dari JSA kepada pekerja.
2) Membagi Pekerjaan Untuk membagi pekerjaan, pilihlah pekerja yang benar
untuk melakukan observasi. Pilihlah pekerja yang berpengalaman, mampu
dan kooperatif sehingga mampu berbagi ide. Jelaskan tujuan dan keuntungan
dari JSA kepada pekerja. Observasi performa pekerja terhadap pekerjaan dan
tulis langkah dasar JSA. Rekaman video pekerjaan dapat digunakan untuk
peninjauan di masa mendatang. Pertanyakan langkah awal pekerjaan
dilanjutkan langkah selanjutnya dan seterusnya.
3) Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja Tahap berikutnya untuk
mengembangkan JSA adalah identifikasi semua bahaya termasuk dalam
setiap langkah. Identifikasi semua bahaya baik yang diproduksi oleh
lingkungan dan yang berhubungan dengan prosedur kerja.
4) Mengembangkan Solusi Langkah terakhir dalam JSA adalah mengembangkan
prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi kecelakaan.
Beberapa solusi yang mungkin dapat diterapkan:
a. Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan
b. Mengubah kondisi fisik yang menimbulkan bahaya.
c. Mengubah prosedur kerja,
d. Mengurangi frekuensi pekerjaan.
Tujuan Dilakukan Identifikasi Bahaya (Job Safety Analysis ):
1. Memantau resiko-resiko bahaya yang jarang diketahui atau beberapa resiko
bahaya yang tidak dihiraukan dalam pekerjaan, padahal beresiko kecelakaan
atau pada kesehatan.
2. Menentukan cara laksana kedali bahaya dan mengurangi resiko kecelakaan.
3. Acuan dalam menentukan APD (Alat Pelindung Diri) dan dasar pengajuan
ke Manajemen.
4. Tujuan akhir dari program ini adalah menurunkan angka kecelakaan kerja
dan meningkatkan produktifitas.
57
5. Mengidentifikasi, mengklarifikasi dan mengendalikan bahaya serta risiko
dari setiap kegiatan operational dan produksi perusahaan, baik kegiatan rutin
maupun non rutin.
6. Menetapkan target dan program peningkatan kinerja K 3 berdasarkan hasil
identifikasi bahaya dan penilaian Risiko.
Definisi :
1. PENILAIAN RESIKO : Adalah keseluruhan proses dalam mengestimasi besarnya
suatu risiko
2. LIKELIHOOD ( Lh ) : Adalah KEMUNGKINAN terjadi suatu bahaya dari suatu
aktivitas
3. SEVERITY ( Sv ) : Adalah TINGKAT BAHAYA / KESERIUSAN yang
ditimbulkan dari suatu aktivitas.
c. Tahap Pelaksanaan (Self Assesment)
Tahap Pelaksanaan – Self Assessment
Setiap pekerja bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan
dirinya sendiri dan tim di seluruh aktifitas termasuk melindungi lingkungan.
Untuk itu, semua karyawan diberikan hak untuk menghentikan pekerjaannya
atau SSWA (Self Stop Work Authority) dengan memikirkan langkah yang aman
untuk bekerja.
Dalam hal ini perlu melibatkan orang yang berwenang untuk mengambil
keputusan.
58
Susunan Penerapan Tahap Analysis Potensi bahaya Sebagai Berikut:
Sumber: Dokumentasi 2017
Gambar 4.14 Tahap Analysis Potensi bahaya
Untuk meningkatkan keselamatan kerja di perusahaan atau di tempat – tempat
kerja, maka ILO, (1989) menyusun suatu ketentuan, yaitu sebagai berikut :
Peraturan-peraturan, yaitu peraturan perundangan yang bertalian dengan syarat-syarat kerja
umum, perencanaan –perencanaan, kontruksi, perawatan, pengujian dan pemakaian
industri, kewajiban pengusaha dan pekerja, latihan, pengawasan kesehatan kerja,
pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengujian kesehatan.
Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar.
Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan yang
diwajibkan. Penelitian bersifat teknis, yang meliputi sifat dan ciri-ciri dari bahan-bahan
yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat pelindung diri. Riset
medis, meliputi tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan
teknologis, keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi,
banyaknya mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.
59
Pendidikan, menyangkut pendidikan keselamatan dan kurikulum teknik, sekolah-sekolah
perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
Latihan-latihan yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga yang
baru, dalam keselamatan kerja.
Penggairahan yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk
menimbulkan sikap untuk selamat.
Asuransi, yaitu intensif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan,
misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan
Usaha kesehatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya
penerapan keselamatan kerja.