bab iv analisa dan pembahasan 4.1 gambaran umum pt. …

79
29 Universitas Kristen Petra BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. Indo Furnitama Raya PT. Indo Furnitama Raya adalah produsen Woodworking dan Plywood yang terletak di Desa Gerongan Kraton Pasuruan, Jawa Timur. PT. Indo Furnitama Raya dimulai sebagai sebuah bisnis keluarga pada tahun 1924, dengan Bapak Abdurachman Assegaff sebagai Presiden Direktur dan terkenal dengan nama pendeknya IFURA. PT. Indo Furnitama Raya memiliki lebih dari 150 anggota staf termasuk QC dan R & D staf, dan lebih dari 2000 pekerja produksi di dua pabrik itu dengan luas area pabrik mencakup 90.000 meter persegi. Dengan pengalaman dan teknologi yang di miliki, PT. IFURA berhasil di pasar lokal maupun ekspor dan juga menjalin hubungan yang solid dengan pembeli di Eropa, Jepang, Timur Tengah, Australia, dan Amerika. PT. IFURA memiliki varian produk yang lebih banyak untuk ditawarkan kepada pelanggan dengan menggunakan bahan baku baik kayu keras seperti Merbau, Nyato, Meranti dan juga jenis kayu lunak (sengon). Berbagai macam produk yang dihasilkan pada divisi Woodworking meliputi : Decking , Flooring Padat , Finger Jointed dan Laminated. Untuk divisi Plywood, PT. IFURA memproduksi kayu lapis, barecore, dan blockboard. PT. IFURA memiliki prinsip bahwa kepercayaan merupakan dasar dari hubungan bisnis yang baik yaitu dengan menunjukkan komitmen tinggi pada pelestarian pertumbuhan bisnis jangka panjang melalui kualitas tinggi dari produk yang dihasilkan dan konsistensi operasi dan di tambah dengan harga yang kompetitif untuk mencocokkan dengan kondisi pasar yang selalu berubah, PT. IFURA telah mampu mengembangkan spesialisasi sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan klien. Tujuan utama dari PT. IFURA adalah untuk memberikan semua klien kepuasan 100 % dengan perusahaan dan produk yang berkualitas tinggi.

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

29 Universitas Kristen Petra

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PT. Indo Furnitama Raya

PT. Indo Furnitama Raya adalah produsen Woodworking dan Plywood

yang terletak di Desa Gerongan Kraton Pasuruan, Jawa Timur. PT. Indo

Furnitama Raya dimulai sebagai sebuah bisnis keluarga pada tahun 1924, dengan

Bapak Abdurachman Assegaff sebagai Presiden Direktur dan terkenal dengan

nama pendeknya IFURA. PT. Indo Furnitama Raya memiliki lebih dari 150

anggota staf termasuk QC dan R & D staf, dan lebih dari 2000 pekerja produksi

di dua pabrik itu dengan luas area pabrik mencakup 90.000 meter persegi. Dengan

pengalaman dan teknologi yang di miliki, PT. IFURA berhasil di pasar lokal

maupun ekspor dan juga menjalin hubungan yang solid dengan pembeli di Eropa,

Jepang, Timur Tengah, Australia, dan Amerika. PT. IFURA memiliki varian

produk yang lebih banyak untuk ditawarkan kepada pelanggan dengan

menggunakan bahan baku baik kayu keras seperti Merbau, Nyato, Meranti dan

juga jenis kayu lunak (sengon). Berbagai macam produk yang dihasilkan pada

divisi Woodworking meliputi : Decking , Flooring Padat , Finger Jointed dan

Laminated. Untuk divisi Plywood, PT. IFURA memproduksi kayu lapis,

barecore, dan blockboard. PT. IFURA memiliki prinsip bahwa kepercayaan

merupakan dasar dari hubungan bisnis yang baik yaitu dengan menunjukkan

komitmen tinggi pada pelestarian pertumbuhan bisnis jangka panjang melalui

kualitas tinggi dari produk yang dihasilkan dan konsistensi operasi dan di tambah

dengan harga yang kompetitif untuk mencocokkan dengan kondisi pasar yang

selalu berubah, PT. IFURA telah mampu mengembangkan spesialisasi sendiri

dalam rangka memenuhi kebutuhan klien. Tujuan utama dari PT. IFURA adalah

untuk memberikan semua klien kepuasan 100 % dengan perusahaan dan produk

yang berkualitas tinggi.

Page 2: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

30 Universitas Kristen Petra

4.2 Visi, Misi, dan Value PT. Indo Furnitama Raya

Di bawah ini adalah Visi, Misi, dan Value yang telah di tetapkan oleh

manajemen PT. Indo Furnitama Raya :

4.2.1 Visi PT. Indo Furnitama Raya

Visi dari PT. Indo Furnitama Raya adalah :

“Terus tumbuh dan berinovasi menjadi perusahaan kayu kelas dunia”

Pengertian tiap komponen penting dalam visi tersebut adalah :

Terus tumbuh : Terus berusaha untuk menambah kapasitas dan

pangsa pasar.

Berinovasi : Terus mencari peluang variasi produk yang

menjanjikan.

Kelas dunia : Tertata dengan baik dengan mengutamakan

transparansi, kepatuhan hukum, dan pengembangan yang

berkelanjutan.

4.2.2 Misi PT. Indo Furnitama Raya

Misi dari PT. Indo Furnitama Raya adalah :

“Memberikan produk kayu terbaik Indonesia kepada pengembang

internasional, dengan ikut serta mengembangkan komunitas domestik”

Dalam misi yang di jalani oleh PT. Indo Furnitama Raya terdapat 3

komponen utama yaitu :

a. Tujuan Perusahaan :

Ikut mengembangkan komunitas pabrik lokal

Menjadi tempat mencari nafkah bersama

Memanfaatkan potensi alam Indonesia

Page 3: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

31 Universitas Kristen Petra

b. Proses inti perusahaan :

Pengolahan kayu terintegrasi

Produksi kayu massal

c. Pelanggan perusahaan :

Pengembang perumahan internasional

Pembangunan rumah lokal

4.2.4 Value PT. Indo Furnitama Raya

Value dari PT. Indo Furnitama Raya adalah :

a. Perbaikan terus menerus : Tidak pernah puas dan terus mencari ide-ide

untuk perbaikan dan peningkatan proses.

b. Kerja sama: Dengan tanggung jawab masing-masing untuk mencapai satu

tujuan perusahaan.

c. Tanggap : Bertindak cepat dan solutif dalam menyelesaikan permasalahan

yang terjadi dalam perusahaan.

d. Menghormati sesama : Saling menghormati antara rekan kerja, pembeli,

supplier, dan seluruh pihak yang berkaitan.

e. Kepemimpinan : Bisa mempengaruhi (memimpin) orang lain ke arah yang

lebih baik.

f. Integritas : Apapun yang saya lakukan akan saya lakukan dengan sebaik

mungkin.

Page 4: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

32 Universitas Kristen Petra

4.3 Proses Produksi Pembuatan Plywood Pada PT. Indo Furnitama Raya

Proses produksi pembuatan plywood pada PT. Indo Furnitama Raya

terbagi dalam 2 section yaitu Veneer Section dan Assembly Section dimana Veneer

section di bagi dalam 2 proses yaitu proses pembuatan Face/Back dan proses

pembuatan Core. Di bawah ini akan di jelaskan tahap-tahap proses produksi

plywood pada PT. Indo Furnitama Raya :

4.3.1 Veneer Section

Pada Veneer section di bagi dalam 2 proses yaitu proses pembuatan

Face/back dan proses pembuatan Core. Pada ke dua proses ini memiliki tahapan

proses yang sama dan yang membedakannya adalah kualitas kayu untuk face/back

lebih baik di bandingkan untuk corenya. Di bawah ini adalah tahapan proses

pembuatan Core :

Proses Pembuatan Core Tabel 4.1 Tahapan Proses Pembuatan Core

No Langkah Proses Produksi Gambar

1. Proses awal kayu log setelah di

potong direndam dalam air untuk

menghilangkan kotoran dan

sampah yang melekat pada kayu

seperti pasir dan batu agar ketika

di kupas pada mesin rotary pisau

tidak cepat tumpul/aus.

2. Proses selanjutnya adalah kayu

log tersebut di kupas kulitnya

dengan mengunakan mesin

rotary 4’

Page 5: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

33 Universitas Kristen Petra

No Langkah Proses Produksi Gambar

3. Hasil kupasan kulit kayu dari

mesin rotary tersebut berupa

lembaran dan ada juga yang ada

yang patah-patah. Hasil kupasan

yang lembaran kemudian di

potong sesuai dengan ukuran

untuk Core nya pada meja

potong dan hasil yang patah di

potong untuk di rapikan bagian

pinggirnya

4. Setelah di potong lembaran core

tersebut di masukan dalam mesin

press dryer untuk di keringkan

dengan tujuan mengurangi kadar

air untuk corenya yaitu menjadi

12-14% MC. Untuk spot mata

kayu toleransi sampai 16%.

Dengan suhu 100°c selama 110

detik.

5. Proses selanjutnya adalah proses

repair/ memperbaiki cacat pada

lembaran corenya seperti ada

mata kayu di potong dan di

tambal (patching) dan untuk

lembaran corenya yang patah-

patah di sambung (joint) dengan

gumme tape secara manual oleh

operator.

Page 6: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

34 Universitas Kristen Petra

No Langkah Proses Produksi Gambar

6. Untuk lembaran core yang

patah di sambung/ di joint

dengan mengunakan mesin

joint mengunakan benang dan

lem

7. Proses terakhir adalah setting

dimana lembaran core yang

telah selesai di repair di susun

dan dipilah sesuai gradenya

berdasarkan kualitas dari core

itu sendiri.

Proses Pembuatan Face/Back Tabel 4.2 Tahapan Proses Pembuatan Face/back

No. Langkah proses produksi Gambar

1. Langkah pertama adalah kayu

log di rendam dulu untuk

menghilangkan pasir atau batu

yang menempel pada kayu log

agar ketika di kupas tidak

membuat pisau mesin roll up

menjadi tumpul/aus

Page 7: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

35 Universitas Kristen Petra

No Langkah Proses Produksi Gambar

2. Setelah di rendam kayu log

tersebut di kupas kulitnya pada

mesin roll up 9’

3. Hasil kayu log yang telah di

kupas kulitnya selanjutnya di

masukan ke mesin spindel

untuk di kupas menjadi

lembaran veneer untuk

face/back.

4. Hasil kupasan berupa lembaran

di potong dengan mesin clipper

sesuai ukuran.

Page 8: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

36 Universitas Kristen Petra

No Langkah Proses Produksi Gambar

5. Setelah di potong dimasukan ke

dalam mesin press dryer untuk

mengeringkan lembaran face/

back dengan tujuan mengurangi

kadar air menjadi 12-14% MC

dan untuk spot mata kayu

toleransi kadar airnya 16%.

6. Langkah terkahir setelah di

keluarkan dari mesin press

dryer adalah di repair untuk

yang mata kayu di potong dan

di tambal (patching) dan untuk

yang patah-patah di joint

dengan gume tape dan setelah

itu di setting atau disusun

berdasarkan kualitas face

/backnya untuk masing-masing

grade.

4.3.2 Assembly Section

Assembly section merupakan proses perakitan face, back, dan core menjadi

sebuah lembaran plywood. Untuk proses assembly section ini terdiri dari lima

tahapan proses yaitu :

Page 9: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

37 Universitas Kristen Petra

Tabel 4.3 Tahapan Proses Assembly Section No Langkah Proses Produksi Gambar

1. Langkah pertama adalah

pelaburan lem melalui mesin

Glue Spreader. Pada mesin ini

lembaran core di masukan pada

mesin glue yang di lewatkan

pada roll yang telah di lumuri

lem yang kemudian keluar dari

mesin dan di susun/ di tata oleh

operator untuk pengabungan

dengan bagian face/backnya.

2. Proses selanjutnya adalah pada

mesin cold press yaitu untuk

merekatkan lem dengan tekanan

sebesar 110 kg/cm2 selama 30

menit.

3. Setelah di press pada mesin

cold press maka selanjutnya

akan di repair/diperbaiki jika

ada cacat dari ke dua proses

sebelumnya.

Page 10: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

38 Universitas Kristen Petra

No Langkah Proses Produksi Gambar

4. Proses selajutnya setelah di

repair adalah pada mesin Hot

press dimana lembaran plywood

di masukan ke dalam mesin hot

press untuk di press dengan

mengunakan panas 100°c

selama 110 detik

5. Setelah dari mesin hot press

selanjutnya akan di potong dan

dirapikan sisi-sisinya pada

mesin double sizer

6. Setelah di rapikan maka proses

selanjutnya akan di amplas agar

permukaannya halus dengan

mesin sanding

7. Proses terakhir adalah grading

dan inspeksi dimana pada

proses ini produk plywood di

grading sesuai kualitasnya

sekaligus di inspeksi oleh

grader

Page 11: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

39 Universitas Kristen Petra

4.4 Tahapan DMAIC

Di bawah ini akan dijelaskan tahapan-tahapan dalam siklus DMAIC pada

PT. IFURA guna perbaikan dan peningkatan kualitas prose produksi plywood

untuk ukuran 2,7 mm FALCATA grade UTY :

4.4.1 Tahap Define

Tahap Define merupakan langkah pertama dalam siklus DMAIC. Pada

tahap define ini langkah-langkah yang di lakukan adalah menentukan

permasalahan yang terjadi pada PT. IFURA, memilih obyek yang diteliti,

membuat peta proses, diagram SIPOC, dan menentukan Critical to Quality

(CTQ).

a. Mendefinisikan Masalah

Permasalahan yang terjadi pada PT. IFURA adalah tingginya produk

plywood untuk grade UTY-1 sebagai hasil downgrade dari grade UTY

karena adanya cacat pada produk akhir sehingga tidak memenuhi

standar untuk dapat diekspor dimana hal tersebut tentu saja akan

merugikan perusahaan karena untuk produk grade UTY yang

seharusnya dapat di ekspor dan di jual dengan harga yang lebih tinggi

tapi karena adanya cacat maka produk tersebut harus di downgrade ke

UTY-1 dimana untuk grade UTY-1 hanya dapat di jual di pasar lokal

dengan harga yang lebih murah. Di bawah ini akan di sajikan data

hasil produksi selama tiga bulan terakhir :

Tabel 4.4 Data Produksi Plywood 2,7mm FALCATA

Ukuran 2.7mm.FALCATA

Jan-14 Feb-14 Mar-2014 PCS % PCS % PCS %

Total 57010 102902 77613

BB/CC 0 0,00% 0 0,00% 0 0,00% UTY 9228 16,19% 8879 8,63% 6105 7,87% UTY-1 43400 76,13% 86555 84,11% 68429 88,17% Reject 4382 7,69% 7468 7,26% 3079 3,97%

- 100,00%

- 100,00% 100%

Page 12: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

40 Universitas Kristen Petra

b. Menentukan obyek penelitian

Obyek yang diambil dalam penelitian ini adalah PT. Indo Furnitama

Raya. Penelitian ini difokuskan pada produk plywood dengan ukuran

2,7mm FALCATA untuk grade UTY yang berbahan dasar kayu

sengon dan merupakan produk yang rutin di produksi untuk di ekspor

sebagai bahan dasar pembuatan furniture rumah tangga.

c. Membuat Peta Proses (Process Mapping)

Process Mapping merupakan pemetaan atau gambaran proses secara

umum dalam suatu perusahaan. Pemetaan proses biasanya

mengunakan IDEF (International Definition). Di bawah ini adalah

IDEF 0 level 0 yang mengambarkan proses utama pada PT. IFURA :

Gambar 4.1 Peta proses IDEF 0 level 0

IDEF 0 level 0 di atas mengambarkan proses utama pada PT. IFURA

dimana informasi dan data demand dari bagian marketing dipakai

sebagai acuan untuk menentukan perencanaan produksi dan kemudian

produk akhirnya di grading untuk penentuan grade plywood. Untuk

proses produksi secara rincinya dapat di lihat pada IDEF 0 level 1 di

bawah ini :

Page 13: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

41 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.2 Peta Proses Veneer Section untuk Core

Gambar 4.3 Peta Proses Veneer Section untuk Face and Back

Proses produksi pada PT. IFURA terbagi dalam 2 section yaitu veneer

section dan assembling section. Veneer section terbagi lagi dalam 2

section yaitu core section dan face and back section. Veneer section

merupakan proses awal di mana bahan mentah kayu log di kupas

menjadi lembaran pada mesin rotary dan kemudian di press pada

mesin press dryer untuk mengurangi kadar airnya, lalu disortir apabila

ada cacat langsung di repair, dan yang tidak cacat langsung di setting/

disusun urutan face/back nya dan setelah itu baru dikirim ke gudang

raw timber. Untuk proses veneer section antara core section dan face

and back section memiliki tahapan proses yang hampir sama.

Page 14: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

42 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.4 Peta Proses Assembly Section

Setelah veneer section, tahap berikutnya adalah assembling section,

pada tahap ini lembaran-lembaran core dari proses veneer di masukan

ke mesin glue spreader untuk di laburi lem lalu di susun menjadi satu

kesatuan dengan bagian face dan backnya oleh operator, setelah itu di

lanjutkan ke mesin cold press untuk di press dengan tujuan

merekatkan lemnya, jika ada cacat maka langsung di repair, jika tidak

maka di teruskan ke mesin hot press, pada mesin hot press ini di press

dengan panas 100°c selama 110 detik dengan tujuan lemnya menjadi

matang, lalu setelah itu di lanjutkan ke mesin double sizer untuk di

potong atau di rapikan sisi-sisi sampingnya agar rata dan presisi, dan

proses terakhirnya adalah proses sanding yaitu proses pengamplasan

untuk bagian permukaan dan belakangnya sehingga menjadi lebih

halus dan setelah itu produk akhir tersebut di grading oleh grader

sesuai kualitasnya.

Page 15: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

43 Universitas Kristen Petra

Pada proses produksi plywood untuk ukuran 2,7mm FALCATA, jenis

cacat yang sering terjadi adalah :

Tabel 4.5 Jenis Cacat dan Pengertiannya

No.

Jenis cacat Keterangan Gambar

1. Core lap Cacat ini di identifikasi dengan

melihat letak antar layer yang

saling tumpang tindih atau

adanya gelombang sehingga

menyebabkan permukaannya

menjadi tidak rata.

2. Core hole Cacat ini hampir mirip dengan

core lap hanya saja cacat ini di

identifikasi dengan adanya

pecahan pada bagian core nya

sehingga beresiko untuk patah.

3. Press mark Cacat ini merupakan cacat yang

terjadi pada mesin Hot press

karena hasil pengepressan yang

tidak rapi yang di sebabkan oleh

adanya sampah, sisa kayu, atau

benda keras yang menempel

pada permukaan layer

4. Noda/flek Cacat ini terjadi pada mesin Hot

Press dimana terdapat noda/flek

hitam pada permukaan layer

yang di sebabkan karena

kebocoran platen sehingga

menyebabkan keluarnya uap air

dan mengenai permukaan layer

Page 16: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

44 Universitas Kristen Petra

d. Menentukan Critical to Quality (CTQ)

Langkah selanjutnya setelah process mapping adalah menentukan

Critical to Quality (CTQ). Critical to Quality di gunakan untuk

menentukan aspek-aspek penting yang berkaitan dengan kebutuhan

atau permintaan pelanggan. Penentuan Critical to Quality (CTQ) pada

PT. IFURA di dasarkan pada ketentuan standar ekspor menurut standar

mutu JAS (Japanese Agriculutural Standar) karena plywood

merupakan bahan komoditi yang sudah standar sehingga melalui

standar JAS ini sudah mewakili apa yang menjadi permintaan

konsumen. Standar JAS ini di jadikan sebagai acuan dalam pembuatan

grading rule pada PT. IFURA untuk produk plywoodnya. Grading rule

tersebut berisikan kriteria cacat untuk masing-masing grade plywood

yaitu untuk grade UTY dan UTY-1 . Standar mutu JAS ini banyak di

pakai sebagai standar acuan untuk mengekspor plywood ke Timur

Tengah dan ke kawasan Asia seperti Jepang. Berikut adalah Critical to

Quality dan jenis cacat pada proses produksi plywood pada PT. IFURA

yang disusun berdasarkan standar JAS :

Tabel 4.6 Critical to Quality dan Jenis Cacat Proses Critical to Quality Jenis Cacat

Glue spreader Kesan tidak rata di permukaan harus sedikit maks. 4 buah

Core Hole

Permukaan yang tidak rata maks. Lebar 1 cm panjang 40 cm, maks 2 buah dan tidak botak

Core Lap

Hot Press Cacat bulat maks. 5mm dan cacat persegi 2mmx300mm dan kedalaman 2 mm, harus di dempul dan di amplas halus

Press Mark

Tidak mencolok Noda/flek

Page 17: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

45 Universitas Kristen Petra

e. Diagram SIPOC

SIPOC diagram merupakan salah satu tools dari Six Sigma yang

digunakan untuk memahami proses yang ingin di tingkatkan. SIPOC

diagram membantu untuk mengetahui alur proses bisnis mulai dari

pemasok (suplier) sampai ke customer. Di bawah ini akan di sajikan

diagram SIPOC pada PT. IFURA :

Tabel 4.7 Diagram SIPOC Supplier Input Process Output Customer

Supplier

kayu lokal

Kayu log Veneer

section :

- Roll Up

- Spindel

- Clipper

- Press dryer

- Sortir

- Gudang

Assembly

section :

- Glue

spreader

- Cold press

- Hot Press

- Double sizer

- Sanding

- Grading

Plywood

2,7mm

Distributor

Supplier oli Oli hidrolis Agent ekspor

Suplier

gumme tape

dan railing

tape

Lem Retailer

Supplier

peralatan

produksi

Resin

Tepung

industri

Gumme

tape

railing tape

Berdasarkan diagram SIPOC diatas yang menjadi fokus perbaikan

adalah pada Assembly section yaitu pada proses Glue spreader dan Hot

press karena pada ke dua proses ini sering terjadi cacat dan

menyumbangkan jumlah cacat terbanyak dalam proses produksi.

Page 18: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

46 Universitas Kristen Petra

4.4.2 Tahap Measure

Pada tahap Measure ini akan di tampilkan diagram pareto dan perhitungan

nilai DPO,DPMO, dan nilai sigma untuk mengetahui proses produksi yang

berjalan pada PT. IFURA.

a. Diagram Pareto

Diagram pareto merupakan diagram batang yang menggambarkan suatu

permasalahan berdasarkan frekuensi kejadian. Konsep pareto mengatakan

bahwa 80% gangguan berasal dari 20% masalah yang ada. Di bawah ini

akan di sajikan diagram pareto untuk empat jenis cacat yang paling sering

muncul selama tiga bulan terakhir berdasarkan data yang diperoleh dari

PT. Indo Furnitama Raya : Tabel 4.8 Jumlah Cacat Bulan Januari 2014

Jumlah cacat (pcs) Persen (%) Akumulasi (%) Core lap 18750 76,01 76 Core hole 4261 17,27 93 Noda/flex 1132 4,59 98 Press mark 525 2,13 100 24668 100

Berdasarkan data jumlah cacat pada bulan Januari 2014 diatas

maka di sajikan diagram pareto seperti dibawah ini :

Gambar 4.5 Diagram Pareto Jumlah Cacat Januari 2014

Core lap Core hole Noda/flex Press mark

Jumlah cacat (pcs) 18750 4261 1132 525Akumulasi (%) 76 93 98 100

0

20

40

60

80

100

0

5000

10000

15000

20000

Jum

lah

caca

t (pc

s)

Januari 2014

Page 19: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

47 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan diagram pareto diatas dapat dilihat bahwa cacat

tertinggi pada bulan Januari 2014 pada PT. IFURA adalah cacat core lap

yang mencapai 18750 pcs atau sebesar 76,1% dan cacat ke dua terbesar

adalah core hole yaitu berjumlah 4261 pcs atau sebesar 17,27%, cacat ke

tiga terbesar adalah noda/flek sebesar 1132 pcs atau 4,59%, dan untuk

cacat press mark berjumlah 525 pcs atau 2,13%.

Di bawah ini akan disajikan tabel jumlah cacat pada PT. Indo

Furnitama Raya untuk bulan Februari 2014 :

Tabel 4.9 Jumlah Cacat Bulan Februari 2014 jumlah cacat (pcs) Persen (%) Akumulasi (%) Core lap 71981 94,57 95 Noda flex 2006 2,64 97 Press mark 1431 1,88 99 Core hole 693 0,91 100 76111

Berdasarkan data jumlah cacat pada bulan Februari 2014 diatas

maka dibuat diagram pareto seperti dibawah ini :

Gambar 4.6 Diagram Pareto Jumlah Cacat Februari 2014

core lap noda flex

press mark

core hole

jumlah cacat (pcs) 71981 2006 1431 693Akumulasi (%) 95 97 99 100

0102030405060708090100

01000020000300004000050000600007000080000

Jum

lah

caca

t (pc

s)

Februari 2014

Page 20: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

48 Universitas Kristen Petra

Diagram pareto untuk bulan Februari 2014 diatas cacat tertinggi

adalah core lap yaitu berjumlah 71981 pcs atau sebesar 94,5%, cacat

terbesar ke dua adalah noda/flek yaitu sebesar 2006 pcs atau sebesar

2,64%, cacat terbesar berikutnya adalah press mark sebesar 1431 pcs atau

1,88% dan cacat terendah adalah core hole yaitu berjumlah 693 pcs atau

0,9%.

Di bawah ini akan disajikan tabel jumlah cacat pada PT. Indo

Furnitama Raya untuk bulan Maret 2014 : Tabel 4.10 Jumlah Cacat Bulan Maret 2014

Jumlah Defect (pcs) Persen (%) Akumulasi (%) Core lap 36246 89 89 Noda/flex 3566 9 98 Press mark 1130 3 100 Core hole 0 0 100 40942

Berdasarkan data jumlah cacat pada bulan Maret 2014 diatas maka

dibuat diagram pareto seperti dibawah ini

Gambar 4.7 Diagram Pareto Jumlah Cacat Maret 2014

Core lap

Noda/flex

Press mark

Core hole

Jumlah Defect (pcs) 36246 3566 1130 0Akumulasi (%) 89 97 100 100

0102030405060708090100

05000

10000150002000025000300003500040000

Jum

lah

caca

t (pc

s)

Maret 2014

Page 21: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

49 Universitas Kristen Petra

Untuk bulan Maret 2014 dapat di lihat bahwa cacat tertinggi adalah

core lap yaitu berjumlah 36246 pcs atau sebesar 89%, cacat ke dua

terbesar adalah noda/flex sebesar 3566 pcs atau 9%, cacat terbesar

berikutnya adalah press mark sebesar 1130 atau 3%, dan untuk cacat core

hole tidak terjadi pada bulan Maret ini atau nol.

Berdasarkan diagram pareto dari bulan Januari sampai Maret 2014

dapat dilihat bahwa untuk cacat core lap terjadi peningkatan yang cukup

drastis dari bulan Januari ke Februari 2014 yaitu dari 18750 pcs menjadi

71981 pcs tapi pada bulan Maret 2014 turun menjadi 36246 pcs.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kurangnya konsistensi dari

operator produksi menyebabkan jumlah cacat yang terjadi kadang

meningkat dan kadang juga bisa menurun.Untuk cacat Core hole dari

bulan Januari sampai Maret 2014 terjadi penurunan yang cukup signifikan

yaitu dari 4261 pcs pada bulan Januari menjadi 693 pcs pada bulan

Februari dan menjadi 0 pcs pada bulan Maret. Hal ini dapat terjadi karena

operator yang sudah baik dalam penataan atau bisa juga karena kualitas

material core yang sudah baik atau bisa juga karena kualitas repair yang

sudah baik sehingga cacat tersebut dapat berkurang.

Untuk cacat noda/flek dari bulan Januari sampai Maret 2014 terjadi

peningkatan yaitu pada bulan Januari sebesar 1132 pcs, bulan Februari

2006 pcs, dan bulan Maret 3566 pcs. Peningkatan jumlah cacat ini dapat

disebabkan lebih disebabkan karena faktor performa mesin yang kurang

baik atau terjadi kerusakan pada mesin tetapi masih di pakai untuk

produksi. Untuk cacat press mark pada bulan Januari sebesar 525 pcs,

meningkat pada bulan Februari menjadi 1431 pcs, dan pada bulan Maret

turun menjadi 1130 pcs. Naik turunnya jumlah cacat press mark ini lebih

disebabkan karena kurang konsistensi dari operator pada mesin hot press

dalam membersihkan platen tempat memasukan plywood sehinga masih

ada sisa kotoran kayu atau serat kayu yang menempel yang ikut di press

sehingga menyebabkan terjadinya cacat press mark.

Page 22: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

50 Universitas Kristen Petra

b. Perhitungan DPO, DPMO, dan Nilai Sigma

Perhitungan nilai sigma dan DPMO dilakukan dengan mengunakan

calculator six sigma. Perhitungan ini bertujuan untuk melihat nilai sigma

untuk setiap proses produksi pada PT. IFURA sebelum diterapkan

perbaikan.

Departemen Glue Spreader (Pelaburan Lem)

Data jumlah cacat yang digunakan untuk perhitungan nilai DPO, DPMO,

dan nilai sigma ini adalah data jumlah cacat mulai tanggal 4 Maret 2014

sampai 23 Maret 2014 di PT. Indo Furnitama Raya pada shift pagi yaitu

dari jam 07.30-15.30 WIB :

Tabel 4.11 Data Jumlah Cacat Pada Departemen Glue Spreader Hari jumlah produksi Core lap Core hole Banyak potential cacat

1 762 312 0 2 2 1720 1021 0 2 3 1280 905 0 2 4 569 332 0 2 5 1718 974 0 2 6 1246 568 0 2 7 1814 858 0 2 8 1784 908 0 2 9 1635 563 0 2

10 1214 314 0 2 11 1117 533 0 2 12 1721 847 0 2 13 304 86 0 2 14 1708 888 0 2 15 1288 679 0 2 16 1056 579 0 2 17 370 127 0 2 18 1790 608 0 2 19 2584 853 0 2

Total 25680 11955 0

Page 23: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

51 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan data jumlah cacat diatas dapat di hitung nilai DPO,

DPMO, dan nilai sigma pada departemen glue spreader :

DPO = ୳୫୪ୟ୦ ୡୟୡୟ୲

୳୫୪ୟ୦ ୮୰୭ୢ୳୩ୱ୧୶ ୠୟ୬୷ୟ୩ ୮୭୲ୣ୲୬୲୧ୟ୪ ୡୟୡୟ୲

DPO = ଵଵଽହହ

ଶହ଼ ୶ ଶ = 0,232769

DPMO = DPO x 1.000.000

DPMO= 0,232769 x 1.000.000 = 232768,7

Hasil perhitungan nilai DPO dan DPMO di atas di gunakan untuk

perhitungan nilai sigma. Perhitungan nilai sigma mengunakan calculator

six sigma seperti tampilan di bawah ini :

Tabel 4.12 Hasil perhitungan Nilai Sigma dengan Calculator Six Sigma

Defect 11955

Unit inspected 25680

Opportunities per unit 2

DPO 0,232769

DPMO 232768,7

Nilai sigma 2,23

Berdasarkan hasil perhitungan dengan calculator six sigma diperoleh nilai

sigma sebesar 2,23 dengan nilai DPMO sebesar 232768,7. Nilai sigma sebesar

2,23 ini berarti bahwa kemungkinan proses akan menimbulkan 210000

defect/ketidaksesuaian dalam 1 juta kesempatan. Proses produksi pada mesin glue

spreader ini memiliki nilai sigma sebesar 2,23 dimana nilai sigma tersebut sesuai

dengan Gaspersz (2002) yang menyatakan bahwa rata-rata industri di Indonesia

memiliki tingkat level nilai sigma antara 2σ-3σ. PT. IFURA sebagai perusahaan

yang berorientasi pada ekspor perlu meningkatkan level sigmanya melalui

perbaikan secara terus menerus.

Page 24: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

52 Universitas Kristen Petra

Perbaikan secara terus menerus tersebut dapat dilakukan dengan

meningkatkan kualitas produk dan mengurangi jumlah cacat yang terjadi. Pada

proses di mesin glue spreader ini menghasilkan jumlah cacat tertinggi yaitu

sebesar 11955 pcs dari total produksi 25680 pcs sehingga pada departemen ini

perlu mendapat perhatian khusus dari manajemen dan di butuhkan langkah

perbaikan untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi pada proses di mesin glue

spreader ini.

Departemen Hot Press

Data jumlah cacat yang digunakan untuk perhitungan nilai DPO, DPMO, dan

nilai sigma ini adalah data jumlah cacat mulai tanggal 4 Maret 2014 sampai

23 Maret 2014 di PT. Indo Furnitama Raya pada shift pagi yaitu dari jam

07.30-15.30 WIB :

Tabel 4.13 Data Jumlah Cacat Pada Departemen Hot Press Hari jumlah produksi press mark noda/flek Banyak potential cacat

1 762 8 27 2 2 1720 16 86 2 3 1280 9 53 2 4 569 9 56 2 5 1718 47 116 2 6 1246 21 72 2 7 1814 29 57 2 8 1784 21 61 2 9 1635 18 103 2

10 1214 29 84 2 11 1117 13 47 2 12 1721 17 61 2 13 304 18 14 2 14 1708 17 48 2 15 1288 9 53 2 16 1056 11 26 2 17 370 12 24 2 18 1790 24 34 2 19 2584 37 58 2

Total 25680 365 1080

1445

Page 25: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

53 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan data jumlah cacat diatas dapat di hitung nilai DPO dan

DPMO dengan mengunakan rumus seperti di bawah ini :

DPO = ୳୫୪ୟ୦ ୡୟୡୟ୲

୳୫୪ୟ୦ ୮୰୭ୢ୳୩ୱ୧୶ ୠୟ୬୷ୟ୩ ୮୭୲ୣ୲୬୲୧ୟ୪ ୡୟୡୟ୲

DPO = ଵସସହ

ଶହ଼ ୶ ଶ = 0,028135

DPMO = DPO x 1.000.000

DPMO= 0,028135x 1.000.000 = 28134,74

Hasil perhitungan nilai DPO dan DPMO di atas di gunakan untuk

perhitungan nilai sigma. Perhitungan nilai sigma mengunakan calculator Six

Sigma seperti tampilan di bawah ini :

Tabel 4.14 Hasil perhitungan Nilai Sigma dengan Calculator Six Sigma

Defect 1445

Unit inspected 25680

Opportunities per unit 2

DPO 0,028135

DPMO 28134,74

Nilai sigma 3,41

Berdasarkan hasil perhitungan dengan calculator Six Sigma diperoleh nilai

sigma sebesar 3,41 dengan nilai DPMO sebesar 28134,74 . Nilai sigma sebesar

3,41 ini berarti bahwa kemungkinan proses akan menimbulkan 29000

defect/ketidaksesuain dalam 1 juta kesempatan. Menurut Gaspersz (2002) di

ketahui bahwa rata-rata industri di Indonesia memiliki tingkat level nilai sigma

antara 2σ-3σ. Pada proses hot press ini memiliki nilai sigma 3,41 yang berarti

bahwa proses pada hot press ini berada diatas rata-rata nilai sigma industri di

Indonesia.

Page 26: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

54 Universitas Kristen Petra

Walaupun nilai sigma pada proses hot press ini telah menunjukan nilai

sigma di atas rata-rata industri di Indonesia tetapi masih diperlukan upaya

perbaikan guna mengurangi jumlah cacat yang terjadi. Berdasarkan hasil

pengamatan jumlah cacat yang terjadi yaitu sebesar 1445 pcs walaupun jumlah

cacat yang terjadi tidak setinggi pada departemen glue spreader tapi proses

produksi pada departemen hot press ini perlu di kendalikan dan di butuhkan

beberapa langkah perbaikan untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi pada

proses hot press ini.

4.4.3 Tahap Analyze

Pada tahap ini akan dianalisis penyebab cacat yang terjadi pada

departemen glue spreader dan hot press di PT. IFURA dengan mengunakan

diagram ishikawa dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

a. Diagram Ishikawa

Diagram Ishikawa digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara suatu

masalah dan kemungkinan penyebabnya. Di bawah ini akan di tampilkan

diagram ishikawa untuk jenis cacat yang terjadi pada departemen glue spreader

dan hot press.

1. Departemen Glue Spreader

Pada departemen glue spreader ini cacat yang sering terjadi adalah core

hole dan core lap. Berdasarkan pengamatan langsung pada lantai produksi

dan wawancara dengan operator, penyebab cacat core hole dan core lap

adalah :

Cacat Core Hole

Cacat core hole merupakan cacat yang terjadi karena adanya lubang

pada bagian corenya. Di bawah ini akan di tampilkan diagram

ishikawa untuk faktor-faktor penyebab cacat core hole :

Page 27: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

55 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.8 Diagram Ihsikawa Cacat Core Hole

Berdasarkan hasil wawancara dengan operator dan pengamatan

langsung pada lantai produksi untuk cacat core hole disebabkan karena

dua faktor yaitu faktor manusia dan material. Faktor manusia

berdasarkan hasil pengamatan langsung pada lantai produksi ditemukan

bahwa operator pada departemen glue spreader ini sering tidak konsisten

dalam menjalankan instruksi kerja (IKA) pada mesin Glue spreader.

Salah satu instruksi kerja yang sering diabaikan adalah proses repair

dimana ketika melihat ada core yang bertindih atau berlubang harus di

perbaiki dulu tapi hal tersebut tidak dilakukan sehingga menyebabkan

terjadinya cacat core lap atau core lap. Berdasarkan hasil pengamatan

dilantai produksi di temukan bahwa operator sering terburu-buru ketika

melakukan penataan sehingga instruksi kerja tersebut tidak dilakukan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan operator hal ini disebabkan karena

sistem pembayaran upah berdasarkan jumlah unit yang di hasilkan

sehingga operator bekerja untuk dapat menghasilkan output sebanyak-

banyaknya dengan tujuan mendapat bayaran yang banyak juga karena

ketika mereka melakukan repair membutuhkan waktu sehingga akan

menurunkan jumlah output yang dihasilkan yang berdampak pada upah

yang diperoleh lebih sedikit.

Page 28: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

56 Universitas Kristen Petra

Faktor material juga berpengaruh pada terjadinya cacat core hole

ini yaitu adanya joint/sambungan core yang terlepas/patah ketika di

luncurkan pada mesin glue sehingga akan menimbulkan lubang pada

bagian corenya dan apabila lubang tersebut tidak di tambal dengan istilah

“tusuk sate” maka akan menyebabkan cacat core hole. Berdasarkan hasil

wawancara dengan supervisor QC, hal ini di sebabkan karena sifat dari

kayu sengon itu sendiri yang lunak sehingga mudah patah atau pecah

walaupun sudah di joint dengan gumme tape.

Cacat Core Lap

Cacat core lap merupakan cacat yang terjadi karena bagian corenya

ada yang bertindih sehingga menyebabkan permukaan plywood

menjadi tidak rata. Di bawah ini akan di tampilkan diagram ishikawa

untuk faktor-faktor penyebab cacat core lap :

Gambar 4.9 Diagram Ishikawa Cacat Core Lap

Berdasarkan hasil wawancara dengan operator dan pengamatan

langsung pada lantai produksi untuk cacat core lap disebabkan karena

tiga faktor yaitu faktor manusia, mesin, dan material. Faktor manusia

berdasarkan hasil pengamatan langsung pada lantai produksi ditemukan

bahwa operator pada departemen glue spreader ini sering tidak konsisten

Page 29: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

57 Universitas Kristen Petra

dalam menjalankan instruksi kerja pada mesin glue spreader ini. Hal ini

disebabkan karena operator terburu-buru ketika melakukan penataan

sehingga sering mengabaikan instruksi kerja (IKA) pada mesin glue

spreader ini. Salah satu instruksi kerja yang sering diabaikan adalah

ketika ada core yang lubang harus di perbaiki dengan di tambal dahulu

atau ada core yang bertindih harus di rapikan tapi hal ini tidak di lakukan

oleh operator. Berdasarkan hasil wawancara dengan operator hal ini

disebabkan karena sistem pembayaran upah berdasarkan jumlah unit

yang di hasilkan sehingga operator bekerja untuk dapat menghasilkan

output sebanyak-banyaknya sehingga sering mengabaikan instruksi kerja

untuk proses repair karena ketika operator melakukan repair maka akan

membutuhkan waktu sehingga akan mengakibatkan pada menurunnya

jumlah output yang di hasilkan yang berdampak pada upah yang

diperoleh lebih sedikit.

Faktor material juga berpengaruh pada terjadinya cacat core lap ini

yaitu adanya joint/sambungan core yang saling bertindih yang

menyebabkan permukaaan plywood menjadi tidak rata ketika dilekatkan

dengan bagian face/backnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan

supervisor QC, hal ini di sebabkan karena joint/sambungan pada corenya

yang lepas ketika di luncurkan pada mesin glue spreader dan tidak di

repair oleh operator.

Untuk faktor mesin yang berpengaruh adalah pada proses di mesin

cold press yaitu ketika di press dapat menyebabkan cacat core lap.

Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor di temukan kan bahwa

cacat yang di sebabkan oleh mesin cold press di sebabkan karena hasil

penataan dari operator yang tidak benar/salah. Proses penataan core yang

pecah atau ada sambungan/joint berdasarkan parameter dari perusahaan

adalah tidak boleh terlalu rapat dan harus di beri jarak/space 1-2 cm

karena ketika jika tidak di beri jarak/space maka core yang terlalu rapat

ketika di press akan menyebabkan cacat core lap/core yang saling

bertindih karena mendapat tekanan dari mesin cold press.

Page 30: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

58 Universitas Kristen Petra

Analisis Permasalahan Pada Proses Glue Spreader :

Permasalahan faktor manusia dalam proses glue spreader adalah

kurangnya konsistensi dari operator dalam menjalankan prosedur kerja

sesuai dengan instruksi kerja (IKA) yang telah di tetapkan oleh

perusahaan. Tujuan dari IKA adalah untuk memberi pedoman tentang

proses produksi yang benar dengan tujuan untuk mengurangi resiko

terjadinya produk cacat. Berdasarkan hasil pengamatan di lantai produksi

di temukan beberapa prosedur IKA pada mesin glue spreader yang tidak di

jalankan oleh operator seperti data checklist di bawah ini :

Tabel 4.15 Checklist Pelaksaan Instruksi Kerja Proses Penataan Pada Mesin Glue Spreader

No. Instruksi Kerja Proses Penataan Pada Glue

spreader

Keterangan

Dilakukan Tidak

dilakukan

1. Terimalah vinircore yang sudah terlabur lem dan

letakkan pada alas di atas meja angkat (X-lift).

Luruskan vinir pada stopper.

2. Singkirkan potongan vinir atau sampah yang ada

di atas vinir.

3 Perhatikan permukaan vinir core. Bila ada

bagian yang tidak terkenai lem, ambil lem

secukupnya dan saputkan pada bagian tersebut.

4. Perbaiki vinircore yang bertumpuk atau lepas

sambungan.Tambahkan bila kurang panjang.

5. Minta perhentian pada pengumpan bila

melakukan perbaikan

6. Cepat tarik vinir face dan back secara bersa-

maan. Tutupkan pada vinircore yang telah

diterima. Perbaiki bila terlipat

7. Kirim tumpukan vinir yang telah dilabur ke Cold

Press. Letakan papan pada tumpukan paling

atas.

Page 31: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

59 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan data hasil checklist diatas dapat dilihat bahwa

prosedur IKA yang tidak dilakukan adalah proses perbaikan atau repair

jika ada core yang lubang atau bertindih. Dampak dari prosedur repair

tersebut tidak dilakukan adalah berdasarkan data cacat yang diperoleh

untuk beberapa bulan terakhir cacat core hole dan core lap merupakan

cacat dengan jumlah terbanyak di bandingkan dengan yang lainnya. Di

bawah ini akan di tampilkan data jumlah cacat untuk tiga bulan terakhir

pada PT. IFURA :

Tabel 4.16 Jumlah Cacat Tiga Bulan Terakhir Jenis Cacat Jumlah Cacat

Januari 2014 Feburari 2014 Maret 2014 Core Lap 18750 71981 36246 Core Hole 4261 693 0 Noda/flek 1132 2006 3566 Press Mark 525 1431 1130 Jumlah 24668 76111 40942 Total Produksi 57010 102902 77613

Berdasarkan data jumlah cacat tiga bulan terakhir diatas dapat

dilihat bahwa jumlah cacat terbanyak adalah core hole dan core lap

sebagai dampak dari instruksi kerja yang tidak di jalankan dengan benar.

Berdasarkan hasil diskusi dengan operator dan supervisor QC diketahui

bahwa faktor yang mempengaruhi konsistensi dari operator yaitu target

produksi yang di tetapkan perusahaan. Kapasitas dari mesin glue spreader

itu sendiri adalah 1600 pcs/hari sehingga kapasitas per/jamnya adalah

1600/7 = 225 pcs/jam. Target dari perusahaan untuk mesin glue spreader

adalah 1500 pcs/hari tetapi rata-rata realnya cuma 1200 pcs/hari karena

mengejar target dari perusahaan tersebut maka operator sering

mengabaikan prosedur kerja yang telah di tetapkan pada IKA karena

ketika mereka menjalankan prosedur untuk repair seperti pada IKA

otomatis akan mengurangi kapasitas mereka dan output jadi menurun tapi

ketika operator tidak menjalankan prosedur sesuai IKA maka akan

mengakibatkan tingginya produk cacat yang terjadi yaitu cacat core hole

dan core lap.

Page 32: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

60 Universitas Kristen Petra

Di bawah ini akan di tampilkan data waktu repair di glue spreader

dan waktu repair setelah cold press : Tabel 4.17 Data waktu repair cacat core hole dan core lap

Tanggal 21 April 2014 Tanggal 22 April 2014

Jenis cacat Waktu repair

setelah cold press

Jumlah

cacat

waktu Repair di

Glue spreader

Jumlah

cacat

Core hole 30-50 detik 82 30-45 detik 21

Core lap 2-3 menit 416 30 detik 237

Kapasitas 1181 910

Ratio (82+416)/1181=

42,1%

(21+237)/910=

28,35%

Data diatas diambil pada tanggal 21 dan 22 April 2014 pada shift

pagi di PT. IFURA dan dari data diatas dapat dilihat bahwa pada tanggal

21 April ketika repair dilakukan setelah cold press maka kapasitasnya

mesin glue spreadernya adalah 1181 pcs/hari dengan ratio jumlah cacat

sebesar 42,1% tetapi pada tanggal 22 April ketika repair dilakukan pada

proses glue spreader maka terjadi penurunan kapasitas menjadi

900pcs/hari dengan ratio jumlah cacat sebesar 28,35%. Penurunan

kapasitas tersebut di karenakan adanya waktu yang terbuang untuk repair

pada proses glue spreader. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa

ketika repair dilakukan di proses glue spreader maka terjadi penurunan

ratio jumlah cacat core hole dan core lap dari sebelumnya 42,1 % menjadi

28,35% dimana dalam menghitung presentase cacat yang terjadi ini

mengunakan ratio perbandingan karena jumlah produksi yang tidak sama.

Penurunan ratio jumlah cacat ini disebabkan karena pada adanya proses

repair yang dilakukan di mesin glue spreader sehingga cacat dapat di di

kurangi karena ketika sudah di cold press maka cacat core hole dan core

lap akan susah di repair.

Page 33: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

61 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa ketika produktivitas di

tingkatkan maka akan berdampak pada menurunnya kualitas produk yang

dihasilkan karena terjadinya cacat. Hal ini sesuai dengan pendapat

McCannon (2008) dalam jurnal “The Quality–Quantity Trade-off” yang

menyatakan bahwa ketika produktivitas di tingkatkan maka akan

mengorbankan kualitas artinya bahwa ketika sebuah perusahaan ingin

meningkatkan produktivitas maka resikonya adalah kualitas produk yang

dihasilkan akan menurun. Dalam jurnal tersebut McCannon menyatakan

bahwa kualitas dan kuantitas harus ditingkatkan secara bersamaan dan

tidak boleh ada yang di korbankan.

Faktor lain yang berpengaruh pada konsistensi karyawan tersebut

adalah sistem upah yang di bayarkan berdasarkan jumlah unit yang

dihasilkan dimana hal ini menyebabkan operator bekerja untuk dapat

menghasilkan jumlah output sebanyak-banyaknya sehingga sering

mengabaikan instruksi kerja pada mesin glue spreader yang berdampak

pada terjadinya cacat core hole dan core lap dimana cacat tersebut

mengakibatkan penurunan kualitas produk plywood dari grade UTY ke

UTY-1. Hal ini sesuai dengan pendapat Ridwan (1984) yang menyatakan

bahwa sistem upah yang dibayarkan per satuan tidak memperhatikan

kualitas produk karena pekerja dimotivasi untuk menghasilkan produk

sebanyak mungkin dan akan dibayar sesuai jumlah produk yang

dihasilkan. Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Dessler (2003) yang

menyatakan bahwa skema pembayaran/insentif yang di bayarkan sesuai

dengan jumlah item/unit yang di produksi memiliki kecenderungan untuk

lebih mementingkan kuantitas output dari pada kualitas dimana hal

tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas dari produk/jasa.

Page 34: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

62 Universitas Kristen Petra

Faktor lain yang berpengaruh adalah tidak adanya sistem reward

and punishment untuk operator produksi pada PT. IFURA. Sistem reward

dan punishment yang dimaksudkan disini adalah terkait masalah kualitas

produk yang dihasilkan seperti yang terjadi adalah target presentase cacat

dari perusahaan sebesar 2% dari total produksi, ketika presentase cacat

yang ditargetkan perusahaan tercapai atau bahkan dibawah 2 % maka tidak

ada reward/bonus dari perusahaan bagi operator dan sebaliknya ketika

presentase cacat meningkat dan melebihi 2% maka tidak ada punishment

bagi operator. Artinya bahwa operator merasa tidak di hargai upaya atau

kerja kerasnya oleh manajemen sehingga mereka lebih memilih untuk

bekerja biasa-biasa saja karena ketika mereka berusaha untuk

menghasilkan kualitas produk yang baik, kerja keras dan usaha mereka

tidak dihargai. Hal ini sesuai dengan pendapat Deming (dalam Kashfi,

2002) yang menyatakan bahwa jika komitmen manajemen rendah untuk

memperhatikan kesejahteraan karyawannya maka karyawan tersebut tidak

akan terlibat dalam upaya peningkatan kualitas dan produktivitas.

Menurut Redpath dkk (2007) menyatakan bahwa pekerja outsource

cenderung bersifat transaksional dan memiliki komitmen yang rendah

terhadap organisasi karena mereka memberikan keahlian mereka untuk

mendapat penghargaan dari organisasi. Hal ini sesuai dengan yang terjadi

pada PT. IFURA dimana operator produksi pada PT. IFURA merupakan

pekerja outsource dan mereka cenderung bersifat transaksional karena jika

mereka melakukan suatu pekerjaan yang lebih atau kinerjanya meningkat

maka mereka menuntut untuk di hargai atau di bayar. Ketika usaha untuk

meningkatkan kinerja mereka tidak di hargai maka akan berdampak pada

rendahnya komitmen mereka terhadap perusahaan sehingga di perlukan

pertimbangan untuk membuat sistem reward berupa variabel pay atau skill

based pay untuk menyelesaikan masalah tersebut (Robbins, 2001).

Page 35: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

63 Universitas Kristen Petra

Dalam penelitian Koencoro dkk (2013) menyatakan bahwa reward

memberikan pengaruh yang besar bagi kinerja karyawan karena ketika

hasil pekerjaan karyawan di hargai dengan pemberian reward maka akan

mendorongan karyawan tersebut untuk dapat bekerja lebih baik lagi

sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Menurut Koencoro dkk (2013)

dalam penelitiannya menyatakan bahwa sistem reward dan punishment

berpengaruh pada kinerja karyawan, kinerja karyawan yang dimasksud

disini adalah hasil dari kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

karyawan (Mangkunegara, 2000).

Untuk permasalahan material karena adanya core yang di

joint/disambung tidak di bahas dalam penelitian ini karena pihak PT.

IFURA sudah melakukan langkah perbaikan untuk mengantisipasi

masalah terkait material ini yaitu dengan menempatkan pengawas untuk

melakukan pengecekan hasil joint.

Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor di temukan bahwa

untuk permasalahan cacat yang terjadi setelah di press di mesin cold press

lebih di sebabkan karena penataan core yang salah dari operator pada

proses glue spreader di mana penataan yang benar untuk core yang pecah

atau ada sambungan/joint harus diberi jarak 1-2 cm dan tidak boleh terlalu

rapat karena jika terlalu rapat maka setelah di cold press maka corenya

akan saling bertindih akibat dari tekanan pada mesin cold press. Apabila

setelah di proses pada mesin cold press baru di ketahui terjadi cacat maka

akan susah untuk diperbaiki karena lemnya sudah merekat dan jika di

perbaiki untuk cacat core lap ini kemungkinan rusaknya tinggi karena

harus mengupas/merobek permukaan plywood untuk di hilangkan/di

potong atau di sayat bagian yang ada core lapnya sehingga sering di

loloskan oleh operator ketimbang harus di rusak dan menjadi barang grade

reject. Sehingga untuk itu di butuhkan upaya pencegahan untuk mencegah

terjadinya cacat sebelum di press pada mesin cold press.

Page 36: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

64 Universitas Kristen Petra

2. Departemen Hot Press

Pada departemen hot press ini cacat yang sering terjadi adalah cacat press

mark dan cacat noda/flek. Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada

lantai produksi dan wawancara dengan operator penyebab cacat press

mark dan noda/flek adalah :

Cacat Press Mark

Cacat press mark merupakan cacat yang terjadi karena adanya kotoran

atau sampah yang ikut terpress sehingga menempel pada permukaan

layer plywood dan mengakibatkan adanya bekas/tanda pada layer

plywood. Di bawah ini akan di tampilkan diagram ishikawa untuk jenis

cacat press mark :

Gambar 4.10 Diagram Ihsikawa Cacat Press Mark

Untuk cacat press mark di sebabkan karena dua faktor yaitu

manusia dan material. Untuk faktor manusia lebih dikarenakan operator

yang tidak teliti karena kurangnya pengawasan dan juga kurang konsisten

ketika membersihkan platen pada mesin hot press sehingga kurang bersih

atau kadang-kadang tidak dibersihkan tapi langsung di proses sehingga

masih ada sisa kotoran yang menempel pada platen mesin hot press yang

ketika di press dapat menyebabkan cacat press mark selain itu juga ketika

Page 37: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

65 Universitas Kristen Petra

ada kotoran/sampah yang melekat pada permukaan plywood yang tidak

dibersihkan. Untuk faktor material di sebabkan karena adanya kotoran dan

sisa kayu pada sisi tepi layer yang tidak dibersihkan oleh operator

sehingga dapat menyebabkan cacat press mark.

Cacat Noda/Flek

Cacat noda/flek merupakan cacat yang terjadi karena adanya noda/flek

hitam pada permukaan plywood. Di bawah ini akan di tampilkan

diagram ishikawa untuk jenis cacat noda/flek :

Gambar 4.11 Diagram Ihsikawa Cacat Noda/flek

Untuk cacat noda/flek disebabkan karena dua faktor yaitu faktor

manusia dan mesin. Untuk faktor manusia ditemukan bahwa operator

kurang teliti sehingga ketika terjadi kebocoran platen pada mesin hot

press, operator tidak mengetahuinya dan juga tidak dilaporkan ke

pengawas atau supervisornya sehingga tetap di pakai untuk produksi yang

berdampak pada terjadinya cacat noda/flek. Untuk faktor mesin

disebabkan karena kebocoran dari platen pada mesin hot press sehingga

keluar uap air yang mengenai permukaan plywood yang menyebabkan

terjadinya noda/flek. Kebocoran ini disebabkan karena kualitas selang

pada mesin platen yang kurang bagus sehingga sering bocor selain itu juga

disebabkan karena umur pakai selang yang sudah habis sehingga harus di

ganti.

Page 38: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

66 Universitas Kristen Petra

Analisis Permasalahan Pada Proses Hot Press :

Berdasarkan hasil temuan di lantai produksi faktor yang berpengaruh

pada cacat press mark adalah lebih ke faktor manusia atau operator yang

kurang konsisten ketika membersihkan platen sehingga masih ada sisa

kotoran yang menempel pada platen dan adanya sisa-sisa kayu pada bagian

tepi yang tidak di bersihkan. Untuk proses pembersihan bagian tepi layer

ini telah tertera pada instruksi kerja yang di buat oleh PT. IFURA tetapi

berdasarkan hasil temuan di lantai produksi bahwa kotoran yang

menempel pada platen dapat menyebabkan cacat press mark. Dalam

instruksi kerja pada mesin hot press ini untuk proses pengecekan dan

pembersihan platen masih belum dimasukan sehingga ke depannya perlu

di tambahkan. Di bawah ini akan ditampilkan checklist hasil pengamatan

pelaksanaan instruksi kerja pada mesin hot press :

Tabel 4. 18 Checklist Pelaksaan Instruksi Kerja Proses Persiapan Pada Mesin Hot Press No. Instruksi Kerja Proses Penataan Pada Glue spreader Keterangan

Dilakukan Tidak

dilakukan

1. Proses tumpukan panel sesuai urutannya dengan

memperhatikan keterangan waktu yang tertera pada

sisi tumpukan

2. Pastikan perekatan pada panel dalam keadaan kering

dan tidak lembek

3 Lihat penampakan panel satu per satu. Pisahkan bila

vinir face/back kurang, face/back bertumpuk atau

pecah. Tandai bagian yang harus diperbaiki (repair)

dengan kapur tulis dan kelompokkan secara terpisah

untuk memu-dahkan dalam pengerjaannya.

4. Turunkan meja angkat (X-lift) hingga setinggi roda

pemindah (dead roller). Pindahkan tumpukan panel

5. Bersihkan bagian tepi finir yang koyak atau berlebih

untuk menghindari press mark .

6. Waktu tunggu di muka hot press maksimum 120 menit . Hindarkan lem kering sebelum dikempa .

Page 39: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

67 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan checklist diatas dapat dilihat bahwa instruksi kerja

untuk proses pembersihan hanya dilakukan pada bagian tepi layer saja

tetapi untuk bagian pengecekan dan pembersihan platennya belum ada

instruksi kerjanya sehingga untuk itu di perlukan revisi atau penambahan

instruksi kerja terkait pembersihan platen karena berdasarkan temuan di

lantai produksi bahwa sering terdapat kotoran/sisa kayu yang menempel

pada platen yang tidak dibersihkan sehingga waktu di press menyebabkan

cacat press mark.

Berdasarkan analisis permasalahan diatas dapat dilihat bahwa

faktor utama penyebab terjadinya cacat press mark adalah faktor manusia

dalam hal ini adalah kurang konsistennya operator dalam membersihkan

bagian tepi layer dan platen pada mesin hot press sehingga menyebabkan

adanya kotoran/sisa kayu yang menempel pada platen atau bagian tepi

layer yang dapat menyebabkan cacat press mark apabila di press.

Kurangnya konsistensi dari operator tersebut di sebabkan karena

kurangnya pemahaman dari operator tentang pentingnya kualitas.

Kurangnya pemahaman operator tentang pentingnya kualitas

menyebabkan operator tersebut tidak terlibat dalam upaya perbaikan dan

peningkatan kualitas yang dilakukan oleh perusahaan.

Keberhasilan sebuah organisasi dalam upaya peningkatan kualitas

produknya tidak terlepas dari keterlibatan dan partisipasi dari seluruh

karyawannya. Contoh perusahaan yang berhasil mengimplementasikan six

sigma dalam upaya peningkatan kualitas adalah Genereal Electric (GE)

dan Motorola dimana keberhasilan tersebut di capai dengan menciptakan

suatu budaya kualitas melalui partisipasi dari karyawannya (Motwani,

2004). Menurut Chakrabarty and K. C. Tan, (2009) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa kurangnya keterlibatan karyawan menyebabkan

gagalnya upaya peningkatan dan perbaikan kualitas. Hal inilah yang

terjadi pada PT. IFURA dimana kurangnya keterlibatan karyawan/operator

dalam upaya peningkatan kualitas menyebabkan menurunnya kualitas

produk plywood pada PT. IFURA.

Page 40: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

68 Universitas Kristen Petra

Seperti permasalahan yang terjadi pada PT.IFURA adalah kurang

konsistennya operator dalam menjalankan instruksi kerja yang telah di

buat oleh perusahaan dimana tujuan dari instruksi kerja tersebut adalah

untuk meminimalkan terjadinya cacat pada produk sehingga dapat

meningkatkan kualitas produk akhirnya. Ketika karyawan tidak

menjalankan instruksi kerja tersebut maka secara tidak langsung karyawan

tersebut tidak terlibat atau tidak ikut berpartisipasi dalam upaya

perusahaan untuk mengurangi cacat guna peningkatan kualitas produknya

sehingga untuk itu di perlukan langkah perbaikan untuk mengatasi

masalah ini.

Untuk cacat noda/flek lebih disebabkan karena faktor mesin yaitu

kebocoran platen pada mesin hot press dan untuk faktor manusia lebih

kepada kurang telitinya operator dalam melakukan pengecekan pada mesin

hot press sebelum proses sehingga jika terjadi kebocoran platen dapat

segera di tangani. Untuk mengali informasi mengenai permasalahan

kebocoran platen ini maka di gunakan 5 why’s analisis.

Gambar 4.12 5 Why’s Analisis

Page 41: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

69 Universitas Kristen Petra

Berdasarkan 5 why’s analisis diatas dapat di lihat bahwa kebocoran

platen pada mesin hot press di sebabkan karena kebocoran pada selang dan

karet sill pada platen. Kebocoran selang dan karet sill tersebut di sebabkan

karena kualitas dari selang dan karet sill yang kurang bagus dan juga

karena umur pakai yang sudah habis sehingga sudah harus diganti.

Kualitas selang yang jelek di karenakan spare part yang asli tidak ada

sehingga mengunakan yang kualitas no. 2 (KW) dan juga untuk

permasalahan umur pakai yang habis sehingga sudah harus di ganti

disebabkan karena kurangnya penjadwalan dan pemeriksaan mesin oleh

bagian maintenance. Kurang berjalan dengan baiknya bagian maintenance

ini di sebabkan karena kurangnya control dan perhatian dari manajemen

sehingga sistem yang sudah ada tidak berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan operator, bagian maintenance

biasanya lebih menunggu ketika ada laporan kerusakan pada mesin baru di

cek atau di perbaiki dan tidak ada tindakan pencegahan/preventif untuk

permasalahan platen yang sering bocor ini. Berdasarkan wawancara

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bagian maintenance pada PT.

IFURA di kategorikan ke dalam level Corrective Maintenance. Menurut

Patrick (2001) dan Assauri (1999) (dalam Abbas dkk 2011) Corrective

Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin

atau fasilitas produksi mengalami kerusakan atau gangguan sehingga tidak

dapat berfungsi dengan baik. Permasalahan yang di temui pada PT.

IFURA ketika bagian maintenancenya kurang berjalan dengan baik adalah

terjadinya cacat noda/flek pada produk plywood karena kebocoran platen

pada mesin hot press. Menurut Nakajima (1988) salah satu kerugian akibat

kurangnya penjadwalan maintenance yang baik adalah kerugian akibat

cacat (quality losses). Salah satu tujuan dari maintenance adalah

mengurangi atau menghilangkan kerugian akibat cacat (Ireland and Dale,

2001).

Page 42: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

70 Universitas Kristen Petra

Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada PT. IFURA dimana pada

PT. IFURA penyebab utama cacat noda/flek adalah kebocoran platen pada

mesin hot press sebagai akibat kurangnya penjadwalan maintenance yang

baik untuk mengantisipasi kebocoran platen pada mesin hot press.

Penjadwalan maintenance yang kurang baik ini di sebabkan karena

kurangnya komitmen dan control dari pihak manajemen untuk bagian

maintenance seperti yang terjadi pada PT. IFURA adalah tidak adanya

tindakan preventif untuk pencegahan kerusakan mesin tapi lebih ke arah

korektif ketika ada masalah pada mesin baru di perbaiki.

Menurut Davis (1997) alasan kegagalan program maintenance

adalah kurangnya komitmen dari manajemen puncak, kurangnya

pendidikan dan pelatihan karyawan, kurangnya keterlibatan karyawan, dan

kegagalan dalam perubahan pada lantai produksi. Sedangkan menurut

Fredendall et al (1997) menyatakan bahwa potensi hambatan yang sering

mempengaruhi program maintenance adalah ketidakmampuan organisasi

untuk mengkoordinasikan sumber daya manusianya, praktek kebijakan

manajemen dan teknologi.

Kegagalan dalam menjalankan program maintenance pada PT.

IFURA ini sesuai dengan pendapat Davis (1997) dan Fredendall (1997)

yang menyatakan bahwa kegagalan dalam program maintenance di

sebabkan karena kurangnya komitmen dari manajemen puncak dalam

mengkoordinasikan sumber daya manusianya dan kebijakan dari

manajemen yang masih kurang menyebabkan program maintenance tidak

berjalan dengan baik. Seperti yang terjadi pada PT.IFURA adalah

Kurangnya koordinasi manajemen dengan bagian maintenance membuat

sering terlambatnya proses perbaikan dan juga proses pengadaan suku

cadang yang sering terlambat karena tidak adanya cadangan spare part

untuk mesin yang rusak.

Page 43: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

71 Universitas Kristen Petra

b. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis merupakan metode yang digunakan untuk

mencegah dan menghilangkan cacat yang terjadi dalam proses manufaktur.

FMEA adalah teknik analitis yang baik untuk menghubungkan antara sebab dan

akibat dari cacat serta mencari, memecahkan dan memberikan solusi terbaik untuk

tindakan perbaikan (M. Dudek, D. Szewieczek, 2003). FMEA di ringkas sebagai

menggambarkan produk atau proses, mendefinisikan fungsi, mengidentifikasi

mode kegagalan potensial, menggambarkan efek kegagalan, menentukan

penyebab, metode arah atau kontrol,menghitung resiko mengambil tindakan dan

menilai hasil (Ebrahimipour et al, 2010).

Langkah pertama adalah identifikasi parameter kritis dan potetial failure mode

melalui wawancara dengan supervisor produksi. Langkah kedua adalah

mengidentifikasi potential effect dari cacat yang muncul dan langkah terakhir

adalah menilai masalah berdasarkan kerumitan dan pengaruh buruk (severity),

probabilitas kejadian (occurance), dan kemampuan terdeteksi (detection) dengan

mengunakan skala 1-10 dan setelah itu di tentukan prioritas perbaikan

berdasarkan nilai risk priority number (RPN) yang terbesar. Nilai dari RPN di

peroleh dari hasil perkalian antara severity, occurance, dan detection. Di bawah

ini akan di lakukan analisis FMEA pada departemen glue spreader dan hot press

untuk penentuan prioritas perbaikan :

Departemen Glue Spreader

Pada proses glue spreader mempunyai niai sigma 2,23 hal tersebut

menunjukan bahwa proses masih belum terkendali sehingga harus ada

perbaikan sehingga cacat dapat di minimalkan lagi. Di bawah ini akan di

tampilkan analisis FMEA pada proses glue spreader :

Page 44: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

72 Universitas Kristen Petra

Tabel 4.19 Analisis FMEA Departemen Glue Spreader

Mode of failure

Effect of failure

SEV Cause of failure

OCC Current proses control

DET

RPN

Cacat Core Hole

Bagian core yang berlubang

akan di repair yang menyebab

kan downgrade

6 karena cacat

tersebut masih dapat diterima tapi

dijual dengan

harga lebih murah

Operator kurang

konsisten dan

terburu-buru

8 Tidak ada pengawasa

n oleh supervisor

8 384

6 Sistem upah

8

Pembayaran upah

berdasarkan output

per pcs dan tidak ada

sistem control

8 384

Cacat Core Lap

Bagian core yang bertindih akan di

repair yang menyebab

kan downgrade

6 karena cacat

tersebut masih dapat diterima tapi

dijual dengan

harga lebih murah

Operator kurang

konsisten dan

terburu-buru

8 Tidak ada pengawasa

n oleh supervisor

8 384

6 Sistem upah

8 Pembayaran upah

berdasarkan output per pcs

tidak ada sistem control

8 384

6 Penataan salah

8 Tidak ada control

dari supervisor

atau foreman

8 384

Page 45: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

73 Universitas Kristen Petra

Departemen Hot Press

Pada proses hot press mempunyai niai sigma 3,41 hal tersebut menunjukan

bahwa proses masih belum terkendali sehingga harus ada perbaikan

sehingga cacat dapat di minimalkan lagi. Di bawah ini akan di tampilkan

analisis FMEA untuk proses pada hot press : Tabel 4.20 Analisis FMEA Departemen Hot Press

Mode of failure

Effect of failure

SEV Cause of failure

OCC Current proses control

DET

RPN

Cacat press mark

Dowgrade dan dijual

lebih murah

6 Operator kurang

teliti dan

terburu-buru

8 Ada inspeksi

tapi kadang-kadang tidak

dilakukan

8 384

Cacat noda/flek

Dowgrade dan dijual

lebih murah

6 Platen bocor

8 Mesin tidak di periksa dengan

baik

8 384

Berdasarkan hasil RPN diatas maka prioritas perbaikan di pilih

berdasarkan angka/ nilai RPN yang terbesar sampai terkecil untuk

penentuan ranking atau urutan prioritas perbaikan yang akan di lakukan

pada tahap improve.

4.4.4 Tahap Improve

Tahap ini bertujuan untuk meminimalkan dan memperkecil variabilitas

proses serta mencegah terjadinya cacat agar dapat meningkatkan sigma proses

dengan cara melakukan perbaikan terhadap proses yang bermasalah. Pada tahap

ini dilakukan penentuan prioritas perbaikan berdasarkan nilai RPN yang didapat

dari analisis FMEA. Setelah diketahui urutan prioritas perbaikan juga ditetapkan

tindakan perbaikan untuk dapat mengurangi besarnya masing-masing cacat pada

tiap departemen.

Page 46: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

74 Universitas Kristen Petra

a. Menentukan Prioritas Perbaikan Berdasarkan RPN

Di bawah ini adalah urutan rangking prioritas perbaikan berdasarkan

nilai RPN yang diperoleh pada tahap sebelumnya :

Tabel 4.21 Prioritas Perbaikan Berdasarkan RPN No. Proses Jenis

Cacat Penyebab Cacat Nilai

RPN Ranking

1. Glue Spreader

Core hole dan Core Lap

Operator kurang teliti dan terburu-buru

384 1

Sistem upah 384 2 Penataan salah 384 3

2. Hot press

Press mark

Operator kurang teliti

384 4

Noda/flek Platen bocor 384 5

b. Usulan Perbaikan

Tindakan perbaikan dilakukan dengan melakukan analisis dan

brainstorming dengan pihak perusahaan.

Tabel 4.22 Ringkasan Usulan Perbaikan Untuk Tiap Departemen No. Proses Jenis

Cacat Penyebab Cacat

Usulan Perbaikan

1. Glue Spreader

Core hole dan Core lap

Operator kurang teliti, terburu-buru, dan kurang konsisten

Mengubah paradigma dari sistem inspeksi ke “Build in Quality” Menempatkan pengawas pada proses glue spreader untuk mengawasi proses pelaburan lem

Sistem upah Membuat sistem reward untuk memotivasi operator

Penataan salah

Menempatakan operator untuk inspeksi sebelum masuk ke cold press

2. Hot press Press mark

Operator kurang teliti

Menciptakan budaya kualitas melalui komunikasi dan komitmen

Platen bocor

Mengabungkan sistem perawatan korektif, preventive, dan proaktif.

Page 47: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

75 Universitas Kristen Petra

c. Pembahasan Usulan Perbaikan

Di bawah ini akan di berikan beberapa penjelasan tentang usulan

perbaikan yang di berikan kepada PT.IFURA :

1. Mengubah paradigma sistem inspeksi ke “build in quality”

Usulan perbaikan yang dapat di berikan kepada PT. IFURA dalam upaya

peningkatan kualitas pada proses Glue spreader adalah mengubah paradigma

dari sistem inspeksi ke “build in quality” yang artinya bahwa mengubah

sistem dari inspeksi pada akhir proses menjadi kualitas produk ini di buat/di

rencanakan dengan mengutamakan pada pencegahan cacat pada setiap proses

produksi. Kurangnya konsistensi dari operator dalam bekerja menyebabkan

tingginya jumlah cacat yang dihasilkan pada proses glue spreader. Hal ini

membuat manajemen perlu untuk membuat suatu sistem untuk dapat

mencegah terjadinya cacat pada proses glue spreader ini sehingga dapat

meminimalkan atau mengurangi jumlah cacat yang terjadi pada proses di

mesin glue spreader.

Proses inspeksi pada PT. IFURA masih dilakukan pada akhir proses yaitu

dengan melakukan inspeksi 100% terhadap hasil produksi. Menurut Gaspersz

(2001), Inspeksi pada akhir proses tidak memberikan kontribusi pada

peningkatan kualitas. Proses inspeksi seperti ini hanya di lakukan untuk

mencegah agar produk cacat tidak sampai ke tangan konsumen. Menurut

Gaspersz (2001) sekarang ini konsep kualitas telah berkembang bukan hanya

sekedar proses inspeksi (pandangan tradisional) tetapi lebih di tekankan pada

bagaimana membangun suatu sistem kualitas (pandangan modern). Proses

inspeksi pada PT. IFURA masih tergolong dalam pandangan tradisional

dimana mengangap kualitas dicapai melalui proses inspeksi yang ketat.

Beberapa perbedaan pandangan antara konsep kualitas tradisional dan modern

adalah sebagai berikut :

Page 48: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

76 Universitas Kristen Petra

Tabel 4.23 Perbedaan Pandangan Tradisional dan Modern Pandangan Tradisional Pandangan Modern

Produktivitas dan kualitas merupakan

sasaran yang bertentangan

Produktivitas dan kualitas merupakan

sasaran yang bersesuaian karena hasil-

hasil produktivitas dicapai melalui

peningkatan dan perbaikan kualitas

Kualitas di capai melalui inspeksi

secara intensif terhadap produk

Kualitas di tentukan melalui desain

produk yang di capai melalui teknik

pengendalian yang efektif serta

memberikan kepuasan selama masa

pakai produk

Beberapa kerusakan atau cacat di

ijinkan jika produk telah memenuhi

standar kualitas minimum

Cacat atau kerusakan di cegah sejak

awal melalui teknik pengendalian

proses yang efektif

Kualitas di ukur melalui derajat

nonkonformansi mengunakan

ukuran-ukuran kualitas internal

Kualitas diukur melalui perbaikan

proses/produk dan kepuasan penguna

produk secara terus-menerus dengan

mengunakan ukuran-ukuran kualitas

menurut pelanggan Sumber : Gaspersz (2001)

Berdasarkan perbedaan di atas dapat di lihat bahwa untuk mencapai upaya

peningkatan kualitas maka sebuah organisasi perlu untuk mengubah sistem

kualitasnya dari pandangan tradisional ke pandangan modern. Langkah

perubahan inilah yang perlu di lakukan oleh manajemen PT.IFURA ke

depannya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk yang di

hasilkan karena proses inspeksi (pandangan tradisional) tidak memberikan

kontribusi pada upaya peningkatan kualitas sedangkan pada pandangan

modern lebih berfokus kepada pencegahan cacat sehingga tidak terjadi cacat

pada produk melalui desain proses atau desain produk yang efektif sehingga

akan membantu organisasi dalam upaya peningkatan kualitas.

Page 49: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

77 Universitas Kristen Petra

Kualitas dalam industri manufaktur di tekankan tidak hanya pada produk

yang di hasilkan tetapi juga pada kualitas dari proses produksinya (Ariani,

2003). Menurut Gaspersz (2003), perhatian pada kualitas bukan pada produk

akhir tetapi pada proses produksinya atau produk yang masih ada dalam

proses (work in process) sehingga apabila diketahui ada cacat atau kesalahan

dapat dikoreksi lebih dini. Dengan demikian, produk akhir yang dihasilkan

adalah produk yang bebas cacat dan tidak ada lagi pemborosan yang harus

dibayar mahal karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan

pengerjaan ulang.

Desain kualitas dan pencegahan cacat harus menjadi tujuan utama

dalam suatu sistem kualitas. Dalam rangka untuk mencapai hal ini, kita perlu

membangun kualitas produk/jasa melalui proses yang menghasilkan

produk/jasa tersebut. Aplikasi inovatif dari teknologi, sistem yang dirancang

dengan baik dan terintegrasi dengan baik dengan proses, dan perencanaan

produk atau jasa baru adalah beberapa konsep kreatif yang perlu didorong

untuk membangun kualitas produk/jasa. Crosby (1979) menekankan pada

sebuah filosofis “do it right the first time” and “defect prevention over

detection” and hence “zero defects”, Menurut Crosby yang terpenting adalah

melakukan dengan benar pertama kali dan melakukan pencegahan cacat

melalui deteksi sedini mungkin sehingga dapat menghasilkan produk bebas

cacat (Zero defect). Filosofis diatas harus menjadi standar dalam membangun

sistem dan proses yang terkait dengan semua kegiatan kualitas. Crosby

mendefinisikan “empat kualitas mutlak” yang harus di capai dan membentuk

landasan setiap proses untuk menciptakan produk/jasa yang bebas cacat :

1. Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan : Manajemen harus

mengkomunikasikan kepada karyawan semua tindakan yang diperlukan

untuk menjalankan sebuah organisasi, menghasilkan produk atau jasa, dan

berurusan dengan pelanggan dan membantu mereka mematuhinya melalui

kepemimpinan, pelatihan, dan mengembangkan budaya kerjasama dalam

organisasi.

Page 50: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

78 Universitas Kristen Petra

2. Pencegahan adalah sistem kualitas : Satu-satunya sistem yang

menghasilkan kualitas adalah pencegahan dengan menghilangkan

kesalahan karena jika sudah terjadi maka akan memberikan biaya yang

mahal. Pendekatan Crosby untuk pencegahan adalah pelatihan,

kepemimpinan, disiplin, dan contoh. Dengan demikian, manajemen harus

berkomitmen untuk budaya yang berorientasi pada pencegahan.

3. Zero defect adalah standar kinerja : Hal ini sejalan dengan pandangan

mendasar Crosby tentang kualitas dan generasi. Manajemen memiliki

tugas untuk memberikan karyawan alat-alat, keterampilan, dan sumber

daya lain untuk memfasilitasi mereka untuk memproduksi produk dan jasa

yang bebas cacat (zero-defect).

4. Harga dari ketidaksesuaian adalah ukuran kualitas : Crosby percaya bahwa

jika manajemen mematuhi dan menjalankan proses sesuai dengan prinsip

"empat kualitas mutlak " maka organisasi akan berhasil dalam mengurangi

biaya sebagai peningkatan kualitas (Crosby, 1979). Pandangan Crosby

tentang kualitas didasarkan pada fundamental filsafat mencegah kesalahan

dari sumber/penyebabnya, maka proses pelaksanaannya didasarkan hanya

pada pencegahan. Baginya, berpikir pencegahan, merencanakan dan

menganalisis proses untuk mengantisipasi di mana kesalahan dapat terjadi

dan kemudian mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah merupakan

siklus kontinyu yang tidak pernah berhenti untuk menciptakan kualitas

produk/jasa yang baik.

Crosby menekankan pentingnya pemahaman, komitmen, kompetensi,

komunikasi, koreksi, dan keberlangsungan dalam upaya peningkatan kualitas.

Pemahaman melibatkan memahami apa yang dimaksud dengan kualitas dan

dimulai di bagian atas hirarki organisasi sampai ke orang terakhir. Komitmen

terhadap kebijakan mutu oleh manajemen dan seluruh karyawan merupakan

dasar untuk menciptakan sebuah budaya yang berorientasi pada pencegahan.

Orang-orang harus kompeten dalam apa yang mereka lakukan dan

kompetensi dicapai melalui pendidikan dan pelatihan. Dokumentasi dari

Page 51: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

79 Universitas Kristen Petra

semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas adalah suatu

keharusan dan harus dikomunikasikan untuk meningkatkan dan menciptakan

pemahaman yang lengkap dari proses yang mendukung kualitas. Dengan

demikian, komunikasi mendukung peningkatan kompetensi karyawan dalam

organisasi. Koreksi melibatkan pencegahan kesalahan, meningkatkan kinerja

yang berkelanjutan, dan mengolahnya menjadi suatu cara hidup dalam

organisasi. Crosby percaya bahwa jika manajemen mematuhi prinsip “empat

kualitas mutlak” maka organisasi akan berhasil dalam upaya peningkatan

kualitas.

Dalam membangun suatu sistem kualitas yang baik di perlukan strategi

peningkatan proses yang tepat dalam upaya peningkatan kualitas yang di

tekankan pada strategi pencegahan. Strategi pencegahan merupakan strategi

baru yang menunjukkan pergeseran fokus pada fungsi dan kegiatan yang

berkaitan dengan meningkatkan proses setiap elemen dan operasi yang lebih

luas (Dudek, 1998). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di

bidang kualitas telah di temukan beberapa cara/metode untuk mendukung

strategi pencegahan tersebut.

Metode-metode tersebut membantu organisasi dalam meminimalkan

biaya, menghilangkan cacat, dan meningkatkan kualitas proses. Metode yang

di gunakan harus dapat menganalisa masalah yang terjadi dalam setiap

tahapan proses sehingga dapat di lakukan langkah pengamanan dan

pencegahan untuk masalah yang terjadi. Pengumpulan informasi tentang

kekurangan yang muncul dan mencegah agar tidak terjadi lagi adalah cara

yang jauh lebih efisien untuk meningkatkan kualitas dari kontrol kualitas

standar (Pande, et al 2003 dan Dudek dkk, 2006). Kualitas yang baik dapat

dicapai organisasi dengan menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan

yang menggunakan ide perbaikan terus-menerus dari semua proses dan juga

yang menggunakan alat-alat kualitas dan metode kualitas, dan teknologi daur

ulang dalam proses produksi (Ishikawa, 1982 and Feigenbaum, 1983).

Page 52: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

80 Universitas Kristen Petra

Salah satu metode yang efektif di gunakan untuk mencegah terjadinya

cacat adalah metode atau Teknik Poka – Yoke. Teknik Poka -yoke adalah

strategi perbaikan Jepang untuk mencegah cacat (atau ketidaksesuaian) yang

timbul selama proses produksi. Poka -yoke adalah tindakan pencegahan yang

berfokus pada identifikasi dan menghilangkan penyebab khusus dari variasi

dalam proses produksi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk atau cacat

(Dudek dkk, 2009). Poka-yoke memberikan strategi dan kebijakan untuk

mencegah cacat pada sumbernya, memberikan solusi untuk biaya yang efektif

dan juga mudah untuk di pahami dan di terapkan. Poka Yoke ini adalah salah

satu alat penting untuk proses perbaikan terus-menerus pada setiap organisasi

dan juga strategi perbaikan berkelanjutan untuk menuju tingkat kinerja yang

lebih tinggi (Anderson, 2002). Poka - yoke merupakan konsep yang dihasilkan

pada pertengahan 1960-an oleh Shigeo Shingo yang insinyur industri Jepang.

Shingo bekerja untuk Toyota dan perusahaan Jepang lainnya, di mana ia

mengembangkan seluruh sistem produksi difokuskan pada pencapaian zero

defect dalam produksi (Dudek dkk 2009, Anderson 2002 ).

Poka-Yoke adalah teknik untuk untuk mencegah kesalahan manusia di

tempat kerja. Teknik ini dimulai dengan menganalisis proses untuk potensi

masalah, mengidentifikasi bagian karakteristik dimensi, bentuk, bobot, dan

mendeteksi penyimpangan proses dari prosedur. Fungsi dasar Poka-yoke terdiri

dari tiga jenis (Anderson 2002) :

Shutdown Poka Yoke

Shutdown (Pencegahan) adalah metode pencegahan dengan mengecek

parameter proses kritis dan mematikan proses ketika situasi bergerak

keluar dari zona toleransi, itu adalah indikasi dari produk cacat baik telah

diproduksi atau akan diproduksi. Dengan menerapkan metode shutdown

kita dapat meyakinkan sekitar 100% produk bebas cacat (Dudek et al,

2009). Penerapan poka yoke memiliki 0% kesempatan untuk

menghasilkan produk yang cacat (Anderson, 2002).

Page 53: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

81 Universitas Kristen Petra

Control Poka Yoke

Metode Control adalah peraturan dalam kerja yang dipasang pada

peralatan yang membuat tidak mungkin untuk menghasilkan cacat atau

mengalir suatu produk yang tidak sesuai untuk proses selanjutnya.

Penerapan metode kontrol ini memungkinkan untuk memberikan 100%

produk bebas cacat. Kontrol membuat kepastian bahwa jika ada cacat itu

tidak datang di luar jalur produksi dan tidak mencapai kepada pelanggan.

Warning Poka Yoke

Metode Peringatan adalah metode yang membuat operator sadar tentang

sesuatu yang tidak beres dan menunjukkan kepada pekerja ada produk

cacat yang telah diproduksi. Ketika operator mendapat peringatan tersebut

maka ia harus segera memperbaiki proses yang menyebabkan cacat.

Metode ini tergantung pada sifat dan perilaku manusia. Metode peringatan

memberikan jaminan 30% produk yang baik. Metode ini memberikan

peringatan tentang adanya cacat tetapi tidak menjamin menghasilkan

kualitas 100% (Dudek et al, 2009).

Di bawah ini akan di tampilkan pendekatan dalam pelaksanaan dari

metode poka yoke :

Gambar 4.13 Types of poka yoke (Dudek et al, 2009)

Page 54: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

82 Universitas Kristen Petra

Ke tiga fungsi dari metode Poka Yoke diatas dapat di terapkan pada proses

produksi di PT. IFURA dengan tujuan untuk pengurangan jumlah cacat yang

terjadi pada proses glue spreader. Metode poka yoke ini juga dapat di terapkan di

proses produksi lainnya pada PT. IFURA guna mengantisipasi terjadinya cacat. Di

bawah ini akan di jelaskan metode-metode Poka yoke pada PT.IFURA :

Shutdown Poka Yoke

Metode Shutdown poka yoke ini dapat di jalankan pada proses glue spreader

untuk mengantisipasi terjadinya cacat core hole atau core lap. Metode

shutdown ini dapat di lakukan tanpa harus mematikan mesin glue spreader

dan hanya prosesnya saja yang diberhentikan sementara ketika terjadi cacat

karena operator membutuhkan waktu untuk melakukan repair/memperbaiki

penataan antara face/back dan corenya atau melakukan tambalan pada core

yang berlubang agar tidak terjadi cacat core hole atau core lap. Untuk

pemberhentian proses untuk repair ini perlu mendapat pengawasan dan

kontrol yang lebih dari supervisor atau foreman.

Control Poka Yoke

Metode control Poka Yoke ini telah di jalankan oleh PT.IFURA yaitu

dengan menempelkan instruksi kerja pada setiap proses produksinya.

Masalah yang terjadi pada proses glue spreader adalah instruksi kerja

tersebut tidak di jalankan oleh operator sehingga menyebabkan tingginya

jumlah cacat core hole dan core lap untuk itu diperlukan pengawasan dan

control dari supervisor atau foreman untuk memastikan instruksi kerja

dijalankan dengan benar. Tugas dan fungsi seorang foreman adalah untuk

mengawasi jalanya proses produksi dan memastikan instruksi kerja telah di

jalankan dengan benar. Untuk simulasi ini telah di coba oleh PT.IFURA

sebagai usulan dari peneliti dengan menempatkan pengawas untuk

mengontrol proses produksi pada proses glue spreader ini dan di peroleh

hasil yang cukup baik yaitu terjadi penurunan jumlah cacat seperti pada

tabel di bawah ini :

Page 55: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

83 Universitas Kristen Petra

Tabel 4.24 Tabel Jumlah cacat dengan pengawasan dan tanpa pengawasan Tanpa pengawasan

Tanggal 21 April 2014 Ada pengawasan

Tanggal 22 April 2014 Jenis cacat Jumlah cacat Jumlah cacat

Core hole 82 21

Core lap 416 237

Kapasitas 1181 910 Ratio (82+416)/1181= 42,1% (21+237)/910= 28,35%

Berdasarkan hasil pada tabel di atas dapat di lihat bahwa terjadi penurunan

ratio jumlah cacat ketika di lakukan pengawasan oleh foreman yaitu dari

42,1% menjadi 28,35%. Perhitungan jumlah cacat ini mengunakan ratio

perbandingan karena jumlah produksi yang tidak sama. Penurunan jumlah

cacat ini di sebabkan karena operator bekerja sesuai dengan instruksi kerja

yang telah di tetapkan oleh manajemen dan ketika ada langkah-langkah

yang di lewatkan oleh operator maka foreman bertugas untuk menegurnya.

Warning Poka Yoke

Metode warning poka yoke ini dapat di terapkan pada proses glue spreader

dimana level peringatan dapat di lakukan dengan menempatkan

foreman/pengawas untuk mengontrol dan mengawasi jalannya proses

produksi pada mesin glue spreader. Foreman ini berfungsi untuk memberi

peringatan kepada operator apabila terjadi cacat core hole atau core lap dan

operator mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya. Foreman di sini

berfungsi sebagai sistem alarm dengan melihat secara visual dimana ketika

terjadi cacat, maka foreman mempunyai tugas untuk memberikan peringatan

kepada operator bahwa telah terjadi cacat dan operator harus

memperbaikinya. Untuk ke depannya di perlukan suatu sistem alarm

otomatis yang berfungsi untuk mendeteksi cacat pada proses glue spreader

sehingga ketika cacat terjadi operator sudah langsung mengetahuinya dan

dapat segera di perbaiki.

Page 56: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

84 Universitas Kristen Petra

Usulan perbaikan yang dapat di berikan terkait permasalahan pada

penataan core yang salah oleh operator yang tidak sesuai dengan parameter

yang telah di tetapkan perusahaan sehingga mengakibatkan cacat core lap

ketika di press pada mesin cold press adalah dengan menambah operator

untuk melakukan inspeksi/mensortir hasil penataan core dengan face/back

dari proses glue spreader sehingga sebelum di masukan ke mesin cold press

sudah dapat di deteksi apabila terjadi cacat core lap sehingga dapat di

lakukan perbaikan/repair sebelum di cold press karena ketika setelah di cold

press akan sulit untuk memperbaiki cacat core lap karena kemungkinan

rusak akan lebih tinggi. Penambahan operator untuk inspeksi ini tentu saja

akan mempengaruhi kapasitas dari mesin cold press itu sendiri karena

operator membutuhkan waktu untuk mensortir hasil dari proses glue

spreader. Operator pada proses inspeksi sebelum di masukan ke mesin cold

press ini berfungsi sebagai alarm untuk mendeteksi apakah terjadi cacat atau

tidak. Operator untuk proses ini harus memahami dengan benar parameter-

parameter kritis dalam penentuan cacat core lap sehingga untuk itu di

butuhkan training dan pemahaman yang jelas tentang parameter tersebut.

Operator pada proses ini di berikan wewenang untuk mengambil keputusan

dalam penentuan produk baik atau cacat. Sistem seperti ini di sebut sebagai

sistem manajemen alarm yang merupakan sebuah sistem manajemen yang

melibatkan peranan operator dengan memberi mereka lebih banyak waktu

untuk berfokus pada proses dan membuat keputusan cerdas yang

mempengaruhi produktivitas dan kinerja perusahaan (O’brien and woll,

2004). Manajemen Alarm adalah tentang keselamatan, lingkungan,

mengoptimalkan operasi, dan meningkatkan keuntungan perusahaan

(DeVries, 2010). Sistem alarm yang di usulkan pada PT.IFURA ini baru

sampai pada level penambahan manusia/operator yang berfungsi sebagai

pendeteksi/alarm ketika ada produk cacat. Sistem manajemen alarm ini

merupakan langkah perbaikan guna mencapai continous improvement di

mana sistem alarm ini membantu operator dalam mengelola dan mencegah

situasi yang abnormal pada lantai produksi (DeVries, 2010).

Page 57: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

85 Universitas Kristen Petra

2. Membuat sistem reward untuk memotivasi dan meningkatkan kinerja operator

Salah satu permasalahan pada proses glue spreader ini adalah kurangnya

motivasi dari operator dalam bekerja karena mereka merasa kinerja mereka

tidak di hargai ketika berkinerja baik sehingga operator cenderung untuk

bekerja lebih mengejar banyaknya output yang di hasilkan ketimbang harus

memperhatikan kualitas produk yang di hasilkan. Menurut Ooi et al. (2007)

dan Farndale et al. (2011) menyatakan bahwa pekerja berharap akan diakui

untuk upaya dan kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan perusahaan.

Pekerja memandang penilaian dan sistem penghargaan kinerja sebagai

indikator komitmen organisasi terhadap tenaga kerjanya sehingga pekerja juga

akan bertindak secara timbal balik dengan juga menampilkan komitmen

mereka untuk organisasi.

Menurut Robbins (2001) diperlukan pertimbangan untuk membuat sebuah

sistem reward berupa variabel pay atau skill based pay untuk memotivasi

karyawan untuk dapat meningkatkan kinerja mereka. Motivasi karyawan

sangat penting dalam keberhasilan upaya peningkatan kualitas melalui

pelaksanaan Six Sigma. Manajemen harus menghubungkan antara program Six

Sigma dengan karyawannya melalui insentif/kompensasi (Motwani dkk, 2004).

Menurut Crosby (1989) menyatakan bahwa salah satu langkah yang paling

penting dari proses peningkatan kualitas adalah menghubungakan antara sistem

reward dan upaya peningkatan kualitas yang berbasis Six Sigma. Salah satu

survei yang dilakukan pada sebuah organisasi Amerika (Buch dan Tolentino,

2006), menyimpulkan bahwa karyawan merasa bahwa Six Sigma didukung

dengan adanya pemberian penghargaan intrinsik kepada pekerjanya seperti,

peningkatan kepuasan kerja, pengembangan keterampilan baru, tanggung

jawab pekerjaan baru, dan penghargaan sosial. Sistem imbalan memiliki peran

penting dalam menentukan kemampuan organisasi untuk memperoleh

karyawan yang potensial dan untuk mempertahankan karyawan yang

berkinerja tinggi untuk mencapai tingkat kualitas dan kinerja yang lebih baik

(Fay dan Thompson, 2001).

Page 58: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

86 Universitas Kristen Petra

Sistem reward sebagai bagian dari sistem pengendalian organisasi

memainkan peran penentu untuk memotivasi karyawan sehingga mereka dapat

secara konsisten memberikan komitmen yang tinggi terhadap implementasi

strategi yang direncanakan (Goold & Quinn, 1993). Blackburn dan Rosen

(1993) dan Knouse (1995) memberikan beberapa dukungan bahwa ada

hubungan antara praktek reward, strategi berbasis TQM, dan kinerja

perusahaan. Menurut Knouse (1995) Fungsi reward dalam upaya peningkatan

kualitas berbasis TQM adalah :

Meningkatkan perilaku karyawan untuk dapat bekerja dalam team karena

upaya peningkatan kualitas membutuhkan kerja sama team bukan

individu, kerja sama untuk menyelesaikan masalah kualitas dengan

mengunakan metode statistik, dan berinteraksi dengan internal maupun

external customer.

Meningkatkan budaya kualitas, melalui sistem reward dapat meningkatkan

komitmen karyawan dalam upaya peningkatan kualitas yang dilakukan

oleh organisasi. Menurut Deming sistem reward dapat mengubah filosofis

organisasi menuju quality continous improvement.

Pernyataan Nilai-nilai organisasi

Sistem reward membuat statement tentang apa yang penting bagi

perusahaan seperti kualitas, kepuasan customer, dan continous

improvement.

Menurut Jason et al, (2001) (dalam Mehmood et al, 2013) sistem

penghargaan kelompok lebih efektif dari pada sistem penghargaan individu

karena sistem penghargaan kelompok dapat menciptakan perusahaan dan tim

kerja yang efisien dan efektif guna meningkatkan kinerja organisasi. Tipe-tipe

reward menurut Knouse (1995) yang berpengaruh dalam upaya peningkatan

kualitas berbasis pada TQM :

Page 59: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

87 Universitas Kristen Petra

1. Cash

kebanyakan dari karyawan memilih uang tunai sebagai bentuk

penghargaan atas prestasi kerjanya. Pada kenyataannya uang dianggap

sebagai reward umum yang akan bekerja hampir di mana saja dengan

hampir semua orang. Hadiah uang tunai bisa dalam bentuk bonus atau

kenaikan gaji.

2. Gainsharing and Profit sharing

Gainsharing lebih berfokus kepada sebuah tim yang memberikan saran

perbaikan/continous improvement melalui persentase penghematan biaya

yang dihasilkan. Sedangkan profit sharing dilakukan oleh organisasi

melalui pembagian keuntungan perusahaan kepada individu atau tim.

3. Nonmonetary reward

Ada tiga jenis nonmonetary reward yaitu simbol, sesuatu yang digunakan,

dan bentuk lain dari pengakuan. Simbol termasuk pujian dari supervisor

atau teman kerja, memberikan sesuatu yan biasanya di pakai oleh

karyawan seperti seperti pena, kalkulator, pin dan pemberian lencana bagi

yang menyumbangkan prestasi bagi organisasi seperti penghargaan

presentasi formal dan makan malam formal.

4. Team rewards

Judith Mower seorang ahli dalam bidang HRM menyatakan bahwa team

reward menghasilkan kinerja tim yang terbaik. Penghargaan tim umumnya

diimplementasikan ketika TQM telah ditanamkan dalam organisasi. Pada

titik ini tim berfungsi dengan baik dalam pemecahan masalah dan

perbaikan proses terus-menerus. Selama pelaksanaan TQM, struktur

reward organisasi dapat berkembang melalui banyak fase mulai dari

sistem pembayaran tradisional sesuai dengan kinerja karyawan, kemudian

sistem pembayaran/kompensasi berdasarkan skill/keterampilan, dan

akhirnya sistem penghargaan berbasis tim.

Page 60: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

88 Universitas Kristen Petra

Beberapa artikel yang telah dipublikasi menyebutkan perlunya

penyelarasan sistem reward untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan

TQM (Clinton et al, 1994;. Wilkinson, 1993). Penggunaan praktik imbalan

ekstrinsik seperti profit sharing, gainsharing, keamanan kerja, dan waktu

memiliki pengaruh positif signifikan terhadap hubungan antara TQM dan

kinerja perusahaan, sementara praktik reward intrinsik tidak mengungkapkan

hubungan yang signifikan dengan kinerja organisasi (Allen dkk,

2001). Imbalan ekstrinsik disajikan di bawah ini biasanya berhubungan

langsung dengan pemberian kompensasi seperti :

Profit sharing/pembagian keuntungan dimana organisasi berbagi

beberapa bagian dari keuntungan dengan karyawan. Rencana

pembagian keuntungan dapat diharapkan untuk berkontribusi terhadap

retensi karyawan sejauh karyawan yang memandang imbalan keuangan

sebagai manfaat tambahan yang disediakan oleh perusahaan (Gomez-

Mejia dan Balkin, 1989).

Gainsharing dimana keuntungan di bagi kepada individu atau unit kerja

yang memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas, kualitas,

efektivitas biaya, atau peningkatan kinerja lainnya yang dibagi dalam

bentuk bonus berdasarkan formula yang telah ditentukan oleh

perusahaan (Allen dan Kilmann, 2001).

Keamanan kerja seperti memiliki kebijakan perusahaan atau kontrak

kerja yang dirancang untuk mencegah terjadinya PHK. Program TQM

perlu didukung oleh praktik keamanan kerja sehingga Karyawan tidak

harus takut kehilangan pekerjaan mereka. Praktek keamanan kerja dapat

mencegah terjadinya PHK sebagai akibat dari perbaikan TQM melalui

kebijakan perusahaan atau ketentuan dalam kontrak kerja (Allen dan

Kilmann, 2001).

Page 61: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

89 Universitas Kristen Petra

Upah lembur dimana para pekerja diberi upah tambahan untuk jam

kerja lembur. Sistem ini berbasis pada kinerja individu dimana

penilaian kinerja dan kenaikan gaji didasarkan terutama pada prestasi

individu (Stajkovic dan Luthans, 2001).

Penilaian kinerja berbasis Quantity/jumlah dimana penilaian kinerja

terutama didasarkan pada pencapaian kuantitas terkait tujuan organisasi

(Allen dan Kilmann, 2001).

Untuk faktor intrinsik reward yang berpengaruh dalam upaya peningkatan

kualitas adalah (Porter and Lawler, 1968) :

Bentuk pengakuan Non - moneter untuk mengakui pencapaian tujuan

peningkatan kualitas seperti pemberian plakat, sertifikat, surat, tiket gratis,

merchandise, dll.

Perayaan untuk mengakui pencapaian tujuan peningkatan kualitas seperti

makan siang, makan malam, acara khusus, dll.

Ekspresi reguler penghargaan oleh para manajer / pemimpin untuk

karyawan untuk mengakui pencapaian tujuan peningkatan kualitas seperti

pujian atau tepukan di punggung.

Penilaian kinerja 360 derajat dimana umpan balik dari rekan kerja (selain

hanya atasan langsung) dan atau pelanggan dimasukkan ke dalam

penilaian kinerja.

Memiliki sistem saran yang tersedia bagi individu untuk membuat saran

peningkatan kualitas seperti kotak saran.

Penggunaan penilaian kinerja berdasarkan perkembangan dimana

penilaian kinerja digunakan terutama untuk mengembangkan karyawan

untuk tampil lebih baik di masa depan bukan untuk mengevaluasi prestasi

masa lalu mereka dan kegagalan pada masa lalu.

Kualitas promosi dimana promosi terutama didasarkan pada pencapaian tujuan

berbasis kualitas sebagai lawan tujuan berbasis kuantitas.

Page 62: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

90 Universitas Kristen Petra

Mengenai kompensasi sesuai dengan Quality Management, beberapa literatur

menyoroti kompensasi berbasis kelompok (group based pay) dan berbasis

keterampilan (skill based pay) lebih efektif dari pada penghargaan individu karena

dapat mendorong kerja sama tim dan mendorong karyawan untuk memperluas dan

meningkatkan keterampilan mereka sehingga dengan demikian dapat meningkatkan

kinerja organisasi. Penilaian kinerja dengan penghargaan berdasarkan kinerja dan

keterampilan kelompok membantu menghasilkan tenaga kerja yang berkomitmen

yang diperlukan dalam inisiatif peningkatan kualitas (Gomez, 2014). Menurut

Knouse (1995) dalam mendesain sistem reward di butuhkan beberapa prinsip

dasar yaitu :

1. The reward is valued

Sistem reward yang di buat oleh organisasi haruslah bernilai bagi

organisasi itu sendiri dan juga karyawannya.

2. The system is simple to understand

Sistem reward yang di buat oleh organsasi haruslah simpel dan mudah

di pahami oleh karyawannya dan efektif.

3. Performance standars are within the control of the team

Menetapkan performa/kinerja standar untuk dapat menciptakan

tantangan bagi karyawan untuk mencapainya melalui kerja sama dan

kerja keras antar individu dalam suatu tim.

4. Supervisor are motivated to maintain the system

Supervisor mempunyai wewenang dan kuasa untuk membuat sistem

dapat bekerja dengan baik ataupun memanipulasinya untuk tujuan

tertentu. Jika supervisor melihat bahwa sistem reward telah berjalan

dengan baik maka tugas dari supervisor adalah mempertahankan

sistem tersebut agar dapat berjalan dengan baik.

5. Employee have input into instaling the system

Partisipasi dari karyawan dalam setiap proses organisasi dan

pemberdayaan untuk mengubah proses merupakan komponen utama

dalam upaya peningkatan kualitas.

Page 63: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

91 Universitas Kristen Petra

6. There is open communication

Jika organisasi menerapkan sistem komunikasi yang terbuka maka

akan membuat karyawan untuk terdorong membagikan ide dan

informasi yang dimilikinya. Dalam sistem yang terbuka, semua

prosedur dan konsekuensi terpapar dengan jelas, administrasi dalam

sistem reward harus bisa efisien dan adil. Sistem yang tertutup akan

menciptakan hilangnya kepercayaan, miss komunikasi dan persepsi,

dan menciptakan rumor yang negatif terkait sistem reward yang dibuat.

Sistem reward yang dapat di terapkan pada PT.IFURA adalah sistem

reward berupa kompensasi finansial dan non finansial. Untuk kompensasi

finansial dapat berupa gainsharing atau bonus tahunan yang di berikan

kepada operator yang di hitung berdasarkan pencapaian target produk cacat

harian atau bulan yang di akumulasikan selama satu tahun dan akan di

bagikan setiap akhir tahun. Sistem gainsharing yang di maksudkan di sini

adalah misalnya ketika target produk cacat harian dari perusahaan adalah

sebesar 5% dari total produksi maka jika operator pada shift tertentu dapat

mencapai target di bawah 5% maka selisihnya itu yang akan di hitung sebagai

bonus bagi operator pada shift tersebut dan ketika melebihi target dari

perusahaan maka operator tidak mendapat bonus pada hari tersebut dan

apabila pada hari-hari berikutnya operator dapat mencapai target di bawah

5% maka akan tetap di hitung sebagai bonus harian. Perhitungan bonus ini di

hitung harian yang kemudian di akumulasikan ke bulan dan dari bulan di

akumulasikan untuk tahunan. Sedangkan untuk kompensasi non finansial

yang dapat di berikan oleh pihak PT.IFURA adalah berupa rekreasi bersama

(group based) bagi shift yang dapat memberikan pengurangan cacat yang

signifikan. Sistem kompensasi ini di buat untuk memotivasi setiap shift untuk

dapat bekerja sebaik mungkin untuk menghasilkan produk cacat seminimal

mungkin. Sistem kompensasi seperti ini perlu di terapkan ole PT.IFURA

karena operator juga membutuhkan hiburan/refreshing ketika mereka sudah

jenuh dengan pekerjaan mereka.

Page 64: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

92 Universitas Kristen Petra

3. Meningkatkan keterlibatan operator dengan menciptakan budaya

kualitas melalui komunikasi dan komitmen

Berdasarkan analisa permasalahan pada tahap sebelumnya di

temukan bahwa permasalahan yang mengakibatkan cacat press mark

adalah lebih di sebabkan karena faktor manusia di mana kurangnya

keterlibatan operator dalam upaya peningkatan kualitas yang dilakukan

oleh PT.IFURA dan kurangnya komitmen operator terkait masalah

kualitas. Kurangnya komitmen dan keterlibatan ini ditunjukan lewat

proses kerja yang tidak mengikuti instruksi kerja yang telah di buat

dimana tujuan dari instruksi kerja adalah sebagai pedoman untuk cara

kerja yang baik dan benar guna menghindari terjadinya cacat pada produk.

Menurut Motwani (2004) salah satu alasan keberhasilan GE,

Motorola, dan Dupont dalam upaya peningkatan kualitas adalah dengan

menciptakan budaya kualitas melalui partisipasi/keterlibatan karyawan dan

keterbukaan dalam berkomunikasi antar karyawan dan manajemen.

Menurut Sila dan Ebrahimpour (2002) salah satu faktor keberhasilan

dalam upaya peningkatan kualitas (Quality Improvement) adalah dengan

adanya keterlibatan penuh dari setiap karyawannya (employee

involvement).

Dalam penelitian Fening dkk (2013) menunjukan bahwa adanya

hubungan positif antara keterlibatan dan komitmen karyawan dengan

upaya peningkatan kualitas yang berdampak pada kinerja perusahaan.

Menurut Oakland (2001), Komunikasi merupakan salah satu faktor kunci

dalam keberhasilan upaya peningkatan kualitas. Komunikasi memainkan

peranan sentral dalam interaksi antar karyawan dengan karyawan maupun

antar individu dalam sebuah tim. Pesan tentang upaya peningkatan kualitas

harus dikomunikasikan kepada tiga peserta yang terlibat dalam upaya

peningkatan kualitas yaitu karyawan, customer, dan stakeholder (Claver et

al, 2001).

Page 65: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

93 Universitas Kristen Petra

Menurut Oakland dkk (1992) dalam TQM model terdiri dari tiga

komponen utama yaitu komunikasi, komitmen, dan budaya seperti yang

dapat di lihat pada gambar TQM model di bawah ini :

Gambar 4.14 TQM Model Oakland dkk (1992)

Berdasarkan TQM model diatas dapat dilihat bahwa untuk

menciptakan budaya kualitas di butuhkan komunikasi dan komitmen dari

setiap individu atau tim yang terlibat dalam upaya peningkatan kualitas.

Langkah awal dalam upaya peningkatan kualitas di mulai melalui

komunikasi antara manajemen dan karyawan. Komunikasi ini penting

untuk di lakukan karena akan membantu karyawan untuk memahami

maksud dan tujuan dari top manajemen dalam upaya peningkatan kualitas.

Manajemen puncak perlu untuk mengkomunikasikan dan

mensosialisasikan strategi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai dalam

upaya peningkatan kualitas kepada seluruh karyawan yang terlibat dalam

upaya peningkatan kualitas (Oakland, 2000). Sosialisasi yang dapat

dilakukan pada PT.IFURA adalah melalui rapat antar pemimpin tiap

departemen, briefing kepada karyawan, supervisor, dan operatornya setiap

hari sebelum mulai bekerja, dan menempelkan poster tentang strategi

peningkatan kualitas yang ingin di terapkan beserta langkah-langkahnya

pada dinding/tembok pada lantai produksi.

Page 66: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

94 Universitas Kristen Petra

Setelah manajemen mengkomunikasikan dan mensosialisasian

strategi dan tujuannya untuk upaya peningkatan kualitas maka selanjutnya

adalah menciptakan komitmen karyawan untuk menjalankan strategi yang

telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang di inginkan manajemen

dalam upaya peningkatan kualitas. Komitmen karyawan dapat di ciptakan

melalui beberapa cara seperti seperti melalui pelatihan untuk karyawan

tentang prinsip-prinsip kualitas (Kaynak, 2003; Sila dan Ebrahimpour,

2005), melibatkan karyawan dalam upaya pengambilan keputusan kualitas

(Ahire et al, 1996), dan kompensasi terhadap kontribusi karyawan untuk

peningkatan kualitas (Daft, 1998).

Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan operator melalui

pelatihan akan meningkatkan komitmen operator terhadap organisasi

(Nguyen et al, 2014). Hal pertama yang harus di lakukan oleh PT.IFURA

adalah melakukan training/pelatihan bagi supervisor dan operator terkait

metode/strategi peningkatan kualitas yang akan di terapkan. Pelatihan

tersebut bertujuan untuk memperkenalkan metode peningkatan kualitas

yang di gunakan beserta cara-cara menjalankannya. Setelah supervisor dan

operator paham dan mengerti tentang metode yang akan di gunakan maka

selanjutnya adalah melibatkan ke duanya dalam pemgambilan keputusan

terkait masalah kualitas yang di temui setelah di terapkannya metode

peningkatan kualitas. Operator di berikan kebebasan memberikan ide dan

sarannya untuk perbaikan kualitas dimana operator di ajak berdiskusi

dengan supervisor dalam pengambilan keputusan untuk penyelesaian

masalah kualitas yang terjadi misalnya ketika terjadi masalah pada mesin

hot press karena platennya sering bocor yang menyebabkan terjadinya

cacat noda/flek, operator juga di ajak berdiskusi/rapat dengan supervisor

dan bagian maintenance untuk bersama-sama mencari penyebabnya dan

bersama-sama berusaha untuk menyelesaikannya. Ketika upaya perbaikan

mesin ini berhasil maka akan terjadi peningkatan kualitas dan penurunan

jumlah produk cacat karena masalah kebocoran platen dapat di atasi.

Page 67: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

95 Universitas Kristen Petra

Peningkatan kualitas ini harus di hargai oleh manajemen sebagai

bentuk komitmen operator terhadap organisasinya sehingga organisasi

perlu untuk menunjukkan komitmennya kepada operator juga malalui

penghargaan atas kinerja mereka. Penghargaan tersebut dapat berupa

Kompensasi baik finansial maupun non finansial. Menurut Vance (2006)

Kompensasi memberikan pengaruh kuat keterlibatan dan komitmen

karyawan dalam upaya peningkatan kualitas. Kompensasi dapat berupa

finansial (gaji, tunjangan, bonus, insentif, dll) maupun non finansial

(pujian, sertifikat, penitipan anak, rekreasi perusahaan, dll).

Sistem kompensasi yang dapat di berikan oleh PT.IFURA adalah

finansial dan non finasial. Kompensasi finansial dapat berupa bonus ketika

terjadi peningkatan kualitas dan penurunan jumlah cacat. Sedangkan

kompensasi non finansial dapat berupa rekreasi bersama antara operator

yang dapat memberikan peningkatan kualitas melalui penurunan jumlah

cacat. Rekreasi ini juga bertujuan untuk menciptakan suasana

kekeluargaan dan saling mengenal antara operator yang di harapkan

berdampak pada terciptanya kerja sama yang baik dalam organisasi.

Ketika komitmen karyawan telah tercipta maka akan merubah

budaya dari organisasi tersebut dimana yang awalnya operator masih

kurang peduli terhadap kualitas sekarang berubah menjadi lebih peduli

kepada kualitas dikarenakan komitmen dari operator dalam menjalankan

strategi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk itu di butuhkan

hubungan timbal balik yang baik antara perusahaan dan pekerjanya

sehingga ke dua pihak sama-sama saling menguntungkan. Komitmen para

pekerjanya ini perlu di jaga dengan baik oleh perusahaan melalui menjalin

relasi dan komunikasi yang baik antara atasan dan bawahannya sehingga

tidak terjadi gap/kesenjangan yang dapat mempengaruhi komitmen

pekerja terhadap organisasi dan juga perlunya transparansi/keterbukaan

dalam sistem kerja maupun admnistrasinya sehingga tidak menimbulkan

persepsi negatif/jelek dari pekerja terhadap organisasi.

Page 68: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

96 Universitas Kristen Petra

4. Mengabungkan sistem corrective, preventive, predictive, dan proactive

maintenance

Berdasarkan hasil analisis masalah yang menyebabkan timbulnya

cacat noda/flek adalah faktor mesin. Faktor mesin yang menyebabkan

terjadinya cacat noda/flek adalah karena kebocoran platen pada mesin hot

press. Kebocoran platen ini di sebabkan karena kurangnya penjadwalan

perawatan yang baik sehingga tidak dapat mengantisipasi terjadinya

kebocoran pada platen. Berdasarkan hasil analisis masalah pada tahap

sebelumnya di simpulkan bahwa bagian maintenance pada PT. IFURA

tergolong ke dalam level corrective maintenance karena ketika terjadi

kerusakan pada mesin baru di perbaiki dan belum ada tindakan preventif

untuk mencegah terjadinya kebocoran platen pada mesin hot press. Selain

itu di temukan juga bahwa kurangnya dukungan dan control dari

manajemen untuk bagian maintenance membuat sistem maintenance

barjalan kurang baik.

Menurut Nakajima (1988) di temukan bahwa keberhasilan

pelaksanaan program maintenance membutuhkan dukungan dari

manajemen. Dalam penelitian Dhillon dkk (2012) di peroleh bahwa

keberhasilan pelaksanaan program maintenance memerlukan dukungan

dan komitmen manajemen puncak, selain itu juga di perlukan keterlibatan

dan tanggung jawab dari operator dalam proses pemeliharaan.

Keberhasilan program maintenance memberikan dampak pada

peningkatan produktivitas, kualitas, dan keselamatan pekerja (Dhillon,

2012). Menurut Fredendall et al (1997) Komitmen manajemen puncak di

butuhkan dalam program pengembangan sistem maintenance seperti

penetapan kebijakan program maintenance, penjelasan dan penetapan

tujuan dari program maintenance, mengkomunikasikan tentang program

maintenance ke semua karyawan yang ada dalam organisasi, membangun

sistem untuk pengembangan dan pelatihan karyawan, dan mempersiapkan

lingkungan yang sesuai untuk pelaksanaan program maintenance.

Page 69: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

97 Universitas Kristen Petra

Dalam penelitian yang di lakukan oleh Dhillon dkk (2012)

menjelaskan bahwa perlunya kolaborasi dan integrasi antara departemen

pemeliharaan dan departemen produksi karena ketika mesin tidak dapat

beroperasi dengan baik maka akan mengurangi kapasitas dan dapat

mengakibatkan menurunnya kualitas sehingga akan menyebabkan beban

tambahan kerja bagi operator produksi karena adanya tekanan dari

manajemen untuk memenuhi target produksi sehingga perlu adanya

penjadwalan perawatan yang baik sehingga dapat mencegah terjadi

kerusakan pada mesin yang dapat menghambat proses produksi dan di

butuhkan tindakan preventif dari bagian maintenance.

Menurut Dhillon dan Liu (2006) untuk menciptakan suatu sistem

perawatan yang dapat berjalan dengan baik dalam suatu organisasi

dibutuhkan gabungan antara corrective dan preventive maintenance.

Preventive maintenance harus dilakukan untuk memastikan kondisi kerja

yang nyaman dan corrective maintenance di lakukan untuk menangani

kesalahan dan kegagalan yang tidak dapat di prediksi atau di cegah

sehingga kombinasi antara ke dua tipe perawatan tersebut menjadi bagian

penting dalam proses perawatan (Salonen dan Deleryd, 2011). Beberapa

kelebihan dan kekurangan dari sistem corrective dan preventive

maintenance adalah :

Tabel 4.25 Kelebihan dan Kekurangan Corrective dan Preventive Maintenance Type Of

Maintenance

Advantage Disadvantage

Corrective

Maintenance

Biaya perawatan yang

rendah selama operasi.

Komponen akan digunakan

untuk seumur hidup

Resiko tinggi kerusakan mengakibatkan downtime yang lama Tidak ada penjadwalan pemeliharaan Suku cadang logistik rumit karena Periode pengiriman yang lama

Preventive

Maintenance

Downtime diharapkan rendah. Pemeliharaan dapat dijadwalkan. Spare logistik mudah

Komponen tidak akan digunakan untuk seumur hidup Biaya pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan dengan korektif pemeliharaan.

Sumber : Giebhardt dkk (2004)

Page 70: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

98 Universitas Kristen Petra

Tabel 4.26 Kelebihan dan Kekurangan Corrective dan Preventive Maintenance Maintenace type

Advantage Disadvantage

Corrective

Maintenance

Biaya murah Peningkatan biaya karena downtime

Staff sedikit peningkatan biaya tenaga kerja terutama jika lembur diperlukan

Tidak efisiennya penggunaan staf sumber daya

Preventive Maintenance

Biaya investasi yang besar

Kegagalan masih mungkin terjadi

Peningkatan siklus hidup komponen

tenaga kerja intensif

Hemat energi

Termasuk kinerja pemeliharaan tidak dibutuhkan

mengurangi peralatan atau proses kegagalan

Sumber : Pride (2008)

Berdasarkan dua tabel di atas dapat dilihat bahwa masih adanya

kelebihan dan kekurangan dari ke dua sistem maintenance tersebut

sehingga ke duanya harus di kombinasikan dengan beberapa metode

perawatan lainnya sehingga dapat menciptakan sistem maintenance yang

baik. Menurut Kahn (2006) model strategi program pemeliharaan yang

baik terdiri dari empat komponen strategi pemeliharaan yaitu corrective,

preventifve, predictive, dan proactive. Corrective strategi memiliki biaya

investasi yang rendah, biaya operasi yang tinggi dan ketersediaan peralatan

yang rendah. Untuk strategi predictive dan proactive umumnya

memerlukan investasi yang besar, biaya operasi rendah, dan menghasilkan

ketersediaan peralatan yang tinggi. Strategi terbaik adalah dengan

memanfaatkan strategi yang berbeda untuk masing-masing peralatan

didasarkan pada kekritisan peralatan, analisis ekonomi (payback), dan

penilaian resiko.

Page 71: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

99 Universitas Kristen Petra

Praktek strategi terbaik menurut Kahn (2006) adalah campuran

antara corrective, preventive, prediktive, dan proactive dengan komposisi

presentase 10% corrective, 30% preventive, 50% prediktive, dan 10%

proactive. Di bawah ini adalah model strategi pemeliharaan menurut Kahn

(2006) :

Gambar 4.15 Model Pemeliharaan (Kahn, 2006)

Model pemeliharaan di atas dapat di jadikan dasar dalam perancangan

sistem maintenance pada PT.IFURA untuk mengantisapi kebocoran platen

pada mesin hot press. Berdasarkan model diatas terdapat tiga metode

pemeliharaan yaitu proactive, preventive, dan corrective maintenance.

Proactive Maintenance :

Proaktif maintenance ini dapat dilakukan dengan memberikan training

kepada staff maintenance tentang cara pengecekan dan pergantian suku

cadang pada mesin hot press dengan benar misalnya cara-cara pengecekan

rutin untuk karet sill dan selang pada mesin hot press dan juga cara

mengantinya apabila rusak.

Page 72: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

100 Universitas Kristen Petra

Preventive maintenance

Preventive maintenance ini di bagi ke dalam dua kelompok yaitu time

based dan prediktif maintenance. Time based maintenance dapat di

jalankan pada PT.IFURA dengan melakukan service rutin pada mesin hot

press sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan misalnya penambahan

oli pada hidrolik mesin hot press 1 bulan sekali, penambahan pelumas

pada karet sill sehingga tidak cepat aus dan juga melakukan

pengecekan/inspeksi untuk karet sill dan selang pada mesin hot press dan

melakukan pergantian rutin spare part seperti karet sill, selang, kran, dll

pada mesin hot press apabila masa pakainya sudah hampir habis.

Sedangkan untuk prediktif maintenance dapat di lakukan dengan

memonitor kondisi selang atau karet sill pada platen sehingga dapat

memprediksi kapan harus di ganti. Untuk preventive maintenance ini

membutuhkan data historis masa/lama waktu pemakaian spare part

sehingga dapat di prediksi kapan harus di ganti.

Corrective maintenance

Corrective maintenance bertujuan untuk melakukan perbaikan ketika

kegagalan telah terjadi karena tidak dapat di prediksi atau terjadi secara

tiba-tiba. Bagian maintenance harus mempunyai persiapan ketika terjadi

kerusakan pada mesin yang diluar prediksi atau di luar kebiasaanya.

Corrective maintenance ini harus di dukung dengan ketersediaan suku

cadang yang memadai sehingga jika terjadi kerusakan dapat langsung

segera di ganti dan tidak perlu menunggu waktu lama untuk

pemesanan/pembeliannya. Untuk permasalahan yang terjadi pada mesin

hot press ini adalah kebocoran platen karena kebocoran dari selang dan

karet sill pada platen sehingga untuk itu di butuhkan ketersediaan karet sill

dan selang sebagai persiapan untuk mengantisipasi kebocoran platen yang

tak terduga.

Page 73: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

101 Universitas Kristen Petra

4.4.5 Tahap Control

Pada tahap ini akan di buat mekanisme control untuk proses pada PT.

IFURA yang bertujuan untuk mengendalikan proses produksi pada PT. IFURA.

Mekanisme kontrol di buat berdasarkan saran perbaikan yang diberikan sehingga

dapat dijadikan pedoman standar kinerja proses produksi selanjutnya.

a. Standar Operating Procedure staff QC untuk mengontrol proses

produksi pada mesin Glue spreader

1. Ruang lingkup : Ruang lingkup prosedur ini adalah pada proses

produksi di mesin glue spreader.

2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :

Memastikan proses produksi pada departemen glue spreader

berjalan sesuai standar agar dapat mencapai peningkatan kualitas.

3. SOP untuk mengontrol proses produksi pada mesin glue spreader :

Langkah pertama dalam SOP ini adalah briefing dari supervisor

kepada operator untuk menyampaikan target harian produksi

sebelum proses produksi di mulai. Selanjutnya operator melakukan

persiapan mesin glue spreader sesuai dengan instruksi kerja untuk

proses persiapan mesin. Setelah mesin siap maka proses produksi

dapat di mulai dan di awasi oleh supervisor dengan bantuan

foreman untuk memastikan proses produksi berjalan sesuai dengan

instruksi kerja pelaburan lem. Jika ada core hole atau core lap

maka foreman/supervisor berfungsi untuk memberhentikan

sementara proses peluncuran core untuk memberikan waktu

kepada operator untuk melakukan perbaikan pada core hole/core la

yang terjadi dengan berpedoman pada grading rule PT.IFURA

yang berisikan standar untuk penentuan produk cacat. Apabila

tidak terdapat core hole atau core lap maka proses dapat di

lanjutkan untuk pengabungan antara core dan face/backnya dengan

mengikuti instruksi kerja untuk proses pelaburan lem dan setelah

itu di susun dan ditumpuk untuk di kirim ke proses selanjutnya.

Page 74: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

102 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.16 SOP Proses Produksi Mesin Glue Spreader

Page 75: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

103 Universitas Kristen Petra

b. Standar Operating Procedure untuk mengontrol sistem reward

1. Ruang lingkup : Staff HRD dan operator produksi

2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :

Untuk mengontrol dan mengevaluasi sistem reward.

3. SOP staff HRD untuk mengontrol sistem reward :

SOP yang di buat ini untuk mengevaluasi jalanya sistem reward,

dimana evaluasi tersebut di lakukan oleh staff HRD pada setiap

akhir tahun untuk penentuan pemberian reward kepada operator

atau tidak. Evaluasi tersebut di lakukan dengan menghitung jumlah

produk cacat hasil produksi yang di sesuaikan dengan target

perusahaan. Ketika penurunan jumlah cacat memberikan profit

yang signifikan bagi perushaan maka perusahaan akan memberikan

bonus/reward tahunan kepada operator dan jika tidak maka

perusahaan tidak memberi reward kepada operator.

Gambar 4.17 SOP Mengontrol Sistem Reward

Page 76: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

104 Universitas Kristen Petra

c. Standar Operating Procedure untuk Mengontrol proses pada

departemen Hot press

1. Ruang lingkup : Ruang lingkup pada prosedur ini adalah pada

proses produksi di mesin Hot press

2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :

Memastikan proses produksi pada departemen hot press berjalan

sesuai standar agar dapat mencapai peningkatan kualitas.

3. SOP mengontrol proses produksi pada mesin hot press :

Langkah pertama dalam SOP ini adalah briefing dari supervisor

kepada operator untuk menyampaikan target harian produksi

sebelum proses produksi di mulai. Selanjutnya operator melakukan

persiapan mesin hot press sesuai dengan instruksi kerja untuk

proses penyetelan mesin hot press. Setelah mesin siap maka proses

produksi dapat di mulai dan di awasi oleh supervisor dengan

bantuan foreman untuk memastikan proses produksi berjalan

sesuai dengan instruksi kerja untuk proses pengempaan panas. Jika

ada sampah/kotoran dan sisa kayu pada permukaan dan pinggir

layer maka foreman bertugas memberhentikan proses sementara

dan operator membersihkan kotoran/sampah atau memotong sisa

kayu pada pinggir layer sesuai dengan instruksi kerja pada proses

pengempaan panas. Apabila tidak ada kotoran/sampah maka layer

dapat di masukan ke mesin hot press untuk di press dengan waktu

press selama 110 detik dan suhu 100°C. Setelah itu layer di

keluarkan dari mesin hot press dan disusun untuk di kirim ke

proses selanjutnya.

Page 77: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

105 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.18 SOP Proses Produksi Mesin Hot Press

Page 78: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

106 Universitas Kristen Petra

d. Standar Operating Procedure Bagian Maintenance

1. Ruang lingkup : Ruang lingkup pada prosedur ini untuk mengatur

semua mesin dan peralatan yang berhubungan langsung dengan

proses produksi.

2. Tujuan pembuatan SOP ini adalah :

Membuat sistem maintenance dapat berjalan dengan baik melalui

sehingga dapat mendukung proses produksi dan upaya peningkatan

kualitas.

3. SOP bagian maintenance :

Langkah pertama dalam SOP ini adalah staff maintenance

melakukan pemeriksaan rutin harian untuk setiap mesin produksi

sebelum produksi di mulai dengan berpedoman pada checklist

pemeriksaan mesin. Apabila ada mesin yang rusak maka staff

maintenance bertugas untuk mengisi laporan kerusakan mesin

untuk di ajukan ke manajemen. Keputusan perbaikan berada pada

manajemen di mana tergantung pada kondisi kerusakan mesin

apakah parah/tidak. Jika parah dan harus di perbaiki maka proses

perbaikan di lakukan oleh mekanik sesuai dengan manual book

mesin tersebut. Apabila tidak parah dan masih dapat di pakai

produksi maka manajemen akan memutuskan untuk tetap

melanjutkan proses produksi dengan mempertimbangkan

keselamatan operator dan kualitas produk. Jika ada suku cadang

yang aus dan harus di ganti maka staff maintenance harus mengisi

form permintaan pergantian suku cadang untuk di ajukan ke

manajemen dan setelah di terima barulah akan di ganti oleh

mekanik sesuai dengan manual book untuk mesin tersebut. Setelah

semua pemeriksaan selesai maka staff maintenance bertugas

membuat laporan hasil pemeriksaan dan mengisi form historis

kerusakan/pergantian suku cadang pada mesin produksi.

Page 79: BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum PT. …

107 Universitas Kristen Petra

Gambar 4.19 SOP Bagian Maintenance