bab iv hasil penelitian dan pembahasan sebelum...
TRANSCRIPT
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Persiapan Penelitian
Sebelum turun ke lapangan penelitian, peneliti terlebih
dahulu mengurus surat ijin penelitian kepada Fakultas. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar memudahkan peneliti mengambil
data yang akan diolah. Peneliti tiba di kota Waingapu,
Kabupaten Sumba Timur pada tanggal 2 Desember 2011.
Pada tanggal 4 Desember peneliti mendatangi rumah key
informan penelitian. Key informan merupakan kepala
Puskesmas Lewa yang rumahnya tidak jauh dari rumah peneliti
di kota Waingapu. Dalam pertemuan tersebut peneliti
menyampaikan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti.
Berdasarkan informasi dari key informan ternyata daerah
Kecamatan dari Puskesmas yang dipimpinnya telah mengalami
pemekaran Kecamatan. Semula tempat penelitian yang
direncanakan adalah Puskesmas Lewa Kecamatan Lewa,
namun kini telah menjadi Puskesmas Nggaha Oriangu,
Kecamatan Nggaha Oriangu Kabupaten Sumba Timur. Peneliti
62
mengurus ijin penelitian daerah ke kantor Dinas Kesehatan
Kabupaten Sumba Timur pada tanggal 6 Desember 2011.
Perijinan penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu prosedur penelitian daerah yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah. Setelah surat ijin penelitian tersebut
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat, key informan dan
peneliti mulai merancang strategi untuk menuju tempat
penelitian dan berjumpa dengan para partisipan.
Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti memperoleh
dukungan dari pemerintah daerah setempat dalam bentuk
disediakannya kendaraan di hari pertama peneliti berkunjung
ke desa tempat penelitian. Di samping itu dukungan lain yang
peneliti terima adalah disediakannya satu orang tenaga
pendamping yang merupakan tenaga kesehatan.
Key informan mempelajari kriteria partisipan yang
dibutuhkan oleh peneliti dan membantu mencari riset partisipan
yang tepat sebagai partisipan penelitian. Pada tanggal 9
Desember 2011 peneliti diijinkan ikut dalam kegiatan
Puskesmas berkeliling ke desa-desa di Kecamatan Nggaha
Oriangu. Dalam kegiatan tersebut peneliti dan tenaga
kesehatan lainnya mengunjungi ibu-ibu hamil, beberapa
Puskesmas pembantu dan tempat-tempat kader yang dibina
63
oleh Puskesmas tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan dalam
rangka membagikan kelambu untuk ibu–ibu hamil. Peneliti ikut
terlibat dalam setiap kegiatan tersebut secara aktif dengan
tujuan peneliti dapat memastikan para calon riset partisipan
yang ditemui benar benar memenuhi setiap kriteria yang
dibutuhkan. Kegiatan tersebut berlangsung sejak pukul 09.00
WITA sampai dengan 15.00 WITA. Dengan menggunakan
mobil Puskesmas keliling, kegiatan berlangsung dari satu desa
ke desa yang lainya, dan pada saat itulah key informan
memperkenalkan 3 calon partisipan kepada peneliti.
Pada saat pertemuan pertama tersebut peneliti
mengutarakan maksud dan tujuan penelitian ini. Calon
partisipan I bernama Ny. I (19 th), setelah berkenalan dan
berbincang cukup lama pada (pukul 10.00 WITA), penelitipun
yakin untuk menetapkannya sebagai partisipan I. Bersedianya
Ny. I menjadi partisipan penelitian, diwujudkan dengan
menandatangani informed concent yang peneliti berikan.
Kemudian peneliti melanjutkan pertemuan dengan menemui
calon partisipan II yang rumahnya terbilang cukup jauh dari
jalan raya. Untuk sampai ke rumah calon partisipan, peneliti
dan key informan harus turun dari mobil dan berjalan kaki
melewati pematang sawah dan menyeberangi sungai. Calon
64
partisipan kedua bernama Ny. K (32th). Dalam pertemuan ini
peneliti mengutarakan tujuan peneliti datang berkunjung, dan
Ny. K bersedia untuk menjadi partisipan II dan menandatangani
informed concent yang diberikan. Pada penelitian ini tidak
hanya ibu maternal yang ditetapkan sebagai riset partisipan
tetapi ibu post partum (pasca melahirkan) juga ditetapkan
sebagai partisipan lengkap dengan riwayat kunjungan
antenatal yaitu frekuensi kunjungan Pelayanan ANC yang
kurang dari 4 kali kunjungan. Ny. K awalnya peneliti tetapkan
menjadi partisipan sebagai ibu maternal. Dengan kejadian
melahirkan yang dialami Ny. K sebelum memasuki usia 9
bulan, maka peneliti menempatkannya ke dalam kriteria
partisipan ibu postpartum. Ny. K memiliki kriteria yang tepat
sebagai partisipan menurut kriteria ke empat sebagai ibu
postpartum (pasca melahirkan) yang melakukan kunjungan
antenatal care dan distribusi kunjungannya tidak sampai empat
kali kunjungan menurut Buku Panduan KIA Puskesmas.
Untuk partisipan III, peneliti berkunjung ke rumahnya
dengan perantara key informan pada hari yang sama (pukul
14.00 WITA). Partisipan III bernama Ny. ML, pada saat itu yang
bersangkutan sedang bersama suaminya yang baru pulang
kerja. Setelah peneliti berkenalan dan bebincang, Ny. ML
65
menyutujui untuk menjadi partisipan penelitian. Persetujuannya
itu ditandai dengan ditandatanganinya informed concent. Untuk
partisipan ke IV dan V, tidak dapat ditemui pada hari itu karena
yang bersangkutan sedang tidak ada di rumah. Peneliti
disarankan oleh key informan untuk mengikuti kegiatan
posyandu balita dan ibu hamil pada tanggal 20 Desember 2011
agar dapat bertemu dengan calon partisipan ke IV dan ke V.
Perkenalan peneliti dengan calon riset partisipan IV dan V
dibantu oleh perawat yang saat itu sedang bertugas. Partisipan
IV bernama Ny. RM (19thn). Ny. RM sebelumnya telah ditemui
oleh key informan dan dimintai kesediaannya untuk menjadi
partisipan penelitian peneliti. Key informan menyatakan Ny. RM
bersedia menjadi partisipan. Peneliti sebelumnya sudah
berkunjung ke rumah Ny. RM dua kali dan tidak pernah
bertemu dengannya. Pada kesempatan itulah Ny. RM secara
langsung mengutarakan pada peneliti bahwa bersedia menjadi
Partisipan IV dan diwawancarai pada saat itu juga. Sebelum
mewawancara Ny. RM, Peneliti memintanya menandatangani
informed concent sebagai bukti bahwa Ny. RM bersedia
menjadi riset partisipan. Perawat Puskesmas juga
memperkenalkan peneliti dengan calon partisipan V.
Partisipan V bernama Ny. RK (26thn). Dalam kesempatan ini,
66
peneliti baru pertama kali berbicara dengan Ny. RK mengenai
kesediaannya menjadi partisipan V dalam penelitian ini.
Setelah berbincang-bincang cukup lama seputar kehamilan
yang dijalaninya secara umum dan kesediaan untuk
diwawancarai, akhirnya Ny. RK bersedia menjadi partisipan V
dan menandatangani informed concent yang diberikan
kepadanya.
Berikut adalah data riset partisipan yang terlibat dalam
penelitian ini :
Tabel 4.1 Data lengkap Riset partisipan
Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Data Kunjungan Riwayat
Kehamilan
Partisipan I Ny I 19
Tahun SMA Pedagang
I. 23 Agustus 2011 II. 20 Desember 2011 G1PA0
Partisipan II Ny K 32
Tahun SMA Guru SD
I. 12 Juli 2011 II. 3 Oktober 2011 Tanggal Partus 15 Desember 2011
G3P3A0
Partisipan III Ny ML 31
Tahun SD Petani I. 12 Juni 2011
II. 19 September 2011 G5P1A2
Partisipan IV Ny RM
19 Tahun
SMP - I. 14 juni 2011 II. 20 Desember 2011
G1p1A
Partisipan V Ny RK 26
Tahun SMP Petani
I. 20 Desember 2011 G2P1A0
Keterangan : 1. Sumber data Kunjungan : Data Register Kunjungan Pelayanan KIA Puskesmas Nggaha Oriangu
2011 2. Riwayat kehamilan : dinyatakan dalam jumlah kehamilan (G), Jumlah Partus (P), Jumlah Abortus
(A) dan Lahir hidup (L).
67
4.1.2 Profil Daerah Penelitian
Daerah Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu
kabupaten di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), letaknya di
bagian selatan dari kesatuan Republik Indonesia yang secara
astronomis membentang antara 119° 45-120° 52 bujur
timur(BT) di sebelah timur dan 9° 16- 10° 20 lintang selatan
(LS) di sebelah selatan. Secara georafis kondisi daerah Sumba
Timur merupakan daerah yang berbukit bukit dengan rata-rata
kemiringan yang tertinggi ± 40 persen luas wilayah, dan pada
bagian utara merupakan daerah yang datar dan berbatu serta
kurang subur, sedangkan pada bagian selatan merupakan
daerah dengan berbukit terjal, pada lereng-lereng bukit
tersebut merupakan lahan yang cukup subur. Iklim yang tidak
menentu merupakan hambatan atau masalah yang cukup
klasik bagi masyarakat di Kabupaten Sumba Timur. Batas
Wilayah Kabupaten Sumba Timur, di sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Sumba Tengah, sebelah timur berbatasan
dengan laut Sabu, sebelah utara berbatasan dengan Selat
Sumba dan sebelah selatan berbatasan dengan Lautan Hindia
(Sumba Timur dalam Angka 2007, BPS Kab. Sumba Timur).
Kecamatan Nggaha Oriangu mengalami proses pemekaran
daerah pada tahun 2004. Semula wilayah administratif
68
Kecamatan Nggaha Oriangu masih dalam wilayah Kecamatan
Lewa, dan sekarang wilayah Kecamatan Nggaha Oriangu telah
memiliki daerah administratif sendiri. Kecamatan ini berada di
sebelah barat Kabupaten Sumba Timur, dan kondisi
topografinya sebagian besar berbukit terjal serta jarak
jangkauan desa-desa yang cukup jauh dari pusat pemerintahan
Kecamatan.
Kondisi ekonomi masyarakat Kecamatan Nggaha Oriangu
sebagian besar masih terbilang golongan ekonomi menengah
ke bawah. Mata pencaharian penduduknya sebagian besar
adalah petani dan pedagang. Luas Kecamatan Nggaha
Oriangu adalah 773,7 km2 atau 77.370 hektar dan jumlah
penduduk di Kecamatan ini adalah 12.450 jiwa. Jarak
kecamatan ini dari kota Waingapu adalah 42 km2.
Desa Tandula jangga adalah salah satu desa dari
sembilan desa yang tergabung dalam wilayah administratif
kecamatan Nggaha Oriangu. Luas desa Tandula jangga adalah
63,2 km2 atau 6320 hektar. Jarak Desa Tandula jangga dari
pusat pemerintahan Kecamatan adalah 15 km, termaksud jarak
menuju ke Puskesmas Nggaha Oriangu.
Kegiatan rutin Puskesmas di desa Tandula jangga adalah
Posyandu ibu hamil. Jika dibandingkan dengan Puskesmas di
69
desa yang lain, kegiatan Puskesmas di desa ini berjalan
dengan cukup baik. Posyandu di desa Tandula jangga
membawahi 4 desa yang ada di kecamatan Nggaha Oriangu
yaitu desa Praipaha, Kahiri, Pulu panjang dan Tandula jangga.
Salah satu Puskesmas Pembantu dari Kecamatan Nggaha
Oriangu juga berada di desa Tandula jangga. Di desa Tandula
jangga angka usia rata-rata pernikahan pasangan usia subur
berkisar usia 15 tahun sampai 35 tahun pada tahun 2010
hingga 2011.
4.1.3 Pelaksanaan Penelitian
Proses pengambilan data dilakukan di rumah partisipan dan
di Posyandu Desa Tandula jangga serta data pendukung
lainnya di Puskesmas Nggaha Oriangu. Pengambilan data
dimulai pada tanggal 11 Desember sampai akhir bulan
Desember 2011. Alat yang peneliti gunakan adalah panduan
wawancara (interview guide) dan alat perekam suara.
Penggunaan alat perekam suara sudah mendapat persetujuan
dari partisipan. Ada beberapa partisipan yang diwawancarai
peneliti secara berkala, karena peneliti belum mendapatkan
informasi yang cukup dari partisipan maka peneliti menemui
70
partisipan tersebut untuk kedua kalinya dan melengkapi
informasi yang diperlukan.
4.1.4 Gambaran Umum Riset Partisipan
a. Partisipan I
Wawancara pertama dilakukan di rumah Ny I (19th).
Wawancara berlangsung di teras rumah yang menurut
peneliti sedikit berantakan dan tidak rapi. Bentuk rumah
Ny. I berupa rumah panggung tradisional daerah Sumba.
Rumah tersebut sangat sederhana, lantainya beralaskan
bambu yang disusun memanjang dan berdinding papan
dan gedek. Atapnya dari seng yang disusun memanjang
ke arah atas. Di dinding teras tempat wawancara
berlangsung terpampang beberapa poster bergambar
anak-anak dan kalender. Meskipun peneliti tidak memasuki
rumah Ny. I, peneliti sempat melihat ke dalam rumah dari
pintu dan nampak bahwa bagian dalam rumah kurang
mendapat pencahayaan matahari, sehingga membuat
bagian dalam rumah nampak gelap.
Saat akan diwawancarai Ny. I ditemani oleh ibunya
dan juga adik bungsunya. Ketika peneliti meminta ijin untuk
memulai wawancara, ibu Ny. I diajak bicara oleh key
71
informan seputar lingkungan rumahnya, peneliti dan Ny.I
agak bergeser ke arah ujung teras untuk memulai
wawancara. Pada saat wawancara berlangsung peneliti
cukup terganggu dengan lingkungan di sekitar tempat
peneliti mewawancarai Ny.I karena sopir mobil Puskesmas
keliling yang membawa peneliti bersama key informan
memutar musik dengan volume yang agak keras sehingga
peneliti kesulitan mendengar yang dikatakan oleh Ny. I,
dan kejadian ini berlangsung selama wawancara
dilakukan. Dengan kondisi bising seperti itu sempat
membuat peneliti tidak konsentrasi untuk bertanya. Peneliti
meminta kesediaan waktu dari Ny. I di kemudian hari jika
peneliti berkunjung kembali ke desa tersebut, dengan
tujuan melengkapi informasi yang dianggap peneliti
kurang, dan peneliti berkesempatan untuk mewawancarai
Ny. I lagi pada tanggal 17 Desember 2011 jam 13.00
WITA. Pada saat itu Ny. I memakai baju kaos oblong
berwarna coklat dan celana pendek berwarna hijau,
rambut pendek berwarna hitam dan diikat, perutnya
tampak agak membesar, kulitnya berwarna sawo matang.
Ny. I berjalan tanpa alas kaki di rumah dan terlihat sehat.
72
Ny. I masih berstatus siswa yang terdaftar di salah
satu sekolah menengah kejuruan di Desa Makamenggit
Kecamatan Nggaha Oriangu. Dengan kondisi seperti ini
membuatnya berhenti bersekolah sementara. Hal itu
dilakukan sebagai persyaratan yang diberikan oleh
sekolah. Kebijakan dari sekolah itu diberikan karena Ny. I
sekarang duduk di bangku kelas 3 Menengah Kejuruan
dan dalam waktu beberapa bulan akan mengikuti ujian
kelulusan, pihak sekolah memberi kebijakan kepada Ny. I
untuk cuti sekolah dan merawat kehamilannya sampai Ia
melahirkan dan dapat melanjutkan sekolah di tahun 2012
tanpa harus dikeluarkan dari sekolah.
Ny. I dan suaminya tinggal di tempat terpisah karena
urusan perkawinan mereka yang belum sah secara adat.
Ny. I masih tinggal bersama orang tuanya di desa Tandula
jangga sedangkan suaminya tinggal di desa Kahiri atau
desa sebelahnya. Keluarga belum sepenuhnya menyetujui
hubungan Ny. I dengan suaminya, meskipun urusan adat
perkawinan sedang berjalan, ia masih sulit berkomunikasi
dengan suaminya. Ny. I cukup tegar dalam menghadapi
permasalahan keluarganya, ia tampak menjawab dengan
jelas apa yang ditanyakan oleh peneliti, bahkan sangat
73
senang dengan kehamilannya sekarang. Hal ini terlihat
dari kesungguhannya menceritakan kondisi keluarganya
sekarang serta kebesaran hatinya menerima keadaan
keluarganya.
Ny. I melihat kehamilannya adalah suatu kejadian
yang tidak ia rencanakan, dan baru menyadari
kehamilannya pada saat memasuki usia kehamilan 3
bulan. Pada saat itu ia tidak tahu kalau sedang hamil dan
merasa hanya pusing-pusing dan mual di pagi hari. Ny. I
mengatakan pada dasarnya ia tidak tahu gejala kehamilan
itu sendiri seperti apa. Dengan bantuan dari tantenya yang
seorang bidan, akhirnya Ny. I memeriksakan dirinya ke
Puskesmas dan pada saat itulah kehamilannya diketahui.
Ny. I terakhir masuk sekolah pada bulan September
2011, setelah itu ia membantu ibunya berjualan sayur di
pasar sampai siang hari, dan kegiatan tersebut masih
dilakukan sampai sekarang. Ny. I pun sudah diberitahu
tafsiran bulan saat ia harus melahirkan, Ny. I mengatakan
ia siap untuk melahirkan di bulan Maret tahun 2012 untuk
itulah Ia selalu menjaga kandungannya dengan baik
walaupun tanpa suami yang mendampinginya. Kepada
peneliti, Ny. I menyampaikan keinginan untuk segera
74
berkumpul dengan suaminya dan bisa bersama-sama
merawat anak yang akan dilahirkannya nanti.
b. Partisipan 2
Wawancara berlangsung di rumah Ny. K (32 tahun).
Rumahnya sedikit sulit untuk dijangkau dari tepi jalan
pinggiran desa. Peneliti dan key informan turun dari mobil
yang diberhentikan di jalan raya, dan mengikuti jalan
setapak dan menyusuri sungai desa Tandula jangga yang
jaraknya ±100 meter menuju rumah Ny. K. Peneliti dan key
informan juga menyeberangi sungai kecil tersebut dengan
berjalan kaki, karena arusnya tidak terlalu deras, maka
tidak terlalu menyulitkan peneliti untuk sampai ke tempat
tujuan.
Rumah Ny. K tidak terlalu jauh dari tempat ia
bekerja. Ny. K bekerja sebagai guru SD di salah satu
sekolah dasar di Desa Tandula jangga. Wawancara
berlangsung di dalam kamar, karena Ny. K masih dalam
kondisi yang sangat lemah setelah melahirkan. Rumah Ny.
K berdinding papan kasar dari jati yang disusun melintang
membentuk dinding rumah dan bagian belakangnya
tertutupi gedek serta tidak berlantai atau langsung beralas
tanah. Atapnya menggunakan seng dan sama sekali tidak
75
ada penerangan dari sinar matahari ataupun lampu di
dalam rumah. Rumah tersebut hanya mempunyai 2 kamar,
yakni kamar Ny. K bersama suami dan kamar Ibu dari
Ny.K dan kedua anak perempuannya. Kamar Ny. K
tampak gelap dan tidak ada alat bantu penerangan yang
ada pada saat peneliti datang ke sana. Ny. K terbaring
lemah di atas tempat tidur yang terbuat dari potongan
bambu, hanya beralas beberapa kain panjang sambil
menyusui bayinya. Ny. K dengan senang hati menerima
kedatangan peneliti ke rumahnya pada saat itu.
Pada saat wawancara Ny. K memakai baju tidur
yang berupa kaos dan celana berwarna putih dan kuning
bercorak boneka. Ny. K memiliki rambut yang panjang,
hitam dan tebal, kulit berwarna sawo matang dan postur
tubuh yang tinggi. Pada saat peneliti hendak melakukan
wawancara, Ny. K tampak sangat lemah dan kusam serta
sedikit berkeringat, dikarenakan kondisi kamar yang cukup
panas meskipun udara sedang mendung pada saat itu. Ny.
K menyambut dengan ramah serta mempersilahkan
peneliti duduk di atas tempat tidur, serta mengambil tempat
duduk di bawah kakinya yang pada saat itu sedang duduk
sambil menyusui anaknya. Ny. K terlihat sangat tenang
76
dan komunikatif ketika peneliti mulai menanyakan seputar
kehamilannya, ia meminta maaf pada peneliti terkait
kondisi rumah yang menurutnya tidak memadai untuk
menerima tamu, kemudian peneliti juga membalas
pembicaraan Ny. K dengan ucapan terimakasih karena
bersedia menjadi partisipan.
Suami Ny. K sering berpergian untuk berdagang di
pasar perbatasan Sumba Tengah dan Sumba Barat dan
pulangnya ke rumah setiap dua hari sekali. Kehamilannya
kini merupakan pengalaman ketiga dari Ny. K, sebelumnya
ia telah memiliki dua putri yang kini berusia 8 tahun dan 1
tahun 6 bulan. Ny. K mengetahui kehamilan ketiganya
semenjak usia kehamilannya memasuki usia 3 bulan.
Sebelumnya ia tidak menyangka akan mempunyai anak
lagi, apalagi pada saat itu Ny. K sedang sibuk mengurusi
pekerjaannya dalam rangka menuntaskan program
pendidikan Guru Sekolah yang di programkan oleh
Pemerintah Kabupaten Sumba Timur. Dalam satu minggu
Ny. K dapat pergi ke Kota Waingapu sebanyak 2 sampai 3
kali.
Ny. K mengakui selama kehamilannya yang kedua
ini ia jarang sekali memeriksakan kandungannya ke
77
Puskesmas terdekat karena kesibukannya dalam bekerja
dan melanjutkan pendidikan ke kota Waingapu. Ny. K
tampak cukup menyesal dengan keadaannya pada saat ia
menceritakan harus bolak-balik kota Waingapu dalam
keadaan hamil. Raut wajahnya tampak sedih ketika
menceritakan kejadian saat ia melahirkan sendiri pada
tengah malam (pukul 02.00 WITA), tanpa dibantu oleh
dukun bayi ataupun tenaga kesehatan lainnya. Di samping
itu suaminya sedang tidak ada di rumah karena masih
berada di tempat kerjanya. Jarak Puskesmas Nggaha
Oriangu dari rumah Ny. K adalah 10 KM. Saat terakhir dia
memeriksakan kehamilannya yaitu pada bulan Oktober
pada saat usia kehamilannya memasuki 6 bulan. Dengan
aktifitas pergi ke kota Waingapu dan pulang pada sore
harinya membuat Ny. K sangat keletihan ditambah
kondisinya yang pada saat itu sedang hamil membuat dia
harus lebih kuat dalam menjalani kesehariannya.
Ny. K mengetahui tanggal penafsiran hari
melahirkannya yaitu pada pertengahan bulan Januari,
tetapi tidak memahami mengapa ia harus melahirkan lebih
awal dari jadwal seharusnya yang sudah diberitahukan.
Ny. K dengan wajah yang tampak sedih sambil menyusui
78
anaknya mengatakan bahwa ia sangat menyesal dengan
keadaannya harus melahirkan seperti ini. Ny. K sangat
kasihan melihat anaknya yang lahir tanpa pertolongan
tenaga terlatih, tetapi dari ungkapan rasa sedihnya itu Ny.
K masih rasa bersyukur karena anaknya masih bisa
dilahirkan dengan selamat.
c. Partisipan 3
Wawancara berlangsung di rumah Ny. ML dan
berlangsung sore hari pukul 15.50 WITA. Pada saat
peneliti datang, Ny. ML sedang duduk di teras depan
rumah bersama suami, anak, orang tua dari Ny. ML dan 2
orang saudaranya yang lain. Rumah Ny. ML sedikit jauh
dari pinggiran jalan raya sekitar ± 50 M. Untuk sampai ke
sana harus melewati jalan berbatu dan berlumpur. Rumah
Ny. ML cukup besar untuk ditempati sekeluarga, dan
bertipe tradisional yaitu rumah panggung yang masih
berciri khas suku Sumba. Rumah itu berlantai bambu yang
tersusun melintang dan rapi, dinding rumahnya dari
anyaman gedek yang tersusun memanjang di bagian
belakang rumah, dan terdapat satu ruangan kecil yang
menyambung dengan teras rumah, ruangan tersebut
berdinding papan yang tersusun melintang.
79
Ny. ML dan suaminya menyambut kedatangan
peneliti dan key informan, mereka tampak senang karena
dikunjungi oleh key informan yang pada dasarnya
bertindak sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas pada
saat itu. Pada saat wawancara Ny. ML menggunakan baju
kaos berwarna biru dan sarung kain panjang. Kulitnya
berwarna kuning langsat, tinggi badan ± 158 CM ,
rambutnya hitam agak kemerahan, berombak, dan
panjangnya sebahu. Ny. ML tampak sangat sehat dan
sangat menjaga kehamilannya, ia tidak banyak berpindah
tempat atau berjalan di rumah. Jika akan berpindah
tempat, ia selalu dibantu oleh salah seorang anggota
keluarganya.
Ny. ML menceritakan kehamilannya dengan sangat
antusias. Sambil tersenyum Ia mengatakan bahwa
kehamilannya saat ini sangat ia harapkan dan merupakan
bakal anak yang dinantikan sejak lama. Sesekali ia
berekspresi sedih saat menceritakan tentang keguguran
yang pernah dialami selama 2 kali kehamilan sebelumnya.
Ny. ML telah menantikan kelahiran anak keduanya
ini selama 7 tahun. Dalam masa penantiannya itu, ia
mengalami keguguran sebanyak 2 kali dan itu
80
membuatnya depresi. Suami Ny. ML yang bekerja sebagai
pedagang di pasar desa Makamenggit juga sangat
menantikan kelahiran anak kedua ini. Untuk itulah Ny ML.
sangat jarang keluar rumah karena takut kandungannya
bermasalah lagi.
Ny. ML memiliki seorang anak perempuan yang
bernama L yang kini berusia 8 tahun, Ny. ML dan
keluarganya sangat menyayangi L. Ketika ditanya tentang
kehamilan ibunya, L hanya senyum dan tampak sedikit
malu dalam menjawab pertanyaan peneliti, tetapi ia sangat
senang menantikan kelahiran adiknya. Ny. ML memiliki
harapan yang besar akan keberhasilan kehamilannya dan
ia menantikan dengan sangat bahagia kelahiran anaknya
yang ditafsirkan akan lahir pada bulan Januari tahun 2012.
d. Partisipan 4
Wawancara berlangsung di Posyandu desa Tandula
jangga, pada saat itu kegiatan rutin Puskesmas yaitu
Posyandu bulanan untuk Balita dan ibu hamil sedang
berlangsung. Partisipan hadir dalam kegiatan tersebut.
Melalui salah seorang perawat Puskesmas yang bertugas
pada saat itu peneliti dapat berkenalan dan berbincang
bincang dengan Ny. RM. Ny. RM tampak malu untuk
81
bertemu dengan peneliti dan lebih sering menunduk ketika
bersama peneliti.
Kegiatan Posyandu berlangsung di teras rumah
salah seorang kader Posyandu di desa Tandula jangga.
Peneliti mengulurkan tangan dan berkenalan dengan Ny.
RM, dan ia membalas menjabat tangan peneliti sambil
tersenyum dan menyebutkan namanya. Setelah berbicara
dan mengutarakan maksud peneliti, Ny. RM bersedia
menjadi partisipan pada saat itu dan bersedia untuk
diwawancarai. Peneliti mengajak Ny. RM untuk melakukan
wawancara di ruang tamu rumah tempat Posyandu
tersebut berlangsung. Wawancara berlangsung di dalam
rumah warga yang semi permanen, berlantai semen kasar,
dindingnya setinggi 1 m yang terbuat dari batu bata yang
belum dicat dan sisi atasnya dari anyaman gedek,
berjendela dan atapnya dari seng. Ruangan tempat
wawancara tersebut penuh dengan dus berisi buku dan
peralatan Posyandu.
Pada saat wawancara, Ny. RM menggunakan kemeja
berwarna coklat muda dan celana pendek selutut berwarna
abu- abu. Ny. RM memiliki kulit sawo matang, rambut
berwarna hitam kemerahan, dan tinggi badan ± 157 cm. Ia
82
agak sedikit sulit memulai pembicaraan dan lebih sering
terdiam dan masih terlihat tertutup untuk di wawancara.
Untuk mencairkan suasana dan kekakuan sikap riset
partisipan, peneliti memulai pembicaraan seputar
kehidupan keluarganya, dan kemudian menanyakan
tentang keadaan kehamilannya. Ny. RM akhirnya dapat
mampu bercerita sendiri tentang keadaan kehamilannya,
meskipun terkadang masih sering tertunduk dan malu. Ia
sangat senang dengan kehamilan pertamanya ini. Pada
usia 19 tahun, tepatnya pada bulan Januari 2011, Ia
menikah dengan ITA. Suaminya adalah adalah seorang
petani di desa Tandula jangga yang biasa berdagang juga
di pasar desa Makamenggit.
Ny. RM juga tidak mengetahui kehamilannya pada
saat itu. Ia memeriksakan kondisinya pada saat itu ketika
merasa ada yang aneh pada tubuhnya dan sering merasa
pusing. Setelah ia memeriksakan diri ke Puskesmas
barulah ia tahu sedang hamil dan usia kehamilannya 2
bulan. Ny. RM cukup jelas dalam memberi informasi
mengenai dirinya dan keluarganya. Ny. RM juga sudah
mengetahui tafsiran kelahiran bayinya yaitu pada awal
bulan Januari 2012.
83
Ny. RM kini tinggal bersama mertuanya, ia merasa
sangat senang dan siap dengan kelahiran anaknya
meskipun suaminya jarang ada di rumah karena harus
pergi bekerja. Ny. RM cukup tenang karena di rumah ada
ibu mertuanya yang senantiasa membantu jika dia
memerlukan bantuan terkait kehamilannya.
e. Partisipan 5
Wawancara pertama dengan Ny. RK berlangsung di
tempat Posyandu desa Tandula jangga, yang
bersangkutan merupakan partisipan terakhir yang peneliti
wawancarai. Pada saat itu adalah pertemuan pertama
peneliti dengannya. Peneliti dengan dibantu oleh perawat
yang ada di Posyandu menjelaskan maksud peneliti untuk
mewawancarai Ny. RK. Setelah berkenalan ia langsung
menawarkan diri untuk diwawancarai pada saat itu juga.
Peneliti melihat Ny. RK cukup tertarik dengan
kedatangan peneliti. Hal ini terlihat ketika peneliti sedang
berbicara dengan perawat maupun partisipan lain, Ny. RK
selalu mengikuti pembicaraan dan ikut berpindah tempat
kemanapun peneliti berpindah. Ny. RK cukup komunikatif
dalam menjawab pertanyaan peneliti.
84
Ny. RK berpendapat kehamilan yang dialaminya
sekarang memasuki usia 5 bulan. Ny. RK belum pernah
memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas atau
posyandu sebelumnya, caranya ia menerka kehamilannya
dari tanggal terakhir ia mendapatkan menstruasi yaitu
bulan Juli. Pada bulan Agustus ia tidak mendapatkan
menstruasi. Pada saat itulah Ny. RK meyakini kalau ia
sedang hamil. Ny. RK merasa mampu untuk menjaga
kehamilannya tanpa harus datang Puskesmas. Tantenya
adalah seoarang dukun bayi yang masih aktif melayani di
desa Tandula jangga. Ny. RK dan suaminya tinggal agak
jauh dari Posyandu tersebut, ia merasa Puskesmas tempat
pemeriksaan kehamilannya itu cukup jauh dan tidak punya
kendaraan untuk ditumpangi. Suaminya bekerja sebagai
tukang ojek (sepeda motor) yang beroperasi di jalan desa-
desa Nggaha Oriangu, meskipun demikian suaminya sulit
untuk menjemput Ny. RK dikarenakan rumah mereka yang
sangat jauh dari jangkauan jalur motor karena letaknya
yang di atas bukit dan hanya bisa ditempuh dengan
berjalan kaki. Ny. RK sudah mempunyai seorang anak laki-
laki yang berusia 4,5 tahun. Ny. RK juga jarang melakukan
pemeriksaan kehamilan pada kehamilan anak pertamanya,
85
hanya pada saat ia akan melahirkan barulah Ny. RK
datang ke Puskesmas dan melahirkan di sana. Ny. RK
mengatakan ia datang berkunjung hari ini ke Posyandu
karena tetangganya mengingatkan kalau pada hari ini ada
Posyandu di balai desa dan kebetulan pada saat itu suami
Ny. RK ada di rumah dan mengantarkannya ke Posyandu.
Ny. RK cukup hati-hati dalam menjaga
kehamilannya, ia mengurangi aktifitasnya ke sawah saat
mulai merasakan gerakan janin dalam perutnya. Sama
halnya dengan partisipan lain Ny. RK sangat bahagia
dengan kehamilan keduanya dan sangat berharap anak
keduanya yang akan lahir adalah anak perempuan, karena
sebelumnya anak pertamanya adalah laki-laki. Suami Ny.
RK yang pada saat itu menemaninya ke Posyandu ikut
berbaur dengan istrinya yang pada saat itu sedang
diwawancarai oleh peneliti.
4.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian memaparkan setiap faktor predisposisi,
faktor pemungkin (enabling factors) serta faktor penguat
(reinforcing factors) ibu hamil dalam menggunakan pelayanan
ANC di Puskesmas Kecamatan Nggaha Oriangu. Dalam
86
penelitian ini data yang ditemukan dikelompokkan dan
dianalisa berdasarkan teori faktor perilaku dasar manusia dan
faktor di luar perilaku seperti keluarga, lingkungan sosial
berdasarkan tingkat kesehatan dikemukakan oleh Green
(1980). Teori tersebut dikombinasikan dengan sub faktor teori
perilaku kesehatan, dalam hal ini perilaku mengunjungi dan
menggunakan pelayanan antenatal care oleh ibu hamil dari
Notoadmodjo (1993). Teknik pengumpulan data yang
digunakan yakni In depth interview kepada seluruh riset
partisipan dan data pendukung lainnya yang diambil di
puskesmas dan key informan.
4.2.1 Deskripsi Hasil
1. Partisipan I
a. Faktor Predisposisi
1). Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan menyatakan bahwa ia tidak mengetahui
kehamilannya sejak pertama janin tersebut tumbuh, ia baru
mengetahuinya setelah merasakan beberapa gejala
kehamilan. Partisipan menceritakan keadaannya kepada
salah satu saudaranya yang bekerja sebagai perawat
puskesmas, setelah itu ia memeriksakan kehamilannya
87
tersebut ke Puskesmas. Ini seperti yang dinyatakan oleh
partisipan :
“saya sakit pusing-pusing hampir tiap hari. Saya tidak ke sekolah juga waktu itu, awal Agustus begitu, terus saya pergi ke tempat saudaranya saya. Kebetulan dia perawat di puskesmas (W1/PI, 11-13)”
“Saya cerita ke saudaranya saya..tentang saya pusing – pusing, mual-mual”(W1/P1, 18-19) “saya ditemani sama dia ke Puskesmas untuk periksa. Dari situ baru saya tahu kalau saya hamil”(W1/P1,22-24)
Riset partisipan tidak hanya tidak memahami gejala awal
kehamilan yang ia rasakan, namun juga tidak rutin dalam
melakukan pemeriksaan kehamilan :
“ehh tidak juga ibu. Saya kan bajual di pasar sampai siang, kadang – kadang saya lupa kalau harus pergi priksa..saya punya mama juga takut saya keluar rumah sendiri. Mereka takut saya pergi ketemu dengan saya punya suami”(WI/PI, 36-38) “priksa terakhir tu Agustus ibu. Itu baru satu kali.ini tanggal 20 ini ada lagi Posyandu”(W1/PI, 42-43)
Riset partisipan mengetahui tempat pelayanan ANC yang
berada di desanya serta mempunyai keinginan untuk
berkunjung ke tempat pelayanan ANC :
“ di sini yang paling dekat ya cuman Posyandu saja ibu. Kalau rumah sakit (Puskesmas) masih lumayan jauh”(W1/PI,44-45) “sebenarnya saya ingin pergi priksa ke posyandu juga, saya juga ingin tahu kesehatannya saya bagaimana, terus
88
banyak juga yang saya mau tanya dibidan tentang masalah hamil”(W1/PI, 54-56)”
Partisipan juga mampu menjelaskan setiap tindakan atau
mampu mengingat hal–hal apa saja yang ia jalani pada
saat pertama kali datang berkunjung ketempat pelayanan
ANC :
“ada priksa darah, dong priksa perut juga, ukur perut punya panjang(W1/PI,26), ibu bidan yang priksa. Katanya untuk tahu perkembangannya ini anak (W1/PI,28), ukur LILA (Lingkar Lengan Atas).Supaya tau gizi yang saya punya(W1/PI,30), ada vitamin tambah darah, dong suru beli susu di Apotik Puskesmas, dengan suru datang priksa tiap bulan di Posyandu di desa(W1/PI,32-33)
2). Sikap terhadap pengetahuan
Partisipan mampu menyikapi kehamilannya dengan baik.
Namun dalam pelaksanaannya ia terkendala dalam
melakukan kunjungan ANC akibat larangan orang tuanya
yang menyuruhnya untuk tidak berpergian walaupun pergi
ke Posyandu. Berikut adalah pernyataan partisipan :
“saya punya mama yang tidak lepas saya pergi, walaupun untuk pergi Posyandu..bagaimana ya ibu..namanya orang tua pasti dia sedikit rasa malu dengan tetangga gara gara saya. Lagian mereka tidak mau juga sebelum urusan adat selesai, saya tidak boleh ketemu-ketemu dulu dengan suami. Tapi sebenarnya saya ingin pergi priksa ke posyandu juga” (W1/PI,49-54)
89
3). Perilaku Kesehatan
Partisipan menyatakan bahwa ia merasa sehat tanpa
harus melakukan pemeriksaan ANC. Perilaku tersebut
dilihat dari kesehariannya yang terus bekerja (berjualan) di
pasar sampai siang hari. Partisipan mulai merasakan
perubahan yang terjadi dalam dirinya, dan yang paling ia
rasakan adalah kondisi dalam perutnya yang mulai ada
gerakan berpindah, ini seperti yang dinyatakan oleh
partisipan :
“ia ibu, saya mulai rasa gerakan gerakan dalam perut, kadang kalau saya tidur siang mulai rasa dia bergerak”(W1/PI,64-65) “Ya selama ini memang saya tidak pernah priksa hamil tapi saya yakin saya sehat ibu, saya masih kuat untuk pergi jualan sampai siang siang di pasar... (sambil tertawa)(W1/PI,65-67)
4). Komponen Predisposisi (Demografi, Struktur sosial,
kepercayaan keluarga dan dukungan keluarga
Partisipan dan suaminya tinggal terpisah. Suaminya
bekerja sebagai petani yang tinggal di desa lain dan
menurut partisipan yang bersangkutan adalah seorang
pekerja keras. Meskipun urusan adat perkawinan mereka
sedang dalam proses, ia masih sulit bertemu suaminya
90
karena dilarang oleh keluarga. Ini seperti yang dikatakan
partisipan :
“untuk sekarang ini saya susah untuk bisa bertemu dengan suami ibu, dia masih tinggal di Kahiri (Desa sebelahnya) di tempat orang tuanya dia. Saya punya suami nama Umbu Tamu ( Nama Samaran) dia sekarang kalau kerja masih di Praipaha jadi petani. Keluarga masih marah sama dia ibu jadi kita masih sulit untuk ketemu tapi sedang mau urusan adat”(W1/PI,72-76 )
Partisipan pernah bertemu dengan suaminya satu kali
semenjak ia hamil dan hal tersebut diketahui keluarganya.
Suaminya senantiasa memberikan dukungan dan
mengingatkannya untuk bersabar dan menjaga
kesehatannya :
“jadi sempat kita ketemu satu kali. dia cuma bilang sabar saja, urusan adat masih panjang, dia hanya suru jaga kesehatan dan sabar tunggu sampai urusan adat ini selesai”(W1/PI,76-79)
Partisipan berbesar hati menerima kondisi keluarganya
sekarang, ia mengerti akan kemarahan keluarganya saat
itu. Dengan dukungan dari suaminya ia selalu bersabar
menjalani keadaannya sekarang, dan selalu menjaga
kondisi kesehatannya. Harapan yang besar dari partisipan
adalah ia dan calon anaknya akan tetap sehat.
“saya hanya sabar saja ibu, pasti ini masalah akan selesai juga, orang tua juga lama lama juga kan mengerti kalau kami sudah punya
91
anak. Saya tidak terlalu pikir juga kasihan saya punya anak nanti. Saya hanya mau nanti pada saat saya melahirkan saya sehat, anak juga sehat”(W1/PI,82-85) ” ya karena saya sudah siap punya anak, jadi saya harus kuat untuk saya punya anak ibu, ditambah lagi saya punya suami orang cukup dewasa, kalau ada kesempatan ketemu dia selalu bilang untuk sabar, jangan melawan orang tua, kita sudah salah wajar kalau orang tua marah jadi kita juga setidaknya perlu bersabar untuk orang tua punya keputusan bagaimana yang baik nanti. Itu yang buat saya lebih kuat ibu. Bahkan hampir saya tidak pernah menangis (W1/PI,88-94)
b. Faktor Enabling (faktor pemungkin/pendorong) 1). Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan
(ANC)
Tempat pelayanan Antenatal care (ANC)
berlangsung di Puskesmas, selain itu di desa Tandula
jangga juga disediakan layanan ANC yang berlangsung
di Posyandu desa yang merupakan program rutin dari
Puskesmas. Berikut pernyataan partisipan :
“kalau Puskesmas kan memang jauh jadi mereka sediakan layanan kontrol kehamilan di Posyandu sini..biar gampang pergi ke situ”(W1/PI,98-99)
Dari hasil kunjungan pelayanan ANC pertama kali,
partisipan hanya mendapat vitamin penambah darah dan
dilakukan pemeriksaan fisik berupa pengukuran Lingkar
lengan atas (LILA). Partisipan juga menerima buku
92
kontrol KIA yang diakuinya sebagai patokan untuk
mengetahui kesehatannya selama hamil. Berikut seperti
yang dikatakan partisipan :
“kemarin ukur LILA, trus dikasih vitamin tambah darah saja”(W1/PI,101), ada buku kontrol hamil yang dikasih waktu saya ke Posyandu. itu supaya kita tau perkembangan kesehatan kita selama kehamilan”(W1/PI,104-105)
Partisipan merasa pelayanan yang ia terima ketika ia
datang berkunjung pertama kali ke tempat pelayanan
ANC sangat sesuai dengan yang ia butuhkan. Partisipan
juga tidak memungkiri bahwa ia puas dengan pelayanan
tersebut sebab saat ia datang berkunjung banyak hal
baru yang ia ketahui seputar kehamilannya :
“saya rasa sudah ibu. Saya sehat-sehat saja. Tidak ada sakit apapun” (W1/PI,107)
“iya ibu sejauh ini, ya pelayanannya baik-baik saja. Kalau masalah puas atau tidaknya pelayan itu saya rasa puas, cukup banyak yang saya tahu ketika pertama saya datang ke Posyandu.(W1/PI,110-112)
2).Sumber Keluarga, Sumber daya Masyarakat
(Menjangkau dan memakai pelayanan ANC)
Partisipan tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan
kunjungan ANC, ia hanya membayar satu kali pada saat
datang pertama kali mengecek kebenaran kehamilannya
ke puskesmas. Walaupun partisipan lupa berapa jumlah
93
uang yang harus dibayar pada saat, ia yakin bahwa biaya
tersebut tidak mahal dan sangat terjangkau untuknya. Ini
seperti yang dikatakan partisipan :
“tidak ibu, kalau kontrol setahu saya tidak bayar. Hanya periksa di Puskesmas itu yang bayar waktu itu”(W1/PI,131-132) “hanya waktu cek hamil atau tidak itu saja ibu. saya bayar berapa ya..waktu itu saya lupa juga bayar berapa. Tapi tidak mahal kok bu..saya bisa bayar” (W1/PI,134-135)
Partisipan menggunakan ojek untuk ke tempat pelayanan
ANC di Puskesmas dan berjalan kaki ke Posyandu desa :
“ya naik ojek ibu.. kalau ke puskesmas. Kalau ke posyandu jalan kaki saja”(W1/PI,138) “ya pergi posyandu palingan Cuma 2 kilo saja dari sini ibu. Tidak apa apa ibu kita orang kampung sudah biasa jalan kaki jauh jauh”(W1/PI,141-142)
Partisipan akan dijemput oleh pihak Puskesmas pada
saat mendekati hari melahirkannya untuk melakukan
persalinan di Puskesmas. Partisipan menyetujui hal
tersebut karena membantunya agar tidak kerepotan pergi
ke Puskesmas pada saat ia melahirkan.
“nanti mereka jemput pas sudah dekat hari melahirkan. Saya sudah dikasih tanggal penafsiran melahirkan”(W1/PI,146-147) “jemput untuk melahirkan ke Puskesmas ibu, nanti mereka jemput pakai oto (mobil) Puskesmas, ya ada baiknya juga seperti itu. Jadi kita tidak repot mau pergi ke sana
94
harus pakai apa. Belum lagi kan jauh sekali”(W1/PI,149-151)
c. Faktor Reinforcing ( Faktor Penguat)
1). Perilaku Tenaga Kesehatan
Para petugas kesehatan mampu memberikan pelayanan
yang baik kepada partisipan. Dalam hal berkomunikasi,
para petugas kesehatan mampu berkomunikasi dengan
baik walaupun terkadang cara penyampaiannya dengan
volume suara yang agak keras. Tetapi partisipan
menganggap hal tersebut hanyalah peringatan keras dari
para petugas agar ia sering memeriksakan kehamilannya
ke Posyandu :
“ya bidannya baik-baik saja ibu. Cuma ya biasa mereka agak keras kalau suruh kita pergi periksa. Tapi mereka baik ibu”(W1/PI,115-116). “ya..waktu pertama mereka ingatkan supaya datang periksa agak nada tinggi sedikit ibu, kayak orang marah begitu apalagi yang datang saya. (sambil tersenyum) jadi mereka hanya kasi tegas kalau datang priksa hamil itu penting. Tapi saya anggap itu bukan marah. Mungkin supaya kita tu rajin datang priksa begitu ibu(W1/PI,118-122) “iya ibu. Memang kalau bidan dengan ibu kader di sini agak keras kalau mereka
95
bicara. Jadi orang yang tidak mengerti mereka punya bahasa atau cara bicara sangkanya mereka pasti ada berkelahi atau ada marah”(W1/PI,126-128)
2). Pengaruh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama,
Peraturan tertulis/non tertulis
Partisipan memiliki komunikasi yang baik dengan
keluarga maupun dengan para tetangga di sekitar
rumahnya, mereka dapat berkomunikasi dengan baik
dan di saat-saat tertentu mereka dapat meluangkan
waktu untuk berkumpul bersama.
“kalau keluarganya saya ya komunikasi baik-baik saja ibu, kita sering kumpul di rumah atas (rumah nenek) kalau sore sore...biasa kumpul bacrita crita dengan keluarga semua, datang makan dirumah nenek sama-sama. Tidak hanya keluarganya saya saja ibu..tetangga dekat-dekat rumah juga kan kenal sama nenek jadi mereka juga kalau sore-sore sering ke rumahnya nenek duduk-duduk cerita sama-sama”(W1/PI,163-168)
Keluarga partisipan juga menaruh perhatian yang lebih
terhadap kehamilan partisipan. Bahkan ada beberapa
saran yang harus di ikuti oleh partisipan termaksud
larangan pergi ke Puksesmas.
“ya.. komunikasi baik ibu..kalau lagi hujan saya dilarang keluar..nanti licin takut saya jatuh, suruh banyak istirahat, tapi jangan
96
terlalu tidur di tengan hari juga”(W1/PI,171-173). kalau tidur siang banyak jam 12 nanti kaki bengkak katanya (W1/P1,175) “iya.. kalau mau pergi cek, pergi ke tante dukun yang rumahnya di belakang rumahnya nenek...kalau untuk pergi ke Posyandu dorang masih belum kasih saya pergi”(W1/PI,177-179)
Lingkungan sekitar partisipan juga memberi perhatian
khusus terhadap kehamilannya. Ketua Rukun Tetangga
(RT) di lingkungan tempat tinggal partisipan
memberinya saran untuk memeriksakan kehamilannya
ke Puskesmas
“....ada juga yang kasih ingat kalau sakit perut atau rasa bagaimana begitu jangan pergi urut. Perginya ke Puskesmas saja. tempatnya dorang jelaskan ulang lagi sama saya”(W1/PI,184-187) “Pak RT yang bilang (W1/P1,189)
Selain itu perhatian juga diterima partisipan dari
beberapa orang tetangga yang berkunjung ke
rumahnya, saran yang ia terima adalah beberapa
pantangan makanan untuk ibu hamil menurut para
orang tua di desa itu dan kepercayaan dari orang tua
akan kegiatan di dalam rumah yang tidak boleh
partisipan lakukan. Ini seperti yang dinyatakan oleh
partisipan :
“tante dong ada bilang jangan sering duduk dekat pintu, nanti pas mo melahirkan anak
97
setengah mati keluar. Supaya jan terlalu rasa sakit juga ibu”(W1/PI,196-198) “iya..kalau di kampung sini..orang hamil tidak boleh..makan jantung pisang..nanti ari-arinya (Placenta) lengket katanya ibu..”(W1/PI,210-211) “...nangka juga tidak boleh. Nanti anak dengan ari-ari susah keluar...lama sekali jadi rasa sakit terus nanti..terus tidak boleh makan terong bakar juga nanti anak keluar langsung bisul-bisul kayak koreng begitu.(W1/PI,213-216)
Dari berbagai saran yang partisipan terima, ada
beberapa yang ia percayai karena pengalaman hamil
dan melahirkan yang dimiliki tetangganya. Saran ini
bertolak belakang dengan saran yang partisipan terima
dari tenaga kesehatan waktu ia datang berkunjung ke
Posyandu pertama kali. Partisipan disarankan untuk
memakan jenis makanan apa saja asalkan baik untuk
kehamilannya dan dapat menambah gizi ibu hamil.
“ya percaya saja ibu...kan saya punya tante sudah punya anak 6..ya dia lebih pengalaman sudah..”(W1/PI,200-201) “tidak juga ibu. Kalau ibu bidan malah bilang kalau kita ada ngidam sesuatu, atau ada kepingin makan apa begitu..ya makan saja...jangan di tahan-tahan... selama tidak ganggu kehamilan” (W1/PI,204-206) “ya namanya orang tua yang bilang..ya saya percaya tidak percaya juga..kalau saya kepingin makan nanti mereka marah lagi ibu”(W1/PI,218-219)
98
2. Partisipan II
a. Faktor Predisposisi
1). Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan menyatakan bahwa ia tidak
mengetahui kehamilannya sejak awal. Partisipan tidak
mendapat menstruasi selama dua bulan dan
memasuki bulan ketiga, ia memeriksakannya ke
Puskesmas. Pada saat itulah ia tahu akan
kehamilannya. Ini seperti penyataan partisipan :
“waktu itu saya sudah tidak mens 2 bulan sampai masuk 3 bulan ibu saya cek langsung di bidan Puskesmas. Jadi di situ saya tahu kalau saya hamil”(W2/P2,13-14)
Partisipan mengakui bahwa kehamilan yang
dijalaninya merupakan kehamilan ketiga, sebelumnya
ia telah memiliki dua orang anak perempuan yang
berusia 8 tahun dan 1,6 tahun.
“ini yang ketiga sudah ibu...”(W2/P2,23). ia dua-duanya perempuan..yang sulung sudah 8 tahun kelas 4 SD sudah dia ibu..yang nomor dua 1 tahun 6 bulan..badekat dengan yang bungsu ini...”(W2/P2,27-28)
Partisipan sudah dua kali mengunjungi tempat
pelayanan ANC selama kehamilannya. Pertama pada
saat memeriksakan kebenaran kehamilannya pada
99
bulan Juli dan yang kedua pemeriksaan kehamilan di
Posyandu pada bulan Oktober.
“awal bulan Juli sudah cek hamil itu”(W2/P2,16) bulan Oktober kemarin..hmm dua kali sudah ibu..”(W2/P2,32)
Partisipan menjelaskan cara ia merawat kehamilannya
selama ini dan menjelaskan setiap tindakan yang
dilakukan di tempat pelayanan ANC :
“ya sama kayak orang hamil biasanya ibu..makan lebih banyak..minum susu..saya juga minum vitamin ibu biar badan juga jangan drop sekali..gara gara ni pendidikan yang harus selesai ni..harus kerja gila juga kita ibu..”(W2/P2,40-43)
Partisipan menerangkan perbedaan tindakan
pemeriksaan ibu hamil ketika ia datang memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas dan Posyandu :
“ya.. kalau di Posyandu mereka kurang periksanya mendetail begitu..bagusnya kita langsung ke Puskesmas saja.”(W2/P2,51-52) “iya di Posyandu paling datang tu..kita registrasi.. terus mereka para bidan tanya keluhan abis..kalau sakit atau ada keluhan lain yang memang butuh obat.. baru dong kasi obat..abis itu selesai”(W2/P2,55-57) “kalau di Puskesmas mereka periksanya lengkap, periksa perut, ukur besarnya perut..sama ukuran janin..dengan suara janin ...saya kan dulu dengan anak pertama kedua saya beberapa kali cek ke Puskesmas(W2/P2,59-61)
100
2). Sikap Terhadap Pengetahuan
Partisipan cukup kaget sewaktu menyadari
kehamilannya. Ia tidak menyangka akan hamil lagi,
karena kesibukan ia bekerja dan melanjutkan
pendidikan sebagai guru sekolah dasar membuat ia
kurang memperhatikan pemeriksaan kehamilannya. Ini
pernyataan partisipan :
“ya.. sa kaget juga ibu kalau saya benar hamil...soalnya ya...saya sudah ada rencana lagi mau lanjut program guru di Waingapu..ini kalau sudah hamil begitu yang agak sedikit repot sudah”(W2/P2,18-20) “iya ibu..saya tau.tapi kan saya tidak bisa juga ke sana setiapa saat. saya ni harus mengajar belum lagi harus ke Waingapu juga 4 bulan terakhir ini..ya yang penting saya itu makan yang teratur saja...pasti sehat juga”(W2/P2,36-38) “iya begitu juga baik ibu pergi periksa..tapi kan saya sesuaikan juga dengan waktu ibu..waktu waktu itu memang susah ke sana..”(W2/P2,46-47)
Selain itu partisipan menyatakan Puskesmas sangat
jauh dan sangat susah untuk pergi ke sana, suaminya
tidak dapat mengantarkannya karena yang
bersangkutan bekerja di daerah yang cukup jauh dari
desanya :
101
“....;waktu tidak ada..ditambah lagi Puskesmas dari sini juga jauhnya minta ampun, 10 kilo dari sini..kalau dulu suami masih kerja di sini ,masih bisa jemput dengan motor baru periksa kesana..” (W2/P2,64-66)
3). Perilaku Kesehatan
Partisipan meyakini kondisi kehamilannya pada saat
itu dalam keadaan sehat, hanya saja ia merasa
keletihan. Partisipan masih sering berpergian dengan
kendaraan bermotor atau bus (angkutan umum)
dengan jarak tempuh yang cukup jauh, padahal usia
kehamilan sudah memasuki usia trimester III.
“sehat saja.ibu tapi yah.capek juga..tiap hari dengan motor, bis lagi hamil besar begini”(W2/P2,80)
4). Komponen Predisposisi (Demografi, Struktur
sosial, kepercayaan keluarga dan dukungan
keluarga)
Partisipan kesulitan pergi memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas karena suaminya tidak
dapat mengantarnya. Suaminya bekerja di daerah
perbatasan Kabupaten yang jaraknya cukup jauh dari
desa tersebut
102
“...dulu suami masih kerja di sini, masih bisa jemput dengan motor baru periksa ke sana..sekarang suami sudah di Langgaliru..bertani dengan jualan di sana..ya agak susah mau ke sana” (W2/P2,65-67)
Suami dari partisipan sangat memperhatikan
kehamilannya. Suami partisipan sangat kasihan dan
menyayangkan kondisi istrinya yang harus bekerja dan
pergi dengan kendaraan bermotor atau menggunakan
bus angkutan umum ke kota Waingapu dalam
keadaan hamil
“kadang pi dengan bus kadang suami saya antar pakai motor sampai Waingapu...terus sorenya dia jemput”(W2/P2,70-71) “iya suami kasihan lihat saya..kadang-kadang dia tinggal pekerjaannya yang di sana untuk liat saya ke sini..kalau bisa sebenarnya dia yang mau antar jemput saya ke Waingapu tapi ya..karena dia juga harus kerja buru setoran juga..ya..jadi tidak bisa setiap saat”(W2/P2,75-78)
Suaminya juga selalu mengingatkannya untuk
memeriksakan kehamilannya ke Posyandu dan sangat
mendukung apapun yang dikerjakan istrinya serta
mengerti akan keadaan istrinya :
“selalu ia kasi ingat priksa ibu.kasi dukungan untuk jaga ni kehamilan jangan sampai sakit...Cuma dia juga mengerti dengan keadaannya saya”(W2/P2,83-84)
Anggota keluarga partisipan yang lain yang turut
membantu dan memberi perhatian kepada partisipan
103
yaitu ibu dari riset partisipan yang juga tinggal
serumah dengan partisipan. Ia membantu mengasuh
kedua anak partisipan dan membantu mengurus
pekerjaan rumah tangga :
“saya tinggal di mama juga di sini jadi mama juga bantu-bantu saya liat anak-anak kalau saya ke Waingapu..bantu masak..pokoknya yang bantu-bantu di rumah begitu”(W2/P2,87-89)
Selain membantu mengasuh, ibu partisipan juga turut
memperingatkan partisipan setiap bulan agar
memeriksakan keadaan kehamilannya di Posyandu
Desa.
“ya..posyandu di sini ni kan rutin tiap bulan..jadi kalau sudah dekat hari Posyandu biasa mama juga kasi ingat...tetangga yang punya anak kecil juga untuk bawa ke posyandu juga mereka kasi ingat kalau ada Posyandu...”(W2/P2,92-95)
b. Faktor Enabling (faktor pemungkin/pendorong)
1). Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan (ANC)
Riset partisipan menjelaskan layanan ANC yang
diterimanya di Posyandu tidak maksimal dan masih
kurang bentuk pelayanannya. Berikut pernyataan
partisipan :
104
“kalau Posyandu paling sering sudah tu obat-obatan..kalau di Puskesmas tambah periksa lengkap...”(W2/P2,103-104) “kalau menurut saya bu...masih sangat kurang ya..ibu untuk yang di Posyandu...tidak sesuai pemeriksaanya yang waktu di Puskesmas..bidan ada tapi kayak pelayanannya tidak maksimal begitu. Kayak kita datang hanya registrasi nama. Abis itu pulang sudah..”(W2/P2,107-110)
Riset partisipan sudah menerima tafsiran tanggal
melahirkan yaitu pada bulan Januari awal. Bahkan Ia
sudah diberitahu akan dijemput oleh pihak Puskesmas
ketika akan melahirkan, tetapi dengan kejadian
melahirkan sendiri yang dialaminya membuat dia
cukup menyesal karena harus melahirkan bayinya
sendiri tanpa bantuan tenaga kesehatan atau tenaga
dukun terlatih. Ini seperti yang dikatakan partisipan :
“nanti dari Puskesmas jemput pagi oto (Mobil) Puskesmas kalau dekat harinya”(W2/P2,135) “....saya sangat menyesal sekali.. saya melahirkan sendiri tengah malam. Mau panggil sapa lagi sudah jam 2 malam. Tidak ada orang lagi bangun jam begitu. Suami juga pas lagi tidak ada di rumah masih di Langgaliru..”(W2/P2,117-120) “jadi saya malam itu rasa buang air saja..saya mencret itu sampai 7–8 kali..tidak lama begitu perut sini sudah saya rasa sakit..tidak sampai 5 menit langsung keluar sudah ni anak.... sudah
105
malam sekali lagi sapa yang mau tolong yang ada cuma mama dengan anak sulung saya saja”(W2/P2,122-125)
“tidak ada sama sekali dukun. perkiraan Januari.. jadi sekitar Januari begitu baru dari Puskesmas jemput saya tapi bidan bilang..bisa juga bulan Desember karena saya sering naik motor..goncangan terus ni perut turun jadi bisa longgar atau keluar cepat begitu tapi saya yakin saja bulan Januari baru melahirkan ni anak.....ya...memang kondisinya sulit sekali ibu..saya kasihan sekali anaknya saya harus lahir seperti ini.tidak ada yang bantu” (W2/P2,127-133)
2). Sumber Keluarga, Sumber daya Masyarakat
(Menjangkau dan memakai pelayanan ANC)
Partisipan dalam menjangkau tempat pelayanan ANC
tidak sulit. Jarak Posyandu dari rumahnya kurang lebih
1 KM, ia dapat berjalan kaki atau diantar suaminya.
Sedangkan jarak Puskesmas dari rumahnya 10 KM
dan ketika memasuki minggu terakhir usia
kehamilannya, pihak Puskesmas akan menjemputnya.
“nanti dari Puskesmas jemput pake oto (mobil) kalau dekat harinya.dari sini 10 kilo bu”(W2/P2,136)
“ya...tergantung ibu...kalau pas suami ada di rumah, ya saya diantar pake motor..tapi kalau tidak saya jalan kaki saja ibu..tidak jauh juga...Posyandu skitar 1 kilo dari sini..”(W2/P2,139-141)
106
Partisipan juga tidak kesulitan dalam hal pembayaran
karena secara umum layanan ANC di Puskesmas
ataupun Posyandu diberikan secara gratis tanpa
dipungut biaya apapun :
“tidak bayar juga kalau pergi periksa jadi tidak repot sekali” (W2/P2, 141-142)
Partisipan mengatakan ia dan suaminya sama-sama
bekerja untuk membiayai keperluan sehari-hari,
termasuk biayanya selama kehamilan. Partisipan tidak
menerima upah kerja setiap bulan melainkan 3 bulan
sekali untuk itu suaminya yang lebih sering
mengeluarkan biaya untuk keperluan sehari-hari :
“kalau biaya hari-hari sama saja ibu,biar dua-dua kerja yang paling sering kasi keluar uang ya suami sudah...kalau saya terima 3 bulan sekali. Itu juga nanti separuh kasi di mama buat urus keperluan rumah”(W2/P2, 185-187)
c. Faktor Reinforcing ( Faktor Penguat)
1). Perilaku Tenaga Kesehatan
Partisipan mengemukakan beberapa tenaga
kesehatan dalam memberi pelayanan dan
bekomunikasi cukup baik terhadap partisipan, serta
tidak memungkiri ada petugas yang bersikap kasar
dan terkadang marah terhadap partisipan jika tidak
107
membawa buku kontrol KIA. Ini seperti pernyataan
partisipan :
“...ada juga bidan yang marah-marah sedikit ibu..tapi rata-rata baik semuanya komunikasinya juga baik. Mungkin agak sedikit keras saja”(W2/P2,113-115) “kalau sikap ya..mereka biasa saja..dalam melayani.. tetapi terkadang memang agak kasar cara pelayanannya..kalau suru kita datang periksa terus lupa bawa buku catatan kesehatan..comel terus sepanjang kita periksa..kalau marah sekali..kita juga pasti ingat ibu...kalau pelayanan dengan muka tidak pernah senyum juga kan...pastinya kita sedikit bagaimana begitu ya..tapi tidak semuanya seperti itu..ada juga yang ramah...”(W2/P2,146-152)
Riset partisipan tidak sepenuhnya memahami tindakan
pemeriksaan yang biasa ia terima dari tempat
pelayanan ANC. Partisipan juga merasa malu untuk
bertanya tentang pemeriksaan yang dilakukan, namun
ia tetap percaya apapun tindakan yang dilakukan
terhadapnya adalah demi kesehatannya dan
kehamilannya :
“kalau periksa itu ...terus terang ibu saya tidak terlalu mengerti..jadi apapun yang dilakukan saya biarkan saja..pastinya juga baik untuk saya punya kehamilan..”(W2/P2,155-157) “ya.saya juga malu kalau tanya ibu..tapi kadang-kadang mereka kasih tau juga kok...”(W2/P2,159-160)
108
2). Pengaruh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama,
Peraturan tertulis/non tertulis
Partisipan juga sering diingatkan oleh tetangga sekitar
rumahnya yang sedang hamil, agar bersama sama
pergi ke Posyandu. Tetapi oleh tokoh masyarakat di
lingkungan rumahnya tidak pernah mendukung
partisipan agar datang berkunjung ke tempat
pelayanan ANC :
“kalau tetangga.. ingatkan juga ibu..kan ada juga tetangga yang sementara hamil..kalau pas mau dekat tanggal Posyandu kadang ..mereka ingatkan saya juga...”(W2/P2166-168) “ya biasa saja ibu..kan rumah tangga masing-masing juga...pak RT kalau untuk ingatkan tidak pernah juga ibu..palingan kita yang berkunjung ke sana...pas ada hajatan atau disuruh ke sana bantu- bantu kalau ada acara..ketemu pas waktu hamil iya.. Cuma ditanya berapa bulan sudah hamilnya. jangan keluar-keluar rumah dulu...tapi tidak anjurkan pergi periksa ....”(W2/P2,171-176)
Riset partisipan juga mengakui kalau ia jarang sekali
ke gereja akibat kesibukannya dan jarak gereja yang
cukup jauh dari rumah sehingga membuatnya jarang
bertemu dengan tokoh agama di desanya :
“tidak pernah ibu..saya juga jarang gereja...karena agak jauh juga ibu..tambah saya juga harus urus anak sekolah lagi..jadi ya sa yang jarang juga pergi ke sana..apalagi kalau ketemu juga jarang sekali..”(W2/P2,179-181)
109
3. Partisipan III
a. Faktor Predisposisi
1). Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan mengetahui kehamilannya sejak usia
kandungannya memasuki empat bulan, dan
membuktikannya dengan memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas. Di samping itu
partisipan juga merasakan beberapa perubahan yang
terjadi dalam dirinya seperti adanya gerakan
berpindah dalam perutnya dan tidak suka dengan bau
pelembab kulit dan sabun mandi yang dipakai orang-
orang disekelilingnya. Ini seperti pernyataan partisipan
“masuk empat bulan baru saya tahu..saya rasa ada gerakan di perut yang pindah-pindah terus aneh sekali. sering rasa mual-mual kalau lihat orang pakai handbody dengan bau sabun mandi saya langsung pikiran ke sana. saya langsung cek ke Puskesmas sudah...dari situ baru saya tahu sudah hamil lagi..”(W3/P3, 16-20)
110
Partisipan mengakui dalam keadaan hamil kegiatan
kesehariannya tidak banyak berubah, ia tetap bekerja
membantu suaminya di sawah. Memasuki usia tujuh
bulan kehamilan, partisipan mulai mengurang
aktifitasnya bersawah. Ia sering merasa kelelahan dan
memperbanyak waktu istirahatnya :
“perubahan sih tidak ada bu. waktu pertama saya tahu sudah hamil, saya tetap kerja bantu suami di sawah. pokoknya sehari-hari lah...sama seperti biasanya. Cuma ya...waktu sudah 7 bulan perut sudah agak besar mulai capek..ya saya kurangi pergi ke sawah... jaga juga ni perut ibu..kan saya juga pernah miskram dulunya...” (W3/P3,23-27)
Partisipan mengatakan pernah mengalami kegagalan
kehamilannya sebanyak 3 kali. Ia mulai rutin
memeriksakan kehamilan setelah usia kandungan
memasuki enam bulan. Partisipan memilih untuk
memeriksakan kandungannya ke Puskesmas bukan
ke Posyandu dengan alasan jaraknya lebih dekat
dengan tempat tinggal serta pemeriksaaannya
ditangani langsung oleh bidan. Ini seperti pernyataan
partisipan :
“iya saya pernah keguguran 3 kali ibu. waktu itu saya stres pikir ini tidak jadi terus…setiap kali hamil keguguran kayak hilang terus ni anak dari perutnya saya. kalau sekarang pergi periksa mulai 6 bulan itu saya rutin
111
sudah tiap bulan.saya tidak pergi ke Posyandu saya langsung ke Puskesmas ibu kan Puskesmas dari sini dekat saja ibu...kalau di Posyandu juga kadang kadang bukan bidan..tapi perawat saja yang ada”(W3/P3, 31-35)
Alasan partisipan memeriksakan kehamilannya
setelah usia kehamilannya berumur enam bulan
karena takut kalau mengalami keguguran kembali
seperti sebelumnya karena usia kehamilannya yang
masih terlalu muda untuk keluar rumah. Partisipan
juga percaya kegagalan kehamilan sebelumnya akibat
ilmu hitam yang ditujukan kepadanya :
“ya..bagaimana ya...ibu, ini masih kecil lah ni anak..kalau saya keluar rumah begitu...takutnya tidak kuat lagi..kemudian jatuh lagi ni perut (kandungan turun) kakaknya saya kan dukun bayi juga..dia bilang..kalau hamil muda begitu jangan suka keluar rumah ...nanti kena orang tiup angin jahat.perut tinggal daging saja anak tidak ada lagi..”(W3/P3, 40-44)
Partisipan menjelaskan, ia sering bertanya tetang
kehamilannya pada kakaknya yang adalah dukun bayi
di desa tersebut. Ia juga mengakui kakaknya tidak
mendapat pelatihan khusus di Puskesmas dalam
menangani ibu hamil tetapi pengalamannya tersebut
didapat dari neneknya yang juga seorang dukun bayi :
112
“tidak ibu..dia tidak ikut pelatihan dari Puskesmas..mamtua (nenek dari Ny. ML) yang ajar kasi melahirkan dengan memang dia bisa urut juga...jadi saya biasa kalau tanya tanya tentang masalah hamil juga ke dia”(W3/P3, 47-49)
2).Sikap Terhadap Pengetahuan
Partisipan mengakui dalam merawat kehamilannya
sama dengan orang hamil pada umumnya, seperti
lebih memperbanyak konsumsi makanan, obat obatan
yang diberikan Puskesmas dan waktu istirahat yang
lebih banyak serta mengurangi pekerjaan yang
memberatkan :
“ya... sama saja seperti biasanya. Saya makan lebih banyak lagi. Ya… sama saja kayak orang hamil yang lainnya, istirahat banyak, saya juga sudah mulai kurangi bergerak, kurang kerja yang berat-berat takut ada apa-apa lagi dengan perut. Ya…tambah dari Puskesmas ada kasi saya vitamin ibu hamil buat tambah darah juga ibu jadi saya ada minum juga”(W3/P3, 52-56)
Riset partisipan mampu menjelaskan beberapa
tindakan pemeriksaan yang ia dapatkan serta
penjelasan dan saran yang harus dilakukan pada saat
ia datang berkunjung ke Puskesmas. Ini seperti yang
pernyataan partisipan :
“lengkap lah ibu....ada periksa rutin ni perut.periksa bunyi jantung bayi juga, tekanan darah juga, ada periksa rahim kayak
113
periksa besar atau panjang rahim juga bu, katanya perkiraan besar bayi lah.. dengan tinggi rahim. ada mereka kasi obat obatan vitamin begitu, cek air kencing, cek darah....cek-cek masih suka pendarahan tidak..mereka ada kasih obat supaya cegah perdarahan juga..katanya saya harus lebih sering datang periksa karena memang sering keguguran dulu..katanya memang rahimnya saya tidak kuat juga terus saya suka kerja yang berat-berat makanya sering jatuh kandungan..”(W3/P3, 58-66)
Riset partisipan tidak memungkiri kegunaan
berkunjung ke tempat pelayanan ANC, selain dapat
mengetahui kondisi kesehatan kehamilannya ia juga
dapat mendengarkan denyut jantung janin dalam
rahimnya. Ungkapan bahagianya juga semakin
lengkap karena kehamilannya berjalan lancar sampai
memasuki usia kehamilan Sembilan bulan dan
mendapat perhatian khusus dari tenaga kesehatan :
“ya..ada baiknya juga..kita bisa dengar sendiri bunyi jantung anak...bisa tahu kita lagi sehat tidak...saya senanglah ibu..ini kali hamil jadi..tidak miskram lagi..habis susah sekali..untungnya dari Puskesmas juga kalau ada mereka punya petugas yang lewat keliling dengan oto begitu sering datang cek saya di sini..”(W3/P3, 68-72)
3). Perilaku Kesehatan
114
Partisipan menjaga kehamilannya dengan baik, karena
pengalaman kegagalan kehamilan yang pernah
dialami membuat dia menantikan keberhasilan
kehamilannya ini selama tujuh tahun.
“itu rata rata miskram 2 bulan ibu...sudah 3 kali seperti itu...jadi bisa dibilang anaknya saya yang sekarang ini..anak mahal lah ibu..lama sekali kita tunggu baru jadi yang ini.ada 7 tahun lah.jadi senang sekali kalau bisa sehat-sehat saja sampai sekarang.Makanya saya jaga sudah yang sekarang” (W3/P3,75-79)
Partisipan akan melakukan pemeriksaan kehamilan
pada hari yang sudah ditentukan oleh Puskesmas :
“tanggal 20 besok kan ada jadwal ibu hamil di Puskesmas juga..saya mau cek lagi perut ini..”(W3/P3, 81-82)
Partisipan menyebutkan akan pergi memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas diantar oleh suami atau
adiknya dengan menggunakan motor :
“naik motor ibu..kadang dengan suami, kadang juga dengan adik-adik yang ojek lewat depan jalan baru antar ke Puskesmas”(W3/P3, 84-85)
Partisipan menyatakan kondisi kehamilannya
sekarang dalam keadaan sehat, tetapi ia mengeluhkan
kakinya yang sedikit membengkak. Tenaga kesehatan
menyarankan agar partisipan sering jalan agar tetap
sehat, dan partisipan menuruti saran tersebut :
115
“kalau sekarang ya saya rasa sehat sehat saja ibu...Cuma ni kaki agak bengkak sedikit..ibu bidan bilang sering jalan biar sehat...”(W3/P3, 88-89) “ya..kadang sering jalan juga..tapi saya takut jalan disekitar sini..jalan agak licin ibu..lumpur juga...jadi kalau mau latihan jalan biasanya di jalan raya di depan sana”(W3/P3, 91-93)
4).Komponen Predisposisi (Demografi, Struktur
sosial, kepercayaan keluarga dan dukungan
keluarga)
Suami partisipan bekerja sebagai petani dan
pedagang disalah satu pasar desa yang ada di
kecamatan Nggaha Oriangu. Suaminya bekerja
sampai siang hari dan terkadang sampai sore hari :
“nama suami A. sekarang ada bejualan hasil tani di Makamenggit ibu...bertani juga ibu...ya tidak juga biasa jam 2 sudah pulang tadi kan hujan jadi lambat pulang,kadang juga terlambat kalau harus pergi antar itu hasil tani dulu..”(W3/P3, 96-99)
Perhatian suami dari partisipan berubah semenjak
partisiapan hamil. bentuk perhatiannya itu diwujudkan
dalam pulang bekerja lebih awal, dan tidak keluar
rumah sampai larut malam. Di samping itu, suami
partisipan turut mendukungnya untuk memeriksakan
116
kehamilannya ke Puskesmas serta melarangnya pergi
ke dukun :
“iya kalau sekarang, biasanya dia kalau keluar tidak sampai malam pulangnya,terus kalau saya mau pergi periksa suami yang antar ibu...kalau dulu saya tidak pergi periksa memang dia marah suru pergi, katanya jangan ke dukun lagi..tapi kan mama juga bilang jangan keluar-keluar rumah dulu..panggil kakak yang dukun saja datang lihat saya ke rumah(W3/P3, 105-110)
Ibu partisipan menyarankan untuk pergi memeriksakan
kehamilannya pada tantenya yang dukun. Sejak dulu
ibunya sering berobat pada tante partisipan dan
hasilnya baik pula. Ini seperti pernyataan partisipan :
“dari dulu memang ibu, mamtua kalau sakit biasa minum obat dari tante dorang, biasa ke hutan cari akar akar obat buat orang sakit, terus mereka rebus minum, lebih cepat sembuh. Makanya kalau sekarang suruh saya pergi periksa di tante saja tidak apa apa.”(W3/P3, 113-116)
Partisipan menjelaskan sejak ia hamil anak
pertamanya, ibunya sama sekali tidak mengijinkannya
untuk memeriksakan kehamilan ke tempat layanan
ANC. Setelah diberi masukan oleh beberapa perawat
yang ada di sekitar desa, barulah partisipan boleh
memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas.
“anak pertama dulu tidak sama sekali ibu kasi ijin ini yang kedua ini karena perawat di makamenggit sering datang kasi ingat saja
117
suru pergi...dan mereka bantu jelaskan ke mamtua..jadi saya pergi..”(W3/P3, 119-121)
b. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin/ pendorong)
1). Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan (ANC)
Riset partisipan menyatakan, lebih baik memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas daripada ke Posyandu
karena langsung ditangani oleh bidan/ dokter. Ini
seperti yang pernyataan partisipan :
“terus terang kalau di Puskesmas kita periksa lebih bagus ibu..daripada Posyandu..bidan langsung yang periksa..pernah juga dokter yang langsung periksa saya...”(W3/P3, 124-126)
Partisipan mengakui, kelengkapan alat yang dimiliki
Puskesmas saat akan melayani pemeriksaan ANC
cukup lengkap. Fasilitas lain yang disediakan adalah
layanan konsultasi kehamilan oleh Puskesmas. Di
samping itu ada beberapa Perawat keliling yang
disediakan Puskesmas untuk berkunjung ke rumah
warga. Puskesmas juga menyediakan kendaraan
untuk ibu hamil yang akan melahirkan :
“ya..perawat, bidan kalau mau periksa tu alatnya mungkin lebih lengkap ya ibu, kemudian ada semacam konsultasi untuk orang hamil begitu..lalu nanti mereka siap kendaraan kalau mau melahirkan, kadang-kadang juga kalau ada perawat yang keliling
118
desa mereka singgah ke rumah, periksa,, kasih vitamin”(W3/P3, 128-132)
2).Sumber Keluarga, Sumber daya Masyarakat
(Menjangkau dan memakai pelayanan ANC)
Partisipan mengatakan untuk memeriksakan
kehamilannya tidak ada biaya yang harus ia keluarkan.
Pada saat akan melahirkan barulah ada biaya yang
akan ia keluarkan :
“tidak bayar ibu...tidak ada biaya kalau periksa..paling nanti pada saat melahirkan saja.....”(W3/P3, 146-147)
Partisipan mengatakan Puskesmas tidak jauh dari
tempat tinggalnya, dan ia selalu diantar oleh suami
atau adik-adiknya ke Puskesmas. Partisipan sama
sekali tidak merasa kesulitan untuk pergi ke
Puskesmas ia juga mengerti pada saat melahirkan ia
akan dijemput oleh pihak Puskesmas dan melakukan
persalinan di Puskesmas.
“: iya kalau ke Puskesmas tidak jauh ibu. Saya kan diantar suami. Kadang juga ada adik-adik yang antar..mereka tidak kasih saya jalan sendiri juga. Ya kalau untuk ke Puskesmas masih bisalah ibu..pas mau melahirkan juga kan nanti oto Puskesmas yang jemput”(W3/P3, 151-154)
Partisipan mengatakan kebutuhannya selama masa
kehamilan dapat terpenuhi dengan baik. Sama seperti
119
kebutuhan sehari-hari, Kebutuhannya di biayai oleh
suaminya dengan baik :
“ya dari suami uang ibu. Ya kalau semua sama saja kayak kebutuhan sehari-hari suami yang biayai ibu..ya..pas hamil banyak juga yang harus dibeli.kayak susu beli di Apotek Puskesmas,. tapi ya selama ini..bisa dipenuhilah ibu..(W3/P3, 157-160)
c. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)
1). Perilaku Tenaga Kesehatan
Partisipan mengatakan perilaku petugas kesehatan
pada saat memberi pelayanan cukup baik. Petugas
mampu berkomunikasi dengan baik, dalam melakukan
tindakan tidak kasar, hanya saja ketepatan waktu
pelaksanaan pelayanan yang kurang baik karena
partisipan harus menunggu kedatangan petugas yang
datang dari kota Waingapu untuk melakukan
pelayanan :
“kalau di Puskesmas tidak ada yang marah-marah bu baik bicaranya,cara mereka periksa tidak kasar-kasar, Cuma menunggu mereka datang saja yang mungkin lama.. soalnya mereka kan berangkat dari Waingapu..pagi baru datang ke Puskesmas begitu jam 8 atau jam 9 begitu baru sampai sini...kadang juga
120
sampai jam 10 begitu baru mulai buka Puskesmas”(W3/P3, 135-140)
Partisipan percaya bahwa orang yang disebut sebagai
perawat, bidan atau dokter itu mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik. Ia juga mengakui petugas akan
memberi tahu kegunaan setiap tindakan pemeriksaan
yang dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap
kehamilannya :
“ya..kalau namanya perawat, bidan atau dokter yang kerja..pasti bagus sudah ibu...kadang-kadang mereka kasih tau juga kalau mau periksa....”(W3/P3, 143-144)
2).Pengaruh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama,
Peraturan tertulis/non tertulis
Partisipan mengakui hanya ibunya dan beberapa
tantenya yang tidak mengijinkannya untuk ke
Puskesmas. Sedangkan orang lain yang berada di
sekitarnya tidak melarang apapun terhadapnya :
“ya..itu dari keluarga ya Cuma mamtua dengan tante dorang saja yang bilang tidak usah periksa. Kalau orang-orang di sekitar rumah yang tahu saya hamil tidak larang apa- apa..ya..dari mama yang masih keras lah ibu kalau masalah hamil ini..(W3/P3, 163-166)
Partisipan menerima dukungan dari tokoh agama
setempat. Ia mengaku sering dikunjungi dan di doakan
121
agar kehamilannya selalu sehat. Pendeta juga turut
mengingatkannya untuk selalu memeriksakan
kehamilannya dan membantu untuk memberi
pengertian kepada ibu partisipan akan pentingnya
pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan :
“oh kalau ibu pendeta sering datang sini..kadang-kadang suru doa bersama dulu..sering cerita-cerita deng mamtua(W3/P3, 168-169) “itu malah ibu pendeta bantu omong di mamtua supaya suru saya pergi periksa..kalau ibu pendeta omong pasti mamtua dengar. Ibu pendeta sering doakan juga supaya saya sehat terus jangan ada apa-apa lagi ni perut ibu..”(W3/P3, 171-174)
4. Partisipan IV
a. Faktor Predisposisi
1). Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan dapat menyebutkan usia
kehamilannya dengan tepat :
“iya ibu, Sekarang masuk delapan bulan sudah buk..( berbicara sambil tertunduk...)”(W4/P4, 12)
Partisipan menyebutkan kecurigaan awal
kehamilannya saat ia tidak mengalami menstruasi lagi
pada bulan April :
“saya su tidak mens lagi ibu.hmm... dari bulan April sudah, dari tanggal 15 April”(W4/P4, 14)
122
Partisipan menyampaikan gejala yang dialami pada
ibu mertuanya, dan menjalani serangkaian tes
kehamilan di Puskesmas. Pada saat pemeriksaan
tersebut partisipan mengetahui kehamilannya sudah
berjalan tiga bulan :
“waktu itu saya langsung bilang di saya punya mamtua dengan ibu bidan pas waktu itu ada Posyandu juga, trus ibu bidan suru saya pigi cek di Puskesmas..untuk ikut pake tes hamil.tesnya waktu itu di Puskesmas tes yang untuk kebidanan, tes darah, LILA juga. pas sudah itu ibu bilang saya sudah hamil jalan 3 bulan”(W4/P4, 17-20)
Partisipan mengaku senang dengan kehamilannya,
tetapi ia tidak menyangka bahwa akan hamil pada saat
itu, karena umurnya yang masih muda serta usia
perkawinannya yang belum lama. Partisipan mengira
bahwa ia akan memiliki anak pada saat usianya
mencapai usia 25 tahun
“ya senang juga ibu, tapi sa tidak rasa apa-apa, memang mual-mual tapi sa tidak pikir lagi kalau lagi hamil, sa kira saja saya hamil juga masih nanti umur 25 tahun dulu”(W4/P4, 23-24) “iya ibu, kan saya baru 19 tahun juga, biasanya orang kalau sudah punya anak umur 20 dulu. saya baru nikah juga akhir Januari kemarin su hamil memang”(W4/P4, 26-27)
123
Partisipan mengerti tindakan yang harus ia lakukan
sejak mengetahui kehamilannya seperti harus
melakukan pemeriksaan kehamilan, tidak boleh
bekerja sampai merasa letih, mengkonsumsi makanan
lebih banyak dan menjaga kandungan dengan sebaik
mungkin :
“iya ibu, harus rajin pergi priksa, tidak boleh capek kerja, tidak boleh terlalu tidur–tidur juga, harus makan lebih banyak dengan harus jaga perut baik baik biar jangan terlalu sakit”(W4/P4, 30-31)
Riset partisipan telah mengetahui tempat peyanan
pemeriksaan kehamilan yaitu di Puskesmas dan
Posyandu desa. Partisipan menyatakan tempat
pelayanan tersebut biasa saja dan pada saat ia datang
ke sana hanya melakukan registrasi dan penyampaian
keluhan. Partisipan sudah melakukan pemeriksaan
sebanyak dua kali :
“iya..kan taunya ada Puskesmas di Makamenggit, terus ada Posyandu juga di sini, kemarin sa tanya bidan di Posyandu duluan baru bidan suru langsung ke Puskesmas. Iya tempatnya bagaimana ya ibu e..biasa saja, terus ibu bidannya kalau lagi Posyandu begini..paling ibu hanya tulis nama, Tanya-tanya perut rasa bagaimana, ada yang sakit atau tidak? Terus pulang sudah. Sa sudah periksa dua kali ibu.bulan 4 kmarin dengan bulan 7”(W4/P4, 35-40)
2).Sikap Terhadap Pengetahuan
124
Setelah merasakan gejala seperti mual dan pusing,
partisipan datang dan memeriksakan kondisinya pada
bidan untuk memastikan kehamilannya. Pada
kunjungan yang kedua, partisipan datang karena
merasa pusing dan ada gerakan berpindah dalam
perutnya. Partisipan merasa tidak perlu untuk datang
berkunjung setiap saat karena ia tidak merasakan
gejala sakit yang terlalu serius terhadap dirinya dan
kehamilannya. Ini seperti pernyataan partisipan :
“pertama yang untuk cek hamil bulan empat itu ibu.yang kedua karena mungkin ada gerakan di perut yang bikin sakit terus saya pusing-pusing juga. Mau datang terus-terus juga untuk apa,saya tidak terlalu sakit juga,hanya suru istirahat banyak saja ibu.hanya kemarin itu memang saya pusing sekali hampir jatuh jadi saya mau datang tanya di bidan”(W4/P4, 42-46)
Di awal kehamilannya partisipan sering merasa mual,
pusing, tidak suka makan dan lebih ingin makan
makanan ringan. Untuk mengatasi hal tersebut
partisipan lebih memperbanyak istirahat serta
mencoba mengkonsumsi makanan lebih sering :
“waktu awal awal hamil saja ibu saya rasa mual terus, pusing, tidak suka makan,lebih suka makan makanan ringan saja ibu (..sambil tertawa). Saya Cuma istirahat banyak saja ibu, tambah mamtua suru makan banyak- banyak biar saya punya anak sehat”(W4/P4, 49-52)
125
3). Perilaku Kesehatan
Riset partisipan mengaku, sejak usia kehamilannya
memasuki 6 bulan, ia sudah bisa merasakan gerakan
janinnya. Gerakan tersebut lebih terasa ketika
partisipan dalam posisi duduk :
“sudah bisa ibu. saya sudah mulai rasa pas masuk hamil 6 bulan begitu. Pokoknya ada rasa bergerak di perut pas kalau lagi duduk duduk begini pasti terasa”(W4/P4, 55-56)
Riset partisipan menyatakan untuk menjaga
kesehatannya serta kehamilannya ia sudah
mengurangi aktifitas pekerjaan rumahnya, lebih
banyak beristirahat, mengkonsumsi sayuran serta
mengunjungi posyandu :
“ya saya sesuaikan saja ibu..saya sudah tidak pergi bantu mamtua lagi di sawah, tapi kadang- kadang masih pergi juga. paling saya kerja yang ringan-ringan di rumah, banyak istirahat, makan sayur banyak, dengan kalau ada posyandu datang pigi periksa”(W4/P4, 59-63)
4).Komponen Predisposisi (Demografi, Struktur
sosial, kepercayaan keluarga dan dukungan
keluarga)
Partisipan tinggal bersama suaminya di rumah orang
tua suaminya. Suaminya bekerja sebagai petani di
126
desa Praipaha (salah satu desa di Kecamatan Nggaha
Oriangu) bersama orang tua partisipan. Ini seperti
yang dikatakan partisipan:
“saya punya suami nama ITA, dia tinggal dengan saya di mama mantu punya rumah ibu, ia saya punya suami petani ibu..sekarang ada kerja sawah Praipaha. Kalau bapa dan ina masih tinggal di Praipaha, ada kerja sawah di sana.saya tinggal di mertua di sini”(W4/P4, 66-69)
Partisipan mengaku komunikasinya dengan suami
sangat baik. Walaupun terkadang suaminya harus
nginap di tempat kerjanya, ia dapat berkomunikasi
dengan baik terhadap suaminya begitu juga
sebaliknya :
“komunikasi baik-baik saja ibu walaupun kadang dia nginap di tempat kerjanya dia tapi, tidak ada yang terlalu susah untuk saya bilang atau saya mau tanya. Suaminya selalu terbuka dengan saya. Begitu juga dengan saya”(W4/P4, 73-75)
Partisipan mengatakan perhatian dari keluarganya
bertambah sejak kehamilannya diketahui, seperti
mertuanya yang sering mengingatkan untuk istirahat,
tidak sering melakukan pekerjaan rumah, serta
mengingatkannya untuk kontrol kehamilan ke bidan :
“ya..kalau dari mertua ya..lebih sering kasih ingat istirahat, tidak boleh capek, tidak usah terlalu banyak keluar rumah, kalau minta beli apa apa, jangan keluar rumah sendiri, suru saja anak-anak yang tinggal di rumah untuk
127
pergi beli, bagaimana ya..ibu merrtuanya saya ini kebetulan dia yang tumbuh besar di Waingapu, jadi ya..kadang-kadang dia ingatkan saya terus untuk pigi kontrol.tapi bukan di Puskesmas juga, soalnya kan jauh dari sini. tapi selalu kasih ingat untuk datang ke bidan”(W4/P4, 79-85)
Partisipan mengatakan suaminya juga memberi
perhatian yang lebih terhadap kehamilannya, tetapi
karena kondisi pekerjaan sang suami yang harus
berpergian membuat perhatian sang suami terhadap
pemeriksaan kehamilan partisipan berkurang.
“ya pasti suami punya perhatian juga lebih ibu, tapi saya punya suami pulang pergi Praipaha-Waingapu juga jadi maklum saja ibu, kalau dia pulang pasti dia tanya kabar juga tentang saya, tentang saya punya kehamilan juga, saya punya suami biasa-biasa saja ibu. Dia tidak terlalu buat saya harus begini.. harus..tidur atau kerja, kalau ada waktu dia juga pulang jenguk saya, kan saya tinggal dengan mertua juga ibu”(W4/P4, 87-92)
Partisipan mengatakan karena tempat kerja suaminya
yang jauh membuatnya jarang bertemu suami. Pada
saat suaminya kembali ke rumah partisipan sering
menceritakan kondisi kehamilannya serta
memberitahu perihal pemeriksaan kehamilannya.
Suaminya juga menyarankannya untuk pergi
memeriksakan kehamilannya seorang diri selama
kondisinya dalam keadaan sehat jika tidak ia harus
diantar oleh ibu atau suaminya sendiri ke Posyandu.
128
Partisipan meyakini walaupun hanya berupa
peringatan dari suaminya untuk memeriksakan
kehamilan, hal itu merupakan bentuk perhatian
terhadapnya :
“itu sudah ibu karena tinggal jauh to..suami juga jarang pulang jadi paling saya Cuma kasih cerita saja kalau pas dia pulang saya kasitau kalau ada kontrol kesini.. dia biasa-biasa saja. hanya dia bilang jangan terlalu sering jalan sendiri, kalau mau keluar ke mana saja harus ada yang temani dari rumah. Dia bilang kalau mau kontrol ya kontrol saja.selama saya merasa sehat sehat saja”(W4/P4, 96-100) “iya ibu. Walaupun hanya kasi ingat untuk datang kontrol itukan seperti perhatiannya mereka juga untuk saya”(W4/P4, 108-109)
b. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin/pendorong)
1). Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan (ANC)
Riset partisipan mengatakan fasilitas Puskesmas yang
ia ketahui hanya berupa obat-obatan, dan kendaraan
yang dipakai pada saat akan melahirkan. Partisipan
merasa setiap fasilitas yang ada sudah cukup
memenuhi kebutuhan kehamilannya :
“…kalau yang selama ini untuk ibu hamil ya paling mereka siap obat-obatan, kalau ibu mau melahirkan dorang datang jemput juga dengan mobil dari desa sini baru bawa ke Puskesmas.(W4/P4, 115-117) “iya ibu saya rasa cukup”(W4/P4, 120)
129
Dalam bentuk pelayanannya , partisipan mengakui
sangat cukup ketika ia datang berkunjung dan beri
obat-obatan untuk mengatasi rasa mual dan
penambah darah selama kehamilannya :
“iya kalau saya datang..terus dikasih obat, ya saya rasa sudah cukup ibu. Biasa kasih saya obat tambah darah, dan obat supaya jangan mual terus”(W4/P4, 124-125)
Partisipan mengatakan selalu mendapatkan obat-
obatan setiap kali ia datang berkunjung ke tempat
pemeriksaan kehamilan di Posyandu. Jika ada
kebutuhan lain yang belum di penuhi baru kemudian ia
tanyakan kepada bidan :
“dapat ibu.kalau saya rasa sakit saja baru saya tanya ke bidan”(W4/P4, 128)
Partisipan mengatakan pelayanan kontrol kehamilan di
Posyandu tersebut baik. Petugas selalu mengingatkan
ibu hamil dan ibu balita satu minggu sebelum kegiatan
Posyandu berlangsung :
“iya pelayanan baik ibu, kalau setiap ada Posyandu, pasti satu minggu sebelum Posyandu kalau ada petugas Puskesmas lewat di desa sini, pasti dorang kasi ingat untuk datang ke Posyandu”(W4/P4, 130-132)
Partisipan mengatakan pelayanan yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang bertugas cukup baik.
130
Partisipan menganggap petugas sedikit marah jika ia
tidak mematuhi ketentuan kunjungan yang sudah
diberikan seperti tidak mengunjungi Posyandu pada
saat harinya berkunjung :
“iya mereka baik–baik semua ibu, kalau kita sakit atau saya begini ibu Posyandu kemarin saya tidak datang, jadi ibu bidan agak marah sama saya, sebenarnya tidak apa-apa ibu mungkin bidan juga capek urus kita terus. (sambil tertawa..)”(W4/P4, 135-137)
Partisipan mengatakan jika ia mengajukan pertanyaan
seputar kehamilannya, pasti akan dijawab oleh
petugas :
“iya ibu. Kalau saya bertanya pasti mereka kasi tau ibu”(W4/P4, 141)
2). Sumber Keluarga, Sumber daya Masyarakat
(Menjangkau dan memakai pelayanan ANC)
Riset partisipan mengatakan semua biaya yang
dibutuhkan selama kehamilannya dibiayai oleh suami
dan mertuanya :
“ya biayanya dari suami dan dari mertuanya saya ibu. Ya sama seperti sehari-sehari sudah ibu”(W4/P4, 144-145)
Riset partisipan mengatakan untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan ke Posyandu maupun ke
Puskesmas tidak dipungut biaya. Biaya yang ia
131
keluarkan hanya pada saat tes kehamilan di
Puskesmas :
“oh..kalau datang periksa tidak bayar ibu...kalau kita ke Puskesmas baru bayar.tapi hanya pas tes hamil saja, kalu yang untuk periksa dorang tidak minta bayar”(W4/P4, 147-148)
Partisipan tidak mengetahui ada tidaknya fasilitas lain
yang diberikan oleh Puskesmas untuk ibu hamil.
Partisipan juga menyampaikan bahwa pada saat tiba
waktu untuk melahirkan, pihak Puskesmas akan
menjemputnya dengan mobil Puskesmas untuk
melakukan persalinan di Puskesmas :
“tidak ada ibu, tapi dorang sudah kasih tau sebelumnya kalau sudah mau dekat-dekat harinya nanti dijemput pakai oto (mobil) Puskesmas, baru bawa ke Puskesmas melahirkan di sana” (W4/P4, 150-152)
c. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)
1). Perilaku Tenaga Kesehatan
Riset partisipan menyatakan petugas siap melayani
pada saat ia datang memeriksakan kehamilannya.
Partisipan menjelaskan kurangnya persiapan alat di
Posyandu dibandingkan dengan alat yang ada di
Puskesmas. Partisipan juga menjelaskan perawat
yang bertugas pada hari itu hanya terdiri dari dua
orang sedangkan pengunjung posyandu yang dilayani
132
cukup banyak yaitu ibu-ibu beserta balitanya dan ibu-
ibu hamil.
“ya mereka kalau kita datang ya pasti siap layani juga..kayak siap alat alat…tapi kalau di Posyandu kadang tidak lengkap bu alatnya..bagusnya tu kalau di Puskesmas masih ada sedikit yang dorang periksa. kalau di Posyandu.. paling datang cek nama saja.Ya..soalnya paling yang layan itu Cuma dua perawat sedangkan ni ibu ibu yang datang bawa dia punya anak anak yang mau datang Posyandu juga banyak..jadi ya..paling mereka Tanya-tanya cepat-cepat juga..kasian juga kalau perawat yang datang cuma dua baru layani banyak orang bu”(W4/P4, 154-160)
Partisipan menyatakan sikap petugas saat melayani
cukup baik, tetapi ada ibu kader binaan Puskesmas
yang masih sering memarahi pengunjung yang tidak
tertib :
“sikapnya ya..baik saja ibu..kalau layani baik mereka..kader yang kadang kasi ingat kita agak marah sedikit ibu..ya saya maklum saja ibu kader juga sudah tua..jadi kalau dong marah wajar saja..”(W4/P4, 163-165)
Partisipan mengungkapkan pelayanan yang ia terima
pada hari itu hanya berupa penyampaian keluhan dan
ibu hanya mendata namanya di buku registrasi KIA.
Pada kunjungan sebelumnya tindakan pemeriksaan
yang ia terima berupa pemeriksaan perut dan
mendapat vitamin :
133
“kalau tadi cuma regis nama saja ibu..ibu perawat tanya keluhan..saya kastau ma..ada pusing sedikit. kalau periksa yang lalu ada cek perut juga ibu..terus saya dapat vitamin”(W4/P4, 168-169)
2).Pengaruh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama,
Peraturan tertulis/non tertulis
Partisipan menjelaskan orang-orang disekitarnya yang
sudah mengetahui kehamilannya memberi perhatian
yang khusus terhadapnya seperti mengingatkannya
selalu berhati-hati, makan dan istirahat yang teratur :
“ya orang orang kalau sudah tau ada yang hamil pasti kasih perhatian lebih, kayak kalau mau kemana–mana pasti bilangnya hati-hati, makan teratur juga, istirahat yang cukup. Sama saya kayak begitu juga ibu”(W4/P4, 173-175)
Tidak hanya itu, ketua Rukun tetangga (RT) di
lingkungan tempat tinggal partisipan juga turut
bertanya seputar kehamilan partisipan melalui
mertuanya tetapi tidak termaksud untuk
mengingatkannya melakukan pemeriksaan kehamilan:
“ya kalau pak RT tau saya hamil, kadang kalau ketemu sama mertuanya saya, pasti tanya tanya tentang saya juga..tapi kan kalau suru ke kontrol tidak pernah juga sih ibu..kan pak Rt punya urusan pasti banyak juga, tidak mungkin hanya urus saya saja” (W4/P4, 178-181)
134
Partisipan menjelaskan ia jarang pergi beribadah
karena jarak tempat ia beribadah cukup jauh. Tetapi
jika ada kendaraan ia sempatkan untuk beribadah :
“kalau sekarang agak jarang ibu, gereja agak jauh to..kalau ada motor saya pergi juga”(W4/P4, 183)
Tokoh agama di lingkungan partisipan akan
mendoakan setiap wanita hamil yang ada di
lingkungannya. Tokoh agama tersebut juga turut
memberi perhatian ke partisipan secara langsung
maupun melalui ayah mertuanya untuk mengingatkan
yang bersangkutan agar rajin mengontrol
kehamilannya ke bidan :
“kalau pak pendeta biasanya dorang doakan kalau ada yang hamil, iya kalau kasi ingat untuk datang pigi periksa sering juga mereka ingatkan, kalau tidak ketemu saya di gereja biasanya dorang kasih tau ke bapa mertuanya saya suru kasi ingat saya rajin priksa ke bidan(W4/P4, 188-191)
5. Partisipan V
a. Faktor Predisposisi
1).Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan yakin telah memasuki usia kehamilan
5 bulan meskipun ia tidak pernah memeriksakan
perihal kecurigaan kehamilannya :
135
“ini masuk lima bulan sudah ibu”(W5/P5, 8) “saya tidak pernah pergi periksa ibu... sa su brenti mens dari Agustus sampai sekarang”(W5/P5, 10-11)
Untuk meyakinkan kalau kondisi dalam keadaan hamil,
partisipan berkonsultasi dengan tantenya yang adalah
seorang dukun bayi. Sang dukun pun memberi saran
agar menunggu sampai kondisi tersebut memasuki
bulan Oktober. Partisipan juga tidak mengetahui
bahwa dukun tersebut termasuk dukun yang mengikuti
pelatihan dari Puskesmas atau tidak. Berikut
pernyataan partisipan :
“ya saya tau saja...sudah hamil begitu..saya tanya di tante yang dukun bayi juga ibu...dia bilang tunggu saja sampai Oktober begitu..kalau tidak dapat mens lagi nanti pergi lagi ke tempat dia..baru dia cek lagi...”(W5/P5,14-17) “kalau mama dukun ikut pelatihan saya kurang tau..”(W5/P5, 20)
Partisipan memeriksakan kandungannya kembali pada
bulan Oktober ke dukun tersebut. Partisipan
menjelaskan cara dukun tersebut memeriksakan
kehamilannya dengan cara meraba perutnya :
“Oktober sudah itu saya priksa lagi ke sana...rumahnya tante masih ke atas lagi..masih naik gunung lagi ibu...tapi tidak terlalu jauh dari rumahnya saya..”(W5/P5, 22-24) “mama dukun kalau periksa raba saja ni perut ibu ...(W5/P5, 27)
136
Partisipan merawat kehamilannya dengan lebih
banyak beristirahat yang cukup serta minum susu
“ya..seperti biasa saja ibu...kalau hamil ya..banyak istirahat jangan capek minum susu juga..”(W5/P5, 36-37) “ia soalnya tetangganya saya suru minum susu ibu hamil...jadi beli di Puskesmas juga waktu itu...”(W5/P5, 39-40)
2).Sikap Terhadap Pengetahuan
Partisipan tidak pergi memeriksakan kandungannya
ke Puskesmas karena jaraknya yang sangat jauh serta
menurutnya pemeriksaan yang dilakukan di
Puskesmas hasilnya sama saja dengan yang
dilakukan oleh dukun
“tidak ibu..sudah tahu juga dari tante..lagian mau pigi sana sama saja.terlalu jauh juga..sama saja yang dorang periksa”(W5/P5, 29-30)
Partisipan pernah memeriksakan kandungan dulu
pada saat ia hamil anak pertamanya, tetapi dalam
perjalanan ia merasa kesakitan pada kandungannya
sehingga ia tidak pernah lagi datang ke Puskesmas
kecuali pada saat melahirkan :
“ke Posyandu dulu pernah... waktu anak pertama dulu pernah periksa ke sana...ibu..tapi
137
jauh pernah saya sakit di jalan..jadi saya pas mau melahirkan waktu baru suami antar ke Puskesmas...”(W5/P5, 32-34)
Partisipan mengakui baru pertama kali mengunjungi
Posyandu semenjak ia mencurigai perihal
kehamilannya yang kedua. Jarak posyandu yang
cukup jauh dari rumah membuat ia dibantu oleh
tantenya yang seorang dukun :
“iya ibu....baru kali ini saja...abisnya jauh juga...kalau ada saya punya tante yang dukun bisa bantu-bantu liat sama saya di rumah...”(W5/P5, 43-44)
Partisipan menjelaskan kunjungan pemeriksaannya
terdahulu cukup baik, partisipan diberi tindakan
pemeriksaan perut serta mendapat banyak nasihat
seputar perawatan selama kehamilan :
“kalau dulu ya...bagus juga... saya diperiksa perutnya.. bidan banyak kasi masukan untuk rawat kehamilan...”(W5/P5, 47-48)
Riset partisipan tidak mendapat tindakan apa-apa
pada kunjungan pertama di kehamilan keduanya. Ia
hanya diminta mendatangi Puskesmas agar menerima
pemeriksaan lengkap. Hal ini terkait dengan kondisi
partisipan yang dicurigai petugas kurang sehat selama
kehamilannya berlangsung :
138
“tidak ada juga ibu..tadi hanya dibilang nanti harus ke Puskesmas biar diperiksa lengkap..soalnya saya baru petama periksa lagi ini..takutnya dorang jangan-jangan saya ada sakit atau ada apa-apa..karena saya masih rasa mual terus”(W5/P5, 50-53)
3).Perilaku Kesehatan
Partisipan tidak menanggapi serius perihal kesehatan
kehamilannya yang dicurigai kurang sehat. Ia
mengaku akan pergi memeriksakan kandungannya ke
Puskesmas bersama suaminya :
“tidak bikin apa-apa...saya kasi tinggal saja...ya kalau pergi periksa tunggu kalau saya punya suami ada di rumah dulu ibu. Nanti biar pergi sama-sama”(W5/P5, 56-58)
4).Komponen Predisposisi (Demografi,
Struktursosial, kepercayaan keluarga dan
dukungan keluarga )
Suami dari riset partisipan bekerja sebagai tukang jasa
pengantar penumpang dengan sepeda motor (ojek)
dan bekerja sampai sore hari :
“ehh suami kerja..ojek di Makamenggit ibu.. biasa sore-sore baru pulang”(W5/P5, 60)“ Nama suaminya saya Petrus Amah (Nama samaran) beda 3 tahun dengan saya..mungkin sekitar 28” (W5/P5, 62-63)
Suami riset partisipan mengantarnya ke Posyandu dan
akan menjemput setelah selesai kegiatan Posyandu :
139
“ia ibu..kemarin kan sudah pesan kalau mau pergi ini hari di Posyandu makannya datang jemput sama saya..tapi motor taruh di bawah tidak bisa naik sampai rumah..terus sebentar datang jemput lagi..ada pergi bapa di jalan bawah sana”(W5/P5, 69-72)
Selain tinggal bersama suami, partisipan juga tinggal
bersama kedua adik perempuannya :
“saya tinggal dengan adik perempuan dua orang.. masih sekolah juga..”(W5/P5, 75)
Suami partisipan pada dasarnya mengikuti setiap
permintaan istrinya, termaksud dalam hal mengunjungi
tempat pelayanan ANC serta partisipan langsung diantar
oleh suaminya :
“suami sama saja.. dia terserah saya..kalau saya pergi harus kasih tau dia biar nanti dia yang antar ke sana”(W5/P5, 78-79)
Partisipan mengaku jika diminta memeriksakan
kandungannya ia akan melakukannya, tetapi ia juga
tidak memungkiri jika tidak pergi memeriksakan
kandungan ke Posyandu tidak berakibat apa-apa. Ia
merasa tindakan yang dilakukan di Posyandu atau
Puskesmas sama saja dengan yang di lakukan oleh
tantenya yang seorang dukun :
“ya.. kalau disuruh periksa ya.. periksa saja... tapi kan sama saja perawatannya kalau saya pergi ke tantenya saya...y selama ada sehat sehat saja..ya tidak pergi juga tidak apa apa..jauh juga masalahnya ibu”(W5/P5, 82-85)
b. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin/pendorong)
140
1).Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan (ANC)
Partisipan menceritakan setiap tindakan yang ia dapat
ketika berkunjung ke Puskesmas pada kehamilan
pertamanya. Ia diberi obat-obatan, pemeriksaan
darah, pemeriksaan perut serta diberi vitamin. Kondisi
ini berbeda dengan kunjungan pertama pada
kehamilannya yang kedua:
“banyaklah ibu. dulu dikasih obat, periksa darah, periksa perut juga..ada vitamin dulu...sekarang saya datang tidak ada yang dikasih”(W5/P5, 89-90)
Partisipan merasa masih ada jenis tindakan pelayanan
yang belum ia terima karena ia jarang memeriksakan
kandungannya ke Posyandu ataupun Puskesmas :
“ya..mungkin masih ada juga ibu yang harus dikasih tapi saya juga tidak datang tiap bulan...jadi saya kurang tau apa-apa lagi yang kita dapat pas kalau pergi periksa”(W5/P5, 93-95)
Partisipan merasa senang dan puas ketika datang
memeriksakan kandungannya, ia juga tidak keberatan
jika harus pergi periksa lagi :
“ya senang juga ibu.. kan mereka membantu kita juga untuk sehat . ya kalau puas ya puas saja tidak kurang apa-apa kalau kesana apalagi rasa sakit..”(W5/P5, 98-100)
141
Partisipan mengatakan bahwa ia mengetahui adanya
tempat pelayanan pemeriksaan kehamilan melalui
sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Puskesmas di
desanya :
“ada dulu mereka kasih penyuluhan ke desa sini..jadi ada dorang berkunjung sampai dekat rumah ...lalu kasih tau untuk ibu-ibu hamil kalau mau cek kesehatannya periksa hamil di posyandu balai desa...ada juga yang Puskesmas langsung ..tanggalnya biasa mereka kasitau ”(W5/P5, 105-109)
2).Sumber Keluarga, Sumber daya Masyarakat
(Menjangkau dan memakai pelayanan ANC)
Partisipan merasa jarak Puskesmas dari rumahnya
sangat jauh sedangkan jarak Posyandu dari rumahnya
kurang lebih 3 KM. Letak rumah partisipan yang
kurang strategis di atas gunung membuat ia harus
menunggu suaminya yang mengantarkan ke tempat
Posyandu :
“adu kalau Puskesmas jauh sekali ibu...Posyandu lumayanlah 3 kilo begitu..saya kan masih di gunung lagi.kalo pigi ya tunggu suami sudah baru dia jemput dengan motor” (W5/P5, 112-114)
Partisipan mengatakan untuk pemeriksakan kehamilan
tidak dikenakan biaya, tetapi jika partisipan
diindikasikan punya penyakit lainnya dan harus
menebus obat maka akan dikenakan biaya :
142
“tidak bayar ibu. hanya kalau kita sakit lain baru kasi obat baru bayar..”(W5/P5, 117)
Partisipan mengatakan jika ia melahirkan pihak
Puskesmas yang akan menanganinya. Partisipan akan
dijemput pada saat mendekati perkiraan hari
melahirkan setelah ia melapor pada saat melakukan
pemeriksaan kehamilan :
“kalau melahirkan, Puskesmas yang mau tangani ibu.nanti saya pas periksa begini lapor tanggal brenti mens begitu..jadi nanti ada tanggal dong jemput perkiraan buat melahirkan”(W5/P5, 120-122)
c. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)
1).Perilaku Tenaga Kesehatan
Partisipan mengatakan petugas Posyandu dalam
melayani cukup baik serta cara penyampaian setiap
tindakan yang dilakukan juga cukup baik dan mudah
dipahami oleh partisipan, tetapi partisipan
menyayangkan ketepatan waktu pelayanan yang
dijadwalkan Puskesmas yang tidak tepat waktu.
Partisipan juga tidak memungkiri masih ada beberapa
petugas yang sering memarahi pengunjung :
“ia ibu mereka baik-baik saja pelayanannya juga baik”(W5/P5, 126) “oh..iya...bicaranya ya baik saja ibu, bisa dimengerti juga..kadang mereka omong deng kita orang gunung pakai bahasa sini juga...jadi
143
ya kita gampang mengerti saja..(W5/P5, 129-131) “kalau selama ini pelayanannya bagus, hanya kita kalu ke Puskesmas ya..tunggu mereka datang itu lama sekali..kadang kita sudah di Puskesmas mereka belum ada..atau pintu Puskesmas masih tutup...kalau saya tanya mereka bisa jelaskan ibu... tapi ada juga masih suka marah marah”(W5/P5, 134-138)
2).Pengaruh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama,
Peraturan tertulis/non tertulis
Partisipan mengatakan ada beberapa orang di
lingkungan tempat tinggalnya yang bertanggung jawab
atas warga, diantaranya pak RT dan seorang yang
dituakan di daerah tersebut :
“ya..paling pak RT..tapi masih jauh dia pung rumah dari saya punya rumah..ada juga bapa tua yang rumah lebih dekat..biasa kayak jaga-jaga di sini” (W5/P5, 141-143)“iya mereka tahu kalau saya ada hamil”(W5/P5, 145)
Partisipan mengatakan bapak yang dipercaya untuk
mengayomi warga sering mengunjunginya dan
memberi nasehat seputar kehamilannya agar jangan
banyak bekerja serta keluar rumah :
“kalau itu...ya..rumah tangga sendiri sendri sudah bu..kalau bapatua masih sering datang di rumah kasi ingat jangan keluar-keluar sendiri..biasa kasi ingat adi perempuan dua orang yang bantu kerja supaya saya jan terlalu
144
kerja.pulang sawah juga jangan sore-sore...”(W5/P5, 148-151)
Sang bapak juga menyarankan agar tidak usah pergi
Posyandu yang terlalu jauh untuk memeriksakan
kandungan. Partisipan cukup mendatangi tantenya
saja yang seorang dukun karena jarak rumah sang
dukun lebih dekat :
“malah tidak usah pergi jauh jauh...bapa tua bilang..datang saja di tante (dukun) diatas jadi lebih dekat” (W5/P5, 154-155)
Partisipan mengatakan ia akan pergi memeriksakan
kandungannya juga tergantung persetujuan suaminya:
“saya kan biasa tunggu suami bilang apa ya..saya ikut..kalau saya minta pergi periksa ..kalau suaminya saya bilang iya..ya baru saya pergi juga ibu...(W5/P5, 157-159)
44.2.2. Hasil Analisa Data a. Faktor Predisposisi
1). Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan memiliki gejala kemungkinan hamil
yang sama. Partisipan I, II, III, dan IV memiliki inisiatif
untuk memeriksakan kondisinya setelah merasakan
gejala kehamilan kepada petugas kesehatan ataupun
Puskesmas. Gejala yang dirasakan berupa
berhentinya menstruasi, mual diwaktu tertentu,
muntah, pusing, ada gerakan janin dalam perutnya,
145
serta hal-hal lain yang dirasakan seperti mengidam,
atau tidak suka mencium bau-bauan. Partisipan V
memilih untuk tidak berkonsultasi kepada tenaga
kesehatan dan memilih untuk memeriksakan
kandungannya ke dukun.
Riset partisipan tidak menyadari kondisi
kehamilannya sejak minggu-minggu pertama
kehamilannya. Dalam hal ini partisipan tidak yakin
akan kehamilannya serta tidak memahami tanda dan
gejala kehamilan. Beberapa partisipan mengatakan
sangat menjaga dan merawat kehamilannya. Hal ini
ditunjukan dengan lebih sering mengkonsumsi
makanan bergizi, beristirahat yang cukup, mengurangi
aktifitas yang berlebihan, mengkonsumsi
vitamin/suplemen dan minum susu khusus ibu hamil.
Partisipan II masih menjalani aktifitasnya sebagai guru
SD dan sering melakukan perjalanan jauh dengan
kendaraan bermotor selama masa kehamilannya.
Partisipan III masih melakukan aktifitas di sawah
sampai usia kehamilannya memasuki usia 7 bulan.
Semua partisipan mengetahui adanya tempat
pelayanan ANC di daerah mereka, hal tersebut tidak
146
membuat seluruh partisipan datang berkunjung secara
rutin ke tempat tersebut. Adapun alasan yang
diutarakan para partisipan seperti tempat layanan
yang jauh, kesibukan bekerja, larangan dari orang-
orang tua, dan kepercayaan yang mengharuskan
seorang ibu hamil tidak bepergian keluar rumah.
Namun dalam kenyataannya ada beberapa ibu
diperbolehkan untuk beraktifitas di sawah.
Kondisi di atas mengungkap pengetahuan para
ibu hamil sangat kurang dalam menanggapi serta
mempersiapkan masa kehamilan yang seharusnya.
Pengetahuan dasar tentang kehamilan secara umum
menjadi modal bagi seorang ibu dalam menjalani
kehamilannya. Hal ini bukan semata-mata hanya untuk
kesejahteraan ibu yang di perhatikan melainkan
kesehatan janin dan kelangsungan hidup ibu dan bayi
setelah melahirkan. Ibu harus yakin dengan
kehamilannya sejak dini dan memutuskan untuk
memilih atau menggunakan pelayanan kesehatan
sebagai sarana yang dapat membantu kelangsungan
kehamilan dan tidak semata-mata hanya
mengandalkan cara-cara tradisional.
147
2). Sikap terhadap pengetahuan
Riset partisipan kurang menanggapi dengan
serius akan informasi atau pengetahuan tentang
kehamilan, dalam hal ini sikap untuk memutuskan dan
mencari pelayanan kesehatan untuk kelangsungan
kesehatan kehamilannya. Jarak tempat pelayanan
yang jauh dan kurangnya dukungan keluarga menjadi
alasan setiap partisipan untuk tidak mencari layanan
kesehatan tersebut. Partisipan hanya dapat
memutuskan untuk menggunakan layanan ANC pada
saat ia merasakan gejala lain yang mengganggu
kehamilan dan lebih cenderung berkonsultasi ke
tenaga non medis. Partisipan I, III, V menyikapi hal
tersebut lantaran kurangnya dukungan keluarga
terhadap mereka, Partisipan II menanggapi demikian
karena kesibukannya bekerja dan jarak tempat
layanan ANC dari rumahnya yang cukup jauh
sedangkan partisipan IV merasakan gejala lain yang
mengganggu kehamilannya sehingga membuatnya
memutuskan untuk datang ke tempat pelayanan ANC.
Sikap ibu dalam memilih atau memutuskan
menggunakan tempat pelayanan ANC merupakan
148
bagian terpenting dalam tahap awal perencanaan
kehamilan yang sehat serta persiapan kelahiran yang
sehat dan matang. Ketika ibu dapat melihat kondisinya
dengan baik dan mampu memutuskan menggunakan
pelayanan kesehatan sejak dini, maka akan sangat
mudah bagi ibu dan petugas kesehatan secara
bersama sama merawat dan mendeteksi kemungkinan
komplikasi yang akan dialami ibu.
3). Perilaku Kesehatan
Setelah mengetahui kondisinya dalam keadaan
hamil, riset partisipan yakin akan status kesehatan
kehamilannya pada saat itu. Partisipan I, II, III, IV
merasa dalam keadaan sehat serta mampu
merasakan gejala lain yang timbul dalam tubuhnya
akibat kehamilan dan merasakan dampak dari
kehamilan tersebut. Gejala yang dirasakan seperti
adanya gerakan janin, pusing, cepat keletihan saat
bekerja terlalu berat, kaki membengkak. Partisipan V
merasa keadaannya kurang sehat karena dengan usia
kehamilan lima bulan ia terus merasakan mual muntah
yang berlebihan.
149
Dengan gejala-gejala yang dirasakan
tersebut ada tindakan yang dilakukan oleh partisipan.
Partisipan I, II, IV memilih untuk menangani sendiri di
rumah yaitu dengan beristirahat lebih banyak,
mengkonsumsi vitamin, serta bertanya kepada orang
tua atau saudaranya yang lain tentang perawatan
kehamilan serta berkonsultasi dengan tenaga dukun
yang dipercaya dapat membantu. Lain halnya dengan
partisipan III, yang karena pengalaman kegagalan
kehamilannya sebanyak 3 kali membuat ia lebih sering
mengkonsultasikan kehamilannya pada tenaga
perawat/bidan yang tinggal di lingkungan rumahnya
sedangkan partisipan V terkesan tidak terlalu
memperdulikan kesehatannya, padahal kondisi
kehamilannya diindikasikan petugas kesehatan dalam
keadaan kurang sehat akibat mual muntah yang masih
dialaminya sampai memasuki usia lima bulan.
Dari kondisi di atas, partisipan I, II, III, dan IV jelas
memahami keadaan yang sedang dialami untuk itu
ada tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kondisi
atau gejala yang dirasakan. Ibu perlu menunjukan
perilaku yang mampu membuat kondisinya nyaman
150
serta dapat melanjutkan kehamilannya dengan baik
dan aman.
4).Komponen Predisposisi (Demografi, Struktur
sosial, kepercayaan keluarga dan dukungan
keluarga)
Riset partisipan II, III, IV dan V tinggal bersama
suami dan anggota keluarga yang lain. Keluarga
merupakan unsur terpenting yang mampu
mempengaruhi atau mendorong seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan yang dianggap baik
menurut kelompok atau individu itu sendiri. Dukungan
anggota keluarga untuk riset partisipan sangat
mempengaruhi mereka dalam memanfaatkan
pelayanan ANC, karena keluarga adalah kelompok
sosial terkecil yang berinteraksi dengan ibu sehari-
hari. Keempat partisipan di atas tidak memanfaatkan
pelayanan ANC sesuai kebutuhan dengan baik
meskipun tinggal bersama anggota keluarga yang
utuh. Partisipan lebih cenderung mendengar
perkataan suami atau keluarga yang menyuruh
mereka untuk tidak berpergian sendirian keluar rumah
ataupun tidak usah menggunakan layanan ANC tetapi
151
dapat pergi berkonsultasi ke dukun. Partisipan II
mengakui mendapat dukungan penuh dari suami dan
keluarganya untuk memeriksakan kehamilannya tetapi
yang bersangkutan justru sibuk dengan pekerjaan dan
melalaikan waktu untuk pemeriksaan. Partisipan I tidak
tinggal bersama suami, ia sama dengan partisipan
yang lainnya, sulit memutuskan untuk ke tempat
layanan ANC akibat pengaruh atau larangan dari
anggota keluarga yang lain.
Kondisi di atas mengungkap peran keluarga
dalam membantu ibu mempersiapkan kehamilan yang
sehat dan perawatan serta persiapan kelahiran sehat
sangat kurang. Dengan berbagai kondisi/ alasan,
keluarga harus mampu menunjukan perannya dalam
mendukung perawatan kehamilan ibu. Dukungan
tersebut berupa perhatian, tanggapan terhadap
perubahan fisiologis ibu, gejala-gejala yang dirasakan,
nutrisi, keseharian serta memilih tempat pelayanan
ANC. Dari hal-hal tersebut mampu meyakinkan ibu
untuk menggunakan layanan ANC.
152
b. Faktor Enabling (Faktor Pemungkin/ pendorong)
1). Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan (ANC)
Pada umumnya seluruh riset partisipan
mengetahui adanya tempat pelayanan ANC yaitu di
Puskesmas Nggaha Oriangu dan Posyandu desa
Tandula Jangga. Persepsi partisipan tentang fasilitas
dan pelayanan ANC beragam. Partisipan I, IV, puas
dengan kunjungan pertamanya hanya dengan
menerima beberapa tindakan pemeriksaan seperti
pemeriksaan abdomen, pengukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA) dan mendapat obat atau vitamin untuk
wanita hamil. Selain itu tersedia kendaraan
Puskesmas yang menjemput mereka untuk melakukan
persalinan di Puskesmas. Hal ini berbeda dengan
pendapat partisipan II, III dan V. Berdasarkan
pengalaman masing-masing partisipan, Fasilitas dan
pelayanan di Posyandu kurang memadai dan fasilitas
yang diberikan tidak lengkap.
Ketersediaan fasilitas dan layanan ANC yang
minim membuat ibu kurang tertarik untuk mengunjungi
tempat pelayanan ANC. Ibu akan merasa pelayanan
atau pemeriksaan yang diberikan tidak sesuai atau
153
tidak memenuhi kebutuhannya sementara tidak ada
penjelasan dari tenaga kesehatan sendiri terkait
pemeriksaan lanjutan hal ini mengakibatkan ibu
cenderung mengurungkan niatnya datang ke tempat
Palayanan ANC.
2).Sumber Keluarga, Sumber daya Masyarakat
(Menjangkau dan memakai pelayanan ANC)
Untuk menjangkau tempat pelayanan ANC, cara
yang ditempuh riset partisipan berbeda-beda kecuali
dalam hal pembayaran. Seluruh partisipan yang
melakukan kunjungan ANC tidak dipungut biaya
termasuk untuk konsultasi ataupun obat-obat yang
diperlukan ibu. Rata-rata mata pencaharian keluarga
partisipan adalah petani dan pedagang, ada juga yang
bekerja sebagai tukang ojek. Meskipun demikian
Semua partisipan mengaku masih dapat membiayai
kebutuhannya selama kehamilan bahkan sampai
melahirkan. Partisipan I mengaku seluruh biayanya
masih ditanggung oleh ayahnya karena hubungannya
bersama suami belum disetujui oleh keluarga,
sedangkan partisipan II, III, IV dan V dibiayai oleh
suami dan keluarga.
154
Kemampuan untuk menjangkau tempat layanan
juga berbeda-beda. Jarak Posyandu dari rumah tiap
partisipan kurang dari 4 KM sedangkan jarak
Puskesmas lebih jauh, dari rumah masing-masing
partisipan 5-10 KM. Beberapa partisipan saat
berkunjung diantar oleh suami atau anggota keluarga
lain dengan menggunakan motor atau berjalan kaki.
Partisipan II memiliki kesulitan untuk berkunjung akibat
kondisi jalan dari rumahnya menuju tempat layanan
yang berbatu, melewati sungai dan melintas di jalan
yang berlumpur serta licin. Partisipan V bahkan harus
berjalan cukup jauh dan melewati jalan berbukit untuk
sampai ke tempat layanan ANC.
Kondisi di atas menggambarkan jarak tempuh ke
tempat pelayanan ANC juga berpengaruh terhadap
minat ibu dalam mengunjungi tempat tersebut. Kondisi
jalan, dan perjalanan menuju tempat pelayanan yang
sulit menyebabkan ibu cenderung mengurungkan
niatnya untuk datang bekunjung ke tempat pelayanan
ANC.
155
c. Faktor Reinforcing (Faktor Penguat)
1). Perilaku Tenaga Kesehatan
Perilaku beberapa tenaga kesehatan dalam
melayani kurang maksimal. Dalam menyampaikan
setiap tujuan tindakan bagi beberapa partisipan cukup
jelas tetapi tidak dipungkiri ada juga yang tidak
menyampaikan penjelasan sesuai dengan tindakan
yang diberikan. Dalam hal berkomunikasi petugas
cukup tegas terhadap para partisipan, hal tersebut
dimaknai sebagian partisipan sebagai bentuk
pendorong kedisiplinan bagi mereka. Dengan intonasi
bicara yang sedikit keras membuat partisipan merasa
petugas cukup tegas dan sedikit kasar tetapi hal
tersebut tidak mengurangi kewajiban para petugas
dalam melayani pengunjung.
Bentuk pelayanan yang kurang juga nampak
dalam beberapa tugas para petugas kesehatan.
Beberapa bentuk pelayanan tersebut diantaranya :
a. Setiap partisipan kurang mendapat informasi
secara berkala seputar pelayanan ANC. Dalam hal
ini beberapa partisipan telah mengetahui
keberadaan tempat pelayanan ANC dari
156
penyuluhan petugas, bahkan ada partisipan yang
sudah sejak lama mengetahui tempat layanan
tersebut karena sering mendengar dari lingkungan
maupun tahu keberadaan layanan kesehatan
tersebut. Kegunaan atau fungsi dari tempat layanan
tersebut secara berkala tidak disampaikan kepada
partisipan sehingga partisipan kurang menyadari
pentingnya memanfaatkan sarana kesehatan
tersebut. Tidak hanya itu, dengan informasi yang
minim menyebabkan partisipan merasa informasi
atau pesan yang didapat cukup memenuhi
pengetahuan mereka pada saat itu.
b. Pada saat melayani, petugas kurang memberikan
konseling dan nasihat secara perorangan, keluarga
dan masyarakat terhadap segala hal yang
berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan
kesehatan yang bersifat umum, dan khusus seperti
tentang gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam
menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang
tua. Kebanyakan yang disampaikan hanya berkisar
pada tindakan yang harus dilakukan partisipan
pada saat datang ke tempat pelayanan ANC. Di
157
samping pemberian motivasi dari petugas untuk
para partisipan agar menghindari kebiasaan yang
tidak baik selama kehamilan dan mendukung
kebiasaan yang baik sangat kurang. Dalam
penelitian ini partisipan I dapat memahami
penjelasan yang diberikan petugas terkait diet
selama kehamilan. Penjelasan yang diberikan
terkait dengan beberapa jenis makanan yang harus
dikonsumsi partisipan selama kehamilan.
c. Pengarahan dari petugas kesehatan terkait mitos
dari lingkungan tentang makanan yang tidak boleh
dimakan oleh partisipan juga sangat kurang. Hal ini
telah disampaikan kepada partisipan IV pada saat
yang bersangkutan sedang mengikuti posyandu,
akan tetapi penjelasan menyeluruh untuk setiap
pengunjung kurang terlihat pada saat itu.
d. Petugas kurang melibatkan para kader untuk
melayani para ibu hamil. Salah satu fungsi kader
Posyandu adalah mengetahui dan turut memantau
perkembangan kesehatan ibu dan anak yang didata
di Posyandu serta mendata ibu yang diketahui
sedang hamil muda di desanya dan memberikan
158
informasi kepada petugas seputar partisipasi
peserta dalam memanfaatkan layanan kesehatan.
Dalam penelitian ini, hasil yang didapat kader
hanya membantu petugas sebatas menyiapkan
alat-alat yang dibutuhkan dan mendata peserta
yang hadir. Padahal jika kader dapat melaksanakan
tugasnya dengan maksimal, akan memudahkan
petugas kesehatan untuk meninjau upaya
masyarakat yang berkaitan dengan ibu hamil
tersebut dan dapat membantu petugas untuk
menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan
yang tepat untuk meningkatkan pelayanan.
Penyusunan rencana diantaranya adalah petugas
dapat mengidentifikasi alasan ibu terkait dengan
lingkungan/masyarakat dalam mengunjungi tempat
layanan ANC. Seperti pada partisipan III, petugas
membantu memberi pengertian pada keluarga akan
pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan
sejak dini dan melakukan kunjungan ke rumah
partisipan. Hal ini sedikit membantu mengubah
pandangan keluarga terkait kegagalan kehamilan
yang tidak terdeteksi sejak awal karena partisipan
159
jarang melakukan kunjungan ANC di awal
kehamilannya.
e. Perbedaan pemberian pelayanan yang diberikan
oleh petugas juga menjadi perhatian para
partisipan, seperti tindakan yang diberikan saat
berkunjung ke Posyandu dan ke Puskesmas. Ada
partisipan yang merasa pelayanan yang
seharusnya diterima belum ia dapatkan ketika
berkunjung ke tempat pelayanan ANC seperti
pemeriksaan abdomen yang hanya dapat
dilaksanakan di dalam ruangan tertutup, sedangkan
jika partisipan berkunjung ke Posyandu jarang
mendapat pemeriksaan jenis ini. Hal ini pun harus
menjadi perhatian khusus bagi petugas agar terus
memberi informasi yang memadai seputar
pemeriksaan kehamilan yang dijalani ibu baik itu di
Posyandu maupun di Puskesmas.
Pelayanan yang ditunjukan petugas dalam
melayani sangat menunjang keberhasilan ibu untuk
melakukan kunjungan ANC. Semakin sering
komunikasi yang baik terjalin antara petugas dan ibu
semakin membangun hubungan kepercayaan ibu
160
akan tempat pelayanan ANC beserta para
petugasnya. Bentuk pelayanan yang kurang maksimal
dari petugas membuat partisipan cenderung tidak
ingin memeriksakan kehamilannya serta lebih
mempercayai keluarga sendiri yang seorang dukun
untuk merawat kehamilannya. Di samping itu
hubungan personal petugas dengan ibu, ataupun
pendekatan yang baik dengan masyarakat mampu
membangun kepercayaan ibu untuk mencari sarana
pelayanan ANC.
2).Pengaruh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama,
Peraturan tertulis/non tertulis
Unsur penting lainnya yang turut mempengaruhi
ibu untuk memanfaatkan pelayanan ANC adalah tokoh
masyarakat, tokoh agama dan lingkungan sekitar
partisipan. Partisipan I, II, III, dan IV mendapat
dukungan dari tokoh masyarakat di lingkungan tempat
tinggalnya, meskipun demikian tidak membuat mereka
langsung berkunjung ke tempat pelayanan ANC.
Dukungan tersebut masih terbentur dengan ijin orang
tua atau anggota keluarga lainnya. Partisipan V sama
sekali tidak mendapat dukungan dari tokoh
161
masyarakat di tempat tinggalnya, ia lebih disarankan
untuk memeriksakan kondisi kehamilannya ke dukun
dan tidak boleh terlalu sering melakukan aktifitas di
luar rumah. Sebagian partisipan mengakui jarang
berkomunikasi dengan tokoh agama setempat
lantaran jarak tempat ibadah yang jauh dan tidak
pernah bertemu dengan mereka secara langsung.
Berbeda dengan partisipan III dan IV sering bertemu
dengan tokoh agama dan mendapat dukungan penuh
untuk pemeriksaan kehamilan ke tempat layanan
ANC.
Kondisi di atas menjelaskan dukungan dari
seorang yang disegani dan dihormati oleh masyarakat
seperti tokoh masyarakat ataupun tokoh agama, tidak
menjamin ibu akan langsung mengunjungi tempat
layanan ANC. Tokoh masyarakat adalah individu yang
dapat membantu kelangsungan proses sosial yang
baik di lingkungannya. Seperti pada Partisipan I, II, III,
dan IV, dukungan tersebut didapat dengan mudah
karena proses bersosialisasi tokoh masyarakat
tersebut yang baik dan peka terhadap kebutuhan
masyarakat. Dalam penelitian ini, tokoh masyarakat
162
kurang memahami gejala sosial yang terjadi di
lingkungannya sehingga untuk menyikapi atau
menyelesaikan masalah sosial yang terjadi, kurang
ditelaah secara serius. Sebagai contoh nyata dalam
penelitian ini pemanfaatan layanan ANC oleh ibu hamil
yang masih dipengaruhi oleh kepercayaan kelompok
atau keluarga yang mengharuskan ibu hamil untuk
tidak usah keluar rumah dan melakukan pemeriksaan
ANC. Tokoh masyarakat kurang menyempatkan diri
bertemu dengan anggota keluarga dalam rangka
mengadakan pembinaan terhadap keluarga dalam hal
ini suami beserta orang tua partisipanlah yang harus
peka terhadap kebutuhan partisipan selama masa
kehamilannya. Adapun tokoh masyarakat yang kurang
mendukung ibu hamil dalam memanfaatkan layanan
ANC dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti
kurang berinteraksi atau bersosialisasi dengan tenaga
kesehatan terkait atau tokoh masyarakat tersebut
merupakan individu yang masih memegang teguh
kepercayaan dari pendahulu yakni wanita hamil
dilarang keluar rumah dan pada akhirnya tidak
163
melakukan kunjungan ANC sehingga kejadian itu yang
dilihat dan diikuti oleh keluarga partisipan.
Tokoh agama juga berperan dalam memotivasi
ibu untuk melakukan kunjungan ANC. Sebagai individu
yang melihat pertumbuhan spiritual masyarakat, dapat
membantu memberi pandangan terhadap keluarga
terkait kepercayaan akan hal-hal tradisional atau
tradisi keluarga yang mempengaruhi ibu untuk tidak
melakukan kunjungan ANC. Dengan kunjungan ke
rumah, ataupun pendekatan secara personal dengan
keluarga sedikit membantu merubah pandangan
keluarga. Seperti pada keluarga partisipan III, tokoh
agama tersebut mencoba memberi pandangan positif
terhadap keluarga akan tempat pelayanan ANC. Hal
itu dapat membantu mengubah pandangan keluarga
terhadap pemeriksaan kehamilan sejak dini dan
dengan bantuan para tenaga kesehatan mampu
mengidentifikasi alasan kegagalan kehamilan yang
dialami partisipan.
Dukungan dari seorang yang disegani dan
dihormati oleh masyarakat seperti tokoh masyarakat
ataupun tokoh agama memiliki peran besar dalam
164
mempengaruhi perilaku sosial individu maupun
kelompok. Masyarakat dapat mengikuti perilaku atau
tradisi/ kepercayaan yang ditunjukan mereka lantaran
merupakan suatu aturan sosial yang secara tidak
langsung dijalankan oleh masyarakat desa. Dukungan
untuk menggunakan layanan ANC kepada ibu juga
harus dipertimbangkan karena dukungan tersebut
mampu menciptakan kesuksesan pemeliharaan
kesejahteraan ibu hamil dan calon bayinya.
4.3 Pembahasan
Pemanfaatan pelayanan ANC yang dilakukan ibu hamil di
desa Tandula Jangga belum sepenuhnya memenuhi standar
kunjungan yang seharusnya. Kunjungan yang dilakukan
selama masa kehamilannya rata–rata 1-2 kali. Dalam standar
pelayanan pemeriksaan dan pemantauan Antenatal menurut
Standar pelayanan dan Instrumen Audit kebidanan (Ikatan
Bidan Indonesia, 2000), ibu hamil wajib menerima
pemeriksaan/memeriksakan kehamilannya sebanyak 4 kali.
Perawatan antenatal (ANC) adalah perawatan yang diberikan
kepada ibu selama masa kehamilan, perawatan ini sangat
diperlukan oleh semua ibu hamil karena kondisi ibu yang
165
banyak mempengaruhi kelangsungan kehamilan dan
pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada penelitian ini ibu
hamil di desa Tandula Jangga kurang melakukan perawatan
kehamilannya secara teratur, hal ini terlihat dari penggunaan
layanan ANC yang belum maksimal serta ketidakpahaman
akan pentingnya pemeriksaan dini kehamilan dan secara
berkala. Proses pemeriksaan dini kehamilan yang kurang oleh
ibu-ibu di desa Tandula jangga disebabkan karena keragu-
raguan akan validasi kehamilannya serta ibu tidak paham akan
gejala awal kehamilan. Mochtar, (2000 : 47) menegaskan
tujuan khusus seorang ibu hamil datang berkunjung ke tempat
pelayanan ANC agar ia dapat mengenali dan mampu
menangani setiap penyulit yang mungkin dapat ditemui atau
dirasakan sepanjang masa kehamilannya maupun saat
menghadapi persalinan dan masa nifas.
Untuk mencapai keberhasilan proses pelayanan ANC,
diperlukan pengawasan dari pihak ibu dan petugas pelayanan
ANC agar secara bersama-sama memantau kehamilan ibu
atau gangguan kesehatan sedini mungkin dikenal sehingga
dapat dilakukan perawatan yang cepat dan tepat. Pengawasan
oleh tenaga kesehatan di ranah penelitian cukup sulit
diwujudkan mengingat keyakinan ibu-ibu di desa Tandula
166
Jangga sendiri untuk memeriksakan kehamilannya ke
Posyandu ataupun Puskesmas yang belum maksimal.
Kesadaran untuk meningkatkan derajat kesehatannya dalam
hal ini perawatan kehamilan serta persiapan menuju kelahiran
yang sehat masih dipengaruhi oleh latar belakang kepercayaan
keluarga terhadap pemanfaatan pelayanan ANC serta larangan
untuk ibu hamil agar tidak bersinggungan dengan lingkungan di
luar rumah di awal kehamilannya. Wiknjosastro (1999)
menegaskan bahwa perawatan antenatal merupakan usaha
bersama dari petugas pelayan kesehatan dan ibu hamil. Tujuan
perawatan antenatal dapat tercapai apabila ibu hamil turut
berpartisipasi.
Kondisi yang terjadi di lapangan tidak seperti yang
diharapkan, ibu yang melakukan kunjungan ANC tidak sesuai
dengan waktu yang dijadwalkan atau sama sekali tidak
memiliki niat untuk melakukan kunjungan ANC. Ibu lebih
mengikuti saran anggota keluarga untuk melakukan
pemeriksaan kepada tenaga non medis seperti dukun bayi
ataupun alasan lain seperti jika ibu keluar dari lingkungan
rumah di awal kehamilannya akan berakibat buruk bagi
kehamilan karena sewaktu-waktu dapat bersinggungan dengan
ilmu hitam. Hal-hal tersebut dapat terjadi karena
167
ketidakpahaman ibu-ibu terhadap pengidentifikasian kehamilan
sejak dini dan pengenalan akan perubahan kondisi fisiologis
tubuh orang hamil, gejala yang dirasakan, dan sikap dalam
pengambilan keputusan mencari tempat pelayanan ANC yang
ada di sekitar daerah tempat tinggalnya. Pengetahuan akan
hal-hal tertentu juga didasari oleh pengetahuan lingkungannya
terhadap hal tersebut. Contohnya masyarakat akan
mengetahui hal-hal yang diturunkan dari budaya masyarakat itu
sendiri. Untuk itu luasnya pengetahuan seseorang juga diukur
dari pengetahuan lingkungannya. Menurut Notoatmodjo (2005),
pengetahuan merupakan indikator dari individu melakukan
tindakan terhadap sesuatu. Seseorang yang didasari
pengetahuan yang baik terhadap kesehatan, akan memahami
bagaimana kesehatan itu dan mendorong untuk
mengaplikasikan hal yang diketahuinya. Tidak perduli
pengetahuan tersebut timbul dari asumsi kelompok dan budaya
tertentu ataupun murni pengetahuan dari ibu sendiri mengenai
kehamilan. Dengan demikian pengetahuan mempunyai
hubungan yang sangat dekat dengan perilaku individu, dalam
penelitian ini perilaku ibu yang memanfaatkan pelayanan ANC
di desa Tandula Jangga, karena pengetahuan merupakan
salah satu ukuran dan indikator dari perilaku kesehatan.
168
Perilaku kesehatan ibu di desa Tandula Jangga jika ditelaah
lebih seksama, sangat dipengaruhi oleh lingkungan rumah,
letak tempat tinggal para partisipan masih tinggal dalam dusun
yang walaupun dikepalai oleh RT atau kepala desa sekalipun
masih ada tokoh lain yang menjadi panutan bagi masyarakat.
Pengaruh orang tua sangat berperan penting dalam
pengambilan keputusan bagi ibu, jadi perilaku ibu terkadang
terbentuk dari pengaruh lingkungan keluarga maupun tempat
tinggalnya. Rubin (1970) mengemukakan satu alasan lainnya
ibu hamil dapat/ mampu menyadari setiap gejala yang timbul
dalam dirinya tergantung kesiapan, perasaan akan keyakinan
dan mental yang besar untuk menerima kehamilan tersebut.
Lebih lanjut Rubin menambahkan wanita yang siap menerima
suatu kehamilan akan dipicu gejala-gejala awal untuk mencari
validasi medis tentang kehamilannya (dalam Bobak, 2004 :
126).
Beberapa hal di atas termasuk dalam faktor predisposisi
yang mempengaruhi ibu dalam melakukan kunjungan ANC.
Pengetahuan dasar akan pemahaman terhadap kehamilan
yang harus dimiliki seorang ibu mampu mempermudah ibu
untuk melakukan kunjungan ANC demikian juga dengan sikap
menghadapi kehamilan sejak awal. Dalam penelitian ini
169
sebagian besar ibu tidak dapat memberi keputusan akan pergi
ke tempat pelayanan ANC. Alasan tersebut terbentur dengan
dukungan suami ataupun anggota keluarga yang lain. Keluarga
pada dasarnya adalah tempat individu mempelajari perilaku
sosial contohnya dalam memanfaatkan tempat pelayanan
kesehatan. Bobak (2004: 12) menerangkan bahwa keluarga
merupakan institusi masyarakat yang paling penting, keluarga
mewakili kehidupan sosial yang primer untuk mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh individu atau unit sosial lainnya. Dalam
penelitian ini unsur dukungan keluarga di tempatkan sebagai
faktor predisposisi atau faktor yang mempermudah karena
keluarga sebagai unit sosial dasar dan kebanyakan ibu hamil
mempunyai kontak yang lebih kontinu setiap saat dengan
keluarga dibandingkan dengan kelompok sosial lainnya.
Unsur pendorong lainnya yang mempengaruhi ibu dalam
mencari dan memanfaatkan pelayanan ANC yaitu ketersediaan
fasilitas pelayanan ANC yang ada di Posyandu maupun
Puskesmas. Notoatmodjo (2005) mengungkapkan tersedianya
sarana dan prasarana untuk mendukung kesehatan
masyarakat merupakan salah satu komponen dalam
mempromosikan kesehatan di masyarakat itu sendiri. Fasilitas
yang memadai juga mampu meningkatkan tingkat kepuasan
170
pengguna layanan ANC sehingga ibu yang datang akan
merasa tidak sia-sia memeriksakan kandungannya dan tertarik
untuk datang berkunjung untuk yang kesekian kalinya. Dalam
penelitian ini fasilitas seperti kendaraan sudah cukup
membantu ibu hamil untuk menjangkau tempat pelayanan
seperti Puskesmas pada saat melahirkan, tetapi fasilitas lain
yang diberikan selama masa pemeriksaan ada yang tidak
menyebutkan sama sekali bahkan yang disebutkan belum
lengkap dan belum memenuhi standar pelayanan sebagaimana
yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) bahwa
ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana dasar untuk
pemeriksaan kehamilan minimal harus menyediakan lima
pelayanan dasar yang disebut dengan 5T pelayanan dasar
antenatal. 5T tersebut meliputi menyediakan timbang berat
badan, pengukuran tinggi fundus uteri, menyediakan
pemberian tablet besi, menyediakan pengukuran tensi dan
menyediakan imunisasi (TT) bagi ibu hamil. Dalam penyediaan
pelayanan tersebut perlu di perhatikan kelayakan tempat
pelayanan. Contohnya untuk melakukan pemeriksaan fundus
uteri memerlukan ruangan tertutup yang nyaman untuk ibu
berbaring, tetapi tempat pelayanan di lapangan tidak
memungkinkan pemeriksaan tersebut dilakukan karena
171
kegiatan tersebut berlangsung di teras rumah. Hal tersebut
mengisyaratkan ibu harus datang berkunjung ke Puskesmas
yang jaraknya cukup jauh. Tersedianya jenis pelayanan di atas,
dapat membantu ibu dan petugas memantau kondisi
kehamilan dengan lebih baik lagi, jika ibu datang dan
memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia setiap
bulannya. Demikian halnya dengan pembenahan pelayanan
serta peningkatan kualitas pelayanan akan menjadi daya tarik
tersendiri untuk para ibu yang akan melakukan pelayanan
ANC. Sosialisasi yang baik serta tepat sasaran dari pihak
Puskesmas menjadi poin penting dalam mewujudkan
tercapainya angka kunjungan ANC yang maksimal.
Di ranah penelitian, tidak ditemukan kesulitan akan
pembayaran terhadap pemeriksakan pelayanan ANC. Selain
tidak dipungut biaya di Posyandu maupun Puskesmas, untuk
melakukan konsultasi di luar hari pemeriksaan ANC juga di
perbolehkan oleh setiap ibu hamil. Hal ini selain meringankan
biaya kehidupan ibu dan keluarga juga menjadi acuan bagi
keluarga bahwa pemerintah turut berpartisipasi dan
bekerjasama dengan para pelayan kesehatan menyiapkan
tempat pelayanan ANC untuk meningkatkan kesejahtraan ibu
dan bayi tanpa harus membayar. Faktor enabling lainnya yang
172
menjadi poin pendorong dalam menggunakan pelayanan ANC
yakni kemampuan menjangkau tempat pelayanan. Dalam hal
ini jarak tempat pelayanan yang cukup jauh mempengaruhi
minat ibu. Letak Posyandu desa Tandula Jangga berada di
pusat balai desa Tandula Jangga di Kecamatan Nggaha
Oriangu. Berdasarkan letak geografis daerah di sekitar desa
Tandula Jangga cukup sukar dilewati. Di tempat penelitian
ditemukan beberapa ibu hamil kesulitan menjangkau tempat
pelayanan ANC karena perjalanan menuju Posyandu yang
melewati sungai dan letak rumah partisipan yang ada dibalik
gunung, selain itu tidak adanya tranportasi umum yang tetap
juga menyulitkan ibu pergi ke Puskesmas. Menurut
Depertemen Kesehatan RI (1996), selama kehamilan ada hal-
hal yang perlu dipantau oleh tenaga kesehatan agar apabila
terdapat penyimpangan dari keadaan normal dapat segera
diberi penanganan yang memadai. Keterjangkauan tempat
pelayanan yang mudah akan mempengaruhi ibu memeriksakan
kehamilannya sebab di tempat pelayanan antenatal ibu dapat
memantau pertumbuhan dan perkembangan janin serta
kesehatannya. Di samping itu dengan pertemuan yang intensif,
komunikasi antara ibu dan petugas antenatal akan berlangsung
efektif dan saling mengenal. Jika hubungan telah terbina akan
173
lebih mudah petugas menyampaikan pesan-pesan yang
berguna dan menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa percaya
kepada petugas, dalam hal ini merupakan dasar yang baik
dalam merawat diri serta keputusan dalam menggunakan
layanan antenatal.
Dari beberapa faktor pemudah dalam kehidupan sosial ibu
hamil serta berpotensi mempengaruhinya menggunakan
pelayanan ANC, untuk meningkatkan derajat kesehatan
selama masa kehamilannya ada juga faktor pendorong yang
krusial sebagai penopang munculnya perilaku tersebut.
Perilaku dan sikap tersebut akan benar-benar muncul dan
menjadi kebiasaan ibu, ketika dalam lingkup pelaksanaannya
terdapat faktor penguat yang ada di sekitar individu. Dalam
penelitian ini faktor penguat atau reinforcing factors yang di
tambahkan adalah perilaku dari petugas pelayanan antenatal
sendiri dan pengaruh dari orang-orang yang menjadi panutan
dalam masyarakat dan cukup disegani. Penelitian yang
dilakukan oleh Sadik (1996) menemukan bahwa sikap perilaku
petugas kesehatan berhubungan erat dengan derajat
pemanfaatan pelayanan antenatal. Perilaku petugas kesehatan
menjadi unsur penarik bagi Ibu hamil untuk datang ke sarana
kesehatan. Dalam penelitian ini petugas kesehatan di desa
174
Tandula Jangga cukup menjalankan tugasnya dengan baik,
dalam hal ini melayani setiap pengunjung yang datang,
melakukan esensi kunjungan pada ibu yang harus dikunjungi di
rumah dan menyampaikan fungsi pelayanan dan tujuan utama
pelayanan tersebut. Pada saat kegiatan posyandu
berlangsung, petugas cukup sigap menanyakan setiap keluhan
kepada ibu yang datang. Efektifitas kerja petugas yang
demikian didukung oleh beberapa hal, diantaranya kesiapan
petugas dalam melayani ibu, kesiapan dalam melakukan
tindakan pelayanan, pendekatan interpersonal dengan
pengunjung, serta kecekatan menanggapi hal-hal yang
membuat pengunjung kurang tertarik untuk datang. Dalam
Penyampaian pesan terkait tindakan yang dilakukan ataupun
masalah pelayanan, petugas perlu menggunakan bahasa yang
sederhana dan tanpa tekanan terhadap pengunjung.
Komunikasi yang terjadi antara petugas dan ibu terkadang
menggunakan bahasa daerah, hal ini menunjukan bahwa
petugas berusaha memberikan pengertian atau menyampaikan
pesan dengan bahasa sederhana dan lebih dimengerti oleh
masyarakat desa karena masyarakat di desa Tandula Jangga
hampir setiap hari menggunakan bahasa daerah. Hal-hal
tersebut perlu dipertimbangkan mengingat pengunjung yang
175
sebagian besarnya adalah masyarakat desa yang latar
belakang pengetahuannya masih dipengaruhi budaya, dan
lingkungan tempat tinggal. Untuk memotifasi ibu yang tidak
disiplin terkait masalah kunjungan, petugas hendaknya
memberi peringatan keras tetapi tidak dengan memarahi ibu
yang datang. Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi
para petugas kesehatan untuk dapat merangkul dan mampu
menciptakan komunikasi dua arah antara petugas dengan ibu
hamil maupun petugas dengan keluarga ibu hamil. Petugas di
desa Tandula Jangga cukup keras dalam menyampaikan atau
memotivasi ibu agar datang berkunjung tetapi hal tersebut
dianggap merupakan tindakan yang cukup tegas dalam
memotivasi ibu. Dimulai dari komunikasi yang baik dan efektif
petugas mampu menjalin hubungan kepercayaan antara ibu
hamil beserta keluarga dengan sarana pelayanan Antenatal
yang tersedia.
Faktor penguat yang penting lainnya adalah partisipasi
masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi yang dimaksud
adalah Perhatian masyarakat terhadap ibu hamil, terutama
Tokoh Masyarakat (TOMA) dan Tokoh Agama (TOGA).
Partisipasi yang diharapkan berupa perhatian serta dukungan
mencakup semua tahap seperti perencanaan pemeriksaan,
176
pelaksanaan pemeriksaan, serta turut dalam pengawasan
terhadap ibu. Tokoh Masyarakat dan tokoh agama merupakan
sosok panutan dan disegani dalam kelompok masyarakat dan
tidak dipungkiri masyarakat sering mengikuti kebiasaan
ataupun saran yang diberikan oleh orang-orang tersebut.
Dalam penelitian ini sebagian besar tokoh masyarakat dan
tokoh agama mendukung setiap langkah ibu hamil yang akan
melakukan kunjungan ANC ada pula yang tidak perduli dan
bersikap biasa-biasa saja, tetapi dukungan tersebut kembali
lagi kepada individu yang bersangkutan yaitu ibu hamil yang
akan memutuskan akan pergi ke tempat pelayanan ANC atau
tidak, karena kembali terbentur dengan dukungan keluarga
yang minim dan masih mempercayai beberapa pengobatan
tradisional di dukun desa serta kesadaran ibu sendiri dalam
memperhatikan kesehatan kehamilannya. Melihat kondisi
demikian beberapa tokoh agama dan tokoh masyarakat
mengambil jalan penyelesaian yang cukup baik yaitu
melakukan pendekatan dengan keluargan ibu hamil yang
kurang berkenan terhadap ibu yang akan melakukan
pelayanan antenatal. Sikap demikian mampu membantu ibu
merubah pandangan keluarga tentang keberadaan tempat
pelayanan antenatal yang ada di desa tersebut.