bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 hasil...

23
33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Evaluasi Pelaksanaan Kebijaksanaan PPh Pasal 21 PDAM Kota Gorontalo Suatu sistem manajemen pajak yang efektif merupakan hal terpenting bagi perusahaan untuk tetap bertahan dalam kondisi yang sekarang ini, untuk itu diperlukan adanya suatu perencanaan pajak (tax planning) dalam rencana kerja tanpa harus melanggar Undang-undang Perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan perencanaan PPh Pasal 21 oleh perusahaan diharapkan dapat meminimumkan beban pajak terhutang karyawan, yang nantinya akan menguntungkan kedua belah pihak. Kebijakan PDAM Kota Gorontalo terhadap karyawannya yang berhubungan dengan perpajakan khususnya PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan setahun karyawan berasal dari gaji pokok saja ditambah dengan Tunjangan Hari Raya itupun hanya untuk karyawan yang bekerja dengan masa kerja satu tahun penuh. 2. Untuk lebih memotivasi kinerja karyawan dan lebih memperlancar kegiatan operasi perusahaan maka perusahaan memberikan kepada karyawannya fasilitas-fasilitas berupa natura seperti makan siang ditempat, tempat tinggal atau mess bagi kepala badan dan karyawan disediakan balai kesehatan. 3. Ditanggungnya seluruh PPh Pasal 21 terutang karyawan oleh perusahaan. Berdasarkan kebijakan perusahaan di atas dan setelah dilakukan evaluasi perhitungan SPT 1721 tahun 2011 yang dilakukan oleh PDAM Kota Gorontalo

Upload: dangliem

Post on 13-Jun-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Evaluasi Pelaksanaan Kebijaksanaan PPh Pasal 21 PDAM Kota

Gorontalo

Suatu sistem manajemen pajak yang efektif merupakan hal terpenting bagi

perusahaan untuk tetap bertahan dalam kondisi yang sekarang ini, untuk itu

diperlukan adanya suatu perencanaan pajak (tax planning) dalam rencana kerja

tanpa harus melanggar Undang-undang Perpajakan yang berlaku. Pelaksanaan

perencanaan PPh Pasal 21 oleh perusahaan diharapkan dapat meminimumkan

beban pajak terhutang karyawan, yang nantinya akan menguntungkan kedua belah

pihak. Kebijakan PDAM Kota Gorontalo terhadap karyawannya yang

berhubungan dengan perpajakan khususnya PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

1. Penghasilan setahun karyawan berasal dari gaji pokok saja ditambah dengan

Tunjangan Hari Raya itupun hanya untuk karyawan yang bekerja dengan masa

kerja satu tahun penuh.

2. Untuk lebih memotivasi kinerja karyawan dan lebih memperlancar kegiatan

operasi perusahaan maka perusahaan memberikan kepada karyawannya

fasilitas-fasilitas berupa natura seperti makan siang ditempat, tempat tinggal

atau mess bagi kepala badan dan karyawan disediakan balai kesehatan.

3. Ditanggungnya seluruh PPh Pasal 21 terutang karyawan oleh perusahaan.

Berdasarkan kebijakan perusahaan di atas dan setelah dilakukan evaluasi

perhitungan SPT 1721 tahun 2011 yang dilakukan oleh PDAM Kota Gorontalo

34

pada bab 3 tadi maka dapat dilihat beberapa masalah yang menghambat kegiatan

operasi perusahan bahkan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Masalah-

masalah tersebut akan dibahas dibawah ini beserta jalan keluarnya yang

merupakan bagian dari perencanaan pajak khususnya untuk PPh Pasal 21, yaitu:

1. Masih ditanggungnya PPh Pasal 21 karyawan secara keseluruhan oleh

perusahaan namun perusahaan tidak dapat membebankan biaya penanggungan

PPh Pasal 21 tersebut sebagai biaya fiskal perusahaan.

Berdasarkan Undang-undang Perpajakan No.17 tahun 2008 Pasal 9 ayat 1

(h) menyebutkan bahwa biaya atas penanggungan pembayaran PPh oleh

perusahaan merupakan biaya yang tidak dapat dijadikan biaya oleh

perusahaan dalam laporan keuangan fiskal. Terjadinya kondisi di atas

dikarenakan maksud awal perusahaan agar karyawan merasa senang atas

penghasilan yang diterima setiap bulannya dapat diterima penuh tanpa

potongan apapun. Apalagi perusahaan hanya memberikan gaji pokok saja

setiap bulannya tanpa tambahan kenikmatan lainnya.

Akibat hal tersebut perusahaan akan dirugikan secara material karena

biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menanggung PPh Pasal 21

karyawan tidak dapat dijadikan biaya dalam laporan keuangan fiskal, dengan

begitu biaya yang dikeluarkan perusahaan berjumlah besar dengan hasil akhir

pajak badan yang juga berjumlah besar. Sebaiknya perusahaan memberikan

tunjangan PPh dengan cara gross up karena dengan begitu kedua belah pihak

akan diuntungkan satu sama lain. Di sisi perusahaan tunjangan PPh dapat

dijadikan biaya dalam laporan keuangan fiskal sehingga dapat menekan beban

35

pajak badan dan disisi karyawan pendapatan yang diterimanya tetap seutuhnya

karena perusahaan memberikan tunjangan PPh Pasal 21nya sebesar jumlah

PPh Pasal 21 terutang.

2. Adanya kebijakan yang dilakukan oleh PDAM Kota Gorontalo dalam

pemberian natura kepada karyawannya seperti pemberian mess (tempat

tinggal) dan balai kesehatan, namun perusahaan tidak dapat membebankan

biaya pemberian natura tersebut sebagai biaya fiskal perusahaan Berdasarkan

Undang-undang Pajak No.36 tahun 2008 Pasal 6 ayat 1 (a) menyebutkan

tunjangan dalam bentuk uang dapat dijadikan biaya oleh perusahaan dalam

laporan keuangan fiskal. Akan tetapi pemberian natura selain dalam bentuk

uang tidak dibolehkan dijadikan biaya, kecuali pemberian natura berupa

makan siang ditempat dan layanan bus antar jemput karyawan, sesuai dengan

Undang-undang Pajak No. 36 tahun 2008 Pasal 9 ayat 1 (e).

Perusahaan memberikan natura seperti mess (tempat tinggal) dan balai

kesehatan disebabkan adanya maksud perusahaan agar karyawan dapat

meningkatkan produktifitas kerjanya dan lebih memperlancar kegiatan operasi

perusahaan. Hal tersebut memang dapat saja dilakukan perusahaan tapi

sangatlah merugikan karena akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh natura tadi tidak dapat dijadikan biaya pada saat pembuatan

laporan keuangan fiskal, otomatis hal tersebut bisa membuat pajak badan

menjadi lebih besar karena biaya yang dibebankan perusahaan terlalu kecil.

Untuk itu sebaiknya perusahaan memberikan natura atau kenikmatan

kepada karyawannya berupa tunjangan yang berbentuk uang, sebagaimana

36

yang dimaksud point 1. Dalam kasus ini, alangkah baik PDAM Kota

Gorontalo memberikan tunjangan berupa tunjangan rumah dan tunjangan

kesehatan.

3. Terdapat kesalahan hitung dalam SPT 1721 tahun pajak 2004 khususnya pada

perhitungan PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah. Sebagai contoh

karyawan PDAM Kota Gorontalo yang bernama Lefrin Sako dengan status

K/3, nominal PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintahnya berjumlah lebih

kecil dari yang seharusnya (dalam SPT 1721 berjumlah Rp.126.500

sedangkan jumlah seharusnya Rp. 138.000).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2006 menyebutkan

bahwa karyawan yang penghasilannya dibawah Rp. 2.000.000 maka atas

penghasilannya yang Rp.1.000.000 PPh Pasal 21 nya akan ditanggung

Pemerintah, otomatis karyawan yang penghasilan perbulannya dibawah Rp.

1.000.000 secara langsung PPh Pasal 21 nya nihil atau karyawan tersebut

tidak dibebani PPh Pasal 21 terutang.

Pemberlakuan sistem self assessment adalah sebab utama terjadinya

kondisi tadi, penyebab lainnya adalah staf perpajakan yang dimiliki PDAM

Kota Gorontalo kurang berkualitas atau kurang paham tentang pajak.

Akibatnya jumlah PPh Pasal 21 terutang karyawan bisa menjadi lebih

besar. Hal tersebut selain merugikan karyawan juga sangat merugikan

perusahaan karena dapat memperbesar biaya yang dikeluarkan perusahaan.

Apalagi pada saat ini perusahaan masih menanggung pembayaran PPh Pasal

37

21 karyawan yang sebenarnya biaya tersebut tidak dapat dijadikan biaya

dalam laporan keuangan fiskal.

Untuk itu lebih baik PDAM Kota Gorontalo memberikan tunjangan pajak

agar biaya yang dikeluarkannya boleh mengurangi pendapatan perusahaan

seperti yang dimaksud point-point sebelumnya. Tunjangan PPh diberikan

untuk karyawan yang penghasilannya di atas Rp. 1.000.000 perbulan. Selain

itu sebaiknya perusahaan mempunyai staf perpajakan yang benar-benar

menguasai tentang perpajakan atau memberikan pelatihan/pendidikan

kepadanya sehingga memperkecil kesempatan adanya salah hitung kembali

dalam menghitung pajak terutangnya.

4. Tidak dilakukan pembulatan ribuan pada saat perhitungan PKP dalam mencari

PPh Pasal 21 terutang. Sebagai contoh PKP milik salah seorang karyawan

PDAM Kota Gorontalo yang bernama Alidah dengan status TK/0, dalam SPT

1721 A1 miliknya, PKP tersebut berjumlah Rp. 5.413.334. Seharusnya jika

dilakukan pembulatan PKP nya menjadi Rp. 5.413.000.

Kondisi di atas terjadi disebabkan kurangnya pengetahuan pajak yang

dimiliki staff perpajakan PDAM Kota Gorontalo. Akibatnya walaupun

pembulatan yang tidak dilakukan perusahaan bernominal kecil namun hal

tersebut lambat laun dapat saja menyebabkan jumlah PPh Pasal 21 terutang

menjadi lebih besar. Oleh karena itu PDAM Kota Gorontalo sebaiknya

melakukan pembulatan pada saat perhitungan PKP dalam PPh Pasal 21,

karena hal tersebut sangat menguntungkan (dapat mengurangi besarnya

jumlah pajak terutang). Selain itu sebaiknya perusahaan mempunyai staff

38

perpajakan yang benar-benar menguasai tentang perpajakan atau dengan

memberikan pelatihan/pendidikan kepadanya.

5. Tidak dilakukannya update data karyawan oleh perusahaan, dalam hal ini

adalah update status Wajib Pajak. Sebagai contoh salah seorang karyawan

PDAM Kota Gorontalo yang bernama Lefrin Sako. Pada awal masuk bekerja

tahun 2010 ia berstatus K/2. Kemudian pada pertengahan tahun 2011 isterinya

melahirkan kembali yang hal tersebut seharusnya merubah status

tanggungannya dalam perhitungan PTKP untuk tahun 2012 karena dari

statusnya K/2 menjadi K/3. Berdasarkan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Pajak

No.36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa penerapan

besarnya PTKP ditentukan oleh keadaan awal tahun pajak, dalam hal ini awal

tahun takwim.

Sebab terjadinya kondisi diatas karena kurangnya pengetahuan pajak yang

dimiliki oleh karyawan PDAM Kota Gorontalo khususnya pengetahuan yang

mengharuskan dirinya melakukan pelaporan atas datanya jika mengalami

perubahan.

Akibatnya adalah PTKP karyawan tersebut akan berjumlah lebih kecil dari

yang seharusnya sehingga PPh Pasal 21 nya akan berjumlah lebih besar, Oleh

karena itulah hal tersebut akan merugikan bagi karyawan itu sendiri.

Sebaiknya setiap karyawan PDAM Kota Gorontalo diberikan

pendidikan/pelatihan tentang perpajakan atau setidak-tidaknya bagian staf

perpajakan setiap awal tahun pajak menanyakan informasi tentang ada atau

tidak adanya perubahan status atau perubahan data lainnya milik setiap

39

karyawan, sehingga tidak terjadi lagi kerugian baik dari sisi karyawan maupun

dari sisi perusahaan.

Dengan timbulnya beberapa masalah tadi maka dapat disimpulkan bahwa

PDAM Kota Gorontalo belum melaksanakan perencanaan pajak secara efektif

khususnya untuk PPh Pasal 21 karyawan dan hal tersebut sangatlah

merugikan, baik itu bagi perusahaan sendiri maupun bagi karyawan.

4.1.2 Analisis Perhitungan PPh Pasal 21 Dengan Perencanaan Pajak

Setelah disimpulkan bahwa PDAM Kota Gorontalo belum melaksanakan

perencanaan pajak secara efektif khususnya untuk PPh Pasal 21, maka dibawah

ini merupakan beberapa contoh perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan

tiga alternatif, yaitu perhitungan PPh Pasal 21 tanpa pemberian tunjangan (PPh

Pasal 21 ditanggung perusahaan), perhitungan PPh Pasal 21 dengan diberikan

tunjangan PPh dan perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode gross up serta

ditambah dengan pemberian tunjangan tempat tinggal & tunjangan kesehatan

dalam setiap alternatif sebagaimana telah disebutkan dalam saran di atas tadi.

Adapun perinciannya sebagai berikut:

1. Mr. SS merupakan Direktur PDAM Kota Gorontalo yang berstatus K/1. Setiap

Bulan ia menerima gaji pokok sebesar Rp.7.500.000 dengan tunjangan rumah

dan kesehatan sebesar Rp. 250.000. Jadi jumlah penghasilan bruto yang

diterimanya setiap bulan sebesar Rp. 7.750.000. Oleh karena itulah PPh Pasal

21 terutangnya nanti tidak ada yang ditanggung pemerintah. Di bawah ini

merupakan perhitungan PPh Pasal 21 Mr. SS setelah disetahunkan, yaitu:

40

Tabel 3

Perhitungan Gross Up

Uraian

Tanpa Tunjangan

PPh (Rp.)

Tunjangan

PPh (Rp.) Gross Up (Rp.)

Gaji setahun 90.000.000 90.000.000 90.000.000

Tunjangan rumah dan

kesehatan

3.000.000 3.000.000 3.000.000

Tunjangan PPh - 4.882.000 7.214.118

Jumlah penghasilan bruto 93.000.000 97.882.000 100.214.118

Pengurangan:

5% x penghasilan bruto

Max. 6.000.000/tahun

(6.000.000) (6.000.000) (6.000.000)

Penghasilan netto setahun 87.000.000 91.882.000 94.214.118

PTKP (21.120.000) (21.120.000) (21.120.000)

PKP 65.880.000 70.762.000 73.094.118

PPh Pasal 21 setahun 4.882.000 5.614.300 5.964.118

Tunjangan PPh - (4.882.000) (7.214.118)

PPh Pasal 21 yang harus

dipotong

4.882.000 732.300 1.250.000

Perhitungan PPh Pasal 21 setahun:

1. 5% x 50.000.000 = Rp. 2.500.000

15% x 15.880.000 = Rp. 2.382.000

PPh Pasal 21 setahun Rp. 4.882.000

2. 5% x 50.000.000 = Rp. 2.500.000

15% x 20.762.000 = Rp. 3.114.300

PPh Pasal 21 setahun Rp. 5.614.300

3. 5% x 50.000.000 = Rp. 2.500.000

15% x 23.094.118 = Rp. 3.464.118

PPh Pasal 21 setahun Rp. 5.964.118

PTKP:

Wajib Pajak Pribadi Rp. 15.840.000

Wajib Pajak Kawin Rp. 1.320.000

Tanggungan 3 Rp. 3.960.000

Total PTKP Rp. 21.120.000

41

Perhitungan Tunjangan Gross Up:

= 1/204 (3 x Rp. 65.880.000) - Rp. 75.000.000)

= 1/204 x (Rp. 19.7640.000 - Rp. 75.000.000)

= 1/204 x Rp. 122.640.000

= Rp. 601.176

= Rp. 601.176 x 12 = Rp. 7.214.118

2. Mr. IM merupakan karyawan PDAM Kota Gorontalo dengan status K/3.

Setiap bulannya ia menerima gaji pokok sebesar Rp. 2.665.000 dengan

tunjangan rumah dan kesehatan sebesar Rp. 250.000. Jadi dengan begitu

jumlah penghasilan bruto yang diterimanya setiap bulan berjumlah Rp.

2.915.000. Dikarenakan penghasilan bruto Mr. IM setiap bulannya masih

dibawah Rp. 5.000.000 maka sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 47

tahun 2009, PPh Pasal 21 Mr. IM sebagian masih ditanggung Pemerintah (atas

penghasilan yang Rp. 2.000.000). Perhitungan PPh Pasal 21 yang sebagian

ditanggung pemerintah, gross up nya dilakukan dua kali agar selisih yang ada

dalam PPh Pasal 21 disetor (dalam gross up awal) bisa sesuai dengan

tunjangan PPh gross up yang diberikan perusahaan (dalam hal ini tunjangan

yang akan diberikan perusahaan sebesar tunjangan PPh yang ada dalam tabel

gross up akhir). Di bawah ini merupakan perhitungan PPh Pasal 21 Mr. IM

setelah disetahunkan, yaitu:

42

Tabel 4

Perhitungan Gross Up

Uraian

Tanpa

Tunjangan PPh

(Rp.)

Tunjangan

PPh (Rp.)

Gross Up

Awal (Rp.)

Gross Up

Akhir (Rp.)

Gaji setahun 31.980.000 31.980.000 31.980.000 31.980.000

THR 1.750.000 1.750.000 1.750.000 1.750.000

Tunjangan rumah dan

kesehatan

3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000

Tunjangan PPh - 605.000 654.000 636.000

Jumlah penghasilan bruto 36.730.000 37.335.000 37.384.000

37.366.000

Pengurangan:

Biaya jabatan:

5% x penghasilan bruto

(1.836.500) (1.866.750) (1.869.200) (1.868.300)

Penghasilan netto

setahun

34.893.500 35.468.250 35.514.800 35.497.700

PTKP (17.160.000) (17.160.000) (17.160.000) (17.160.000)

PKP 17.733.500 18.308.250 18.354.800 18.337.700

PPh Pasal 21 setahun 887.000 915.000 918.000 917.000

PPh Pasal 21 ditanggung

Pemerintah

(282.000) (282.000) (282.000) (282.000)

Total PPh Pasal 21

setahun

605.000 633.000 636.000 636.000

Tunjangan PPh (605.000) (654.000) (636.000)

PPh Pasal 21 yang harus

dipotong

605.000 28.000 (18.000) -

Perhitungan PPh Pasal 21 setahun:

1. 5% x Rp. 17.733.500 = Rp. 887.000

2. 5% x Rp. 18.308.250 = Rp. 915.000

3. 5% x Rp. 18.354.800 = Rp. 918.000

4. 5% x Rp. 18.337.700 = Rp. 917.000

PTKP

Wajib Pajak Pribadi Rp. 15.840.000

Wajib Pajak Kawin Rp. 1.320.000

Total PTKP Rp. 17.160.000

Perhitungan Tunjangan PPh dengan

Gross Up Awal:

43

Rp. 17.733.500 x 1/228,6 = Rp. 78.000

Rp. 78.000 x 12 = Rp. 936.000

Rp. 936.000 - Rp. 282.000 = Rp. 654.000

Perhitungan Tunjangan PPh dengan

Gross Up Akhir:

Rp. 17.733.500 x 1/228,6 = Rp. 78.000

Rp. 78.000 x 12 = Rp. 936.000

Rp. 936.000 - Rp. 282.000 - 18.000 = Rp. 636.000

Perhitungan PPh Pasal 21ditanggung Pemerintah:

Gaji Rp. 2.000.000 x 12 bulan Rp. 24.000.000

Biaya jabatan 5% x Rp. 24.000.000 Rp. (1.200.000)

PTKP Rp. (17.160.000)

PKP Rp. 5.640.000

Tarif 5% x Rp. 5.640.000 = Rp. 282.000

3. Mr. LS merupakan karyawan pada PDAM Kota Gorontalo dengan status K/2

pada awal masuk bekerja tahun 2006. Pada tahun 2011 Mr. LS mempunyai

anak lagi yang hal tersebut seharusnya merubah status tanggungannya dalam

perhitungan PTKP. Besarnya gaji pokok sebulan adalah Rp. 2.048.750 dengan

tambahan tunjangan rumah dan kesehatan sebesar Rp. 250.000. Jadi

penghasilan bruto yang diterimanya setiap bulan berjumlah Rp. 2.298.750.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2009, PPh Pasal 21 Lefrin

Sako sebagian masih ditanggung Pemerintah (atas penghasilan yang Rp.

2.000.000). Maka perhitungan gross up nya akan dilakukan dua kali agar

selisih yang ada dalam PPh Pasal 21 disetor (dalam tabel gross up awal) bisa

sesuai dengan tunjangan PPh gross up yang diberikan perusahaan (dalam hal

ini tunjangan yang akan diberikan perusahaan sebesar tunjangan PPh yang ada

44

dalam tabel gross up akhir). Di bawah ini merupakan perhitungan PPh Pasal

21 Mr. LS setelah disetahunkan, yaitu:

Tabel 5

Perhitungan Gross Up

Uraian

Tanpa

Tunjangan

PPh (Rp.)

Tunjangan

PPh (Rp.)

Gross Up

Awal (Rp.)

Gross Up

Akhir (Rp.)

Gaji setahun 24.585.000 24.585.000 24.585.000 24.585.000

THR 1.750.000 1.750.000 1.750.000 1.750.000

Tunjangan rumah dan

kesehatan

3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000

Tunjangan PPh - 253.000 270.000 266.000

Jumlah penghasilan bruto 29.335.000 29.588.000 29.605.000 29.601.000

Pengurangan:

Biaya jabatan 5% x penghasilan

bruto

(1.467.000) (1.479.000) (1.480.000) (1.480.000)

Penghasilan netto setahun 27.868.000 28.109.000 28.125.000 28.121.000

PTKP (19.800.000) (19.800.000) (19.800.000) (19.800.000)

PKP 8.068.000 8.309.000 8.325.000 8.321.000

PPh Pasal 21 setahun 403.000 415.000 416.000 416.000

PPh Pasal 21 ditanggung

Pemerintah

(150.000) (150.000) (150.000) (150.000)

Total PPh Pasal 21 setahun 253.000 265.000 266.000 266.000

Tunjangan PPh - (253.000) (270.000) (266.000)

PPh Pasal 21 yang harus

dipotong

253.000 12.000 (4.000) --

Perhitungan PPh Pasal 21 setahun:

1. 5% x Rp. 8.068.000 = Rp. 403.000

2. 5% x Rp. 8.309.000 = Rp. 415.000

3. 5% x Rp. 8.325.000 = Rp. 416.000

4. 5% x Rp. 8.321.000 = Rp. 416.000

PTKP:

Wajib Pajak Pribadi Rp. 15.840.000

Wajib Pajak Kawin Rp. 1.320.000

45

Tanggungan 2 Rp. 2.640.000

Total PTKP Rp. 19.800.000

Perhitungan Tunjangan Gross Up Awal:

Rp. 8.068.000 x 1/228,6 = Rp. 35.000

Rp. 35.000 x 12 = Rp. 420.000

Rp. 420.000 - 150.000 = Rp. 270.000

Perhitungan Tunjangan Gross Up Akhir:

Rp. 8.068.000 x 1/228,6 = Rp. 35.000

Rp. 35.000 x 12 = Rp. 420.000

Rp. 420.000 - 150.000 – 4.000 = Rp. 266.000

Perhitungan PPh Pasal 21ditanggung Pemerintah:

Gaji Rp. 2.000.000 x 12 bulan Rp. 24.000.000

Biaya jabatan 5% x Rp. 24.000.000 Rp. (1.200.000)

PTKP Rp. (19.800.000)

PKP Rp. 3.000.000

Tarif 5% x Rp. 3.000.000 = Rp. 150.000

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis di atas dan dari beberapa alternatif yang ada,

perbandingan antara gaji Dibawah pulang (take home pay), biaya komersial dan

fiskal merupakan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam rangka

pemilihan alternatif. Di bawah ini adalah suatu ringkasan dari beberapa contoh

tadi dengan beberapa alternatif yang ada, yaitu sebagai berikut:

Tabel 6

Perbandingan Perhitungan Take Home Pay, Biaya Fiskal, Biaya Komersial

dan Selisih Antara Keduanya

Uraian Sesuai Kebijakan

Yang Dijalankan

Perusahaan (Rp.)

Tanpa

Tunjangan

PPh (Rp.)

Tunjangan

PPh (Rp.)

Gross Up

(Rp.)

46

Dibayar Perusahaan Dibayar

Perusahaan

Take Home Pay

Gaji 146.565.000 146.565.000 146.565.000 146.565.000

THR 3.500.000 3.500.000 3.500.000 3.500.000

Tunjangan PPh - - 5.740.000 11.029.000

Tunjangan Rumah & Kesehatan

-

6.600.000

6.600.000

6.600.000

Dikurangi:

PPh Pasal 21 - - (6.512.300) (6.866.118)

Jumlah 150.065.000 156.665.000 155.892.700 160.827.882

Biaya Fiskal

Penghasilan Bruto 150.065.000 156.665.000 155.892.700 160.827.882

Ditambah:

Makan Siang &

Antar Jemput Karyawan(natura)

10.800.000

10.800.000

10.800.000

10.800.000

Jumlah 160.865.000 167.465.000 166.692.700 171.627.882

Biaya Komersial

Biaya Fiskal 160.865.000 167.465.000 166.692.700 171.627.882

Ditambah:

PPh Pasal 21 4.525.700 5.740.000 - -

Jumlah 165.390.700 173.205.000 166.692.700 171.627.882

Selisih B. Fiskal

dan B. Komersial

4.525.700 5.740.000 - -

Ikhtisar dari take home pay, biaya fiskal dan biaya komersial serta

selisihnya merupakan faktor-faktor penentuan pemilihan alternatif yang dapat

dilihat di awah ini:

Tabel 7

Pemilihan Alternatif

Uraian Take Home

Pay (Rp.)

Biaya Fiskal

(Rp.)

Biaya

Komersial

(Rp.)

Selisih Biaya

Fiskal &

Biaya

Komersial

(Rp.)

Sesuai dengan kebijakan yang

dijalankan perusahaan (tanpa

tunjangan rumah, tunjangan

kesehatan dan

tunjangan PPh) – dibayarkan

perusahaan

146.565.000 160.865.000 165.390.700 4.525.700

47

Diberikan tunjangan rumah dan

tunjangan kesehatan (tanpa

tunjangan PPh) – dibayarkan

perusahaan

156.665.000 167.465.000 173.205.000 9.454.000

Diberikan tunjangan PPh dan

tunjangan rumah serta tunjangan

kesehatan

155.892.700 166.692.700 166.692.700 -

Diberikan tunjangan PPh (Gross

Up) dan tunjangan rumah serta

tunjangan kesehatan

160.827.882 171.627.882 171.627.882 -

Setelah memperhatikan alternatif di atas maka pilihan dijatuhkan pada

alternatif keempat, karena dari sudut pandang karyawan gaji yang dibawa pulang

mereka merupakan jumlah yang terbesar (Rp. 160.827.882), tanpa adanya selisih

biaya fiskal dan biaya komersial yang dapat memperbesar jumlah PPh Badan dan

juga pemilihan alternatif keempat ini dapat menghemat PPh Pasal 21 karyawan

sebesar Rp. 11.029.000.

Penghematan disini bukan berarti tidak ada transaksi pembayaran PPh

pasal 21 karyawan, akan tetapi penghematan atas tidak ada lagi pajak yang

dipotong dari penghasilan pokok karyawan. Dari segi komersial, biaya fiskal yang

besar tampaknya seperti suatu pemborosan, namun harus diperhatikan pula bahwa

akibat biaya fiscal yang besar akan berdampak kepada laba sebelum pajaknya

menjadi lebih kecil dan selanjutnya PPh Badan pun akan menjadi lebih kecil.

Alternatif kedua memang menguntungkan dari sisi karyawan karena gaji

yang dibawa pulang mereka juga merupakan jumlah yang terbesar (Rp.

160.827.882). Akan tetapi disisi perusahaan pemilihan alternatif ini sangat

merugikan karena adanya selisih biaya fiskal dan komersial akibat PPh 21

ditanggung perusahaan. Hal ini dapat mengakibatkan koreksi fiskal sebesar Rp.

48

5.740.000 yang berarti adanya pertambahan PPh Badan sekitar 25% x Rp.

5.740.000 = Rp. 1.435.000.

Alternatif ketiga sebaiknya tidak dilakukan oleh perusahaan karena

walaupun selisih biaya fiskal dan biaya komersial tidak ada, akan tetapi gaji

yang dibawa pulang karyawan tidaklah maksimal, hal ini sangat merugikan

karyawan. Alternatif pertama adalah alternatif yang sekarang dijalankan

perusahaan. Hal ini sebaiknya tidak lagi dilakukan perusahaan karena merugikan

kedua belah pihak, baik itu karyawan maupun perusahaan. Disisi karyawan gaji

yang dibawa pulang merupakan jumlah terkecil dari empat alternatif di atas (Rp.

146.565.000) dan disisi perusahaan terjadi koreksi fiskal sebesar Rp. 4.525.700

yang dapat mengakibatkan jumlah PPh Badan bertambah besar (25% x Rp.

4.525.700= Rp. 1.131.000).

Untuk lebih memudahkan dalam menilai seberapa besar keseluruhan

keuntungan karyawan dan perusahaan dalam menggunakan metode gross up,

maka di bawah ini merupakan ringkasan perhitungan PPh Pasal 21 atas seluruh

karyawan PDAM Kota Gorontalo sesuai dengan peraturan perpajakan, yaitu

sebagai berikut:

49

Tabel 8. Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan PDAM Kota Gorontalo Tahun 2011

(Metode Gross Up)

No Nama Status Penghasilan

Bruto (Rp.)

Penghasilan

Netto (Rp.)

PKP (Rp.)

PPh

Pasal 21

Terutang (Rp.)

PPh 21

ditanggung

Pemerintah (Rp.)

Tunjangan

PPh

(Gross Up) (Rp.)

PPh

Pasal 21

Dipotong (Rp.)

1 ID TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

2 H TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

3 AS TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

4 MM TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

5 PI TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

6 MH TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

7 NS TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

8 MB TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

9 AS TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

10 AP TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

11 HI TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

12 AI TK2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

13 SH TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

14 SA TK2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

15 BE TK/2 10.529.825 10.003.334 7.123.000 356.000 426.000 - -

16 HL TK/0 5.750.675 5.463.141 2.583.000 129.000 249.000 - -

17 NH TK/0 7.282.748 6.918.611 4.039.000 202.000 350.000 - -

18 OD TK/0 4.796.369 4.556.551 1.677.000 84.000 249.000 - -

19 RP TK/0 4.477.953 4.254.055 1.374.000 69.000 213.000 - -

20 SM TK/0 6.033.888 5.732.194 2.852.000 143.000 284.000 - -

21 SL TK/0 5.839.958 5.547.960 2.668.000 133.000 284.000 - -

49

50

22 DW TK/0 7.664.842 7.281.600 4.402.000 220.000 355.000 - -

23 RS TK/0 7.539.914 7.162.918 4.283.000 214.000 355.000 - -

24 SK TK/0 6.257.468 5.944.595 3.065.000 153.000 282.000 - -

25 ES K/3 12.899.000 12.254.000 6.494.000 325.000 282.000 43.000 -

26 LS K/2 29.601.000 28.121.000 8.321.000 416.000 150.000 266.000 -

27 AR K/3 21.572.000 20.493.000 11.853.000 593.000 138.000 455.000 -

28 NY K/1 15.130.000 14.373.000 8.613.000 431.000 282.000 149.000 -

29 RA K/2 11.680.025 11.096.024 8.216.000 411.000 426.000 - -

30 MH K/3 15.549.000 14.771.000 9.011.000 451.000 282.000 169.000 -

31 ML K/2 22.962.000 21.814.000 18.934.000 948.000 426.000 522.000 -

32 VK K/2 10.524.588 9.998.359 7.118.000 356.000 426.000 - -

33 AP K/2 10.492.638 9.968.006 7.008.000 354.000 426.000 - -

34 IM K/3 37.366.000 35.497.700 18.337.700 917.000 282.000 636.000 -

35 SL K/2 15.636.000 14.854.000 11.974.000 600.000 426.000 174.000 -

36 FS K/2 10.737.500 10.200.625 3.000.000 150.000 210.000 - -

37 HP K/2 10.737.500 10.200.625 7.321.000 366.000 426.000 - -

38 SS K/1 100.214.118 94.214.118 73.094.118 5.964.118 - 7.214.118 -

Jumlah 538.692.559 510.767.092 333.082.818 18.969.118 13.193.000 9.628.118 -

51

Berdasarkan ringkasan perhitungan tadi akan kita bandingkan dengan

perhitungan yang dijalankan perusahaan sebelumnya, agar terlihat jelas perbedaan

sebelum perencanaan pajak dan setelah perencanaan pajak, perhitungannya adalah

sebagai berikut:

Tabel 9

Perbandingan Perhitungan Take Home Pay, Biaya Fiskal, Biaya Komersial

dan Selisih Antara Keduanya

Uraian Sesuai Kebijakan

Yang Dijalankan

Perusahaan

(Rp.) Dibayar

Perusahaan

Gross Up

(Rp.)

Take Home Pay

Gaji Setahun & THR 438.022.000 433.064.000

Tunjangan PPh - 12.541.000

Tunjangan Rumah & Kesehatan - 69.600.000

Dikurangi:

PPh Pasal 21 (12.541.000)

Jumlah 438.022.000 502.664.000

Biaya Fiskal

Penghasilan Bruto 438.022.000 515.205.000

Ditambah:

Makan Siang & Biaya Layanan

Antar Jemput Karyawan (Natura)

138.800.000 136.800.000

Jumlah 576.822.000 652.005.000

Biaya Komersial

Biaya Fiskal 576.822.000 652.005.000

Ditambah:

PPh Pasal 21 10.422.000 -

Jumlah 587.224.000 652.005.000

Selisih Biaya Fiskal dan Biaya

Komersial

10.422.000 -

52

Ikhtisar dari take home pay, biaya fiskal dan biaya komersial serta

selisihnya merupakan faktor-faktor penentuan pemilihan alternatif yang dapat

dilihat di bawah ini:

Tabel 10

Pemilihan Alternatif

Uraian Take Home

Pay (Rp.)

Biaya Fiskal

(Rp.)

Biaya Komersial

(Rp.)

Selisih Biaya

Fiskal & Biaya

Komersial

(Rp.)

Sesuai dengan

kebijakan yang

dijalankan

perusahaan (tanpa

tunjangan rumah,

tunjangan

kesehatan dan

tunjangan PPh) –

dibayarkan

perusahaan

438.022.000 576.822.000 587.224.000 10.422.000

Diberikan

tunjangan PPh

(Gross Up) dan

tunjangan rumah

serta tunjangan

kesehatan

502.664.000 652.005.000 652.005.000 -

Setelah memperhatikan alternatif di atas maka sudah jelas penggunaan

metode gross up sangatlah menguntungkan bagi kedua belah pihak. Dilihat dari

sudut pandang karyawan gaji yang dibawa pulang mereka merupakan jumlah

yang terbesar (Rp. 502.664.000), tanpa adanya selisih biaya fiskal dan biaya

komersial dan juga pemilihan alternatif metode groos up ini dapat menghemat

PPh Pasal 21 karyawan sebesar Rp. 12.542.000. Selain itu adanya kenaikan biaya

fiskal sebesar Rp. 75.183.000 yang akan berdampak kepada laba sebelum

pajaknya menjadi lebih kecil dan selanjutnya PPh Badan pun akan menjadi lebih

53

kecil oleh karena itulah perusahaan juga akan diuntungkan jika menggunakan

metode gross up ini.

Kebijakan pajak yang sekarang dijalankan perusahaan sebaiknya tidak lagi

dilakukan perusahaan karena sangat merugikan kedua belah pihak, baik itu

karyawan maupun perusahaan. Disisi karyawan gaji yang dibawa pulang mereka

sangatlah tidak maksimal karena hanya mengandalkan gaji pokok dan THR saja.

Selain itu dilihat dari sisi perusahaan terjadi koreksi fiskal sebesar Rp.10.422.000

yang dapat mengakibatkan jumlah PPh Badan juga akan bertambah besar (25% x

Rp. 10.422.000 = Rp. 2.606.000).

Dampak Perencanaan PPh Pasal 21 Terhadap Karyawan dan Perusahaan

Beberapa dampak positif baik untuk karyawan maupun perusahaan setelah

dilakukan perencanaan pajak PPh Pasal 21 dengan metode gross up, yaitu:

1. Adanya penghematan PPh Pasal 21 karyawan yang dilakukan perusahaan

sebesar Rp. 12.542.000. Penghematan disini bukan berarti tidak ada transaksi

pembayaran PPh pasal 21 karyawan, akan tetapi penghematan atas tidak ada

lagi pajak yang dipotong dari penghasilan pokok karyawan. Hal ini terjadi

karena perusahaan memberikan tunjangan PPh kepada karyawannya sebesar

PPh Pasal 21 terutang. Sehingga penghasilan karyawan akan diterimanya

dengan maksimal.

Besarnya penghematan PPh Pasal 21 di atas didapat dari:

PPh Pasal 21 Terutang Rp. 12.542.000

Tunjangan PPh Rp. (12.542.000)

PPh Pasal 21 Dipotong -

54

Bertambahnya biaya fiskal perusahaan sebesar Rp. 75.183.000 karena

dilakukannya pemberian tunjangan PPh (gross up), tunjangan rumah dan

tunjangan kesehatan kepada karyawan oleh perusahaan.

Secara sekilas mungkin hal ini tidaklah menguntungkan perusahaan

bahkan sangat merugikan karena dapat mengurangi laba perusahaan. Akan tetapi

jika dilihat dari segi fiskal hal ini sangat menguntungkan perusahaan karena pada

saat pembuatan laporan keuangan fiskal pertambahan biaya ini dapat menambah

biaya perusahaan menjadi lebih besar sehingga pendapatan perusahaan menjadi

lebih kecil, otomatis pembayaran pajak badan PDAM Kota Gorontalo juga dapat

lebih ditekan.

Hal tersebut juga bisa disebut sebagai cara untuk meningkatkan efisiensi

biaya operasi perusahaan, karena walaupun terjadi pertambahan biaya operasi

perusahaan disisi lain biaya tersebut dapat mengefisiensikan pembayaran pajak

badan PDAM Kota Gorontalo dan dapat memaksimalkan laba perusahaan.

Pertambahan biaya ini boleh mengurangi pendapatan perusahaan karena sesuai

dengan Undangundang Pajak No.36 tahun 2008 Pasal 6 ayat 1(a).

Besarnya nominal pertambahan biaya fiskal yang dikeluarkan perusahaan

setelah perencanaan pajak didapat dari:

Biaya fiskal setelah perencanaan pajak Rp. 652.005.000

Biaya fiskal sebelum perencanaan pajak Rp. (576.822.000)

Kenaikan biaya fiskal perusahaan Rp. 75.183.000

Bertambahnya penghasilan yang diterima karyawan sebesar

Rp.64.642.000. Hal ini sangatlah menguntungkan bagi karyawan dan juga

55

berdampak positif bagi perusahaan, karena dengan begitu karyawan merasa lebih

dihargai sehingga dapat lebih termotivasi lagi dalam bekerja, otomatis kinerja

operasi perusahaan akan semakin meningkat. Perhitungan bertambahnya

penghasilan yang diterima karyawan sebesar nominal diatas didapat dari:

Take Home Pay After Tax Plan Rp. 502.664.000

Take Home Pay Before Tax Plan Rp. 438.022.000

Keuntungan bagi karyawan Rp. 64.642.000

Dengan adanya perbandingan di atas (sebelum perencanaan pajak dan setelah

perencanaan pajak) maka terlihat jelas keuntungan bagi kedua belah pihak, baik

itu untuk perusahaan khususnya dalam hal ini PDAM Kota Gorontalo dan juga

untuk karyawannya. Oleh karena itu perencanaan pajak dalam suatu perusahaan

sangatlah penting untuk dilakukan.