bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 hasil...

67
50 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Untuk mengetahui jaringan sosial pedagang Pasar Raya Inpres Padang dalam mempertahankan eksistensinya, terlebih dahulu akan dijelaskan gambaran umum mengenai Kota Padang dan Pasar Raya Padang. Melalui deskripsi ini dapat memberikan penjelasan mengenai sejarah dan kondisi Pasar Raya Padang saat ini. 4.1.1 Profil Kota Padang Secara administrasi, Pemerintah Kota Padang terbagi menjadi 11 Kecamatan dan 104 kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai 694.96 Km 2 . Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman di sebelah utara, Kabupaten Pesisir Selatan di sebelah Selatan, Kabupaten Solok di sebelah Timur, Samudera Indonesia di sebelah barat. Tabel 4.1 Data Demografi Kota Padang No Keterangan Nilai Satuan Periode 1. Luas wilayah 694.96 Km 2 2. Geografi 0 0 44 00 ’’ dan 1 0 08 35’’ 100 0 05’05 dan 100 0 34’09’’ Lintang Selatan Bujur Timur 3. Kecamatan 11 Kecamatan 4. Kelurahan 104 Kelurahan 5. Rukun Warga 827 RW 2010 6. Rukun Tetangga 3195 RT 2010 7. Penduduk 875.750 Orang 2010 8. Penduduk Laki-laki 432.515 Orang 2010

Upload: trancong

Post on 02-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Untuk mengetahui jaringan sosial pedagang Pasar Raya Inpres Padang dalam

mempertahankan eksistensinya, terlebih dahulu akan dijelaskan gambaran umum

mengenai Kota Padang dan Pasar Raya Padang. Melalui deskripsi ini dapat

memberikan penjelasan mengenai sejarah dan kondisi Pasar Raya Padang saat ini.

4.1.1 Profil Kota Padang

Secara administrasi, Pemerintah Kota Padang terbagi menjadi 11 Kecamatan

dan 104 kelurahan dengan luas keseluruhan mencapai 694.96 Km2. Daerah ini

berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman di sebelah utara, Kabupaten Pesisir

Selatan di sebelah Selatan, Kabupaten Solok di sebelah Timur, Samudera Indonesia

di sebelah barat.

Tabel 4.1 Data Demografi Kota Padang

No Keterangan Nilai Satuan Periode 1. Luas wilayah 694.96 Km2 2. Geografi 0044’00’’ dan 1008’35’’

100005’05 dan 100034’09’’

Lintang Selatan Bujur Timur

3. Kecamatan 11 Kecamatan 4. Kelurahan 104 Kelurahan 5. Rukun Warga 827 RW 2010 6. Rukun Tetangga 3195 RT 2010 7. Penduduk 875.750 Orang 2010 8. Penduduk Laki-laki 432.515 Orang 2010

51

Sumber: BPS 2010

Fasilitas perkotaan yang ada di Kota Padang menggambarkan kondisi sosial

ekonomi kota tersebut, semakin besar jumlah penduduk maka semakin banyak

fasilitas perkotaan yang dibutuhkan. Beberapa fasilitas kota tersebut antara lain

adalah perumahan, perkantoran, pendidikan, industri, jalan/transportasi, perdagangan

serta utilitas pendukung yang lain.

• Perumahan

Jika dilihat dari penggunaan tanah maka 7,09% tanah di Kota Padang

digunakan untuk perumahan, 0,25% untuk industri dan 20,46% untuk lahan pertanian

yang sisanya merupakan semak belukar. Tampak bahwa lahan pertanian memegang

urutan terluas dalam pemanfaatan tanah. Namun dewasa ini lahan pertanian semakin

berkurang seiring dengan pertumbuhan laju penduduk, pembangunan sarana dan

prasarana kota, pusat pertokoan, perumahan dan pembangunan jalan alternatif

Padang-Bypass.

• Perkantoran

Kawasan perkantoran berkaitan erat dengan kegiatan pemerintahan dan jasa,

dimana skala kegiatannya dapat mencakup pelayanan kota, regional, maupun lokal.

Fasilitas perkantoran terpusat di sepanjang jalan Sudirman dan jalan Bagindo Azis

Chan.

• Pendidikan

8. Penduduk perempuan 443.235 Orang 2010 9. Kepadatan Penduduk 1.260 Orang/Km2 2010 10. Pertumbuhan Penduduk 1,09 % 1999-

2009

52

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar penduduk. Setiap penduduk

mempunyai hak untuk mendapatkan setiap tingkat pendidikan yang dibutuhkannya.

Hal ini tentu harus diimbangi dengan sarana dan prasarana pendidikan seperti

penyediaan gedung sekolah dan tenaga guru yang memadai. Jumlah guru tingkat SD

sampai dengan SLTA terus meningkat, sehingga rasio murid terhadap guru turun dari

20,05 pada tahun 2003/2004 menjadi sebesar 16,20 pada tahun 2008/2009 di Kota

Padang.

• Kesehatan

Di bidang kesehatan, saat ini pemerintah telah menyediakan 5 unit rumah

sakit yang tersebar di Kecamatan Padang Timur, Padang Utara dan Kuranji. Rumah

sakit swasta berjumlah 8 unit dan rumah sakit khusus berjumlah 12 unit. Sementara

itu di setiap Kecamatan tersedia Puskesmas, Puskesmas Pembantu (PUSTU) dan

tenaga medis. Di seluruh Kota Padang tahun 2008 terdapat 19 Puskesmas, 50 PUSTU

dan 482 tenaga medis.

• Transportasi dan Jalan

Transportasi mempunyai peranan yang besar dalam kelancaran arus barang

dan jasa dari sentra produksi ke tempat konsumen. Arus barang dari sentra produksi

ke daerah konsumen dapat berjalan lancar apabila ditunjang dengan sarana/prasarana

perhubungan seperti jalan, jembatan dan sarana angkutan.

• Perdagangan dan Jasa

53

Kawasan perdagangan dan jasa tersebar di seluruh Kota Padang, baik berupa

perbelanjaan maupun perhotelan. Seiring dengan perkembangan Kota Padang sebagai

kota besar dan diharapkan berkembang menjadi Kota Metropolitan, maka keberadaan

sarana perekonomian yang nyaman dan modern menjadi sebuah kebutuhan bagi

warga kota dan turis yang berkunjung.

Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat merupakan pintu

masuk dan keluar berbagai jenis komoditi perdagangan terutama dalam negeri, karena

di Padang terdapat pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Di samping itu, Padang

merupakan pusat perdagangan di Sumatera Barat. Sektor perdagangan terus

mengalami peningkatan yang ditandai dengan jumlah perusahaan yang semakin

meningkat setiap tahunnya dan didukung dengan dibangunnya pasar-pasar baru serta

terus dikembangkan pasar-pasar yang telah ada. Pasar-pasar ini dikelola pemerintah

dan non pemerintah.

Sejak lama pasar-pasar di Sumatera Barat dibagi ke dalam tiga tipe yaitu:

1. Pasar Tipe A

Pasar ini diadakan oleh satu nagari yang dikenal sebagai pasar nagari. Pasar

ini dikendalikan oleh penghulu pasar (KAN). Biasanya penghulu pasar adalah orang

yang berkuasa di kampung tersebut. Penghulu pasar ditunjuk karena lokasi tempat

berdirinya pasar adalah tanah ulayatnya. Administrasi pasar biasanya dikuasai oleh

beberapa orang yang berbeda posisi-posisi yaitu sekretaris, bendahara, pungutan

pasar (beo) dan satu atau dua orang petugas untuk merawat pasar. Kepala

administrasi adalah seseorang yang berfungsi sebagai petinggi pasar yang berada

54

dibawah pimpinan KAN (Effendi, 2006). Sebagai kekayaan nagari, pasar nagari

dibangun diatas tanah ulayat nagari atau tanah kaum yang telah diserahkan kepada

nagari. Ketika eksistensi nagari tidak diakui lagi sebagai unit pemerintahan lokal,

pasar nagari lebih populer dikenal dengan pasar tipe A, tapi ke dalam tipe A juga

dimasukkan pasar yang dibangun di tanah kaum (clan) yang tidak diserahkan pada

nagari. Secara umum keduanya setingkat, pada mulanya pasar tipe A adalah pasar

nagari.

2. Pasar tipe B

Pasar nagari yang merupakan gabungan dari beberapa nagari yang berlokasi

pada suatu tempat tertentu atau pada salah satu nagari tersebut. Pasar ini dibangun

dan dikelola bersama oleh gabungan (serikat) dari beberapa nagari yang berdekatan

(Abbas, 2004:2). Pasar ini dikepalai oleh suatu administrasi pasar atau penghulu

pasar, karena lokasi pasar yang terletak pada suatu nagari yang dipimpinnya.

KAN tidak secara langsung memimpin pasar, tetapi pasar diatur oleh komisi

penasehat, KAN tidak mempunyai kekuatan hukum secara langsung untuk mengatur

pasar, karena telah diatur oleh pemerintah setempat (Effendi, 2006).

3. Pasar tipe C

Pasar ini biasanya diklasifikasikan sama dengan pasar daerah. Pasar ini secara

langsung dikontrol oleh pemerintah daerah setempat. Tipe C dijalankan oleh Dinas

Pasar yang bertanggung jawab pada Bupati atau Walikota. Hanya yang seperti ini

yaitu Pasar Raya Padang. Tipe C juga disebut dengan pasar serikat, yang berbeda

55

dengan tipe B dalam ukuran dan jumlah nagari yang berserikat serta dalam mengelola

pasar tersebut.

Untuk melihat kemampuan daya tarik sebuah pasar dalam melakukan aktivitas

perekonomian dari jumlah pasar yang terdapat di Kota Padang tahun 2010, seperti

tercantum pada tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Pasar Menurut Lokasi dan Pengelola Market by Location and Management

Nama Pasar Market Name

Pengelola Management

Lokasi Location

Pungutan

1. Pasar Air Pacah 2. Pasar Bandar Buat 3. Pasar Indarung 4. Pasar Gaung 5. Pasar Simpang Haru 6. Pasar Raya 7. Pasar Pagi/Purus Atas 8. Pasar Tanah Kongsi 9. Pasar Ulak Karang 10. Pasar Alai 11. Pasar Siteba 12. Pasar Belimbing 13.Pasar Kamp. Kalawi 14. Pasar Lubuk Buaya 15. Pasar Simp. Tabing 16. Pasar Balai Gadang 17. Pasar Terandam 18. Wisma Utama Pulau Aia 19. Parak Laweh 20. Pasar Depan Yarsi

Pemerintah Pemerintah LPMK LPMK& Kelurahan Pemerintah Pemerintah Pemuka Masyarakat Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Non Pemerintah Pemerintah Sdr.Mardiar KAN Peng. Pasar Amriani, S.Sos Hasnahdiar Pedagang

Koto Tangah Lubuk Kilangan Lubuk Kilangan Lubuk Begalung Padang Timur Padang Barat Padang Barat Padang Barat Padang Utara Padang Utara Nanggalo Kuranji Kuranji Koto Tangah Koto Tangah Koto Tangah Padang Timur Lubuk Begalung Lubuk Begalung Padang Utara

Rp.1000/minggu Rp.2000/org Rp.5000/hari Rp.1000/hari Rp.2000/hari Rp.1000/hari Rp.1000/hari Rp.5000/lapak Tanpa Pungutan Tanpa Pungutan

Sumber: Dinas Pasar Kota Padang, 2010

Dari data diatas dapat kita lihat bahw a terdapat 2 macam sistem pengelolaan

pasar yang ada di Kota Padang, yaitu:

56

1) Pasar yang dikelola Pemerintah

Pasar yang dikelola pemerintah adalah pasar yang berada di tanah Pemerintah

Kota Padang, yang pengelolaannya langsung dikelola oleh Dinas Pasar Kota Padang.

Pasar yang dikelola pemerintah kota khususnya Pasar Padang terdapat 50% pasar

yang dalam pembagiannya ada yang dinamakan pasar Inpres I, II, III, IV. Fasilitas

yang ada di setiap pasar yang dikelola pemerintah bangunannya sudah permanen

yang juga dilengkapi fasilitas umum seperti MCK. pengelolaan keuangan pasar

melalui retribusi akan menjadi kas APBD Kota Padang yang penggunaannya untuk

pengelolaan dan pemeliharaan pasar.

Pasca gempa 30 September 2009 kemarin, hampir keseluruhan bangunan fisik

pasar yang dikelola oleh pemerintah mengalami kerusakan sehingga saat sekarang,

kondisi pasar khususnya Pasar Raya Padang mengalami kerusakan paling parah dan

harus segera diperbaiki.

2) Pasar yang dikelola Non Pemerintah

Pasar yang tidak dikelola pemerintah merupakan pasar yang tidak berada di

atas tanah pemerintah kota, namun berada di tanah ulayat atau tanah nagari dan bagi

sebagian masyarakat Indonesia menyebutnya dengan pasar tradisional. Pasar

tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan

adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar

menawar. Bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka

57

yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual

kebutuhan sehari-hari seperti sembako, pakaian, barang elektronik jasa dan lain-lain.

Pasar ini banyak ditemukan di Indonesia dan umumnya terletak di kawasan

perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Pada sistem

pengelolaan pasar tradisional, biasanya dikelola langsung oleh pihak aparatur

setempat seperti Lurah, KAN, LPMK serta pemilik lahan langsung dan jumlahnya di

Kota Padang sebanyak 10 pasar (50%). Cenderung bangunan pasar tradisional atau

pasar nagari lebih bersifat semi permanen minimal seperti los atau lapak-lapak.

Sistem pengelolaan keuangan seperti uang retribusi dikelola langsung oleh si

pengelola dan tarifnya juga beragam karena terbentuknya pasar tradisional bukan

untuk mencari keuntungan melainkan tujuan utamanya adalah membantu

meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar pasar.

Di Kota Padang terdapat pasar yang merupakan sentral dari seluruh kegiatan

transaksi dan perdagangan untuk kebutuhan masyarakat. Pasar tersebut adalah Pasar

Raya Kota Padang yang merupakan pusat terjadinya fenomena ekonomi baik yang

berskala besar, sedang atau kecil. Aktifitas ekonomi perdagangan terus berjalan baik

untuk pedagang toko atau pedagang kaki lima. Namun pasca gempa yang terjadi pada

tanggal 30 September 2009, fungsi pasar raya tidak berjalan normal seperti biasanya

karena sarana dan prasarana hancur akibat gempa. Para pedagang tidak bisa lagi

berdagang dan berjualan seperti biasanya karena rusaknya peralatan, tempat

berdagang, kehilangan modal dan pelanggan.

58

Sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu muncullah beberapa

pasar tradisional (pasar pagi) di daerah pinggiran kota. Munculnya beberapa pasar

pagi di daerah pinggiran kota bukan saja konsekuensi dari datangnya musibah gempa

melainkan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan semakin

kompleks.

4.1.2 Gambaran Umum Pasar Raya Padang

4.1.2.1 Awal Berdirinya Pasar Raya Padang

Pada permulaan abad ke XIX setelah ditemukannya tambang batu bara

Ombilin dan dibukanya jalan kereta api dari Sawah Lunto ke Padang, maka

perkembangan kegiatan Kota Padang dari waktu ke waktu semakin meningkat

dengan cepat. Muara Sungai Batang Arau yang dijadikan pelabuhan semakin ramai.

Oleh karena itu dibangun pula Pelabuhan Teluk Bayur yang dipergunakan untuk

kepentingan operasional kapal dalam pengangkutan batu bara. Secara tidak langsung

hal ini menyebabkan semakin bertambahnya barang-barang ekspor dan impor yang

melalu Pelabuhan Teluk Bayur, sehingga Kota Padang semakin bertambah ramai

oleh para pedagang dalam melaksanakan baik pedagang dari luar negeri maupun

pedagang dalam negeri.

Bertambahnya volume dan kesibukan masyarakat dalam melakukan kegiatan

perdagangan di Kota Padang, maka timbullah keinginan dan ide-ide dari putra-putra

Kota Padang untuk mendirikan pasar. Dengan bermodalkan semangat serta keinginan

yang besar, maka dibukalah pasar pertama di Kota Padang dengan nama Pasar

59

Mudik. Melihat keberadaan Pasar Mudik, maka timbul juga keinginan dari

masyarakat keturunan Tionghoa yang tinggal di Padang untuk mendirikan pasar

kedua di dekat daerah Klenteng di Jalan Niaga Padang. Keinginan tersebut dicetuskan

oleh Lee Say, yang pada waktu itu diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda

menjadi Ketua Suku Cina di Kota Padang yang juga merupakan orang terkaya di

Kota Padang, namun tidak berapa lama pasar tersebut mengalami kebakaran. Tak

lama kemudian berdiri lagi pasar berikutnya di Belakang Tangsi bernama Pasar

Miskin, tapi pasar tersebut tidak bertahan lama karena terbakar. Jadi pasar pada

waktu itu tidak dikelola oleh pemerintah melainkan dikelola oleh saudagar-saudagar

swasta.

Pada waktu terbakar Pasar Belakang Tangsi tersebut, putra-putra Kota Padang

dan pedagang Tionghoa selalu bersaing. Bekas Pasar miskin dijual kepada salah

seorang keluarga Lie Say yang bernama Goan Hoat. Penjualan pasar tersebut di

sebelah timur pasar Goan Hoat, pasar-pasar yang lainnya menjadi gundul. Akhirnya

atas kebijakan pemerintah maka pasar Goan Hoat diambil alih oleh pemerintah

karena pedagang pribumi sangat tersiksa disebabkan pajak terlalu tinggi. Dengan cara

mengganti dana yang telah dikeluarkan oleh Goan Hoat dan karena mayoritas dari

penduduk yang berada di sekitar pasar merupakan orang Jawa karena mayoritas

penduduk di sekitar pasar Goan. Dari orang-orang Jawa yang dibawa oleh Belanda

sebagai serdadu, maka pasar tersebut dinamakan Pasar Jawa.

Berhasil mengalahkan kelompok Badu Ato dan Co, giliran kelompok Tanah

Kongsi yang ingin dijatuhkannya untuk memonopoli bisnis perpasaran dari Lie Say,

60

kelompok Tanah Kongsi ternyata tidak mampu berbuat apa-apa, klimaks dari

kekalahan kelompok Tanah Kongsi adalah terbakarnya pasar yang telah mereka rintis

itu. Saingan selanjutnya yang ingin dihancurkan oleh Lie Say adalag Gho Lam San

dengan pasarnya yang terletak tidak jauh dari pasar mudik. Akan tetapi pasar ini pun

habis terbakar. Tetapi Gho Lam bukan orang yang mudah menyerah. Dengan bantuan

dari orang Belanda bernama Goldie, ia kembali membangun sebuah pasar untuk

menyaingi Lie Say, namun sayang kebakaran lagi-lagi melanda pasarnya hingga Gho

Lam menjadi jera, apalagi setelah tanah bekas itu dibeli oleh Goem Hoat yang masih

kerabat Lie Say. Akhirnya pasar pun terpusat di Kampung Jawa.

Sejarah di Padang khususnya dan Sumatera Barat selalu diwarnai oleh aksi-

aksi kebakaran baik karena sabotase ataupun kecelakaan. Hal itu memang biasa

terjadi sebab kondisi pasar-pasar yang dibangun tidak permanen, terbuat dari kayu

dengan alat penerangan yang mudah sekali terbakar seperti minyak tanah, lampu

petromaks dan sebagainya, sehingga tidak heran jika peristiwa kebakaran pasar sering

terjadi.

Lie Say adalah orang hebat, seorang Cina lain yang mencoba untuk

menyainginya Goan kembali harus menelan kekalahannya pasarnya yang terbakar di

sebelah utara Kampung Jawa, depan apotik tertua di Sumatera Barat ternyata tidak

mampu menandingi kekuasaan Lie Say hingga bangkrut begitu saja. Pasar di

kampung Jawa semakin meningkat dan kekayaan Lie Say semakin menumpuk-

numpuk, hal ini disebabkan Lie Say memberlakukan biaya sewa yang tinggi terhadap

para pedagang sehingga menimbulkan keresahan di kalangan pedagang yang

61

menyewa tempat dari Lie Say. Puncaknya adalah pengambil alihan pasar dari tangan

Lie Say oleh pemerintah Belanda dan mengganti kerugian biaya yang telah

dikeluarkan oleh Lie Say, namanya pun diganti menjadi Pasar Jawa.

Waktu revolusi tahun 1945, Kota Padang dikuasai oleh orang-orang

Thionghoa dan penduduk asli pindah ke daerah pedalaman, akibatnya toko-toko milik

pribumi sempat ditutup oleh Belanda (1945-1950). Mereka baru kembali meramaikan

Pasar Jawa sekitar tahun 1950-an setelah selesainya masa revolusi. Setelah masa

revolusi berakhir, para pedagang yang terdiri dari penduduk asli kembali berdagang

di Pasar Jawa sehingga Kota Padang kembali ramai dan monopoli perdagangan

kembali dikuasai oleh pedagang pribumi asli. Walaupun di Padang ini masih terdapat

pula pedagang-pedagang dari golongan keturunan Cina. Hal ini dapat dipahami

karena orang Padang terkenal dengan bakat dagangnya yang keras. Nama Pasar Jawa

berganti menjadi Pasar Raya yang pada waktu hanya terdiri dari pertokoan perabot

peninggalan zaman Belanda yang belum diperbaiki.

Demikianlah inti dari perkembangan pasar yang kita kenal sekarang ini. Pada

tahun 1963 dibangun dan diperbaikilah Pasar Raya Fase oleh Walikota Zainuddin ST

Pangeran kemudian dilanjutkan dengan Fase II, III, IV, V dan VI. Waktu itu Pasar

Raya terbagi atas:

1) Pasar Raya Timur yang terdiri dari:

a. Pasar Raya Timur I

b. Pasar Raya Timur II

c. Pasar Raya Timur III

62

2) Pasar Raya Fase I, II, III, IV,V dan VI

3) Pasar Raya Barat terdiri atas:

a. Pasar Raya Barat I

• Pertokoan Blok A

• Pertokoan Blok Perabot

• Pertokoan Blok Rajawali

b. Pasar Raya Barat II

4.1.2.2 Kondisi Pasar Raya Padang

Pasar Raya Padang merupakan pusat aktivitas ekonomi yang terbesar di Kota

Padang. Sebagai pusat kegiatan ekonomi kota dan kehidupan ekonomi masyarakat

yang berada pasar, kawasan ini merupakan yang paling ramai dan paling sibuk

dengan segala kegiatan ekonomi masyarakat di Kota Padang. Luas area Pasar Raya

Padang ini ± 9 Ha, termasuk pertokoan Atom Shopping Centre yang berhadapan

dengan taman kota (Lapangan Imam Bonjol).

Pasar Raya merupakan pusat kota yang membawahi pasar-pasar satelit atau

pasar-pasar pembantu yang berada dalam wilayah Kota Padang, seperti Pasar Ulak

Karang, Pasar Alai, Pasar Simpang Haru, Pasar Tanah Kongsi, Pasar Lubuk Buaya

dan lainnya. Dalam hal ini penyediaan barang-barang komoditi, kebutuhan sehari-

hari, barang sekunder dan kebutuhan lain yang diperjualbelikan. Pasar Raya

mempunyai supply yang lebih lengkap dibandingkan dengan pasar-pasar lainnya.

63

Kawasan pasar raya ini terletak di lokasi yang strategis yaitu di tengah pusat kota

yang dikelilingi oleh pusat pemerintahan, perkantoran, taman kota, pertokoan

swalayan dan tempat liburan.

Kawasan Pasar Raya berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara dengan pertokoan Pasar Baru dan Bioskop Raya

2. Sebelah Selatan dengan Kantor Walikota Padang dan pertokoan M.Yamin

3. Sebelah Barat dengan Kampung Baru dan Kampung Jawa Dalam

4. Sebelah Timur dengan Kampung Benteng dan pertokoan Adabiah

Wilayah perdagangan:

1. Pasar Raya Timur

Termasuk disini Blok pertokoan fase I sampai VII

2. Pasar Raya Barat

Termasuk disini blok A, Pasar Raya Lama dan Baru serta komplek pertokoan

IWAPI

Dalam penyediaan dan suply barang yang diperjualbelikan mulai dari

kebutuhan primer seperi sandang, pangan, sampai kebutuhan sekunder perkantoran

dan sebagainya, pasar raya dibagi menjadi 3 fungsi:

1). Pasar Raya Barat yang berada di pasar raya modern (Sentral Pasar Raya),

termasuk juga pertokoan Merlin, Blok A. Merlin yang diperuntukkan bagi

pedagang elektronik, bahan bangunan, onderdil kendaraan dan pedagang emas.

2). Pasar Raya Timur fase I sampai fase VIII dipenuhi oleh pedagang yang menjual

kebutuhan sekunder seperti pakaian jadi, sepatu, tekstil, aksesoris dan lain-lain.

64

Beberapa bagian terdapat yakni Bank BNI, Pasar Loak, penjahit pakaian, salon

kecantikan, taman bacaan dan warung kecil-kecilan.

3). Blok Inpres Pasar Raya Timur yang khususnya menjual barang-barang kebutuhan

sehari-hari. Blok Inpres Pasar Raya Timur ini terdiri dari dua lantai. Lantai

pertama dipenuhi oleh pedagang yang menjual kebutuhan pokok seperti beras,

bahan-bahan pengolahan pangan seperti cabe, bawang, rempah-rempah dan

sebagainya. Selain itu ada juga kios-kios P&D dan kios-kios menjual plastik.

Pasar Raya sangat ramai dikunjungi konsumen baik di Kota Padang maupun

dari luar Kota Padang. Menurut dinas pasar, pasar raya buka mulai dari jam 6 pagi

dan tutup menjelang magrib, namun sebelum jam 6 pagi sudah banyak konsumen

yang datang dan pedagang yang akan membuka barang dagangan di Pasar Raya

Padang apalagi pada hari-hari libur dan menjelang moment tertentu seperti hari libur,

menjelang bulan puasa atau hari menyambut hari raya sangat ramai bila dibandingkan

dengan hari-hari biasa.

Tabel 4.3 Luas dan Jumlah Petak Toko/Kios dan Meja Batu

Yang dikelola Dinas Pasar Kota Padang No Lokasi Pasar Luas/Area (m2) Jumlah Petak

Tanah Bangunan Toko/Kios Meja Batu 1. Inp Psr Tmr Thp I 4.312 3.526 114 596 2. Inp Psr Tmr Thp II 5.295 4.453 119 784 3. Inp Psr Tmr Thp III 5.632 3.526 108 192 4. Inp Psr Tmr Thp IV 1.500 1.196 37 48 Sumber: Dinas Pasar Kota Padang, Juni 2011

65

Pasar Raya Padang berdasarkan pada PERDA No. 17 tahun 1984 merupakan

suatu kawasan otonom oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Padang yang secara

administrarif dikelola oleh Dinas Pasar. Dinas pasar yang mengelola Pasar Raya

Padang dibentuk oleh dan berada di bawah Walikota Padang, serta merupakan sub

bidang dalam kantor pemerintahan daerah.

Dinas Pasar memiliki beberapa tugas utama, pertama, merumuskan

kebijaksanaan teknis, memberikan bimbingan dan pembinaan, serta memberikan

perizinan sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan oleh walikota berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Kedua, melaksanakan tugas pokok sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, mengamankan pengendalian

teknis atas pelaksanaan tugas pokok sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan

oleh walikota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.2.3 Pengorganisasian Pengelolaan Pasar

Pengorganisasian pedagang pasar yang mengacu pada peraturan daerah No.

17 Tahun 1984 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Dinas Pasar

Kotamadya Padang Tingkat II, dimana Dinas Pasar adalah unsur pelaksana teknis

Pemerintah Daerah bidang pengelola pasar.

Dalam melaksanakan tugasnya, dinas pasar mempunyai unsur-unsur

organisasi dinas sebagai berikut:

1) Unsur pimpinan yaitu Kepala Dinas

2) Unsur pelayanan yaitu sub bagian tata usaha

66

3) Unsur pelaksana yaitu:

a. Seksi pendapatan

b. Seksi pelayanan dan jasa

c. Seksi kebersihan

d. Seksi keamanan

e. Seksi pelistrikan

Masing-masing sub bagian dan seksi-seksi diatas membawahi kaur dan sub

seksi. Disamping ada unsur pimpinan, pelayanan dan pelaksana seperti diatas,

terdapat juga sistem pembagian resort pasar atau pertokoan, dimana masing-masing

dipimpin oleh seorang kepala resort yang dipercaya oleh kepala dinas dan diberi

tugas serta wewenang pada resort yang telah ditentukan. Kepala resort ini dalam

menjalankan tugasnya bertanggung jawab atas segala permasalahan yang timbul di

lingkungan tugasnya, dengan perincian:

1) Pasar Raya Timur tahap I

2) Pasar Raya Timur tahap II

3) Pasar Raya Timur tahap III

4) Pasar Raya fase I, II dan VII

5) Pasar Raya fase III, IV, V dan VI

6) Pasar Raya Barat

7) Pasar Bandar Buat

8) Pasar Simpang Haru

9) Pasar Tanah Kongsi

67

10) Pasar Alai

11) Pasar Ulak Karang

12) Pasar Siteba

13) Pasar Lubuk Buaya

Tiap-tiap Kepala Resort yang ditunjuk secara admisnistratif bertanggung

jawab kepada Kepala seksi pelayanan dan jasa serta secara operasional bertanggung

jawab dan perundangan yang berlaku untuk mengelola dan mengatur pasar juga

prasarananya.

I. Kepala Dinas Pasar

Mengacu pada peraturan daerah No. 17 Tahun 1984 tersebut, maka tugas

Kepala Dinas adalah sebagai berikut:

1. Membantu Wali Kotamadya Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas di bidang

pengelolaan pasar, meliputi perencanaan, perumusan kebijaksanaan daerah serta

menyusun program kerja dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dinas.

2. Memimpin, mengkoordinir, mengendalikan dan mengawasi semua kegiatan

pengelolaan pasar.

3. Memberikan informasi mengenai situasi pasar, saran dan pertimbangan kepada

Wali Kotamadya Kepala Daerah sebagai bahan untuk menetapkan kebijaksanaan

atau membuat keputusan.

4. Mempertanggungjawabkan tugas-tugas dinas baik teknis operasional maupun

fungsional kepada Wali Kotamadya Kepala Daerah dan lain sebagainya

68

5. Menetapkan pegawai-pegawai dalam jabatan tertentu di lingkungan dinas

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Memelihara dan meningkatkan kemampuan atau prestasi pegawai dinas serta

disiplinnya.

7. Mengadakan hubungan kerja sama dengan semua instansi atau lembaga baik

pemerintah maupun swasta untuk kepentingan dan kelancaran pelaksanaan tugas.

II. Sub Bagian Tata Usaha

Mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis administrasi kepada seluruh

satuan organisasi dinas dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dinas. Bagian ini

dipimpin oleh seorang oleh seorang sub bagian yang berada dibawah dan

pertanggung jawab kepada kepala dinas. Dalam melaksanakan tugasnya, sub bagian

tata usaha mempunyai tugas:

1. Menyelenggarakan kegiatan surat menyurat dalam bidang administrasi dan umum.

2. Menyelenggarakan pengelolaan adminstratif kepegawaian dan melakukan kegiatan

pembinaan karier pegawai

3. Menyelenggarakan pengelolaan keuangan dinas

4. Penyelenggaraan administrasi perbekalan dan material, mengurus dan memelihara

perlengkapan serta mengurus rumah tangga dinas dan mengatur pengaman fisik

kantor dinas

5. Menyelenggarakan pembinaan organisasi dan tata laksana dalam lingkungan dinas

6. Menyelenggarakan publikasi dan dokumentasi dinas

69

7. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala dinas mengenai hal-hal yang

ada kaitannyadengan masalah hukumsub bagian tata usaha ini terdiri atas:

a. Urusan umum

b. Urusan keuangan

c. Urusan perlengkapan

III. Seksi-Seksi

A. Seksi Pendapatan

Seksi ini mengelola keuangan Dinas Pasar dengan perincian sebagai berikut:

1. Mengumpulkan, mengelola, mempersiapkan, melaksanakan dan mengawasi

pelaksanaan retribusi serta penerimaannya

2. Untuk melaksanakan tugas tersebut, seksi pendapatan mempunyai fungsi:

a. Mengumpulkan dan mengolah data pendapatan pasar

b. Mempersiapkan surat-surat ketetapan retribusi dan bea

c. Menagih retribusi dan bea harian dalam pasar

d. Menagih retribusi dan bea harian pasar

e. Merencanakan dan meneliti sumber-sumber penerimaan dinas yang baru

f. Mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan tentang pengelolaan pasar

g. Mengeluarkan izin menempati toko dan kios-kios pasar untuk pedagang dan

pengusaha jasa

h. Melaksanakan koordinasi dengan Bank dan instansi lain yang berhubungan

dengan pengelolaan pasar

Seksi pendapatan ini terdiri dari:

70

1. Sub seksi perencanaan dan pendapatan

2. Sub seksi penetapan retribusi

3. Sub seksi operasi

4. Seksi pelayanan jasa

B. Seksi Pelayanan dan Jasa

Seksi pelayanan dan jasa yang mempunyai tugas:

1. Menyusun dan merumuskan kebijaksanaan teknis dalam memberikan pelayanan

dan jasa, merencanakan mempersiapkan dan mengatur segala sesuatu yang

berhubungan pengelolaan dan pembinaan serta mengumpulkan, menghimpun dan

mengolah dan pembinaan serta mengumpulkan, menghimpun dan mengolah data-

data sekaligus mengawasi pemberian pelayanan dan jasa serta melaksanakan tugas

lainnya yang diberikan oleh kepala dinas.

2. Untuk melaksanakan tugasnya, seksi pelayanan dan jasa mempunyai fungsi:

a. Merencanakan, mempersiapkan serta mengurus dan mengatur fasilitas yang

bersangkutan dengan pengelolaan pemberian pelayanan dan jasa

b. Menghimpun, mengumpulkan, meneliti dan mengolah data-data tentang

kegiatan pedagang dan penyediaan fasilitas tempat berjualan.

c. Menerima usul-usul dan saran-saran dari pasar pedagang dan pengusaha jasa

yang akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan retribusi dan bea

pasar.

71

d. Memberikan pertimbangan kepada kepala dinas untuk menentukan

kebijaksanaan dalam memberikan jasa dan pelayanan

Seksi pelayanan dan jasa terdiri dari:

1. Sub seksi penyediaan fasilitas

2. Sub seksi pemberian pertimbangan

3. Sub seksi pembinaan pedagang

C. Seksi Kebersihan

Seksi kebersihan mempunyai tugas:

1. Menyelengarakan, memelihara dan mengawasi kebersihan toko, kios, los dan

merencanakan serta menyelenggarakan keindahan serta memelihara taman-taman

di lingkungan pasar.

2. Seksi kebersihan dipimpin oleh Kasi yang berada di bawah tanggung jawab kepala

dinas.

3. Untuk melaksanakan tugasnya, seksi mempunyai fungsi:

a. Menyelenggarakan dan memelihara kebersihan los, gang, selokan, WC umum

serta tempat di lingkungan pasar.

b. Memelihara gedung-gedung, taman bunga dan bak sampah di lingkungan pasar.

c. Mengangkatkan, membuang dan memusnahkan sampah di lngkungan pasar.

d. Memberikan penyuluhan dan bimbingan serta mengawasi kebersihan toko, kios

dan los di pasar.

D. Seksi Keamanan

72

Seksi keamanan dengan perincian tugasnya:

1. Menyelenggarakan sebagai sebagian tugas pokok Dinas Pasar di bidang keamanan,

memelihara dan mencegah timbulnya hal-hal yang menggangu keamanan dan

keselamatan dalam pasar.

2. Seksi keamanan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

3. Untuk melaksanakan tugasnya, seksi keamanan mempunyai fungsi:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban dalam lingkungan pasar.

b. Menyelesaikan pertikaian atau perselisihan antar pedagang atau penguasa jasa

dalam menjalankan usahanya di lingkungan pasar.

c. Mencegah timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban serta bahaya

kebakaran dalam lingkungan pasar.

d. Menertibkan parkir kendaraan dalam lingkungan pasar

e. Membina dan mengarahkan personil keamanan dalam rangka pengawasan

keamanan dan ketertiban

Seksi keamanan terdiri dari:

1. Sub seksi penertiban

2. Sub seksi perlindungan dan keselamatan

3. Sub seksi pembinaan dan pengarahan personil

Selanjutnya dalam rangka penanggulangan gangguan keamanan dan

ketertiban dalam pasar, sampai saat ini telah terjalin kerjasama antara seksi keamanan

dengan kesatuan Polri, sedangkan pada pasar pembantu sudah dilakukan pula

73

kerjasama dengan Polsekta terdekat pada pasar yang bersangkutan. Dengan adanya

kerjasama yang baik antara aparat-aparat tersebut, maka semua kendala yang timbul

diharapkan dapat diatasi dengan segera antara lain kecopetan, pembongkaran toko,

perkelahian dan sebagainya.

Usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mencegah timbulnya bahaya

kebakaran di Pasar Raya dan pasar-pasar pembantu, dan menyusun suatu strategi

untuk mengantisipasinya, yaitu:

1. Di daerah Pasar Raya dan Pasar Pembantu di samping masing-masing toko sudah

dipersiapkan alat-alat pemadam kebakaran (racun api).

2. Menyediakan sebanyak, 25 buah racun api basah dan 50 buah racun api dan

dipersiapkan di posko keamanan Pasar Raya Padang.

3. Untuk pasar-pasar pembantu di masing-masing toko mempunyai racun api dan di

pos keamanan pasar pembantujuga disediakan 5 buah racun api.

4. Pada malam hari dari pukul 19.00 WIB hingga 06.00WIB disiagakan satu unit

mobil pemadam kebakaran dari BPK Kotamadya Padang

4.2 Jaringan Sosial Pedagang Pasar Tradisional Dalam Mempertahankan

Eksistensinya di Pasar Raya Inpres Kota Padang

Sebagaimana kebanyakan kota-kota di Indonesia, perkembangan pasar akan

selalu sejalan dengan perkembangan masyarakat. Begitu juga dengan keberadaan

Pasar Raya Inpres Padang dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan baik

dalam hal jumlah pedagang maupun luas lahan yang digunakan. Untuk

74

mendeskripsikan jaringan sosial pedagang pasar tradisional di Pasar Raya Inpres Kota

Padang, peneliti mewawancarai informan yang cukup mengenal situasi dan keadaan

Pasar Raya Inpres Kota Padang. Dengan demikian, informasi yang peneliti dapatkan

cukup akurat sebagai bahan analisis untuk mendeskripsikan jaringan sosial pedagang

pasar tradisional di Pasar Raya Inpres Kota Padang.

Jenis jaringan sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lebih

kepada jaringan sosial informal yang dilakukan oleh para pedagang Pasar Raya Inpres

Padang. Jaringan sosial (social network) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

proses pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang yang masing-masing

mempunyai identitas sendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial yang ada,

sehingga melalui hubungan-hubungan tersebut mereka dapat dikelompokkan menjadi

satu kesatuan sosial (Suparlan, 1982:35). Ikatan-ikatan sosial yang terjalin antar

individu dan kelompok saling bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu sehingga

hubungan-hubungan tersebut tidak dapat berdiri sendiri maupun dipisahkan satu

dengan yang lainnya.

Dalam konteks ini para pedagang Pasar Raya Inpres Padang memiliki

kemampuan untuk memanfaatkan, mempertahankan dan mengembangkan jaringan

sosial untuk menjalankan aktivitas ekonomi (jual beli) dengan berbagai pihak yang

terlibat seperti pemasok barang yang terdiri dari pedagang besar dan pedagang

perantara maupun pembeli dan pelanggan di Pasar Raya Kota Padang. Pedagang yang

memiliki jaringan sosial dilandasi oleh ikatan yang kuat dan memiliki motivasi lebih

besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberikan bantuan

75

dalam mengatasi masalah kesulitan dan tekanan hidup. Oleh karena itu jaringan sosial

yang dibentuk oleh pedagang Pasar Raya Inpres Padang dapat memberikan pengaruh

positif bagi keberlangsungan bisnisnya.

4.2.1 Kehidupan Sosial Pedagang di Pasar Raya Inpres Padang

4.2.1.1 Latar Belakang Pekerjaan Sebagai Pedagang

Pasar Raya Padang merupakan pusat kegiatan ekonomi Kota Padang dengan

beragam jenis pedagang pasar tradisional. Pada saat ini ditempati oleh sekitar 2.524

pedagang dengan menempati kios/toko dan tenda darurat yang mudah dipasang dan

dibongkar. Beragam komoditas yang diperjualbelikan seperti buah-buahan, ikan,

sayuran, sembako, rempah-rempah dan lain-lain. Namun ada juga pedagang kosmetik

dan makanan jadi. Secara umum, konsumsi masyarakat Kota Padang dapat terpenuhi

baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini disebabkan karena letak Pasar Raya

Padang sangat strategis yaitu terletak di pusat kawasan perkotaan yang mempunyai

kedudukan yang strategis dalam wilayah Kota Padang.

Berdasarkan informasi di lapangan para pedagang yang berjualan di Pasar

Raya Inpres Padang berasal dari Kota Padang dan ada juga yang berasal dari berbagai

macam daerah seperti Kabupaten Pariaman, Bukittinggi, Payakumbuh, Batusangkar,

Solok dan Pesisir Selatan. Meskipun mereka ada yang berasal dari luar Kota Padang

namun mereka sudah lama berdomisili di Kota Padang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan sosial yang dimiliki

pedagang di Pasar Raya Inpres Padang memanfaatkan jaringan keluarga dan

76

kekerabatan. Misalnya dalam konteks alasan memilih pekerjaan sebagai pedagang,

mereka pada umumnya dipengaruhi oleh latar belakang keluarga yang mempunyai

kebiasaan berdagang. Mereka mengenal pekerjaan berdagang ini semenjak masih

kecil dari orang tua mereka. Hal ini ditandai dengan toko yang mereka tempati

sekarang ini adalah warisan usaha orang tuanya. Dengan demikian jaringan keluarga

merupakan jaringan yang paling dekat untuk mendapatkan cara dan akses seseorang

melalui orang tuanya sehingga dapat masuk dalam pekerjaan sebagai pedagang.

Selanjutnya, jaringan kekerabatan menjadi gejala perekrutan seseorang untuk

berdagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang. Melalui jaringan kekerabatan dapat

menjadi kekuatan dari satuan sosial para pedagang untuk saling membantu dalam

menjalankan kegiatan sebagai pedagang. Sebagaimana penuturan seorang informan:

“awal mulanya bapak bisa berdagang disini karena diajak oleh saudara jauh yang

masih ada hubungan darah dengan bapak di kampung. Di kampung, rumah kami

berdekatan (tetangga). Dengan ajakan itulah akhirnya bapak bekerja sebagai

pedagang di pasar ini.”

Di lingkungan pedagang Pasar Raya Inpres Padang nilai-nilai kekerabatan

memegang peranan penting dalam jaringan sosial pedagang pasar. Peranan penting

itu adalah sarana untuk saling tolong menolong diantara sesama mereka jika

menghadapi kesulitan. Misalnya jika pedagang menghadapi kesulitan dalam sumber

modal untuk memulai usaha mereka maka meminta bantuan kepada sanak

keluarganya (keluarga). Dalam kasus ini para informan tampak lebih mengutamakan

bantuan kepada keluarganya terlebih dahulu.

77

Dengan adanya hubungan kekerabatan dan familisme, para pedagang dapat

mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi terutama keterbatasan sumber daya

ekonomi dalam bentuk uang yaitu dengan membutuhkan bantuan dari tambahan

pihak lain. Hal ini disebabkan karena pedagang memiliki kekuatan ikatan jaringan

hubungan kekeluargaan/persaudaraan yang kuat yaitu hubungan “semande”

(hubungan yang tercipta karena mereka dilahirkan dari seorang ibu yang sama).

Dalam hal ini, hubungan-hubungan di antara anggota keluarga merupakan hubungan

perorangan yang mendalam dan berlangsung lama.

Akan tetapi tidak semua informan dalam penelitian ini mengandalkan bantuan

pinjaman uang untuk memulai usahanya kepada sanak keluarganya. Ada diantaranya

berpendapat lebih baik meminjam kepada orang lain yaitu teman. Hal ini disebabkan

karena akan timbul permasalahan lain jika terjadi perselisihan utang yang dapat

menyebabkan keretakan hubungan keluarga. Sesuai dengan penuturan seorang

informan: “Bapak pertama kali berdagang di pasar ini, sebagian modalnya berasal

dari tabungan sendiri dan sebagian lagi berasal dari pinjaman teman. Karena lebih

baik meminjam kepada orang lain yang lebih jelas perhitungannya, daripada

meminjam kepada kerabat keluarga. Karena dengan kerabat ada unsur

perasaan/emosi yang terlibat jika terjadi perselisihan utang.”

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa pedagang memanfaatkan

jaringan sosial berdasarkan hubungan pertemanan yang bersifat instrumental.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Wolf (1978:10-15) bahwa hubungan pertemanan

yang bersifat sebagai alat (instrumental friendship) merupakan hubungan pertemanan

78

yang dilihat sebagai alat yang berfaedah dari sudut pandang seseorang karena

mempunyai kegunaan praktis dalam lapangan ekonomi dan pengaruh politik.

Dalam hubungan pertemanan instrumental ini terdapat rasa saling percaya dari

pihak-pihak yang terlibat di dalamnya berupa meminjam dan meminta bantuan

kepada teman. Selain itu hubungan pertemanan ini bersifat timbal balik yang simetris

dan seimbang. Hal-hal inilah yang memungkinkan hubungan pertemanan

instrumental dapat terus berlanjut. Hubungan pertemanan instrumental berkembang

dengan baik dalam situasi sosial yang relatif terbuka serta situasi dimana tiap-tiap

pihak dapat saling berlaku sebagai sponsor bagi yang lainnya dalam rangka untuk

memperluas ruang gerak sosial mereka.

Bagi pedagang Pasar Raya Inpres Padang jaringan yang diikat berdasarkan

atas unsur-unsur kekeluargaan, kekerabatan dan pertemanan merupakan sarana yang

menjembatani hubungan-hubungan di antara pedagang. Pada prinsipnya, nilai-nilai

kekerabatan, persahabatan dan ketetanggaan akan menjadi dasar hubungan pada

jaringan sosial horizontal. Sebagaimana yang dijelaskan Haryono (1999:30-31)

bahwa jaringan sosial horizontal terbentuk berdasarkan status sosial ekonomi yang

relatif sama dari individu-individu yang terlibat didalamnya. Mereka memiliki

kewajiban yang sama dalam perolehan sumber daya yang tersedia dan sumber daya

yang dipertukarkan relatif sama. Dengan demikian jaringan sosial horizontal

merupakan jaringan yang lebih efektif dan efisien demi mempertahankan

kelangsungan kegiatan ekonomi pedagang.

79

Jika dilihat dari cara memperoleh barang, pedagang Pasar Raya Inpres Padang

umumnya dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu:

1. Pedagang besar yaitu seseorang pemborong barang, darimana barang tersebut

berasal yang menerima dan menyimpan barang kemudian dijual kembali secara

eceran di Pasar Raya Inpres Padang. Biasanya pedagang ini merupakan

pemborong barang dagangan dari daerah lain.

2. Pedagang perantara yaitu pedagang yang membeli barang dari pemborong barang

pertama, kemudian menjual barang secara eceran di Pasar Raya Inpres Padang.

3. Pedagang eceran yaitu pedagang yang langsung membeli barang melalui

pedagang perantara baik yang ada di Kota Padang maupun yang ada di luar Kota

Padang, kemudian menjual dengan eceran kepada pembeli.

4.2.1.2 Hubungan Pedagang Dengan Petugas Dinas Pasar

Pedagang Pasar Raya Inpres Padang membina hubungan baik dengan petugas

Dinas Pasar Kota Padang. Pedagang yang berjualan di Pasar Raya Padang diatur oleh

Dinas Pasar Kota Padang yang merupakan unsur pelaksana teknis pemerintah daerah

di bidang pengelolaan pasar. Menurut Dinas Pasar Kota Padang, Pasar Raya dibuka

mulai dari jam 6 pagi dan tutup menjelang magrib. Namun sebelum jam 6 pagi sudah

banyak konsumen yang datang dan pedagang yang akan membuka barang dagangan

di Pasar Raya Padang. Apalagi pada hari-hari libur dan menjelang moment tertentu

seperti hari libur, menjelang bulan puasa atau hari menyambut hari raya pasar ini

sangat ramai bila dibandingkan hari-hari biasa.

80

Setiap harinya 2 orang staf dinas pasar bertugas turun ke lapangan dari jam

08.00-12.00 WIB untuk memungut biaya retribusi kepada setiap pedagang yang

berjualan di Pasar Raya Padang. Dalam pelaksanaannya di Pasar Raya Inpres Padang,

biaya retribusi yang dikeluarkan oleh pedagang sebesar Rp. 2.000/hari secara merata

tidak melihat jumlah dan jenis barang dagangannya. Biaya tersebut digunakan

petugas Dinas Pasar Kota Padang untuk pengembangan dan pemeliharaan fasilitas-

fasilitas gedung Pasar Raya Inpres Kota Padang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keamanan di Pasar Raya Inpres

Kota Padang tergolong aman. Hal yang menarik adalah tidak adanya premanisme di

Pasar Raya Inpres Padang, termasuk tidak adanya pungutan liar dan pemalakan.

Sebab, para pedagang yang telah lama berdagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang

secara bersama-sama membentuk kelompok yang bertugas berganti-gantian menjaga

keamanan pasar baik di siang hari maupun di malam hari. Sehingga setiap harinya

biaya yang dikeluarkan oleh pedagang di Pasar Raya Inpres Padang sebesar

Rp.5.000/hari yang terdiri dari:

a. Biaya retribusi Rp. 2.000/hari

b. Biaya listrik Rp. 2.000/hari

c. Biaya keamanan Rp. 1.000/hari

Berdasarkan dari uraian diatas, bentuk keteraturan hubungan sosial yang

terbina antara pedagang dan petugas Dinas Pasar Kota Padang adalah hubungan

struktural (structural order). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mitchell (1969:9-

10) bahwa hubungan struktural (structural order) adalah perilaku orang-orang

81

ditafsirkan dalam istilah tindakan-tindakan yang sesuai dengan posisi yang mereka

duduki dalam seperangkat tatanan posisi-posisi, seperti dalam suatu perusahaan,

keluarga, asosiasi-asosiasi sukarela, partai politik atau organisasi-organisasi sejenis.

Dalam konteks ini, hubungan sosial yang terjadi ditandai dengan pola

interaksi yang tetap dan terstruktur antara pihak pedagang pasar dengan petugas

Dinas Pasar Kota Padang. Pada hubungan ini norma-norma dilihat melalui peran dan

statusnya dari masing-masing pelaku. Peran petugas Dinas Pasar Kota Padang adalah

untuk mengatur kelangsungan aktivitas di Pasar Raya Inpres, sedangkan pedagang

berkewajiban membayar retribusi pasar secara langsung setiap harinya. Akan tetapi di

lapangan ditemui bahwa di luar hubungan struktural itu terdapat hubungan-hubungan

informal lainnya yang dapat melonggarkan hubungan formal tersebut. Misalnya,

petugas pasar bertugas memungut biaya retribusi pada saat pedagang belum

memperoleh penghasilan dari kegiatan jual belinya pada hari itu maka petugas

memberikan toleransi/kelonggaran tenggang waktu kepada pedagang untuk

membayar retribusi sampai besok harinya.

Selanjutnya, keberlangsungan usaha pedagang Pasar Raya Inpres Padang

terikat dengan kelembagaan pasar. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai

paguyuban pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang berupa interaksi yang mengarah

kepada sikap saling mengerti di antara pelaku yang menduduki posisi sosial di

lingkungan Pasar Raya Inpres Kota Padang menimbulkan struktur yang terorganisasi

dalam wadah berdasarkan dengan tempat berjualan. Asosiasi pedagang di Pasar Raya

Inpres Kota Padang dikenal dengan Ikatan Persatuan Pedagang Inpres (IKAPPI).

82

Peran dan fungsi pengorganisasian ini merupakan sebuah upaya untuk

mengatasi berbagai persoalan, baik yang berasal dari faktor internal seperti konflik

antara pedagang maupun eksternal seperti terkait dengan kebijakan pemerintah.

Paguyuban ini terbentuk berdasarkan adanya kepentingan dan tujuan yang sama dari

kelompok pedagang dalam menjalankan dan mempertahankan keberlangsungan

usaha mereka. Oleh karena itu pengorganisasian suatu kelompok yang dibentuk oleh

pedagang meliputi pengembangan dan pemeliharaan mekanisme-mekanisme atau

pola-pola kegiatan tertentu, yang dirancang untuk memecahkan masalah yang

mendasar bagi kelangsungan kelompok tersebut.

Dengan demikian pedagang dengan petugas Dinas Pasar Kota Padang

membina hubungan kerjasama yang baik dalam menjalankan aktivitas dari sebuah

pasar. Kesadaran akan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan

fakta-fakta yang penting dalam kerjasama. Sebab, kerjasama yang berlangsung

dengan baik, lancar dan berjalan secara optimal akan menimbulkan suasana dan

kondisi yang tertib dan teratur. Pentingnya kerjasama juga dijelaskan oleh Charles H.

Cooley (1930:176) yaitu kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka

mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan

mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk

memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut.

83

4.2.2 Jaringan Sosial Pedagang Dengan Rekan Bisnis

Mitchell (1969:1-2) menjelaskan bahwa jaringan sosial sebagai seperangkat

hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk di antara sekelompok orang yang

karakteristik hubungan-hubungan tersebut dapat digunakan untuk menginterpretasi

motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Hubungan-

hubungan sosial itu tidak terjadi atau terbentuk secara acak, melainkan menunjukkan

adanya suatu keteraturan dalam jaringan sosial.

Selanjutnya dikatakan bahwa jaringan sosial digunakan atau dimanfaatkan

sekelompok masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu, dimana hubungan-hubungan

sosial yang terbentuk tidak semata-mata hubungan antar individu, tapi melampaui

batas-batas geografis dan garis keturunan (Agusyanto, 1992). Pada dasarnya setiap

individu sebagai mahkluk sosial akan selalu terkait dengan jaringan sosial yang

kompleks. Demikian halnya dengan pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang untuk

tetap bertahan dalam menjalankan bisnisnya, memanfaatkan jaringan sosial sebagai

bagian dari langkah untuk mempertahankan keberadaan dan kegiatan ekonomi

pedagang pasar tradisional.

Jaringan pedagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang terbentuk atas hubungan

sosial yang terjadi dengan rekan bisnisnya yaitu pedagang perantara dan pedagang

besar. Pedagang-pedagang tersebut merupakan pemasok barang bagi pedagang Pasar

Raya Inpres Padang. Pedagang perantara dan pedagang besar berperan untuk

menyediakan dan mengedarkan barang-barang yang dibutuhkan oleh pedagang Pasar

Raya Inpres Kota Padang. Melalui hubungan sosial yang dibentuk pedagang pasar

84

dengan pedagang perantara dan pedagang besar maka pedagang pasar akan sukses

dalam menjalankan bisnisnya, termasuk dalam proses perolehan barang dagangan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jaringan sosial yang dibangun oleh

pedagang pasar berfungsi untuk memudahkan mobilitas sumber daya dan mengatasi

kendala-kendala yang dihadapi oleh pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang, baik

dalam perolehan modal, perolehan barang maupun proses distribusi barang.

Hubungan-hubungan sosial yang dibina tersebut merupakan hubungan saling

membutuhkan dan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku dalam rangka

mempertahankan sumber daya yang tersedia, yang akhirnya membentuk jaringan

sosial tersendiri baik yang berhubungan satu sama lain dengan yang tidak. Merujuk

Agusyanto (1996:14) menjelaskan bahwa setiap individu belajar melalui

pengalamannya untuk masing-masing memilih dan mengembangkan hubungan-

hubungan sosial yang tersedia dalam masyarakat, disesuaikan dengan kebutuhan-

kebutuhan yang ada pada diri individu yang bersangkutan. Manusia tidak

menggunakan semua hubungan sosial yang dimilikinya dalam mencapai tujuan-

tujuannya, tetapi disesuaikan dengan ruang dan waktu atau konteks sosialnya.

4.2.2.1 Hubungan Patron-Klien

Koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa pada dasarnya hubungan patron

klien adalah suatu hubungan dimana satu pihak bertindak sebagai atasan dan di pihak

lain sebagai bawahan atau dapat pula diartikan sebagai hubungan ketergantungan

antara individu yang satu dengan individu yang lain yang terjadi dalam bentuk

85

interaksi yang bersifat tetap dan terus menerus dalam waktu tertentu. Dalam

penelitian ini, para pedagang yang dikategorikan sebagai pedagang eceran di Pasar

Raya Inpres membutuhkan patron (pedagang perantara dan pedagang besar) untuk

mendapatkan sumber daya ekonomi dalam bentuk perolehan barang. Sebaliknya

sebagai patron, pedagang perantara dan pedagang besar yang berperan sebagai

pemasok barang memberikan bantuan-bantuan sumber daya ekonomi yang

dimilikinya yang bisa dimanfaatkan oleh pedagang eceran di Pasar Raya Inpres

Padang.

Berdasarkan informasi di lapangan pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang

lebih intens mengadakan hubungan sosial dengan pedagang perantara, baik yang

berada dalam satu wilayah maupun yang berada di luar wilayah Kota Padang. Hal ini

dikarenakan barang-barang yang dijual di Pasar Raya Inpres sebagian besar diperoleh

dari luar Kota Padang, seperti ikan, sayur-sayuran, cabe, bumbu rempah-rempah,

buah-buahan diperoleh dari luar Kota Padang yaitu Pesisir Selatan, Padang Panjang,

Bukittinggi dan Payakumbuh.

Bagi kategori pedagang eceran, dalam proses perolehan barang mereka

membina hubungan dengan pedagang perantara. Dalam penelitian ini, pedagang

perantara dikenal dengan istilah “induak samang” sedangkan pedagang eceran

dikenal dengan istilah “anak samang”. Maksud dari induak samang dalam penelitian

ini adalah pedagang eceran yang telah lama berlangganan dengan pedagang perantara

sehingga bisa memperoleh barang dengan cara mengambil barang terlebih dahulu

86

setelah barang dagangan laku atau paling tidak pembayaran dilakukan pada sore

harinya.

Hubungan sosial yang dibangun oleh “induak samang-anak samang”

memanfaatkan pola jaringan sosial vertikal yang bertumpu kepada pedagang yang

memiliki modal lebih besar dan mampu untuk dijadikan sebagai sumber bantuan

sosial ekonomi mereka. Sebagaimana Haryono (1999:30-31) menjelaskan bahwa

jaringan-jaringan sosial yang bersifat vertikal merupakan individu-individu yang

terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial ekonomi yang sepadan. Individu-

individu jaringan sosial ini terdiri dari berbagai macam status sosial ekonomi yang

berbeda baik dalam kewajiban atau sumber daya yang dipertukarkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang perantara mempunyai jaringan

kekuasaan terlihat dari penguasaan sumber daya ekonomi dan sosial, power

(kekuasaan) terhadap klien dan motif ekonomi yaitu keuntungan. Dengan penguasaan

sumber daya yang dimiliki seorang patron tetap terus eksis dan membuat hubungan

ketergantungan yang terjadi dalam bentuk interaksi bersifat tetap dan terus menerus

dalam waktu tertentu. Ketergantungan inilah yang menjadikan hubungan patron klien

tetap terpelihara di lingkungan Pasar Raya Inpres Kota Padang.

Jaringan sosial vertikal ini dimanfaatkan pedagang pasar karena hubungan

sosial yang dilakukan mengandung unsur jaringan kepentingan yang menguntungkan

diantara masing-masing pelaku. Keuntungan dari pihak pedagang eceran adalah

pembayaran barang dengan cara menyicil dalam mempertahankan usahanya,

sedangkan keuntungan dari pedagang perantara adalah kepastian pembeli dan

87

keuntungan yang didapat. Oleh karena itu hubungan yang terus menerus ini

menimbulkan keterikatan dan ketergantungan untuk memperlancar kegiatan ekonomi

mereka.

Menurut data penelitian ini, pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang selain

membina hubungan dengan pedagang perantara juga menjalin hubungan dengan

pedagang besar dalam proses memperoleh barang dagangan. Yang dimaksud

pedagang besar dalam penelitian ini adalah seseorang menampung sejumlah barang

dari tempat barang itu berasal, kemudian dijual kepada pedagang pasar dengan harga

murah yang ada di Pasar Raya Inpres Kota Padang. Biasanya pedagang ini

merupakan pemborong barang dagangan dari daerah lain.

Bagi pedagang Pasar Raya Inpres Padang, mereka sadar bahwa menjalin

hubungan dengan pedagang besar mempermudah mereka untuk memperoleh barang

dagangan. Pada dasarnya pedagang membutuhkan pedagang besar untuk memenuhi

kebutuhannya. Oleh sebab itu mereka akan berusaha membentuk suatu hubungan

yang baik dalam hal pembelian barang dengan harga yang murah. Hubungan yang

dibentuk adalah hubungan langganan dengan melakukan transaksi secara tunai.

Karena para pedagang besar beranggapan dengan cara pembayaran tunai lebih efektif

untuk memutar keuangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka.

Seperti informan dalam penelitian ini: “Ibu sudah sepuluh tahun berprofesi sebagai

pedagang sayuran dengan keuntungannya berkisar Rp.400.000,- sampai

Rp.500.000,-. Untuk memperoleh sayuran, ibu berhubungan dengan pedagang besar

yang berasal dari daerah Padang Lua Bukittinggi. Pemasok barang tersebut

88

mempunyai perkebunan sayuran yang memang hasil sayurnya untuk dijual. Hasil

panennya berupa kol, sawi, daun saledri, brokoli dan wortel. Hubungan baik itu

dilakukan dengan cara membayar tunai kepada pedagang besar”.

Dalam hal proses jual beli yang terjadi antara pedagang pasar dengan

pedagang besar memanfaatkan jaringan dengan menjaga kepercayaan. Kepercayaan

tersebut tidak terbentuk secara seketika tetapi kepercayaan tersebut terbentuk dari

seringnya membeli barang dengan pedagang besar tersebut. Sehingga dengan adanya

kepercayaan yang baik menimbulkan kerjasama yang baik pula dalam proses

perolehan barang dagangan. Bagi pedagang besar untuk memelihara hubungan baik

secara emosional dengan pembeli (pedagang pasar) sangat penting. Hubungan itu

diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang baik seperti memberikan harga yang

lebih murah, barang dagangan yang masih segar dan ramah kepada pembeli.

Fenomena diatas sejalan dengan konseptual Agusyanto (1997:26-28)

menjelaskan bahwa hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial dapat

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: (i) Jaringan kekuasaan (power) merupakan

jaringan hubungan-hubungan sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan sosial

yang bermuatan kekuasaan. Dalam jaringan kekuasaan, konfigurasi-konfigurasi

saling keterkaitan antar pelaku di dalamnya disengaja atau diatur oleh kekuasaan.

Tipe jaringan ini muncul bila pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditargetkan

membutuhkan tindakan kolektif dan konfigurasi saling keterhubungan antarpelaku

yang biasanya bersifat permanen. (ii) Jaringan kepentingan (interest) merupakan

jaringan hubungan-hubungan sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan sosial

89

yang bermuatan kepentingan. Jaringan kepentingan ini terbentuk oleh hubungan-

hubungan yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus. Dan (iii) Jaringan

perasaan (sentiment), merupakan jaringan yang terbentuk atas dasar hubungan-

hubungan sosial bermuatan perasaan, dan hubungan-hubungan sosial itu sendiri

menjadi tujuan dan tindakan sosial. Struktur yang dibentuk oleh hubungan-hubungan

perasaan ini cenderung mantap dan permanen. Hubungan-hubungan sosial yang

terbentuk biasanya cenderung menjadi hubungan dekat dan kontinyu. Di antara para

pelaku cenderung menyukai atau tidak menyukai pelaku-pelaku lain dalam jaringan.

Oleh karena itu muncul adanya saling kontrol secara emosional yang relatif kuat

antarpelaku.

Dalam kehidupan nyata, sebuah jaringan sosial tidak hanya dibentuk oleh satu

jenis jaringan sosial di atas. Namun, terjadi tumpang tindih antara tiga jenis bentuk

hubungan sosial tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Agusyanto (2007:38)

Aturan-aturan, norma-norma dan nilai-nilai yang lahir dari perpotongan-perpotongan

ketiga tipe jaringan inilah yang berlaku, akibatnya “aturan-aturan formal” apapun,

begitu juga dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terdapat pada kebudayaan dan

struktur sosial tidak dapat diterapkan atau berlaku sepenuhnya dalam realita

kehidupan. Sebuah jaringan sosial dianggap sebagai jaringan kepentingan jika

hubungan-hubungan yang terbentuk dalam jaringan sosial tersebut lebih dominan

untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan tertentu. Dua

jenis jaringan sosial yang lain, yaitu jaringan kekuasan dan jaringan perasaan tetap

ada tetapi tidak dominan.

90

Dalam penelitian ini, ketiga jenis jaringan diatas termasuk ke dalam jaringan

sosial pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa hubungan patron klien mencerminkan hubungan timbal balik dari kedua belah

pihak yang bersifat menguntungkan. Hal ini dikarenakan pedagang pasar dengan

pemasok barang saling kenal dan hubungan yang terjalin sudah akrab dan dekat.

Kondisi ini menimbulkan saling dapat menjaga sumber daya dan tetap

mempertahankan nilai-nilai emosional diantara masing-masing pelaku dalam kegiatan

ekonominya. Sehingga hubungan sosial diantara aktor-aktor yang terlibat berdasarkan

kepercayaan.

4.2.2.2 Kerjasama

Para pedagang Pasar Raya Inpres Padang untuk memperoleh barang dagangan

melakukan kerjasama dengan pedagang perantara dan pedagang besar, baik yang ada

di luar daerah Kota Padang maupun yang ada di Kota Padang. Mengenai tempat

untuk mengambil barang menurut mereka ada beberapa wilayah yaitu Kabupaten

Pariaman, Bukittinggi, Payakumbuh, Solok dan Pesisir Selatan. Karena sebagian

besar daerah ini merupakan daerah penghasil pertanian dan peternakan yang baik.

Namun tidak menutup kemungkinan pedagang memperoleh barang dari daerah lain

jika persediaan barang terbatas dan kosong seperti daerah Pekanbaru dan Jambi.

Dalam proses memperoleh barang dagangan, pedagang membina hubungan

sosial berupa interaksi sosial yang dilakukan secara berulang-ulang. Dengan adanya

interaksi sosial antara pedagang dengan pemasok secara menetap lama kelamaan

91

akan timbul hubungan pribadi di antara mereka. Hubungan sosial yang dilakukan

secara intensif merupakan basis munculnya kepercayaan. Damsar (1997:4)

menjelaskan bahwa dalam aktivitas perdagangan, kepercayaan sangat penting sekali

peranannya.

Kepercayaan merupakan landasan bagi pedagang dengan pemasok dalam

pemberian jumlah kredit (utang), pembuatan surat perjanjian transaksi jual beli,

pengiriman barang dan sebagainya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang memiliki modal atau dana yang terbatas

hanya mampu membeli pasokan barang dengan jumlah tidak terlalu banyak. Dengan

demikian untuk memperoleh barang adakalanya pedagang membayar sejumlah uang

terlebih dahulu supaya barang bisa diperoleh.

Akan tetapi tidak semua informan mengandalkan cara seperti itu, menurut

salah satu informasi dari informan di lokasi penelitian banyak ditemukan pedagang

yang mengambil barang terlebih dahulu dan membayarnya belakangan dengan cara

mencicil kepada pemasok yaitu pedagang perantara. Dalam hal ini, pedagang Pasar

Raya Inpres Padang lebih sering melakukan pembayaran secara kredit kepada

pedagang perantara dibandingkan dengan pedagang besar. Hal semacam ini menandai

bahwa terdapat sebuah kepercayaan didalamnya, kepercayaan itu tidak terbentuk

secara tiba-tiba tetapi kepercayaan tersebut terbentuk dan muncul melalui proses

hubungan antar pribadi dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku

ekonomi secara bersama.

92

Dengan sistem perdagangan yang diuraikan di atas, terjadi karena hubungan

sosial atau interaksi sosial yang telah dibangun akhirnya menimbulkan adanya

kepercayaan antara kedua belah pihak. Kepercayaan yang timbul menyebabkan

pengambilan barang dengan cara kredit karena adanya hubungan langganan dengan

pemasok barang. Merujuk Damsar (1977:4) menjelaskan bahwa hubungan sosial

yang dilakukan secara intensif akan memberikan basis kepercayaan dalam pemberian

utang dan pengiriman barang. Salah satu peran konkret dari kepercayaan adalah

bertambah dan berkurangnya jumlah kredit yang diperoleh pedagang dalam transaksi

jual beli. Semakin tinggi jumlah kredit yang diberikan semakin tinggi tingkat

kepercayaan yang dipertaruhkan. Sebaliknya kepercayaan dapat berkurang karena

terjadinya penurunan kredibilitas, atau bahkan sama sekali tidak ada atau hilang.

Menurut data penelitian ini, kepercayaan merupakan ikatan tidak terucap dan

tidak tertulis. Sistem pembayaran yang dilakukan pedagang di Pasar Raya Inpres

Kota Padang yaitu pembayaran dilakukan secepat mungkin dan tanpa bunga. Untuk

para pedagang yang tidak mereka kenal maka pemasok barang tidak akan meminjam

uang dan barang dagangannya. Sebagaimana penuturan salah satu informan: “ibu

sebagai pedagang bumbu dapur untuk menjaga kepercayaan dengan pemasok

barang, setiap harinya ibu melakukan transaksi pembayaran secara kredit paling

sedikit Rp.100.000,-/harinya tergantung dari jumlah peminjaman. Cara ini ibu

lakukan supaya ibu mudah untuk memutarkan modal usaha yang ibu miliki saat ini.”

93

Dengan adanya hubungan sosial yang dilakukan secara intensif maka akan

timbul kepercayaan antara pemasok barang dengan pelanggan selama keduanya tidak

pernah menyalahi kesepakatan yang mereka buat. Hubungan pada tahap langganan

pada intinya adalah kegiatan ekonomi namun hubungan sosial tersebut memiliki

makna nilai-nilai sosial seperti rasa malu jika kesepakatan yang telah mereka buat

diingkari oleh salah satu pihak.

Hubungan sosial yang terjadi di antara pedagang tersebut bisa peneliti sebut

sebagai hubungan sosial yang berkaitan dengan modal sosial terlihat pada interaksi

sosial yang intens menyebabkan antara pelaku memiliki kepercayaan yang kuat

sehingga masing-masing pelaku tetap berada di dalam jaringan sosial. dan hubungan

sosial yang berkaitan dengan motif ekonomi. Dan juga hubungan sosial yang

berkaitan dengan motif ekonomi terlihat pada interaksi sosial yang terbina di antara

pelaku dilatarbelakangi oleh keuntungan yang mereka dapatkan yaitu uang. Oleh

karena itu hubungan-hubungan sosial yang dilakukan secara intens di antara pelaku

terus dipertahankan dan menjaga mekanisme jaringan sosial.

Dari wawancara yang telah dilakukan ditemukan bahwa apabila pedagang

perantara mendapatkan seorang pelanggan (pedagang eceran) yang mengundur-undur

waktu dalam pembayaran hutang maka pemasok barang akan memberhentikan

pemberian hutang jika pedagang eceran ingin mengambil barang secara kredit.

Dengan adanya ikatan jaringan sosial, maka permasalahan yang dialami ini juga

diketahui oleh pedagang lainnya. Hal ini disebabkan karena pedagang saling

berkomunikasi satu sama lain yang menyebabkan permasalahan ini tersebar di

94

kalangan pedagang. Oleh karena itu pedagang eceran tidak bisa memperoleh hutang

di masa yang akan datang dari pemasok barang, sehingga transaksi dilakukan dalam

bentuk tunai.

Menurut data penelitian ini, peristiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh

tindakan yang dilakukan pedagang pasar dengan pedagang perantara dalam

memegang amanah kepercayaan yang ditunjukkan melalui kejujuran dalam transaksi

jual beli, menepati janji yang telah ditetapkan dan menjaga kualitas barang yang

sesuai dengan pemesanan. Selanjutnya, hubungan pribadi yang kuat terjalin di antara

mereka memberikan keuntungan yang akan diperoleh masing-masing pihak.

Dengan adanya kepercayaan dapat meningkatkan toleransi terhadap

ketidakpastian. Seperti seorang pedagang seharusnya membeli langsung ke tempat

barang itu berasal. Karena hubungan yang terbina sudah dekat pedagang memesan

barang dengan hanya menghubungi pemasok barang melalui telfon tanpa harus

datang ke lokasi. Sistem pembayarannya di kirim melalui transfer rekening pemasok

barang. Seperti penuturan salah satu informan:”ibu untuk memperoleh barang

dibantu melalui pemasok dari daerah Padang Panjang. Untuk mengambil barang

pedagang cukup menelfon pemasok agar mengantarkan barang langsung ke toko dan

uang di kirim ke rekening pemasok. Cara ini telah lama ibu lakukan karena percaya

kepada pemasok kalau barang yang dikirimnya itu dalam keadaan segar dan baik.”

Dari pernyataan di atas, transaksi jual beli menjadi simpul terbentuknya ikatan

pelanggan antara kedua belah pihak. Pembentukan ikatan pelanggan tersebut

dibentuk dengan mempertimbangkan tingkat kepercayaan yang dimiliki selama ini.

95

Selanjutnya, hubungan yang kuat dengan pemasok barang dapat menghindarkan

pedagang dari kerugian karena buruknya kualitas barang. Oleh karena itu, sebagian

pedagang menolak mengambil barang dari pemasok yang belum dikenalnya.

Untuk membina hubungan transaksi jual beli pedagang pasar dengan pemasok

barang dibutuhkan komunikasi yang baik diantara kedua belah pihak. Komunikasi

memegang peranan penting dalam pertukaran informasi dari satu pihak ke pihak lain.

Oleh karena itu komunikasi yang baik dapat memperlancar aktivitas perdagangan.

Data penelitian ini menunjukkan bahwa pedagang dalam melakukan aktivitas

perdagangan lebih sering menggunakan handphone selular dalam berkomunikasi

baik melalui SMS maupun menelfon langsung rekan bisnisnya. Komunikasi ini

digunakan oleh kedua belah pihak pada saat pemesanan barang oleh pedagang kepada

pemasok barang. Sehingga memudahkan kedua belah pihak dalam melakukan

aktivitas perdagangan walaupun tidak harus datang ke tempat pengambilan barang.

Selain itu, komunikasi face to face (tatap muka) juga perlu dilakukan dalam

kegiatan perdagangan. Menurut salah seorang informan penelitian ini, komunikasi

tatap muka terjadi pada saat pertama kali menjalin hubungan transaksi jual beli untuk

mencari informasi barang yang ingin dipesan. Bertemu langsung antara pedagang

dengan pemasok barang terjadi pada saat transaksi surat perjanjian kontrak jual beli.

Dengan adanya komunikasi yang baik maka pedagang memiliki kemampuan

membentuk jaringan sosial yang kuat untuk mempertahankan bisinisnya. Dalam hal

ini jaringan sosial berfungsi memberikan berbagai kemudahan untuk mengakses

96

bermacam barang dan/atau sumber daya langka seperti informasi, barang, jasa,

kekuasaan dan sebagainya.

4.2.2.3 Hubungan Sosial Pedagang Dengan Sesama Pedagang

Jaringan sosial merupakan rangkaian hubungan-hubungan yang dibuat oleh

seorang individu di sekitar dan berpusat pada dirinya sendiri berdasarkan atas

pribadinya (Mitchell, 1969:8). Di lingkungan pedagang Pasar Raya Inpres Padang

mempunyai jaringan personal yaitu hubungan baik dalam menjalankan aktivitas

ekonomi. Hubungan sosial itu diwujudkan dalam bentuk keeratan dan kedekatan

antara sesama pedagang. Dalam proses hubungan interpersonal yang terjalin di antara

mereka meliputi interaksi sosial yang dibina secara intens.

Menurut salah seorang informan dalam penelitian ini, pada saat pedagang

menunggu pembeli datang maka untuk menghilangkan rasa jenuh dan ngantuk para

pedagang biasanya ngobrol atau bercerita mengenai berbagai hal yang terjadi kepada

para pedagang yang ada didepan atau disamping toko mereka. Obrolan mereka tidak

hanya berupa informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan berdagang

tetapi juga hal-hal yang terjadi di lingkungan keluarga mereka sehari-hari sampai

informasi politik yang terbaru saat ini.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa aktivitas yang terjadi di

Pasar Raya Inpres Padang tidak hanya berupa aktivitas ekonomi dimana tempat

bertemunya pedagang dan pembeli, tetapi juga sebagai tempat aktivitas sosial budaya.

Seperti yang diungkapkan oleh Geertz (1977:63) bahwa pasar adalah suatu pranata

97

ekonomi dan sekaligus suatu cara hidup, suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi

yang mencapai segala aspek dari masyarakat dan merupakan dunia sosial budaya

yang hampir lengkap.

Para pedagang di Pasar Raya Inpres Padang mengembangkan dan memelihara

jaringan sosial berdasarkan hubungan pertemanan. Hubungan pertemanan ini sangat

membantu mereka dalam aktivitas ekonomi sehari-hari mereka. Hubungan yang

terjadi antara sesama pedagang kadang bersifat hubungan pertemanan ekspresif atau

emosional dan kadang bersifat instrumental. Hal ini disebabkan karena pedagang

tidak selalu memperlihatkan hak dan kewajibannya semata, akan tetapi dipengaruhi

oleh situasi pertukaran waktu dan pertukaran sumber daya yang mempunyai nilai

sosial ekonomi bagi mereka.

Di lapangan ditemukan bahwa rasa kedekatan pedagang tidak hanya pada saat

senang tetapi dapat dilihat pada saat pedagang mengalami kesulitan dan musibah.

Hubungan-hubungan itu berupa saling berbagi, saling kunjung, saling tolong

menolong, rasa toleransi dan saling membantu di antara sesama pedagang. Misalnya,

apabila seorang pedagang mengalami kesulitan ekonomi maka mereka saling

membantu meminjamkan uang kalau di antara mereka memiliki uang yang lebih.

Begitu juga jika di antara salah satu dari pedagang sakit dan tidak berdagang selama

beberapa hari, maka mereka melakukan penggalangan dana atau mengumpulkan uang

untuk diserahkan kepada keluarga pedagang yang sakit.

Dari data yang diperoleh terungkap bahwa hubungan-hubungan sosial yang

terjadi di antara pedagang berdasarkan perasaan/emosi yang diwujudkan dalam

98

tindakan sosial. Hal ini sejalan dengan konseptual yang dijelaskan oleh Agusyanto

(1997:26-28) bahwa jaringan perasaan (sentiment) merupakan jaringan yang

terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial bermuatan perasaan, dan hubungan-

hubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan dan tindakan sosial. Struktur yang

dibentuk oleh hubungan-hubungan perasaan ini cenderung mantap dan permanen.

Hubungan-hubungan sosial yang terbentuk biasanya cenderung menjadi hubungan

dekat dan kontinyu. Di antara para pelaku cenderung menyukai atau tidak menyukai

pelaku-pelaku lain dalam jaringan. Oleh karena itu muncul adanya saling kontrol

secara emosional yang relatif kuat antarpelaku.

Berdasarkan bahasan diatas, adanya suatu nilai-nilai yang dimiliki oleh para

pedagang yang cenderung memberikan bantuan semampunya kepada yang

memerlukan meskipun bukan anggota keluarga mereka. Sikap ini muncul karena

adanya perasaan senasib dan saling membutuhkan satu sama lain sebagai pedagang.

Eksistensi nilai-nilai tersebut menjadi kontrol sikap dan prilaku mereka untuk tetap

menjaga hubungan baik di antara mereka.

Menurut salah seorang informan penelitian ini, esensi dari hubungan sosial

yang dibentuk adalah hubungan yang syarat dengan nilai pertukaran timbal balik

antara sesama pedagang. Kekuatan dari pola hubungan sosial seperti ini sering

ditunjukkan dengan keeratan, kedekatan, saling membantu di antara sesama

pedagang. Ikatan ini selalu dijunjung tinggi karena nilai-nilainya menciptakan ikatan

keharmonisan di antara sesama pedagang Pasar Raya Inpres Padang. Untuk

mempertahankan pola hubungan tersebut, pada umumnya ditunjukkan dengan sering

99

berlanjutnya pertukaran-pertukaran itu. Sedangkan kelemahannya adalah hubungan-

hubungan sosial itu tergantung pada kuat lemahnya kondisi sosial ekonomi pedagang.

Artinya, jika seorang pedagang memberi dan yang lain tidak membalas, maka akan

terjadi perselisihan dan hubungan itu bisa terputus atau diputuskan.

Prinsip dasar dari hubungan-hubungan sosial tersebut adalah untuk menjaga

dan memelihara hubungan baik dengan sesama pedagang dalam rangka

mempertahankan eksistensi mereka. Hubungan-hubungan yang terjalin di antara para

pedagang terus dibina, dipelihara dan dikembangkan untuk kepentingan dan tujuan

yang sama dalam mempertahankan sumber daya yang diperlukan oleh pedagang itu

sendiri. Hubungan sosial yang terjalin menunjukkan pengharapan peran dari masing-

masing individu dalam bentuk interaksi sosial yang bersifat sistematik. Artinya

terjadinya interaksi sosial secara teratur dan berulang kali dengan pola yang sama dan

bertahan untuk waktu yang lama (Soleman, 1990:114).

Dengan adanya interaksi sosial yang terjalin diantara sesama pedagang dalam

satu lokasi berdagang yang sama secara menetap maka lama kelamaan akan timbul

rasa kepercayaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu informan: “saya

sering meninggalkan toko pada saat tertentu seperti datangnya waktu sholat. Untuk

itu saya menitipkan toko ke pedagang sebelah dan tidak khawatir dengan barang

dagangan saya. Jadi kalau saya meninggalkan toko, ada pembeli yang berbelanja di

toko saya maka aktivitas jual beli dapat berjalan karena dengan adanya bantuan

teman saya ini.”

100

Berdasarkan dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa pedagang memiliki

kepercayaan yang tinggi di antara sesama mereka. Membangun kepercayaan di antara

mereka ditandai dengan adanya sekumpulan harapan bahwa kebaikan yaitu sikap

saling tolong menolong yang diberikan oleh seorang pedagang kepada pedagang

lainnya akan dapat dirasakan juga dikemudian hari oleh pedagang tersebut. Hal ini

merujuk pada ayat Alquran, Allah menjelaskan bahwa pentingnya suasana kehidupan

saling tolong menolong atau bekerjasama dalam menjalin hubungan sesama manusia:

“Dan tolong menolonglah kamu dalam hal (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan

jangan tolong menolong untuk berbuat dosa dan pelanggaran” (QS.5: 2).

Tingginya tingkat kepercayaan tersebut disebabkan mereka memegang

amanah kepercayaan yang ditunjukkan melalui kejujuran. Kejujuran berarti mengikat

diri dengan seseorang atas dasar saling percaya. Kejujuran mereka ini terlihat dari

pedagang yang memberitahukan kalau ada barang yang dibeli oleh pembeli pada saat

pedagang meninggalkan toko.

Terkait dengan jaringan sosial, di lapangan ditemukan bahwa jaringan

komunikasi sangat berperan penting dalam menentukan harga suatu barang. Hal ini

dapat dilihat dari pedagang berusaha menarik para pembeli untuk mencari

keuntungan sebanyak mungkin, akan tetapi mereka bekerjasama dalam penetapan

harga. Melalui ikatan jaringan sosial, pedagang tersebut dapat melakukan komunikasi

dalam menetapkan tingkatan harga dari suatu barang atau jasa.

Oleh karena itu seorang pedagang untuk membangun dan mempertahankan

usaha bisinisnya membutuhkan suatu kemampuan untuk menggerakkan sumber daya

101

dalam bentuk informasi dan finansial. Kemampuan yang ditunjukkan oleh seorang

pedagang diperkuat dengan jaringan sosial yang dimilikinya. Sebagaimana dijelaskan

oleh Lawang (2004:52) bahwa seseorang tidak akan membuka jaringan dengan siapa

saja, melainkan dengan orang yang menurut penilaiannya mempunyai arti penting

baginya baik secara sosial maupun ekonomi.

Hubungan sosial yang dibangun oleh pedagang merupakan hubungan saling

percaya. Rasa kepercayaan muncul karena di lokasi penelitian masih banyak

ditemukan pedagang yang berjualan di Pasar Raya Inpres Padang memiliki hubungan

kekerabatan atau persaudaraan dan pedagang yang telah lama menempati lokasi

usaha lebih kurang sepuluh tahun sehingga memiliki hubungan personal yang terjalin

berjalan dengan baik. Dengan demikian, kepercayaan yang dibentuk dalam

menjalankan aktivitas ekonomi secara sadar atau tidak akan menimbulkan kerjasama

yang baik di antara sesama pedagang untuk mempertahankan keberlangsungan hidup

mereka.

Data penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk jaringan sosial yang dipelihara

dan dikembangkan oleh pedagang di Pasar Raya Inpres Padang yaitu jaringan sosial

vertikal maupun horizontal tidak hanya mencakup hubungan ekonomi saja tetapi juga

meluas pada berbagai bentuk hubungan yang meliputi berbagai aspek kehidupan

lainnya. Hubungan-hubungan yang telah tercipta dalam berbagai bentuk ini menjadi

lentur dan tidak mudah terputus (Wolf, 1978:74).

Dalam aktifitas ekonomi termasuk perdagangan, juga ditemukan hubungan

sosial berupa persaingan yang dihadapi para pedagang. Persaingan yang dimaksud

102

dalam penelitian ini adalah persaingan yang sehat. Sesuai dengan yang dijelaskan

oleh Brinkerhoof dan White (1989:63) bahwa dalam situasi kelangkaan yaitu barang-

barang, jasa atau keadaan yang diharapkan tidak tersedia cukup maka hubungan

sosial yang mungkin terjadi adalah konflik atau persaingan.

Di lingkungan Pasar Raya Inpres Kota Padang menunjukan adanya jalinan

hubungan sosial yang kuat di antara para pedagang dapat dilihat dari kerjasama, tetapi

mereka juga tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik-konflik dan persaingan

dalam aktivitas berdagang. Konflik dan persaingan itu tidak terlalu terlihat.

Sebagaimana penuturan seorang informan “pedagang disini juga pernah berkonflik

kecil seperti “perang mulut” seperti dalam hal barang dagangan terlalu maju ke

depan yang menyebabkan jalan menjadi sempit. Kemudian dalam hal masalah

hutang yang terlalu lama belum dibayar dan lain-lain. Tetapi konflik itu dapat

diselesaikan secara baik-baik dan tidak sampai terjadi adu fisik antara satu sama

lain”.

Dalam jual beli persaingan juga tidak begitu terasa di Pasar Raya Inpres Kota

Padang. Menurut salah satu informan dalam penelitian ini, pada umumnya pedagang

di Pasar Raya Inpres Kota Padang adalah muslim. Pedagang beranggapan bahwa

rezeki masing-masing pedagang sudah ada yang mengatur yaitu Allah SWT. Dalam

berdagang sudah biasa ada untung ruginya, adakalanya pedagang memperoleh untung

banyak dan adakalanya pedagang merugi. Beranjak dari deskripsi tersebut, sesuai

dengan konseptual keterlekatan oleh Granovetter (1985) bahwa tindakan ekonomi

yang cultural dituntun oleh aturan berupa nilai, norma adat kebiasaan dan tata

103

kelakuan yang diinternalisasi dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini seorang

pedagang muslim tunduk dan patuh terhadap nilai dan norma agama Islam sebagai

rujukannya dalam berdagang.

Terkait dengan bentuk persaingan, walaupun pedagang Pasar Raya Inpres

Kota Padang mayoritas beragama Islam masih ditemukan pedagang yang

menggunakan hal-hal yang dianggap mistis yaitu meminta penglaris toko ke orang

pintar (dukun) agar barang dagangan mereka laris manis terjual. Kegiatan ini

merupakan salah satu usaha yang dilakukan pedagang untuk memperlancar usaha

bisnisnya. Tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang irasional karena

memiliki nilai-nilai kepercayaan yang menyimpang dari norma agama Islam.

Selanjutnya pedagang di Pasar Raya Inpres Kota Padang memiliki nilai

ketertiban dan rasa toleransi yang tinggi yaitu mengedepankan rasa saling memahami

antara satu dengan yang lain dalam aktivitas perdagangan sehingga konflik dan

persaingan dapat diredam sekecil mungkin. Semakin kuat kepercayaan yang

dibangun di antara para pedagang semakin mempererat hubungan sosial mereka,

sehingga terjalin kerjasama yang baik dalam aktivitas perdagangan.

Data penelitian ini juga mengungkapkan bahwa di lingkungan pedagang Pasar

Raya Inpres Kota Padang, pedagang membentuk arisan yang dikenal dengan istilah

“julo-julo”. Julo-julo muncul diakibatkan karena lembaga formal yang mendukung

keberlangsungan usaha pedagang seperti lembaga perkreditan yaitu Koperasi Pasar

belum memberikan jaminan usaha kepada pedagang Pasar Raya Inpres. Julo-julo

merupakan salah satu bentuk kerjasama pertukaran (resiprositas) antara beberapa

104

orang yang bersepakat pada suatu kelompok atau komunitas dalam bentuk uang atau

barang kebutuhan pokok. Arisan ini diketuai oleh satu orang yang dipercayai oleh

para pedagang lain untuk bisa menjalankan kegiatan ini. Bentuk kerjasama ini

bergiliran menerima uang arisan di antara para anggota komunitas atau kelompok

berdasarkan nomor urut yang disepakati secara bersama-sama.

Pada dasarnya “julo-julo” merupakan lembaga yang bersifat informal yang

dibentuk oleh para pedagang itu sendiri yang dibuat berdasarkan ikatan dari jenis

barang dagangan dan tempat berdagang. Menurut Dalton (1959:219) organisasi

informal merupakan ikatan-ikatan yang spontan dan fleksibel di antara anggota-

anggota yang dituntun oleh perasaan-perasaan dan kepentingan pribadi yang dapat

dipertahankan oleh kegiatan formal. Kegiatan ini sangat membantu para pedagang

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sebagaimana penuturan informan:

“Dalam berdagang belum selalu tentu menghasilkan pendapatan lebih setiap

harinya. Oleh karena itu bapak memanfaatkan “julo-julo” sebagai cadangan

tabungan, jika menghadapi masa sulit baik dalam menjalankan bisnisnya maupun

dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.”

“Julo-julo” yang dijalankan oleh pedagang selain dalam bentuk uang, ada

juga dalam bentuk barang. Misalnya, pada saat pesta perkawinan para pedagang

mengadakan arisan berupa barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, cabe dan

kebutuhan pokok lainnya. Mereka menyumbangkan sejumlah bantuan tersebut

dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Tradisi ini dilakukan oleh pedagang

dengan harapan pada saat pedagang lain mengadakan pesta perkawinan juga

105

memberikan barang kebutuhan yang sama di kemudian hari. Menurut salah satu

informan dalam penelitian ini, besar kecilnya sumbangan berbentuk materi ini

bergantung pada kedekatan hubungannya dengan pedagang tersebut.

Dari uraian data di lapangan, sebenarnya melalui kegiatan “julo-julo” ini

secara tidak langsung mereka melekat pada eksistensi hubungan-hubungannya, baik

secara horizontal maupun vertikal di kelompok arisan pedagang. Hal ini disebabkan

karena munculnya rasa senasib dan sepenanggungan di antara mereka yang

diperlihatkan dalam bentuk rasa toleransi, tanggung jawab, saling tolong menolong

dan dapat membantu di saat mengalami kesulitan. Dengan adanya ikatan-ikatan

tersebut mereka berusaha untuk menjaga dan mempertahankan hubungan baik dengan

sesama individu di dalam kelompok arisan tersebut.

4.2.2.4 Mempertahankan Jaringan Sosial Pedagang Pasar Dengan Rekan Bisnis

Hubungan yang terjadi antara pedagang dengan rekan bisnis haruslah dapat

dipertahankan agar mereka terus memperoleh pasokan barang dari pedagang

perantara dan pedagang besar. Dalam mempertahankan hubungannya dengan

langganan, pedagang berusaha untuk tidak berpindah ke pemasok barang lainnya

yang belum dikenalnya. Disini pedagang akan berusaha untuk menjaga kepercayaan

dengan pemasok. Kepercayaan yang muncul di antara pedagang dengan pemasok

barang merupakan konstruksi sosial dalam kehidupan masyarakat. Kepercayaan yang

ada di dalam jaringan ini terbentuk karena pedagang telah berulang-ulang membina

106

hubungan sosial dengan pemasok barang untuk memperoleh barang yang diinginkan.

Sehingga pemasok barang memberikan harga murah kepada langganan.

Dalam hal ini mereka tidak perlu lagi melakukan tawar menawar barang,

karena baik pedagang eceran maupun pemasok telah sama-sama percaya bahwa

barang yang dibeli memang berkualitas baik. Selain hubungan langganan, di lapangan

peneliti menemukan jaringan sosial yang bersifat hubungan pribadi yang telah

mereka bina tidak hanya pada saat transaksi jual beli tetapi juga di luar aktivitas

ekonomi. Misalnya, untuk mempererat hubungan mereka pun saling menanyakan

kabar satu sama lain. Hubungan yang terjalin tersebut tidak hanya antara sesama

mereka tetapi juga melibatkan anggota keluarga mereka yang lain sehingga mereka

kenal keluarga besar dari masing-masing pihak.

Hubungan-hubungan tersebut dapat terlihat dalam acara pesta penikahan

maupun acara kematian. Dalam acara tersebut mereka akan saling mengunjungi agar

hubungan yang mereka jalin lebih dekat satu sama lain. Sebagaimana penuturan salah

satu informan: “untuk menjaga hubungan baik dengan pedagang perantara, ibu tidak

hanya berhubungan pada saat transaksi jual beli. Tetapi ibu juga menanyakan

keadaan keluarga dan apabila dari pemasok mengundang acara atau pesta, ibu

datang menghadirinya. Begitu juga sebaliknya”.

Dalam mempertahankan eksistensi pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang,

hubungan-hubungan sosial yang terjadi diantara aktor-aktor terlibat disebabkan

karena adanya kepentingan dalam memenuhi kebutuhan sehingga membentuk

107

jaringan tersendiri. Berikut mekanisme hubungan sosial antar aktor dalam jaringan

sosial pedagang Pasar Raya Inpres Kota Padang:

Keterangan:

= Garis Hubungan Searah

= Garis Hubungan Dua Arah (Timbal balik)

4.2.3 Jaringan Sosial Pedagang Dengan Pembeli

Dalam perspektif Sosiologi, pasar tradisional lebih dimaknai sebagai tempat

masyarakat lokal untuk melakukan aktivitas jual beli untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari dimana proses jual beli dilakukan dengan proses tawar menawar antara

pedagang dan pembeli. Harga yang ditawarkan di pasar tradisional lebih murah dan

juga barang-barang yang dijual lebih terjaga kesegarannya.

Pedagang Eceran

Pedagang Besar

Pedagang Perantara

• Jaringan Kekuasaan • Jaringan Kepentingan • Jaringann Perasaan

108

Pasar Raya Inpres Kota Padang merupakan pasar yang tidak pernah sepi

dikunjungi, baik oleh pembeli yang mau berbelanja maupun pengunjung yang hanya

berjalan-jalan saja. Hingga saat ini kesan kumuh dan semrawut merupakan gambaran

sehari-hari pasar ini. Orang yang berkunjung di pasar ini berasal dari berbagai daerah

Sumatera Barat. Hal ini dikarenakan Pasar Raya Inpres Kota Padang merupakan

pasar tradisional terbesar dan lengkap di Kota Padang. Rata-rata pembeli yang sering

mengunjungi pasar ini adalah ibu rumah tangga, pedagang keliling dan pemilik

warung kecil yang dikenal dengan istilah “lapau”.

4.2.3.1 Hubungan Sosial

Perdagangan merupakan kegiatan atau proses jual beli dan tawar menawar

antara seorang penjual di satu pihak dengan pembeli di pihak lain. Melalui

perdagangan individu dan kelompok melakukan transaksi ekonomi untuk

mendapatkan sesuatu yang menjadi kebutuhannya berupa barang atau jasa secara

kontinuitas. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Belshaw (1981:7) bahwa

perdagangan didalamnya terdapat tukar menukar, menerobos seluruh bangunan sosial

dan dapat dipandang sebagai tali pengikat masyarakat. Oleh karena itu aktivitas

perdagangan dapat melahirkan bentuk-bentuk interaksi dari hubungan yang akrab di

antara orang-orang yang terlibat diantaranya.

Pasar Raya Inpres Padang merupakan tempat masyarakat menengah golongan

bawah yang menganggap aktivitas perdagangan sebagai sumber utama penghasilan

dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga. Hubungan sosial di Pasar Raya Inpres Kota

109

Padang dalam aktivitas jual beli masih bisa dirasakan. Yaitu adanya interaksi yang

intensif antara penjual dan pembeli melalui tawar menawar yang penuh keakraban

dan kehangatan justru mempererat hubungan mereka.

Data penelitian menunjukkan bahwa penjual dan pembeli biasanya sudah

saling mengenal satu sama lain sehingga jalinan interaksi di antara mereka bertambah

kuat. Hubungan sosial seperti ini yang membuat masyarakat masih mau berbelanja di

Pasar Raya Inpres Kota Padang. Kuatnya hubungan sosial antara pedagang dan

pembeli, maka secara lebih luas hal ini akan meningkatkan relasi sosial di

masyarakat. Keramahan dan sikap sopan yang ditunjukkan oleh para pedagang untuk

menarik minat pembeli dimaknai sebagai nilai kebersamaan dan rasa kekeluargaan

yang melekat antara satu sama lain.

Melalui interaksi yang terjalin dengan baik antara pedagang dan pembeli

membuat loyalitas pembeli menjadi tinggi untuk pedagang yang mampu menjalin

hubungan sosial yang baik dengan pembelinya. Posisi tawar menawar (bargaining

position) dalam proses tawar menawar kebanyakan dikendalikan oleh pedagang

artinya harga barang dagangannya sebagian besar ditentukan oleh pedagang. Ini

berarti pedagang masih mempunyai “kekuatan” dalam manajemen usahanya,

khususnya menyangkut penentuan harga jual. Namun demikian penentu harga barang

dagangan berikutnya adalah pedagang dengan pembeli (Harsiwi, 2003:3).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan sosial yang dimiliki oleh

pedagang dengan pembeli di Pasar Raya Inpres Kota Padang berbasis pada hubungan

kekerabatan, hubungan tetangga dan hubungan persahabatan. Sehingga hubungan-

110

hubungan itu yang akhirnya mempengaruhi kesepakatan harga yang disetujui. Seperti

yang diungkapkan oleh informan”dalam menjual barang dagangan, bapak biasanya

selalu menetapkan harga yang berbeda-beda tergantung dari siapa yang membeli.

Kalau yang datang membeli ada hubungan keluarga maka bapak memberikan harga

yang sedikit lebih murah dibandingkan dengan pembeli biasanya”.

Berdasarkan dari uraian diatas, harga tidak selalu ditentukan oleh hukum

permintaan dan penawaran tetapi juga dipengaruhi oleh jaringan sosial yang turut

berperan dalam menentukan dan merubah harga. Di lingkungan pedagang Pasar Raya

Inpres Kota Padang untuk memberikan harga yang murah kepada pembeli yang

memiliki hubungan keluarga dan hubungan persahabatan dikenal dengan istilah

“hargo sanak” (harga saudara).

“Hargo sanak” tercipta dikarenakan keterikatan individu dalam hubungan

sosial yang memperlihatkan bagaimana pedagang membentuk sebuah jaringan. Dari

deskripsi diatas, dapat dikatakan bahwa penentuan harga dipengaruhi oleh unsur

perasaan karena antara pedagang dan pembeli memiliki jaringan hubungan

kekerabatan dan persahabatan. Hal ini sesuai dengan Agusyanto (1997:26-28)

menjelaskan bahwa jaringan perasaan (sentiment) merupakan jaringan yang terbentuk

atas dasar hubungan-hubungan sosial bermuatan perasaan, dan hubungan-hubungan

sosial itu sendiri menjadi tujuan dan tindakan sosial. Struktur yang dibentuk oleh

hubungan-hubungan perasaan ini cenderung mantap dan permanen. Hubungan-

hubungan sosial yang terbentuk biasanya cenderung menjadi hubungan dekat dan

kontinyu. Di antara para pelaku cenderung menyukai atau tidak menyukai pelaku-

111

pelaku lain dalam jaringan. Oleh karena itu muncul adanya saling kontrol secara

emosional yang relatif kuat antar pelaku.

Di samping itu, terdapat beberapa informan menjalin hubungan sosial yang di

awali dengan hubungan pertemanan/kenalan. Hubungan pertemanan/kenalan ini

memegang peranan penting dalam memasarkan barang. Karena masing-masing pihak

melakukan interaksi jual beli, maka secara personal pedagang menjalin hubungan

baik dengan pembeli yang baru dikenalnya. Oleh sebab itu pedagang berusaha

merebut perhatian pembeli untuk berbelanja ditokonya.

Berdasarkan deskripsi di atas, tindakan ekonomi yang dilakukan pedagang

menurut Granovetter (1983) merupakan ikatan yang lemah. Granovetter menjelaskan

bahwa ikatan yang lemah dapat menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan ikatan

lemah antara dua aktor dapat membantu sebagai jembatan antara dua kelompok yang

kuat ikatan internalnya. Dapat dikatakan tindakan ekonomi yang dilakukan pedagang

Pasar Raya Inpres Kota Padang memberikan kesan dan berperilaku dengan cara yang

bertanggungjawab supaya pembeli mau datang lagi ke tokonya di masa yang akan

datang.

4.2.3.2 Komunikasi

Menurut Geerzt (1978) ketika informasi merupakan sesuatu yang langka dan

tidak menyebar secara merata di pasar, maka pembeli akan mencari informasi

tersebut melalui tawar menawar. Sebagaimana, tradisi tawar menawar antara

pedagang dan pembeli di Pasar Raya Inpres Kota Padang mempunyai keterampilan

112

melalui komunikasi yang baik. Oleh karena itu pedagang melayani dengan sebaik-

baiknya tanpa memandang siapa dan bagaimana karakter para pembeli yang

mendatanginya.

Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Faisal Affif (1986:12) bahwa

seorang pedagang harus mempunyai keterampilan tentang bagaimana cara membina

suatu percakapan mengenai penjualan. Pedagang harus mampu menarik pembeli

untuk mampir ke toko mereka tergantung dengan kata-kata yang mereka ucapkan dan

untuk mendapatkan kesan baik. Pada prinsipnya selalu bertolak dari keharusan

membuat orang lain merasa senang dan bangga (Badura, 1992:52).

Seorang pedagang harus mengutamakan keramahtamahan yang bisa

ditunjukkan melalui bahasa agar dapat menarik perhatian pembeli. Dalam proses

tawar menawar pedagang menyapa setiap pengunjung yang lewat didepan toko

mereka, diiringi dengan senyum dan keramahan dari pedagang. Dengan

memanfaatkan bahasa seoptimal mungkin oleh pedagang sehingga menarik perhatian,

memotivasi dan mempengaruhi pembeli. Sebagaimana penuturan seorang informan

“sebagai pedagang bapak biasanya menggunakan bahasa Minang untuk kelancaran

komunikasi. Tetapi ada juga pedagang yang menggunakan Bahasa Indonesia dan

Bahasa Jawa tergantung pembeli yang datang”.

Dengan tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pedagang tersebut seperti

ramah, sopan santun, saling bertegur sapa, komunikasi yang baik dan menanyakan

kebutuhan yang diinginkan kepada pembeli merupakan aktivitas transaksi tukar

menukar yang dipandang sebagai bentuk keterlekatan yang kuat. Tindakan yang

113

“melekat” antara pedagang dan pembeli disebabkan karena masing-masing pihak

mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai seperti informasi

terhadap suatu barang atau jasa.

Hal ini sesuai dengan konseptual Granovetter (1985) menjelaskan bahwa

keterlekatan merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan

melekat (embedded) dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung di

antara para aktor. Ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktor individual sendiri

tetapai juga mencakup prilaku ekonomi yang lebih luas seperti penetapan harga

dalam suatu jaringan hubungan sosial.

Terkait dengan kebiasaan tawar menawar, pembeli di Pasar Raya Inpres Kota

Padang yang rata-rata pembelinya adalah ibu-ibu juga memiliki keterampilan dalam

tawar menawar. Menurut Narwoko (2004:39) menjelaskan bahwa tawar menawar

merupakan suatu usaha yang merupakan bagian dari proses pencapaian kesepakatan

untuk pertukaran barang dan jasa. Menurut salah seorang informan pembeli penelitian

ini, dengan kegigihan dalam menawar barang yang dilakukan pembeli menimbulkan

adanya rasa kepuasan tersendiri terhadap harga yang dianggap sesuai dengan barang

tersebut.

Dengan adanya proses tawar menawar di pasar tradisional menyebabkan

pedagang akan menurunkan harga awal dari yang diajukan sebelumnya. Hal ini

sesuai dengan konseptual yang diungkapkan oleh Gertz (1977) mengenai sistem

harga luncur (slidding price system) dijelaskan bahwa dalam aktivitas jual beli

biasanya disertai dengan tawar menawar meriah dan sering agresif yang agaknya

114

menjadi ciri sistem serupa itu dalam satu situasi penetapan harga yang tidak pasti.

Tawar menawar yang tidak habis-habisnya itu sedikit banyak membuat pembeli

beranggapan adanya kepastian soal perkiraan penetapan harga.

Data penelitian ini mengungkapkan bahwa penentuan harga biasanya

ditentukan, dirubah dan distabilkan oleh hukum permintaan dan penawaran, tetapi

juga dipengaruhi oleh kebiasaan tawar menawar dan jaringan sosial yang dilakukan

antara pembeli dengan pedagang yang mencerminkan sosial budaya di pasar

tradisional.

4.2.3.3 Mempertahankan Hubungan Dengan Pembeli

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para pedagang Pasar Raya Inpres

Padang yang telah lama menjalankan usaha di pasar ini sudah banyak memiliki

langganan seperti ibu-ibu rumah tangga, dari usaha catering, rumah makan bahkan

dari hotel yang ada di sekitaran Kota Padang. Dengan adanya langganan secara sadar

pedagang sudah membentuk jaringan sosial yang bermanfaat untuk mempertahankan

eksistensinya dalam berdagang.

Dengan ikatan langganan yang terajut antara pedagang dan pembeli dapat

memudahkan pembentukan hubungan baru dengan beberapa orang lain yang

memiliki hubungan dengan pihak pembeli yaitu dengan memperluas hubungan

pelanggan tetap. Dengan kata lain, ikatan yang ada dapat menjembatani pembentukan

hubungan sosial dengan pihak lain, yang akhirnya membentuk perluasan jaringan

sosial yang baru. Seperti yang diungkapkan oleh Ritzer (2005:383) bahwa jaringan

115

akan terbentuk apabila masing-masing individu yang terlibat akan saling

membutuhkan satu sama lain dimana masing-masing individu yang tersebut memiliki

sumber daya yang berbeda dan bernilai.

Selanjutnya, hubungan langganan antara pedagang dan pembeli merupakan

suatu bentuk keterlekatan relasional. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh

Granovetter (1990) bahwa keterlekatan relasional terjadi dalam suatu aktivitas

ekonomi yang berhubungan dengan orang lain atau dikaitkan dengan individu lain.

Melalui hubungan langganan ini, pedagang mau berbagi informasi yang pasti dan

akurat dengan pembeli diakibatkan karena adanya kepercayaan yang tinggi antara

kedua belah pihak. Dalam hubungan pelanggan ini tidak hanya meliputi tindakan

ekonomi saja tetapi melibatkan berbagai aspek sosial, budaya, agama dan politik

dalam kehidupan mereka.

Dari uraian data lapangan, hubungan langganan tidak hanya terjalin pada saat

mereka melakukan transaksi jual beli, tetapi terjalin juga di luar transaksi tersebut.

Misalnya untuk mempererat hubungan antara mereka, saling kunjung mengunjungi

(silaturahmi) pada saat lebaran, pedagang akan datang ke rumah pelanggan jika ada

pesta perkawinan maupun acara kematian begitu juga sebaliknya. Adapun dalam

masyarakat Minangkabau terdapat pepatah yang terkenal di kalangan masyarakat

yakni “kaba baik bahimbauan, kaba buruak bahambuan” artinya kabar baik

dihimbaukan, kabar buruk berhamburan, yang bermakna bahwa jika ada berita yang

menggembirakan (baik) misalnya pesta perkawinan maka diberitahukan kepada

116

kerabat dan orang lain. Sedangkan tentang kematian, maka para kerabat dan kenalan

datang tanpa diminta.

Selain itu, ikatan langganan tersebut dipertahankan dengan kejujuran. Hal ini

disebabkan karena pembeli sudah sering membeli barang pada pedagang yang sama,

yang lama kelamaan akan timbul hubungan pribadi yang sangat erat sehingga

pedagang segan dan malu memberikan barang yang kualitasnya buruk yang dapat

mengecewakan pembeli. Data penelitian ini mengungkapkan bahwa hubungan

langganan terbentuk karena adanya kepercayaan yang kuat. Kepercayaan itu timbul

disebabkan oleh adanya ikatan kekerabatan, ikatan persahabatan dan ikatan personal

(pribadi) dalam aktivitas ekonomi sehingga memberikan pengaruh positif bagi

keberlangsungan pedagang dalam menjalankan bisnisnya.