v. hasil dan pembahasan 5.1 karakteristik sifat...

18
57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri Jahe Emprit. Analisis karakteristik fisikokimia yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari empat parameter yang diuji yaitu analisis terhadap warna, rendemen, bobot jenis dan indeks bias. Pengujian karakteristik fisikokimia bertujuan untuk mengetahui kemurnian dan kualitas dari minyak atsiri yang didapatkan. Apabila hasil uji tidak sesuai dengan standar maka kemurnian dari minyak atsiri tersebut lebih rendah dari yang dibutuhkan. Hasil uji analisis karakteristik fisikokimia minyak atsiri jahe emprit dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Karakteristik Fisik dan Kimia Minyak Atsiri Jahe Emprit Jenis Analisis Hasil Analisis Minyak Atsiri Jahe Emprit(rata- rata) Standar Warna Kuning tua kecoklatan Kuning muda-kuning * Rendemen (%) 1,028% 1-3% ** Bobot Jenis (gram/cm 3 ) 25 o C 0,883 0,872-0,889 * Indeks Bias (25 o C) 1,476 1,485-1,492 * Sumber: * Badan Standarisasi Nasional, 1998. ** Rukmana, 2000. a. Warna Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa warna hasil analisis minyak jahe emprit berwarna kuning seperti yang disebutkan dalam standar, namun warna minyak pada penelitian ini sedikit lebih tua dibandingkan dengan standar. Perbedaan warna tersebut dapat terjadi akibat dari perbedaan cara distilasi , lama distilasi dan suhu distilasi yang digunakan. Menurut penelitian Aristiadi (2016) pada minyak jahe emprit terdapat kandungan senyawa, α-curcumene, α- zingiberene β-bisabolene, β-sesquiphellandrene dan camphene sebagai komponen

Upload: others

Post on 05-Jan-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

57

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri Jahe Emprit.

Analisis karakteristik fisikokimia yang dilakukan pada penelitian ini terdiri

dari empat parameter yang diuji yaitu analisis terhadap warna, rendemen, bobot

jenis dan indeks bias. Pengujian karakteristik fisikokimia bertujuan untuk

mengetahui kemurnian dan kualitas dari minyak atsiri yang didapatkan. Apabila

hasil uji tidak sesuai dengan standar maka kemurnian dari minyak atsiri tersebut

lebih rendah dari yang dibutuhkan. Hasil uji analisis karakteristik fisikokimia

minyak atsiri jahe emprit dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Karakteristik Fisik dan Kimia Minyak Atsiri Jahe Emprit

Jenis Analisis Hasil Analisis Minyak

Atsiri Jahe Emprit(rata-

rata)

Standar

Warna Kuning tua kecoklatan Kuning muda-kuning*

Rendemen (%) 1,028% 1-3% **

Bobot Jenis (gram/cm3)

25oC

0,883 0,872-0,889*

Indeks Bias (25oC) 1,476 1,485-1,492

*

Sumber: *Badan Standarisasi Nasional, 1998.

**Rukmana, 2000.

a. Warna

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa warna hasil analisis minyak

jahe emprit berwarna kuning seperti yang disebutkan dalam standar, namun warna

minyak pada penelitian ini sedikit lebih tua dibandingkan dengan standar.

Perbedaan warna tersebut dapat terjadi akibat dari perbedaan cara distilasi , lama

distilasi dan suhu distilasi yang digunakan. Menurut penelitian Aristiadi (2016)

pada minyak jahe emprit terdapat kandungan senyawa, α-curcumene, α-

zingiberene β-bisabolene, β-sesquiphellandrene dan camphene sebagai komponen

58

mayor. Senyawa-senyawa inilah yang diduga mempengaruhi warna minyak atsiri

jahe emprit pada penelitian ini. Hasil penelitian Iijima dan Joh (2014) tentang zat

yang memberikan warna kuning pucat pada rimpang jahe menyatakan bahwa zat

yang paling berperan untuk memberikan warna kuning adalah curcumin,

demethoxycurcumin, dan dehydrogingerdione. Melihat dari tingginya zat

curcumin yang terkandung pada minyak jahe emprit pada penelitian ini dapat

diambil kesimpulan bahwa zat yang berperan penting pada pembentukkan warna

pada minyak atsiri jahe emprit di penelitian ini adalah curcumin.

Perbedaan warna juga dapat disebabkan oleh lamanya waktu untuk

destilasi. Semakin lama waktu destilasi dan semakin tinggi suhu yang digunakan

maka minyak atsiri yang dihasilkan akan berwarna lebih gelap. Jumlah dan jenis

senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri juga dapat mempengaruhi warna

pada tiap minyak atsiri. Jenis-jenis senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri

dapat dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan pada saat destilasi. Pada

penelitian ini digunakan air sebagai pelarut dalam proses destilasi air.

Makin banyak ikatan rangkap dua yang terkonjugasi (isopren) dalam

molekul, pita serapan utama lebih tinggi, sehingga warnanya semakin merah.

Diperlukan minimum tujuh ikatan rangkap terkonjugasi sebelum warna kuning

yang dapat diserap timbul (deMan, 1997).

b. Rendemen

Rendemen minyak atsiri jahe emprit pada penelitian ini adalah 1,028%,

berdasarkan BSN, 1998 mengenai standar minyak jahe (SNI-06-1312-1998) tidak

dicantumkan standar mengenai rendemen namun jika dibandingkan dengan

59

penelitian terdahulu (rukmana, 2000) nilai tersebut masih memenuhi standar nilai

yaitu sebesar 1-3%.

Rendemen minyak atsiri dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tempat

tumbuh, perlakuan atau keadaan sampel, iklim, intensitas cahaya, jenis

tanamannya dan yang paling penting juga adalah kondisi/alat penyulingannya jika

alat mengalami kebocoran uap maka minyak atsiri juga akan menguap sehingga

dapat mengurangi nilai rendemennya, karena minyak atsiri itu sendiri adalah

minyak yang sifatnya mudah menguap pada suhu kamar. Begitu juga dengan

model penyulingan yang digunakan, model penyulingan yang dapat memberikan

nilai rendemen yang tinggi adalah model penyulingan uap langsung (Ulfah dan

Karsa, 2007). tetapi karena alat yang tersedia hanya model penyulingan perebusan

dengan air dan model tersebut memang cocok/sesuai dengan jenis sampel/bahan

penelitian yang digunakan maka model tersebut yang digunakan pada penelitian

ini.

c. Bobot jenis

Pada penelitian ini didapatkan nilai bobot jenis sebesar 0,883 gram/cm3,

nilai tersebut masih sesuai dengan nilai standar dari BSN yaitu sebesar 0,877

sampai 0,889 gram/cm3. Bobot jenis sering digunakan sebagai salah satu kriteria

untuk menentukan kualitas dan kemurnian minyak atsiri yang diuji. Bobot jenis

dipengaruhi oleh senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri yang diuji.

Bobot jenis yang lebih besar dipengaruhi oleh kandungan senyawa yang memiliki

ikatan rangkap yang lebih besar dan rantai yang lebih panjang. Perbedaan bobot

jenis juga dapat terjadi akibat adanya zat-zat pengotor yang masih tertinggal di

dalam minyak atsiri. Didalam minyak terdapat kotoran yang berbentuk suspensi

60

koloid seperti fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen, serta

senyawa kompleks lainnya (Sulistiani, 2015).

d. Indeks bias

Indeks bias minyak atsiri sangat tergantung dengan komponen-komponen

yang terdapat dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Semakin banyak komponen

berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen kerapatan

minyak atsiri akan semakin besar (Sastrohamidjojo, 2004).

Nilai indeks bias yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebesar 1,476.

Nilai tersebut sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai standar dalam

pada tabel 8 yaitu 1,485 sampai dengan 1,492. Nilai yang lebih rendah dari

standar tersebut dapat terjadi akibat dua hal yaitu masih terdapatnya kandungan

air di dalam minyak dan juga terdapat sedikit komponen yang berantai panjang.

Perbedaan jenis komponen yang terdapat didalam minyak atsiri tersebut dapat

disebabkan oleh perbedaan cara destilasi, jenis pelarut yang digunakan, dan suhu

yang digunakan.

Menurut Guenther (1987), nilai indeks bias juga dipengaruhi salah satunya

dengan adanya air dalam kandungan minyak nilam tersebut. Semakin banyak

kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal ini disebabkan

sifat dari air yang mudah membiaskan cahaya yang datang. Hal ini dapat menjadi

hal yang penting dalam penentuan kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri yang

tercampur substansi pemalsu maka indeks bias nya akan lebih rendah.

Irawan (2010) menyatakan bahwa waktu proses penyulingan yang

semakin lama akan meningkatkan indeks bias, hal ini disebabkan karena semakin

61

lama waktu proses penyulingan, maka semakin banyak komponen fraksi berat

yang tersuling sehingga indeks bias minyak semakin besar.

5.2 Karakteristik Mikrokapsul Minyak Atsiri Jahe Emprit.

5.2.1 Rendemen

Rendemen produk mikrokapsul ditentukan dengan membandingkan massa

mikrokapsul yang telah dikeringkan dengan dengan total padatan umpan atau total

bahan aktif dan bahan penyalut yang digunakan. Rendemen mikrokapsul minyak

atsirin jahe emprit pada penelitian ini berkisar antara 60,18 - 66,86%. Hubungan

antara rasio bahan penyalut dengan rendemen mikrokapsul minyak atsiri jahe

emprit dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan gambar 16, rasio bahan

penyalut 3:2 menghasilkan rendemen mikrokapsul minyak jahe emprit yang

terbesar yaitu 66,86%. Rendemen merupakan indikator penting dalam industri,

karena semakin tinggi rendemen maka semakin tinggi pula keuntungan yang

didapatkan. Rendemen juga merupakan salah satu parameter penting dalam proses

pengeringan karena dapat digunakan untuk menentukan efisiensi dan efektifitas

dari suatu proses. Semakin tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa semakin

efisien dan efektif proses pengeringan yang berjalan (Suzanna et al., 2014). Gum

arab memiliki sifat stabil dalam larutan asam, agen pengemulsi yang efektif dan

dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Gum arab akan

meningkat viskositasnya sebanding dengan peningkatan kosnsentrasi. Gum arab

mempunyai gugus arabinogalaktan protein (AGP) dan glikoprotein (AGP) yang

berperan sebagai pengemulsi dan pengental. Gugus arabinogalaktn (AGP) dan

62

glikoprotein (GP) akan merekatkan komponen antar sel, sehingga akan

meningkatkan viskositas (Tranggono dkk, 1991).

Gambar 16. Grafik Hubungan Antara Rasio Bahan Penyalut dengan

Rendemen Mikrokapsul Minyak Atsiri Jahe Emprit

Sifat-sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi

cepat, agen pengemulsi yang kurang efektif, memiliki daya larut yang tinggi

maupun membentuk film yang baik dan memiliki viskositas yang rendah.

Menurut Setyaningsih, dkk (2010), viskositas yang tinggi akan mengganggu

proses atomisasi dan mengakibatkan pembentukan droplet yang besar dan panjang

yang menyebabkan kecepatan pengeringan berkurang sehingga rendemen

mikrokapsul berkurang. Gum arab mempunyai sifat meningkatkan viskositas jika

dilarutkan dalam air (Bertolini, 2001) sehingga membantu menstabilkan dispersi

komponen-komponen yang kurang larut. Viskositas yang tinggi akibat adanya

gum arab dapat dikurangi oleh penambahan maltodekstrin yang mempunyai sifat

dispersi yang cepat (Hui, 1992). Pada penelitian ini rendemen tertinggi (66,86%)

didapatkan pada rasio maltodekstrin : gum arab sebesar 3:2.

60.18

65.68 66.03 63.83 66.86

0

10

20

30

40

50

60

70

80

(2:3) (1:2) (1:1) (2:1) (3:2)

Ren

dem

en %

Rasio Maltodekstrin : Gum Arab (b/b)

63

5.2.2 Kadar Air

Kadar air menunjukkan persentase air dalam mikrokapsul. Kadar air

menjadi salah satu parameter utama yang menentukan kualitas produk

mikrokapsul yang bersifat kering. Semakin tinggi kadar air maka peluang

mikrokapsul mengalami kerusakan akan semakin tinggi. Kondisi proses dan kadar

air bahan baku dapat mempengaruhi kadar air mikrokapsul (Fasikhatun,2010)

Hubungan antara rasio bahan penyalut dengan kadar air mikrokapsul minyak atsiri

jahe emprit dapat dilihat pada Gambar 17.

Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa kadar air pada mikrokapsul

minyak atsiri jahe emprit dengan berbagai rasio penyalut berkisar antara 8,74-

9,83%, dimana kadar air tertinggi 9,83% dihasilkan pada kombinasi penyalut

maltodextrin dan gum arab 1:2 (b/b), dan kadar air terendah 8,74% dihasilkan

pada kombinasi penyalut maltodekstrin dan gum arab 2:1 (b:b). Kombinasi

penyalut maltodekstrin:gum arab 1:2 (b/b) menghasilkan kadar air yang lebih

besar dibandingkan dengan mikrokapsul perlakuan lain. Kadar air pada

mikrokapsul dipengaruhi oleh rasio bahan penyalut gum arab dan maltodekstrin.

Peningkatan maltodekstrin dapat menurunkan kadar air mikrokapsul sedangkan

peningkatan rasio gum arab justru cenderung meningkatkan kadar air

mikrokapsul.

Penambahan maltodekstrin menurunkan kadar air karena maltodekstrin

memiliki viskositas yang rendah, Kekentalan yang tinggi menunjukkan bahwa air

yang terperangkap dalam struktur makin tinggi sehingga akan sulit terlepas saat

pengeringan. Meningkatnya jumlah maltodekstrin, berarti juga semakin sedikit

gum arab yang digunakan sehingga kekentalan menurun atau air yang

64

terperangkap dalam struktur semakin kecil sehingga kadar air semakin rendah

(Fasikhatun, 2010). Kadar air yang tinggi pada mikrokapsul dengan rasio gum

arab yang lebih tinggi disebabkan oleh karakteristik pengikatan air yang tinggi

(water holding capacity) berbeda dengan maltodekstrin yang memiliki

kemampuan pengikatan air yang lebih rendah( Winarno, 1997).

Gambar 17. Grafik Hubungan Antara Rasio Bahan Penyalut dengan

Kadar Air Mikrokapsul Minyak Atsiri Jahe Emprit

Berdasarkan standar BSN, 1998 mengenai syarat mutu bubuk bumbu (SNI

01-4476-1998), nilai kadar air harus dibawah 12. Hasil uji kadar air pada

penelitian ini sudah memenuhi standar tersebut karena seluruh hasil uji kadar air

memiliki hasil yang berada di bawah 12%, namun mikrokapsul yang dihasilkan

pada penelitian ini masih belum memenuhi standar mutu kadar air bubuk instan

(SNI 01-4321-1996) yang menyatakan bahwa kadar air produk bubuk instan harus

berada di bawah 5% (Badan Standarisasi Nasional, 1996), hasil uji mikrokapsul

minyak atsiri jahe emprit pada penelitian ini belum dapat memenuhi standar

tersebut karena seluruh nilai kadar air yang diujikan memiliki nilai diatas 5%.

Tingginya kadar air pada penelitian ini dapat disebabkan oleh sifat enkapsulan

9.31 9.83 9.51

8.74

9.37

6.00

6.50

7.00

7.50

8.00

8.50

9.00

9.50

10.00

10.50

(2:3) (1:2) (1:1) (2:1) (3:2)

Kad

ar

Air

%

Rasio Maltodekstrin : Gum Arab (b/b)

65

(maltodekstrin) yang sangat higroskopis sehingga setelah proses pengeringan

selesai, enkapsulan langsung dapat menyerap uap air (Nurlaili, dkk., 2014).

Faktor-faktor lain yang menentukan nilai kadar air bahan antara lain adalah suhu

dan waktu pengeringan.

5.2.3. Kelarutan

Kelarutan pada mikrokapsul merupakan parameter yang berhubungan

dengan pelepasan bahan aktif dengan aplikasi mikrokapsul. Kelarutan bergantung

pada komposisi bahan kimia produk bubuk dan karakteristik fisiknya (Nasrullah,

2010). Kelarutan merupakan salah satu parameter penting dalam pembuatan

mikrokapsul, semakin tinggi kelarutannya maka semakin mudah pelepasan bahan

aktif dari mikrokapsul tersebut sehingga lebih mudah dalam pengaplikasian nya.

Kelarutan dalam air merupakan parameter yang berhubungan pelepasan bahan

aktif dengan aplikasi mikrokapsul. Hasil pengamatan kelarutan mikrokapsul

minyak atsiri jahe emprit disajikan pada gambar 18.

Berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa kelarutan pada mikrokapsul

minyak atsiri jahe emprit dengan berbagai rasio penyalut berkisar antara 86,36-

89,26 %, dapat dikatakan cukup baik, untuk kelarutan tertinggi 89,26%

dihasilkan pada kombinasi penyalut maltodekstrin dan gum arab 3:2 (b/b),

kelarutan terendah 86,36 % dihasilkan pada kombinasi penyalut maltodekstrin

dan gum arab 2:1 (b/b).

Suatu mikrokapsul dapat dikatakan memiliki kelarutan yang tinggi apabila

nilai kelarutan di atas 90%. Kelarutan mikroenkapsulat jahe yang disalut dengan

maltodekstrin dan natrium kaseinat mencapai 94% (Yuliani dkk., 2007). Hasil uji

kelarutan pada penelitian ini berkisar pada nilai 86,36-89,26%. Hasil ini sudah

66

cukup baik karena sudah mendekati nilai 90% sesuai dengan penelitian Yuliani,

dkk., (2007).

Aplikasi mikrokapsul sebagai antimikroba menghendaki kelarutan dalam air

yang tinggi. Kombinasi penyalut maltodekstrin:gum arab 3:2 (b/b) menghasilkan

kelarutan yang lebih besar dibandingkan dengan mikrokapsul perlakuan lain.

Kelarutan mikrokapsul dengan kombinasi penyalut maltodekstrin: gum arab 3:2

(b/b) dipengaruhi oleh komposisi maltodekstrin dan gum arab yang tepat, dengan

jumlah gum arab yang tepat dan dikombinasikan dengan maltodekstrin, dapat

memberikan kestabilan emulsi sehingga protein mampu menyelimuti droplet

minyak secara sempurna, sifat gum arab tersebut menunjang maltodekstrin yang

mempunyai kelarutan tinggi sehingga memberikan kelarutan yang tinggi pada

mikroenkapsulat. Kombinasi penyalut maltodekstrin : gum arab dengan rasio

3:2(b/b) diharapkan dapat melepaskan zat aktif di dalam mikrokapsul secara

optimal. Kelarutan mikrokapsul lebih dipengaruhi oleh maltodekstrin, dapat

dilihat dari rasio bahan penyalut yang memiliki bagian maltodekstrin lebih tinggi

cenderung memiliki kelarutan yang lebih tinggi. Maltodekstrin bersifat mudah

larut dalam air. Maltodekstrin merupakan hasil hidrolisis pati dengan panjang

rantai 5-10 unit molekul glukosa. Glukosa memiliki gugus hidroksil (OH) bebas

sehingga pada saat dilarutkan dalam air mampu membentuk ikatan hidrogen

dengan air (Winarno, 1992).

Meskipun maltodekstrin berperan dalam meningkatkan kelarutan,

diperlukan penambahan gum arab untuk memberikan kestabilan emulsi sehingga

mikrokapsul tidak membentuk pengelompokan (gumpalan). Penambahan gum

arab dengan konsentrasi tinggi (>12%) dapat memberikan kestabilan emulsi

67

dengan ukuran droplet kecil yang seragam atau lebih stabil. Pada konsentrasi

rendah, protein tidak mampu menyelaputi droplet minyak secara sempurna,

sehingga mengakibatkan terjadinya pengelompokan (gumpalan) yang akan

mengganggu kelarutan mikrokapsul (Fasikhatun, 2010). Mikrokapsul minyak

atsiri jahe emprit dengan rasio penyalut 2:1 (b/b) memiliki kelarutan terendah

karena jumlah gum arab yang lebih kecil daripada mikrokapsul dengan rasio

penyalut lainnya. Sehingga kestabilan emulsi kurang dan menyebabkan kelarutan

rendah.

Gambar 18. Grafik Hubungan Antara Rasio Bahan Penyalut dengan

Kelarutan Mikrokapsul Minyak Atsiri Jahe Emprit

5.3 Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Jahe Emprit dan Mikrokapsul

Minyak Atsiri Jahe Emprit Terhadap Bakteri E.coli dan S.aureus.

Aktifitas antimikroba minyak atsiri jahe emprit dan mikrokapsul minyak

atsiri jahe emprit dapat dilihat pada tabel 7. Berdasarkan tabel 7, rasio penyalut

pada mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit menunjukkan pengaruh yang berbeda

86.59

87.79 87.30

86.36

89.26

83

84

85

86

87

88

89

90

91

(2:3) (1:2) (1:1) (2:1) (3:2)

Kel

aru

tan

%

Rasio Maltodekstrin : Gum Arab (b/b)

68

nyata terhadap diameter zona hambat. Pada rasio bahan penyalut maltodekstrin :

gum arab 1:2 (b/b) menghasilkan diameter zona hambat terhadap S.aureus yang

lebih tinggi dibandingkan rasio lainnya. Rasio bahan penyalut tersebut dapat

mempertahankan komponen senyawa anti mikroba yang terdapat pada jahe emprit

lebih baik dibandingkan dengan mikrokapsul lainnya hal ini disebabkan gum arab

yang digunakan dengan perbandingan yang tepat dapat mempertahankan dapat

mempertahankan senyawa aktif yang terdapat pada minyak atsiri jahe emprit.

Gum arab mudah larut dalam air dingin, dapat berfungsi sebagai emulsifer dan

dapat mempertahankan flavor. Pengemulsian yang merata dapat mempertahankan

komponen volatil aktif pada minyak atsiri jahe emprit. Menurut Sugiono, dkk

(2008), kombinasi bahan penyalut maltodektrin dan gum arab yang tepat akan

menghasilkan efektifitas yang tinggi, lapisan dinding yang baik dan kuat,

sehingga dapat melindungi senyawa aktif yang terkandung dalam bahan inti, yang

berakibat retensi bahan inti akan meningkat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Mikrokapsul minyak atsiri jahe

emprit dapat menghambat bakteri S.aureus dilihat dari munculnya zona hambat

sebesar 2,21-5,42 mm, meskipun tidak terdapat zona hambat terhadap E.coli

(tabel 8) tetapi uji antimikroba dengan minyak atsiri jahe emprit menunjukkan

hasil bahwa minyak atsiri jahe emprit dapat menghambat E.coli.

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan aktivitas antimikroba antara

mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit dengan minyak atsiri jahe emprit yang

belum dibuat mikrokapsul, dimana hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 7 dan

8. Minyak atsiri jahe emprit yang digunakan sebagai pembanding antimikroba

menunjukkan bahwa miyak atsiri jahe emprit yang digunakan sebagai

69

pembanding antimikroba menunjukkan bahwa minyak atsiri jahe emprit dapat

menghambat bakeri E.coli dengan rata-rata diameter zona hambat 1,33 mm dan

S.aureus dengan rata-rata diameter zona hambat 6,75 mm. Daya hambat bakteri

yang dihasilkan dari minyak atsiri jahe emprit untuk S.aureus tidak jauh berbeda

dari daya hambat bakteri yang dihasilkan mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit

dengan perbandingan rasio penyalut 3:2 yaitu 5,42 mm.

Penghambatan pertumbuhan E.coli tersebut disebabkan konsentrasi

kandungan zat aktif dalam minyak jahe emprit lebih tinggi dibandingkan dalam

larutan mikrokapsulnya. Proses mikroenkapsulasi dapat pula menurunkan

konsentrasi zat aktif dalam bahan karena bahan mengalami pemanasan dalam

waktu yang cukup lama, selain itu proses pelepasan bahan aktif juga dipengaruhi

oleh rasio bahan penyalut. Rasio bahan penyalut yang baik akan meningkatkan

kelarutan yang memudahkan pelepasan bahan aktif dari mikrokapsul (Nasrullah,

2010).

Zona bening yang terbentuk menunjukkan aktivitas antimikroba

mikrokapsul terhadap bakteri. Semakin besar diameter zona bening atau hambat

yang terbentuk, maka semakin besar aktivitas antimikroba mikrokapsul terhadap

bakteri. Respon daya hambat mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit terhadap

mikroba uji berdasakan kategori daya hambat, menurut Kusmarwati dan Indriarti

(2008) sebagai berikut : diameter ≤ 5mm dikatakan lemah, diameter 5-10 mm

dikatagorikan sedang, diameter 10-20 mm dikatagorikan kuat dan diameter > 20

mm dikategorikan sangat kuat. Berdasarkan klasifikasi tersebut daya hambat

mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit dikategorikan sedang terhadap S. aureus

dan lemah terhadap E.coli.

70

Tabel 7. Aktifitas Antimikroba (30 %) Mikrokapsul Minyak Atsiri Jahe

Emprit dan Minyak Atsiri Jahe Emprit Terhadap Bakteri

S. Aureus.

Rasio Penyalut Maltodextrin: Gum Arab

(b/b)

Rata- rata diameter Zona

Hambat ( mm)

S.aureus

2:3 2,42

1:2 3,08

1:1 2,21

2:1 2,92

3:2 5,42

Minyak atsiri Jahe Emprit 6,75

Perbedaan zona hambat pada bakteri S. aureus dan E.coli pada penelitian

ini dapat terjadi akibat perbedaan golongan kedua bakteri tersebut ( gram positif

dan gram negatif). Berdasarkan penelitian Aristiadi (2016), mikrokapsul minyak

atsiri jahe dengan bahan penyalut maltodekstrin dan gum arab dapat menghambat

senyawa antimikroba yang terdapat di dalam minyak atsiri jahe. Mikrokapsul

minyak atsiri jahe emprit dengan berbagai rasio bahan penyalut lebih mudah

untuk menghambat bakteri S.aureus (gram positif) dibandingkan dengan bakteri

E.coli (gram negatif).Adanya perbedaan hambatan pertumbuhan pada bakteri

gram positif dan gram negatif diduga adanya perbedaan komponen penyusun

dinding sel. Bakteri gram positif memiliki struktur yang sederhana hanya tersusun

atas lapisan peptidoglikan yang bersifat hidrofobik yang mudah ditembus dan

asam teikoat yang larut dalam air. Sedangkan bakteri gram negatif dilapisi

membran luar yang kompleks yang terdiri dari protein, fosfolipid dan

lipopolisakarida. Perbedaan lapisan peptidoglikan pada bakteri mempengaruhi

penghambatan terhadap bakteri uji (Widyasanti dkk, 2015).

71

Tabel 8. Aktifitas Antimikroba (30 %) Mikrokapsul Minyak Atsiri Jahe

Emprit dan Minyak Atsiri Jahe Emprit Terhadap Bakteri E.coli

Rasio Penyalut Maltodextrin: Gum

Arab

(b/b)

Rata- rata diameter Zona Hambat

( mm)

S.aureus

2:3 0

1:2 0

1:1 0

2:1 0

3:2 0

Minyak atsiri Jahe Emprit 1,33

Pada hasil penelitian Aristiandi (2016) yang menggunakan metode spray

drying pada pembuatan mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit juga ditemukan

aktivitas antimikroba mikrokapsul terhadap bakteri E. coli 7,37-9,37 (aktivitas

antimikroba sedang) hal ini cukup berbeda dengan hasil uji pada penelitian ini

dimana pada bakteri E coli sama sekali tidak ditemukan aktivitas antimikroba

mikrokapsul jahe emprit. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan metode

yang digunakan, dan perbedaan karakteristik mikrokapsul jahe emprit yang diuji.

Penggunaan oven vakum dengan waktu yang lama diduga menjadi penyebab

berkurangnya zat-zat aktif yang terkandung di dalam mikrokapsul minyak atsiri

jahe emprit.

5.4 Matriks Perlakuan Terbaik

Mikrokapsul minyak atsiri Jahe emprit dengan rasio maltodekstrin dan

gum arab terbaik ditentukan berdasarkan signifikansi dari masig-masing kriteria

pengamatan. Kriteria pengamatan yang digunakan adalah : aktivitas antimikroba,

kelarutan, kadar air dan rendemen. Pada setiap kriteria pengamatan diberikan

72

bobot penilaian yang berbeda dari 0-1. Pengamatan kelarutan diberi nilai 0,8 ,

kadar air 0,5 dan rendemen 0,2, dan pengamatan antimikroba yang merupakan

pengamatan utama diberi nilai 1. Matriks perlakuan terbaik dapat dilihat di tabel

9 .

Kriteria pengujian sebagai parameter penelitian diurutkan berdasarkan

skor tertentu sabagai pertimbangan parameter terbaik (lampiran halaman 107).

Penilaian didasarkan pada besarnya pengaruh yang diberikan oleh masing-masing

parameter mikrokapsul terhadap terhadap aktivitas antimikroba mikrokapsul

minyak atsiri jahe emprit yang dihasilkan. Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat

bahwa parameter terpilih paling banyak adalah perlakuan mikrokapsul dengan

rasio 3:2 (b/b). Aktivitas antimikroba mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit

menjadi penting karena tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh

penyalutan secara spesifik terhadap aktivitas antimikroba minyak atsiri jahe

emprit. Antimikroba yang baik adalah yang dapat menghambat bakteri dengan

daya hambat tinggi.

Kelarutan menjadi prioritas berikutnya setelah aktivitas antimikroba

mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit. Kelarutan yang tinggi dapat mempercepat

pelepasan zat aktif di dalam mikrokapsul sehingga pemanfaatannya lebih optimal

(Nasrullah, 2010). Kadar air mikrokapsul yang terbaik adalah mikrokapsul yang

memiliki kadar air terendah. Kadar air yang rendah dapat memperpanjang masa

simpan mikrokapsul. Parameter terakhir adalah rendemen mikrokapsul.

Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan

mikrokapsul minyak atsiri jahe emprit. Semakin besar nilai rendemen semakin

efisien suatu proses produksi. Dari tabel matriks perlakuan diatas dapat diambil

73

kesimpulan bahwa rasio bahan penyalut yang paling baik pada penelitian ini

adalah sebesar 3:2 (maltodekstrin: gum arab) karena dari empat parameter

mikrokapsul yang diuji , terdapat tiga parameter yang mendapatkan hasil terbaik

pada rasio tersebut yaitu aktivitas antimikroba , kelarutan, dan rendemen.

Sedangkan untuk parameter kadar air, hasil yang terbaik( kadar air terendah )

didapatkan pada rasio 2:1.

Tabel 9. Matriks Perlakuan Terbaik Berdasakan Signifikansi

Kriteria Pengamatan Rata-rata Perlakuan

1:2 2:3 1:1 3:2 2:1

Antimikroba

(mm) E.coli ttd ttd ttd ttd ttd

S.aureus 3,08 2,42 2,21 5,42 2,92

Kelarutan (%) 87,79 86,59 87,30 89,26 86,36

Kadar Air (%) 9,83 9,31 9,51 9,37 8,74

Rendemen (%) 65,68 60,18 66,03 66,86 63,83

Total 0,24 0,20 0,17 0,64 0,24

(Sumber:Dokumentasi pribadi, 2017)

74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1) Karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan pada penelitian ini adalah

memiliki nilai rendemen sebesar 60,18-66,86%, nilai kelarutan sebesar

86,36-89,26%, dan nilai kadar air sebesar 8,73-9,83%.

2) Mikrokapsul yang memiliki aktivitas antimikroba yang paling besar

terhadap bakteri S. Aureus adalah mikrokapsul dengan rasio 3:2 dengan

zona hambat sebesar 5,42

3) Tidak ada aktivitas antimikroba terhadap bakteri E. coli dari mikrokapsul

minyak jahe emprit yang dihasilkan pada penelitian ini yang dapat terjadi

akibat sudah berkurangnya zat aktif minyak jahe emprit saat dikeringkan

dengan oven vakum selama 2 jam .

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:

1) Metode pengeringan lain yang lebih efisien dalam pembuatan mikrokapsul

minyak atsiri jahe emprit.

2) Optimasi proses pada proses pembuatan mikrokapsul minyak atsiri jahe

emprit