bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 gambaran...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Keadaan Wilayah Kota Gorontalo
Kota Gorontalo adalah ibukota Provinsi Gorontalo, Indonesia. Kota ini
memiliki luas wilayah 64,79 km² (0,53% dari luas Provinsi Gorontalo) dan
berpenduduk sebanyak 180.127 jiwa (berdasarkan data Sensus Penduduk 2010)
dengan tingkat kepadatan penduduk 2.719 jiwa/km². Kota ini memiliki motto
“Adat Bersendikan Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah” sebagai pandangan
hidup masyarakat yang memadukan adat dan agama.
Secara geografis, Kota Gorontalo terletak antara 00° 28’ 17” – 00° 35’
56” Lintang Utara dan 122° 59’ 44” – 123° 05’ 59” Bujur Timur. Batas-batas
wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Bulango Selatan, Kab. Bone
Bolango
Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini
Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Telaga dan Batuda’a, Kab.
Gorontalo
Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Kabila, Kab. Bone Bolango.
Awalnya Kota Gorontalo hanya memiliki 3 kecamatan, namun sejak
tahun 2003 Kota Gorontalo telah mengalami dua kali pemekaran sehingga
bertambah menjadi 6 kecamatan. Akhirnya pada tahun 2011 diadakan pemekaran
kembali sehingga menjadi 9 kecamatan sampai saat ini. Kesembilan kecamatan
tersebut terdiri atas 50 kelurahan, 459 RW dan 1.302 RT. Adapun data lengkap 9
kecamatan dan 50 kelurahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dumbo Raya, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Botu; (2) Bugis; (3) Leato
Selatan; (4) Leato Utara; dan (5) Talumolo.
2. Dungingi, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Huangobotu; (2) Libuo; (3)
Tomulabutao; (4) Tomulabutao Selatan; dan (5) Tuladenggi.
3. Hulonthalangi, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Donggala; (2) Pohe; (3)
Siendeng; (4) Tanjung Kramat; dan (5) Tenda.
4. Kota Barat, terdiri atas 7 kelurahan, yaitu: (1) Buladu; (2) Buliide; (3) Dembe
I; (4) Lekobalo; (5) Molosipat W; (6) Pilolodaa; dan (7) Tenilo.
5. Kota Selatan, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Biawao; (2) Biawu; (3) Limba
B; (4) Limba U I ; dan (5) Limba U II.
6. Kota Tengah, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Dulalowo; (2) Dulalowo
Timur; (3) Liluwo; (4) Paguyaman; (5) Pulubala; dan (6) Wumialo.
7. Kota Timur, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Heledulaa; (2) Heledulaa
Selatan; (3) Ipilo; (4) Moodu; (5) Padebuolo; dan (6) Tamalate.
8. Kota Utara, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Dembe II; (2) Dembe Jaya; (3)
Dulomo; (4) Dulomo Selatan; (5) Wongkaditi; dan (6) Wongkaditi Barat.
9. Sipatana, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Bulotadaa; (2) Bulotadaa Timur;
(3) Molosipat U; (4) Tanggikiki; dan (5) Tapa.
Tabel 1 :
Jumlah Kelurahan Kota Gorontalo Tahun 2013
NO.
NAMA
KECAMATAN
JUMLAH
KELURAHAN
1. Dumbo Raya 5
2. Dungingi 5
3. Hulonthalangi 5
4. Kota Barat 7
5. Kota Selatan 5
6. Kota Tengah 6
7. Kota Timur 6
8. Kota Utara 6
9. Sipatana 5
JUMLAH 50
4.1.2 Sejarah Singkat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Gorontalo
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi
non-pemerintah dan nirlaba. YLKI Gorontalo berdiri sejak tahun 2001, namun
pada saat itu bantuan hukum yang diberikan hanya dalam bentuk non-litigasi yaitu
berperan sebagai mediator antara para konsumen yang bersengketa dengan pelaku
usaha. Yayasan ini hanya dapat berepran sebagai mediator sebab pada waktu itu
status YLKI Gorontalo belum berbadan hukum.
YLKI Gorontalo didirikan oleh R Mas MH. Agus Rugiarto, SH sejak
tahun 2001 sampai dengan sekarang menjabat sebagai ketua umum. Namun
setelah tujuh tahun didirikan, akhirnya pada tahun 2008 YLKI Gorontalo
menerima Verifikasi atau Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional sesuai SK Menteri Hukum dan HAM RI No. AHU
1326 AH 01.02 Tahun 2008. Sehingga saat ini jenis bantuan hukum yang
diberikan oleh YLKI Gorontalo tidak hanya secara Non-Litigasi, tetapi juga
secara Litigasi.
Kantor YLKI Gorontalo sekarang berada di Jl. Marten Rachman (eks Jl.
Nila) Limboto, Kabupaten Gorontalo, yang sebelumnya kantor ini beralamatkan
di Jl. Pandjaitan Kota Gorontalo. Alasan dipindahkannya kantor tersebut agar
YLKI Gorontalo tidak hanya dapat menangani masalah konsumen yang berada di
Kota Gorontalo, tetapi juga dapat mengakomodir permasalahan konsumen yang
berada di seluruh kabupaten se-provinsi Gorontalo. Aktifitas kegiatan YLKI
Gorontalo antara lain :
a. Menerima Aduan
b. Sebagai Kuasa Konsumen dalam beracara di Pengadilan
c. Proses Mediasi Penyelesaian Sengketa Konsumen
d. Diklat /Pelatihan/ Seminar Standarisasi Pelayanan Mutu
e. Pengawasan Produk dan Jasa
Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Gorontalo terdiri dari
Unsur Kalangan Advokat/Pengacara, Akademisi, serta tokoh perubahan sosial
yang berkeadilan. Terbentuknya Pengurus guna menjamin hak konstitusional
setiap orang untuk mendapatkan pengakuan jaminan hukum, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai
sarana bantuan hukum. Pengurus juga bertanggung jawab terhadap pemberian
bantuan hukum bagi orang yang tidak memahami hukum. Adapun para pengurus
tersebut antara lain :
UNSUR PENASEHAT HUKUM
- ASDAR ARTI, SH.,MH
- ALBERT PEDE, SH.,MH
- SITI HASLINA SAID, SH.,MH
- SAIFUL IBRAHIM, SH.,MH
- JON BOKINGS, SH
- BUDIYANTO NAPU, SH.,MH
STRUKTUR PENGURUS
1. R.Mas MH Agus Rugiarto, SH., Jabatan KETUA UMUM
2. Andika Kulap, S.SI, Jabatan WAKIL KETUA
3. Achmad Laiya, Jabatan Sekertaris
4. Dadang Hamdani Sucipto, S.Ip, Jabatan Wakil Sekertaris
5. Fitriya Gusasi, SE, Jabatan Bendahara Umum
UNSUR PENGURUS
1. Sudiar Pagau
2. Irlan Puluhulawa
3. Imam Nurhakim Hasan
4. Mohamad Ramadhan Ishak
5. Wahyunur Sanusi
6. Sri Endang Pependang
7. Deisi Djamaludin
8. Wisnu Amu
Prsoses penyelesaian sengketa konsumen yang diberikan oleh Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia Gorontalo dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu
litigasi (pengadilan) dan non-litigasi. Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999, alternatif penyelesaian sengketa non-litigasi
antara lain :
a) Konsultasi, yaitu pihak YLKI Gorontalo bertindak sebagai konsultan yang
memberikan pendapatnya kepada “klien”.
b) Negosiasi, yaitu sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk
mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga penengah yang
tidak berwenang mengambil keputusan.
c) Mediasi, yaitu pihak YLKI Gorontalo sebagai mediator bekerjasama dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh kesepakatan.
d) Konsiliasi, yaitu pihak YLKI Gorontalo mengusahakan pertemuan diantara
para pihak yang berselisih untuk mengupayakan perdamaian.
e) Penialain Ahli, yaitu pendapat hukum oleh lembaga arbitrase.
“Sejak tahun 2008 pihak YLKI Gorontalo telah melakukan pengawasan
serta gugatan terkait permasalahan perlindungan konsumen dengan mengacu pada
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Perkara aduan
konsumen yang diterima oleh YLKI Gorontalo yaitu 34 kasus yang diselesaikan
secara litigasi.”1
1 Hasil wawancara dengan Ketua Umum YLKI Gorontalo tanggal 17 Juni 2013
Tabel 2 :
Data Penyelesaian Sengketa YLKI Gorontalo
Tahun 2008-2013
PROSES PENYELESAIAN
SENGKETA
JUMLAH KASUS
(TAHUN 2008-2013)
Jalur Litigasi Pengadilan 34 Kasus
Jalur Non-Litigasi
Konsultasi 12 Kasus
Negosisasi -
Mediasi 26 Kasus
Konsiliasi 18 Kasus
Penilaian Ahli -
Jumlah Total 90 Kasus
Gugatan yang telah dilaksanakan YLKI Gorontalo dalam rangka
Perlindungan Konsumen tahun 2010 di antaranya :
1. Gugatan Bank Mega Cabang Gorontalo dengan pelapor nasabah Husen
Usman, beralamat di jalan Agus Salim Kota Gorontalo, dengan
putusan menang mediasi.
2. Gugatan Bank Mega Cabang Gorontalo dengan pelapor nasabah atas
nama Ibu Ida yang ber alamat di jalan Arif Rahman Hakim kota
Gorontalo, dengan putusan NO oleh Hakim Pengadilan Negeri kota
Gorontalo
3. Gugatan Bank Mega Syariah Gorontalo, dengan pelapor nasabah Ratna
Laparaga, di putuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo
putusan NO
4. Gugatan Bank Mega Syariah Gorontalo, dengan pelapor nasabah
Nurmala Suli, di putuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo
putusan NO.
5. Gugatan Bank Mega Syariah Gorontalo, dengan pelapor nasabah
Hadijah Anunu, di putuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo
putusan NO
6. Gugatan PT. Bintang Permai, dengan pelapor ibu Emi yang
beralamatkan di jalan Talaga Kab.Gorontalo, putusan menang oleh
Hakim Pengadilan Negeri Kota Gorontalo.
Gugatan yang telah dilaksanakan YLKI Gorontalo dalam rangka
Perlindungan Konsumen tahun 2011 di antaranya :
1. Gugatan BII Finance Gorontalo, pelapor Eman Sulaiman, dengan
putusan NO oleh Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo
Gugatan yang telah dilaksanakan YLKI Gorontalo dalam rangka
Perlindungan Konsumen tahun 2012 di antaranya :
1. Gugatan Bank BTN Gorontalo, pelapor atas nama Kristina Bahsoan,
perkara sedang dalam proses gugatan.
2. Gugatan Bank Syariah Mandiri Gorontalo, pelapor nasabah atas nama
Nano Rachman, gugatan sedang berjalan dan sedang menunggu
putusan Pengadilan Negeri Gorontalo.
Tabel 3 :
Program Bantuan Hukum YLKI Gorontalo
Tahun 2010-2011
NO PERKARA PENGGUGAT TERGUGAT KETERANGAN
1. Gugatan Bank Mega
Cab.Gorontalo (Thn
2011)
Husen Usman
diwakili YLKI
Gorontalo
Bank Mega
Cab.Gorontalo
Putusan Menang
Mediasi
2. Gugatan Bank Mega
Cab.Gorontalo (Thn
2011)
Ibu Ida
diwakili YLKI
Gorontalo
Bank Mega
Cab.Gorontalo
putusan NO oleh
Hakim
Pengadilan
Negeri kota
Gorontalo
3. Gugatan Bank Mega
Syariah Gorontalo
(Thn 2011)
Ratna
Laparaga
diwakili YLKI
Gorontalo
Bank Mega
Syariah
Gorontalo
diputuskan oleh
Hakim
Pengadilan
Negeri
Gorontalo
putusan NO
4. Gugatan Bank Mega
Syariah Gorontalo
(Thn 2011)
Nurmala Suli
diwakili YLKI
Gorontalo
Bank Mega
Syariah
Gorontalo
diputuskan oleh
Hakim
Pengadilan
Negeri
Gorontalo
putusan NO
5. Gugatan Bank Mega
Syariah Gorontalo
(Thn 2011)
Hadijah
Anunu
diwakili YLKI
Gorontalo
Bank Mega
Syariah
Gorontalo
diputuskan oleh
Hakim
Pengadilan
Negeri
Gorontalo
putusan NO
6. Gugatan PT.Bintang
Permai (Thn 2011)
ibu Emi di
wakili YLKI
Gorontalo
PT.Bintang
Permai
putusan menang
oleh Hakim
Pengadilan
Negeri Kota
Gorontalo
Tabel 4 :
Program Bantuan Hukum YLKI Gorontalo
Tahun 2012-2013
NO PERKARA PENGGUGAT TERGUGAT KETERANGAN
1. Gugatan BII Finance
Gorontalo (Thn 2012)
Eman
Sulaiman
diwakili YLKI
Gorontalo
BII Finance
Gorontalo
putusan NO oleh
Hakim
Pengadilan
Negeri
Gorontalo
2. Gugatan Bank BTN
Gorontalo (Thn 2013)
Kristina
Bahsoan
diwakili YLKI
Gorontalo
Bank BTN perkara sedang
dalam proses
gugatan
3. Gugatan Bank Syariah
Mandiri Gorontalo
(Thn 2013)
Nano
Rachman
diwakili YLKI
Gorontalo
Bank Syariah
Mandiri
Gorontalo
gugatan sedang
berjalan dan
sedang
menunggu
putusan
Pengadilan
Negeri
Gorontalo
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen
diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Pelanggaran hak-hak konsumen dalam transaksi jual beli dengan
menggunakan media elektronik merupakan kasus pelanggaran yang tergolong
baru dikalangan masyarakat. Sebab kasus ini timbul dikarenakan oleh semakin
berkembangnya kemajuan teknologi yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha,
sehingga memungkinkan terjadinya kasus-kasus tersebut. “Kurangnya
pengawasan pemerintah terhadap status legalitas para pelaku usaha menjadi salah
satu faktor penyebab terjadinya kasus pelanggaran konsumen pengguna media
elektronik dalam bertransaksi jual beli. Akibatnya pelaku usaha dengan mudah
dapat melakukan kecurangan terhadap para konsumen.”2
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999 mengatur secara
khusus mengenai hak-hak dan kewajiban baik konsumen maupun pelaku usaha.
Tetapi dalam penerapannya undang-undang tersebut masih perlu untuk
disempurnakan, mengingat suatu produk peraturan perundang-undangan harus
mengikuti suatu perkembangan zaman. Dalam mengatasi permasalahan tersebut,
konsumen membutuhkan lembaga yang mampu melindungi hak-haknya sebagai
seorang konsumen. Lembaga tersebut salah satunya yakni Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia Gorontalo.
4.2.1 Peran YLKI Gorontalo
YLKI berperan sebagai lembaga penghimpun atau lembaga yang
melakukan penggalangan kekuatan dengan cara mengumpulkan aspirasi
masyarakat tentang kurangnya perlindungan terhadap konsumen, yaitu kasus
pelanggaran hak-hak konsumen yang sering ditemui di dalam masyarakat,
2 Hasil wawancara dengan Konsumen Pengguna Media Elektronik dalam bertransaksi jual beli.
kemudian aspirasi tersebut akan di samapaikan kepada pemerintah pusat ataupun
daerah. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengutamakan hak dan
kewajiban konsumen sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
YLKI Gorontalo memiliki dua peran penting yaitu memberikan
perlindungan hukum tidak hanya kepada konsumen tetapi juga perlindugan
hukum terhadap nasabah, user, pasien dan lain sebagainya yang mengalami kasus
pelanggaran hak-hak sebagai seorang konsumen. Selain itu YLKI Gorontalo
berperan sebagai prinsipal dalam hal melakukan gugatan untuk kepentingan
konsumen.
Tujuan bantuan hukum yang diberikan oleh YLKI Gorontalo terhadap
konsumen yang merasa dirugikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 tentang bantuan hukum yakni :
a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk
mendapatkan akses keadilan;
b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip
persamaan kedudukan di dalam hukum;
c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara
merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
d. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
4.2.2 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah :
a. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat
(1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
b. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
c. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
d. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
e. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
f. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001
Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas
Indag Prop/Kab/Kota
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
4.2.3 Jenis Bantuan Hukum YLKI Gorontalo
“Jenis bantuan hukum yang diberikan oleh Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia Gorontalo terbagi atas dua yaitu Letigasi dan Non Letigasi. Jenis
bantuan letigasi adalah jenis bantuan hukum yang diberikan oleh YLKI Gorontalo
berupa pendampingan hukum terhadap konsumen didalam pengadilan. Sedangkan
jenis bantuan hukum non litigasi terdiri dari beberapa bagian, antara lain :”3
a. Penyuluhan Hukum, yaitu bantuan hukum berupa intervensi sosial yang
melibatkan penggunaan komunikasi informasi secara sadar untuk membantu
masyarakat membentuk pendapat mereka sendiri dan mengambil keputusan
dengan baik.
b. Konsultasi Hukum, yaitu bantuan hukum yang diberikan dalam bentuk
kegiatan atau proses bertukar informasi dan saran terhadap konsumen yang
membutuhkan informasi hukum mengenai masalah yang sedang dialami.
c. Investigasi Perkara, yaitu bantuan hukum berupa serangkaian kegiatan petugas
atau sering disebut dengan investigator yang diberi wewenang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dapat mengindikasikan terjadinya suatu
pelanggaran terhadap hukum yang berlaku.
d. Penelitian Hukum, yaitu bantuan hukum berupa kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalis gejala tersebut.
e. Mediasi, yaitu bantuan hukum berupa upaya penyelesaian konflik dengan
melibatkan pihak ketiga yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil
keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa tersebut mencapau
penyelesaian atau solusi yang diterima oleh kedua belah pihak.
3 Hasil wawancara dengan Ketua Umum YLKI Gorontalo tanggal 30 Juni 2013
f. Negosiasi, yaitu bantuan hukum berupa suatu proses saat dua pihak mencapai
perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan
dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi. Negosiasi adalah sebuah
bentuk iteraksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha saling
menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan.
g. Pemberdayaan Masyarakat, yaitu bantuan hukum berupa suatu proses
pembangunan dalam bidang hukum dimana masyarakat berinisiatif untuk
memulai prosees kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri
sendiri.
h. Pendampingan diluar pengadilan, yaitu bantuan hukum berupa pendampingan
hukum terhadap konsumen untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar
mengenai persoalan yang sedang dihadapi. Penyelesaian sengketa diluar
pengadilan merupakan upaya tawar menawar untuk memperoleh kesepakatan
yang saling menguntungkan bagi semua pihak.
i. Drafting, yaitu bantuan hukum yang dapat diartikan sebagai penyusunan atau
perancangan peraturan perundang-undangan. Melalui pendekatan hukum,
legal drafting adalah kegiatan praktek hukum yang menghasilkan peraturan
tertentu. Contoh : Pemerintah membuat Peraturan Perundang-undangan;
Hakim membuat keputusan Pengadilan yang mengikat publik; Swasta
membuat ketentuan atau peraturan privat seperti; perjanjian/kontrak,
kerjasama dan lainnya yang mengikat pihak-pihak yang melakukan perjanjian
atau kontrak dari proses kreatif sehingga menjadi hasil jadi.
4.2.4 Proses dan Jalur Aduan dalam YLKI Gorontalo
“YLKI Gorontalo sebagai lembaga bantuan hukum yang berbadan hukum
memiliki aturan atau prosedur mengenai aduan yang diadukan oleh konsumen.
Proses atau jalur aduan tersebut yakni :”4
1. Konsultasi Permasalahan
Konsultasi permasalahan merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh
konsumen yang ingin mengadukan permasalahan yang sedang dihadapi
kepada YLKI Gorontalo.
2. Verifikasi Data atau Bukti yang Diajukan
Verifikasi data atau bukti merupakan langkah selanjutnya yang dilakukan
YLKI berupa pemeriksaan terhadap kebenaran suatu data awal atau bukti yang
telah diajukan oleh konsumen.
3. Laporan Aduan
Setelah konsumen melakukan konsultasi dan verifikasi data atau bukti yang
diajukan, selanjutnya pihak YLKI akan menyusun laporan aduan mengenai
permasalahan tersebut.
4. Analisis Laporan Aduan
Setelah disusun laporan aduan yang diajukan konsumen, langkah selanjutnya
yaitu menganalisis laporan aduan yang telah disusun tersebut.
5. Verifikasi Data Pembuktian
4 Hasil wawancara dengan Sekretaris YLKI Gorontalo tanggal 17 Juni 2013
Setelah analisis laporan aduan dilakukan, langkah selanjutnya yaitu verifikasi
kembali data-data pembuktian. Hal ini dilakukan untuk memastikan
kelengkapan data sebelum diajukannya gugatan perkara.
6. Pengajuan Gugatan / Mediasi
Pengajuan gugatan ke pengadilan dilakukan oleh YLKI Gorontalo setelah
berkas laporan aduan dianggap telah lengkap dengan data dan pembuktian
yang telah diverifikasi sebelumnya. Pada tahap ini juga dapat dimungkinkan
adanya jalan damai antara konsumen dengan pelaku usaha dengan jalan
mediasi.
4.2.5 Sanksi bagi Pelaku Usaha
Sejak berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen tanggal 20
April 1999, masalah pelanggaran atas hak-hak konsumen masih terus saja terjadi.
Kasus konsumen yang banyak terjadi pada hakekatnya merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak konsumen dan kurangnya kesadaran pelaku usaha seperti
tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
Tidak dipenuhinya hak konsumen oleh pelaku usaha dalam transaksi
pesanan merupakan sebuah tindakan yang melanggar Pasal 16 UU No. 8 Tahun
1999. Secara sederhana, pelanggaran terhadap Pasal 16 UU No. 8 tersebut
berawal dari perikatan yang timbul dari adanya kesepakatan antara pelaku usaha
sebagai pihak penawar barang/jasa dan konsumen sebagai pihak pemesan
barang/jasa melalui media elektronik.
“Pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran perjanjian pesanan barang
atau jasa menimbulkan beberapa permasalahan. Mengingat lahirnya perikatan atau
perjanjian pesanan itu berasal dari adanya kesepakatan para pihak maka sudah
seharusnya penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi dilakukan dalam lingkup
hukum perdata.”5
Lahirnya hubungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU
No. 8 Tahun 1999 sebenarnya berawal dari kehendak konsumen memesan barang
maupun jasa yang diinginkannya. Kehendak untuk mendapatkan barang tersebut
kemudian bertemu dengan penawaran pelaku usaha yang dalam hal ini menjual
barang seperti yang dikehendaki konsumen. Pelayanan melalui pesanan dengan
menggunakan media elektronik menjadi bentuk baru dalam penawaran barang
yang disediakan pelaku usaha. Pelayanan melalui pesanan disini sebenarnya
merupakan satu bagian utuh dari penawaran pelaku usaha kepada konsumen
karena pada hakekatnya penawaran barang melalui media elektronik menjadi satu
hal penting yang dipertimbangkan oleh konsumen untuk membuat kesepakatan.
Ketika kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha penjualan barang
bertemu, maka pada saat itu juga terjadilah hubungan kontraktual atau disebut
privity of contract. Akibat hukum dari adanya hubungan kontraktual ini adalah
terikatnya para pihak pembuat kesepakatan pesanan untuk melakukan prestasi dan
kontra prestasi (Pasal 1338 BW-Asas Pacta Sunt Servanda) dan timbulnya prestasi
dan kontra prestasi yang dibebankan pada para pembuat kesepakatan. Pada tahap
pertama pemenuhan kesepakatan, pelaku usaha harus melakukan prestasi berupa
mengirimkan barang sesuai dengan permintaan konsumen. Sedangkan bagi
5 Hwian Christianto. Ketentuan Sanksi Pidana. (gagasanhukum.wordpress – diakses tanggal 3 Juli
2013)
konsumen begitu menerima pesanan makanan ia harus melakukan kontra prestasi
dengan memberikan pembayaran sesuai dengan kesepakatan di awal.
Permasalahan terjadi manakala prestasi tidak sesuai dengan kesepakatan
para pihak. Sebagai contoh, pada transaksi jual beli barang melalui media
elektronik, ketika pesanan telah melebihi waktu kesepakatan maka pelaku usaha
dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran pada perjanjian dan harus
melakukan penggantian kerugian yang diderita oleh konsumen (Pasal 1365 KUH
Perdata). Peristiwa hukum di atas ini merupakan hubungan hukum yang
melibatkan para pihak dalam hal keperdataan sehingga termasuk dalam lingkup
hukum perdata dan seharusnya pula di kenakan sanksi perdata berupa ganti rugi
atau pemenuhan prestasi.
Kebijakan pengenaan sanksi pada pelanggaran hak konsumen seharusnya
didasarkan atas pemahaman hubungan hukum yang akan dikenakan sanksi.
Bentuk sanksi seharusnya mengikuti hubungan hukum yang diatur. Secara khusus
pada Pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999 terdapat hubungan hukum perdata berupa
perjanjian jual-beli makanan dengan sistem pesanan maka bentuk sanksi yang
seharusnya dikenakan adalah sanksi keperdataan berupa ganti rugi, pembatalan
perjanjian atau pemenuhan prestasi pada perjanjian.
Pihak YLKI Gorontalo sebagai pihak yang mewakili konsumen dapat
melakukan gugatan secara perdata terhadap pelaku usaha yang telah melakukan
pelanggaran. Hanya dengan adanya pengaturan Pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun
1999 ini, konsumen bisa saja menuntut si pelaku usaha secara pidana karena
dinilai telah melakukan tindak pidana perlindungan konsumen.
“Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Hukum
Perlindungan Konsumen, sanksi yang dikenakan kepada pelaku usaha yang
melakukan suatu pelanggaran antara lain :”6
a. Sanksi Perdata
Sanksi perdata adalah sanksi yang ditujukan kepada si pelanggar dengan
memberikan hukuman berupa ganti kerugian, melalui proses peradilan. Adapun
sanksi perdata yaitu :
1. Ganti rugi dalam bentuk
a) Pengembalian uang atau
b) Penggantian barang atau
c) Perawatan kesehatan, dan/atau
d) Pemberian santunan
2. Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
b. Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi adalah sanksi yang ditujukan pada perbuatan
pelanggarannya, agar perbuatan pelanggarannya tersebut dihentikan. Sifat
sanksinya adalah reparatoir artinya memulihkan pada keadaan semula. Sanksi
administrasi dapat diterapkan tanpa harus melalui proses peradilan. Sanksi
administrasi yaitu : Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui
BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
c. Sanksi Pidana
6 Syafiqry. 2011. Sanksi bagi Pelaku Usaha. (http://depdag.go.id – diakses 27 November 2012)
Sanksi pidana adalah pengenaan suatu derita kepada seseorang yang
dinyatakan bersalah melakukan suatu kejahatan atau perbuatan pidana melalui
suatu rangkaian proses peradilan oleh kekuasaan atau hukum yang secara
khusus diberikan untuk hal itu, yang dengan pengenaan sanksi pidana tersebut
diharapkan orang tidak melakukan tindak pidana lagi. Adapun sanksi pidana
yaitu :
1. Kurungan
a) Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar -rupiah)
(Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal 18
b) Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
(Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
2. Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap
atau kematian
3. Hukuman tambahan, antara lain :
a) Pengumuman keputusan Hakim
b) Pencabuttan izin usaha;
c) Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
d) Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
e) Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat.
Pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha selain dari
ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yaitu pencantuman kalusula
baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut
biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat
“barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”. Selain bisa
dikenai pidana selama 5 tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara
hukum tidak ada gunanya, karena di dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam
kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau
dikembalikan” dapat dipastikan batal demi hukum.
Dalam praktiknya masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan
klausula baku tersebut, untuk itu dibutuhkan peran polisi ekonomi dalam
menertibkan permasalahan ini. Ketentuan yang sering dilanggar selain
pencantuman klausula baku adalah tentang cara penjualan dengan cara obral
supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah
dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal
11 huruf f Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat
diancam pidana paling lama 2 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500
juta rupiah.
Pengaturan tentang kewenangan sanksi administratif dalam UU
Perlindungan Konsumen hanya bisa diberikan oleh Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen. Hal yang berbeda diberlakukan pada pengaturan sanksi pidana dalam
UU No. 8 Tahun 1999 ternyata dapat dikenakan langsung pada pelaku usaha yang
melanggar beberapa ketentuan hukum perlindungan konsumen. Kebijakan
pengenaan sanksi pada pelanggaran hak konsumen seharusnya didasarkan atas
pemahaman hubungan hukum yang akan dikenakan sanksi.
Bentuk sanksi seharusnya mengikuti hubungan hukum yang diatur. Secara
khusus pada pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999 terdapat hubungan hukum perdata
berupa perjanjian jual-beli dengan sistem pesanan maka bentuk sanksi yang
seharusnya dikenakan adalah sanksi keperdataan berupa ganti rugi, pembatalan
perjanjian atau pemenuhan prestasi pada perjanjian. Pemahaman ini sangat
penting mengingat sanksi pidana seringkali digunakan sebagai alat pengancam
bagi pelanggar hukum suatu ketentuan hukum. Hal ini sangat tidak tepat jika
dikaitkan dengan hakekat sanksi pidana sendiri sebagai ultimum remidium.
Masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi
urusan YLKI Gorontalo atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan
Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung
jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak
kepolisian.