bab iv hasil penelitian dan pembahasaneprints.ums.ac.id/73260/5/fix_bab iv.pdfindeks mengalami...

29
49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menyajikan gambaran umum hubungan kurs USD/IDR, suku bunga, harga emas, dan harga minyak terhadap pergerakan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) pada tahun 2013-2017 dengan data pengujian diambil setiap bulannya. Metode yang digunakan berupa analisis statistik deskriptif dan kuantitatif dalam pemaparan regresi linear berganda sebagai alat pengujian hubungan variabel dependen dan variabel independen. A. Gambaran Umum Variabel Penelitian 1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks harga saham Gabungan (IHSG) adalah indeks yang dihasilkan dari perhitungan seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) (Suharno dan Indarti, 2014). Sejak diterbitkan pertama kali sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ (Bursa Efek Jakarta sekarang BEI) yang mencakup seluruh pergerakan saham biasa dan saham preferen di mana perkembangannya berfluktuasi. Kenaikan dan penurunan IHSG dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari makro ekonomi, kondisi politik Indonesia, pengaruh indeks saham lain dan banyak lagi baik dari dalam maupun luar negeri. Berikut paparan perkembangan IHSG mulai tahun 2013-2017:

Upload: others

Post on 28-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menyajikan gambaran umum hubungan kurs USD/IDR, suku

bunga, harga emas, dan harga minyak terhadap pergerakan IHSG (Indeks Harga

Saham Gabungan) pada tahun 2013-2017 dengan data pengujian diambil setiap

bulannya. Metode yang digunakan berupa analisis statistik deskriptif dan

kuantitatif dalam pemaparan regresi linear berganda sebagai alat pengujian

hubungan variabel dependen dan variabel independen.

A. Gambaran Umum Variabel Penelitian

1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Indeks harga saham Gabungan (IHSG) adalah indeks yang

dihasilkan dari perhitungan seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI) (Suharno dan Indarti, 2014). Sejak diterbitkan pertama

kali sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ (Bursa Efek Jakarta

sekarang BEI) yang mencakup seluruh pergerakan saham biasa dan saham

preferen di mana perkembangannya berfluktuasi. Kenaikan dan

penurunan IHSG dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari makro

ekonomi, kondisi politik Indonesia, pengaruh indeks saham lain dan

banyak lagi baik dari dalam maupun luar negeri. Berikut paparan

perkembangan IHSG mulai tahun 2013-2017:

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

50

Gambar 4.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun

2013-2017 (Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2018, data

diolah)

Berdasarkan Gambar 4.1 terpapar pergerakan IHSG yang

berfluktuasi dari tahun 2013-2017. Setiap bobot transaksi saham di bursa

(BEI) akan mempengaruhi bobot indeks. Pada awal tahun 2013 poin

indeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada

perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir tahun pada angka

4.418,75. Menurunnya IHSG tahun 2013 0.98% dari tahun sebelumnya

dipengaruhi laju indeks sektoral yang mayoritas melemah, dimulai dari

indeks perkebunan dan di ikuti indeks aneka industri dan keuangan.

Penyebab lain dari penurunan ini didapat dari imbas lonjakan

inflasi pada pertengahan tahun, ekspektasi kenaikan BI-Rate, masih

melemahnya nilai rupiah (Laporan Perekonomian Indonesia 2013). Pada

tahun 2014 poin IHSG mulai menguat kembali, kapitalisasi pasar di BEI

mencapai Rp. 5.228 triliun naik 23,92% dari kapitalisasi pasar terakhir

tahun 2013. Bersamaan dengan perubahan suhu politik dari pelaksanna

pemilihan umum, tidak mempengaruhi investor dalam melakukan trading

02000400060008000

2013_1

3013_4

2013_7

2013_10

2014_1

2014_4

2014_7

2014_10

2015_1

2015_4

2015_7

2015_10

2016_1

2016_4

2016_7

2016_10

2017_1

2017_4

2017_7

2017_10

Satu

an P

oin

Bulan

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

51

saham dimana pertumbuhan IHSG tahun 2014 lebih tinggi dari indeks-

indeks saham acuan di Asia (Laporan Perekonomian Indonesia 2014).

Pergerakan IHSG di tahun 2015 terkoreksi naik sebesar 12,13%

dari tahun sebelumnya. Perubahannya sendiri sangat berfluktuasi dari

pencapaian rekor tertinggi 5.518,68 dan terendah ada level 4.033,59. Hal

ini bukan tanpa sebab yaitu dari tekanan dalam negeri berupa ketidak

harmonisan pemerintah hingga rendahnya penerimaan pajak dan tekanan

dari luar negeri berupa kenaikan suku bunga Fed sampai melambatnya

perekonomian dunia terutama China. Penyebab lainnya yaitu masuknya

15 emiten saham baru dan tiga emiten obligasi serta rata-rata turunnya

transaksi harian mencapai 3,9%.

Tren positif terlihat pada perkembangan IHSG tahun 2016, dimana

meningkat 15,45% pada penutupan akhir tahun. Di dasari oleh

keberhasilan pemerintah dalam menjalankan progam tax amnesti,

menguatnya nilai tukar di tengah kenaikan Fed Fund dan fluktuasi harga

minyak. Tercatat bahwa total penawaran umum selama 2016 sebesar Rp

194,74 triliun atau naik 68,94% dari tahun sebelumnya. Peguatan tren

positif masih berlanjut pada 2017, dengan perolehan poin tertinggi pada

angka 6.605,63 yang juga merupakan sejarah bagi perkembangan IHSG.

Pasar saham di warnai sentimen positif mulai dari dampak

kenaikan suku bunga bank sentral AS, kenaikan pada sektor finansial,

dampak dari pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal I

2017, sampai pada penurunan suku bunga BI 7-day Repo Rate oleh bank

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

52

Indonesia. Meningkatnya kepercayaan para Investor terhadap pasar saham

di Indonesia merupakan bukti bahwa perbaikan perekonomian Indonesia

yang semakin stabil dan membaik.

2. Kurs USD/IDR

Kurs (nilai tukar) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah nilai

mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit

mata uang asing (Sukirno, 2002). Pergerakan kurs mata uang setiap

negara berfluktuasi dengan tingkat apresiasi dan depresiasi yang berbeda-

beda. Perjalanan Kurs rupiah diwarnai dengan berbagai gejolak hingga

pada angka nilai tukar sekarang. Gambaran perubahan Kurs USD/IDR

sebagai berikut:

Gambar 4.2 Perkembangan Kurs USD/IDR tahun 2013-2017 (Sumber:

Bursa Efek Indonesia, 2018, data diolah)

Gambar 4.2 menunjukkan gejolak perubahan nilai Kurs USD/IDR

pada tahun 2013-2017. Perubahan ini didasari oleh banyak faktor baik

dari segi internal maupun eksternal. Awal pembukaan tahun 2013 nilai

tukar rupiah berada pada Rp. 9.698 per US dollar dan ditutup pada akhir

tahun dengan angka Rp. 12.189 per US dollar turun 25,89%. Depresiasi

0

5000

10000

15000

20000

2013_1

3013_4

2013_7

2013_10

2014_1

2014_4

2014_7

2014_10

2015_1

2015_4

2015_7

2015_10

2016_1

2016_4

2016_7

2016_10

2017_1

2017_4

2017_7

2017_10

Ru

pia

h

Bulan

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

53

nilai rupiah yang semakin memburuk disebabkan adanya defisit neraca

pembayaran khususnya neraca berjalan (current account), ketidak pastian

dari krisis utang di Eropa yang membuat investor cenderung mencari

save-haven hingga likuiditas valas yang semakin terbatas (Laporan

Perekonomian Indonesia, 2013).

Keterpurukan nilai rupiah masih berlanjut pada tahun 2014, angka

penutupan diakhir tahun berada pada Rp.12.440 per US dollar. Penyebab

kondisi ini diperkirakan oleh wacana pengurangan stimulus moneter oleh

Bank Sentral Amerika Serikat, faktor lainnya berupa kekhawatiran

investor dalam perkembangan ekonomi di negara-negara emerging market

terutama China, India, dan Brazil yang nantinya berdampak pada

perekonomian di pasar internasional hingga gejolak harga minyak dunia

akibat kondisi geopolitik di negara Timur Tengah (Laporan

Perekonomian Indonesia, 2014).

Pelemahan nilai rupiah mencapai rekor tertinggi pada tahun 2015

yang mencapai angka Rp. 14.657 per US dollar, hingga penghujung tahun

rupiah terdepresiasi sebesar 10,58% dari tahun sebelumnya. Kelanjutan

krisis yang berkepanjangan di Yunani hingga pemuliah ekonomi AS

berdampak pada melemahnya nilai rupiah, faktor lainnya merujuk pada

masa transisi kepemimpinan pemerintahan Indonesia (Laporan

Perekonomian Indonesia, 2015). Pertumbuhan kurs USD/IDR selama

tahun 2016-2017 cenderung kondusif, dari awal tahun 2016 nilai rupiah

berangsur-angsur mengalami penguatan hingga menyentuh angka

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

54

Rp.12.998 per US dollar kondisi ini dipicu kenaikan harga komoditas

yang membantu negara-negara bersangkutan mengalami sedikit

penguatan. Namun hal ini hanya terjadi sebentar karena adanya tekanan

dari eksternal yaitu pemilihan presiden di Amerika Serikat yang

menghasilkan Pemenang dari kadidat Donald Trump berimbas pada dollar

menguat dan euforia pasar saham meningkat (Laporan Perekonomian

Indonesia, 2016).

Hingga tahun 2017 pergerakan kurs rupiah cenderung stabil,

meskipun pada awal tahun terdepresiasi 0,78 persen sudah menunjukkan

angka yang bagus dimana volatilitas rata-rata yang terjadi tahun 2016

sebesar 8 persen. Sedikit tekanan pada kuartal ke IV dari sisi eksternal

yaitu rencana perpajakan AS dan ketidakpastian posisi Janet Yellen

sebagai pimpinan Bank Sentral Amerika Serikat. Penutuan tahun 2017

nilai tukar rupiah berada pada level Rp. 13.415 per US dollar (Laporan

Perekonomian Indonesia, 2017).

3. Suku Bunga

BI-Rate sebagai suku bunga acuan yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ada di Indonesia.

BI-Rate berubah sesuai dengan pertimbangan faktor-faktor ekonomi

seperti inflasi, kebijakan moneter kedepan dan makro ekonomi lainnya.

BI-Rate dalam implementasi operasi moneter BI dilakukan melalui

pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional

kebijakan moneter.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

55

Gambar 4.3 Pergerakan suku bunga (BI-Rate) tahun 2013-2017 (Sumber:

Bank Indonesia, 2018, data diolah)

Gejolak perubahan suku bunga diwarnai berbagai pertimbangan.

BI-Rate sebagai acuan penentuan bunga berfluktuasi mengikuti kondisi

perekonomian Indonesia. Awal tahun 2013 Bank Indonesia menetapkan

sebesar 5,75%. Tingkat suku bunga ini dinilai masih konsisten dengan

sasaran inflasi untuk dua tahun kedepan. Namun seiring waktu Bank

Indonesia mulai meningkatkan suku bunga hingga poinnya mencapai

7,50%, hal ini bertujuan sebagai back up perubahan kondisi yang berbeda

dari peramalan (Publikasi Bank Indonesia,2013).

Kondisi suku bunga tetap teguh pada tingkat 7,50% kemudian

menjelang di akhir tahun suku bunga naik menjadi 7,75% dan kembali

turun ke angka 7,50% pada tahun 2015. Keputusan Bank Indonesia

didasari oleh keyakinan akan inflasi tetap terkendali rendah dan upaya

Bank Indonesia untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada

tingkat yang sehat. Kondisi makro ekonomi stabil atas koordinasi

pemerintah dengan Bank Indonesia serta kondisi pemulihan perekonomian

global meskipun tidak merata (Publikasi Bank Indonesia, 2015).

0

2

4

6

8

10

2013…

3013…

2013…

2013…

2014…

2014…

2014…

2014…

2015…

2015…

2015…

2015…

2016…

2016…

2016…

2016…

2017…

2017…

2017…

2017…

%

Bulan

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

56

Selama satu tahun penuh tanpa perubahan, awal bulan 2016 suku

menurun menjadi angka 7,25% dan terus berjalan menurun. Pada awal

pembukaan kuartal ke II Bank Indonesia mengumumkan BI 7-Day

(Reverse) Repo Rate sebagai pengganti BI-Rate pada tingkat 5,5%. Hal ini

merupakan kondisi yang biasa terjadi pada bank sentral di berbagai negara

untuk mengganti kebijakan guna meningkatkan kinerja dan kestabilan

perekonomian. Stabilnya kondisi makro ekonomi membuat Bank

Indonesia kembali menurunkan suku bunganya hingga 4,75% sampai

akhir tahun 2016 (Publikasi Bank Indonesia, 2016). Perkembangan suku

bunga pada tahun 2017 tetap stabil, hingga mulai kuartal ke III Rapat

Dewan Gubernur (RGB) Bank Indonesia memutuskan menurunkan BI 7-

Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps.

Hingga akhir tahun BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 4,25%

penurunan yang terjadi di dasari perkiraan inflasi yang rendah, risiko

eksternal terkait rencana kebijakan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi

neraca Bank Sentral Amerika telah diperhitungkan. Kebijakan ini

diharapkan dapat mendukung perbaikan intermediasi perbankan dan

pemulihan perokonomian domestik yang sedang berlangsung (Publikasi

Bank Indonesia, 2017).

4. Harga Emas

Pasar London Gold Fixing Ltd adalah pasar yang menentukan

harga emas yang dijadikan acuan atau disebut London Gold Fixing.

Penentuan harga emas sendiri dilakukan melalui penawaran anggota dari

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

57

pasar tersebut dimana penawaran dilakukan dua kali dalam sehari.

Pertumbuhan harga emas baik secara langsung maupun tidak langsung

dapat menarik investor dalam mengalihkan dananya pada pasar yang lebih

menguntungkan atau sekedar berada pada save-haven. Pergerakan dari

harga emas tahun 2013-2017 digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.4 Pergerakan harga emas tahun 2013-2017 (Sumber: London

Gold Fixing, 2018, data diolah)

Satuan yang biasanya dipublikasikan pada pasar emas berupa

ounce/oz, namun satuan tersebut tentunya dapat dikonversikan dalam

satuan lain. Perkembangan harga emas menguat dan melemah seiring tren

yang terjadi di pasar serta kondisi makro ekonomi yang ada. Selama

periode 2013-2017 kisaran harga tertinggi berada pada tahun 2013 dengan

angka US$1664,75/oz. Pada bulan selanjutnya harga emas mengalami

penurunan, kondisi ini di indikasikan akibat adanya krisis keuangan di

Siprus sehingga menyebabkan investor melakukan save-haven terhadap

emas, efek kepanikan dari krisis keuangan ini merambat pada tekanan

euro.

0,00

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2013_1

3013_4

2013_7

2013_10

2014_1

2014_4

2014_7

2014_10

2015_1

2015_4

2015_7

2015_10

2016_1

2016_4

2016_7

2016_10

2017_1

2017_4

2017_7

2017_10

US$

/oz

Bulan

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

58

Faktor lainnya berupa inflasi yang membuat harga berfluktuasi

(Publikasi Trading Pasar Global, 2013). Pencapaian tertinggi pada tahun

2014 US$1.379,00/oz dan terendah pada angka US$1.042,36/oz.

Menurunnya harga emas hingga penghujung akhir tahun 2014 disebabkan

rencana The Fed akan mengurangi stimulus dan sentimen ekonomi global

akan semakin membaik seiring perbaikan perekonomian AS (Publikasi

Trading Pasar Global, 2014).

Harga emas rata-rata pada tahun 2015 berada di kisaran

US$1.151,48/oz pertumbuhan secara keseluruhan terbilang menurun.

Setelah Cina memangkas suku bunga yang bertujuan memulihkan pasar

global berbanding terbalik dengan harga emas lebih dari satu persen.

Perlemahan logam mulia berlanjut pasca data kepercayaan konsumen AS

menyentuh level tertinggi serta kemungkinan adanya kenaikan suku

bunga oleh The Fed (Publikasi Trading Pasar Global, 2015). Menguatnya

harga emas di awal tahun 2016 sebesar 4,6% dari tahun lalu menjadi

US$1.111,80/oz tren harga naik juga diperlihatkan pada bulan berikutnya.

Harga tertinggi selama 2016 terjadi pada akhir kuartal ke III sebesar

US$1.342,00/oz.

Penguatan harga emas diuntungkan oleh melemahnya dollar AS,

serta potensi emas sebagai aset save-haven di tengah kondisi geopolitik

global yang tidak pasti. Dipenghujung akhir tahun 2016 harga emas

semakin menurun hingga lebih dari satu persen hingga mencapai harga

US$1.159,10/oz (Publikasi Trading Pasar Global, 2016).

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

59

Harga emas sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga

terutama kebijakan dari The Fed dalam mengelola suku bunga untuk

mengatasi perekonomian AS. Penyebab perubahan harga emas di tahun

2017 masih sama yakni mulai dari keuntungan atas melemahnya dolar AS

serta ketidakpastian politik diseluruh dunia. Angka tertinggi ditahun 2017

hanya sebesar US$1.311,75/oz turun sebesar 2,25% dari harga tertinggi

tahun sebelumnya (Publikasi Trading Pasar Global, 2017).

5. Harga Minyak

Harga minyak dunia yang dijadikan standar adalah West Texas

Intermediate (WTI), namun harga minyak yang ditawarkan di WTI

sendiri tergolong lebih tinggi dari harga yang ditetapkan OPEC karena

kualitas minyak mentah yang ditawarkan berada pada level tertingggi.

Perubahan harga minyak sangat berpengaruh terutama bagi perusahaan

pertambangan dan indutri perusahaan lain yang berkaitan. Gejolak

perubahan harga minyak ini baik secara langsung maupun tidak langsung

berpengaruh terhadap transaksi yang berjalan di pasar modal. Seringkali

para investor mempertimbangkan kenaikan harga minyak dan berdampak

pada kelesuan transaksi di pasar modal.

Pergerakan harga minyak selama tahun 2013-2017 tergambar

sebagai berikut:

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

60

Gambar 4.5 Pergerakan harga minyak tahun 2013-2017 (Sumber: West

texas Intermediate (WTI) www.kitco.com, 2018, data diolah)

Dapat dikatakan selama masa lima tahun terakhir pergerakannya

sangatlah fluktuatif, berbagai faktor yang menekan pergerakan harga

minyak dari pasar antar benua sampai kondisi geopolitik di berbagai

negara terutama negara-negara di timur tengah. Pergerakan harga minyak

tahun 2013 naik turun tidak menentu, awal tahun minyak berada kisaran

harga US$97,49/barel. Dibulan kedua turun ke harga US$92,05/barel

selanjutnya naik lagi 5,67%. Titik terendah tahun 2013 mencapai harga

US$91,97/barel dan meningkat drastis hingga pencapaian tertinggi pada

harga US$107,65/barel dan terus berfluktuasi.

Faktor yang menyebabkan pergerakan harga minyak tahun 2013

adalah pertumbuhan ekonomi negara-negara khususnya kawasan Asia,

adanya cuaca ekstrim yang di khawatirkan mengganggu produksi minyak

mentah serta masalah geopolitik yang berlangsung diwilayah timur

tengah. Pegerakan tahun 2014 masih sama dengan kisaran tertinggi harga

minyak berada pada harga US$105,37/barel.

0

20

40

60

80

100

120

2013_1

3013_4

2013_7

2013_10

2014_1

2014_4

2014_7

2014_10

2015_1

2015_4

2015_7

2015_10

2016_1

2016_4

2016_7

2016_10

2017_1

2017_4

2017_7

2017_10

US$

/Bar

el

Bulan

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

61

Masih mengacu pada ketidakstabilan kondisi makro ekonomi

berpengaruh pada pergerakannya, harga rata-rata minyak mentah WTI

2013 kisaran harga US$89,08/barel (Publikasi Trading Pasar Global,

2013). Jatuhnya harga minyak dimulai pada pertengahan tahun 2014 dan

masih berlangsung sampai tahun 2015. Di awali dengan harga

US$48,24/barel pada tahun 2015 dengan kondisi yang belum membaik.

Di kuartal ke III kondisi pasar mulai menguat namun kembali menurun

seiringnya waktu.

Melemahnya harga minyak hingga dibawah angka US$50/barel

disebabkan oleh jumlah persediaan yang ada melampaui permintaan

(Publikasi Trading Pasar Global, 2015). Pada tahun 2016 pertumbuhan

harga minyak masih melemah hingga mencapai harga US$33,62/barel

tetapi terdapat indikasi menguat dan berangsur membaik. Dengan upaya

dari negara timur untuk meredupkan konflik geopolitik yang berlangsung

sehingga tidak mengurangi produksi minyak mentah (Publikasi Trading

Pasar Global, 2016).

Tahun 2017 harga minyak semakin menguat, harga berada diatas

US$40/barel dan terus bergerak naik. Indikasi faktor yang mempengaruhi

kenaikan harga adalah peningkatan produksi minyak mentah disejumlah

negara terutama Amerika Serikat. Sebelumnya terjadi pembatasan

produksi yang dilakukan oleh negara-negara OPEC dan non-OPEC

namun tampaknya harga minyak masih menunjukkan tren positif. Kondisi

yang berhubungan dengan harga minyak terfokus pada pemotongan

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

62

produksi dan cadangan minyak, pasar masih rapuh pada kebijakan yang

dilakukan oleh OPEC (Publikasi Trading Pasar Global, 2017).

B. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian

hipotesis, sebagai salah satu syarat dalam menggunakan regresi linear

berganda adalah terpenuhinya asumsi klasik. Pengujian data dengan asumsi

klasik diharapkan dapat menghasilkan data pemeriksa yang tidak bias dan

efisien atau BLUE (Best Linear Unbias Estimator) dari satu persamaan

regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil. Persyaratan asumsi

klasik yang harus terpenuhi adalah uji normalitas, multikolinearitas,

heterokedastisitas, dan autokorelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data

mendekati distribusi normal, hasil pengujian penting sebagai persyaratan

uji eksistensi model (uji F) uji validitas pengaruh variabel independen (uji

T) dan estimasi nilai variabel dependen. Metode yang digunakan dalam

menguji normalitas data adalah Uji Kolmogorov Smirnov, dengna

ketentuan apabila hasil Kolmogorov Smirnov lebih besar dari 0,05 (5%)

maka berdistribusi normal dan apabila sebaliknya maka berdistribusi tidak

normal.

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

63

Tabel 4.1

Uji Normalitas

Sumber : Lampiran (data diolah)

Hasil pengujian menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,754 >

0,05, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.

2. Uji Multikolinearitas

Masalah multikolinearitas muncul jika terdapat hubungan yang

sempurna atau pasti diantara satu atau lebih variabel independen dalam

model, kondisi ini harus dianggap sebagai suatu kelemahan yang dapat

mengurangi keyakinan dalam uji signifikansi konvensional terhadap

penaksiran kuadrat terkecil. Masalah multikolinearitas dapat terdeteksi

dengan melihat VIF (Value Inflation Factor), jika nilai VIF > 10 maka

terjadi multikolinearitas dan sebaliknya apabila VIF < 10 maka tidak

terjadi multikolinearitas.

Hasil pengujian multikolinearitas didapatkan nilai VIF sebagai

berikut:

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

64

Tabel 4.2

Uji Multikolinearitas Value Inflation Factor (VIF)

Hasil pengujian menampilkan hasil VIF variabel kurs USD/IDR,

suku bunga, harga emas, dan harga minyak masing-masing adalah sebesar

2,616; 2,017; 2,862; dan 2,055 semua nilainya kurang dari 10. Dengan

demikian berdasarkan nilai VIF tidak ditemukan adanya masalah

multikolinearitas diantara variabel independen dalam model statistik

terpilih.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan lainnya. Jika variance dan residual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika

berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah

yang tidak mengalami heterokedastisitas. Pengujian yang dapat dilakukan

dilakukan untuk mengetahuinya dapat berupa uji grafik, uji Spearman,

rank correlation atau uji Lagrange Multiplier (LM test). Berikut tersaji

data pengujian dengan metode LM Test:

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

65

Tabel 4.3

Uji Heterokedastisitas

Hasil pengujian menunjukkan angka sebesar 0,011 sedangkan

N dari penelitian sebanyak 60, maka LM = x n (0,011 x 60 = 0,66).

Dikarenakan nilai LM lebih kecil dari 9,2 (0,66 < 9,2) maka disimpulkan

bahwa model regresi ini standart error (e) tidak mengalami gejala

heterokedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah ada korelasi antara

anggota serangkaian observasi menurut waktu dan ruang. Autokorelasi

merupakan keadaan dimana terdapat tren didalam variabel yang diteliti,

sehingga mengakibatkan e juga mengandung tren. Adanya autokorelasi

dapat diuji menggunakan uji Durbin-Watson dengan ketentuan jika nilai d

tepat sama dengan 2 maka tidak terjadi autokorelasi sempurna, bila nilai d

diantara angka 1,5 sampai 2,5 maka data tidak mengalami autokorelasi,

jika nilai d sama dengan 0 sampai 1,5 maka mengalami autokorelasi

positif dan jika nilai d lebih dari 2,5 sampai 4 maka memiliki autokorelasi

negatif.

Hasil pengujian autokorelasi dari penelitian sebagai berikut:

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

66

Tabel 4.4

Uji Autokorelasi Awal

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan memperoleh angka

DW sebesar 0,273 yang menyatakan adanya permasalahan asumsi klasik

khususnya uji autokorelasi, angka yang diperoleh menyatakan model

memiliki autokorelasi positif dan memerlukan penyembuhan. Metode

penyembuhan yang digunakan yaitu dengan mentransformasi data dengan

menghitung nilai ρ menggunakan nilai estimasi error dan kemudian di

regresi dari hasil tranformasi lag satu. Setelah dilakukan penyembuhan

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5

Uji Autokorelasi Penyembuhan (The Coachrane-Orcutt)

Berdasarkan tabel 5 pada uji autokorelasi dapat diketahui bahwa

nilai DW sebesar 1,571, maka jika dibandingkan dengan ketentuan

Durbin-Watson d Stastistic dimana nilai d berada diantara 1,5 < 1,571 <

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

67

2,5 hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar variabel

independen, sehingga model regresi layak digunakan.

C. Analisis Data dan Interpretasi

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Dalam pengolahan data menggunakan analisis regresi linear

berganda, dilakukan dengan beberapa tahap untuk menguji hubungan

antara variabel independen kurs USD/IDR ( ), suku bunga ( ), harga

emas ( ), dan harga minyak ( ) terhadap variabel dependen Indeks

Harga Saham Gabungan (Y), didapatkan hasil regresi sebagai berikut:

Tabel 4.6

Uji Regresi Linier Berganda

Model regresi yang dihasilkan dari pengujian variabel dependen dan

independen adalah:

Y = a + + + + + e

Y = 3871,432 + 0,057 – 225,462 + 3,243 + 0,176 + e

Hasil interpretasi dari persamaan tersebut adalah:

a. a = 3871,432

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

68

Nilai a merupakan nilai konstanta, yaitu estimasi dari Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG), nilai konstanta menunjukkan bahwa

apabila tidak ada variabel Kurs USD/IDR ( ), suku bunga ( ),

harga emas ( ), dan harga minyak ( ), maka nilai Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) sebesar 3871,432.

b. = 0,057

Nilai koefisien regresi menunjukkan apabila setiap variabel Kurs

USD/IDR ( ) meningkat 1% maka nilai Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) akan meningkat sebesar 0,057 poin, dengan asumsi

variabel yang lain tetap.

c. = – 225,462

Nilai koefisien regresi menunjukkan apabila setiap variabel suku

bunga ( ) meningkat sebesar 1% maka nilai Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) akan menurun sebesar 225,462 poin, dengan

asumsi variabel yang lain tetap.

d. = 3,243

Nilai koefisien regresi menunjukkan apabila setiap variabel harga

emas ( ) meningkat sebesar 1% maka nilai Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG) akan meningkat sebesar 3,243 poin, dengan

asumsi variabel yang lain tetap.

e. = 0,176

Nilai koefisien regresi menunjukkan apabila setiap variabel harga

minyak ( ) meningkat sebesar 1% maka nilai Indeks Harga Saham

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

69

Gabungan (IHSG) akan meningkat sebesar 0,176 poin, dengan

asumsi variabel yang lain tetap.

2. Hasil pengujian Hipotesis

a. Uji Signifikansi Simultan (Uji statistik F)

Uji F bertujuan untuk melihat pengaruh Kurs USD/IDR ( ), suku

bunga ( ), harga emas ( ), dan harga minyak ( ) terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) secara bersama-sama (simultan).

Hasil output regresi akan dilihat dari F-hitung dan nilai signifikannya,

apabila probabilitas tingkat kesalahan F-hitung lebih kecil dari tingkat

signifikan tertentu (signifikan 5%) maka variabel , , dan

secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat

Tabel 4.7

Uji Signifikansi Simultan (Uji statistik F)

Dilihat dari hasil nilai F hitung sebesar 16,673 dengan tingkat

signifikansi 0,000. Karena probabilitasnya (0,000) lebih kecil dari

0,05 maka model regresi dapat dipakai dalam memprediksi

pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Artinya variabel

kurs USD/IDR ( ), suku bunga ( ), harga emas ( ), dan harga

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

70

minyak ( ) berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) sehingga uji model diterima.

b. Uji Parsial ( Uji Statistik t)

Pengujian secara parsial menunjukkan apakah secara individual

(parsial) nilai kurs USD/IDR ( ), suku bunga ( ), harga emas ( ),

dan harga minyak ( ) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG). Hasil uji T ditunjukkan dengan nilai probabilitas atau

signifikansi t hitung hasil perhitungan masing-masing variabel bebas

pada derajat keyakinan 95% atau α = 5%, hasil uji parsial yang

didapatkan sebagai berikut :

Tabel 4.8

Uji parsial (Uji Statistik t)

1) Variabel kurs USD/IDR terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG)

Berdasarkan tabel 7 diperoleh hasil nilai koefisien regresis

variabel kurs USD/IDR 0,057 dan t hitung sebesar 0,911

dengan tingkat signifikansi lebih besar dibandingkan taraf

signifikan yang ditetapkan (0,366 > 0,05) maka diterima

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

71

dan ditolak. Berdasarkan analisis ini maka hipotesis yang

menyatakan variabel kurs USD/IDR tidak berpengaruh

signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG).

2) Variabel suku bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG)

Berdasarkan tabel 7 diperoleh hasil nilai koefisien regresis

variabel suku bunga – 225,462 dan t hitung sebesar – 4,146

dengan tingkat signifikansi lebih kecil dibandingkan taraf

signifikan yang ditetapkan (0,000 > 0,05) maka ditolak

dan diterima. Berdasarkan analisis ini maka hipotesis yang

menyatakan variabel suku bunga berpengaruh signifikan

terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

3) Variabel harga emas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG)

Berdasarkan tabel 7 diperoleh hasil nilai koefisien regresis

variabel harga emas 3,243 dan t hitung sebesar 1,653 dengan

tingkat signifikansi lebih besar dibandingkan taraf signifikan

yang ditetapkan (0,104 > 0,05) maka diterima dan

ditolak. Berdasarkan analisis ini maka hipotesis yang

menyatakan variabel harga emas berpengaruh tidak signifikan

terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

72

4) Variabel harga minyak terhadap Indeks Harga Saham

Gabungan (IHSG)

Berdasarkan tabel 7 diperoleh hasil nilai koefisien regresis

variabel harga minyak 0,176 dan t hitung sebesar 0,587 dengan

tingkat signifikansi lebih besar dibandingkan taraf signifikan

yang ditetapkan (0,560 > 0,05) maka diterima dan

ditolak. Berdasarkan analisis ini maka hipotesis yang

menyatakan variabel harga minyak berpengaruh tidak

signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG).

c. Koefisien determinasi

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa besar

atau proporsi sunbangan dari variabel independen (X) pada model

regresi terhadap variabel dependen (Y). Hasil pengujian diperoleh :

Tabel 4.9

Koefisien determinasi

Hasil perhitungan didapatkan nilai adjusted sebesar 0,515,

berarti bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

sebesar 51,5% dapat dijelaskan oleh variabel kurs USD/IDR, suku

Sumber : lampiran, data diolah SPSS

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

73

bunga, harga emas, dan harga minyak. Sementara sisanya sebesar

48,5% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

D. Pembahasan

1. Pembahasan hasi pengujian parsial

a. Variabel kurs USD/IDR berpengaruh positif terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh

positif tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) yang artinya bahwa setiap kenaikan pada kurs USD/IDR akan

diikuti kenaikan IHSG. Koefisien 0,057 mengindikasikan bahwa

setiap kenaikan sebesar 1 pada kurs USD/IDR dengan asumsi suku

bunga, harga minyak, dan harga emas tetap maka IHSG akan

meningkat sebesar 0,057. Hasil ini didukung penelitian oleh

Handiyani (2014) meneliti hubungan nilai tukar USD/IDR terhadap

IHSG berpengaruh positif dan sejalan dengan penelitian oleh

Manurung (2016) dan Taufik (2016).

Reaksi pergerakan harga saham terhadap nilai tukar hanya

tergantung pada tingkat neraca perdagangan yaitu perbedaan antara

ekspor dan impor (Adesanmi dan Jatmiko, 2017) oleh karena itu

dampak positif menunjukkan depresiasi rupiah Indonesia akan

menyebabkan meningkatnya permintaan untuk produksi negara. Oleh

karena itu dampak positif diharapkan mencerminkan arus kas

perusahaan yang mengarah pada peningkatan laba dan akhirnya

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

74

menghasilkan kenaikan harga saham. Pernyataan ini juga didukung

penelitian oleh Abonoori (2006) dimana depresiasi nilai tukar

menyebabkan peningkatan pendapatan perusahaan ekspor dan

meningkatkan harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Dyani

(2009) juga menghasilkan nilai positif pada penelitian tentang

pengaruh nilai tukar rupiah terhadap IHSG serta penelitian oleh

Sunardi dan Ula (2017) menghasilkan nilai positif tidak signifikan.

b. Variabel suku bunga berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh

negatif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

yang artinya bahwa tingkat bunga akan mempengaruhi IHSG secara

berlawanan. Saat tingkat bunga mengalami kenaikan maka harga

saham akan turun dan sebaliknya saat suku bunga turun maka harga

saham akan naik, hal ini sesuai dengan pendapat Tandelilin (2001)

menyatakan bahwa perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga

saham secara terbalik, ceteris paribus. Saat suku bunga naik maka

return investasi terkait dengan suku bunga juga naik, kondisi tersebut

akan menarik pihak investor untuk mengalihkan investasinya dari

saham ke deposito dan tabungan. Jika sebagian besar investor

melakukan tindakan yang sama dalam arti menjual sahamnya, maka

rata-rata harga saham akan turun.

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

75

Hasil ini didukung penelitian oleh Astuti et, al(2013) menemukan

hubungan negatif signifikan antara tingkat suku bunga terhadap IHSG.

Penelitian oleh Hismendi et,al (2013) juga menemukan hasil negatif

signifikan atas pengaruh SBI terhadap pergerakan IHSG.

c. Variabel harga emas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga emas berpengaruh

positif tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) yang artinya bahwa setiap peningkatan harga emas akan

diikuti peningkatan IHSG. Konstanta 3,243 mengindikasikan setiap

kenaikan harga emas sebesar 1 dengan asumsi kurs USD/IDR, suku

bunga, harga minyak tetap maka akan diikuti kenaikan IHSG sebesar

3,243.

Emas masih menjadi jalan dalam save-haven yang digemari

investor dalam bertansaksi pada pasar ditengah gejolak geopolitik

yang tengah terjadi. Hal ini membawa dampak pada kenaikan harga

emas dunia serta mendorong kenaikan harga saham sektor

pertambangan dimana permintaannya semakin tinggi, sehingga

berdampak pada meningkatnya nilai IHSG. Meski mempengaruhi

saham namun di indikasikan tidak signifikan atau pengaruhnya tidak

nyata, bisa dilihat perbandingan jumlah perusahaan yang berkaitan

langsung dengan emas jumlahnya sedikit dibandingkan dengan

keseluruhan jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI.

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

76

Hasil ini didukung oleh penelitian Silim (2013), Gumilang et,al

(2014), Witjaksono (2010), dan Handiyani (2014) menguji hubungan

harga emas dunia terhadap IHSG memiliki dampak positif.

d. Variabel harga minyak terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga minyak berpengaruh

positif tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

(IHSG) yang artinya bahwa setiap peningkatan harga minyak akan

diikuti peningkatan IHSG. Konstanta 0,176 mengindikasikan setiap

kenaikan harga emas sebesar 1 dengan asumsi kurs USD/IDR, suku

bunga, harga emas tetap maka akan diikuti kenaikan IHSG sebesar

0,176.

Pergerakan dari harga minyak berfluktuasi naik turun dalam

perkembanganya, namun permintaan terhadap minyak sendiri masih

bagus. Serta membaiknya kondisi gepolitik yang sempat terjadi

mendorong kepercayaan investor akan stabilnya harga minyak dan

mendorong kenaikan harga saham pada sektor pertambangan.

Kenaikan harga saham pada sektor pertambangan tentunya secara

umum akan menaikkan IHSG. Pengaruh yang tidak nyata

diindikasikan juga berhubungan dengan presentase perusahaan

pertambangan migas dibandngkan jumlah keseluruhan perusahaan

yang terdaftar di BEI sehingga pengaruhnya tidak nyata.

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ums.ac.id/73260/5/FIX_BAB IV.pdfindeks mengalami penguatan pada angka 4.795,79 namun pada perjalanannya angka kembali menurun hingga akhir

77

Hasil ini didukung penelitian Chabachib dan Witjaksono (2011),

Sutanto (2013), Salviarindi (2011) serta Suharno dan Indarti (2014),

menghasilkan hasil positif atas hubungan harga minyak terhadap

IHSG, hasil yang sama juga diperoleh penelitian oleh Aijaz et,al

(2016) yang menganalisis pengaruh harga emas terhadap KSE 100

Indeks menghasilkan hubungan positif.