inflamasi dan perjalanannya

27
2. Mekanisme Pertahanan Gingiva Mekanisme pertahanan gingival terdiri dari empat komponen yaitu : 1. Deskuamasi epitel dan keratinisasi 2. Cairan sulkular 3. Leukosit pada daerah Dentogingival 4. Saliva 2.1 Deskuamasi Epitel dan Keratinisasi Secara kontinyu pada epitel berlangsung proses pembaharuan epitel, yang dimulai dari daerah basal menuju ke superfisial. Proses ini diikuti oleh deskuamasi epitel yang paling superfisial. Di samping itu, dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi epitel dalam rangka pembaharuan sel sedangkan pembentukan keratin tersebut merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana. 2.2 Cairan Sulkular Cairan sulkular atau Gingiva Crevicular Fluid (GCF) merupakan salah satu komponen dalam mekanisme pertahanan gingival. Cairan Sulkular memiliki banyak komponen yang terkandung didalamnya. Komponen-komponen tersebut antara lain : Komponen GCF : a. Elemen seluler

Upload: aliful-nisa-noviga

Post on 01-Dec-2015

189 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

inflamasi dan perjalannannya

TRANSCRIPT

2. Mekanisme Pertahanan Gingiva

Mekanisme pertahanan gingival terdiri dari empat komponen yaitu :

1. Deskuamasi epitel dan keratinisasi

2. Cairan sulkular

3. Leukosit pada daerah Dentogingival

4. Saliva

2.1 Deskuamasi Epitel dan Keratinisasi

Secara kontinyu pada epitel berlangsung proses pembaharuan epitel, yang dimulai

dari daerah basal menuju ke superfisial. Proses ini diikuti oleh deskuamasi epitel yang

paling superfisial. Di samping itu, dengan proses keratinisasi terjadi pembentukan

lapisan keratin atau parakeratin pada lapisan superfisial dari epitel gingiva. Deskuamasi

epitel dalam rangka pembaharuan sel sedangkan pembentukan keratin tersebut

merupakan mekanisme pertahanan gingiva yang paling sederhana.

2.2 Cairan Sulkular

Cairan sulkular atau Gingiva Crevicular Fluid (GCF) merupakan salah satu

komponen dalam mekanisme pertahanan gingival. Cairan Sulkular memiliki banyak

komponen yang terkandung didalamnya. Komponen-komponen tersebut antara lain :

Komponen GCF :

a. Elemen seluler

Elemen seluler GCF meliputi bakteri, sel epitel yang terdeskuamasi, Leukosit

( PMN, Limfosit,monosit/makrofag) yang keluar melalui epitelium sulcular karena sifat

epitel sulkular yang memiliki permeabilitas tinggi.

b. Elektrolit

Elektrolit yang ditemukan terdapat pada GCF yaitu potasium, sodium, dan

kalsium. Adanya sodium dan kalsium menunjukkan adanya korelasi positif dengan

inflamasi .

c. Senyawa Organik

Senyawa organik yang ditemukan di GCF yaitu Karbohidrat (Heksosamin

glukosa dan asam heksuronat) dan protein. Konsentrasi glukosa di GCF lebih tinggi

daripada di serum. Hal ini menunjukkan hasil aktivitas metabolisme jaringan & fungsi

dari flora mikroba lokal. Sedangkan total protein di GCF lebih rendah daripada serum.

Sehingga karbohidrat lebih berperan terhadap inflamasi

d. Produk metabolik dan produk bakterial

Juga ditemukan adanya produk metabolik maupun produk bakteri dalam GCF

seperti asam laktat, urea, hidroksiprolin, endotoksin, substansi sitotoksik, hidrogen

sulfida, dan faktor antibakterial. Faktor antibacterial inilah yang berperan penting dalam

mekanisme pertahanan gingiva terhadap adanya jejas terutama bakteri yang pathogen.

e. Enzim

β glukuronidase, yang merupakan enzim lisosomal; dehidrogenase asam laktat

yang merupakan enzim sitoplasmik; kolagenase, yang bisa diproduksi oleh fibroblas

atau LPN, atau diekskresi oleh bakteri; posfolipas, suatu enzim lisosomal tetapi yang

bisa juga diproduksi oleh bakteri.

2.2.1 Aktivitas Seluler dan Humoral GCF

IL-1α dan IL-1β dalam sitokin mempunyai peranan :

- Meningkatkan ikatan PMN dan monosit/makrofag ke sel endotel

- Stimulasi produksi prostaglandin E2

- Pelepasan enzim lisosomal

- Stimulasi resorpsi tulang alveolar

Resorpsi tulang yang diakibatkan oleh IL-1β ini akan dihambat oleh

adanya Interferon- α dalam GCF yang berfungsi untuk proteksi terhadap

penyakit periodontal.

2.2.2 Peranan cairan sulkus sebagai mekanisme pertahanan ada 3 yaitu :

1. Aksi membilas

2. Kandungan sel protektif

3. Memproduksi enzim

2.2.3 Arti Klinis GCF

Jumlah GCF bertambah saat terjadinya inflamasi . Jumlahnya tidak

meningkat pada trauma oklusi namun meningkat karena :

1. Pengunyahan makanan yang kasar

2. Sikat gigi dan pemijatan gingiva

3. Ovulasi

4. Kontrasepsi hormonal

5. Merokok

6. Periode sirkadian

7. Terapi periodontal

2.3 Leukosit pada daerah Dentogingival

Komposisi leukosit pada sulkus gingiva yang sehat adalah :

91,2 % LPN (Leukosit Polimorphonuclear)

8,5-8,8 % sel mononukleus terdiri dari: 58% limfosit B, 24 % limfosit T, dan 18 %

fagosit mononukleus

Dijumpai pada sulkus gingiva yang secara klinis sehat, meskipun dalam jumlah

yang sedikit. Leukosit tersebut berada ekstravaskular di jaringan dekat ke dasar sulkus.

Leukosit yang dijumpai dalam keadaan hidup, memiliki kemampuan memfagosit dan

membunuh. Leukosit pada dentogingival ini merupakan mekanisme protektif utama

melawan serangan plak ke sulkus gingiva. LPN jumlahnya bervariasi antar individu,

antar waktu dalam sehari dan meningkat jumlahnya pada keadaan gingivitis.

2.4 Saliva

Sekresi saliva bersifat protektif karena jaringan mulut dalam keadaan yang

fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah:

Aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral

Menjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri

Mengontrol aktivitas bakterial

Faktor – faktor antibakterial Saliva

Saliva mengandung berbagai bahan anorganik dan organic.

Bahan – bahan organicnya meliputi; ion, gas, bikarbonat, natrium, kalium, posfat,

kalsium, fluor, ammonia, dan karbondioksida.

Kandungan organiknya antara lain adalah lisosim, laktoferin, mieloperoksidase,

laktoperoksidase, aglutinin (seperti glikoprotein, mucin, β2-makroglobulin,

fibronektin) dan antibody.

1. Lisosim: memutus ikatan antara komponen-komponen struktural dinding sel

bakteri yang mengandung glikopeptida asam muramat seperti spesies Veilonella

dan Actinobacillus actinomycetemcomitans.

2. Sistem laktoperoksidase-tiosianat: bakterisid terhadap strein Lactobacillus dan

Streptococcus dengan jalan menghalangi akumulasi lisin dan asam glutamat

yang dibutuhkan bakteri.

3. Laktoferin: efektif terhadap strein Actinobacillus.

4. Mieloperoksidase adalah ensim mirip peroksidase yang dilepas lekosit dan

bakterisid terhadap Actinobacillus.

Antibodi saliva

Saliva mengandung banyak antibody, terutama immunoglobulin A. Antibody

saliva disintesis secara local terbukti dari tidak bereaksinya antibody saliva terhadap

strein bakteri yang khas pada usus. Banyak bakteri yang terdapat dalam saliva yang

dibalut oleh IgA, dan deposit bacterial pada permukaan gigi mengandung IgA dan IgG.

Immunoglobulin yang ada pada saliva dapat menghambat perlekatan spesies

streptococcus ke sel-sel epitel dan menghambat kemampuan bakteri melekat ke

permukaan mukosa dan gigi.

Pada waktu berjangkitnya penyakit periodontal, ada peningkatan konsentrasi

enzim saliva. Enzim dimaksud adalah hialuronidase, lipase, β-gluronidase, kondroitin

sulfatase, dekarboksilase asam amino, katalase, peroksidase, dan kolagenase. Enzim

proteolitik yang ada dalam saliva dihasilkan oleh bakteri. Enzim-enzim tersebut

berperan dalam memulai dan berkembangnya penyakit periodontal.

Untuk melawan enzim tersebut, saliva mengandung :

Antiprotease yang menghambat protease sistein seperti katepsin

Antileukoprotease yang menghambat elastase

3. Inflamasi

Inflamasi adalah suatu respons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab

awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal.

Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan dan

menetralkan agen berbahaya misalnya mikroba, dan toksin. Inflamasi kemudian kemudian

menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tampat

terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga saling terkaiterat dengan pro, dan atauyes

perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan atau dengan

pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa. Walaupun inflamasi membantu

membersihkan infeksi dan, bersama-sama dengan proses perbaikan memungkinkan terjadinya

penyembuhan luka, baik inflamasi ataupun proses perbaikan sangat potensial menimbulkan

bahaya. Oleh karena itu respon radang merupakan dasar terjadinya reaksi anafilaktik yang

mengancam nyawa seseorang misalnya adalah akibat gigitan serangga dan konsumsi obat.

A. Inflamasi Akut

Inflamasi Akut merupakan Respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang

untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sampai di tempat jejas, leukosit akan

membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan memulai proses penguraian jaringan

nekrotik.

Proses ini memiliki dua komponen utama :

1. Perubahan Vaskular. Perubahan dalamkaliber pembuluh darah yang

mengakibatkan peningkatan alikran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktural

yang memungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (Peningkatan

permeabilitas vascular)

2. Berbagai kejadian yang terjadi pada sel : Emigrasi leukost dari mikro sirkulasi

dan akumulasinya di focus jejas (rekrutmen dan aktivasi selular).

Perubahan Vaskular

Perubahan pada caliber dan aliran pembuluh dara. Perubahan ini dimulai relative

lebih cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapat berkembang dengan kecepatan yang

beragam, bergantung pada sifat dan keparahan jejas asalnya.

Setelah vaasokontriksi sementara (beberapa detik saja), terjadilah

vasodilatasi arteriole, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah, dan

penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah kapiler selanjutnya.

Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna

merah (eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut.

Selanjutnya, mikrosirkulasi menjadi lebih permeable, mengakibatkan

masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstra vascular. Hal ini

menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik

sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi.

Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada

sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit. Proses tersebut

dinamakan dengan stasis.

Saat terjadinya stasis, leukosit (terutama neutrophil) mulai keluar dari

aliran darah dan berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh

darah. Proses ini dinamakan dengan marginasi. Setelah melekat pada sel

endotel, leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut dan bermigrasi

melewati dinding pembuluh darah menuju ke jaringan interstisial.

Gambar Peristiwa menyelinapnya leukosit di antara sel-sel endotel

Peningkatan Permeabilitas Vaskular.

Pada tahap awal inflamasi, vasodilatasi arteriole dan aliran darah yang

bertambah meingkatkan tekanan hidrostatik intravaskuler dan pergerakan cairan

dari kapiler. Cairan ini dinamakan dengan transudate pada dasarnya merupakan

ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein. Namun demikian,

transudasi segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vascular yang

memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam interstisium

disebut (eksudat). Hilangnya cairan kaya protein kedalam ruang perivaskular

menurunkan tekanan osmotic intravascular dan meningkatkan tekanan osmotic

cairan interstisial. Hasilnya adalah mengalirnya air dan ion ke dalam jaringan

ekstra vascular, akumulasi dari cairan ini disebut dengan edema.

Gambaran sel Endotel pembuluh darah saat normal dan saat terdapat celah

(interendothelial space)

Berbagai Peristiwa yang Terjadi Pada Sel

Urutan kejadian ekstravasasi leukosit dari lumen pembuluh darah ke ruang

ekstravaskular dibagi menjadi (1) Marginasi dan Rolling (2) Adhesi dan

transmigrasi antarsel endothel , dan (3) Migrasi pada jaringan interstisial

terhadap suatu rangsangan kemotaktik. Rolling dan adhesi diperantarai oleh ikatan

molekul adhesi komplementer pada leukosit dan permukaan endothel. Mediator

kimiawi-kemoatraktan dan sitokin tertantu memengaruhi proses ini dengan

mengatur ekspresi permukaan atau aviditas molekul adhesi.

Gambar Urutan Emigrasi Leukosit Pada Inflamasi

Kemotaksis dan Aktivasi

Setelah terjadi ekstravasasi dari darah, leukosit bermigrasi menuju

tempat jejas mendekati gradient kimiawi pada suatu proses yang disebut

kemotaksis. Kedua zat ini eksogen dan endogen dapat bersifat kemotaktik

terhadap leukosit, meliputi (1) Produk Bakteri yang dapat larut khususny

peptide dengan N-formil-metionin termini, (2) Komponen system

komplemen terutama C 5a (3) Produk metabolisme asam arakhidonat

(AA) jalur lipoksigenase, terutama leukotrien B4 dan Sitokin terutama

kelompok kemokin misalnya Inter Leukin-8.

Fagositosis dan Degranulasi

Fagositosis dan elaborasi enzim degradatif merupakan dua manfaat

utana dari adanaya leukosit yang direkrut pada tempat inflamasi.

Fagositosis terdiri atas tiga langkah berbeda tetapi saling terkait. (1)

Pengenalan dan perlekatan partikel pada leukosit yang menelan, (2)

penelanan, dengan pembentukan vakuola fagositik selanjutnya, dan (3)

pembunuhan dan degradasi material yang ditelan.

B. Inflamasi Kronik

Inflamasi Kronik dapat dianggap sebagai inflamasi memanjang (berminggu-

minggu, bulan bahkan tahun), dan terjadi inflamasi aktif , jejas jaringan, dan

penyembuhan secara serentak.

Berlawanan dengan inflamasi akut yang dibedakan dengan perubahan vascular,

edema dan infiltrate neutrofilik yang sangat banyak, inflamasi kronik ditandai dengan

hal-hal berikut :

Infiltasi Sel Mononuklear (rdang kronik) yang mencakup makrofag

limfosit, dan sel plasma.

Destruksi jaringan, sebgaian besar diatur oleh sel radang.

Repair (perbaikan) melibatkan proliferasi pembuluh darah baru

(angiogenesis) dan fibrosis.

4. Inflamasi Gingiva

Perubahan patologis pada gingivitis dihubungkan dengan jumlah mikrorganisme dalam

sulkus gusi. Organisme ini memiliki kemampuan untuk mensintesis produk (kolagenase,

hialuronidase, protease, kondrotin sulfatase, atau emdotoksin) yang menyebabkan kerusakan

pada epithelial dan jaringan ikat, juga kandungan interselular seperti kolagen, substansi dasar,

dan glikokaliks (cell coat). Hal ini mengakibatkan perluasan ruang antara sel-sel epithelial

junction selama gingivitis awal yang memungkinkan agen infeksi diperoleh dari bakteri untuk

mendapat jalan masuk ke jaringan ikat. Meskipun penelitian luas, kita masih tidak dapat

membedakan secara tepat antara jaringan gusi normal dengan initial stage dari gingivitis.

Kebanyakan biopsi dari gingival normal manusia secara klinis mengandung sel-sel inflamasi

yang predominan terdiri dari sel-sel T, dengan sangat sedikit sel B atau plasma sel. Sel-sel ini

tidak merusak jaringan, tetapi mereka akan menjadi penting pada saat merespon bakteri atau

substansi lain yang mengganggu gingival. Dibawah kondisi normal, karena itu, aliran konstan

neutrofil bermigrasi dari pembuluh darah flexus gingival melewati epitel junction, ke margin

gingival, dan kedalam sulkus gingival kavitas oral.

Stage I Gingivitis: Inisial Lesion

Manifestasi pertama dari inflamasi ginggiva adalah perubahan vaskularisasi yaitudilatasi

kapiler dan peningkatan aliran darah.Perubahan inflamasi awal ini terjadi, dalam respon terhadap

aktivasi mikroba dari resident leukosit dan stimulasi dari sel endothelial. Secara klinis, respon

awal ginggiva terhadap bakteri plak ini tidak kelihatan.

Secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat padajaringan ikat

dibawah epithelial junction. Ciri morfologi perubahan pembuluh darah (pelebaran kapiler dan

venula) dan adheren dari neutofil terhadap dinding pembuluh (marginasi) terjadi dalam 1 minggu

dan kadang-kadang lebih cepat 2 hari setelah plak dapat terakumulasi. Leukosit,

Polymorphonuclear Neutrophils (PMN`s) utama, meninggalkan pembuluh darah kapiler dengan

bermigrasi melewati dinding ( diapedesis, emigrasi ). Mereka dapat terlihat dalam jumlah banyak

pada jaringan ikat, epithelial junction, dan sulkus gusi. Eksudat dari cairan sulkus ginggiva dan

protein serum ekstravaskular terdapat disini. Bagaimanapun, penemuan ini tidak diiringi dengan

manifestasi dari kejelasan kerusakan jaringan pada lampu mikroskop atau level ultrastruktural;

mereka tidak membentuk sebuah rembesan (infiltrate ); dan kehadirannnya tidak

dipertimbangkan dalam perubahan patologi.

Perubahan juga dapat terdeteksi dalam epithelial junction dan jaringan ikat perivaskuler

pada tahap awal ini. Limfosit segera terakumulasi. Peningkatan pada migrasi leukosit dan

akumulasinya sampai sulkus gusi dapat dikorelasikan dengan peningkatan aliran cairan ginggiva

dalam sulkus. Karakter dan intensitas respon host menentukan apakah lesi inisial dapat

dipecahkan secara cepat, dengan restorasi jaringan kembali ke keadaan normal, atauperlahan-

lahan berkembang menjadi lesi inflamasi kronik. Jika hal ini terjadi, infiltrasi makrofag dan sel

limfoid muncul dalam beberapa hari.

Stage II Gingivitis : The Early Lesion

The early lesion berkembang dari initial lesion dalam 1 minggu setelah permulaan

akumulasi plak. Secara klinis, early lesion mugkin tampak seperti gingivitis awal, yang

berkembang dari inisial lesion. Seiring berjalannya waktu, tanda-tanda klinis eritema dapat

terlihat, terutama proliferasi kapiler dan peningkatan formasi loop kapiler antara rete pegs atau

ridges. Perdarahan pada pemeriksaan mungkin juga terjadi. Aliran cairan gingiva dan jumlah dari

leukosit yang bertransmigrasi mencapai jumlah maksimum antara 6 sampai 12 hari setelah onset

dari gingivitis klinik.

Pemeriksaan mikroskopik gusi memperlihatkan infiltrasi leukosit pada jaringan ikat

dibawah epithelial junction terdiri dari limfosit utama ( 75% dengan sel T mayor ), tetapi juga

membuat beberapa migrasi neutrofil, seperti makrofag, sel plasma, dan mast sel. Semua

perubahan terlihat dalam lesi inisial berlanjut ke intensitas dengan early lesion. Epithelium

junction menjadi infiltrasi padat dengan neutrofil, seperti sulkus ginggiva, dan epithelium

junction mulai menunjukkan perkembangan rete pegs atau ridges.

Terdapat peningkatan jumlah destruksi kolagen; 70% kolagen dihancurkan disekitar

infiltrasi selular. Kelompok serat utama mengakibatkan kolagen terlihat berbentuk sirkuler dan

kumpulan-kumpulan serat dentoginggiva.Perubahan pada ciri morfologi pembuluh darah juga

dapat dilihat.

PMN`s yang telah meninggalkan pembuluh darah karena respon terhadap stimuli

kemotaktik dari komponen plak yang berjalan ke epithelium, menyebrangi lamina basalis,dan

ditemukan pada epithelium dan muncul di daerah poket.. PMNs menarik bakteri dan terjadi

fagositosis. PMN`s mengeluarkan lisosom berhubungan dengan ingesti bakteri. Fibroblast

menunjukkan perubahan sitotoksik dengan penurunan kapasitas produksi kolagen.

Stage III Gingivitis : The Established Lesion

Established lesion karakteristiknya berupa predominan sel plasma dan limfosit B dan

kemungkinan berhubungan dengan pembentukan batas poket gingival kecil dengan poket

epithelial. Sel B yang ditemukan dalam established lesion predominan oleh imunoglobin G1

(IgG1) dan G3 (IgG3).

Pada gingivitis kronis (stage III), yang terjadi 2 atau 3 minggu setelah permulaan

akumulasi plak, pembuluh darah menjadi engorged dan padat, vena kembali dirusak, dan aliran

darah menjadi lambat. Hasilnya adalah anoxemia ginggiva local, yang ditandai dengan adanya

corak kebiru-biruan pada gusi yang merah. Ekstravasasi dari sel darah merah kedalam jaringan

ikat dan terganggunya haemoglobin dalam komponen pigmen dapat juga memperdalam warna

kekronisan inflamasi ginggiva. Established lesion dapat dijelaskan secara klinis selayaknya

inflamasi ginggiva pada umumnya.

Secara histology, reaksi inflamasi kronik dapat diobservasi. Beberapa penelitian

menunjukkan inflamasi gingival kronik. Ciri kunci yang membedakan established lesion adalah

peningkatan jumlah sel plasma. Sel plasma menyerbu jaringan ikat tidak hanya dibawah

epithelial junction, tetapi juga jauh didalam

jaringan ikat, sekitar pembuluh darah, dan antara kelompok-kelompok serat kolagen. Epithelial

junction menyingkap ruangan interselular diisi dengan debris granular sel, termasuk lisosom

diperoleh dari neutrofil, limfosit, dan monosit yang terganggu. Lisosom mengandung asam

hidrolase yang dapat menghancurkan komponen jaringan. Epithelial junction berkembang

menjadi rete pegs atau ridges yang menonjol dalam jaringan ikat, dan lamina basalis dihancurkan

pada beberapa area.Pada jaringan ikat, serat kolagen dihancurkan disekitar perembesan dari

plasma sel yang intact dan terganggu.

Predomonan dari sel plasma menjadi karakteristik utama dari established

lesion.Bagaimanapun, beberapa penelitian dari eksperimen gingivitis pada manusia telah gagal

mendemonstrasikan predominansi sel plasma dalam mempengaruhi jaringan ikat, termasuk satu

penelitian dalam durasi 6 bulan. Peningkatan dari proporsi sel plasma diperjelas dengan

gingivitis yang tahan lama, tetapi waktu untuk perkembangan established lesion mungkin

melebihi 6 bulan.

Stage ini terlihat adanya hubungan terbalik antara jumlah kelompok kolagen intact dan

jumlah sel-sel inflamasi. Aktivitas kolagenolitik ditingkatkan dalam jaringan gusi yang

mengalami inflamasi melalui enzim kolagenase. Kolagenase secara normal berada pada jaringan

gusi dan dihasilkan melalui beberapa bakteri oral dan PMN`s.

Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi ginggiva kronik mengalami peningkatan level

asam dan alkaline fosfat, β- glukuronidase, β -glukosidase, β-galaktosidase, esterase,

aminopeptida,sitokrom oksidase, elastase, laktat dehidrogenase, dan aril sulfatase, semuanya

dihasilkan dari bakteri dan penghancuran jaringan. Tingkat mukopolisakarida netral diturunkan,

agaknya merupakan hasil dari degradasi substansi dasar.

Established lesion terdapat 2 tipe: beberapa tetap stabil dan tidak mengalami progress

untuk beberapa bulan atau tahun dan yang lain menjadi lebih aktif dan berubah untuk

penghancuran lesi secara progresif. Established lesion juga tampak reversible. Flora kembali dari

karakteristik yang mendukung kerusakan lesi menjadi asosiasi dengan kesehatan periodontal.

Persentase sel plasma menurun drastis, dan jumlah limfosit meningkat secara proporsional.

Stage IV Gingivitis : The Advanced Lesion

Perluasan lesi kedalam tulang alveolar merupakan karakter dari stage ke empat yang

disebut advanced lesion. Secara mikroskopik, terdapat fibrosis pada gingival dan manifestasi

inflamasi yang menyebar dan kerusakan jaringan imunopatologi. Pada dasarnya,dalam advanced

lesion, sel plasma berlanjut mendominasi jaringan ikat, dan neutrofil berlanjut mendominasi

epithelial junction dan celah gingival.Gingivitis akan mengalami progress menjadi periodontitis

hanya pada individu yang rentan.

5. Gingivitis Marginalis Kronis dan Hiperplasia Gingiva

1. Gingivitis Marginalis Kronis

Gingivitis Marginalis Kronis merupakan penyakit peradangan gingiva bagian marginal

yang tanpa disertai rasa sakit dan merupakan stadium paling awal dari penyakit periodontal.

Penyakit ini paling banyak diderita oleh anak – anak. Karena anak – anak memiliki oral hygiene

yang buruk, dan tidak mampu untuk membersihkan sisa – sisa makanan secara sempurna,

sehingga peluang untuk terdapatnya plak adalah lebih tinggi.Pembentukan plak pada anak- anak

berusia 8-12 tahun adalah lebih cepatdaripada orang dewasa.

Peradangan gusi pada anak – anak sendiri sebagian besar disebabkan oleh penimbunan

bakteri plak, selain itu juga kebersihan mulut yang kurang baik, terdapatnya materi alba, dan

kalkulus. Materi alba merupakan deposit lunak yang berwana kuning atau putih keabu-abuan

yang biasanya melekat pada permukaan gigi, gingiva, kalkulus, maupun restorasi, dimana proses

pembersihannya lebih mudah daripada plak. Selain hal diatas, iritasi lain dapat ditimbulkan

karena adanya pinggiran karies atau adanya tepi tambalan yang berlebih.

Pada penderita gingivitis marginalis kronis, terdapat beberapa perubahan jika

dibandingkan dengan gingiva normal, antara lain adanya perubahan pada warna, ukuran,

konsistensi, dan tekstur permukaannya. Pada penderita gingivitis marginalis kronis, terlihat

penampakan warna gingiva menjadi kemerahan.Hal ini dapat disebabkan karena pembuluh darah

yang mengalami vasodilatasi sehingga ketika pembuluh darah membesar, aliran darah juga ikut

meningkat sehingga membuat warna gingiva menjadi merah.ketika pembuluh darah membesar,

lapisan endotel yang menyelimutinya menjadi renggang, sehingga memungkinkan leukosit untuk

diapedesis dan keluar ke jaringan yang mengalami peradangan. Eksudasi juga dapat terjadi dan

menyebabkan aliran darah terhambat, termasuk aliran darah balik.Sehingga eritrosit dapat rusak

atau pecah dan mengeluarkan Hb yang menyebabkan warna merah pada gingiva.Pada respon

inflamasi kronis, selain yang telah dijelaskan di atas terjadi pula proliferasi berupa angiogenesis

dan meningkatnya fibroblast.

Ketika pembuluh darah mengalami vasodilatasi, ukurannya juga semakin membesar,

sehingga gingiva juga terlihat membengkak, dan pada akhirnya menyebabkan konsistensinya

menjadi lunak karena jaringan kolagennya banyak yang rusak dan teksturnya menjadi halus dan

mengkilap.

2. Hiperplasia Gingiva

Perbesaran gigiva dibagi menjadi dua macam, yaitu hiperplasia gingiva dan hipertropi

gingiva.Hipertropi gingiva yaitu suatu keadaan yang disebabkan pertambahan ukuran sel pada

jaringan gingival. Hiperplasia gingival merupakan suatu keadaan yang disebabkan karena

proliferasi berlebihan pada fibroblast dan pertambahan sintesis kolagen.

Gambar Hiperplasia gingival pada mandibula

Gambar hyperplasia gingival pada maksila

Patogenesis hyperplasia diawali dengan adanya bahaya pada jaringan. Bahaya dapat

disebabkan akumulasi bakteri plak, iritasi, trauma alergi, dan sebagainya. Bahaya atau jejas

menstimulus respon jaringan, selanjutnya dasar jaringan ikat akan menstimulus untuk jaringan

berproliferasi. Proliferasi sel akan mengakibatkan bertambahnya jumlah sel sehingga aktivitas

fungsional untuk pertahanan juga meningkat. Bertambahnya sel akibat proliferasi mengakibatkan

terjadinya hyperplasia. Hiperlasia bisa terjadi pada satu area atau tersebar, bahkan bisa sampai

menutupi mahkota gigi. Hiperplasi yang terbentuk disertai dengan oral higien yang rendah akan

menyebabkan akumulasi plak sehingga dapat menimbulkan peradangan skunder.

Faktor – faktor hyperplasia gingival yaitu:

1. Perbesaran karena inflamasi

Perbesaran karena inflamasi dibedakan menjadi dua , yaitu karena peradangan kronis dan

karena peradangan akut. Pada peradangan akut, hiperplasi terjadi setempat, local, atau

menyeluruh yang diawali pembesaran pada margin gingival atau interdental papil. Hiperplasia

biasanya menyebar sampai bagian bukal atau lingual yang dapat membesar hingga menutupi

sebagian mahkota. Ciri –ciri dari hyperplasia keradangan kronis yaitu perbesaran, warna gingival

merah pekatatau merah kebiruan, permukaan tipis, dan mudah mengalami pendarahan. Etiologi

hiperplasi disebabkan iritasi local yang berlangsung lama, oral higien buruk, akumulasi bakteri

plak, alat ortodontik, kavitas di servikal, sisa makanan, plat protesa lepasan, serta bernafas

melalui mulut yang akan menyebabkan dehidrasi permukaan gingival dan berakibat pada iritasi

jaringan.

Pada keradangan akut dapat ditandai dengan adanya abses gingival, kadang sampai

menimbulkan ulserasi, timbul mendadak, sakit yang terlokalisir, persebaran terbatas pada margin

gingival atau interdental papil. Etiologi hiperplasi keradangan akut disebabkan akumulasi bakteri

karena iritasi benda asing yang di timbulkan dari cara menyikat gigi yang salah,penggunaan

tusuk gigi yang tidak sesuai,serta makanan keras yang member tekanan atau iritasi.

2. Hiperlasia gingival karena konsumsi obat-obatan

Konsumsi obat dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dari hyperplasia gingival.

Konsumsi obat dapat menyebabkan inflamasi serta fibrosis, namun efek yang ditimbulkan

bergantung pada durasi konsumsi obat, dosis obat yang dikonsumsi, identitas obat, kualitas oral

higien, genetic, serta lingkungan. Semua faktor bervariasi dan menimbulkan efek yang bervariasi

juga.

3. Hiperplasia gingival karena kondisi tertentu

a. Hereditas ( Terjadi pada down syndrome, klinifelter, dan beberapa syndrome

hereditas lainnya)

b. Ketidak seimbangan Hormon yang sering terjadi di dalam tubuh ketika pubertas,

hamil, dan beberapa kondisi tertentu lain. Sebagian besar ketidak seimbangan hormon

menyebabkan imunitas menurun sehingga berpotensi meningkatkan proliferasi

jaringan gingiva sebagai respon iritasi dan bahaya lainnya.

c. Defisiensi Vitamin C mempengaruhi sintesis kolagen, sehingga sintesis kolagen

berkurang yang menyebabkan degenerasi kolage ,edema, serta perdarahan spontan.

d. Hiperplasi gingival karena penyakit sistemik, seperti terjadi pada penderita leukemia.

Pada penderita leukima terjadi kerusakan pada fungsi sumsum tulang yang

menyebabkan kerentanan infeksi. Kerentangan tersebut memicu infiltrasi sel-sel

ganan ke gingival sehingga menyebabkan stimulus proliferasi dan hyperplasia pada

gingival.

DAFTAR PUSTAKA

1. Caranza, F.A. 2002. Clinical Periodontology.9th edition. Philadelphia: W.B. Saunders

Company.

2. Greenberg,Glick & Ship. 2008. Oral Medicine.India:BC DECKER

3. Kerr,Donald & Major.1960.Oral Pathology.Philadelphia: QUAE PROSUNT OMNIBUS

4. Newman G.Michael, Henry H. Takei, Fermin A.Carranza. 2002. Carranza’s

Clinical  Periodontology 10th edition. Philadelphia. Sounders Company.

5. Purkait, Swapan Kumar. 2011.Essential of oral pathology. New Delhi:JAYPEE

6. Reichart,P.A &Philipsen,Hans P.,2000. Color Atlas of Dental Medicine :Oral

Phatology.Germany: Georg Thieme Verlag

7. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:EGC

8. Sari, Desi Sandra.2006.Gingival Enlargement.Jember :FKG UJ