bab iv hasil penelitian dan...

22
46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan terhadap orang tua atau primary care giver dari pasien anak yang dirawat minimal dua hari di Ruang Dahlia RSPW Citarum Semarang dan sudah diperbolehkan pulang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2-28 September 2013. Peneliti menggunakan teknik puposive sampling. Sampel yang didapat berjumlah 34 orang. 4.2. Data Penelitian 4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak 1-14 Tahun Dari data responden berdasarkan usia anak, diketahui bahwa usia termuda pasien anak adalah 1 bulan, dan usia tertua pasien anak adalah 14 tahun. Persentase responden berdasarkan usia anak dapat dilihat pada Tabel 4.2.1. berikut ini. Tabel 4.2.1 Distribusi Data Berdasarkan Umur Usia (Tahun) Frekuensi Persentase (%) 0-1 9 26 1-2,5 7 20 2,5-5 8 24 5-11 8 24

Upload: duongbao

Post on 21-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap orang tua atau primary

care giver dari pasien anak yang dirawat minimal dua hari di

Ruang Dahlia RSPW Citarum Semarang dan sudah

diperbolehkan pulang. Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 2-28 September 2013. Peneliti menggunakan teknik

puposive sampling. Sampel yang didapat berjumlah 34 orang.

4.2. Data Penelitian

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak 1-14

Tahun

Dari data responden berdasarkan usia anak,

diketahui bahwa usia termuda pasien anak adalah 1

bulan, dan usia tertua pasien anak adalah 14 tahun.

Persentase responden berdasarkan usia anak dapat

dilihat pada Tabel 4.2.1. berikut ini.

Tabel 4.2.1 Distribusi Data Berdasarkan Umur

Usia (Tahun) Frekuensi Persentase

(%)

0-1 9 26

1-2,5 7 20

2,5-5 8 24

5-11 8 24

47

11-14 2 6

Total 34 100

Tabel 4.2.1 Statistik deskriptif umur

Minimum Maximum Mean Mode Std. Deviation

2.00 9.00 6.8000 8.00 2.77489

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Significant

Others

Data reponden berdasarkan significant others

(orang tua kandung, tante, dan baby sitter) dapat

dilihat pada Tabel 4.2.2. berikut ini.

Tabel 4.2.2 Distribusi Data Berdasarkan Significant Others

Hubungan Partisipan Dengan Anak

Frekuensi Persentase

(%)

Orang Tua 33 97

Tante 1 3

Total 34 100

Tabel 4.2.2 Statistik deskriptif Significant Others

Minimum Maximum Mean Mode Std. Deviation

1.00 33.00 17.0000 1.00 22.62742

4.2.3. Pelaksanaan Atraumatic Care

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di

RSPW Citarum Semarang, maka dapat digambarkan

bahwa pelaksanaan atraumatic care oleh perawat

48

adalah baik, sebanyak 32 orang (95%) dan kurang,

sebanyak 2 orang (5%). Pelaksanaan tersebut dapat

dilihat pada Tabel 4.2.3. berikut:

Tabel 4.2.3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan

Atraumatic Care

No. Pelaksanaan Frekuensi Persentase

(%) 1 Baik 32 95

2 Kurang 2 5

Total 34 100

4.2.4. Gambaran Umum Pelaksanaan Atraumatic Care

Penyumbang terbesar dalam pelaksanaan

atraumatic care berdasarkan alat ukur berupa

kuesioner adalah atraumatic care prinsip pertama yaitu

mencegah atau mengurangi stressor fisik, termasuk

nyeri, rasa tidak nyaman, imobilitas, kurang tidur,

ketidakmampuan untuk makan atau minum, dan

perubahan eliminasi sebesar 40% (13 partisipan).

Prinsip kedua yaitu mencegah atau mengurangi

perpisahan orang tua dan anak, memberikan

kontribusi sebesar 31% (11 partisipan), dan prinsip

ketiga yaitu mendukung rasa kendali, memberikan

kontribusi sebesar 29% (10 partisipan). Prosentase

prinsip atraumatic care dapat dilihat dalam Tabel 4.2.4.

49

Tabel 4.2.4. Prosentase Prinsip Atraumatic Care

Prinsip 1:

Mencegah

atau

mengurangi

stressor

fisik

Prinsip 2:

Mencegah

atau

mengurangi

perpisahan

orang tua dan

anak

Prinsip 3:

Mendukung

rasa kendali

Prosentase 40 31 29

Mean 26.91 20.68 19.85

Mode 24 18 18

Std. Deviation 3 3 2

Minimum 22 17 15

Maximum 32 24 24

i. Prinsip Atraumatic Care Pertama

Prinsip atraumatic care pertama adalah

mencegah atau mengurangi stressor fisik,

termasuk nyeri, rasa tidak nyaman, imobilitas,

kurang tidur, ketidakmampuan untuk makan atau

minum, dan perubahan eliminasi. Hasil penelitian

menyatakan sebanyak 17 orang tua/primary care

givers setuju (50%) dan 17 orang tua/primary care

givers sangat setuju dengan item pernyataan

nomor satu (50%) (perawat sudah melakukan

prosedur tindakan dengan baik). Pada item

50

pernyataan kedua, tiga orang (9%) sangat tidak

setuju, satu orang (3%) tidak setuju, 18 orang

(53%) setuju, dan 12 orang (35%) sangat setuju

bahwa perawat sudah berupaya meminimalisir

tindakan yang mengganggu atau menyakitkan

pasien anak. Sebanyak 18 orang (53%) setuju

dan 16 orang (47%) sangat setuju dengan item

ketiga yang menyatakan perawat mendengarkan

keluhan yang disampaikan oleh anak. Item

pernyataan keempat, perawat sudah berupaya

menekan/mengurangi keluhan yang dialami

pasien anak, mendapatkan sebanyak satu orang

(3%) yang tidak setuju, 18 orang (53%) setuju,

dan 15 orang (44%) yang sangat setuju pada

pernyataan tersebut.

Sebanyak 21 orang (62%) setuju dan 13

orang (13%) sangat setuju pada item kelima yang

berisi pernyataan bahwa perawat selalu mengkaji

rasa nyeri yang dialami pasien anak. Pada item

keenam yang menyatakan perawat sudah

berupaya mengurangi gangguan tidur pada pasien

anak, terdapat satu orang (3%) yang sangat tidak

setuju, empat orang (12%) yang tidak setuju, 21

51

orang (62%) setuju, dan delapan orang (23%)

sangat setuju. Sebanyak satu orang (3%) tidak

setuju pada item pernyataan ketujuh yang berisi

perawat memberikan perencanaan dalam

memberi obat-obatan dan non-farmakologi

(misalnya relaksasi & mengalihkan perhatian

anak) untuk mengontrol nyeri kepada pasien

anak, sedangkan sebanyak 17 orang (50%) setuju

dan 16 orang (47%) sangat setuju pada

pernyataan tersebut. Pada item pernyataan

kedelapan, anak sudah memperoleh rasa nyaman

dari perawat, prinsip pertama atraumatic care,

memperoleh sebanyak 17 orang (50%) setuju dan

17 orang (50%) lainnya sangat setuju pada

pernyataan tersebut. Prosentase tersebut dapat

dilihat dalam Tabel 4.2.4.1.

Tabel 4.2.4.1. Prosentase Prinsip Atraumatic Care

Pertama

Item Pernyataan STS

(%)

TS

(%)

S

(%)

SS

(%)

Total

(%)

1. Perawat sudah melakukan prosedur tindakan dengan baik.

- - 50 50 100

2. Perawat sudah berupaya meminimalisir tindakan yang mengganggu atau menyakitkan pasien anak.

9 3 53 35 100

52

3. Perawat mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh anak.

- - 53 47 100

4. Perawat sudah berupaya menekan/mengurangi keluhan yang dialami pasien anak

- 3 53 44 100

5. Perawat selalu mengkaji rasa nyeri yang dialami pasien anak

- - 62 38 100

6. Perawat sudah berupaya mengurangi gangguan tidur pada pasien anak

3 12 62 23 100

7. Perawat memberikan perencanaan dalam memberi obat-obatan dan non-farmakologi

- 3 50 47 100

8. Anak sudah memperoleh rasa nyaman dari perawat

- - 50 50 100

ii. Prinsip Atraumatic Care Kedua

Prinsip atraumatic care yang kedua adalah

mencegah atau mengurangi perpisahan orang tua

dan anak. Hasil penelitian menyatakan bahwa

sebanyak satu orang (3%) tidak setuju, 18 orang

(53%) setuju, dan 15 orang (44%) sangat setuju

pada item pernyataan kesembilan (perawat

mengutamakan orang tua atau keluarga lainnya

bersama anak selama 24 jam). Pada item

kesepuluh yang menyatakan perawat melibatkan

orang tua atau keluarga yang biasa menunggui

saat memberikan tindakan kepada pasien anak

mendapatkan satu orang (3%) tidak setuju, 17

53

orang (50%) setuju, dan 16 orang (47%) sangat

setuju dengan pernyataan diatas.

Item kesebelas yang menyatakan perawat

sudah berkomunikasi dengan baik terhadap orang

tua atau keluarga mendapatkan sebanyak satu

orang (3%) tidak setuju, 16 orang (16%) setuju,

dan 17 orang (50%) sangat setuju. Sebanyak 18

orang (53%) setuju dan 16 orang (47%) sangat

setuju pada item pernyataan dua belas yang

berisikan perawat mendengarkan keluhan yang

disampaikan oleh orang tua atau keluarga yang

menunggui pasien anak. 21 orang (62%) setuju

dan 13 orang (38%) sangat setuju pada item

pernyataan ketiga belas (orang tua melihat anak

sudah bersikap positif ketika berhadapan dengan

anak). Pada item pernyataan keempat belas,

sebanyak 17 orang (50%) setuju dan 17 orang

(50%) sangat setuju bahwa perawat sudah

melibatkan orang tua dalam menentukan

kebutuhan anak. Prosentase tersebut dapat dilihat

pada Tabel 4.2.4.2.

54

Tabel 4.2.4.2. Prosentase Prinsip Atraumatic

Care Kedua

Item Pernyataan STS

(%)

TS

(%)

S

(%)

SS

(%)

Total

(%)

9. Perawat mengutamakan orang tua atau keluarga lainnya bersama anak selama 24 jam

- 3 53 44 100

10. Perawat melibatkan orang tua atau keluarga yang biasa menunggui saat memberikan tindakan kepada pasien anak

- 3 50 47 100

11. Perawat sudah berkomunikasi dengan baik terhadap orang tua atau keluarga

- 3 47 50 100

12. Perawat mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh orang tua atau keluarga yang menunggui pasien anak

- - 53 47 100

13. Orang tua melihat anak sudah bersikap positif ketika berhadapan dengan anak

- - 62 38 100

14. Perawat sudah melibatkan orang tua dalam menentukan kebutuhan anak

- - 50 50 100

iii. Prinsip Atraumatic Care Ketiga

Prinsip ketiga atraumatic care adalah

mendukung rasa kendali. Satu orang (3%) tidak

setuju pada item kelima belas yang menyatakan

55

perawat sudah memberi tahu hal-hal yang dapat

mengurangi rasa takut yang tidak diketahui

kemudian dialami oleh pasien anak dan orang tua,

20 orang (59%) setuju dan 13 orang lainnya (38%)

sangat setuju. Pada item keenam belas yang

menyatakan perawat memberikan kesempatan

kepada pasien anak untuk bermain di lingkungan

bangsal, terdapat sebanyak 18 orang (53%) yang

setuju dan 16 orang (47%) sangat setuju. Untuk

item pernyataan yg ketujuh belas, sebanyak satu

orang (3%) sangat tidak setuju, sembilan orang

(26%) tidak setuju, 17 orang (50%) setuju, dan

tujuh orang (21%) sangat setuju bahwa perawat

mengajak pasien anak untuk menggunakan waktu

di rumah sakit sesuai dengan kebiasaan anak di

rumah sehari-hari. Pada item kedelapan belas,

yang menyatakan perawat sudah menggunakan

seragam yang berwarna-warni untuk mengurangi

trauma pada pasien anak, mendapatkan tujuh

orang (21%) tidak setuju, 13 orang (38%) setuju,

dan 14 orang (41%) sangat setuju. Selanjutnya,

terdapat dua orang (6%) tidak setuju, 15 orang

(44%) setuju, dan 17 orang (50%) yang sangat

56

setuju dengan pernyataan perawat sudah

berkomunikasi dengan baik kepada pasien anak.

Item kedua puluh atau yang terakhir menyatakan

perawat sudah berusaha mengembangkan

suasana bersahabat dengan pasien anak. Pada

item pernyataan tersebut didapat satu orang (3%)

yang sangat tidak setuju, 14 orang (41%) setuju,

dan 19 orang (56%) setuju. Prosentase tersebut

dapat dilihat pada Tabel 4.2.4.3. berikut.

Tabel 4.2.4.3. Prinsip Atraumatic Care Ketiga

Item Pernyataan STS

(%)

TS

(%)

S

(%)

SS

(%)

Total

(%)

15. Perawat sudah memberi tahu hal-hal yang dapat mengurangi rasa takut yang tidak diketahui kemudian dialami oleh pasien anak dan orang tua

- 3 59 38 100

16. Perawat memberikan kesempatan kepada pasien anak untuk bermain di lingkungan bangsal

- - 53 47 100

17. Perawat mengajak pasien anak untuk menggunakan waktu di rumah sakit sesuai dengan kebiasaan anak di rumah sehari-hari

3 26 50 21 100

18. Perawat sudah menggunakan seragam yang berwarna-warni untuk mengurangi trauma pada pasien anak

- 21 38 41 100

19. Perawat sudah berkomunikasi dengan baik kepada pasien anak

- 6 44 50 100

57

20. Perawat sudah berusaha mengembangkan suasana bersahabat dengan pasien anak

3 - 41 56 100

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian

95% pelaksanaan atraumatic care oleh perawat

kepada pasien anak di Ruang Dahlia RSPW Citarum

dipandang baik oleh orang tua/primary care givers. Hal ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan Stratton (2004) yang

memiliki kesamaan dengan badan dari literatur pada kualitas

perawatan kesehatan untuk anak. Penemuan penelitian saat

ini menyatakan bahwa hubungan antara pemberi layanan

kesehatan yang lain dan keluarga/anak sama penting. Dalam

pembicaraan tentang pemberi layanan kesehatan, penelitian

ini menemukan bahwa orang tua tidak tertuju pada

kemampuan teknik pemberi layanan kesehatan kecuali

kecelakaan spesifik yang menimbulkan ketidak nyamanan,

distres atau nyeri.

Pengalaman hospitalisasi pada anak dapat

mempertimbangkan proses upaya untuk mengembalikan

kesehatan, secara keseluruhan, mendapatkan kembali status

individu di dunia. Perawat dapat mendorong proses ini

dengan menunjukkan pentingnya pengalaman dan perasaan

individu pada saat hospitalisasi dan membantu orang-orang

58

untuk mengadaptasikan diri terhadap lingkungan barunya

(Moghaddam et al., 2011).

Kualitas hubungan dan komunikasi dengan pasien

anak dan keluarga mempengaruhi semua aspek perawatan

pasien, seperti proses diagnostik, keputusan pengobatan,

kepatuhan dengan rekomendasi. Selain itu, pediatrik berbeda

dan tidak hanya membutuhkan komunikasi antara pasien dan

keterampilan dokter, tetapi juga komunikasi dengan orang tua

dan anggota keluarga lainnya, dan pemahaman keluarga

dinamika dan tahap kognitif dan perkembangan anak (Rider,

Volkan & Hafler, 2008).

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan atraumatic care penting

untuk diterapkan pada anak agar perawat dapat lebih mudah

memberikan perawatan-perawatan yang sesuai dengan

prosedur serta dapat meningkatkan kualitas layanan

kesehatan. Disamping itu, peran keluarga dalam hospitalisasi

pada anak sangat penting. Selain dapat mendampingi anak

selama menjalani prosedur perawatan, keluarga dapat

membantu perawat melalui pengetahuan atau pemahaman

keluarga pada anak.

59

4.3.1. Pelaksanaan Prinsip Atraumatic Care

i. Mencegah atau mengurangi stressor fisik,

termasuk nyeri, rasa tidak nyaman, imobilitas,

kurang tidur, ketidakmampuan untuk makan

atau minum, dan perubahan eliminasi.

Pelaksanaan atraumatic care prinsip

pertama, yaitu mencegah atau mengurangi

stressor fisik, termasuk nyeri, rasa tidak nyaman,

imobilitas, kurang tidur, ketidakmampuan untuk

makan atau minum, dan perubahan eliminasi di

Ruang Dahlia RSPW Citarum Semarang

memberikan kontribusi sebesar 40 % (13

partisipan).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil

penelitian William & Joseph (2004) yang

mengungkapkan penilaian nyeri pada anak harus

dimulai saat akan dihospitalisasi dan berlanjut

sampai perencanaan pulang. Pada perencanaan

pulang, orang tua pasien harus menerima

instruksi rinci mengenai pemberian analgesik.

Pemberian analgesik dan anastesi yang

menyakitkan harus dilakukan jika memungkinkan.

60

Neonatal juga harus menerima pemberian obat

yang sesuai jika nyeri.

Yagil et. al. (2010) menyatakan, secara

garis besar, kepedulian perawat mendapatkan

hasil yang signifikan menurut pandangan orang

tua, suami/istri, dan anak dari pasien (F=3.27,

P=0.033, n=364). Perawat yang memberikan

perawatan kepada pasien memperoleh hasil yang

signifikan (F=2.60, P=0.073, n=364). Karkare,

Sinha, Taly & Rao (2013) menyatakan pada saat

hospitalisasi gangguan tidur terjadi selama

minggu pertama hospitalisasi dan akan berkurang

setelahnya. Gangguan tidur tersebut berkolerasi

dengan kecemasan, nyeri, paresthesia, dan

keparahan imobilitas namun tidak dengan depresi

dan penggunaan analgesik atau obat antineuretik.

Gedam, Verma, & Gedam (2013) menyatakan

bahwa rendahnya skor nyeri menunjukkan bahwa

teknik distraksi berupa cahaya dan mainan yang

menghasilkan suara dan film kartun adalah cara

praktis untuk mengurangi rasa sakit selama

intervensi tenaga kesehatan pada balita. Teknik

distraksi lain yang diungkapkan oleh Accardi &

61

Milling (2009) adalah hipnosis. Hasilnya

didapatkan bahwa beberapa intervensi hipnosis ini

mencapai status yang efektif.

Rasa tidak nyaman dan kecemasan juga

dirasakan oleh anak ketika anak dihospitalisasi

(Shah, Papageorgis, Robinson, Kinnis, & Israels,

1969). Runeson, Hallstrom, Elander, & Hermeren

(2002) menyatakan pada saat hospitalisasi, anak

akan diam dengan tenang di tempat tidur bangsal,

tetapi ketika kondisi fisik anak memungkinkan

untuk bergerak bebas, anak akan melampiaskan

kebutuhan mereka untuk bergerak dan bermain

pada waktunya. Hal tersebut akan mengurangi

rasa tidak nyaman yang dialami anak pada saat

hospitalisasi. Hasil penelitian He, Polkki, Pietila,

Julkunen (2006) menunjukkan bahwa metode

yang paling umum digunakan oleh orang tua

adalah strategi dukungan emosional, membantu

anak dalam kegiatan sehari-hari, serta teknik

pernafasan. Metode ini digunakan untuk

mengurangi nyeri sedang atau berat.

Karling & Hägglöf (2007) menyatakan

adanya hubungan antara Post-Hospital Behaviour

62

Questionnaire (PHBQ) gangguan tidur dengan

Child Behaviour Checklist (CBCL) (r=0.4; p<0.01)

dan PHBQ perubahan asupan nutrisi dengan

CBCL (r=0.3; p<0.01) pada anak umur 4-7 tahun.

Dari 20 variabel prediksi resiko hospitalisasi

dengan CBCL, terdapat masalah fisik:

pencernaan, yang dialami oleh anak selama

hospitalisasi (Evenson, Binner, & Adams, 1992).

Dari pembahasan di atas, dapat

disimpulkan bahwa perlunya tindakan perawat

dalam mengkaji rasa nyeri agar perawat dapat

memberikan obat-obatan farmakologi dengan

dosis yang sesuai. Perawat juga perlu untuk

mendukung anak untuk mencegah dan

mengurangi stresor fisik serta memberikan terapi

non-farmakologi yaitu distraksi agar dapat

mengalihkan rasa sakit yang dialami anak

sehingga rasa tidak nyaman, nyeri dan kurang

tidur dapat diatasi. Selain itu, perawat perlu

mendukung anak dengan imobilitas fisik agar

mematuhi saran tim pemberi pelayanan

kesehatan serta melibatkan orang tua dalam

menentukan asupan nutrisi pada anak agar dapat

63

mengurangi perubahan eliminasi yang terjadi.

Dengan pengetahuan orang tua dalam metode

non-farmakologi, orang tua dapat membantu

perawat dalam memanajemen nyeri pada anak.

ii. Mencegah atau mengurangi perpisahan orang

tua dan anak.

Prinsip atraumatic care yang kedua yaitu

mencegah atau mengurangi perpisahan orang tua

dan anak memberikan kontribusi sebesar 31% (11

partisipan). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil

penelitian Kennedy et. al. (2004) yang

menyatakan, anak mempunyai masalah yang

lebih besar ketika keluarganya menunjukkan

keterlibatan yang cenderung kurang.

Dalam hal ini, menjadi tugas perawat agar

dapat membantu mengatasi masalah yang terjadi

selama orang tua menemani anaknya saat

hospitalisasi. Bantuan dan dukungan dari perawat

juga penting agar orang tua tidak merasa

ditinggalkan sendiri dengan perubahan yang

dialami anak dan sesuatu yang sudah dipelajari

anak (Hopia, Tomlinson, Paavilainen & Kurki,

2005).

64

Orang tua dan perawat memenuhi peran

yang sama dan melakukan interaksi satu sama

lain sesuai dengan peran masing-masing.

Perawat terlihat peduli kepada orang tua bagai

bagian peran mereka dan menyadari bahwa anak

merasa beruntung ketika orang tua hadir dan

memberikan dukungan (Brown et.al.,1990).

Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa perlunya keterlibatan keluarga agar

kecemasan anak berkurang. Disamping itu, orang

tua juga akan mendapatkan dukungan dari

perawat agar dapat membantu tim medis dalam

memenuhi kebutuhan anak.

iii. Mendukung rasa kendali.

Prinsip atraumatic care yang ketiga yaitu

mendukung rasa kendali memberikan kontribusi

sebesar 29% (10 partisipan). Hasil penelitian ini

didukung oleh Espezel et. al. (2003) yang

berpendapat, perawat dapat mendorong

pengalaman hopitalisasi pada anak dengan

menunjukkan pentingnya pengalaman dan

perasaan individu pada saat hospitalisasi dan

65

membantu orang-orang untuk mengadaptasikan

diri terhadap lingkungan barunya.

Jessee et. al. (1986) menyatakan ketika

interaksi orang dewasa menunjukkan kepedulian

dan tanggung jawab serta menjiwai keindahan

alam, secara tidak langsung anak yang

dihospitalisasi akan diberikan wawasan dan

pengertian yang membantu mereka dalam

menyesuaikan diri untuk membersihkan

lingkungan rumah sakit. Beragam pengalaman

alam memberikan kesempatan terbaik untuk

menemukan berbagai ekspresi yang akan

memenuhi anak dalam mempertahankan level

stabilitas emosionalnya.

Kranz, Ramirez, Torres, Steele, & Lund,

dalam penelitian yang ditujukan kepada anak-

anak Mexico-America, mengatakan bahwa terapi

bermain memiliki dampak besar jika

diimplementasikan, sehingga para terapis juga

lebih menyadari pengaturan fisik, materi, dan

terminologi terkait yang mungkin akan

meningkatkan hubungan terapeutik dengan anak.

Ray (2008) juga mengatakan adanya signifikansi

66

yang baik setelah melakukan terapi bermain

dengan menggunakan CCPT (Child-Centered

Play Therapy) sehingga anak mampu

mengekspresikan perasaannya dengan lebih

positif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan

Salvaggio dan Zaenglein (2012), seorang anak

berumur enam tahun akan melakukan

pembersihan kutu yang tertanam pada kulit

kepala. Anak tersebut dipasangkan sebuah

‘kacamata sihir’ oleh pemberi layanan

kesehehatan. Seluruh prosedur dilakukan dengan

mudah tanpa menyebabkan stres pada anak.

Pengetahuan orang tua dalam

pengalaman trauma anak dan pelaksanaan terapi

bermain pada anak sangat membantu perawat

dalam mempelajari sifat anak untuk dapat

mendukung rasa kendali, sehingga terjalin

hubungan terapeutik dengan anak sehingga dapat

memudahkan perawat dalam merencanakan

tindakan yang mengurangi timbulnya trauma pada

anak. Selain itu, perawat juga butuh

berkomunikasi dengan anak agar perawat dapat

67

membantu anak dalam beradaptasi dengan

lingkungan baru.

4.4. Keterbatasan Penelitian

i. Penelitian ini hanya menggambarkan pelaksanaan

atraumatic care oleh perawat kepada pasien anak

menurut pandangan orang tua atau primary care givers

sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk

mengembangkan pelaksanaan atraumatic care.

ii. Penelitian ini hanya dilakukan pada orang tua atau

primary care givers di Ruang Dahlia RSPW Citarum

Semarang sehingga tidak dapat digeneralisasikan,

namun dapat diterapkan pada rumah sakit dengan latar

belakang yang sama.