bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap orang tua atau primary
care giver dari pasien anak yang dirawat minimal dua hari di
Ruang Dahlia RSPW Citarum Semarang dan sudah
diperbolehkan pulang. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 2-28 September 2013. Peneliti menggunakan teknik
puposive sampling. Sampel yang didapat berjumlah 34 orang.
4.2. Data Penelitian
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak 1-14
Tahun
Dari data responden berdasarkan usia anak,
diketahui bahwa usia termuda pasien anak adalah 1
bulan, dan usia tertua pasien anak adalah 14 tahun.
Persentase responden berdasarkan usia anak dapat
dilihat pada Tabel 4.2.1. berikut ini.
Tabel 4.2.1 Distribusi Data Berdasarkan Umur
Usia (Tahun) Frekuensi Persentase
(%)
0-1 9 26
1-2,5 7 20
2,5-5 8 24
5-11 8 24
47
11-14 2 6
Total 34 100
Tabel 4.2.1 Statistik deskriptif umur
Minimum Maximum Mean Mode Std. Deviation
2.00 9.00 6.8000 8.00 2.77489
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Significant
Others
Data reponden berdasarkan significant others
(orang tua kandung, tante, dan baby sitter) dapat
dilihat pada Tabel 4.2.2. berikut ini.
Tabel 4.2.2 Distribusi Data Berdasarkan Significant Others
Hubungan Partisipan Dengan Anak
Frekuensi Persentase
(%)
Orang Tua 33 97
Tante 1 3
Total 34 100
Tabel 4.2.2 Statistik deskriptif Significant Others
Minimum Maximum Mean Mode Std. Deviation
1.00 33.00 17.0000 1.00 22.62742
4.2.3. Pelaksanaan Atraumatic Care
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
RSPW Citarum Semarang, maka dapat digambarkan
bahwa pelaksanaan atraumatic care oleh perawat
48
adalah baik, sebanyak 32 orang (95%) dan kurang,
sebanyak 2 orang (5%). Pelaksanaan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.2.3. berikut:
Tabel 4.2.3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan
Atraumatic Care
No. Pelaksanaan Frekuensi Persentase
(%) 1 Baik 32 95
2 Kurang 2 5
Total 34 100
4.2.4. Gambaran Umum Pelaksanaan Atraumatic Care
Penyumbang terbesar dalam pelaksanaan
atraumatic care berdasarkan alat ukur berupa
kuesioner adalah atraumatic care prinsip pertama yaitu
mencegah atau mengurangi stressor fisik, termasuk
nyeri, rasa tidak nyaman, imobilitas, kurang tidur,
ketidakmampuan untuk makan atau minum, dan
perubahan eliminasi sebesar 40% (13 partisipan).
Prinsip kedua yaitu mencegah atau mengurangi
perpisahan orang tua dan anak, memberikan
kontribusi sebesar 31% (11 partisipan), dan prinsip
ketiga yaitu mendukung rasa kendali, memberikan
kontribusi sebesar 29% (10 partisipan). Prosentase
prinsip atraumatic care dapat dilihat dalam Tabel 4.2.4.
49
Tabel 4.2.4. Prosentase Prinsip Atraumatic Care
Prinsip 1:
Mencegah
atau
mengurangi
stressor
fisik
Prinsip 2:
Mencegah
atau
mengurangi
perpisahan
orang tua dan
anak
Prinsip 3:
Mendukung
rasa kendali
Prosentase 40 31 29
Mean 26.91 20.68 19.85
Mode 24 18 18
Std. Deviation 3 3 2
Minimum 22 17 15
Maximum 32 24 24
i. Prinsip Atraumatic Care Pertama
Prinsip atraumatic care pertama adalah
mencegah atau mengurangi stressor fisik,
termasuk nyeri, rasa tidak nyaman, imobilitas,
kurang tidur, ketidakmampuan untuk makan atau
minum, dan perubahan eliminasi. Hasil penelitian
menyatakan sebanyak 17 orang tua/primary care
givers setuju (50%) dan 17 orang tua/primary care
givers sangat setuju dengan item pernyataan
nomor satu (50%) (perawat sudah melakukan
prosedur tindakan dengan baik). Pada item
50
pernyataan kedua, tiga orang (9%) sangat tidak
setuju, satu orang (3%) tidak setuju, 18 orang
(53%) setuju, dan 12 orang (35%) sangat setuju
bahwa perawat sudah berupaya meminimalisir
tindakan yang mengganggu atau menyakitkan
pasien anak. Sebanyak 18 orang (53%) setuju
dan 16 orang (47%) sangat setuju dengan item
ketiga yang menyatakan perawat mendengarkan
keluhan yang disampaikan oleh anak. Item
pernyataan keempat, perawat sudah berupaya
menekan/mengurangi keluhan yang dialami
pasien anak, mendapatkan sebanyak satu orang
(3%) yang tidak setuju, 18 orang (53%) setuju,
dan 15 orang (44%) yang sangat setuju pada
pernyataan tersebut.
Sebanyak 21 orang (62%) setuju dan 13
orang (13%) sangat setuju pada item kelima yang
berisi pernyataan bahwa perawat selalu mengkaji
rasa nyeri yang dialami pasien anak. Pada item
keenam yang menyatakan perawat sudah
berupaya mengurangi gangguan tidur pada pasien
anak, terdapat satu orang (3%) yang sangat tidak
setuju, empat orang (12%) yang tidak setuju, 21
51
orang (62%) setuju, dan delapan orang (23%)
sangat setuju. Sebanyak satu orang (3%) tidak
setuju pada item pernyataan ketujuh yang berisi
perawat memberikan perencanaan dalam
memberi obat-obatan dan non-farmakologi
(misalnya relaksasi & mengalihkan perhatian
anak) untuk mengontrol nyeri kepada pasien
anak, sedangkan sebanyak 17 orang (50%) setuju
dan 16 orang (47%) sangat setuju pada
pernyataan tersebut. Pada item pernyataan
kedelapan, anak sudah memperoleh rasa nyaman
dari perawat, prinsip pertama atraumatic care,
memperoleh sebanyak 17 orang (50%) setuju dan
17 orang (50%) lainnya sangat setuju pada
pernyataan tersebut. Prosentase tersebut dapat
dilihat dalam Tabel 4.2.4.1.
Tabel 4.2.4.1. Prosentase Prinsip Atraumatic Care
Pertama
Item Pernyataan STS
(%)
TS
(%)
S
(%)
SS
(%)
Total
(%)
1. Perawat sudah melakukan prosedur tindakan dengan baik.
- - 50 50 100
2. Perawat sudah berupaya meminimalisir tindakan yang mengganggu atau menyakitkan pasien anak.
9 3 53 35 100
52
3. Perawat mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh anak.
- - 53 47 100
4. Perawat sudah berupaya menekan/mengurangi keluhan yang dialami pasien anak
- 3 53 44 100
5. Perawat selalu mengkaji rasa nyeri yang dialami pasien anak
- - 62 38 100
6. Perawat sudah berupaya mengurangi gangguan tidur pada pasien anak
3 12 62 23 100
7. Perawat memberikan perencanaan dalam memberi obat-obatan dan non-farmakologi
- 3 50 47 100
8. Anak sudah memperoleh rasa nyaman dari perawat
- - 50 50 100
ii. Prinsip Atraumatic Care Kedua
Prinsip atraumatic care yang kedua adalah
mencegah atau mengurangi perpisahan orang tua
dan anak. Hasil penelitian menyatakan bahwa
sebanyak satu orang (3%) tidak setuju, 18 orang
(53%) setuju, dan 15 orang (44%) sangat setuju
pada item pernyataan kesembilan (perawat
mengutamakan orang tua atau keluarga lainnya
bersama anak selama 24 jam). Pada item
kesepuluh yang menyatakan perawat melibatkan
orang tua atau keluarga yang biasa menunggui
saat memberikan tindakan kepada pasien anak
mendapatkan satu orang (3%) tidak setuju, 17
53
orang (50%) setuju, dan 16 orang (47%) sangat
setuju dengan pernyataan diatas.
Item kesebelas yang menyatakan perawat
sudah berkomunikasi dengan baik terhadap orang
tua atau keluarga mendapatkan sebanyak satu
orang (3%) tidak setuju, 16 orang (16%) setuju,
dan 17 orang (50%) sangat setuju. Sebanyak 18
orang (53%) setuju dan 16 orang (47%) sangat
setuju pada item pernyataan dua belas yang
berisikan perawat mendengarkan keluhan yang
disampaikan oleh orang tua atau keluarga yang
menunggui pasien anak. 21 orang (62%) setuju
dan 13 orang (38%) sangat setuju pada item
pernyataan ketiga belas (orang tua melihat anak
sudah bersikap positif ketika berhadapan dengan
anak). Pada item pernyataan keempat belas,
sebanyak 17 orang (50%) setuju dan 17 orang
(50%) sangat setuju bahwa perawat sudah
melibatkan orang tua dalam menentukan
kebutuhan anak. Prosentase tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.2.4.2.
54
Tabel 4.2.4.2. Prosentase Prinsip Atraumatic
Care Kedua
Item Pernyataan STS
(%)
TS
(%)
S
(%)
SS
(%)
Total
(%)
9. Perawat mengutamakan orang tua atau keluarga lainnya bersama anak selama 24 jam
- 3 53 44 100
10. Perawat melibatkan orang tua atau keluarga yang biasa menunggui saat memberikan tindakan kepada pasien anak
- 3 50 47 100
11. Perawat sudah berkomunikasi dengan baik terhadap orang tua atau keluarga
- 3 47 50 100
12. Perawat mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh orang tua atau keluarga yang menunggui pasien anak
- - 53 47 100
13. Orang tua melihat anak sudah bersikap positif ketika berhadapan dengan anak
- - 62 38 100
14. Perawat sudah melibatkan orang tua dalam menentukan kebutuhan anak
- - 50 50 100
iii. Prinsip Atraumatic Care Ketiga
Prinsip ketiga atraumatic care adalah
mendukung rasa kendali. Satu orang (3%) tidak
setuju pada item kelima belas yang menyatakan
55
perawat sudah memberi tahu hal-hal yang dapat
mengurangi rasa takut yang tidak diketahui
kemudian dialami oleh pasien anak dan orang tua,
20 orang (59%) setuju dan 13 orang lainnya (38%)
sangat setuju. Pada item keenam belas yang
menyatakan perawat memberikan kesempatan
kepada pasien anak untuk bermain di lingkungan
bangsal, terdapat sebanyak 18 orang (53%) yang
setuju dan 16 orang (47%) sangat setuju. Untuk
item pernyataan yg ketujuh belas, sebanyak satu
orang (3%) sangat tidak setuju, sembilan orang
(26%) tidak setuju, 17 orang (50%) setuju, dan
tujuh orang (21%) sangat setuju bahwa perawat
mengajak pasien anak untuk menggunakan waktu
di rumah sakit sesuai dengan kebiasaan anak di
rumah sehari-hari. Pada item kedelapan belas,
yang menyatakan perawat sudah menggunakan
seragam yang berwarna-warni untuk mengurangi
trauma pada pasien anak, mendapatkan tujuh
orang (21%) tidak setuju, 13 orang (38%) setuju,
dan 14 orang (41%) sangat setuju. Selanjutnya,
terdapat dua orang (6%) tidak setuju, 15 orang
(44%) setuju, dan 17 orang (50%) yang sangat
56
setuju dengan pernyataan perawat sudah
berkomunikasi dengan baik kepada pasien anak.
Item kedua puluh atau yang terakhir menyatakan
perawat sudah berusaha mengembangkan
suasana bersahabat dengan pasien anak. Pada
item pernyataan tersebut didapat satu orang (3%)
yang sangat tidak setuju, 14 orang (41%) setuju,
dan 19 orang (56%) setuju. Prosentase tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.2.4.3. berikut.
Tabel 4.2.4.3. Prinsip Atraumatic Care Ketiga
Item Pernyataan STS
(%)
TS
(%)
S
(%)
SS
(%)
Total
(%)
15. Perawat sudah memberi tahu hal-hal yang dapat mengurangi rasa takut yang tidak diketahui kemudian dialami oleh pasien anak dan orang tua
- 3 59 38 100
16. Perawat memberikan kesempatan kepada pasien anak untuk bermain di lingkungan bangsal
- - 53 47 100
17. Perawat mengajak pasien anak untuk menggunakan waktu di rumah sakit sesuai dengan kebiasaan anak di rumah sehari-hari
3 26 50 21 100
18. Perawat sudah menggunakan seragam yang berwarna-warni untuk mengurangi trauma pada pasien anak
- 21 38 41 100
19. Perawat sudah berkomunikasi dengan baik kepada pasien anak
- 6 44 50 100
57
20. Perawat sudah berusaha mengembangkan suasana bersahabat dengan pasien anak
3 - 41 56 100
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian
95% pelaksanaan atraumatic care oleh perawat
kepada pasien anak di Ruang Dahlia RSPW Citarum
dipandang baik oleh orang tua/primary care givers. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan Stratton (2004) yang
memiliki kesamaan dengan badan dari literatur pada kualitas
perawatan kesehatan untuk anak. Penemuan penelitian saat
ini menyatakan bahwa hubungan antara pemberi layanan
kesehatan yang lain dan keluarga/anak sama penting. Dalam
pembicaraan tentang pemberi layanan kesehatan, penelitian
ini menemukan bahwa orang tua tidak tertuju pada
kemampuan teknik pemberi layanan kesehatan kecuali
kecelakaan spesifik yang menimbulkan ketidak nyamanan,
distres atau nyeri.
Pengalaman hospitalisasi pada anak dapat
mempertimbangkan proses upaya untuk mengembalikan
kesehatan, secara keseluruhan, mendapatkan kembali status
individu di dunia. Perawat dapat mendorong proses ini
dengan menunjukkan pentingnya pengalaman dan perasaan
individu pada saat hospitalisasi dan membantu orang-orang
58
untuk mengadaptasikan diri terhadap lingkungan barunya
(Moghaddam et al., 2011).
Kualitas hubungan dan komunikasi dengan pasien
anak dan keluarga mempengaruhi semua aspek perawatan
pasien, seperti proses diagnostik, keputusan pengobatan,
kepatuhan dengan rekomendasi. Selain itu, pediatrik berbeda
dan tidak hanya membutuhkan komunikasi antara pasien dan
keterampilan dokter, tetapi juga komunikasi dengan orang tua
dan anggota keluarga lainnya, dan pemahaman keluarga
dinamika dan tahap kognitif dan perkembangan anak (Rider,
Volkan & Hafler, 2008).
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan atraumatic care penting
untuk diterapkan pada anak agar perawat dapat lebih mudah
memberikan perawatan-perawatan yang sesuai dengan
prosedur serta dapat meningkatkan kualitas layanan
kesehatan. Disamping itu, peran keluarga dalam hospitalisasi
pada anak sangat penting. Selain dapat mendampingi anak
selama menjalani prosedur perawatan, keluarga dapat
membantu perawat melalui pengetahuan atau pemahaman
keluarga pada anak.
59
4.3.1. Pelaksanaan Prinsip Atraumatic Care
i. Mencegah atau mengurangi stressor fisik,
termasuk nyeri, rasa tidak nyaman, imobilitas,
kurang tidur, ketidakmampuan untuk makan
atau minum, dan perubahan eliminasi.
Pelaksanaan atraumatic care prinsip
pertama, yaitu mencegah atau mengurangi
stressor fisik, termasuk nyeri, rasa tidak nyaman,
imobilitas, kurang tidur, ketidakmampuan untuk
makan atau minum, dan perubahan eliminasi di
Ruang Dahlia RSPW Citarum Semarang
memberikan kontribusi sebesar 40 % (13
partisipan).
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian William & Joseph (2004) yang
mengungkapkan penilaian nyeri pada anak harus
dimulai saat akan dihospitalisasi dan berlanjut
sampai perencanaan pulang. Pada perencanaan
pulang, orang tua pasien harus menerima
instruksi rinci mengenai pemberian analgesik.
Pemberian analgesik dan anastesi yang
menyakitkan harus dilakukan jika memungkinkan.
60
Neonatal juga harus menerima pemberian obat
yang sesuai jika nyeri.
Yagil et. al. (2010) menyatakan, secara
garis besar, kepedulian perawat mendapatkan
hasil yang signifikan menurut pandangan orang
tua, suami/istri, dan anak dari pasien (F=3.27,
P=0.033, n=364). Perawat yang memberikan
perawatan kepada pasien memperoleh hasil yang
signifikan (F=2.60, P=0.073, n=364). Karkare,
Sinha, Taly & Rao (2013) menyatakan pada saat
hospitalisasi gangguan tidur terjadi selama
minggu pertama hospitalisasi dan akan berkurang
setelahnya. Gangguan tidur tersebut berkolerasi
dengan kecemasan, nyeri, paresthesia, dan
keparahan imobilitas namun tidak dengan depresi
dan penggunaan analgesik atau obat antineuretik.
Gedam, Verma, & Gedam (2013) menyatakan
bahwa rendahnya skor nyeri menunjukkan bahwa
teknik distraksi berupa cahaya dan mainan yang
menghasilkan suara dan film kartun adalah cara
praktis untuk mengurangi rasa sakit selama
intervensi tenaga kesehatan pada balita. Teknik
distraksi lain yang diungkapkan oleh Accardi &
61
Milling (2009) adalah hipnosis. Hasilnya
didapatkan bahwa beberapa intervensi hipnosis ini
mencapai status yang efektif.
Rasa tidak nyaman dan kecemasan juga
dirasakan oleh anak ketika anak dihospitalisasi
(Shah, Papageorgis, Robinson, Kinnis, & Israels,
1969). Runeson, Hallstrom, Elander, & Hermeren
(2002) menyatakan pada saat hospitalisasi, anak
akan diam dengan tenang di tempat tidur bangsal,
tetapi ketika kondisi fisik anak memungkinkan
untuk bergerak bebas, anak akan melampiaskan
kebutuhan mereka untuk bergerak dan bermain
pada waktunya. Hal tersebut akan mengurangi
rasa tidak nyaman yang dialami anak pada saat
hospitalisasi. Hasil penelitian He, Polkki, Pietila,
Julkunen (2006) menunjukkan bahwa metode
yang paling umum digunakan oleh orang tua
adalah strategi dukungan emosional, membantu
anak dalam kegiatan sehari-hari, serta teknik
pernafasan. Metode ini digunakan untuk
mengurangi nyeri sedang atau berat.
Karling & Hägglöf (2007) menyatakan
adanya hubungan antara Post-Hospital Behaviour
62
Questionnaire (PHBQ) gangguan tidur dengan
Child Behaviour Checklist (CBCL) (r=0.4; p<0.01)
dan PHBQ perubahan asupan nutrisi dengan
CBCL (r=0.3; p<0.01) pada anak umur 4-7 tahun.
Dari 20 variabel prediksi resiko hospitalisasi
dengan CBCL, terdapat masalah fisik:
pencernaan, yang dialami oleh anak selama
hospitalisasi (Evenson, Binner, & Adams, 1992).
Dari pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa perlunya tindakan perawat
dalam mengkaji rasa nyeri agar perawat dapat
memberikan obat-obatan farmakologi dengan
dosis yang sesuai. Perawat juga perlu untuk
mendukung anak untuk mencegah dan
mengurangi stresor fisik serta memberikan terapi
non-farmakologi yaitu distraksi agar dapat
mengalihkan rasa sakit yang dialami anak
sehingga rasa tidak nyaman, nyeri dan kurang
tidur dapat diatasi. Selain itu, perawat perlu
mendukung anak dengan imobilitas fisik agar
mematuhi saran tim pemberi pelayanan
kesehatan serta melibatkan orang tua dalam
menentukan asupan nutrisi pada anak agar dapat
63
mengurangi perubahan eliminasi yang terjadi.
Dengan pengetahuan orang tua dalam metode
non-farmakologi, orang tua dapat membantu
perawat dalam memanajemen nyeri pada anak.
ii. Mencegah atau mengurangi perpisahan orang
tua dan anak.
Prinsip atraumatic care yang kedua yaitu
mencegah atau mengurangi perpisahan orang tua
dan anak memberikan kontribusi sebesar 31% (11
partisipan). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian Kennedy et. al. (2004) yang
menyatakan, anak mempunyai masalah yang
lebih besar ketika keluarganya menunjukkan
keterlibatan yang cenderung kurang.
Dalam hal ini, menjadi tugas perawat agar
dapat membantu mengatasi masalah yang terjadi
selama orang tua menemani anaknya saat
hospitalisasi. Bantuan dan dukungan dari perawat
juga penting agar orang tua tidak merasa
ditinggalkan sendiri dengan perubahan yang
dialami anak dan sesuatu yang sudah dipelajari
anak (Hopia, Tomlinson, Paavilainen & Kurki,
2005).
64
Orang tua dan perawat memenuhi peran
yang sama dan melakukan interaksi satu sama
lain sesuai dengan peran masing-masing.
Perawat terlihat peduli kepada orang tua bagai
bagian peran mereka dan menyadari bahwa anak
merasa beruntung ketika orang tua hadir dan
memberikan dukungan (Brown et.al.,1990).
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa perlunya keterlibatan keluarga agar
kecemasan anak berkurang. Disamping itu, orang
tua juga akan mendapatkan dukungan dari
perawat agar dapat membantu tim medis dalam
memenuhi kebutuhan anak.
iii. Mendukung rasa kendali.
Prinsip atraumatic care yang ketiga yaitu
mendukung rasa kendali memberikan kontribusi
sebesar 29% (10 partisipan). Hasil penelitian ini
didukung oleh Espezel et. al. (2003) yang
berpendapat, perawat dapat mendorong
pengalaman hopitalisasi pada anak dengan
menunjukkan pentingnya pengalaman dan
perasaan individu pada saat hospitalisasi dan
65
membantu orang-orang untuk mengadaptasikan
diri terhadap lingkungan barunya.
Jessee et. al. (1986) menyatakan ketika
interaksi orang dewasa menunjukkan kepedulian
dan tanggung jawab serta menjiwai keindahan
alam, secara tidak langsung anak yang
dihospitalisasi akan diberikan wawasan dan
pengertian yang membantu mereka dalam
menyesuaikan diri untuk membersihkan
lingkungan rumah sakit. Beragam pengalaman
alam memberikan kesempatan terbaik untuk
menemukan berbagai ekspresi yang akan
memenuhi anak dalam mempertahankan level
stabilitas emosionalnya.
Kranz, Ramirez, Torres, Steele, & Lund,
dalam penelitian yang ditujukan kepada anak-
anak Mexico-America, mengatakan bahwa terapi
bermain memiliki dampak besar jika
diimplementasikan, sehingga para terapis juga
lebih menyadari pengaturan fisik, materi, dan
terminologi terkait yang mungkin akan
meningkatkan hubungan terapeutik dengan anak.
Ray (2008) juga mengatakan adanya signifikansi
66
yang baik setelah melakukan terapi bermain
dengan menggunakan CCPT (Child-Centered
Play Therapy) sehingga anak mampu
mengekspresikan perasaannya dengan lebih
positif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
Salvaggio dan Zaenglein (2012), seorang anak
berumur enam tahun akan melakukan
pembersihan kutu yang tertanam pada kulit
kepala. Anak tersebut dipasangkan sebuah
‘kacamata sihir’ oleh pemberi layanan
kesehehatan. Seluruh prosedur dilakukan dengan
mudah tanpa menyebabkan stres pada anak.
Pengetahuan orang tua dalam
pengalaman trauma anak dan pelaksanaan terapi
bermain pada anak sangat membantu perawat
dalam mempelajari sifat anak untuk dapat
mendukung rasa kendali, sehingga terjalin
hubungan terapeutik dengan anak sehingga dapat
memudahkan perawat dalam merencanakan
tindakan yang mengurangi timbulnya trauma pada
anak. Selain itu, perawat juga butuh
berkomunikasi dengan anak agar perawat dapat
67
membantu anak dalam beradaptasi dengan
lingkungan baru.
4.4. Keterbatasan Penelitian
i. Penelitian ini hanya menggambarkan pelaksanaan
atraumatic care oleh perawat kepada pasien anak
menurut pandangan orang tua atau primary care givers
sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
mengembangkan pelaksanaan atraumatic care.
ii. Penelitian ini hanya dilakukan pada orang tua atau
primary care givers di Ruang Dahlia RSPW Citarum
Semarang sehingga tidak dapat digeneralisasikan,
namun dapat diterapkan pada rumah sakit dengan latar
belakang yang sama.