bab iv hasil penelitian dan analisis - · pdf fileperbedaan dari yg serbuk yang pertama ......
TRANSCRIPT
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling
menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan
memperlihatkan bahwa terjadi perubahan atau dekomposisi pada temperatur 730 0C.
Sampel dipanaskan pada temperatur 1000 0C dengan medium udara.
Temperatur ini sudah mewakili perubahan yang diinginkan, akan tetapi karena
solid state reaction merupakan proses yang membuktuhkan waktu yang lama,
maka diperlukan kondisi vakum sebagai katalis.
Pada saat sampel dikalsinasi pada temperatur 1000 selama 100 jam belum
terjadi perubahan yang signifikan. Oleh karena itu sampel dibakar lagi pada
temperatur yang lebih tinggi, dengan waktu yang lebih pendek akan tetapi
atmosfir kalsinasi divariasikan.
TGA
DTA
Gambar 4.1 Kurva TGA-DTA sampel setelah high energy milling selama 6 jam
37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Gambar 4.2 kurva Perhitungan TGA-DTA
Dari kurva TG-DTA diatas, sampel mengalami reaksi endotermik saat
dibakar pada temperatur sekitar 730 0C. Sebelumnya pada temperatur disekitar
150 0C sampel mengalami reaksi endotermik dan pengurangan massa, ini
bukanlah reaksi pembentukan fasa CaAl4Fe8O19 akan tetapi pada temperatur
tersebut terjadi penguapan air pada sampel.
Kurva DTA menunjukkan reaksi endotermik atau penyerapan panas oleh
sampel dengan entalphi pembakaran 56.6185. sedangkan kurva TGA
menunjukkan pengurangan massa pada temperatur tersebut sebesar 2.917 %.
Walaupun pada temperatur ini sudah terjadi reaksi perubahan, tetapi karena solid
state reaction sampel ini dilakukan tanpa katalis sehingga berjalan lambat dengan
medium udara, hasil pengujian berikutnya menunjukkan saat dipanaskan
ditemperatur 1000 0C selama 100 jam perubahan yang terjadi tidak signifikan.
38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.2 Analisis Hasil XRD
Hasil XRD (Gambar 4.3) menunjukkan pembentukan fasa CaAl4Fe8O19
yang terdiri dari fasa Calcium hexaferrite (CaFe12O19) dan Calcium hexaluminat
(CaAl12O19). Sebagian kecil fasa-fasa tersebut sudah terbentuk saat pembakaran
dengan solid state reaction pada temperatur 1000 0C selama 100 jam dengan
medium udara. Fasa α-Fe2O3 lebih dominan dan puncak fasanya berhimpit dengan
fasa CaFe12O19 dan CaAl12O19. pada saat pemanasan dilanjutkan pada temperatur
1200 0C di udara fasa CaFe12O19 dan CaAl12O19 mulai bertambah.
Gambar 4.3 Perbandingan pola difraksi ketiga sampel
Pada proses pembakaran lanjutan ditemperatur 1200 0C dengan kondisi
vakum, Solid solution CaFe12O19 dan CaAl12O19 sudah mulai dominan akan tetapi
masih terdapat fasa α-Fe2O3 yang tidak bereaksi, hal ini kemungkinan disebabkan
kekurangan bahan oksida yang lain akibat proses pencampuran yang tidak
sempurna, sehingga perbandingannya tidak optimal. Selain itu bisa juga
disebabkan karena waktu kalsinasi masih belum cukup optimal pada temperatur
ini.
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Tabel 4.1 Analisis semi kuantitatif komposisi Fasa Hasil Pengujian XRD
Pada sampel yang dikalsinasi pada 1000 0C selama 100 jam
No Fasa % Berat
1. α-Al2O3 (Corundum) 15,5
2 α-Fe2O3 (Hematite) 54,7
3 Ca(Al,Fe)12 O19 (Hibonite-5) 21,1
4 CaAl12O19 (Hibonite – 5H) 7,9
Tabel 4.2 Analisis semi kuantitatif komposisi Fasa Hasil Pengujian XRD
Pada sampel yang dikalsinasi pada 1200 0C selama 1 jam diudara
No Fasa % Berat
1. α-Al2O3 (Corundum) 10,9
2 α-Fe2O3 (Hematite) 53,1
3 Ca(Al,Fe)12 O19 (Hibonite-5) 26,6
4 CaAl12O19 (Hibonite – 5H) 7,5
Tabel4.3 Analisis semi kuantitatif komposisi Fasa Hasil Pengujian XRD
Pada sampel yang dikalsinasi pada 1200 0C selama 1 jam dengan kondisi vakum
No Fasa % Berat
1. α-Al2O3 (Corundum) 13,7
2 α-Fe2O3 (Hematite) 28,3
3 Ca(Al,Fe)12 O19 (Hibonite-5) 42,6
4 CaAl12O19 (Hibonite – 5H) 14,2
Perbandingan ketiga kurva menunjukkan pola difraksi untuk sampel yang
dikalsinasi dengan kondisi vakum pada 1200 0C mempunyai pola difraksi yang
berbeda. Hasil analisis semi kuantitatif (tabel 4.3) juga menunjukkan persentase
fasa kristalin CaFe12O19 dan CaAl12O19 sudah dominan. Pada dua temperatur
sebelumnya yang dominan adalah fasa α-Fe2O3.
Pembentukan fasa CaFe12O19 dan CaAl12O19 yang lebih dominan terjadi
karena kondisi vakum menjadi katalis reaksi pembentukan solid solution kedua
40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
fasa diatas. Pada kondisi vakum tekanan menjadi lebih rendah sehingga reaksi
solid solution lebih mudah terjadi.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, terjadi solid state reaction antara
oksida-oksida yang menjadi raw material. Walaupun reaksi yang terjadi kurang
sempurna karena masih adanya oksida yang belum bereaksi akan tetapi sudah
terjadi pembentukan fasa CaFe12O19 dan CaAl12O19 Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
3CaO + 6 Al2O3 + 12 Fe2O3 CaAl12O19 +2CaFe12O19
3CaO + 6Al2O3 + 12Fe2O3 3CaAl4Fe8O19
CaO + 2Al2O3 + 4Fe2O3 CaAl4Fe8O19
(kulkarni & Prakash, 1993 )
4.3 Hasil dan Analisis SEM – EDS
Setelah powder setelah selesai di-kalsinasi, terbentuk produk bulk. Produk
bulk ini dihancurkan kembali menjadi bentuk serbuk halus kemudian
dikarakterisasi dengan SEM untuk melihat ukuran distribusi dan bentuk partikel
serbuknya.
4.3.1 Serbuk hasil kalsinasi pada temperatur 1000 0C di udara (100 jam)
Struktur mikronya adalah sebagai berikut:
A B
Gambar 4.4 Serbuk hasil kalsinasi pada temperatur 1000 0C di udara selama 100 jam
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Serbuk ini masih belum mempunyai struktur partikel acak, sampel ini
masih dalam tahap awal pembentukan struktur hexagonal dan sebagian besar
masih berupa oksida dari raw material yang digunakan.
Hasil EDS butir area A dan B menunjukkan komposisi seperti tabel (4.4).
area A adalah α-Fe2O3 dan B adalah α-Al2O3.
Tabel 4.4 Hasil EDS Serbuk Kalsinasi pada Temperatur 1000 0C
di Udara Selama 100 jam
Element Area A (Wt %) Area B (Wt %)
O 1.87 2.08
Al 3.47 40.67
Ca 0.31 8.58
Fe 94.35 48.68
Jumlah 100 100
4.3.2 Serbuk hasil kalsinasi pada temperatur 1200 0C di udara (1 jam)
(a) (b)
Gambar 4.5 Struktur mikro serbuk kalsinasi pada 1200 0C di udara (a) perbesaran 5000 X
(b) Perbesaran 10000X
Berdasarkan gambar hasil SEM diatas (1(a) dan 1(b)), terlihat bahwa
serbuk ini memiliki distribusi ukuran partikel dengan range 0.5-5 mikron. Hal ini
berarti tahap powder preparation serbuk yang dihasilkan cukup halus. Dari
42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
gambar diatas juga terlihat bahwa terjadi agglomerasi dan bentuk yang tidak
beraturan pada partikel-partikel serbuk.
Tabel 4.5 Hasil EDS butir granular sampel hasil kalsinasi 1200 0C di udara
No Element Wt %
1. O 1.87
2. Al 3.47
3. Ca 0.31
4 Fe 94.35
Jumlah 100
Hasil EDS menunjukkan komposisi dari butir yang berbentuk bulat
(granular) lebih dominan Fe, kemungkinan ini adalah α-Fe2O3 yang belum
bereaksi.
4.3.3 Serbuk hasil kalsinasi pada temperatur 1200 0C dengan kondisi
vakum (1 Jam)
Granular
Plate Like Hexagonal
(a) (b)
Gambar 4.6 Struktur mikro serbuk kalsinasi pada 1200 0C di medium vakum (a)
perbesaran 5000 X (b) Perbesaran 10000X
Serbuk yang dihasilkan sudah membentuk butiran yang kristalin mirip
struktur hexagonal. Perbedaan dari yg serbuk yang pertama adalah ukuran butir
yang semakin besar karena pertumbuhan butir kristalin. Panjang butir kristalin
43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
adalah sekitar 1-3 mikron, sedangkan tebal butir kristal antara 0.1-0.5 mikron.
Aglomerasi tetap terlihat karena hal tersebut memang telah menjadi karakteristik
dari powder hasil solid state process.
Hasil SEM dua serbuk yang di bakar dengan dan tanpa kondisi vakum
menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Pada sampel yang dibakar
diudara selama satu jam, masih menunjukkan kondisi amorf dan bentuk yang
bulat. Pembentukan fasa kristalin masih belum sempurna sehingga dibutuhkan
waktu yang lebih lama agar fasa kristalin yang diinginkan dapat terbentuk. Hal ini
menunjukkan bahwa jika serbuk dibakar diudara struktur mikro tidak akan
mengalami perubahan yang signifikan.
Tabel 4.6 Hasil EDS serbuk kalsinasi ditemperatur 1200 0C kondisi vakum pada
butir plate like hexagonal
No Element Wt
%
1. Al 34,44
2. Ca 6.87
3. Fe 58.69
Jumlah 100
Tabel diatas memperlihatkan hasil EDS butir berbentuk plate like
hexagonal. Komposisi unsur kalsium dan aluminiumnya cukup tinggi sehingga
mendekati komposisi CaAl4Fe8O19. jadi kemungkinan struktur mikro yang
terbentuk adalah bagian dari hexagonal ferrite magnetoplumbite M type ferrite
dengan sifat magnetik yang lebih lemah.
44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Tabel 4.7 Hasil EDS serbuk kalsinasi ditemperatur 1200 0C kondisi vakum pada
butir Granular
No Element Wt
%
1 O 2.81
2. Al 5.31
3. Ca 0.63
4. Fe 91.25
Jumlah 100
Walaupun sebagian besar struktur mikro sudah menunjukkan
menunjukkan struktur plate like hexagonal akan tetapi masih ada bagian dari
oksida yang belum bereaksi. Hasil EDS struktur mikro yang berbentuk bulat
(Granular) menunjukkan kandungan Fe yang tinggi sehingga kemungkinan
adalah Fe2O3 yang belum bereaksi. Hasil XRD juga memperlihatkan kandungan
Fe2O3 yang masih tinggi.
Pada serbuk yang dibakar dengan kondisi vakum dan tekanan 10-1 bar
pada 1200 0C menunjukkan pembentukan fasa kristalin yang lebih dominan. Fasa
kristalin yang serbuk ini mempunyai bentuk hexagonal. Kemungkinan fasa ini
adalah hexagonal magnetoplumbite yang umum pada material magnetik
hexagonal ferrite. Hal ini berarti parameter pembakaran dengan kondisi vakum
mempunyai pengaruh yang signifikan pada morfologi serbuk dan dapat
mengurangi waktu kalsinasi dan temperatur.
4.4 Analisis Hasil Pengujian Sifat Magnet
Sifat magnet serbuk yang terbentuk diukur dengan permagraph. Gambar
4.7, 4.8, dan 4.9 memperlihatkan kurva magnetisasi sampel. Sifat magnet yang
diperoleh dari kurva magnetisasi tersebut dicantumkan pada Tabel 4.4.
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Gambar 4.7 Kurva magnetisasi sampel hasil kalsinasi 1000 0C selama 100 jam diudara
Gambar 4.8 Kurva magnetisasi sampel hasil kalsinasi 1200 0C selama 1 jam
diudara
Gambar 4.9 Kurva magnetisasi sampel hasil kalsinasi 1200 0C selama 1 jam
dengan atmosfir vakum
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Dari pengujian magnetisasi sampel pada temperatur kamar diperoleh
kurva magnetisasi Solid solution ketiga serbuk yang diuji tidak mempunyai sifat
hysteresis, walaupun ada nilainya sangat kecil. Dari data yang diperoleh, ketiga
sampel juga tidak mempunyai nilai BH max. Hal ini berarti bahwa material ini
tidak bersifat hard atau soft magnet. Dan jika dibandingkan dengan kurva
magnetisasi bahan paramagnetik, oksida ini cenderung mendekati sifat
paramagnetik pada temperatur kamar, dengan nilai magnetisasi yang kecil.
Gambar 4.10 kurva magnetisasi berbagai material[13]
Hal yang menyebabkan bentuk kurva hasil pengukuran tidak sesuai
dengan kurva magnetisasi material paramagnetik dalam literatur adalah karena
pada segmen tengah dari masing-masing sampel mengandung banyak void akibat
dari densifikasi tanpa proses sintering baik sehingga void ini akan bertindak
sebagai penghalang flux magnet. Jika flux magnet terhalang, maka akan
dibutuhkan kuat medan magnet H yang lebih besar agar magnetisasi dapat terus
berlangsung sehingga menyebabkan kurva magnetisasi menjadi lebih naik. Selain
itu adanya fasa α-Fe2O3 yang masih dominan akan menyebabkan material ini akan
bersifat anti-feromagnetik yang nilai magnetisasinya juga relatif kecil.
Jika bisa mendapatkan material dengan sifat superparamagnetik maka
akan sangat baik digunakan didalam material bioceramic magnetik karena
mempunyai nilai magnetisasi jenuh yang tinggi sehingga dengan medan magnet
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
yang tidak terlalu besar akan mudah untuk di magnetisasi dan di de-magnetisasi,
tanpa meninggalkan medan magnet sisa.
Sifat magnetik ketiga sampel mempunyai kurva magnetisasi yang
hampir mirip. Walaupun hasil XRD dan SEM menunjukkan sampel yang
dipanaskan dalam kondisi vakum mempunyai fasa kristalin hexagonal ferrite dari
CaFe12O19 dan CaAl12O19 akan tetapi kuantitasnya masih kecil dan masih
mempunyai fasa α-Fe2O3 dan α-Al2O3.
Tabel 4.8 Sifat Magnet serbuk CaAl4Fe8O19
no Temperatur
Kalsinasi Medium
Br
(Kilo
Gauss)
μ (Permeability} Hc
(kOe)
BH max
(MGOe)
1 1000 Udara 0.06 0.975 0.031 0
2 1200 Udara 0.12 1,4 0.119 0
3 1200 Vakum 0.06 1.05 0.052 0
Dari data nilai permeabilitas pada tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwa
nilai permeabilitas ketiga sampel mendekati material paramagnetik, yaitu sedikit
lebih besar dari satu, kecuali pada sampel pertama yang nilai permeabilitasnya
sedikit lebih kecil dari satu. Jika kristal hexagonal dapat terbentuk lebih banyak
kemungkinan sifat magnetisasinya dalam bentuk kurva akan lebih mendekati sifat
paramagnetik atau superparamagnetik.
48