bab iv hasil dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Sekolah
Bethany School yang berlokasi di Kota Salatiga
adalah salah satu lembaga pendidikan yang
mengembangkan pelayanan PAUD dan Sekolah Dasar
(SD). Lebih khusus untuk PAUD Bethany School sendiri
memberikan pelayanan pendidikan dalam bentuk Mom
and Baby untuk anak usia 1-2 tahun, Toddler untuk
anak usia 2-3, preschool untuk anak usia 3-4 dan
Taman Kanak-kanak untuk anak usia 4 - < 6 tahun.
Sekolah ini mempunyai visi yang pertama adalah
menjadi anak-anak terang dan garam dunia. Kedua
adalah memiliki dasar yang benar sejak masa kanak-
kanak sehingga mereka bersinar sejak awal: “shine from
the beginning”. Sedangkan misi sekolah ini terdiri dari
lima hal, pertama meletakkan dasar iman kristen yang
kuat pada diri anak sebagai landasan bagi pertumbuhan
dan perkembangan hidup selanjutnya, untuk kemudian
dapat memberikan pengaruh pada lingkungan
disekitarnya; Kedua, membantu pertumbuhan dan
perkembangan rohani dan jasmani anak didik di luar
lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan
pada jenjang lebih tinggi; Ketiga, membantu anak untuk
berperilaku dan bersikap sesuai dengan etika
kekristenan dan tata krama; Keempat, membantu
melaksanakan dasar ke arah perkembangan sikap,
45
pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta yang
diperlukan anak didik dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya; Kelima, membantu masyarakat dan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
Bethany School resmi berdiri pada tanggal 5 Juli
2005 ini. Sebagai lembaga pendidikan yang belum lama
berdiri, Bethany School telah banyak mendapat
kepercayaan dari masyarakat dalam hal ini orang tua
peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat jumlah peserta
didik khususnya untuk unit Taman Kanak-kanak di
lembaga ini cenderung mengalami kenaikan.
Tabel 4.1 Jumlah Siswa TK Bethany School
Tahun Ajaran Jumlah Siswa
2005/2006 20
2006/2007 38
2007/2008 38
2008/2009 51
2009/2010 58
2010/2011 55
2011/2012 55
2012/2013 57
Sumber: dokumen Bethany School
Kurikulum lembaga ini disusun mengacu pada
standar tingkat pencapaian perkembangan anak dalam
Permendiknas No.58 Tahun 2009. Dari acuan tersebut,
sekolah bisa bebas mengembangkan kurikulum sesuai
situasi dan kondisi sekolah. Begitupun dengan TK
Bethany School. Kurikulum dikembangkan secara lebih
46
luas dari standart yang ada terutama untuk
perkembangan kognitif dan bahasa. Hal tersebut
dirancang dan dikembangkan untuk mengenalkan anak
dengan membaca, menulis dan berhitung sederhana.
Untuk bahasa, sekolah ini mengenalkan anak tiga
bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Mandarin dan Inggris.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Dalam bagian ini akan disajikan hasil penelitian
dari aspek konteks, masukan, proses dan hasil dari
pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School Salatiga.
1. Aspek Konteks (Context)
Aspek konteks ini meliputi dua hal yaitu
kurikulum atau silabus dan lingkungan pembelajaran.
a. Kurikulum atau Silabus
Para guru di TK Bethany School mengatakan
bahwa keterlibatan mereka dalam pembuatan silabus
atau kurikulum adalah dalam pembuatan dan
pengembangan RKM, RKH, rencana pengelolaan kelas
dan rencana penilaian. Sedangkan untuk program
tahunan/semester yang berisi tema, lingkup
pengembangan, indikator dan alokasi dikembangkan
oleh kepala sekolah. Di Bethany School mereka
mempunyai istilah sendiri untuk RKM yaitu disebut
Weekly Schedule, RKH disebut Daily Schedule dan ada
juga rencana kegiatan bulanan yang disebut Monthly
47
Schedule. Untuk Monthly Schedule ini juga akan
dibagikan ke orang tua setiap ada wali murid atau
parenting class yang diadakan tiap 1 bulan sekali di
minggu terakhir dengan tujuan orang tua peserta didik
tahu apa saja yang akan dipelajari anak setiap bulannya.
Untuk rencana pengelolaan kelas dan rencana penilaian
akan masuk sebagai salah satu bagian di RKH.
Dalam wawancara juga, guru-guru mengatakan
bahwa persiapan tersebut dilakukan satu bulan sebelum
kurikulum tersebut dipakai dalam pengajaran di kelas.
Guru-guru yang mengajar di Bethany School bekerja
secara tim (team teaching) untuk tiap kelasnya. Untuk TK
A yang terdiri dari dua kelas, satu tim terdiri dari dua
guru dan untuk TK B yang terdiri dari satu kelas
terdapat tiga guru dalam satu tim. Dalam pembuatan
kurikulum tersebut dilakukan secara bergiliran.
Seperti yang dikatakan guru yang sudah
berpengalaman selama 3 tahun mengajar di TK B:
GB1 :...dibaginya secara perbulan jadi satu bulan
sekali satu orang (guru) mengerjakan 3
persiapan itu, daily, monthly, weekly sama
materinya sekalian.
Pernyataan itu juga didukung oleh kepala sekolah,
meskipun juga diungkapkan bahwa tidak semua guru
tepat waktu dalam membuat persiapan mengajar
tersebut.
KS: ...memang kami sudah membentuk bahwa sebulan sebelumnya semua materi kemudian
segala semua persiapan itu harus sudah
selesai. Jadi saya sendiri berharap untuk
mereka juga memaksimalkan apa yang
48
menjadi tugas mereka. Tapi seandainya pun ada juga yang kelewat gitu, e, kami
mengharapkan untuk segala sesuatunya
sudah lewat sebelum jam pelajaran dimulai
gitu.
Para guru mengatakan dalam pembuatan dan
pengembangan kurikulum itu mengikuti tema yang
sudah ditentukan dari sekolah dalam program semester
yang dibuat kepala sekolah. Tugas mereka adalah
mengembangkan dan memilih materi, bentuk kegiatan,
dan latihan-latihan soal dari berbagai macam sumber
seperti buku, internet, atau dokumen tahun-tahun
sebelumnya dengan berbagai penyesuaian. Guru dari TK
A mengatakan:
GA1 :Tema sudah dari silabus, kalau materi dan
kegiatan biasanya kita mengacu dari materi tahun sebelumnya. Dari acuan tersebut
mungkin ada hal-hal yang bisa ditambahkan,
atau mungkin kita lihat memang harus
dikurangi atau diganti, ya kita ganti sesuai
dengan kebutuhan. Juga melihat kondisi
masing-masing kelas.
Sejalan dengan hal tersebut dalam wawancara,
kepala sekolah membenarkan bahwa untuk kurikulum
atau silabus yang berupa menu pembelajaran dan
program tahunan/semester menjadi tanggung jawabnya.
Sedangkan guru membuat SKH dan SKM.
Selain itu para guru juga menjelaskan bahwa
untuk materi atau kegiatan akan dibedakan dan
disesuaikan dengan jenjang kelas peserta didik. Jadi
untuk satu kelas, apabila terdapat perbedaan
kemampuan individu, materi dan kegiatan akan tetap
sama untuk setiap anak. Tetapi untuk menyiasati
49
perbedaan kemampuan itu akan ada cara lain yang
diterapkan guru ketika anak-anak belajar secara
individual dengan guru dan juga guru akan
memanfaatkan sebuah kegiatan yang disebut free
learning.
GB2 : Kalau selama ini materi tidak dibedakan.
Tetapi dalam pelaksanaannya kalau anak itu
mengalami kendala hambatan itu nanti akan
diberikan seperti tambahan itu lho...jadi
maksudnya tambahan waktu, jadi kemampuan dia itu diperkaya. Kalau yang lainnya, kalau
yang memang sudah, ya sudah sesuai dengan
jadwal pembelajaran. Tapi kalau yang kurang
itu biasanya ada free learning itu kan,
ditambahin di situ.
Kegiatan ini lebih cenderung dan banyak dimanfaatkan
guru untuk membimbing anak dalam perkembangan
akademik terutama matematika dan bahasa.
Hal tersebut seperti menanggapi kebutuhan orang
tua yang terungkap dalam wawancara dengan OT1, OT2,
dan OT3 yaitu menginginkan anak-anak mereka sudah
bisa membaca, menulis dan berhitung dengan alasan
sebagai dasar atau persiapan masuk Sekolah Dasar (SD).
Meskipun demikian para guru juga
mengungkapkan dalam wawancara bahwa cara
penyampaian materi atau kegiatan telah disesuaikan
sehingga tidak membebani anak termasuk ketika mereka
belajar hal-hal yang bersifat akademik. GA2, GA3, dan
GA4 menyatakan bahwa materi sudah sesuai porsi
seharusnya yang diterima anak. Termasuk juga materi
membaca dan menulis, karena guru menyampaikannya
atau mengenalkan konsep-konsep dengan cara dan
50
situasi yang tidak membuat anak stress atau bosan
seperti memakai permainan-permainan.
Dalam observasi, penulis juga menemukan contoh
bagaimana penanaman konsep dari sebuah materi
dilakukan dengan cara yang menyenangkan bagi anak.
Di kelas TK A dalam pengenalan penjumlahan dan
pengurangan dilakukan dengan metode bermain peran
“penjual dan pembeli”. Semua anak bergiliran bermain
dalam peran tersebut sebelum akhirnya mereka diberi
satu lembar kerja berisi satu pertanyaan penjumlahan
atau pengurangan di atas kertas warna-warni yang
bebas dipilih anak. Untuk belajar bahasa Inggris, di TK
A guru juga melakukan permainan dengan bola. Guru
menempelkan kosakata-kosakata yang di beberapa bola
kecil, kemudian anak melemparkan bola-bola tersebut ke
dalam keranjang sesuai huruf awal atau akhir dari
gambar kosakata tersebut.
Kepala sekolah pun mendukung pernyataan para
guru tersebut, dimana dalam wawancara
mengungkapkan bahwa materi-materi yang disampaikan
ke anak telah diperiksa lebih dulu untuk
dipertimbangkan apakah sesuai untuk anak ataukah
tidak sesuai.
KS : Menurut kami sudah sesuai, kenapa?.....kami
dalam pengecekan materi kan sudah dilihat ya
ini ni mampu nggak sih anak-anak seperti ini,
ada soal seperti ini. Misal guru bikin soal, wah
ini terlalu susah ini, kemudian saya minta ganti. Itu ada editing di situ jadi kita tidak
perlu yang terlalu e, waduh ini terlalu susah
ini, gini, gini. Jadi sudah ada filter dari kepala
sekolah untuk melihat bahwa ini mampu apa
nggak kalau diberlakukan ke anak. Itu yang
pertama, yang kedua, saat ini memang udah hampir 1 tahun ini kami mengurangi banyak
51
exercise karena tidak hanya dalam unjuk kerja saja yang bisa diberikan tetapi kita bisa
observe. Supaya anak-anak juga tidak begitu
terbeban.
Pendapat lain yang diberikan oleh kepala sekolah
dalam hal materi adalah bahwa bagaimana cara
menyampaikan materi tersebut sehingga bisa dikatakan
sesuai bagi anak.
KS : Kalau seandainya kita bisa menyiasati, kita
memberikan pembelajaran itu tetapi tidak
membuat anak stress, tetapi tidak membuat
anak merasa ‘waduh aku nggak mau seperti
ini’ nah, itu menurutku kok nggak masalah.
Nah itu yang sedang kita kelola saat ini dan puji Tuhan, untuk kelas bahasanya atau kelas
languagenya anak-anak pun juga merasa enjoy
untuk belajar itu, tidak merasa ‘haduh aku
nggak bisa’.
Dalam wawancara, para orang tua menyatakan
sebagai orang tua mereka diajak terlibat dan ikut
mengetahui apa yang akan diajarkan kepada anak dan
bagaimana cara pengajarannya dimana diinformasikan
sekolah melalui parenting class. Sehingga mereka bisa
mengatakan pengalaman-pengalaman belajar atau
kurikulum yang akan diberikan ke anak tidak terlalu
menekan anak dan memang sudah sesuai porsinya.
b. Lingkungan Pembelajaran
Lingkungan pembelajaran dalam penelitian ini
meliputi penciptaan lingkungan pembelajaran dan
setting lingkungan pembelajaran.
Penciptaan lingkungan pembelajaran yang ada di
TK Bethany School sudah di anggap menyenangkan,
52
nyaman, menarik dan aman oleh hampir sebagian besar
guru. Dari pengamatan peneliti memang sekolah ini
sudah mempunyai ruang kelas yang nyaman, dilengkapi
dengan sarana lengkap. Terdapat pula display-display
yang terlihat sesuai untuk dunia anak, alat permainan
cukup lengkap dan berwarna-warni, adanya evamat di
dalam maupun di playground untuk kenyamanan,
keamanan anak serta adanya petugas lain yang ikut
membantu mengawasi anak selain guru di luar kelas.
Namun, hampir semua guru juga menyatakan ada
satu hal yang menjadi kekurangan yaitu halaman
sekolah yang berada di luar ruangan atau outdoor.
Beberapa guru seperti GA2, GA3, dan GA4 mengatakan
bahwa kekurangan itu menyebabkan guru tidak bisa
menyiapkan lingkungan bermain di luar ruangan yang
terkena sinar matahari langsung atau tempat
berkegiatan dan bermain yang benar-benar luas di luar
ruangan. Sehingga untuk kegiatan belajar yang
seharusnya memerlukan setting di luar ruangan
terpaksa dilakukan dalam ruangan. Salah satu guru
mengungkapkan yaitu GB2 bahwa anak-anak belajar
tidak hanya secara akademis, tetapi juga secara sosial
emosional dan juga secara fisik. Tetapi di Bethany School
masih kekurangan lahan untuk anak bermain secara
outdoor ataupun yang bersinggungan langsung dengan
lingkungan.
Berdasarkan hasil observasi bisa dijelaskan bahwa
TK Bethany School memang tidak mempunyai halaman
luar ruangan. Sekolah ini berada di lantai 2 dan 3 dari
sebuah gedung, dimana kantor guru dan kepala sekolah
di lantai 3 sedangkan ruang kelas dan segala kegiatan
53
belajar mengajar dilakukan di lantai 2. Lantai 2 tersebut
dibagi kedalam beberapa ruangan kelas, sebuah
perpustakaan, sebuah ruang makan, sebuah ruang
kesehatan, tiga toilet dan tempat sikat gigi dan mencuci
tangan anak. Sisa ruangan di depan kelas-kelas itulah
yang dipakai sebagai playground yang diisi mainan luar
ruangan sebagai tempat bermain anak di luar kelas.
Semua kegiatan anak berpusat di lantai 2.
Salah satu guru dari TK A yaitu GA1 mengatakan
dalam wawancara bahwa hal tersebut tidak mengganggu
pembelajaran namun guru tersebut mengakui bahwa
akan lebih menyenangkan jika sekolah mempunyai
halaman luar. Dalam studi dokumen peneliti
menemukan bahwa kurikulum TK Bethany School tetap
melakukan kegiatan luar ruangan dengan field trip yang
dilakukan sesuai tema. Misalnya di TK B yang dalam
bulan tertentu mempunyai tema “alat transportasi” maka
kegiatan field trip dijadwalkan mengunjungi stasiun
kereta api, terminal bus, dan bandara. Contoh lain misal
TK A dengan tema “hewan ternak”, field trip dilakukan
mengunjungi sebuah peternakan. Namun, hal tersebut
masih dilakukan waktu-waktu tertentu saja.
Dalam setting lingkungan pembelajaran yang
berhubungan dengan penataan ruang diantaranya
adalah terpadu, area, dan gabungan. Kurikulum TK
Bethany School menggunakan setting terpadu atau
tematik dimana terdapat tema-tema yang diangkat tiap
bulan berdasarkan konsep pengetahuan. Guru
mengatakan:
GA4 :...Jadi kalau disesuaikan dengan tema, kita
sudah menyesuaikan dengan tema. Contohnya
tadi tentang air. Materi sudah kita hubungkan
54
dengan air. Entah itu artnya, entah itu aktifitasnya. Terus kita juga punya yang
namanya field study itu, kita juga,,,field study
itu juga bertema, jadi kita sesuaikan dengan
tema pada bulan itu...
Apabila sebuah tema dipakai dalam bulan
tertentu, maka hampir semua kegiatan akan disesuaikan
dengan tema saat itu.
GB2 : Awal ajaran ya, awal tahun ajaran....Kalau
untuk apa namanya kelas, kalau kelas itu kan
sepenuhnya diberikan tanggung jawab pada
guru kelas tersebut, jadi kita yang menentukan, seperti kelas itu mau dibikin
tema apa, itu nanti akan disesuaikan dengan
pembelajaran ke depannya, sesuai dengan
tema-tema pembelajaran...
Seperti bisa dilihat dari hasil wawancara di atas,
hal-hal yang berhubungan dengan penataan ruang kelas
sebagai tempat belajar anak, merupakan tanggung jawab
guru kelas masing-masing dan dilakukan tiap awal
tahun ajaran dan mereka menambahkan hal-hal lainnya
sesuai tema ketika proses belajar mengajar sudah
berlangsung.
Namun demikian, berdasarkan hasil observasi,
penataan ruangan kelas sebagai tempat belajar belum
terlalu menunjukkan keterpaduan yang telah disusun
dalam kurikulum itu. Misalnya saja, pada awal tahun
ajaran mereka telah menciptakan hiasan-hiasan kelas
dengan tema tertentu dan selanjutnya, guru hanya
menambahkan hiasan kartu-kartu huruf atau angka
yang menjadi tema dalam belajar matematika dan
bahasa bulan itu. Sedangkan untuk pengetahuan lain
seperti seni, pengetahuan umum, dan sebagainya tidak
55
ada. Guru hanya memasang hasil karya anak yang
memang dibuat berdasarkan tema tersebut.
2. Aspek Masukan (Input)
Dalam aspek masukan (input) ini akan mencakup
tiga hal yaitu guru, siswa, dan sarana prasarana
pembelajaran.
a. Guru
Guru sebagai pelaksana kurikulum memegang
peranan penting, karena tanpa guru tidak akan terjadi
kegiatan pembelajaran. Guru-guru TK Bethany School
berjumlah 7 orang, dimana 4 orang bertanggung jawab
atas TK A dan 3 orang bertanggung jawab atas TK B.
Semua guru berlatar pendidikan strata-1 (S1), enam
guru merupakan sarjana pendidikan Bahasa Inggris, dan
satu guru merupakan sarjana Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD).
Dalam wawancara para guru menyatakan bahwa
latar pendidikan yang dimiliki mendukung mereka dalam
melaksanakan tugas sebagai guru TK. Misalnya dari GA2
menyatakan meskipun pendidikan strata-1 yang dimiliki
dari PGSD, merasa terbantu dalam kemampuan
melaksanakan proses belajar mengajar oleh
pendidikannya tersebut. GA4 yang mempunyai
pendidikan S1 dari pendidikan Bahasa Inggris terdukung
dalam kemampuan pembuatan kurikulum dan
pengembangan aktifitas-aktifitas. Sedangkan guru dari
jenjang TK B, yaitu GB2 merasa bahwa latar belakang
pendidikannya sangat mendukung dalam hal
penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di
56
dalam maupun di luar kelas. Dari contoh-contoh
tersebut bisa disimpulkan latar belakang yang dimiliki
para guru mendukung kompetensi pedagogis mereka.
Pernyataan-pernyataan guru tersebut didukung
oleh kepala sekolah dalam wawancara yang menyatakan
bahwa mereka telah memiliki kompetensi-kompetensi
yang mendukung sebagai pendidik. Para guru sudah
bisa memiliki sikap dan karakter yang baik dikarenakan
para guru berasal dari lingkungan keluarga yang tidak
bermasalah, bisa bekerja sama dengan baik antara
teman kerja dan lingkungan kerja karena dari awal
rekrutmen sudah ada penekanan tentang teamwork,
serta menguasai bidang pengembangan anak dan mau
belajar hal-hal baru dari orang lain. Hanya saja para
guru tersebut belum mempunyai pendidikan yang linear
dengan pekerjaan mereka yaitu sarjana pendidikan usia
dini.
b. Siswa
TK Bethany School membuka dua jenjang yaitu TK
A dengan peserta didik yang berusia 4 - < 5 tahun dan
TK B untuk peserta didik yang berusia 5 - < 6 tahun.
Untuk TK A, apabila ada peserta didik yang berusia
dibawah 4 tahun, maka maksimal pada bulan Desember
harus sudah berusia 4 tahun. Begitu pula dengan TK B,
peserta didik yang belum genap berusia 5 tahun, harus
mencapai usia tersebut pada bulan Desember. Selain itu
perbandingan jumlah guru dengan peserta didik adalah
1 dibanding 8 sampai 10 anak. Artinya, 1 orang guru
akan menjadi pembimbing dan berkonsentrasi pada
57
sekitar 8 atau 10 anak tersebut. Sehingga guru mampu
menguasai dan memahami peserta didik lebih baik.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa perkembangan
pada usia TK adalah hal rentan. Apa yang masuk sebagai
rangsangan bagi anak dalam pendidikannya harus
benar-benar mendapat perhatian. Karena kesalahan
pada masa ini akan bisa terbawa dan mempengaruhi
perkembangan anak ditahap selanjutnya. Oleh karena
itu sangat penting bagi anak untuk mendapat perhatian
dan pemahaman oleh guru agar bisa diberikan
rangsangan pendidikan yang tepat.
c. Sarana Prasarana
Berdasarkan hasil observasi bisa dikatakan bahwa
TK Bethany School tersedia dalam keadaan baik, tidak
rusak dan cukup lengkap dalam menyediakan sarana
prasarana untuk mendukung proses pembelajaran. Hal
tersebut juga didukung oleh guru-guru dalam
wawancara yang semuanya menjawab bahwa untuk
sarana prasarana sudah terpenuhi dengan baik.
Untuk ruangan-ruangan pendukung pembelajaran
yang tersedia adalah ruang kelas berjumlah lima ruang,
ruang guru berjumlah 1 ruang, ruang kamar mandi dan
WC berjumlah 4 ruang, ruang perpustakaan dan ruang
kesehatan masing-masing 1 ruang. Sedangkan yang
tidak tersedia adalah halaman outdoor, ruang
audiovisual, dan ruang bimbingan.
Kemudian untuk sarana pendukung kerja dan
pembelajaran seperti whiteboard, marker, penghapus,
meja dan kursi untuk guru dan anak, tikar atau evamat,
58
rak penyimpanan arsip, rak tas anak, rak buku, rak
sepatu, timbangan badan dan termometer, semuanya
tersedia dengan kondisi baik dan mencukupi kebutuhan.
Untuk kelengkapan silabus atau kurikulum
tersedia lengkap dan Bethany School mengarsipkan
dalam bentuk soft file dan hard file untuk menu
pembelajaran, SKH, SKM, buku kemajuan belajar anak,
dan daftar nilai. Sementara untuk buku persuratan dan
daftar hadir anak didik dalam bentuk hard file.
Untuk alat permainan edukatif, sekolah ini telah
memfasilitasi peserta didik dengan baik. Alat-alat
permainan edukatif di dalam maupun di luar kelas
tersedia hampir lengkap dan dalam keadaan baik. Hanya
beberapa hal yang tidak tersedia karena sekolah ini tidak
mempunyai tempat di luar ruangan seperti bak pasir,
terowongan dan kolam renang.
Sarana prasarana berupa kelengkapan kehidupan
sehari-hari yang dipunyai sekolah ini adalah peralatan
sikat gigi dan sabun untuk mencuci tangan serta
peralatan ibadah berupa alkitab anak. Sedangkan untuk
peralatan makan dan minum mereka tidak menyediakan
dengan penjelasan bahwa anak akan berada di sekolah
sampai pukul 11.00 dan pukul 12.00 dan anak
membawa bekal sendiri dari rumah.
Sekolah menyediakan tape recorder dan Liquid
Crystal Display (LCD) sebagai media audiovisual yang
merupakan sarana pendukung pembelajaran. Untuk
komputer hanya disediakan 1 unit untuk petugas
administrasi dan para guru menggunakan laptop mereka
masing-masing. Sekolah belum menyediakan sarana lain
seperti televisi, VCD dan playernya, ataupun radio.
59
Sarana pendukung bahan pustaka yang dimiliki
sekolah ini berupa buku-buku cerita yang ditempatkan
di perpustakaan dan buku-buku yang kadang dipakai
sebagai sumber pembuatan materi oleh guru serta
fasilitas internet.
Yang terakhir, sarana untuk portofolio seperti
tempat menempel hasil menggambar anak, hasil karya
anak ada di tiap kelas. Para guru memanfaatkan sisi
dinding ruangan. Sedangkan untuk meletakkan hasil
kerja anak yang tidak bisa ditempel, tidak ada tempat
khusus, hanya diletakkan di atas rak atau locker tas
atau mainan anak. Begitupun dengan tempat
meletakkan foto aktifitas anak, sekolah ini belum
mempunyai.
3. Aspek Proses (Process)
Data hasil penelitian untuk aspek proses dibagi
dalam beberapa hal, antara lain: strategi instruksional,
metode yang digunakan, media pembelajaran yang
digunakan, interaksi warga belajar, ketepatan dan
kesesuaian rancangan langkah-langkah pembelajaran,
serta penilaian hasil pembelajaran.
a. Strategi Instruksional
Berdasarkan hasil wawancara, bisa di simpulkan
bahwa semua guru menerapkan strategi instruksional
berdasarkan situasi kelas ataupun kegiatan yang
dilakukan.
60
Dalam hal perhatian terhadap individu, guru yang
sudah empat tahun mengajar di TK A mengungkapkan
bahwa hal tersebut akan disesuaikan dengan karakter
anak. Guru lain yang sudah mempunyai masa mengajar
yang sama mengatakan bahwa apabila dalam proses
belajar dalam hal ini pengenalan konsep kepada anak
melalui permainan atau penjelasan yang dilakukan
secara klasikal, seperti dalam belajar bahasa dan
matematika, ilmu pengetahuan, seni, dan lain-lain maka
guru akan memberikan perhatian yang sama. Namun,
untuk hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan
anak dalam sosial emosional atau karakter anak, maka
akan diberikan perhatian yang berbeda-beda pada setiap
anak.
Dalam observasi di kelas TK B, peneliti
menemukan hal yang sejalan dengan pernyataan-
pernyataan tersebut. Ketika penyampaian konsep dan
bermain, guru memperhatikan anak secara menyeluruh.
Tetapi ketika ada 3 anak yang terlihat tidak bermain
dengan bagus dan terlibat konflik, guru memanggil
mereka, menanyai permasalahan dan membantu
menyelesaikan masalah tersebut.
Seorang guru yang sebelumnya mengajar di
jenjang playgroup dan sekarang mengajar TK B
memberikan jawaban yang melengkapi pernyataan
sebelumnya.
GB2 : Kalau saya sih prefer ke personal apa namanya
ya...personal lebih individu mendekati. Karena
kan keadaan anak itu berbeda-beda baik secara
kemampuannya terus model pembelajarannya
itu kan pasti berbeda-beda. Tetapi untungnya disekolah itu juga memang seperti itu. Modelnya
pembelajaran individual. Jadi setiap guru
61
didalam kelompok itu akan mengajari kelompok itu aja.
Yang dimaksud guru tersebut berdasarkan hasil
observasi adalah bahwa dalam proses belajar mengajar,
pada saat anak belajar hal-hal yang berhubungan
dengan kemampuan akademis, mereka akan juga
menerima bimbingan secara individu dari guru. Anak
akan dipanggil satu persatu mengerjakan lembar,
membuat sesuatu, mengerjakan sesuatu, atau
melakukan percobaan dengan mendapat bimbingan dari
guru. Anak-anak dibagi dalam jumlah tertentu dengan
mendapat satu guru pembimbing dengan harapan guru
bisa memberikan perhatian lebih detail pada setiap
perkembangan anak dalam proses belajar mengajar.
Dalam hal organisasi kelas, guru-guru dalam
wawancara menyatakan bahwa mereka melakukan
organisasi kelas secara berbeda-beda menyesuaikan
dengan kegiatan. Guru baru di TK B menjelaskan salah
satu organisasi kelas yang dilakukannya seperti berikut.
GB3 : Kalau untuk mengerjakan exercise kan kita 3
guru dalam satu kelas, kita juga di bagi dalam,
dikasih apa, 3 meja beserta kursinya. Jadi kalau
untuk mengerjakan setelah guru yang hari itu bertugas mengajar apa,, menjelaskan tentang
materi tersebut dan kemudian mengerjakan
exercise, kita akan bagi langsung dalam
apa...walinya. Biasanya sih kalau misalnya
saya, anak-anak yang apa, yang sudah mampu dulu karena mereka lebih cepat, habis itu baru
kemudian anak-anak yang kurang bisa karena
kan kita lebih banyak waktu apa, membimbing
mereka. kalau untuk dalam main apa,
maksudnya playing time di kelas juga kita bagi
dalam mat. Jadi misal mat warna ungu untuk murid saya, terus nanti hijau untuk murid guru
lain, yang mat biru untuk miss yang satunya,
seperti itu jadi di bagi.
62
Menurut jawaban wawancara diatas adalah, untuk
mengerjakan lembar kerja atau tugas dengan bimbingan
individual dari guru, anak akan mengerjakan bergiliran
di meja dengan guru. Sementara masing-masing guru
membimbing satu anak di meja, anak-anak lain bermain
di dalam kelompok yang telah di atur sebelumnya
berdasarkan aturan tertentu. Misal berdasarkan warna
evamat atau berdasarkan guru pembimbingnya. Jadi
selain berdasarkan jenis kegiatan, dalam mengatur kelas
guru juga sering mengggunakan kegiatan kelompok.
Dari hasil pengamatan di kelas TK A dan TK B pun
menunjukkan hal yang sama. Misalnya, sebelum
kegiatan awal, anak diperbolehkan bermain dengan
mainan-mainan edukatif yang telah disediakan.
Dilanjutkan kegiatan awal, dimana di TK Bethany School
dikenal sebagai morning circle, maka guru mengajak
anak untuk duduk dan membuat lingkaran besar di atas
evamat. Sedangkan untuk kegiatan inti saat guru harus
menanamkan konsep seperti dalam belajar matematika
atau bahasa, anak diperintahkan duduk di tikar
menghadap whiteboard atau melingkar menghadap guru.
Begitupun apabila kegiatan intinya berupa permainan
atau percobaan-percobaan dalam belajar ilmu
pengetahuan atau di TK Bethany School dikenal dengan
experiment, maka anak akan diatur, apakah akan
berdiri, duduk berhadapan, duduk melingkar, duduk
menunggu giliran, semua langsung terlibat, secara
individu atau berkelompok.
Selanjutnya hasil wawancara dengan GA4
mengungkapkan hal yang seiring hasil pengamatan di
63
kelas dalam hal inisiatif. Hampir sebagian besar guru
mengendalikan anak untuk menerima apa yang
disampaikan, terutama saat mereka belajar matematika
dan bahasa. Kemudian ketika anak menyampaikan
respon terhadap apa yang disampaikan, atau ketika
anak mengerjakan tugas yang diperintahkan, tidak
semua guru mendorong dan memuji respon tersebut.
Namun demikian, ada juga kegiatan yang tidak
sepenuhnya menggunakan ide dari guru, seperti
misalnya dalam belajar mengenal berbagai jenis lagu,
dimana anak akan di kenalkan ada jenis lagu nasional,
lagu daerah, lagu gereja, dan sebagainya. Misalnya, pada
saat pengamatan di kelas TK A sedang belajar lagu
gereja. Guru menstimulasi anak supaya mereka
menyebutkan lagu-lagu yang merupakan jenis tersebut.
Kemudian jawaban dari seorang anak akan
dipertanyakan kebenarannya didepan anak-anak lain.
Jadi guru mencoba mempertanyakan ide atau jawaban
tersebut dengan pendapat dari anak lain, walaupun guru
tetap yang memutuskan apakah jawaban itu benar atau
tidak. Ketika jawaban itu benar maka lagu itu akan
dinyanyikan bersama, ataupun ketika tidak benar
mereka harus mencoba lagi.
Kemudian dalam menciptakan iklim belajar, dari
hasil observasi di dalam kelas, kebanyakan guru
menggunakan perintah. Meskipun demikian, perintah
yang disampaikan tersebut mempunyai beberapa tahap.
Pertama, perintah disampaikan secara umum pada
semua anak dengan persuasif, artinya bukan dengan
perintah yang bernada tajam atau suara keras. Misalnya,
“We are going to study, so please sit down nicely and
64
listen to the teacher” (Kita akan mulai belajar, jadi
semuanya harus duduk yang bagus dan mendengarkan
guru). Kedua, apabila masih ada anak yang tidak bisa
mengikuti perintah tersebut, akan ditegur secara
individual dan lebih tegas. Ketiga, ada konsekuensi yang
akan diterima anak, apabila masih tidak bisa mengikuti
perintah sehingga anak itu sendiri tidak memberikan
perhatian pada guru dan mengganggu proses belajar
mengajar di kelas. Konsekuensi yang harus diterima
anak adalah sad face (sticker berupa gambar ekspresi
wajah sedih). Guru akan memberikan sad face tersebut
di papan nama yang sudah disediakan, yang artinya hari
itu anak tidak akan mendapat reward yang berupa
sticker atau stempel pada saat jam sekolah selesai
nantinya.
Dalam wawancara dengan guru dari jenjang TK A
juga mengatakan hal yang seiring dengan hasil
observasi.
GA2 : Kalau ada anak yang interrupt (mengganggu),
kalau saya didengarkan dulu, terus habis itu kalau interupsinya mengganggu temannya ya
berusaha untuk menasihati dengan cara ya
menasihati tadi dengan metode penghitungan.
Istilahnya berapa kali menginterupsi, nanti
kalau udah 3 kali udah out limit ya ada
punishment, konsekuensinya.
Guru lain dari jenjang yang sama namun dari
kelas yang berbeda juga mengungkapkan hal senada
namun terlihat lebih fleksibel.
GA1: Kalau ada yang interrupt, tergantung
interruptnya gimana. Kalau misal mereka
interrupt masih berhubungan dengan apa yang
65
kita sampaikan itu masih kita ladeni. Misalnya sedang bible story, kemudian ada yang interrupt
tetapi masih ada hubungannya dengan itu,
cerita yang kita sampaikan, masih dalam “batas
wajar” masih kita ladeni, nggak pa-pa. Tapi
kalau memang sudah tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang kita sampaikan ya
memang harus diberikan penjelasan: nanti dulu
atau kita kembalikan dia untuk fokus: ayo
dengarkan dulu, nanti ceritanya.
Tetapi dalam hasil observasi yang dilakukan
penulis di kelas guru tersebut, ketika penjelasan yang
dimaksud masih tidak membuat anak memberikan
perhatian ke guru atau anak masih terus melakukan
sesuatu yang mengganggu kelas, maka konsekuensi sad
face pun akan tetap diberikan.
Hasil wawancara dengan guru lain lebih
menyampaikan peranan teman sekerja dalam penciptaan
iklim belajar.
GA4 : Lha kita kan nggak sendiri di dalam kelas.
Jadi kita punya kalau guru mayornya 1 berarti
kan ada guru minor, pendampingnya itu. Nah,
disini kalau mayornya lagi mengajar sudah
memberikan perintah tetapi kalau ada anak
yang masih tidak mendengarkan gitu berarti tugas assisten nya yang satu, yang tidak
mengajar itu membantu lebih. O, mungkin
harus didudukin bersama atau ditemeni atau
gimana, itu tugas partner itu tadi.
Jadi pengajaran dengan menggunakan team
teaching juga membantu dalam penciptaan iklim di
kelas. Apabila guru mayor (guru yang memimpin kelas)
bertugas menyampaikan materi, guru minor (guru yang
bertugas membantu) akan sangat berperan dalam
penciptaan iklim di kelas. Biasanya peranan guru mayor
dan minor dilakukan bergantian satu minggu sekali.
66
b. Metode Pengajaran
Dalam proses belajar mengajar di TK Bethany
guru-guru sudah menggunakan berbagai macam metode
pengajaran. Metode tersebut telah dirancang sebelumnya
dalam silabus. Sebagai contoh yang didapat dari hasil
wawancara dan pengamatan adalah metode bernyanyi
untuk kegiatan awal (morning circle); demonstrasi dan
praktik langsung untuk kegiatan art (seni), experiment
(science/ilmu pengetahuan); cerita/mendongeng untuk
kegiatan Bible Story (cerita alkitab), Story Time dan
character building; ceramah dan tanya jawab untuk
kegiatan belajar matematika dan bahasa. Biasanya,
dalam satu kegiatan para guru menggabungkan metode-
metode tersebut. Misal guru TK A mengatakan:
GA4 :...biasanya kalau metode bercerita itu ya kalau
story time itu. Biasanya kita kan dari buku atau
ada setelah nonton gitu terus kita menjelaskan
ke anak atau kadang kita juga bawa ava untuk
bercerita. Lalu setelah kita bercerita baru ada, e, kita ingin mengetahui kan sampai seberapa
anak bisa menangkap cerita kita, ya kita
bertanya dan anak-anak menjawab.
Terkadang guru juga menggunakan beberapa
metode pengajaran dalam satu topik bahasan. Misalnya
saja, dari pengamatan di kelas TK A dalam belajar
bahasa Inggris dengan topik mengenal suara huruf x dan
y, lambang huruf dan kosakata. Awalnya guru
menggunakan kartu yang bergambar x dan y. Guru
mengingatkan anak kembali yang mana x atau y dengan
metode tanya jawab. Guru menunjukkan kartu huruf
tersebut bergantian. Kemudian guru memasang kartu-
kartu kosakata yang bergambar benda atau binatang
dengan awalan huruf x dan y. Lalu melakukan tanya
67
jawab lagi yang mana gambar yang mengandung suara
huruf x atau y. Dalam kegiatan ini, guru tidak hanya
mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk
memahami konsep huruf x dan y, tetapi juga menambah
kosakata anak dan juga mengembangkan keaktifan dan
keberanian anak untuk merespon. Kemudian guru
menggunakan metode bermain menggunakan dua
keranjang yang ditempeli huruf x dan y dan bola-bola
kecil yang ditempeli gambar kosakata-kosakata yang
dipelajari sebelumnya. Aturan permainan adalah, anak
mengambil bola-bola lalu memasukkan ke keranjang
sesuai suara huruf yang dipunyai kosakata dalam bola
itu dari jarak tertentu. Anak-anak terlihat sangat
bersemangat menunggu giliran mereka melakukan
permainan itu. Dalam metode ini guru juga
mengembangkan kemampuan motorik kasar anak.
Selain variasi metode pengajaran, ketepatan
metode dengan kegiatan dan topik juga penting. GA2
menyatakan bahwa ketika respon yang ditunjukkan
anak tidak aktif atau anak tidak memperhatikan
pengajaran, bisa diartikan metodenya tidak menarik atau
tidak cocok. Hasil wawancara lain juga mengungkapkan
hal yang sama:
GB1 : biasanya kita lihatnya dari hasilnya sama
selama pembelajaran itu bagaimana anak-
anaknya kepada e, maksudnya tanggapan anak-
anak kepada apa yang kita lakukan itu. Kalau ternyata mereka antusias, berarti kan itu, it
works, gitu. Cuma kalau kelihatannya mereka
juga nyantai-nyantai aja, berarti kan itu tidak
bekerja gitu.
Jadi, para guru juga mengungkapkan bahwa
mereka tahu bahwa metode-metode tersebut sesuai atau
68
tidak untuk sebuah kegiatan adalah dari respon atau
hasil yang diterima dari anak-anak.
Sehubungan dengan hal tersebut kepala sekolah
menyampaikan bahwa, seharusnya metode pengajaran
sudah sesuai dengan yang dihimbau. Alasannya adalah
bahwa untuk metode pengajaran telah diperiksa dan
diperbaharui kepala sekolah sebelum diterapkan pada
pengajaran.
c. Media Pembelajaran dan Alat Permainan Edukatif
(APE)
Dari hasil observasi, TK Bethany School
menyediakan media pembelajaran yang masih dalam
kondisi baik dan mendukung proses belajar. Misalnya
whiteboard dan marker yang disediakan untuk tiap
kelas; Liquid Crystal Display (LCD) dimana untuk
penggunaannya di atur secara bergiliran karena
jumlahnya hanya 1 unit; untuk komputer, masing-
masing guru telah memiliki sendiri, sehingga untuk
pengajaran di dalam kelas mereka bisa bebas
menggunakannya untuk menggantikan peran kaset video
dan pemutarnya (VCD dan VCD player) atau televisi yang
tidak tersedia di sekolah. Untuk video-video yang
digunakan dalam pengajaran, guru mendownload dari
internet disesuaikan dengan jenjang kelas anak.
Dalam pemilihan media atau APE untuk mengajar
guru di Bethany School mengacu pada pengalaman
ataupun menyesuaikan kegiatan. Guru GB1 dengan tiga
tahun pengalaman mengajar di TK B menjelaskan bahwa
pemilihan media tergantung dari kegiatan atau
69
pelajarannya, misalnya kalau cerita/mendongeng
menggunakan LCD karena anak akan lebih antusias saat
menonton. Kalau untuk belajar matematika, terkadang
guru hanya menggunakan papan tulis atau whiteboard
saja, kemudian dilanjutkan permainan menggunakan
APE. Guru-guru dari TK A memberikan tambahan
penjelasan dalam wawancara bahwa ketika mereka
mengacu pada pengalaman, misalnya menggunakan
media atau APE tertentu dan itu menarik untuk anak,
mereka akan menggunakannya lagi atau
mengembangkannya. Begitu pula sebaliknya ketika
media atau APE tersebut tidak menarik anak atau sudah
terlalu sering digunakan akan diganti dan dibuat lagi
yang baru.
Dalam persiapan media atau APE untuk
pengajaran di kelas, guru di TK Bethany School sudah
melakukan persiapan terlebih dahulu minimal 1 hari
sebelum media atau APE itu akan dipakai di kelas,
terutama untuk APE-nya. Namun, dalam wawancara
juga terungkap bahwa meskipun telah dipersiapkan
sebelumnya, terkadang penggunaan media atau APE
tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal itu
menurut salah satu guru karena media atau APE yang
rusak, ataupun karena penggunaan media atau APE
dianggap akan memerlukan waktu yang melebihi alokasi
sebenarnya. Salah satu guru memberikan contoh:
GA1 : …yang sering menggunakan AVA kan art, kelas
art gitu. Lalu kita sudah membayangkan nanti
anak-anak menggunting dulu lalu mereka
menempel di sini bagian ini-bagian ini gitu. Lalu
setelah dicobakan pada satu anak, oh ternyata tidak bekerja atau kurang efektif atau anak-
70
anak mengalami kesulitan, maka kita membuat, kita permudah…
Menurut guru tersebut solusi yang dilakukan adalah
guru melakukan bagian-bagian yang sulit atau tidak
sesuai kemampuan anak kemudian anak akan
mengerjakan bagian yang sesuai kemampuan mereka.
Guru lain mengatakan bahwa ketika tidak bisa
menggunakan media atau APE yang sudah direncanakan
sebelumnya, maka kegiatannya akan ditukar dengan
kegiatan hari berikutnya terlebih dahulu atau guru
langsung membuat kegiatan baru secara spontan.
Beberapa kesulitan lain yang dihadapi guru dalam
persiapan media termasuk juga APE ini. Empat guru
menyatakan faktor waktu, dua guru menyatakan
kemampuan atau ketrampilan guru, dan satu guru
menyatakan ketersediaan bahan untuk pembuatan APE.
Guru terpancang pada bahan yang sudah ada dan harus
sekreatif mungkin menggunakan hal tersebut, apabila
ingin membeli bahan lain harus mendaftar barang-
barang yang diperlukan tersebut dan diajukan ke
administrasi. Hal tersebut memakan waktu.
Masalah APE ini juga dibenarkan dalam
wawancara dengan kepala sekolah:
KS :....kadang ada beberapa AVA yang mungkin
kurang maksimal, karena memang mungkin
waktu yang mendadak atau mungkin belum persiapannya, e, harusnya seperti ini tapi
kemudian setelah dilakukan kurang seperti ini
gitu. AVA yang dibuat oleh guru untuk
meyatakan tujuan-tujuan itu hanya ada
beberapa guru yang bisa memberikan yang terbaik. Karena ada beberapa karena memang
bakatnya juga tidak disitu ya talentanya jadi
‘ah yang penting ini seperti ini yang penting
71
bukan AVA-nya tetapi yang penting poinnya masuk untuk anak-anak’.
Jadi meskipun media telah cukup lengkap dan ada
persiapan dalam pemanfaatannya, termasuk juga
pembuatan APE, namun tetap ada hambatan atau
kesulitan yang dihadapi guru.
d. Interaksi dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)
Berdasarkan hasil observasi di dalam kelas, dalam
proses belajar mengajar, interaksi terjadi diantara semua
anak. Misalnya dalam pembelajaran di kegiatan inti,
anak di kelompokkan ke dalam kelompok-kelompok
kecil, mereka bisa berinteraksi dalam kelompok dengan
semua anggota kelompok tersebut. Begitu pula saat
kegiatan awal ataupun ada kegiatan belajar yang
melibatkan mereka dalam sebuah kelompok besar,
mereka pun bisa berinteraksi antar anggota dengan baik.
Kegiatan kelompok yang diterapkan guru biasanya
ketika anak sedang menunggu giliran untuk mendapat
bimbingan individual di meja guru saat mengerjakan
lembar kerja untuk belajar bahasa (Inggris, Indonesia,
dan Mandarin) ataupun Matematika. Anak diatur dalam
kelompok-kelompok kecil untuk bermain dengan alat
permainan edukatif dalam kelas, kemudian nanti ada
satu sampai tiga anak yang belajar secara individu
dengan guru masing-masing. Pada saat itu, guru
memperhatikan kegiatan kelompok sesekali saja.
Terkadang mengarahkan apabila ada ketidakberesan
seperti anak tidak bisa bermain dengan baik atau
bertengkar dengan teman. Tidak semua guru juga
72
berinteraksi nonverbal seperti memberikan senyuman,
memeluk, mengadakan kontak mata, duduk sejajar
dengan anak, sehingga guru menempatkan diri sejajar
sebagai teman.
Dalam setiap kegiatan, semua anak terlibat. Hal ini
ditemukan penulis pada saat melakukan observasi di
kelas. Sementara, dalam wawancara sebagian besar guru
mengakui bahwa dalam belajar mengajar masih
cenderung banyak melibatkan peran guru namun
kesenjangan itu tidak terlalu besar. Dua guru dari TK A
dan TK B memberikan penjelasan yang hampir sama
GA1 dan GB3 menjelaskan bahwa terkadang hal itu
dipengaruhi tingkat kecepatan anak menerima materi
yang diajarkan. Ada anak yang bisa memahami
penjelasan guru dengan cepat akan merespon lebih cepat
pula. Namun ada juga anak yang kurang bisa
menangkap materi atau penjelasan guru dengan cepat
atau mereka bisa memahami namun tidak percaya diri
karena malu atau takut salah sehingga tidak berani
memberikan respon. Berdasarkan observasi pun,
memang beberapa anak selalu aktif dalam merespon dan
mengikuti kegiatan di kelas, namun beberapa masih
terlihat diam ataupun merespon hanya bila ditunjuk oleh
guru.
Untuk kasus seperti itu, guru telah mempunyai
solusi yang dijalankan selama ini. Salah satu contoh
yang diperoleh dari wawancara dengan guru adalah:
GA4 : Kalau circle time aja kadang sudah kita mulai
dari anak-anak memimpin doa, jadi dia yang mimpin teman-temannya. Kalau menyanyi kita
tawarkan kamu mau nyanyi lagu apa, jadi bisa
request lagu gitu. Terus kalau apa lagi, kalau
73
misalkan experiment mereka bisa langsung merasakan atau terlibat gitu.
Sebagian besar guru memberikan jawaban yang
mendukung contoh tersebut bahwa untuk memotivasi
mereka adalah dengan pemberian kesempatan untuk
lebih sering memberikan pendapat, tampil didepan kelas,
lebih banyak terlibat dalam kegiatan, memberikan
partner sehingga tidak malu ataupun memberikan
pujian. Namun dalam observasi di kelas, terlihat ada
sebagian guru yang tidak melakukan itu.
e. Ketepatan dan Kesesuaian dengan Kurikulum
Semua guru dalam wawancara mengatakan bahwa
mereka tidak selalu tepat dan sesuai dalam
melaksanakan rencana pembelajaran dalam kurikulum
yang telah disusun sebelumnya. Hal-hal yang menjadi
penyebab hal tersebut bermacam-macam. Dua guru dari
kelas yang sama GA4 dan GA2 mengungkapkan salah
satu penyebabnya adalah situasi kelas. Kondisi yang
dimaksud adalah pada saat anak mempunyai masalah
perhatian ke guru, hubungan sosial mereka antar teman,
ataupun tidak bisa menaati peraturan kelas sehingga
iklim belajar pun tidak terbentuk. Pada saat itu guru
akan menghentikan kegiatan dan menggantinya dengan
memberikan nasihat, memberikan penjelasan, dan
menyelesaikan dengan cara yang dimengerti anak.
Terkadang itu membutuhkan waktu lama yang bisa
membuat rencana pembelajaran tidak bisa dilaksanakan
sesuai jadwal.
74
Beberapa guru lain mengungkapkan alasan lain
seperti adanya libur mendadak, seminar, ataupun
persiapan sebuah acara sekolah. Semisal, TK Bethany
School mempunyai acara tahunan berupa Drama
Performance. Jadi untuk persiapan latihan anak,
rekaman, dan lain sebagainya biasanya akan
mengganggu ketepatan dan kesesuaian rencana
pengajaran yang telah disusun sebelumnya. Sementara
ada juga guru yang mengungkapkan penyebabnya
berhubungan dengan materi, media ataupun APE.
Seperti media rusak, APE yang sudah direncanakan
tidak ada, materi yang ingin disampaikan, misalnya
video untuk cerita, tidak ditemukan padahal dalam
silabus sudah ditulis.
f. Penilaian Hasil Pembelajaran
Dalam bagian ini, penelitian meliputi dua hal yaitu
alat menilai dan ruang lingkup penilaian. Pertama, dari
hasil wawancara dan studi dokumen, alat penilaian yang
digunakan di TK Bethany School telah mengikuti acuan
minimal dari pemerintah yaitu Permendiknas No.58
Tahun 2009 yang meliputi pengamatan, penugasan,
unjuk kerja, dan pencatatan anekdot.
Dari hasil studi dokumen, lingkup penilaian yang
dilakukan di TK Bethany School telah mencakup seluruh
tingkat pencapaian perkembangan peserta didik seperti
yang telah dicantumkan dalam acuan minimal yaitu 1)
Nilai-nilai agama dan moral; 2) Fisik yang terdiri dari
motorik kasar, motorik halus, dan kesehatan fisik; 3)
Kognitif yang terdiri dari pengetahuan umum dan sains,
75
konsep bentuk, warna, ukuran dan pola, serta konsep
bilangan, lambang bilangan, dan huruf; 4) Bahasa yang
mencakup menerima bahasa, mengungkapkan bahasa,
dan keaksaraan; dan 5) Sosial emosional.
Namun untuk pelaporan ke orang tua ruang
lingkup penilaian telah dikembangkan dalam bentuk
yang berbeda. Kemudian juga antara TK A dan TK B
ditemukan sedikit perbedaan. Untuk TK A ruang lingkup
penilaian dibagi kedalam beberapa kategori seperti (1)
akademik yang meliputi perkembangan matematika,
bahasa (Inggris dan Mandarin), seni, warna (kemampuan
membedakan warna); (2) perkembangan fisik; (3)
perkembangan sosial dan karakter; (4) interest
(ketertarikan). Sedangkan untuk TK B dalam akademik
untuk perkembangan bahasa di tambah satu bahasa lagi
yaitu Bahasa Indonesia dan juga ada penilaian tentang
pengenalan teknologi informasi. Lebih lengkapnya,
disajikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Ruang Lingkup Penilaian TK Bethany
School
TK A TK B
Lingkup
Perkembangan
Tingkat
Pencapaian
Perkembangan
Lingkup
Perkembangan
Tingkat
Pencapaian
Perkembangan
I. AKADEMIK
1. Matematika
-Mengenali
angka 1 s.d 10
-Memahami
konsep angka 1
s.d 10
-Mengenali
bangun datar
dasar
I. AKADEMIK
1. Matematika
-Mengenali
angka 1 s.d 20
-Memahami
konsep angka 1
s.d 20
-Mengenali angka
20 s.d 50
-Memahami
76
-Mengenali
bangun dua
dimensi
- Penjumlahan
sederhana
- Pengurangan
sederhana
konsep angka 20
s.d 50
-Memahami
konsep bangun 3
dimensi
- Penjumlahan
- Pengurangan
2. Bahasa
Inggris
-Mendengarkan
- Berbicara
- Menulis
2. Bahasa
Inggris
-Mendengarkan
- Berbicara
- Menulis
3. Bahasa
Mandarin
- Mendengarkan
- Berbicara
3. Bahasa
Mandarin
- Mendengarkan
- Berbicara
- Menulis
- Membaca
4. Seni -Menggambar
atau melukis
- Memotong atau
menempel
- Mewarnai
- Melipat kertas
- Hasil karya
4. Bahasa
Indonesia
- Mendengarkan
- Berbicara
- Menulis
- Membaca
5. Warna -Mengenali
warna dasar
-Mengenali
warna sekunder
5. Teknologi
Informasi
- Software
- Hardware
- Logic
6. Seni - Menggambar
atau Melukis
- Memotong atau
menempel
- Mewarnai
- Melipat kertas
- Hasil karya
II. FISIK - Meloncat
- Berjalan
- Berlari
- Menangkap
- Keseimbangan
II. FISIK - Meloncat
- Berjalan
- Berlari
- Menangkap
- Keseimbangan
77
- Bergerak pada
Monkey Bar
- Menendang
- Bergerak pada
Monkey Bar
- Menendang
III.
PERKEMBANGA
N SOSIAL &
KARAKTER
- Pembentukan
karakter
- Berbagi
- Bermain
bersama teman
- Kemandirian
III.
PERKEMBANGA
N SOSIAL &
KARAKTER
- Pembentukan
karakter
- Berbagi
- Bermain
bersama teman
- Kemandirian
IV.
INTEREST/KET
ERTARIKAN
- Menyanyi
- Menari
IV.
INTEREST/KET
ERTARIKAN
- Menyanyi
- Menari
Sumber: dokumen Bethany School (dokumen asli berbahasa Inggris)
Dalam studi dokumen ditemukan juga bahwa
penilaian terdiri dari penilaian deskriptif dan penilaian
angka. Penilaian angka ini berasal dari penilaian guru
yang di istilahkan seperti excellent bila anak mampu
mencapai tujuan pembelajaran dengan nilai angka 5,
very good bila anak mampu mencapai tujuan
pembelajaran namun ada sedikit hal yang belum
dikuasai dengan nilai angka 4, good bila anak mampu
mencapai tujuan pembelajaran namun ada beberapa hal
yang masih dibantu guru dengan nilai angka 3, average
bila anak tidak mencapai tujuan pembelajaran dan
harus di bantu guru dalam melakukan
tugas/evaluasinya dengan nilai angka 2, dan Need
Improvement apabila anak tidak bisa mencapai tujuan
pembelajaran meskipun telah dibantu oleh guru dengan
nilai angka 1 s.d 0.
Penilaian secara deskriptif di TK Bethany School
meliputi Student Daily Report merupakan penilaian
deskriptif harian tentang perkembangan anak atau apa
78
yang dilakukan anak di sekolah pada hari itu; General
Observation Review adalah penilaian deskriptif tentang
perkembangan kognitif (Matematika) dan bahasa (Inggris,
Bahasa Indonesia dan Mandarin) berdasar pada hasil
review. Review adalah alat evaluasi yang diberikan
kepada anak untuk melihat bagaimana pemahaman
anak pada setiap perkembagan terutama konitif dan
bahasa dalam menangkap materi dan dilakukan tiap
akhir bulan; dan Student Developmental Report
merupakan laporan penilaian anak yang dibuat satu
semester sekali meliputi perkembangan moral dan
agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, kemandirian,
ketrampilan motorik, dan ketertarikan anak dalam seni.
Sedangkan penilaian dengan angka meliputi Daily
Scoring Report yaitu penilaian yang diambil dari kegiatan
atau latihan yang dikerjakan anak setiap harinya
meliputi perkembangan akademik dan interest yang
dijelaskan dalam Tabel 4.2; Review Scoring Report
merupakan nilai rata-rata selama 1 semester dari hasil
nilai rata-rata review tiap bulan untuk tiap
perkembangan kognitif dan bahasa; dan Monthly Scoring
Report adalah nilai rata-rata bulanan yang didapat dari
nilai Daily Scoring Report dan nilai rata-rata review tiap
bulan yang meliputi semua perkembangan akademik dan
interest (Tabel 4.2).
Laporan penilaian ke orang tua tiap akhir semester
dalam bentuk buku raport meliputi semua
perkembangan yang telah disebutkan dalam Tabel 4.2.
Laporan tersebut berupa nilai berbentuk kategori yang
telah disebutkan sebelumnya yaitu excellent, very good,
good, average dan need improvement dan juga diikuti
79
laporan deskriptif sehingga orang tua mengetahui,
misalnya, bagaimana perkembangan anaknya bisa
sehingga mendapat nilai average. Semuanya dilaporkan
berdasarkan penilaian-penilaian yang telah dilakukan
sebelumnya. Kemudian guru menuliskan juga saran-
saran ke orang berhubungan dengan hasil yang
diperoleh anak ataupun membicarakan hasil tersebut
secara lisan. Misalnya pada saat penerimaan raport
untuk akhir tahun ajaran, seperti yang diungkapkan
oleh GB1 dan GB2 dalam wawancara.
4. Aspek Hasil (Product)
Guru mencatat semua hasil pembelajaran anak
dan mendokumentasikannya dalam bentuk soft file yang
tersimpan dalam komputer dan kemudian mereka
mencetaknya pada akhir tahun ajaran. Hasil kegiatan
seperti hasil karya dan lembar kerja di berikan ke anak.
Kemudian berdasarkan hasil pembelajaran, penulis
menemukan bahwa dalam setiap lingkup perkembangan
yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan,
beberapa anak tidak mampu mencapai beberapa tingkat
perkembangan yang juga menjadi tujuan kegiatan atau
pembelajaran tersebut.
80
Tabel 4.3 Jumlah Anak dengan Nilai Average dan
Need Improvement pada Buku Raport Semester 1
Th. 2012/2013
TK A TK B
Lingkup
Perkembangan
Jumlah
Anak *
Lingkup
Perkembangan
Jumlah
Anak *
Matematika 8 Matematika 2
Fisik 13 Fisik 5
Bahasa (Inggris) 16 Bahasa Inggris
Bahasa
Indonesia
8
7
Seni 14 Seni 4
Interest 15 Teknologi
Informasi
2
Sosial dan
Karakter
9
Sumber: dokumen Bethany School *) dari 32 anak
Misalnya seperti terlihat dalam Tabel 4.2, bahwa
untuk lingkup perkembangan seni dimana anak
seharusnya mencapai tingkat perkembangan atau
mampu menggambar/melukis, memotong/menempel,
mewarnai, melipat kertas, dan membuat hasil karya.
Namun dalam Tabel 4.3, tidak semua anak dinilai guru
bisa mencapai semua itu. Sebagai contoh, dari jumlah 32
anak di TK A, 14 anak mempunyai nilai average atau
need improvement untuk beberapa tingkat perkembangan
dalam lingkup seni tersebut. Telah dijelaskan
sebelumnya dalam aspek proses bahwa nilai average dan
need improvement artinya anak tidak mampu mencapai
tujuan pembelajaran. Kemudian dari 23 anak di TK B,
81
pada semester 1 untuk lingkup perkembangan Bahasa
Inggris, misalnya, ada 8 anak yang tidak menguasai
semua tingkat perkembangan atau tidak mencapai
semua tujuan pembelajaran. Bisa saja anak menguasai
tingkat perkembangan ‘berbicara’ namun tidak dengan
‘menulis’, dan seterusnya.
Mengenai hasil tersebut guru mengungkapkan
dalam wawancara bahwa hal itu memang terjadi, ada
guru yang mengatakan pendapat bahwa hal tersebut
tidak terlalu bermasalah karena tujuan pembelajaran
yang dikembangkan di Bethany School lebih luas dari
sekolah lain. Misalnya ada sekolah lain yang belum
menyampaikan materi tertentu, Bethany School sudah
menyampaikan atau mengenalkan pada anak. Guru lain
dari jenjang TK A mengungkapkan hal yang sama
dengan alasan lain.
GA4 :...biasanya kalau dari lulusan gitu hanya
satu/dua yang memang tidak mencapai
perkembangan, beberapa perkembangan, tidak
seluruhnya tidak bisa dicapai. Memang anak
kan talentanya sendiri-sendiri, biasanya di akademis ya, misalnya di math dia lemah tapi
languagenya dia ok, atau language-nya dia
lemah tapi kadang malah dia bagus motorist skill-nya.
Dari hasil wawancara di atas maka bisa dikatakan
bahwa ketidakmampuan anak dalam beberapa tingkat
perkembangan terutama akademik masih dianggap wajar
oleh guru karena meskipun mereka tidak bisa
menguasai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
oleh kurikulum, namun karena kurikulum di TK ini
dibuat lebih dari standar minimal, maka paling tidak
anak telah menguasai standar minimal yang memang
82
harus dikuasai tersebut. Ataupun alasan lain adalah
bahwa anak memang tidak harus menguasai semua
perkembangan dengan sempurna karena perbedaan
kemampuan maupun bakat yang dimiliki. Seperti yang
diungkapkan oleh kepala sekolah dalam wawancara:
KS : kalau untuk masalah akademis, karena
memang standart kami lebih tinggi dibanding
TK-TK lain dimana mereka hanya bisa
berhitung 1-10 padahal kami sudah sampai 1-
50. Kalau ternyata ada anak yang tidak sesuai dengan standart misal 50 pun berarti kan
mereka sudah 1 standart dengan yang lainnya.
Jadi tidak begitu terlalu yang ketinggalan.
Kalau untuk membaca seandainya, kan ini
membacanya juga untuk pengenalan. Dalam pengenalan dalam membaca ini, anak-anak
kalau untuk mengenalnya sudah tapi mungkin
waktu keluar dari TK belum lancar.
Dalam wawancara dengan orang tua, mereka
memberikan pendapat yang sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh guru dan kepala sekolah. Hasil yang
diharapkan mereka tidak melulu akademisnya
sempurna, tetapi juga pada perkembangan sosial,
emosional dan karakter. Para orang tua menyatakan
mereka memang ingin ada persiapan yang bersifat
akademis bagi anak untuk masuk Sekolah Dasar,
namun mereka menyatakan tidak terlalu menekankan
hal tersebut. OT3 dan OT4 mengungkapkan bahwa
untuk hal akademis memang ingin bisa diperkenalkan ke
anak untuk bekal memasuki sekolah dasar namun lebih
mengharapkan hasil yang baik pada perkembangan
kemandirian dan karakter anak.
83
C. Pembahasan
1. Evaluasi Konteks (Context)
Evaluasi konteks dilakukan pada aspek kurikulum
dan lingkungan pembelajaran.
a. Kurikulum atau Silabus
Berdasarkan data yang telah dipaparkan dapat
disimpulkan bahwa peran guru dalam pembuatan
silabus di TK Bethany School sebagai persiapan
pembelajaran adalah dalam pembuatan satuan kegiatan
mingguan (SKM), kemudian dari SKM dijabarkan dalam
satuan kegiatan harian (SKH) dimana di dalamnya
termasuk rencana pengelolaan kelas dan penilaian.
Penyusunan berdasarkan program tahunan/semester
yang dikembangkan kepala sekolah berdasarkan standar
minimal dari Permendiknas No.58 Tahun 2009. Hasil
data tersebut sejalan dengan hasil penelitian Fauziyyah,
dkk (2008) yaitu seorang guru sebelum melakukan
proses pembelajaran harus membuat pemetaan, silabus,
program tahunan, program semester, program mingguan
dan program harian yang didalammya sudah terencana
mengenai tujuan, bahan ajar, waktu, media, strategi,
dan bagaimana mengevaluasinya, termasuk bagaimana
apabila tujuan tidak tercapai.
Hal tersebut juga berarti bahwa kurikulum atau
silabus yang dikembangkan TK Bethany School telah
sesuai dengan yang dijelaskan oleh Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Tengah (2012) bahwa silabus TK berisi: 1)
seperangkat rencana dan pengaturan kegiatan
84
pembelajaran berupa: Perencanaan Semester, Rencana
Kegiatan Mingguan (RKM), Rencana Kegiatan Harian
(RKH); 2) Rencana pengelolaan kelas berupa: rencana
penataan lingkungan pembelajaran, rencana kegiatan
awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir; 3) Rencana
penilaian berupa: rencana bentuk dan teknik penilaian
yang akan digunakan.
Dari paparan diatas bisa dikatakan bahwa guru
dalam persiapan pengajaran telah melaksanakan
tugasnya. Persiapan tersebut sangat berguna dalam
pelaksanaan atau penerapan kurikulum dalam
pembelajaran. Nantinya guru mampu memberikan
pengajaran yang terstruktur dan jelas terarah tujuannya
sehingga anak bisa mendapat dan membangun
pengetahuan sesuai dengan perkembangan usia mereka.
Dalam pembuatan dan pengembangan materi
maupun kegiatan di dalam silabus, guru berusaha untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan jaman dan anak.
Kebutuhan jaman dalam arti mengenalkan anak pada
materi-materi yang harus bisa dikuasai saat memasuki
sekolah dasar, seperti pengenalan membaca, menulis,
dan berhitung atau matematika. Guru berusaha
memberikan bahan ajar yang sesuai dengan anak
terlihat dari beragamnya sumber yang dipakai dan
adanya penyesuaian yang dibutuhkan. Perbedaan
kemampuan diatasi dengan free learning yaitu bimbingan
individual untuk anak yang belum mencapai tujuan
pembelajaran terutama untuk perkembangan akademik.
Selain itu cara penyampaian materi atau konsep juga
direncanakan dengan cara dan situasi menyenangkan
sehingga tidak membuat anak tertekan. Kepala sekolah
85
pun berperan dalam memeriksa kesesuaian materi
maupun metode yang akan digunakan dalam
pelaksanaan silabus dikelas. Sehingga apa yang
disampaikan di kelas benar-benar dalam dunia anak-
anak.
Dari data terlihat seperti para guru menekankan
pengenalan perkembangan kognitif dan bahasa kepada
peserta didik di dalam kurikulum mempunyai porsi lebih
dibanding dengan perkembangan lainnya. Bisa saja hal
itu terjadi, seperti apa yang dinyatakan Morrison (2012)
bahwa TK sedang dalam tahap perubahan dari program
yang berfokus pada perkembangan sosial dan emosi
menjadi TK yang menekankan nilai akademis, terutama
kemampuan baca tulis dini, matematika dan ilmu
pengetahuan yang menyiapkan anak untuk berpikir dan
memecahkan masalah. Namun, berdasar data itu pula,
dapat dikatakan kurikulum TK Bethany School tetap
direncanakan dengan pendekatan bermain. Masih sesuai
dengan pendapat Morrison (2012) yang mengatakan
bahwa semua pengalaman belajar di TK, pertama-tama
harus didekati dengan mempertimbangkan kemampuan
dan keinginan anak untuk bermain saat belajar. Sejalan
dengan itu pula, Maryatun (2011) menuliskan bahwa
kegiatan yang dilakukan di PAUD harus diusahakan
sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan
bermakna menanamkan konsep tertentu.
Apa yang dilaksanakan guru juga seiring dengan
pernyataan Dick dan Carey (dalam Purwastuti dan
Efianingrum, 2010) bahwa ada hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan bahan ajar. Diantaranya
adalah (1) memperhatikan motivasi belajar yang
86
diinginkan, (2) menyesuaikan materi yang diberikan, (3)
mengikuti suatu urutan yang benar dan (4) berisikan
informasi yang dibutuhkan.
Dari beberapa data tersebut diatas diperoleh
keterangan bahwa silabus atau kurikulum yang
dilakukan di TK Bethany School ini dipersiapkan untuk
tidak menimbulkan beban bagi anak meskipun tujuan
maupun isinya direncanakan mengikuti perkembangan
atau tuntutan pendidikan yang ada. Hal tersebut sangat
penting agar anak tidak kehilangan minat belajarnya
namun tidak juga mengurangi hak mereka untuk
bermain dan mempunyai aktivitas yang menyenangkan
namun tetap terarah pada suatu pencapaian
perkembangan.
Maka, kurikulum atau silabus di TK Bethany
School sebagai aspek konteks merupakan dukungan
yang baik bagi pelaksanaan kurikulumnya. Hal ini
karena tujuan yang akan dicapai telah direncanakan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Hal
tersebut bisa dilihat dari kurikulum telah dibuat
sebelum pembelajaran dilaksanakan, mengikuti
kebutuhan anak yaitu menguasai kemampuan calistung
namun tetap diusahakan untuk disampaikan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan yaitu
pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna.
b. Lingkungan Pembelajaran
Dalam hal lingkungan pembelajaran TK Bethany
School sudah bisa dikatakan menyenangkan, nyaman,
menarik dan aman. Tetapi, sekolah ini tidak mempunyai
87
halaman outdoor. Sehingga guru tidak bisa menyiapkan
setting kegiatan pembelajaran termasuk bermain di luar
ruangan. Sebagai gantinya, sekolah merencanakan
kegiatan field trip berdasarkan tema pembelajaran.
Meskipun demikian kegiatan ini belum dilaksanakan
maksimal. Sebenarnya, apabila di lihat dari pendapat
para guru dan juga fungsi pendidikan menurut Sujiono
(2009) mempunyai halaman luar atau berkegiatan di luar
ruangan bisa mendukung fungsi pengembangan yang
berkaitan dengan pengembangan berbagai potensi yang
dimiliki anak yang bisa dilakukan dengan mengenalkan
anak pada dunia sekitar saat mereka berkegiatan di luar
ruangan tersebut.
Dari pernyataan-pernyataan itu bisa diketahui
bahwa halaman luar yang bisa didukung dengan
alat/permainan luar ruangan akan menambah variasi
permainan anak daripada hanya didalam ruangan saja
sehingga hal tersebut bisa lebih mendukung fungsi
bermain. Selain pengalaman bermain anak akan
bertambah, anak bisa mengeksplorasi dunianya dan
membangun pengetahuannya sendiri dari situasi yang
berbeda saat mereka dikelas atau di playground dalam
ruang. Anak juga bisa berinteraksi dan bersosialisasi
dengan suasana dan keadaan yang berbeda sehingga
kemampuan mereka dalam hal itu diperkaya. Oleh
karena itu meskipun pihak TK Bethany School
menganggap bahwa penyediaan setting belajar luar
ruangan tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran
namun sebenarnya hal ini penting bagi anak.
Kurikulum TK Bethany School adalah tematik atau
terpadu berdasarkan konsep pengetahuan. Seperti yang
88
ditulis Kostelnik (dalam Sujiono, 2009) bahwa
pengembangan tema dapat didasarkan pada konsep
pengetahuan, yaitu (1) konsep sains yang berhubungan
dengan tanaman, hewan, kesehatan, dll; (2) konsep
Pengetahuan Sosial yang berhubungan dengan tema
konsep diri, teman, keluarga, rumah, dan pakaian; (3)
Konsep Matematika yang berhubungan dengan tema
berhitung dan angka, mengukur; dan (4) konsep bahasa
dan seni berhubungan dengan tema bercerita dan musik.
Sehingga untuk setting lingkungan pembelajaran pun
disusun tematik dan menjadi tanggung jawab guru
kelas. Namun, setting tersebut belum terlihat maksimal
keterpaduannya terutama dalam hal display di ruang
kelas dan pemilihan buku-buku. Sedangkan dalam
penelitian Hiryanto, dkk (2011) menuliskan proses
pembelajaran dapat berjalan dengan optimal manakala
kelompok bermain maupun TPA, memiliki panti belajar
atau tempat belajar yang memenuhi kriteria tertentu.
Dari paparan di atas maka setting lingkungan
pembelajaran di TK ini bisa dikatakan menjadi dukungan
yang baik. Namun ada sedikit hal yang perlu diperbaiki
yaitu dalam keterpaduan penataan lingkungan
pembelajaran diharapkan tidak hanya dalam bagian-
bagian tertentu saja, misal dalam penataan meja, kursi
atau tikar; namun pemilihan buku-buku di dalam kelas
maupun pemasangan display jangan hanya yang
berhubungan dengan perkembangan-perkembangan
tertentu saja. Di TK ini sebagian besar anak lebih suka
bermain di playground menghabiskan energi yang
mereka punya dengan kegiatan fisik saat jam istirahat
daripada bermain atau membaca di perpustakaan yang
89
disediakan. Sehingga apabila guru memilih dan
menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan
tema yang dipelajari dari perpustakaan untuk dibawa ke
kelas akan membuat anak “terpaksa” membaca. Selain
menumbuhkan minat baca, anak akan belajar
memahami topik atau tema dari buku tersebut dengan
melihat gambar misalnya. Display baik yang ditempel di
dinding maupun diletakkan ditempat-tempat tertentu
bisa menjadi hal yang baik juga bagi anak. Anak terbiasa
melihat display-display tersebut setiap hari dan akan
diingat mereka. Selain itu guru juga bisa memanfaatkan
display sebagai APE.
2. Evaluasi Masukan (Input)
a. Guru
Dari data latar belakang pendidikan yang dimiliki,
maka guru-guru TK Bethany School belum memenuhi
kualifikasi akademik sebagai guru TK. Hal itu bila
dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16
Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru:
Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia
dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi
yang terakreditasi.
Meskipun demikian, guru-guru tersebut hampir
memenuhi semua kompetensi yang dibutuhkan sebagai
pendidik. Penguasaan kompetensi – kompetensi guru
seperti yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
90
No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
yaitu kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan
profesional sangat penting. Karena menurut Sauri (2010)
peserta didik berkualitas tergantung pada sejauh mana
guru bisa menjadi seorang pendidik yang memiliki
kapasitas dan kompetensi untuk mengarahkan mereka.
Dari berbagai keterangan diatas dapat dipahami
bahwa salah satu aspek masukan (input) yang penting
bagi pendidikan adalah guru. Guru merupakan sumber
pengetahuan, penyedia bahan pembelajaran, dan
pendidik. Karena itu sangatlah penting bagi sebuah
lembaga pendidikan untuk memiliki guru berkualitas
yang menguasai keempat kompetensi yang disyaratkan
sebagai pelaksana kurikulum. Oleh karena keberhasilan
pelaksanaan kurikulum dipengaruhi oleh kemampuan
atau kompetensi guru dalam melakukan rencana-
rencana pengajaran tersebut. Data menunjukkan bahwa
di TK Bethany School telah hampir memenuhi hal
tersebut. Dikatakan hampir karena masih ada yang
harus ditingkatkan yaitu jenis pendidikan para guru
serta kemampuan pedagogis beberapa guru dalam
menyiapkan APE dan menjalankan peran sebagai
motivator.
Sehingga guru sebagai aspek masukan di TK ini
bisa dikatakan sebagai dukungan yang baik karena
hanya beberapa guru yang harus meningkatkan
kemampuan mereka dalam menyiapkan APE dan sebagai
motivator. Oleh karena itu mereka perlu mendapat
tambahan pengetahuan dan ketrampilan misalnya
melalui pelatihan-pelatihan ataupun seminar bahkan
bisa diusahakan mendapat pendidikan khusus untuk
91
jalur pendidikan usia dini yang disyaratkan, sehingga
lebih lagi bisa memenuhi kompetensinya terutama
pedagogis dan profesional.
b. Siswa
Usia peserta didik atau siswa di TK Bethany School
untuk TK A adalah 4 - < 5 tahun dan TK B adalah 5 - < 6
tahun. Hal tersebut telah sesuai dengan Permendiknas
Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) pada bagian Pendahuluan bahwa
penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhaful Alfal
(RA) menggunakan program untuk anak usia 4 - < 6
tahun. Usia yang tepat tersebut penting karena
kurikulum atau program kegiatan usia dini digunakan
untuk mengembangkan seluruh kemampuan anak
sesuai tahap perkembangannya (Albrecht dan Miller
dalam Sujiono, 2009).
Selain itu menurut Permendiknas No.58 Tahun
2009 juga bahwa untuk peserta didik sebanyak 20 anak
harus mempunyai satu guru pembimbing. Di TK ini rata-
rata 1 guru hanya membimbing antara 8 sampai 10
anak.
Melihat beberapa pernyataan tersebut, maka aspek
siswa menjadi dukungan yang baik bagi pelaksanaan
kurikulum. Hal itu karena, usia siswa di TK Bethany
School ini tepat untuk mengikuti pendidikan TK. Hal ini
juga berarti bahwa kurikulum yang telah dirancang pun
diberikan kepada peserta didik yang tepat. Seluruh
kegiatan-kegiatan atau bahan ajar yang dibuat mengacu
92
pada standar perkembangan untuk anak usia TK dari
depdiknas, disampaikan kepada anak dengan tahap
perkembangan yang sesuai. Selain itu dengan guru
pembimbing dan jumlah murid yang tidak terlalu
banyak, setiap anak diharapkan bisa mendapat
perhatian dan bimbingan yang maksimal dari guru.
c. Sarana Prasarana
Secara umum sarana prasarana yang mendukung
pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School ini
tersedia cukup lengkap dan dalam kondisi baik. Sarana
prasarana ini mencakup ruangan, sarana pendukung
kerja dan pembelajaran, kurikulum atau silabus, alat
permainan edukatif, kelengkapan kehidupan sehari-hari,
media audiovisual, bahan pustaka, dan sarana
portofolio. Ada hal-hal yang belum bisa disediakan oleh
sekolah namun dirasakan tidak sampai mengganggu
proses belajar mengajar. Misalnya halaman luar, ruang
audiovisual dan ruang bimbingan.
Proses pelaksanaan kurikulum yang dilakukan
guru akan efektif apabila didukung oleh sarana
pembelajaran yang tersedia. Sarana pembelajaran
merupakan input yang sangat penting karena apabila
sarana tidak memadai akan menghambat kegiatan
belajar mengajar (Syadid, 2011). Sejalan pula dengan
Djatmiko (2006) yang menyatakan bahwa sehebat
apapun guru dalam menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, tanpa didukung oleh sarana prasarana yang
memadai maka hasil yang diharapkan tidak dapat
dicapai secara maksimum.
93
Sehingga bisa dikatakan bahwa kelengkapan
sarana prasarana mampu menjadi faktor pendukung
pelaksanaan pembelajaran dan hasil yang diharapkan.
Oleh karena itu sangat penting bagi lembaga pendidikan
untuk memperlengkapi sarana prasarana tersebut.
Melihat keadaan sarana prasarana di TK Bethany School
tersebut, bisa dikatakan baik dalam mendukung proses
pembelajaran yang efektif. Selain lengkap dan dalam
kondisi baik, kekurangan yang dihadapi juga telah
disiasati sehingga tidak mengganggu proses belajar
mengajar. Misalnya, di TK ini tidak mempunyai halaman
luar ruangan, namun ada kegiatan field trip atau
penggunaan playground sebagai tempat aktivitas luar
ruangan. Namun demikian kegiatan seperti field trip
tersebut perlu ditambah kuantitasnya, sehingga anak
bisa lebih lagi beraktivitas di luar ruangan sambil
belajar.
Hasil penelitian Sadri (2011) menunjukkan usia
dan jumlah peserta didik yang sesuai dan sarana yang
memadai bisa mendukung pelaksanaan kurikulum
dalam pembelajaran bisa berjalan efektif. Begitupun dari
hasil penelitian aspek masukan atau input ini, secara
umum guru, siswa dan sarana telah merupakan
dukungan yang baik dalam pelaksanaan kurikulum di
TK Bethany School bisa berjalan dengan lancar.
Meskipun ada sebagian kecil hal yang memerlukan
perubahan dari guru maupun sarana untuk bisa
mendukung keberhasilan pelaksanaan kurikulum di TK
ini.
94
3. Evaluasi Proses (Process)
Menurut Mulyasa (2008), pelaksanaan kurikulum
adalah suatu proses penerapan ide, konsep dan
kebijakan kurikulum dalam aktivitas pembelajaran
sehingga peserta didik menguasai kompetensi tertentu
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Ada beberapa
aktivitas dalam proses ini yang berpengaruh pada hasil.
a. Strategi Instruksional
Dalam memberikan perhatian guru melakukan
variasi berdasarkan kegiatan dan masalah yang dihadapi
anak. Misalnya dalam bermain atau penanaman konsep,
perhatian diberikan secara umum dan sama pada semua
anak. Namun untuk masalah akademik terutama
berhitung dan bahasa, sosial emosional dan karakter,
guru memberikan perhatian secara individual. Begitupun
dalam organisasi kelas guru juga mendasarkan
variasinya pada jenis kegiatan. Di dalam kelas guru
banyak menggunakan perintah untuk membuat anak
mendengarkan apa yang disampaikan. Ada guru yang
mendorong dan memotivasi anak, misalnya
menggunakan inisiatif atau ide anak dan memuji anak
saat berhasil melakukan tugas. Namun ada juga guru
yang tidak melakukan itu.
Dalam penciptaan iklim belajar pun demikian juga,
guru banyak menggunakan perintah. Namun perintah
yang disampaikan bersifat persuasif. Selain itu guru juga
menggunakan system reward and punishment, dimana
istilah punishment diganti dengan konsekuensi. Reward
95
diberikan dalam bentuk pujian, sticker atau stamp,
sedangkan konsekuensi dengan pemberian sticker sad
face. Penciptaan iklim belajar lain adalah dengan
peranan teman atau partner dalam satu tim.
Dilihat dari apa yang dilakukan para guru di TK
Bethany School pada saat pembelajaran maka bisa
dikatakan guru menanamkan konsep dengan tetap
memperhatikan kenyamanan belajar anak. Hal tersebut
seperti dalam beberapa model pengajaran untuk Taman
Kanak-kanak yang ditulis Sujiono (2009). Misalnya
model kelas berpusat pada anak, model beyond center
and circle time (BCCT), dan model bermain kreatif
berbasis kecerdasan jamak. Model-model tersebut
mempunyai prinsip-prinsip yang mengutamakan
kebutuhan anak yang sesuai juga dengan Permendiknas
No.58 Tahun 2009 yaitu bahwa prinsip pembelajaran
PAUD berpusat pada anak. Prinsip-prinsip itu antara
lain: pertama, pengelolaan kelas yang bebas dan
memperhatikan kebutuhan anak. Kedua, menempatkan
setting lingkungan main sebagai pijakan awal penting.
Ketiga, peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, dan
evaluator. Keempat adanya pemberian pijakan sebelum
dan setelah anak bermain. Kelima dalam bermain, anak
diberi kebebasan untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan
menciptakan suatu bentuk kreatifitas yang unik.
Keenam, guru juga tetap mengelola kelas dengan
demokrasi, saling menghargai, kepedulian dan
kehangatan.
Dengan demikian bisa dikatakan dengan
pembelajaran berpusat pada anak maka peran guru
sebagai fasilitator dan motivator sangat penting. Sebagai
96
fasilitator guru menyediakan dan mengusahakan strategi
instruksional untuk kenyamanan dan keberhasilan
belajar anak bukan semata-mata untuk menanamkan
suatu konsep pada anak. Guru bebas melakukan
berbagai strategi seperti memberi pijakan belajar atau
menciptakan kondisi kelas sehingga anak belajar
beradaptasi dengan pemberian aturan-aturan tertentu.
Tetapi dalam penciptaan itu harus mempertimbangkan
kebutuhan anak pada usia TK. Sebagai motivator guru
memberikan berbagai bentuk dorongan kepada anak
untuk bisa berkembang dalam kemampuan,
pengetahuan maupun kepribadian. Sehingga baik
apabila di TK Bethany School guru-guru telah
mempunyai strategi instruksional yang berpusat pada
kebutuhan anak seperti ditunjukkan oleh data. Namun,
masih diperlukan perubahan pada beberapa guru yang
belum bisa memenuhi tugasnya sebagai motivator yang
baik bagi anak. Mereka bisa lebih lagi meningkatkan
perhatian kepada anak, memberikan pujian untuk hasil
kerja anak, mendengarkan pendapat mereka, maupun
melakukan pendekatan pribadi kepada anak.
b. Metode Pengajaran
Guru TK Bethany School telah menggunakan
variasi metode pengajaran dalam proses belajar mengajar
di kelas untuk berbagai perkembangan yang akan
dicapai. Penggunaan metode-metode pengajaran ini
sangat penting karena menurut hasil penelitian Hiryanto,
dkk (2011) metode pembelajaran adalah salah satu ragi
97
belajar yang berfungsi memotivasi dan menggairahkan
peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
Syaodih (2008) juga mengutip dua pendapat
pertama dari Krin Villien seorang konsultan pendidikan
anak usia dini dari Bank Dunia yang mengungkapkan
bahwa kegiatan pembelajaran TK di Indonesia lebih
bersifat akademik dimana anak lebih banyak duduk di
bangku seperti sekolah dasar. Sedangkan kutipan ahli
kedua yaitu Froebel yang mengungkapkan bahwa jika
orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman” yang
dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak,
maka anak akan berkembang secara wajar.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa penggunaaan
metode-metode pengajaran tersebut memang sangat
penting dalam proses pelaksanaan kurikulum yang telah
disusun. Proses belajar yang didukung oleh metode yang
benar dan sesuai dunia anak akan mendukung anak
belajar mengembangkan kemampuannya dengan baik.
Apalagi untuk anak TK yang masih sulit untuk serius
dan fokus dalam waktu lama. Adanya variasi dan
penyesuaian metode penyampaian pengajaran untuk
setiap kegiatan, tidak hanya akan membuat anak-anak
berpindah tempat dari kursinya tetapi kegiatan
pembelajaran baik yang bersifat akademik maupun non-
akademik akan terasa lebih menyenangkan dan tidak
membebani anak. Mereka akan termotivasi dan
bergairah sehingga mampu membuat diri mereka
berkonsentrasi dan belajar memahami apa yang
disampaikan guru. Selain itu, dengan adanya
penggabungan beberapa metode, bisa saling mendukung
tahap-tahap perkembangan anak. Artinya tidak hanya
98
melulu satu metode bisa membantu anak hanya
mengembangkan satu kemampuan.
Misalnya yang dilakukan di TK Bethany dalam
belajar bahasa di kelas TK A yang ditulis sebelumnya.
Menurut Morrison (2012) murid TK berada dalam masa
perkembangan kecerdasan dan bahasa yang sangat
pesat. Mereka memiliki kapasitas besar untuk belajar
kata-kata baru. Kemudian menurut Piaget (dalam Puteh
dan Ali, 2011) juga mengatakan bahwa pada peringkat
praoperasional (umur 2-7 tahun) kemahiran bahasa
anak-anak berkembang dengan cepat dan dapat diasah
melalui berbagai aktivitas. Jadi akan sangat bagus bagi
anak jika dalam belajar sebuah tingkat perkembangan,
ada variasi metode yang menghasilkan variasi kegiatan
seperti yang telah dilakukan tersebut.
c. Media Pembelajaran dan Alat Permainan Edukatif
(APE)
Media yang dimiliki TK Bethany telah cukup
lengkap. Guru-guru juga berusaha menyesuaikan
penggunaan media dan APE sesuai dengan kegiatan,
sehingga akan membantu anak dalam memahami apa
yang disampaikan. Tetapi masih ada kesulitan dan
hambatan yang dihadapi termasuk juga dalam
pemanfaatan APE. Misalnya adanya kerusakan tiba-tiba,
penerapan media atau APE yang tidak sesuai rencana,
waktu persiapan yang kurang, ketrampilan beberapa
guru yang kurang, dan ketersediaan bahan pembuatan
APE.
99
Suyanto (2005) mengatakan bahwa usia dini juga
disebut usia emas dimana dalam usia ini, anak sedang
dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang
paling pesat baik fisik maupun mental. Dikatakan juga
dalam UU No. 23 Tahun 2003 bahwa pendidikan usia
dini yang diterima anak adalah rangsangan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan tersebut
agar siap untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.
Berkaitan pula dengan fungsi pendidikan PAUD,
terutama fungsi perkembangan maka pengelolaan dan
pemilihan media dan APE yang tepat bagi anak
sangatlah penting.
Sehingga bisa dikatakan bahwa dengan media
yang lengkap seharusnya bisa mendukung proses belajar
dengan baik. Pemanfaatan media dan APE yang tepat
bisa menjadi penghantar yang baik bagi anak untuk
menerima rangsangan perkembangan yang diberikan
guru. Dengan media dan APE, apa yang sudah
direncanakan dalam kurikulum bisa diberikan ke anak
atau peserta didik dengan lebih menarik. Hal itu bisa
mendukung anak memahami secara visual pengetahuan-
pengetahuan yang diberikan sehingga membantu
mengembangkan potensi-potensi mereka untuk bekal
persiapan perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya.
Mengingat peran media pembelajaran dan APE
tersebut, sudah sangat tepat apabila guru di TK Bethany
School berusaha memilih dan memanfaatkan media dan
APE yang sesuai dengan jenis pembelajaran. Namun,
akan lebih baik guru juga lebih matang dan efektif dalam
penggunaan waktu persiapan. Misalnya bukan hanya
persiapan media maupun pembuatan APE yang
100
diusahakan jauh-jauh hari sudah dilakukan oleh semua
guru namun juga ada juga pemeriksaan kembali. Jadi
tidak ada APE asal jadi yang penting bisa dipakai
menyampaikan konsep ke anak. Selain itu bisa juga
diberikan pelatihan kepada guru dalam pembuatan APE,
sehingga adanya kemampuan yang merata, bukan cuma
beberapa guru yang bisa memberikan APE bagus dan
menarik kepada anak. Dengan begitu diharapkan
masalah bisa dihindari atau apabila muncul masalah,
maka dalam mengantisipasi solusi bukan dengan ide
seadanya atau yang akan merugikan anak.
d. Interaksi dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)
Di TK Bethany School, interaksi antar anak baik
dalam kelompok besar maupun kecil di dalam kelas telah
terjalin dengan baik. Namun interaksi antara guru dan
anak tidak sebaik itu. Guru berinteraksi dengan anak
paling efektif hanya saat belajar individual. Di luar itu
guru hanya sesekali berinteraksi dengan semua anak,
meskipun itu interaksi nonverbal.
Interaksi anak sangat penting apabila
dihubungkan dengan perkembangan sosial emosional.
Dikatakan Morrison (2012) bahwa anak TK berada dalam
tahap kerja keras melawan rasa rendah diri. Mereka
belajar mengatur emosi dan interaksi sosial mereka.
Secara sosial mereka mengembangkan kemampuan dan
keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain.
Namun mereka juga juga membenci kekalahan dan tidak
siap mengkoordinasikan permainan yang bersifat
101
kompetitif. Karena itu terkadang mereka akan terlibat
konflik saat berinteraksi satu sama lain.
Selain itu menurut Sutarmanto (2012), guru harus
mampu memahami peserta didik dengan baik pada saat
merencanakan dan menerapkan kurikulum. Pengenalan
terhadap peserta didik dalam interaksi belajar mengajar
merupakan faktor mendasar dan penting agar guru
memahami dan menghargai keunikan cara belajar,
kebutuhan perkembangan, minat, kemampuan serta
karakteristik mereka dan pada akhirnya mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan
Dari beberapa keterangan di atas, maka interaksi
antara guru dan anak juga penting dalam pendidikan
TK. Sehingga diharapkan interaksi tersebut bukan hanya
terjadi saat penyampaian materi tetapi sepanjang hari
dimana anak masih berada dalam jam belajar. Guru
harus bisa berperan sebagai guru, orang dewasa bahkan
sahabat anak pada saat berinteraksi. Sehingga
mendukung pemahaman guru akan perkembangan anak
didiknya dan juga dalam berbagai peran tersebut mampu
mendukung anak-anak pada saat mereka membutuhkan
bantuan untuk memecahkan konflik-konflik emosi dan
sosial yang sering terjadi pada anak TK.
Apabila dilihat dari interaksi antar anak, maka
interaksi yang telah terjadi dengan baik di TK Bethany
School ini hendaknya juga didukung oleh peran guru.
Guru bukan hanya sesekali memperhatikan tetapi lebih
sering terlibat dalam interaksi tersebut. Sehingga bukan
hanya membantu pada saat ada konflik antar anak
tetapi bisa mengikuti dan lebih mengenal perkembangan
anak dalam sosial, emosional dan perkembangan bahasa
102
mereka atau perkembangan lain. Karena dengan
mengenal anak, guru akan memahami anak dan
membantu guru sendiri dalam menerapkan
pembelajaran efektif bagi anak. Misalnya ikut
beraktivitas dan bermain dengan anak, memanfaatkan
waktu jeda untuk mengobrol dengan anak, dan
sebagainya. Karena menurut Catron dan Allen, interaksi
yang baik dengan orang dewasa atau sesama anak-anak
juga bisa mengembangkan kemampuan berbahasa anak
seperti memperluas kosakata, mengembangkan daya
penerimaan serta pengekspresian kemampuan
berbahasa mereka (dalam Sujiono, 2009).
Dalam melaksanakan kurikulumnya, meskipun
peran guru di TK ini masih mendominasi, guru telah
berusaha melibatkan semua anak dalam setiap kegiatan.
Ada beberapa anak yang tidak bisa aktif dalam proses
belajar mengajar karena tidak percaya diri ataupun
mempunyai sedikit kesulitan dalam memahami konsep.
Mengatasi hal tersebut, sebagian besar guru memberikan
motivasi dengan memberikan pujian atau lebih banyak
kesempatan dalam setiap kegiatan. Seiring dengan
prinsip model pembelajaran beyond center and circle time
(BCCT) diantaranya pertama, dalam proses belajar
mengajar memberikan dukungan penuh kepada anak
untuk aktif, kreatif dan berani mengambil keputusan
sendiri. Kedua, peran pendidik atau guru sebagai
fasilitator, motivator, dan evaluator.
Dengan demikian maka anak yang tidak percaya
diri ataupun kesulitan dalam proses belajar merasa
dipahami dan diperhatikan. Hal tersebut sangat penting
bagi anak karena bisa mendukungnya untuk
103
mengembangkan kepercayaan diri. Ketekunan guru
dalam mengusahakan dan mendampingi anak dalam
kesulitan belajar juga akan membawa pengaruh yang
baik bagi anak. Sehingga apa yang sudah dilakukan oleh
sebagian besar guru-guru di TK ini bisa dipertahankan
sehingga mereka bisa terus menjadi motivator yang baik
bagi anak. Sedangkan guru-guru yang belum
menjalankan fungsinya sebagai motivator yang baik, bisa
belajar dari guru lain dan menerapkan dalam
pengajarannya.
e. Ketepatan dan Kesesuaian dengan Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum TK Bethany School,
terkadang guru tidak tepat dan sesuai karena beberapa
hal. Pertama, situasi kelas yang tidak mendukung iklim
belajar, media atau APE yang tidak sesuai dengan
rancangan, persiapan acara sekolah, dan acara-acara
seperti seminar, lomba, ataupun hari libur yang tidak
direncanakan sebelumnya.
Pelaksanaan kurikulum sebagai proses ini
direalisasikan dalam proses belajar mengajar sesuai
dengan prinsip dan tuntutan kurikulum yang telah
dikembangkan sebelumnya bagi suatu jenjang
pendidikan atau sekolah-sekolah tertentu (Suryosubroto,
2004). Tetapi dalam pelaksanaannya tersebut belum
tentu bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Padahal fungsi dari perencanaan pengalaman belajar
tersebut untuk mendukung pencapaian kompetensi yang
harus dimiliki anak.
104
Sehingga ketidaksesuaian pelaksanaan dengan
perencanaan akan mengganggu pencapaian tujuan
berupa kompetensi-kompetensi perkembangan anak.
Untuk hal-hal yang bisa di perkirakan sebelumnya,
seharusnya bisa dipertimbangkan dalam penyusunan
kurikulum di TK ini. Misalnya acara-acara sekolah yang
sudah rutin dilakukan sehingga dalam persiapannya
tidak harus mengurangi atau mengganggu terlaksananya
kurikulum atau malah sudah memasukkan kegiatan-
kegiatan tersebut ke dalam kurikulum. Sedangkan
untuk hambatan kondisi kelas, guru bisa belajar dari
pengalaman-pengalaman bagaimana mengorganisasikan
kelas sehingga bisa menciptakan iklim belajar dengan
lebih efektif. Begitupun dengan media atau APE, bisa
melakukan persiapan lebih baik lagi sehingga ada waktu
untuk kembali melakukan pengecekan sebelum dipakai
pada pembelajaran.
f. Penilaian Hasil Belajar
Standar penyelenggaraan PAUD harus mengikuti
acuan minimal dari Permendiknas No.58 Tahun 2009.
Sekolah boleh saja mengembangkan sesuai kondisi dan
kemampuan sekolah namun tetap mengacu pada
standar-standar pada peraturan ini termasuk standar
penilaian. Begitupun dalam melaksanakan penilaian
hasil belajar anak. Dari berbagai data tentang alat, ruang
lingkup dan jenis penilaian yang dilakukan TK Bethany
School telah bisa dikatakan mengacu pada standar yang
ditetapkan. Alat penilaian yang digunakan di TK Bethany
School ini meliputi pengamatan atau observasi,
105
penugasan, unjuk kerja dan pencatatan anekdot.
Lingkup penilaiannya mencakup seluruh tingkat
pencapaian perkembangan dalam acuan minimal dengan
dikembangkan dalam kategori yang berbeda dalam
pelaporannya ke orang tua. Penilaian sendiri dilakukan
dalam bentuk deskripsi dan angka 0 sampai 5 dengan
kategori tertentu untuk tiap angka.
Demikian juga dalam hal pengelolaan hasil, dalam
Permendiknas No.58 Tahun 2009 disebutkan: (a)
pendidik membuat kesimpulan dan laporan kemajuan
anak berdasarkan informasi yang tersedia; (b) pendidik
menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan
anak secara tertulis kepada orang tua secara berkala,
minimal sekali dalam satu semester; (c) Laporan
perkembangan anak disampaikan ke orang tua dalam
bentuk laporan lisan dan tertulis secara bijak, disertai
saran-saran yang dapat dilakukan orang tua dirumah.
Para guru di TK Bethany juga telah melakukan penilaian
secara harian kemudian dihitung dan disusun dalam
bulanan dan dalam satu semester. Hasilnya dilaporkan
ke orang tua tiap akhir semester disertai saran-saran
yang berhubungan dengan hasil tersebut.
Oleh karena itu penilaian dan pengelolaan hasil
belajar ini bisa dimanfaatkan oleh guru maupun orang
tua untuk melihat perkembangan-perkembangan anak
yang telah tercapai maupun belum. Pihak TK juga bisa
menggunakannya untuk melihat kembali hasil
pelaksanaan kurikulum mereka. Guru dan kepala
sekolah bisa mencari tahu hal-hal yang mendukung
keberhasilan maupun penyebab ketidaktercapaian
tujuan yang telah direncanakan.
106
Dari berbagai penjelasan diatas, maka aspek
proses yang merupakan inti dari pelaksanaan kurikulum
ini bisa dikatakan telah terlaksana dengan berbagai
variasi didalamnya yang ditujukan dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan di TK Bethany School.
Namun juga ditemukan beberapa hambatan yang
membuat proses-proses dalam implementasi kurikulum
ini tidak berjalan seperti seharusnya. Seperti dalam
strategi instruksional dimana beberapa guru belum
menjadi motivator yang baik bagi anak; dalam
pemanfaatan APE, ada beberapa guru yang belum
memiliki kemampuan yang baik untuk menyiapkan APE;
dalam interaksi dengan anak, ada sebagian kecil guru
yang belum mengembangkan interaksi yang baik dengan
anak; beberapa guru terkadang mengalami kesulitan
dalam organisasi kelas, perencanaan kegiatan mendadak
dan persiapan media dan APE sehingga kurikulum tidak
berjalan sesuai rencana.
4. Evaluasi Hasil (Product)
Dari data yang didapatkan mengenai hasil ini, ada
beberapa tujuan pembelajaran yang tidak bisa dicapai
oleh sejumlah anak. TK Bethany School sendiri tidak
melakukan tindak lanjut berarti mengenai hal tersebut
karena dua hal: pertama, standar kurikulum di TK ini
dikembangkan lebih luas dari standar minimal, sehingga
apabila anak tidak menguasai tujuan pembelajaran
pihak TK memastikan anak sudah menguasai tujuan
minimal. Kedua, anak memang tidak harus menguasai
107
semua perkembangan dengan sempurna karena
perbedaan kemampuan dan bakat yang dimiliki.
Hasil penemuan diatas tentu mempengaruhi pula
tercapainya salah satu misi TK ini yaitu membantu
pertumbuhan dan perkembangan rohani dan jasmani
anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum
memasuki pendidikan pada jenjang lebih tinggi yang
sejalan dengan fungsi pendidikan usia dini dalam
Undang-undang No.20 Tahun 2003.
Karena dikatakan sebelumnya oleh Froebel (dalam
Syaodih, 2008) bahwa masa anak merupakan fase yang
fundamental bagi individu untuk membentuk dan
mengembangkan pribadi seseorang. Hal itu karena
aspek-aspek perkembangan seseorang saling berkaitan
dan mempengaruhi. Bila ada aspek yang terhambat akan
menghambat aspek lain, namun bila aspek-aspek itu
terbentuk dan berkembang optimal akan membentuk
individu yang kuat. Sehingga bila aspek perkembangan
pada masa anak yang seharusnya dicapai pada usia TK
tersebut terganggu, bisa mempengaruhi perkembangan
lainnya dijenjang yang lebih tinggi.
Dengan demikian hasil penelitian tersebut bisa
dikatakan bahwa kurikulum yang dilaksanakan di TK
Bethany School belum sepenuhnya mampu memenuhi
kebutuhan yang diharapkan. Kurikulum di TK ini telah
disusun untuk memenuhi kebutuhan yaitu mencapai
berbagai perkembangan dasar untuk persiapan menuju
perkembangan mereka dijenjang selanjutnya. Namun, di
lihat dari hasilnya belum bisa maksimal. Maka hal ini
menimbulkan pertanyaan apakah dalam penerapan
kurikulum tersebut anak telah distimulasi dengan benar
108
untuk berkembang dan siap mengikuti pendidikan
selanjutnya.
Meskipun mempunyai alasan-alasan yang telah
disebutkan sebelumnya, akan lebih baik apabila TK ini
juga mempelajari dan menindaklanjuti hasil-hasil yang
selama ini diperoleh. Dimana ada kesenjangan antara
hasil yang dicapai dengan hasil yang direncanakan. Hal
itu bisa diartikan ada sesuatu yang tidak berjalan
semestinya misalnya pada kurikulumnya sendiri, proses
pelaksanaannya ataupun faktor lain. Kemudian
selanjutnya bisa mengambil tindakan perbaikan ataupun
perubahan yang diperlukan untuk mengatasi
kesenjangan tersebut.
5. Faktor Pendukung dan Penghambat
Berdasarkan semua pembahasan dalam evaluasi
konteks, input, proses dan hasil diatas maka peneliti
merangkum apa saja yang menjadi pendukung dan
penghambat dalam pelaksanaan kurikulum di TK
Bethany School Salatiga. Faktor pendukung ini yang
perlu dipertahankan dan faktor penghambat merupakan
hal-hal yang perlu ditinjau ulang maupun dirubah dan
diperbaiki.
a. Faktor Pendukung
Hal-hal yang menjadi faktor pendukung antara lain
dari aspek konteks, di TK Bethany School, kurikulum
serta lingkungan pembelajaran yang direncanakan dan
disiapkan merupakan dukungan yang baik bagi
pelaksanaan kurikulum itu sendiri; dari aspek input
109
yaitu sebagian besar guru yang memiliki kompetensi-
kompetensi (pedagogis, sosial, profesional dan
kepribadian) yang dibutuhkan baik sebagai pendidik
maupun pembuat kurikulum, peserta didik dengan usia
dan jumlah yang tepat, serta sarana prasarana yang
cukup lengkap untuk proses pembelajaran di dalam
ruangan. Hal tersebut juga merupakan dukungan yang
baik bagi pelaksanaan kurikulum; aspek proses yang
terlaksana dengan berbagai variasi di dalamnya dalam
rangka pencapaian tujuan kurikulum. Hal tersebut
dapat dilihat dalam hal penggunaan strategi
instruksional, pemanfaatan media pembelajaran oleh
guru, metode pengajaran yang bervariasi, serta penilaian
yang dilakukan oleh guru. Dalam penilaian ini ada
pedoman yang jelas mengenai ruang lingkup, variasi alat
penilaian dan jenis penilaian yang digunakan.
b. Faktor Penghambat
Beberapa hal yang menjadi penghambat dalam
pelaksanaan kurikulum di TK Bethany School adalah
dari aspek konteks yaitu tidak mempunyai halaman luar
ruangan sehingga tidak memungkinkan adanya
lingkungan pembelajaran luar ruangan. Pada aspek input
adalah sekolah belum mampu mengusahakan sarana
halaman luar ruangan sehingga lingkungan
pembelajaran dan alat permainan tidak lengkap.
Selanjutnya dari aspek proses adalah kompetensi
beberapa guru belum terpenuhi dengan baik sehingga
belum bisa menjalankan tugasnya dengan baik pula
seperti sebagai motivator anak, dalam berinteraksi
110
dengan anak, dan pemanfaatan APE. Hal lain adalah
terkadang guru mengalami kesulitan manajemen waktu
dan mendapatkan bahan untuk materi atau APE
tertentu. Terakhir, dari aspek hasil adalah belum adanya
tindak lanjut yang serius dalam merespon kesenjangan
hasil pembelajaran yang direncanakan dengan yang
didapatkan sehingga tidak ada perubahan yang
dilakukan berdasarkan hasil tersebut.