bab ii tinjauan pustaka -...

26
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kurikulum dan Pelaksanaan Kurikulum 1. Kurikulum Ada berbagai definisi dari kurikulum. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan. Merujuk pada pengertian tersebut, kurikulum yang dimaksud lebih menekankan pada kerangka kerja atau rancangan dalam membantu berkembangnya kemampuan-kemampuan peserta didik melalui proses pembelajaran. Sehingga, kurikulum akan memuat informasi tentang apa yang harus dipelajari peserta didik (subjek), apa yang harus peserta didik ketahui dan mampu laksanakan (kompetensi), berapa lama mereka dapat belajar (jam belajar/minggu) dan bagaimana cara peserta didik belajar (tatap muka, tugas terstruktur, dan juga tugas lainnya) (Munir dalam Rahmat, 2010). Hal tersebut hampir mirip seperti yang ditulis McLachlan, dkk (2010) bahwa ada empat elemen penting yang ada pada kurikulum: 1) tujuan, sasaran, objektif atau pernyataan hasil apa yang kita inginkan untuk bisa dicapai dalam kurikulum ini, apa hasil (outcome) yang kita harapkan dari mengimplementasikan

Upload: vandien

Post on 28-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kurikulum dan Pelaksanaan Kurikulum

1. Kurikulum

Ada berbagai definisi dari kurikulum. Dalam

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kurikulum

merupakan “seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan”. Merujuk pada pengertian tersebut, kurikulum

yang dimaksud lebih menekankan pada kerangka kerja

atau rancangan dalam membantu berkembangnya

kemampuan-kemampuan peserta didik melalui proses

pembelajaran. Sehingga, kurikulum akan memuat

informasi tentang apa yang harus dipelajari peserta didik

(subjek), apa yang harus peserta didik ketahui dan

mampu laksanakan (kompetensi), berapa lama mereka

dapat belajar (jam belajar/minggu) dan bagaimana cara

peserta didik belajar (tatap muka, tugas terstruktur, dan

juga tugas lainnya) (Munir dalam Rahmat, 2010).

Hal tersebut hampir mirip seperti yang ditulis

McLachlan, dkk (2010) bahwa ada empat elemen penting

yang ada pada kurikulum: 1) tujuan, sasaran, objektif

atau pernyataan hasil – apa yang kita inginkan untuk

bisa dicapai dalam kurikulum ini, apa hasil (outcome)

yang kita harapkan dari mengimplementasikan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

11

kurikulum ini. 2) Isi, bidang studi, atau mata pelajaran –

apa yang akan kita masukkan dan tidak dalam

kurikulum. 3) Metode atau prosedur – apakah metode

atau pendekatan mengajar yang akan digunakan untuk

mencapai tujuan atau outcome ini. 4) Evaluasi dan

penilaian – bagaimana mengetahui bahwa tujuan dalam

kurikulum telah dicapai. Hal tersebut hampir sama

dengan pendapat Stake (dalam Hasan, 1988) yang

menyatakan bahwa kurikulum adalah termasuk apa

yang direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana

tersebut, serta hasil dari proses pelaksanaan rencana

tadi. Menurut definisi ini kurikulum bukan hanya

sekedar evaluasi hasil belajar.

Jadi dari berbagai definisi kurikulum bisa

disimpulkan bahwa kurikulum adalah sebuah rancangan

untuk peserta didik yang berisi tujuan apa yang ingin

dicapai, apa saja yang harus dipelajari, metode

mengajarkan, bagaimana menilai tujuan telah dicapai.

Empat hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Tim

Dosen UPI (2010) yaitu bahwa kurikulum merupakan

suatu sistem yang memiliki komponen tujuan, isi,

metode dan evaluasi.

2. Pelaksanaan Kurikulum

Menurut Mulyasa (2008) pelaksanaan kurikulum

adalah suatu proses penerapan ide, konsep, dan

kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu

aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai

seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi

dengan lingkungan. Jadi pelaksanaan kurikulum

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

12

merupakan hasil terjemahan guru terhadap kurikulum

yang dijabarkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran sebagai rencana tertulis.

Pelaksanaan kurikulum sebagai proses ini

direalisasikan dalam proses belajar mengajar sesuai

dengan prinsip dan tuntutan kurikulum yang telah

dikembangkan sebelum itu bagi suatu jenjang

pendidikan atau sekolah-sekolah tertentu. Pelaksanaan

kurikulum dibagi menjadi dua yaitu pelaksanaan

kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam

tingkat sekolah yang berperan adalah kepala sekolah

dan pada tingkatan kelas yang berperan adalah guru

(Suryosubroto, 2004).

Kurikulum direncanakan atau dikembangkan

sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah,

tuntutan lingkungan, ataupun fungsi dan visi misi dari

satuan pendidikan. Namun dalam pelaksanaannya hal

tersebut belum tentu berjalan seperti yang telah

direncanakan karena berbagai faktor diantaranya guru,

siswa, dan sarana prasarana.

Menurut Sauri (2010), faktor kompetensi sebagai

seorang guru sangatlah penting. Sasaran pekerjaannya

yaitu peserta didik akan berkualitas atau tidak

tergantung sejauh mana guru bisa menempatkan diri

sebagai pendidik yang memiliki kapasitas dan

kompetensi untuk mengarahkan peserta didiknya.

Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan mengatur bahwa ada

empat kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru yaitu

kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial dan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

13

profesional. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut

dijelaskan masing-masing sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah

kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi

hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah

kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,

dan beraklak mulia.

Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah

kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara

luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional

Pendidikan.

Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah

kemampuan pendidikan sebagai bagian dari masyarakat

untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,

orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Selain itu sebelum merencanakan kurikulum, guru

dituntut untuk memahami peserta didik dengan baik.

Pengenalan terhadap peserta didik dalam interaksi

belajar mengajar merupakan faktor mendasar dan

penting agar guru memahami dan menghargai keunikan

cara belajar, kebutuhan perkembangan, minat,

kemampuan serta karakteristik mereka dan pada

akhirnya mencapai tujuan pembelajaran yang

diharapkan (Sutarmanto, 2012).

Sedangkan, peserta didik atau siswa adalah

sasaran atau target dari kurikulum yang direncanakan.

Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003, “Peserta

didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

14

pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis

pendidikan tertentu”.

Komponen lain yang mempengaruhi kelancaran

pelaksanaan kurikulum adalah sarana prasarana.

Penyediaan sarana yang memadai bisa menunjang hasil

pembelajaran. Seperti yang ditulis Djatmiko (2006)

bahwa sehebat apapun guru dalam menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi, tanpa didukung oleh sarana

prasarana yang memadai maka hasil yang diharapkan

tidak dapat dicapai secara maksimum.

Oleh karena itulah, dalam pelaksanaan kurikulum

ketiga hal tersebut perlu juga diperhatikan supaya

menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan

dalam kurikulum.

B. Evaluasi Kurikulum

Dalam bukunya, Arikunto dan Jabar (2010)

menyimpulkan beberapa pendapat dari ahli tentang

evaluasi yaitu kegiatan mengumpulkan informasi tentang

bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut

digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat

dalam mengambil keputusan. Demikian pula dalam

evaluasi kurikulum. Niekerk (2003) mengambil beberapa

definisi dalam tulisannya, pertama menurut Kelly (1989)

menyatakan bahwa evaluasi kurikulum adalah proses

dari usaha-usaha yang tujuannya adalah mengukur nilai

dan efektivitas dari setiap hal penting dalam kegiatan

pendidikan. Kemudian Cronbach (1963) mendefinisikan

evaluasi secara lebih luas sebagai mengumpulkan dan

menggunakan informasi untuk membuat keputusan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

15

menyangkut program pendidikan. Ketiga Davis (1981)

mendeskripsikan evaluasi kurikulum sebagai proses dari

menggambarkan, mendapatkan dan menyediakan

informasi yang berguna untuk membuat keputusan dan

penilaian tentang kurikulum. Dari definisi-definisi

tersebut, maka evaluasi kurikulum penting untuk

dilakukan sehingga orang-orang yang berperan dalam

kurikulum bisa melihat bagaimana efisiensi dan

efektivitasnya.

Menurut Hasan (1988), dalam memberikan definisi

dalam evaluasi kurikulum bergantung pada definisi

kurikulum itu sendiri yang menyangkut ruang lingkup

kurikulum ataupun dimensi-dimensi kurikulum sebab

ruang lingkup kurikulum akan memberikan batasan

pada ruang lingkup evaluasi kurikulum. Kemudian

dikemukakan juga bahwa kurikulum memiliki empat

dimensi yang saling berhubungan satu sama lain.

Keempat dimensi tersebut adalah kurikulum sebagai

suatu ide atau konsepsi, kurikulum sebagai suatu

rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan atau

proses, dan kurikulum sebagai suatu hasil. Hubungan

diantara keempat dimensi tersebut digambarkan sebagai

berikut.

Gambar 1. Empat Dimensi Kurikulum

Sumber: Qomari, 2008

Kurikulum

sebagai ide

atau

konsepsi

Kurikulum

sebagai

rencana

tertulis

Kurikulum

sebagai

kegiatan

atau proses

Kurikulum

sebagai hasil

belajar

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

16

Komponen kurikulum yang terdiri dari (1) tujuan

apa yang ingin dicapai, (2) apa saja yang harus dipelajari,

(3) metode mengajarkan, (4) bagaimana menilai tujuan

telah dicapai berhubungan dengan empat dimensi

kurikulum di atas. Selanjutnya, empat dimensi dari

kurikulum merupakan hal yang saling berhubungan dan

berkesinambungan maka disimpulkan bahwa evaluasi

kurikulum merupakan suatu proses pengumpulan dan

penggunaan informasi untuk membuat keputusan dan

penilaian tentang kurikulum yang meliputi kurikulum

sebagai ide, kurikulum sebagai rencana tertulis,

kurikulum sebagai kegiatan/proses, dan kurikulum

sebagai hasil.

Dalam penelitian ini, akan lebih cenderung

mengevaluasi kurikulum sebagai suatu kegiatan atau

proses, yaitu kurikulum sebagai realita karena

kurikulum dalam dimensi ini adalah kurikulum yang

sesungguhnya terjadi di lapangan. Hasan (1988) lebih

lanjut juga menuliskan bahwa kurikulum sebagai proses

sebenarnya merupakan implementasi atau pelaksanaan

kurikulum sebagai rencana. Oleh karena itu, antara

dimensi kurikulum sebagai ide dengan kurikulum

sebagai rencana dan kurikulum sebagai proses

merupakan suatu kelanjutan yang berkesinambungan.

Kesinambungan merupakan suatu hal yang penting dan

kritis dalam pengembangan kurikulum. apabila

kesinambungan tersebut mengalami persoalan maka ide

yang dimaksud dalam tahap pertama pengembangan

kurikulum tidak akan mencapai sasaran.

Salah satu model evaluasi kurikulum yang dapat

digunakan adalah model yang dikembangkan dan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

17

digagas oleh Stufflebeam (dalam Hasan, 1988) yaitu

model CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Model

ini mengandung empat komponen, yakni konteks, input,

proses, dan produk, dan masing-masing perlu penilaian

sendiri. Evaluasi konteks meliputi penelitian mengenai

lingkungan satuan pendidikan serta pengaruh-pengaruh

dari luar. Tujuannya untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki evaluan. Kemudian sebagian

tugas evaluan adalah melakukan need assessment.

Evaluasi ini mencoba memberikan nilai dan arti dari

suatu keadaan. Nilai diperlihatkan dengan

mengemukakan mengenai keadaan evaluan. Kekuatan

dan kelemahan evaluan merupakan hasil pertimbangan

evaluator mengenai nilai evaluan. Sedangkan arti

evaluan diperlihatkan dengan memberikan pertimbangan

apakah tujuan yang akan dicapai sesuai kebutuhan

(need). Bila evaluasi ini memadai, maka dilakukan

evaluasi input (masukan), yakni mengemukakan

program yang dapat mencapai apa yang diinginkan

lembaga tersebut. Evaluasi input tidak hanya melihat

apa yang ada pada lingkungan lembaga (material

maupun personal) tetapi juga harus memperkirakan

kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi diwaktu

mendatang ketika suatu inovasi kurikulum dilakukan.

Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan

suatu inovasi kurikulum. Sehingga evaluasi ini baru

dapat dilakukan apabila inovasi kurikulum telah

dilaksanakan dilapangan. Tujuannya memperbaiki

keadaan yang ada. Evaluator menentukan sampai sejauh

mana rencana inovasi itu dilaksanakan dilapangan,

hambatan-hambatan apa yang ditemui yang tidak

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

18

diperkirakan sebelumnya, dan perubahan apa yang

harus dilakukan terhadap kurikulum tersebut. Informasi

ini juga sebagai umpan balik untuk pengelola dan staf.

Selanjutnya evaluasi produk (hasil) adalah evaluasi yang

bertujuan untuk menentukan sampai sejauh mana

kurikulum yang diimplementasikan tersebut telah dapat

memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya.

Evaluasi hasil diharapkan memperlihatkan pengaruh

program tidak hanya yang bersifat langsung tapi juga

tidak langsung. Pengaruh tersebut tidak saja yang besifat

positif tetapi juga pengaruh negatif dari kurikulum

tersebut. Adanya pengaruh negatif terdengar aneh, tapi

sebenarnya realistis. Bukanlah hal yang mustahil bahwa

suatu kurikulum menghasilkan pengaruh sampingan

yang negatif yang tidak diperkirakan pengembangnya.

Stufflebeam juga mengatakan bahwa keempat

evaluasi ini merupakan satu rangkaian namun dalam

pelaksanaannya evaluator dapat melakukan satu jenis

evaluasi saja atau kombinasi dari dua atau lebih. Namun

keunggulan model ini terletak pada kesatuan rangkaian

evaluasi. Keempat dimensi kurikulum dapat dievaluasi

dengan model CIPP ini. Kurikulum sebagai ide dapat

dievaluasi melalui evaluasi konteks, kurikulum dalam

dimensi sebagai rencana dapat menggunakan evaluasi

input, sedangkan evaluasi proses dan hasil sesuai

namanya dapat dipakai untuk mengkaji kurikulum

dalam dimensi sebagai proses dan hasil.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

19

C. Pendidikan Taman Kanak-kanak

1. Pengertian Taman Kanak-kanak

Definisi dari pendidikan anak usia dini atau PAUD

adalah suatu proses pendidikan yang diperuntukkan

bagi anak usia dini, atau sering juga disebut dengan

istilah anak usia prasekolah, usianya berkisar antara 2-6

tahun (Muliawan, 2009). Pengertian tersebut sejalan

dengan apa yang disebutkan dalam Undang-undang

No.20 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa Pendidikan

anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia

enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan

dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

lanjut. Taman Kanak-kanak (TK) adalah salah satu jalur

formal bagi pendidikan usia dini.

Berdasarkan Permendiknas No.58 Tahun 2009

Taman Kanak-kanak (TK), di Indonesia, peserta didiknya

meliputi anak-anak berusia 4 - < 6 tahun. Untuk usia 4 -

<5 tahun adalah peserta didik TK Kelompok A, dan 5 - <

6 tahun adalah peserta didik TK Kelompok B. Jumlah

maksimal peserta didik setiap rombongan belajar

sebanyak 20 peserta didik dengan 1 orang guru atau

guru pendamping.

Anak usia dini sedang dalam tahap pertumbuhan

dan perkembangan paling pesat, baik fisik maupun

mental. Pertumbuhan dan perkembangan anak telah

dimulai sejak prenatal, yaitu sejak dalam kandungan.

Pembentukan sel saraf otak sebagai modal kecerdasan,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

20

terjadi saat anak dalam kandungan. Sehingga tahap awal

perkembangan janin sangat penting untuk

pengembangan sel-sel otak. Setelah lahir terjadi proses

mielinasi dari sel-sel saraf dan pembentukan hubungan

antarsel. Keduanya sangat penting dalam pembentukan

kecerdasan. Selain pertumbuhan dan perkembangan

fisik dan motorik, perkembangan moral, sosial

emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung

sangat pesat. Oleh karena itu usia dini juga disebut

sebagai usia emas atau golden age (Suyanto, 2005).

2. Fungsi Pendidikan Taman Kanak-kanak

Krin Villien seorang konsultan pendidikan anak

usia dini dari Bank Dunia mengungkapkan bahwa

kegiatan pembelajaran TK di Indonesia lebih bersifat

akademik dimana anak lebih banyak duduk di bangku

seperti sekolah dasar. Menurutnya jarang sekali anak

diberi kesempatan bereksplorasi dan melakukan sendiri

apa yang diminati. “Banyak guru kurang memberikan

kesempatan anak untuk berfikir dan guru kurang

memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan

perasaannya dan menemukan pemecahan masalah

sendiri”. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu

menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai

dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan

berkembang secara wajar. Masa anak merupakan fase

yang sangat fundamental bagi perkembangan inidividu

karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat

besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi

seseorang. Hal ini karena aspek-aspek perkembangan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

21

anak berkaitan satu dengan yang lain, artinya aspek-

aspek itu saling mempengaruhi. Bila ada hambatan

pertumbuhan dan perkembangan dalam satu aspek

maka akan menghambat pertumbuhan dan

perkembangan aspek lain. Namun apabila aspek-aspek

tersebut terbentuk dan berkembang dengan optimal,

maka akan terbentuk individu yang kuat (dalam

Syaodih, 2008).

Agar bisa memanfaatkan berbagai potensi anak di

usia emas tersebut, kegiatan pembelajaran yang

dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK) harus bisa

memberikan rangsangan untuk berbagai aspek yaitu

fisik-motorik, kognitif, sosial, emosi dan bahasa dengan

tepat sesuai dengan tingkat usia anak.

Seperti pendapat dari Sujiono, (2009) bahwa

kegiatan pembelajaran pada anak usia dini pada

hakikatnya adalah:

pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman

belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia

dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang

harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi

yang harus dimiliki oleh anak.

Selain itu juga, pengembangan kurikulum harus

bisa mendukung fungsi pendidikan usia dini yaitu

memberikan stimulasi kepada anak. Melihat dari tujuan

pendidikan anak usia dini maka ada beberapa fungsi

program stimulasi edukasi atau fungsi pendidikan usia

dini tersebut yaitu:

1) Fungsi adaptasi, berperan dalam membantu anak

melakukan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi lingkungan serta menyesuaikan diri dengan keadaan dalam

dirinya sendiri. Contohnya, dalam mengajarkan sebuah

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

22

permainan dan aturannya, maka anak dikenalkan peraturan dan ditanamkan untuk bisa mendisiplinkan

dirinya mengikuti peraturan. Anak belajar menyesuaikan

diri dengan situasi tersebut sehingga bisa ikut dalam permainan tersebut. 2) Fungsi sosialisasi, berperan dalam

membantu anak agar memiliki ketrampilan-ketrampilan

sosial yang berguna dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari di mana anak berada. Contohnya: bermain

bersama teman, melalui bermain maka anak dapat

berinteraksi dan berkomunikasi sehingga proses sosialisasi anak dapat berkembang. 3) Fungsi pengembangan,

berkaitan dengan pengembangan berbagai potensi yang

dimiliki anak. Setiap unsur potensi yang dimiliki anak membutuhkan suatu situasi atau lingkungan yang dapat

menumbuhkembangkan potensi tersebut kearah

perkembangan yang optimal sehingga menjadi potensi yang

bermanfaat bagi anak itu sendiri maupun lingkungannya.

Contohnya: menyiapkan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, mengenalkan anak dengan dunia sekitar, misalnya dengan field trip. 4) Fungsi bermain, berkaitan dengan pemberian kesempatan pada

anak untuk bermain, karena pada hakikatnya bermain itu

sendiri merupakan hak anak sepanjang rentang

kehidupannya. Melalui kegiatan bermain anak akan

mengeksplorasi dunianya serta membangun pengetahuannya sendiri. Contohnya, bermain bebas sesuai dengan minat dan keinginan anak. 5) Fungsi ekonomik,

pendidikan yang terencana pada anak merupakan investasi

jangka panjang yang dapat menguntungkan pada setiap

rentang perkembangan selanjutnya. Terlebih lagi investasi yang dilakukan berada pada masa keemasan (the golden age) yang akan memberikan keuntungan berlipat ganda.

Pendidikan di Taman Kanak-kanak merupakan salah satu

peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya (Sujiono,

2009).

3. Karakteristik Perkembangan Anak Taman Kanak-

kanak

Telah dijelaskan sebelumnya, anak usia Taman

Kanak-kanak (TK) secara psikologis berada pada rentang

usia 4 sampai 6 tahun. Salah satu aspek perkembangan

penting dari anak TK adalah perkembangan fisik.

Perkembangan fisik dapat diklasifikasikan menjadi dua

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

23

aspek yaitu ditinjau dari perkembangan motorik kasar

dan motorik halus. Sujiono (2009) menuliskan indikasi

kemampuan motorik pada anak TK:

(1) mampu berlari, meloncat, memanjat dan

keseimbangan – hal itu menunjukkan kemampuan

motorik kasar yang telah berkembang dengan baik; (2)

peningkatan kemampuan kontrol atau jari tangan

mengambil benda-benda yang kecil, memotong garis dengan gunting, memegang pensil dengan bantuan

orang dewasa, merangkai manik-manik kecil; (3)

membangun yang membutuhkan keahlian, biasanya

menyukai konstruksi-konstruksi bahan, dan juga

aktivitas besar dengan unit dan bahan konstruksi yang

besar; (4) menunjukkan minat yang besar dalam permainan bola dengan peraturan yang sederhana.

Masih menurut Sujiono (2009), perkembangan

intelektual menyangkut kognitif, bahasa, seni dan

imajinasi. Dalam kemampuan perseptual kognitif,

Sujiono mengatakan anak TK akan:

(1) menunjukkan minat dalam rasa dan perbedaan

aktivitas sensori motor misalnya warna, ukuran atau

bentuk, suara, rasa bau, berat; (2) menunjukkan

peningkatan minat dalam angka-angka sederhana dan

kuantitas seperti: menghitung, mengukur, meneliti,

kurang-lebih, dan besar kecil, kegiatan kebahasaan menyebutkan nama huruf atau suara, menjiplak huruf

dan pura-pura menulis, melakukan kegiatan-kegiatan

dengan buku; (3) melakukan kegitan yang lebih

bertujuan dan mampu merencanakan suatu kegiatan

secara aktif; (4) menunjukkan peningkatan minat dalam menghasilkan rancangan, termasuk puzzle dan dalam

menkonstruksikan dunia permainan; (5) turut serta

dalam pertunjukkan seni yang membutuhkan aksi

panggung; (6) menunjukkan peningkatan kewaspadaan

terhadap sesuatu yang nyata dalam berbagai macam

bentuk, pakaian, bermain peran dan permainan konstruksi; (7) menunjukkan minat terhadap alam,

pengetahuan, binatang, waktu dan bagaimana benda

bekerja.

Berhubungan dengan perkembangan bahasa,

menurut Morrison (2012) murid TK berada dalam masa

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

24

perkembangan kecerdasan dan bahasa yang sangat

pesat. Mereka memiliki kapasitas besar untuk belajar

kata-kata baru. Hal ini menjelaskan kecintaan anak TK

akan kata-kata besar dan kemampuan mereka untuk

mengatakan dan menggunakannya. Anak TK senang dan

butuh terlibat dalam banyak aktivitas bahasa. Selain itu,

murid TK senang berbicara. Keinginan mereka untuk

berbicara harus didorong dan didukung dengan memberi

banyak kesempatan untuk ikut serta dalam berbagai

aktivitas bahasa seperti menyanyi, bercerita, mengikuti

drama, dan membaca puisi. Berdasarkan teori Piaget

pun dikatakan bahwa pada peringkat praoperasional

(umur 2-7 tahun) kemahiran bahasa anak-anak

berkembang dengan cepat dan dapat diasah melalui

berbagai aktivitas. Pada proses ini, anak-anak belajar

bagaimana menggunakan perkataan dan gambaran

untuk mewakilkan objek (Puteh & Ali, 2011).

Sedangkan menurut Maria Montessori, periode

paling sensitif terhadap bahasa dalam kehidupan

seseorang adalah antara umur dua sampai tujuh tahun.

Segala macam aspek dalam berbahasa harus

diperkenalkan kepada anak sebelum masa sensitif ini

berakhir. Pada periode sensitif ini sangat penting

diperkenalkan cara berbahasa yang baik dan benar,

karena keahlian ini sangat berguna untuk

berkomunikasi dengan lingkungannya (dalam Khairani,

2013).

Dalam perkembangan sosial dan emosional, anak

atau murid TK berada dalam tahap kerja keras melawan

rasa rendah diri. Mereka akan terus belajar untuk

mengatur emosi dan interaksi sosial mereka. Sebagian

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

25

besar anak, terutama mereka yang telah mengikuti

prasekolah, sangat percaya diri, ingin ikut serta, dan

ingin dan dapat menerima tanggung jawab. Mereka

senang mengunjungi tempat-tempat dan melakukan

banyak hal, seperti mengerjakan proyek, melakukan

percobaan, dan bekerja sama dengan orang lain. Secara

sosial, murid TK adalah pekerja mandiri dan sedang

mengembangkan kemampuan dan keinginan untuk

bekerja sama dengan orang lain. Mereka bekerja keras

dan sukses. Kombinasi sikap “pasti bisa” dan kerjasama

dan tanggung jawab membuat mereka menyenangkan

untuk diajari dan diajak bekerja sama (Morrison, 2012).

Hal tersebut seperti dikatakan oleh Sujiono (2009)

yaitu bahwa anak TK mulai berbagi dan bergiliran –

konsep belajar bermain secara adil dan sportif, serta

berkaitan dengan permainan sosial, biasanya mereka

mampu bekerja sama, mempraktikkan, bermusyawarah

(bermain pura-pura dengan menggunakan peran orang

dewasa yang realistis atau nyata). Namun, masih

menurut Sujiono, mereka juga membenci kekalahan dan

tidak siap untuk mengkoordinasikan permainan yang

kompetitif. Selain itu dalam perkembangan ini, mereka

juga menikmati permainan papan sederhana,

menitikberatkan pada peluang, tidak pada strategi,

mereka menikmati buku-buku dan siap untuk membaca,

serta mereka menunjukkan minat menulis dan membaca

kata-kata atau kalimat.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

26

D. Kurikulum Taman Kanak-kanak

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.27

Tahun 1990, penyelenggaraan pendidikan taman kanak

dimaksudkan untuk “membantu meletakkan dasar ke

arah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan,

ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak

didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,

serta pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya”.

Menurut Muliawan (2009) pendidikan PAUD dalam hal

ini TK berfungsi untuk sebatas mempersiapkan peserta

didik untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dan

persiapan mental yang diperlukan untuk mengikuti

jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih utama atau

membantu dan mengarahkan proses tumbuh kembang

anak agar lebih terarah dan terpadu.

Karena fungsi-fungsi tersebut, dalam pengelolaan

Taman Kanak-kanak, memerlukan kurikulum yang

mendukung pembelajaran yang sesuai dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak. Morrison (2012)

mengatakan, kurikulum TK saat ini tidak hanya

mencakup kegiatan yang mendukung anak secara emosi

dan sosial dalam belajar menjadi orang yang lebih

kompeten, tetapi juga mempelajari pengalaman

akademis, seperti membaca, menulis, matematika, ilmu

pengetahuan, ilmu sosial, dan seni. Namun, Morrison

juga mengatakan bahwa semua itu, pertama-tama harus

didekati dengan memperhatikan kemampuan dan

keinginan anak untuk bermain saat belajar. Karena

itulah, setiap TK harus bisa mengembangkan sebuah

kurikulum yang sesuai dengan pertumbuhan dan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

27

perkembangan anak namun juga menyesuaikan dan

memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin maju.

Pernyataan tersebut sejalan dengan Maryatun

(2011) yang mengatakan bahwa pembelajaran yang

dilakukan di PAUD lebih tepat dikatakan sebagai

kegiatan bermain, karenanya diusahakan kegiatan yang

dilaksanakan di PAUD menyenangkan bagi anak dan

bermakna menanamkan suatu konsep tertentu. Tetapi,

walaupun dilakukan melalui kegiatan bermain,

pembelajaran tersebut tetap membutuhkan perencanaan

yang matang sebagai acuan pelaksanaan kegiatan agar

tujuannya lebih terarah sesuai tahap perkembangan dan

usia anak. Jadi kurikulum yang di susun di TK harus

benar-benar dikelola dengan benar dalam perencanaan

maupun pelaksanaannya.

1. Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian Kegiatan

Pembelajaran Taman Kanak-kanak

Kerangka inti dari sebuah kurilum adalah silabus.

Silabus ini merupakan sebuah rencana yang disusun

dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan

demikian, perencanaan pembelajaran diawali dengan

penyusunan silabus. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Tengah (2012) mengatakan bahwa silabus dalam

kurikulum Taman Kanak-kanak merupakan seperangkat

rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran,

pengelolaan kelas, serta penilaian dan proses capaian

perkembangan. Silabus tersebut berisi: 1) seperangkat

rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran berupa:

Perencanaan Semester, Rencana Kegiatan Mingguan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

28

(RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH); 2) Rencana

pengelolaan kelas berupa: rencana penataan lingkungan

pembelajaran, rencana kegiatan awal, kegiatan inti dan

kegiatan akhir; 3) Rencana penilaian berupa: rencana

bentuk dan teknik penilaian yang akan digunakan.

Penjelasan yang diperoleh dari buku contoh

kurikulum TK dari Diknas tersebut adalah sebagai

berikut: Perencanaan Semester atau program

tahunan/semester merupakan program pembelajaran

yang berisi jaringan tema, bidang

pengembangan/lingkup pengembangan, indikator dan

alokasi waktu. Kemudian perencanaan mingguan atau

rencana kegiatan mingguan (RKM) merupakan

penjabaran dari perencanaan semester yang berisi

kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai indikator yang

telah direncanakan dalam satu minggu sesuai dengan

keluasan pembahasan tema dan sub tema. Ada dua

bentuk RKM: 1) RKM model pembelajaran kelompok

dengan komponen: tema dan sub tema, alokasi waktu,

TK Kelompok A atau B, bidang pengembangan atau

lingkup perkembangan dan kegiatan per-bidang

pengembangan/lingkup perkembangan; 2) RKM model

pembelajaran berdasar minat dengan komponen

meliputi: tema dan sub tema, alokasi waktu, TK.

Kelompok A atau B, sudut/area/sentra dan kegiatan

sudut, area atau sentra. Selanjutnya adalah

perencanaan harian atau rencana kegiatan harian (RKH)

merupakan penjabaran dari RKM, yang memuat

kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan

secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

29

satu hari. RKH terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti,

istirahat atau makan, dan kegiatan akhir.

Silabus yang sudah disusun ini akan dilaksanakan

dalam kegiatan pembelajaran yang akan menanamkan

berbagai kompetensi kepada anak. Pengertian dari

pelaksanaan atau implementasi kurikulum adalah

penerapan ide, konsep kurikulum yang dijabarkan dalam

silabus dan rencana pembelajaran ke dalam proses

pembelajaran melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran

oleh guru di sekolah sehingga terjadi perubahan pada

peserta didik yaitu pencapaian kompetensi yang telah

direncanakan (Mulyasa, 2008; Miller & Seller dalam Al-

Hafizh, 2011).

Namun, seperti dituliskan sebelumnya bahwa cara

anak belajar di TK adalah dengan bermain. Sehingga

seperti yang dikemukakan oleh Albrecht dan Miller (2000

dalam Sujiono, 2009) yaitu bahwa dalam pengembangan

program bermain (kurikulum) bagi anak usia dini

seharusnya sarat dengan aktivitas bermain yang

mengutamakan adanya kebebasan bagi anak untuk

bereksplorasi dan berkreativitas, sedangkan orang

dewasa seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator

pada saat anak membutuhkan bantuan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi. Dituliskan pula

bahwa program kegiatan bermain yang merupakan

implementasi secara kongkret pengembangan kurikulum

tersebut, memiliki sejumlah fungsi: (1) untuk

mengembangkan seluruh kemampuan yang dimiliki

anak sesuai dengan tahap perkembangannya; (2)

mengenalkan anak dengan dunia sekitar; (3)

mengembangkan sosialisasi anak; (4) mengenalkan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

30

peraturan dan menanamkan disiplin pada anak, dan (5)

memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati

masa bermainnya.

Terakhir adalah penilaian yaitu suatu usaha

mengumpulkan dan menafsirkan berbagai informasi

secara sistematis, berkala, berkelanjutan, menyeluruh,

tentang proses dan hasil dari pertumbuhan serta

perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik

melalui kegiatan pembelajaran. Tujuan dari kegiatan ini

adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan

perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik selama

mengikuti pendidikan TK. Sementara fungsi kegiatan ini

meliputi beberapa hal seperti: 1) Memberikan umpan

balik kepada guru untuk memperbaiki kegiatan

pembelajaran, 2) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru

untuk melakukan kegiatan bimbingan terhadap anak

didik agar fisik maupun psikisnya dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal, 3) Sebagai bahan

pertimbangan bagi guru untuk menempatkan anak

dalam kegiatan yang sesuai dengan minat dan

kebutuhannya, 4) Memberikan informasi kepada orang

tua tentang pertumbuhan dan perkembangan yang telah

dicapai oleh anak sebagai bentuk pertanggungjawaban

TK, 5) Sebagai informasi bagi orang tua untuk

melaksanakan pendidikan keluarga yang sesuai dan

terpadu dengan proses pembelajaran, 6) Sebagai bahan

masukan bagi berbagai pihak dalam rangka pembinaan

selanjutnya terhadap anak didik (Dinas Pendidikan

Provinsi Jawa Tengah, 2012). Kemudian lingkup

penilaian menurut Permendiknas No. 58 Tahun 2009

adalah mencakup seluruh tingkat pencapaian

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

31

perkembangan anak dan data tentang status kesehatan,

pengasuhan dan pendidikan.

2. Model Pembelajaran Taman Kanak-kanak

Ada berbagai model pembelajaran untuk anak usia

dini, dan setiap TK bisa memilih sesuai dengan situasi

dan kondisi sekolah masing-masing. Sujiono (2009)

menuliskan beberapa model, pertama, model kelas

berpusat pada anak yang ditandai dengan (1) adanya

materi yang sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan anak, (2) metode pembelajaran yang

mengacu pada center of interest melalui pengembangan

tematik, (3) media dan sumber belajar yang dapat

memperkaya lingkungan belajar dan (4) pengelolaan

kelas yang bersifat demokrasi, keterbukaan, saling

menghargai, kepedulian dan kehangatan. Kedua, model

Beyond Center and Circle Time (BCCT) yaitu suatu

pendekatan yang merupakan perpaduan antara teori

dan pengalaman praktik. Model ini mempunyai ciri-ciri

(1) pembelajaran berpusat pada anak, (2) menempatkan

seting lingkungan main sebagai pijakan awal yang

penting, (3) memberikan dukungan penuh kepada anak

untuk aktif, kreatif dan berani mengambil keputusan

sendiri, (4) peran pendidik sebagai fasilitator, motivator,

dan evaluator, (5) kegiatan anak berpusat di sentra-

sentra main sebagai pusat minat, (6) memiliki standar

prosedur operasional yang baku pada saat di sentra

maupun di lingkaran dan (7) pemberian pijakan sebelum

dan setelah anak bermain dilakukan dalam posisi

duduk melingkar. Ketiga, model ketrampilan hidup yang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

32

bertujuan agar anak mampu mendidik diri sendiri (self

help) dan kemudian mampu menolong orang lain (social

skill) sebagai suatu bentuk kepedulian dan tanggung

jawab sosialnya sebagai salah satu anggota keluarga

dan masyarakat dimana anak berada. Keempat, model

bermain kreatif berbasis kecerdasan jamak dimana

dalam kegiatan bermain memberikan kebebasan pada

anak untuk berimajinasi, bereksplorasi dan

menciptakan suatu bentuk kreatifitas yang unik.

Kelima, model OED (observasi, eksplorasi dan

dikembangkan). Model ini lebih diutamakan untuk

menstimulasi perkembangan fungsi panca indera

(sensori motor).

3. Materi Pembelajaran di Taman Kanak-kanak

Menurut Purwastuti dan Efianingrum (2010),

materi atau bahan ajar merupakan “seperangkat

materi/substansi pelajaran yang disusun secara

sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi

yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam

pembelajaran”. Selanjutnya keduanya mengambil dua

pendapat dari ahli tentang pembuatan materi.

Pertama dari Dick dan Carey yang menyatakan

bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pembuatan bahan ajar adalah:

(1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan, (2)

menyesuaikan materi yang diberikan, (3) mengikuti

suatu urutan yang benar, (4) berisikan informasi yang

dibutuhkan, (5) adanya latihan praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai

dengan materi ajar, (8) tersedia petunjuk untuk

tindak lanjut, (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik

untuk tahap-tahap aktivitas yang dilakukan, serta (10)

dapat diingat dan ditransfer.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

33

Kedua menurut Romiszowski (1986) yang menyatakan

bahwa dalam pembuatan materi atau bahan ajar

hendaknya mempertimbangkan empat aspek, yaitu

aspek akademik, aspek sosial, aspek rekreasi, dan aspek

pengembangan pribadi.

Dengan terbitnya Standar Nasional PAUD dari

Permendiknas No.58 tahun 2009 sebagai standar acuan

minimal, maka diharapkan TK sudah dapat

mengembangkan kurikulumnya sendiri untuk memenuhi

berbagai tuntutan pendidikan usia dini sekarang ini.

Menurut standar isi dalam Permendiknas tersebut, maka

struktur program kegiatan TK mencakup bidang

pengembangan perilaku dan bidang pengembangan

kemampuan dasar melalui kegiatan bermain dan

pembiasaan. Ruang lingkup kurikulum TK akan meliputi

beberapa lingkup perkembangan, yaitu:

1) Nilai-nilai agama dan moral; 2) Fisik yang terdiri

dari motorik kasar, motorik halus, dan kesehatan

fisik; 3) Kognitif yang terdiri dari pengetahuan umum

dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran dan pola, serta konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf;

4) Bahasa yang mencakup menerima bahasa,

mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan; dan 5)

Sosial emosional.

Lingkup-lingkup perkembangan ini kemudian dijabarkan

ke dalam standar tingkat pencapaian perkembangan

yang akan dicapai peserta didik sesuai dengan kondisi

dan situasi sekolah masing-masing.

Morrison (2012) mengatakan bahwa TK sedang

dalam tahap perubahan dari program yang berfokus

pada perkembangan sosial dan emosi menjadi TK yang

menekankan nilai akademis, terutama kemampuan baca

tulis dini, matematika dan ilmu pengetahuan yang

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

34

menyiapkan anak untuk berpikir dan memecahkan

masalah. Sehingga guru sebagai perancang dan penyedia

materi dituntut memberikan bahan-bahan yang bisa

memenuhi tuntutan perubahan tersebut. Namun

demikian, pengembangan berbagai materi untuk

kegiatan pembelajaran di TK harus tetap berdasarkan

lingkup-lingkup perkembangan yang telah ditetapkan

dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan anak.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian Fauziyyah (2012) menemukan bahwa

peran guru dalam membuat perencanaan pembelajaran

sangat disesuaikan dengan tema yang akan di bahas,

agar tercipta sebuah kesatuan pembelajaran yang lebih

integral atau tidak terputus. Seorang guru sebelum

melakukan proses pembelajaran harus membuat

pemetaan, silabus, program tahunan, program semester,

program mingguan dan program harian yang

didalammya sudah terencana mengenai tujuan, bahan

ajar mengenai pendidikan karakter yang akan

disampaikan kepada anak didik, waktu, medianya,

strateginya, dan sampai pada bagaimana

mengevaluasinya, termasuk bagaimana apabila tujuan

tidak tercapai.

Hasil penelitian Hiryanto, dkk (2011) antara lain

bahwa proses pembelajaran dapat berjalan dengan

optimal manakala kelompok bermain maupun TPA,

memiliki panti belajar atau tempat belajar yang

memenuhi kriteria tertentu. Sementara untuk

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3339/3/T2_942011016_BAB II.pdf · kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

35

menggairahkan peserta didik pada pendidikan anak usia

dini diperlukan adanya ragi belajar, yang bertujuan

untuk memotivasi peserta didik agar bergairah dalam

mengikuti kegiatan belajar atau bermain, serta

menghindarkan kejenuhan atau kebosanan serta

menggairahkan peserta didik dalam mengikuti proses

pembelajaran. Bentuk ragi belajar antara lain,

penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi,

penggunaan berbagai jenis sarana belajar dan

pengaturan setting tempat duduk.

Penelitian Sadri (2011) dengan model evaluasi CIPP

menemukan bahwa dalam aspek konteks, secara umum

kecenderungan yang mengakibatkan tidak efektifnya

implementasi pembelajaran tematik karena guru dan

kepala sekolah belum paham secara teoritik dan praktis

visi misi dan tujuan pembelajaran tematik. Pada aspek

input secara umum kecenderungan yang mengakibatkan

tidak efektifnya implementasi pembelajaran tematik

karena peserta didik terlalu banyak dan sarana

prasarana yang terbatas. Pada proses yang

mengakibatkan tidak efektifnya implementasi

pembelajaran tematik karena guru sulit menentukan

tema dan pemetaan jaringan tema agar semua mata

pelajaran bisa terakomodasi dalam satu tema yang

dibuat. Selain itu juga dalam pelaksanaan pembelajaran

guru masih terbawa ke dalam materi per bidang studi.

Pada hasil, yang mengakibatkan tidak efektifnya

implementasi pembelajaran tematik adalah belum

mampunya meningkatkan kemampuan akademik siswa.