bab iv hasil dan pembahasanrepository.ub.ac.id/1738/46/bab 4.pdfpencahayaan buatan pada gedung...
TRANSCRIPT
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tinjauan Objek Studi
Gedung Layanan Bersama merupakan bangunan baru yang dimiliki oleh Universitas
Brawijaya yang berfungsi sebagai perkantoran. Bangunan ini mulai berfungsi sejak bulan
April 2016 lalu ini memiliki 10 lantai dan 1 lantai semi basement. Sampai saat ini, Gedung
Layanan Bersama ini yang befungsi sejumlah 4 lantai dan telah di tempati oleh beberapa
lembaga milik universitas, diantaranya adalah: Badan Usaha Akademik Universitas
Brawijaya, Badan Usaha Non Akademik Uniersitas Brawijaya, Internasional Office
Universitas Brawijaya, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Universitas Brawijaya, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(LPPM) Universitas Brawijaya. Jam operasinal Gedung Layanan Bersama adalah Senin-
Sabtu pukul 07.30 WIB hingga pukul 16.30 WIB.
4.1.1 Kondisi Tapak dan Bangunan
Gedung Layanan Bersama terletak di koordinat 7°57'03.9"LS 112°36'55.7"BT dan
terletak di Jalan Panjaitan Kota Malang. Jalan Panjaitan Kota Malang termasuk ke dalam
Jalan Arteri Sekunder II dan termasuk ke dalam jalan milik Provinsi Jawa Timur. Luas tapak
yang digunakan 1214,5 m2, luas lantai dasar bangunan 814,3 m2 dan luas total lantai
bangunan 8143,2 m2. Bangunan perbatasan sebelah utara dengan Poliklinik Universitas
Brawijaya, sebelah timur dengan Institut Biosains Universitas Brawijaya, sebelah Selatan
Masjid Raden Patah Universitas Brawijaya, dan sebelah barat UB Guest House.
Gambar 4.1 Citra Historis Tapak Tahun 2012
Sumber : Google Earth
34
Orientasi bangunan menghadap ke arah timur laut dengan letak bukaan pada bangunan
pada sisi barat daya dan timur laut. Lantai basement pada gedung di fungsikan untuk
kebutuhan Institute Biosains sebagai kandang kelinci. Adapun lantai 1 hingga 7 difungsikan
kantor sebagai berikut ini:
Tabel 4.1 Kantor-kantor
Lantai Kantor
1 Badan Usaha Akademik UB dan Badan Usaha Non Akademik UB 2 Internasional Office UB
3 LP3M
4 -
5 -
6 LPPM
7 LPPM
4.1.2 Sistem Utilitas Bangunan
A. Sistem Penghawaan
Sistem penghawaan pada bangunan objek studi menggunakan sistem AC Split. Unit AC
yang digunakan pada Gedung Layanan Bersama adalah Merek Panasonic. Dalam setiap
ruang kantor terdapat jumlah 1-3 unit AC split. Air Conditioner (AC) yang digunakan pada
Gedung Layanan Bersama ini menggunakan type refrigeran R32. Outdoor unit AC setiap
ruangan diletakkan pada sela-sela fasad bangunan. Unit tersebut juga ditutupi oleh kisi-kisi
besi yang berfungsi untuk menutupi agar tidak mengganggu pemandangan.
Gambar 4.2 Peta sekitar Objek Penelitian
Sumber : Google Map
35
Pemilihan sistem penghawaan gedung berkaitan dengan sistem rating yang terdapat
pada GREENSHIP NB 1.2 yang telah dikeluarkan oleh lembaga GBCI. Beberapa aspek
yang diukur antara lain mengenai jenis refrigeran yang digunakan dan kemampuan dan
bahan material yang digunakan.
B. Sistem Kelistrikan
Sistes Kelistrikan pada Gedung Layanan Bersama hanya menggunakan sumber
kelistrikan yaitu jaringan listrik PLN. Kebutuhan listrik menggunakan sumber listrik PLN
untuk memenuhi listrik 10 lantai di bangunan.
C. Sistem Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan pada Gedung Layanan Bersama menggunakan lampu elektronik
dengan jenis downlight lamp dan flourscent lamp dengan berbagai macam tingkat daya dan
pencahayaan. Jenis-jenis lampu tersebut digunakan untuk titik-titik yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan ruang pada gedung.
Gambar 4.4 Indoor Unit AC Gambar 4.3 Outdoor Unit AC
Gambar 4.5 Meteran PLN
36
Pemilihan sistem pencahayaan gedung berkaitan dengan sistem rating yang terdapat
pada GREENSHIP NB 1.2 yang telah dikeluarkan oleh lembaga GBCI. Beberapa aspek
yang diukur antara lain mengenai total penggunaan perangkat pencahayaan dan tingkat
luminitas pada bangunan yang diteliti. Perangkat pencahayaan buatan dapat dihemat dengan
penggunaan jenis lampu hemat energi dan penggunaan ballast berfrekuensi tinggi.
D. Sistem penyedia air bersih
Penyedia air bersih pada Gedung Layanan Bersama hanya menggunakan 1 sumber
primer yaitu air tanah yang diambil melalui sumur bor. Sumur bor tersebut memiliki
kedalaman 80 meter ke bawah tanah dan berdiameter 15 cm. Penyediaan air bersih gedung
dikelola bersama dengan kebutuhan air yang digunakan oleh gedung biosains. Air yang
berasal dari bawah tanah di pompa melalui sumur dan kemudian dimasukkan dalam tabung
penyaringan. Air yang telah melalui proses penyaringan dimasukkan ke Ground Water Tank
(GWT) dengan kapasitas 192000 liter. Air yang berada di GWT kemudian dipompa melalui
ruang pompa menuju ke 2 rooftank Gedung Layanan Bersama yang mempunyai kapasitas
masing-masing 5.000 liter. Tahap selanjutnya adalah air yang berada di rooftank di
distribusikan ke masing-masing lantai yang berada di gedung layanan bersama.
Gambar 4.7 Sumur Bor Gambar 4.6 Water Filter Unit
Gambar 4.8 Mesin Pompa Gambar 4.9 Ground Water Tank (GWT)
37
4.2 Analisa dan Hasil terhadap Kategori GREENSHIP NB 1.2
4.2.1 Tepat Guna Lahan
A. ASD P Area Dasar Hijau
Objek Studi telah memiliki area hijau sebesar 156,6 m2 dari area tapak bangunan sebesar
1214,5 m2. Sehingga area hijau yang telah dimiliki oleh Gedung Layanan Bersama sebesar
12,8 % dari luas tapak bangunan. Objek studi juga telah memenuhi syarat yang dikeluarkan
oleh Pemendagri No 1 tahun 2007 Pasal 13 (2a) dan Peraturan Menteri PU No.
5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau. Maka, pada kriteria prasyarat area dasar
hijau terpenuhi.
B. ASD 1 Pemilihan Tapak
Tolok ukur pada kriteria pemilihan tapak pada Gedung Layanan Bersama telah memiliki
delapan prasarana dan sarana kota yang telah ditentukan pada standar GBCI. Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, kawasan Universitas Brawijaya, tepatnya Gedung
Layanan Bersama masuk dalam BWK Malang Utara (Kelurahan Ketawanggede Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang) yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana kota sebagai
berikut :
38
Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kota
No Sarana/Prasrana Kota Foto Keterangan
1 Jaringan Jalan
Jaringan jalan yang memfasilitasi
gedung layanan bersama adalah
Jalan Mayjen Panjaitan. Jalan
tersebut merupakan jalan provinsi
dan termasuk jenis jalan arteri
sekunder. Material pekerasan jalan
menggunakan material aspal.
2 Jaringan Penerangan dan
Listrik
Terdapat Gardu listrik yang
terhubung dari Saluran Udara
Tegangan Menengah. Gardu listrik
tersebut kemudian disalurkan ke
rumah listrik.
39
Lanjutan Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kota
No Sarana/Prasrana Kota Foto Keterangan
3 Jaringan Drainase
Jaringan drainase pada sekitar tapak
sudah lengkap. Sepanjang Jalan
Mayjen Panjaitan juga ada rencana
pembuatan sudetan yang berfungsi
sebagai penaggulangan banjir.
4 Sistem Pemadam Kebakaran
Terdapat Jaringan pemadam
kebakaran yang terletak di belakang
bangunan
40
Lanjutan Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kota
No Sarana/Prasrana Kota Foto Keterangan
5 Jaringan Fiber Optik
Terdapat Jaringan fiber optic yang
ditanah di bawah tanah di pinggir
Jalan Panjaitan
6 Jalur Pejalan Kaki Kawasan
Terdapat jalur pejalan pada
kawasan objek studi. Selain itu
terdapat juga jalur pejalan kaki yang
disediakan oleh kampus menuju ke
bangunan objek studi tersebut.
41
Lanjutan Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kota
No Sarana/Prasrana Kota Foto Keterangan
7 Jaringan Telepon
Terdapat jaringan telepon yang
dihubungkan melalui kabel telepon
dan tiang telepon.
8 Jaringan Air Bersih
Terdapat Jaringan air bersih yang
terletak di Jalan Mayjen Panjaitan
42
Syarat yang digunakan dalam penilaian tolok ukur ini adalah memiliki sarana dan
prasarana kota minimal 8. Maka dalam penilaian poin kriteria Pemilihan Tapak ini
mendapatkan 1 (satu) poin.
C. ASD 2 Aksesibilitas Komunitas
Lokasi tapak yang terletak di Jalan Panjaitan, berhubungan langsung dengan jalan MT.
Haryono dan Jalan Soekarno Hatta. Dimana jalan-jalan tersebut terdapat berbagai macam
fasilitas umum yang lengkap. Berbagai fasilitas umum yang terdapat di jalan-jalan tersebut
dapat dilihat pada gambar 4.10
Objek studi memiliki akses pejalan kaki menuju ke fasilitas-fasilitas umum tersebut.
Sehingga, objek studi pada kriteria Aksesbilitas Komunitas mendapatkan nilai maksimal
dari penilaian yaitu 2 (dua) poin.
Gambar 4.10 Peta Persebaran Fasilitas Umum
43
43
Tabel 4.3 Fasilitas Umum Sekitar Bangunan
No Fasiltas Umum Jarak Foto
1 Poliklinik UB ± 13 meter dari tapak
2 Parkir Motor ± 53 meter dari tapak
3 Pos Keamanan ± 157 meter dari tapak
4 Parkir Mobil ± 46 meter dari tapak
5 Masjid Raden Patah ± 173 meter dari tapak
44
Lanjutan Tabel 4.3 Fasilitas Umum Sekitar Bangunan
No Fasiltas Umum Jarak Foto
6 Kantin UB ± 300 meter dari tapak
7 Fotocopy KOPMA UB ± 364 meter dari tapak
8 Bank Mandiri ± 446 meter dari tapak
9 Kantor POS UB ± 467 meter dari tapak
10 Taman Perpustakaan ± 380 meter dari tapak
45
45
Lanjutan Tabel 4.3 Fasilitas Umum Sekitar Bangunan
No Fasiltas Umum Jarak Foto
11 Perpustakaan ± 389 meter dari tapak
12
Lapangan
± 357 meter dari tapak
13 KPRI ± 614 meter dari tapak
14 Bank BCA ± 552 meter dari tapak
D. ASD 3 Transportasi Umum
Jalan Panjaitan memiliki sarana transportasi umum yaitu angkutan umum dengan
jurusan ASD, ADL dan LDG. Jalan Panjaitan namun tidak memiliki halte yang terletak di
dekat tapak. Halte kendaraan umum terdekat dari tapak yaitu di jalan MT. Haryono tepatnya
di depan Fakultas Kedokteran Hewan. Objek studi juga tidak memiliki fasilitas transportasi
gedung seperti bus campus namun terdapat jalur pedestarian menuju ke halte tersebut. Maka,
untuk penilaian ini mendapatkan 1 (satu) poin.
46
E. ASD 4 Fasilitas Pengguna Sepeda
Gedung Layanan Bersama belum dilengkapi dengan fasilitas pengguna jalan seperti
parkir sepeda. Gedung tersebut juga tidak dilengkapi dengan fasilitas shower sebagai
pendukung pengguna sepeda untuk membersihkan diri. Maka, pada tolok ukur ini
mendapatkan 0 (nol) poin
F. ASD 5 Lansekap pada Lahan (Site Landscaping)
Hasil pengukuran luas lahan terbuka hijau (softscape) dan lahan yang terbangun
(hardscape) pada Gedung Layanan Bersama dijelaskan pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Perhitungan Softscape dan Hardscape
No Nama Keterangan Luas (m2)
1 Area Jalan Beton Hardscape 286
3 Taman Softscape 235
4 Lahan Belakang Softscape 161
Total Hardscape
Total Softscape
Total Hadscape : Total Softscape
286
396
42% : 58%
Hasil perhitungan pebandingan softscape dan hardscape pada lansekap pada lahan
menghasilkan area softscape telah mencapai standar yang ditentukan oleh GBCI yaitu
minimal 40% sehingga pada tolok ukur ini mendapatkan 1 (satu) poin. Hasil dari luas
softscape sebesar 58% sehingga terjadi 3 kali penambahan 5% dari ketentuan minimal. Maka
pada kriteria lansekap pada lahan mendapatkan 3 (tiga) poin.
Gambar 4.11 Lansekap pada lahan
47
47
G. ASD 6 Iklim Mikro
Hasil pengukuran Gedung Layanan Bersama terhadap nilai albedo kumulatif dijelaskan
pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Nilai Albedo Material
No Material Area Warna Permukaan α Albdo (ƩA x L) Atap
1 Atap Genting 956 Coklat 0.2(1) 286.8
2 Atap Beton 69,5 Abu-abu 0.35(1) 24.32
Lansekap
1 Vegetasi hijau 156,6 Hijau 0.25(2) 39.15
Total luas 1182,1 Total Albedo 350.27
Nilai albedo kumulatif (ƩA / ƩL) 0.30 Sumber (1) :U.S.Environmental Protection Agency’s Office (2) : Riska (2008)
Nilai albedo kumulatif pada Gedung Layanan Bersama memenuhi dari standar yang
ditentukan oleh GBCI yaitu minimal nilai albedo adalah minimum 0,3 sesuai dengan
perhitungan. Maka pada kriteria lansekap pada lahan mendapatkan 3 (tiga) poin.
H. ASD 7 Manajemen Air Limpasan Hujan
Perhitungan beban air limpasan hujan sesuai dengan standar GBCI pada Gedung
Layanan Bersama dijelaskan pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Limpasan Air Hujan
No Jenis Area Koefisien Vab (0,855 Koef tadah x Area
tadah x R/1000)
ATAP
1 Genting Keramik 956 0.75 3.065 m3
2 Atap Beton 69,5 0.95 2.822 m3
LANSEKAP
1 Vegetasi hijau 156,6 0.25 1.673 m3
Vab Total 7.56 m3
Berdasarkan informasi dari petugas MEE Gedung Layanan Bersama, seluruh limpasan
air hujan yang berasal dari Gedung tersebut dialirkan langsung ke resapan dan riol kota tanpa
ada pengurangan. Pengurangan yang dimaksud adalah pengurangan yang difungsikan untuk
pemanfaatan kembali air hujan untuk kebutuhan gedung seperti flushing toilet dan
penyiraman tanaman. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
4.2.2 Efesiensi dan Konservasi Energi
A. EEC P1 Pemasangan Sub-Meter
Pemasangan Sub-Meter pada Gedung Layanan Bersama menggunakan sistem terpusat
dan tidak ditemukanya sub meter untuk pengukuran daya listrik kebutuhan tata cahaya, tata
48
udara dan panel listrik pada ruang-ruang yang ada di gedung. Maka, pada tolok ukur ini
belum terpenuhi.
B. EEC P2 Perhitungan OTTV
Selubung Bangunan yang tedapat pada gedung layanan bersama adalah dinding bata
ringan dengan finising plaster dan cat warna putih. Terdapat bukaan pada selubung bangunan
berupa jendela dengan material kaca. Perhitungan OTTV dapat dilihat penjelasannya pada
poin EEC 1. Maka, pada tolok ukur ini terpenuhi.
C. EEC 1 Langkah Penghematan Energi
Langkah Penghematan Energi pada stadar GBCI dijelaskan bahwa dengan
menggunakan perhitungan per komponen secara terpisah. Perhitungan tersebut dijelaskan
sebagai berikut
1. 1C-1 Perhitungan OTTV
a) Absortansi Radiasi Matahari
Gedung Layanan Bersama pada fasadnya mengunakan bata ringan 10 cm. Bata Ringan
tersebut berlapis dengan batu alam dan cat. Sehingga perhitungan nilai absortansi matahari
sebagai berikut :
- Nilai absortansi radiasi matahari material bata ringan = 0,86
- Nilai absortansi radiasi matahari material cat putih = 0,87
- Nilai absortansi radiasi matahari material bata ringan = 0,25
α1 (Bata Ringan dan Batu Alam) = 0,86 + 0,87 / 2 = 0,865
α2 (Bata Ringan dan Cat Putih) = 0,86 + 0,25 / 2 = 0,55
b) Transmitansi Termal dinding tak tembus cahaya
R. Bata Ringan = t/k = 0,1 / 0,303 = 0,330
Gambar 4.12 Meteran Listrik PLN
49
49
R. Plaster = t/k = 0,025/0,533 = 0,047
R. Batu Alam = t/k = 0,015 /2,927 = 0,005
Uw1 (Batu Alam) = 1/ (Rext + R1 + R2 +R3 +R4 +Rint)
= 1/ (0,044 + 0,005 + 0,047 + 0,330 + 0,047 + 0,120)
= 1/0,5693
= 1.68
Uw2 (Cat) = 1/ (Rext + R1 + R2 +R3 +Rint)
= 1/ (0,044 + 0,047 + 0,330 + 0,047 + 0,120)
= 1/0,588
= 1.70
c) Beda Temperature Ekuivalen
Bata Ringan Density = 960 kg/m3
Thickness = 0,10 m
Berat/luas = 96 kg/m2
Plester Density = 15668 kg/m3
Thickness = 0,05
Berat/luas = 78,4 kg/m2
Batu Alam Density = 266640 kg/m3
Thickness = 0,015 m
Berat/luas = 39,6 kg/m2
TDek 1(Bata Ringan+Plester+Batu Alam) =96kg/m2+78,4kg/m2+39,6 kg/m2
= 214 kg/m2
= 10
TDek 2(Bata Ringan+Plester+Cat) =96kg/m2+78,4kg/m2
= 174,4 kg/m2
= 12
d) Koefisien Peneduh (SC)
Koefisien peneduh dicari dengan menggunakan permodelan gambar yang dibantu
dengan sudut datang matahari vertikal dan horisontal. Bedasarkan hasil simulasi yang
dilakukan koefiensi peneduh pada Gedung Layanan Bersama adalah :
Koenfiensi Peneduh = 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑒𝑛𝑑𝑒𝑙𝑎 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑒𝑑𝑢ℎ𝑖
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑒𝑛𝑑𝑒𝑙𝑎 x 100%
= 33 𝑐𝑚
120 𝑐𝑚 x 100%
= 0,275
50
e) Faktor Radiasi (SF)
Bedasarkan SNI 03 6389 2000, faktor radiasi yang tertera pada standar tersebut
bedasarkan data radiasi matahari di Jakarta. Dikarenakan belum adanya data radiasi matahari
di Malang, sehingga peneliti menggunakan standar yang terdapat pada SNI 03 6389 2000.
Tabel 4.7 Faktor Radiasi matahari
Orientasi Timur Laut Tenggara Barat Daya Barat Laut Radiasi 113 97 176 211
f) Rasio Dinding dan Jendela
Perbandingan luas jendela yang terdapat pada Gedung Layanan Bersama dengan luas
seluruh dinding pada setiap fasad yang telah ditentukan.
Tabel 4.8 Rasio Dinding dan Jendala
Orientasi Fasad Dinding Tembus Cahaya Dinding tak tembus Cahaya Timur Laut 174 m2 (15%) 1180,83 m2 (85%)
Tenggara 25,08 m2 (2%) 937,74 m2 (98%)
Barat Daya 129,99 m2 (11%) 1137,94 m2 (89%)
Barat Laut 25,08 m2 (2%) 937,74 m2 (98%)
Gambar 4.13 Perhitungan SBV dan SBH
51
51
g) Transmitasi Termal Fenestrasi
Uf = Kaca 5 mm, R = t/k
= 0,005/1.053
= 0,0047
Uf = 1/ (0,044 + 0,0047 + 0,120)
= 1/ (0,044+0,0047+0,120)
= 1/0,16687
=5.927
OTTV Timur Laut
= {α1[(Uw1) (WR1) (TDek1)} + {α2[(Uw1)(WR1)(TDek2)} +
[(SC)(WWR) (SF)] + [(Uf)(WWR)(∆T)]
= {0,865[(1,68)(0,3)(10)]} + {0,55{1,70)(0,3)(12)]} + {(0,275)(0,15)(113)}
+ [(5,927)(0,15)(5)]
= 4,35 + 3,37 + 4,66 + 4,44
= 19,825 Watt/m2
OTTV Tenggara
= {α1[(Uw1) (WR1) (TDek1)} + {α2[(Uw1)(WR1)(TDek2)} +
[(SC)(WWR) (SF)] + [(Uf)(WWR)(∆T)]
= {0,865[(1,68)(0,4)(10)]} + {0,55{1,70)(0,4)(12)]} + {(0,275)(0,02)(97)}
+ [(5,995)(0,02)(5)]
= 5,81 + 4,48 + 0,53 + 0,67
= 11,49 Watt/m2
OTTV Barat Daya
= {α1[(Uw1) (WR1) (TDek1)} + {α2[(Uw1)(WR1)(TDek2)} +
[(SC)(WWR) (SF)] + [(Uf)(WWR)(∆T)]
= {0,865[(1,68)(0,4)(10)]} + {0,55{1,70)(0,4)(12)]} + {(0,275)(0,11)(176)}
+ [(5,995)(0,11)(5)]
= 5,81 + 4,48 + 5,32 + 3,3
= 18,91 Watt/m2
OTTV Barat Laut
= {α1[(Uw1) (WR1) (TDek1)} + {α1[(Uw1)(WR1)(TDek2)} +
[(SC)(WWR) (SF)] + [(Uf)(WWR)(∆T)]
= {0,865[(1,68)(0,4)(10)]} + {0,55{1,70)(0,3)(12)]} + {(0.275)(0,02)(211)}
+ [(5,995)(0,02)(5)]
52
= 5,81 + 3,36 +1,16 + 0,6
= 10,93 Watt/m2
Tabel 4.9 Akumulasi perhitugan OTTV
Orientasi Luas (Aoi) OTTVi Aoi x OTTVi OTTV Timur Laut 1359,23 m2 19,825 Watt/m2 28054,51
15,92 Watt/m2
Tenggara 962,82 m2 11,49 Watt/m2 11486,44
Barat Daya 1267,94 m2 18,91 Watt/m2 19069,82
Barat Laut 962,82 m2 10,93 Watt/m2 14480,81
Total 4552,81 m2 72509,9
OTTV = Ʃ(Aoix OTTVi) / ƩAoi
= 73091,58 / 4552,81
= 15,92 Watt/m2
Hasil perhitungan OTTV menunjukkan hasil yang sudah sesuai dengan SNI 03-6389-
2011 dimana nilai perpindahan termal menyeluruh untuk selubung bangunan tidak melebihi
35 Watt/m2. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 5 (lima) poin.
2. 1C-2 Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan yang digunakan pada gedung layanan bersama adalah lampu.
Lampu tersebut menggunakan merek Philips. Daya pencahayaan yang terdapat pada SNI 03
6197-2011 untuk ruang kantor adalah 15 W/m2. Berikut merupakan sampel perhitungan
pada ruang pelatihan kantor LPPM lantai 6 yang terdapat pada Gedung Layanan Bersama.
Gambar 4.14 Rencana Titik Lampu
53
53
Jumlah titik lampu : 10 titik
Jenis Fitting : RM 300 2x36 W GLOSSY Standard
Jumlah Daya per titik : 36 W x 2 lampu = 72 W
Jumlah Daya semua titik : 72 W x 10 titik = 720 W
Luas Ruangan : 71,5 m2
Daya Pencahayaan : 720 W / 71,5 m2 = 10,06 W/m2
Daya pencahayaan pada ruang pelatihan menghasilkan 10,05 W/m2 dan memenuhi
standar GBCI. Standar GBCI tersebut adalah daya pencahayaan ruang lebih hemat 15%
daripada daya pencahayaan yang terdapat di SNI sebesar 15W/m2. Disamping itu,
penempatan tombol lampu (saklar) pada Gedung Layanan Bersama telah mencapai jarak
penyampaian tangan pada saat buka pintu. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 2 (dua)
poin.
Gambar 4.15 Spesifikasi Lampu TL-D 36W/54-765
54
3. 1C-3 Tranportasi Vertikal
Transportasi vertikal pada gedung menggunakan lift dengan merek “Schindler”. Merek
”Schindler” dari data yang didapatkan melalui website resminya menyatakan bahwa merek
”Schindler” telah menggunakan traffic management system (shindler.com, 2017). Maka,
pada tolok ukur ini mendapatkan 1 (satu) poin.
D. EEC 2 Pencahayaan Alami
Pencahayaan Alami pada tolok ukur ini mempunyai standar dimana penggunaan cahaya
alami secara optimal mendapatkan 30% luas lantai yang digunakan untuk bekerja dan
mendapakan intensitas cahaya alami minimal 300 lux. Pengukuran di lapangan
menghasilkan pada sampel ruang yang diukur tidak yang sesuai dengan standar yang
ditentukan. Hasil pengukuran dapat dilihat pada lampiran 2. Maka, pada tolok ukur ini
mendapatkan 0 (nol) poin.
Gambar 4.16 Posisi Saklar Lampu
Gambar 4.17 Ruang Staf
55
55
E. EEC 3 Ventilasi
Ruang Toilet, Tangga, Koridor dan lobi lift pada Gedung Layanan Bersama tidak
menggunakan Air Condisioner (AC) dan terdapat ventilasi pada setiap ruang tersebut. Maka,
pada tolok ukur ini mendapatkan 1 (satu) poin.
F. EEC 4 Pengaruh Perubahan Iklim
Pengaruh perumbahan iklim pada standar GBCI dapat diukur dengan pengurangan
emisi CO2 dengan dibuktikannya lewat laporan yang dibuat oleh pengelola gedung. Namun
pada saat penelitian belum terdapat dokumen yang menjelaskan tentang laporan tersebut.
Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
Gambar 4.19 Kondisi Toilet Gambar 4.18 Kondisi Tangga
Gambar 4.20 Lobby Lift Gambar 4.21 Kondisi Koridor
56
G. EEC 5 Energi Terbaharukan Dalam Tapak
Bedasarkan pengamatan pada objek penelitian, Gedung Layanan Bersama tidak
menggunakan sumber energi baru dan terbaharukan. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan
0 (nol) poin.
4.2.3 Konservasi Air
A. WAC P1 Meteran Air
Sumber air pada gedung layanan bersama menggunakan air yang berasal dari bawah
tanah. Sehingga tidak ditemukannya keberadaan meteran air pada Gedung Layanan
Bersama. Maka pada kriteria ini tidak memenuhi.
B. WAC P2 Perhitungan Penggunaan Air
Kriteria prasyarat kedua pada kategori konservasi air membutuhkan data berupa
worksheet air standar GBCI. Dikarenakan pengelola tidak memiliki dokumen tersebut, maka
pada kriteria persyarat ini tidak diperhitungkan.
C. WAC 1 Pengurangan Penggunaan Air
Gedung Layanan Bersama dalam pengurangan penggunaan air telah memiliki upaya
untuk penghematan. Penggunaan fungsi water fixture yang memiliki teknologi tinggi untuk
meminimalisir pemborosan air yang diakibatkan oleh penggunaan air yang tidak terkontrol.
Berikut merupakan tabel yang menjelaskan kebutuhan jumlah liter per hari yang di butuhkan
oleh setiap jenis gedung.
Tabel 4.10 Penggunaan Air
No Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan
1 Rumah tinggal 120 Liter/penghuni/hari
2 Rumah Susun 1001) Liter/penghuni/hari
3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari
4 Rumah Sakit 5002) Liter/tempat tidur pasien/hari
5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari
Gambar 4.23 Sumur Pompa
57
57
Lanjutan Tabel 4.10 Penggunaan Air
No Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan 6 SLTP 50 Liter/siswa/hari
7 SMU/SMK dan lebih tinggi 80 Liter/siswa/hari
8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan pegawai /hari
9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari
10 Toserba, took pengecer 5 Liter/m2
11 Restoran 15 Liter/kursi
12 Hotel berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari
13 Hotel Melati/Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari
14 Gd. Pertunjukan, Bioskop 10 Liter/tempat tidur/hari
15 Gd. Serba Guna 25 Liter/tempat tidur/hari
16 Stasiun, terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi
17 Peribadatan 5 Liter/orang 1)hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimparaswil tahun 2000 2)Permen Kesehatan RI No.: 986/Menkes/Per/XI/1992
Perhitungan: Konsumsi pemakaian air di gedung layanan bersama dengan pendekatan
jumlah penghuni
Tabel 4.11 Jumlah Penghuni Gedung
No Kantor Jumlah Penghuni 1 Badan Usaha Akademik UB 10 orang
2 Badan Usaha Non Akademik UB 10 orang
3 Internasional Office UB 18 orang
4 LP3M UB 20 Orang
5 LPPM UB 31 Orang
6 Asumsi Penghuni Lantai 5,9 dan 10 21 Orang
Total Penghuni 110
Jumlah penghuni gedung layanan bersama = 110 Orang
Kapasitas 2 rooftank gedung @5.000 liter = 10.000 liter
Kebutuhan air penghuni tiap harinya = 50 liter / pegawai / hari
= 50 liter x 110 orang
= 5.500 liter
Total jumlah kebutuhan air tiap harinya 55% dari jumlah total kapasitas air pada
rooftank. Sehinga terjadi penurunan konsumsi dari kebutuhan air tertinggi standar GBCI
yaitu 80%. Penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer dari standar yang ditentukan
sebesar 25%. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 6 (enam) poin.
D. WAC 2 Fitur Air
Fitur air yang digunakan dalam Gedung Layanan Bersama sudah memiliki upaya
penghematan air. Water Fixure yang digunakan oleh gedung adalah sanitier dengan merek
TOTO. Merek TOTO memiliki teknologi canggih dalam penghematan air sehari-hari
melalui water fixure.
58
Tabel 4.12 Fitur Air
Hasil dari tabel diatas adalah semua fitur air yang digunakan pada Gedung Layanan
Bersama telah memenuhi standar yang di tentukan oleh GBCI. Maka, pada tolok ukur ini
mendapatkan 3 (tiga) poin.
E. WAC 3 Daur Ulang Air
Gedung Layanan Bersama sesuai dengan wawancara dengan narasumber yang
merupakan petugas air mengatakan gedung layanan bersama tidak memiliki sistem IPAL
sehingga tidak ada pemanfaatan kembali air yang telah digunakan. Maka, pada tolok ukur
ini mendapatkan 0 (nol) poin.
Item Merek/Tipe Kapasitas keluaran air Standar GBCI Memenuhi Standar GBCI Wastafel TOTO 5.6 liter/meter 8 liter/menit Memenuhi
Kloset duduk TOTO 4.8 liter/flush 6 liter/flush Memenuhi
Urinoir TOTO 1.9 liter/flush 4 liter/flush Memenuhi
Kloset jongkok TOTO 4.85 liter/fush 6 liter/flush Memenuhi Sumber kapasitas keluaran air: Toto & CalGreen
Gambar 4.24 Urinoir Gambar 4.23 Wastafel
Gambar 4.26 Kloset Jongkok Gambar 4.25 Kloset Duduk
59
59
F. WAC 4 Sumber Air Alternatif
Sumber air yang ada pada Gedung Layanan Bersama hanya menggunakan sumber air
dari sumur. Tidak ada sumber alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
lainnya. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
G. WAC 5 Penampungan Air Hujan
Air hujan yang jatuh ke gedung layanan bersama mengalir dari atap menuju saluran pipa
dan diteruskan langsung ke saluran riol kota. Hal ini terjadi tanpa ada penampungan untuk
di daur ulang lagi. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
H. WAC 6 Efisiensi Penggunaan Air Lansekap
Penggunaan air untuk kebutuhan lansekap gedung tidak menggunakan air yang berasal
dari air tanah berupa sumur. Disamping itu juga dalam pengamatan tidak ditemukannya
terknologi yang inovatif untuk irigasi. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
4.2.4 Sumber dan Siklus Material
A. MRC P Refrigeran Fundamendal
Bedasarkan pengamatan langsung pada sistem penghawaan buatan berupa Air
Conditioner (AC) dengan merek Panasonic R32. Pada merek tersebut perusahaan telah
mendeklarasikan bahwa produk bebas dari cloro fluoro-carbon (CFC) sebagai
Hydrochloroflourocarbon (HCFC) yang merusak lingkungan. (panasonic.com, 2017) Maka,
pada kriteria prasyarat ini dianggap memenuhi syarat.
B. MRC 1 Penggunaan Gedung dan Material Bekas
Bedasarkan hasil wawancara dengan narasumber berupa pengawas dari pihak
Universitas Brawijaya dalam pembangunan gedung layanan bersama mulai dari tahap
struktural hingga finishing bangunan tidak menggunakan material daur ulang dari bangunan
lama maupun tempat lainnya. Material bangunan tersebut berupa bahan struktur utama,
fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0
(nol) poin.
C. MRC 2 Material Ramah Lingkungan
Menurut data yang diperoleh dari gedung layanan bersama, merek-merek material yang
yang digunakan dalam pembangunan gedung diantaranya adalah
1. Gypsum
Gypsum yang digunakan untuk plafon di gedung layanan bersama menggunakan merek
jaya board. Plafon dengan bahan gypsum dengan ketebalam 9 mm. Merek jaya board yang
60
digunakan melupakan produksi dari perushaan Petrojaya Boral Plasterboard telah
mendapatkan sertifikasi Green Label Singapore dan Green Listing.
2. Bahan Plesteran
Bahan plesteran yang digunakan untuk melapisi dinding dan beton menggunkan merek
MU. Merek MU adalah termasuk produsen semen instan yang sudah dan terus berupaya
memenuhi kriteria dari produk ramah lingkungan. Hal tersebut terbukti dengan terdaftarnya
semen instan MU pada Green Listing Indonesia.
3. Coating
Bahan coating yang digunakan untuk melapisi batu alam pada gedung layanan bersama
menggunkan merek propan. Propan Green Coating adalah cat yang didisain dan diproduksi
dengan menggunakan material yang ramah lingkungan dan tidak mengganggu kesehatan.
Tidak mengandung bahan yang bersifat karsinogenik (misal : Formaldehyde, APEO, Lead,
Crhromate) dan memiliki kandungan VOC ( Volatile Organic Compound) yang rendah.
Semua produk dalam range propan green coatings sudah memenuhi persyaratan European
Norm ( EN 2004/42/CE) dan beberapa produk sudah mendapatkan sertifikat Singapore
Green Label ( Certificate No. 032-116). (sumber : propanraya.com)
Bedasarkan beberapa material yang dijelaskan diatas, beberapa material yang digunakan
untuk membangun gedung menggunakan material yang ramah lingkungan. Namun material
tersebut hanya mewakili beberapa material yang digunakan di gedung. Maka, pada tolok
ukur ini hanya mendapatkan 1 (satu) poin.
D. MRC 3 Pengunaan Refrigeran tanpa ODP
Bedasarkan pengamatan langsung pada sistem penghawaan buatan berupa Air
Conditioner (AC) dengan merek Panasonic R32. Pada merek tersebut perusahaan telah
mendeklarasikan bahwa produk bebas dari cloro fluoro-carbon (CFC) sebagai
Hydrochloroflourocarbon (HCFC) yang merusak lingkungan. Seluruh sistem AC di gedung
menggunakan sistem split. Sehingga penggunaan AC dapat diatur sesuai kebutuhan
pengguna di dalam ruangan. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 2 (dua) poin.
61
61
E. MRC 4 Kayu Bersertifikat
Bedasarkan hasil wawancara dengan narasumber berupa pengawas dari pihak
Universitas Brawijaya dalam pembangunan gedung tersebut, pembangunan gedung layanan
bersama tidak menggunakan bahan material kayu bersertifikat. Maka, pada tolok ukur ini
mendapatkan 0 (nol) poin.
F. MRC 5 Material Prabikasi
Bedasarkan pengamatan langsung ke objek penelitian, material yang digunakan pada
pembangunan Gedung Layanan Bersama tidak menggunakan material prafabrikasi atau
modular. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
G. MRC 6 Material Regional
Material regional yang digunakan dalam pembangunan Gedung Layanan Bersama
dijelaskan pada tabel 4.13
Tabel 4.13 Material Regional
No Material Fungsi Asal Jarak 1 Pasir bahan campuran beton, spesi, dan plaster Lumajang ±123 km
2 Kemarik Merek Granito Sebagai bahan lantai Jakarta ±857 km
3 Semen Instan MU Bahan plesteran dinding dan beton Cibitung, Bekasi ±857 km
4 Cat Dulux Finishing dinding Cikarang, Bekasi ±819 km
5 Gypsum Jaya Bord Bahan Plafon Gresik ±118 km
Bedasarkan hasil survei, material yang pabriknya berada di luar wilayah Replubik
Indonesia adalah peralatan mekanikal dan elektrikal (ME) salah satu contohnya adalah lift
beserta mesinnya. Dikarenakan nilai pengadaan ME jauh dibanding dengan biaya struktur
dan lainnya, dapat diasumsikan bahwa sumber material lebih banyak berasal dari sumber
lokal. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 2 (dua) poin.
Gambar 4.27 AC Split
62
4.2.5 Kesehatan dan Kenyamanan Ruang Dalam
A. IHC P Introduksi Udara Luar
Introduksi udara luar pada gedung layanan bersama menurut standar ASHRAE
dibtuhkan data mengenai standar terkait yaitu standar ASHRAE 62.1-2007. Namun,
dikarenakan keterbatasan peneliti dalam mendapatkan standar tersebut sehingga tidak
dilakukan perhitungan ini dalam penelitian ini. Maka, tolok ukur prasyarat ini tidak
diperhitungkan.
B. IHC 1 Pemantauan Kadar CO2
Setiap ruangan yang ada di gedung layanan bersama tidak dilengkapi dengan alat sensor
CO2 maupun yang memiliki kepadatan < 2.3m2 per pengguna. Maka, pada tolok ukur ini
mendapatkan 0 (nol) poin.
C. IHC 2 Kendali Asap Rokok di Lingkungan
Kondisi gedung layanan bersama dalam hal tanda “Dilarang Merokok” pada gedung
layanan bersama tidak terdapat pada setiap ruang. Namun gedung tidak menyediakan area
khusus untuk merokok dalam gedung. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
D. IHC 3 Polutan Kimia
1. Cat dan Coating
Cat pada bangunan gedung layanan bersma menggunakan merek Dulux yang
menggunakan material kualitas tinggi dan ramah lingkungan. Dengan komitmennya
dibawah HSE&S (Health, Safety, Environment & Security) dan pengembangan yang
berkelanjutan. PT ICI Paints Indonesia memperoleh ISO 9001, ISO 14001 dan juga Green
Label Singapore, serta merupakan anggota pendiri Green Building Council Indonesia.
2. Material Lampu
Lampu yang digunakan untuk bangunan gedung layanan bersama adalah lampu merek
Philips. Philips Lighting merupakan salah satu anggota dari Greenhealth yang merupakan
lembaga dimana sumber solusi lingkungan. Lampu Philips tidak mengandung merekuri dan
asbestos yang dapat merusak lingkungan.(philips.com, 2017) Maka, material lampu pada
gedung layanan bersama telah memenuhi syarat standar GBCI.
Kedua material yang digunakan oleh Gedung Layanan Bersama telah sesuai dengan
syarat yang ditentukan oleh standar GBCI. Material tersebut merupakan mareial ramah
lingkungan dan ramah pengguna. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 2 (dua) poin.
63
63
E. IHC 4 Pemandangan keluar Gedung
Kondisi pemandangan keluar gedung pada objek studi, bukaan berupa jendela terdapat
pada sisi bangunan depan dan belakang. Pada sisi samping bangunan terdapat bukaan berupa
jendela namun dengan jumlah 1 buah. Material yang digunakan pada jendela berupa
alumunium sebagai kerangkannya dan kaca clear untuk bidangnya. Kondisi pemandangan
dari dalam gedung dapat ditarik lurus kedepan sesuai dengan 75% dari NLA (Net lettable
area). Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 1 (satu) poin
F. IHC 5 Kenyamanan Visual
Bedasarkan standar yang telah ditentukan oleh SNI 03-6197-2011 tingkat pencahayaan
secara umum setiap ruangan anara 300-350 lux. Berikut adalah hasil pengukuran langsung
di lapangan dengan sampel kantor badan usaha non akademik Universitas Brawijaya.
Gambar 4.29 Ruang Staf
Gambar 4.28 Pemandangan ke luar
64
Tabel 4.14 Pengukuran Pencahayaan Ruangan
Tanggal : 29 Maret 2017
Pukul : 08.00 - 09.00 WIB (Orientasi Timur Laut – Barat Daya)
Alat : Luxmeter
Ruang : Staf, Rapat dan Wakil Direktur (Lantai 1)
Kantor : Badan Usaha Non Akademik UB
Hasil pengukuran pagi,
siang dan sore
menunjukkan
penyebaran cahaya
alami dari jendela di
ruang staf kurang
menyebar bila
dibandingkan
dengan ruang wakil
direktur. Iluminasi
pada ruang staf juga
kurang dari standar
yang telah
ditentukan. Namun
U
65
65
pada ruang wakil
direktur telah
mencapai standar
yang ditentukan.
Pengaruh hasil
pengukuran ini dapat
dari berbagai aspek.
Salah satunya adalah
lokasi ruang dimana
ruang staf berada di
sisi selatan dan ruang
wakil direktur brada
pada posisi utara.
Pada akhirnya
kondisi tersebut
membuat para staf
yang ada pada kantor
tersebut menyalakan
lampu untuk
penerangan saat
bekerja.
U
U
66
Tabel 4.15 Rekapitulasi Pengukuran Tingkat Pencahayaan
No Kantor Ruang Standar Iluminasi
1 Badan Usaha Non Akademik UB Ruang Staf Tidak Memenuhi
Ruang Wakil Direktur Tidak Memenuhi
2 Internasional Office UB Ruang Rapat Tidak Memenuhi
Ruang Staf Tidak Memenuhi
3 LP3M UB Ruang Rapat Tidak Memenuhi
Ruang Staf Tidak Memenuhi
4 LPPM UB
Ruang Staf Tidak Memenuhi
Ruang Kepala Bagian Tidak Memenuhi
Hasil detail pengukuran pada ruangan yang lain dapat dilihat pada Lampiran 5 Pada
setiap ruang yang ada pada gedung layanan bersama sebagian besar tidak memenuhi standar
luminasi yang ditetntukan oleh SNI. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
Setelah melakukan pengukuran dengan alat, peneliti juga mencari tahu secara langsung
bagaimana respon penghuni gedung dalam kenyamanan visual saat bekerja. Berikut adalah
hasil kuesioner yang dibagikan kepada penghuni kantor.
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 45,2% responden mengaku bahwa
intensitas pencahayaan sangat mempengaruhi pekerjaan mereka saat di gedung layanan
bersama.
Gambar 4.30 Hasil Kuesioner 1
67
67
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 90,5% responden mengaku bahwa
selama mereka bekerja menyalakan lampu untuk mencapai kenyaman visualnya. Padahal
setiap ruang pada kantor terdapat bukaan berupa jendela.
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 28,6% responden mengaku bahwa
selama mereka bekerja ketika lampu tidak dinyalakan masih merasa cukup dalam hal
kenyamanan visual.
Gambar 4.31 Hasil Kuesioner 2
Gambar 4.32 Hasil Kuesioner 3
68
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 61,9% responden mengaku bahwa
selama mereka bekerja ketika lampu dinyalakan masih merasa terang dalam hal
kenyamanan visual.
Sehingga dari hasil kuesioner dalam hal kenyaman visual, para penghuni merasa
nyaman ketika bekerja. Kenyamanan tersebut ditunjang dengan kenyamanan visual yang
baik. Namun kenyamanan ini ditunjang juga dengan dinyalakan lampu saat bekerja.
Gambar 4.33 Hasil Kuesioner 4
Gambar 4.34 Kondisi ruang kerja saat dinyalakan lampu
69
69
G. IHC 6 Kenyamanan Termal (Thermal Confort)
Bedasarkan standar yang telah ditentukan oleh GBCI, kenyamanan termal secara umum
setiap ruangan pada suhu 25ºC dan kelembaban relatif 60%. Berikut adalah rekapitulasi
pengukan pada gedung layanan bersama.
Tabel 4.16 Rekapitulasi Pengukuran Suhu dan kelembaban
No Kantor Ruang Rata-RataSuhu/
Kelembaban
Standar
(Ya/Tidak)
1 Badan Usaha Non
Akademik UB
Ruang Staf 28,4º C / 76,2% Tidak
Ruang Wakil Direktur 27,5º C / 72,2% Tidak
2 Internasional Office
UB
Ruang Rapat 24.43º C / 75,8% Tidak
Ruang Staf 25,74º C / 68,6% Tidak
3 LP3M UB Ruang Rapat 27,06º C / 72,4% Tidak
Ruang Staf 28,08º C / 70,7% Tidak
4 LPPM UB Ruang Staf 27,28º C / 70,0% Tidak
Ruang Kepala Bagian 26,92º C / 64,2% Tidak
Hasil detail pengukuran pada ruangan yang lain dapat dilihat pada lampiran 2 Pada
setiap ruang yang ada pada gedung layanan bersama sebagian besar tidak memenuhi standar
luminasi yang ditetntukan oleh SNI. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
Setelah melakukan pengukuran dengan alat, peneliti juga mencari tahu secara langsung
bagaimana respon penghuni gedung dalam kenyamanan visual saat bekerja. Berikut adalah
hasil kuesioner yang dibagikan kepada penghuni kantor.
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 40,5% responden mengaku bahwa
keadaan suhu sangat mempengaruhi pekerjaan mereka saat di gedung layanan bersama.
Gambar 4.35 Hasil Kuesioner 5
70
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 73,8% responden mengaku bahwa
selama mereka bekerja menghidupkan AC untuk mencapai kenyaman termalnya. Padahal
setiap ruang pada kantor terdapat bukaan berupa jendela.
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 45,2% responden mengaku
bahwa mengatur suhu AC antara 22-24 derajat saat AC beroprasi.
Gambar 4.36 Hasil Kuesioner 6
Gambar 4.37 Hasil Kuesioner 7
71
71
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 57,1% responden mengaku bahwa
selama mereka bekerja ketika AC beroprasi merasa dingin dalam hal kenyamanan
termalnya.
Gambar 4.38 Hasil Kuesioner 8
Gambar 4.39 Hasil Kuesioner 9
72
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 71,4% responden mengaku bahwa
selama mereka bekerja ketika AC tidak beroprasi merasa cukup dalam hal kenyamanan
termalnya.
Sehingga dari hasil kuesioner dalam hal kenyaman termal, para penghuni merasa
nyaman ketika bekerja. Kenyamanan tersebut ditunjang dengan keberadaan AC pada setiap
ruang.
H. IHC 7 Tingkat Kebisingan (Acoustic Level)
Bedasarkan standar yang telah ditentukan oleh GBCI, kenyamanan akustik secara
umum setiap ruangan antara 30-55 dB. Berikut adalah rekapitulasi pengukan pada gedung
layanan bersama.
Tabel 4.17 Rekapitulasi Pengukuran Tingkat Kebisingan
No Kantor Ruang Rata-RataTingkat
Kebisingan
Standar
(Ya/Tidak)
1 Badan Usaha Non
Akademik UB
Ruang Staf 44,80 dB Ya
Ruang Wakil Direktur 51,03 dB Ya
Ruang Staf 51,30 dB Ya
2 Internasional Office
UB
Ruang Rapat 49,28 dB Ya
Ruang Staf 50,64 dB Ya
3 LP3M UB Ruang Rapat 51,72 dB Ya
Ruang Staf 51,33 dB Ya
4 LPPM UB Ruang Staf 63,83 dB Tidak
Ruang Kepala Bagian 48,46 dB Ya
Hasil detail pengukuran pada ruangan yang lain dapat dilihat pada lampiran 2 Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa setiap ruang telah memenuhi standar tingkat kebisinganya.
Namun hanya 1 ruang yang tidak memenuhi, pada akhirnya pada tolok ukur ini tetap
menggunakan hasil terbanyak pada pengukuran setiap ruang. Maka pada tolok ukur ini
mendapatkan 1 (satu) poin.
Setelah melakukan pengukuran dengan alat, peneliti juga mencari tahu secara langsung
bagaimana respon penghuni gedung dalam kenyamanan visual saat bekerja. Berikut adalah
hasil kuesioner yang dibagikan kepada penghuni kantor.
73
73
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 33,3% responden mengaku bahwa
tingkat kebisingan sangat mempengaruhi mereka saat bekerja di gedung layanan bersama.
Hasil dari pertanyaan pada digambar diatas, bahwa 40,5% responden mengaku bahwa
kondisi tingkat kebisingan saat bekerja di gedung layanan bersama adalah biasa. Sehingga
dari hasil kuesioner dalam hal kebisingan, para penghuni merasa nyaman ketika bekerja.
Gambar 4.40 Hasil Kuesioner 10
Gambar 4.41 Hasil Kuesioner 11
74
Hasil kesimpulan dari kuesioner juga menyebutkan sebagai berikut:
Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dari 42 responden, 52,4 % telah mengatakan
bahwa nyaman dengan kondisi kantor saat ini. Kondisi tersebut terpengaruhi oleh 3 aspek
yaitu suhu, cahaya dan kebisingan. Hamya 7,1 % responden yang merasa tidak nyaman
dengan kondisi saat ini.
4.2.6 Manajemen Lingkungan Bangunan
A. BEM P Dasar Pengolahan Sampah
Kriteria prasyarat dasar pengelolaan sampah pada gedung layanan bersama bedasarkan
hasil survey langsung terdapat pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah tersebut dikelola
langsung dari pihak Universitas Brawijaya. Maka, pada kriteria prasyarat dasar pengelolaan
sampah telah telah terpenuhi.
B. BEM 1 GP Sebagai Anggota Tim Proyek
Tolok ukur berupa GP sebagai anggota tim proyek ini dapat dilihat pada saat
pelaksanaan pembangunan gedung. Dikarenakan kondisi gedung penelitian saat ini sudah
jadi hampir 100% sehingga pada tolok ukur ini tidak terpenuhi.
Gambar 4.42 Hasil Kuesioner 12
75
75
C. BEM 2 Polusi dari Aktifitas Konstruksi
Tolok ukur berupa polusi dari aktifitas konstruksi ini dapat dilihat pada saat pelaksanaan
pembangunan gedung. Dikarenakan kondisi gedung penelitian saat ini sudah jadi hampir
100% sehingga pada tolok ukur ini tidak dapat diukur.
D. BEM 3 Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut
Pengelolaan sampah tingkat lanjut di kelola langsung oleh pihak universitas.
Pengelolaan tersebut berupa pemanfaatan sampah organik sebagai kompos. Selain itu,
sampah unorganik berupa kertas dan plastik juga di sortir kemudian di press dan di jual.
Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 2 (dua) poin.
E. BEM 4 Sistem Komisioning yang Baik dan Benar
Tolok ukur berupa sistem komisioning yang baik dan benar ini dapat dilihat pada saat
pelaksanaan pembangunan gedung. Dikarenakan kondisi gedung penelitian saat ini sudah
jadi hampir 100% sehingga pada tolok ukur ini tidak dapat diukur.
F. BEM 5 Penyerahan Data Green Building
Pengelola gedung yang langsung dikelola langsung oleh pihak universitas belum
mempunyai data implementasi green building dan surat pernyataan yang telah terdapat pada
standar GBCI pada tolok ukur ini. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol) poin.
G. BEM 6 Kesepakatan dalam Melakukan Aktifitas Fit
Pengelola gedung yang langsung dikelola langsung oleh pihak universitas belum
mempunyai surat perjanjian dengan pengguna gedung dalam beberapa ketentuan yang telah
terdapat pada standar GBCI pada tolok ukur ini. Maka, pada tolok ukur ini mendapatkan 0
(nol) poin.
Gambar 4.43 Kantor Pengelolahan Sampah UB
76
H. BEM 7 Survei Penggunaan Gedung (Occupant Survey)
Kondisi pengelola gedung belum memnpunyai surat pernyataan bahwa akan
mengadakan survei suhu dan kelembaban. Sehingga pada tolok ukur ini mendapatkan 0 (nol)
poin.
4.4.7 Rangkuman Hasil Penelitian Kondisi Eksisting
Hasil yang telah dianalisa setiap kategori kemudian akan dijumlahkan untuk mengetahui
perolehan poin. Perolehan poin tersebut dilihat dari kondisi eksisting Gedung Layanan
Bersama. Total poin yang didapatkan pada kondisi eksisting kemudian akan dikategorikan
peringkat yang terdapat pada GRENNSHIP NB 1.2.
Tabel 4.18 Hasil Penelitian Kondis Eksisting
77
77
Lanjutan Tabel 4.18 Hasil Penelitian Kondisi Eksisting
Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kondisi Eksisting
Total hasil pengukukuran diperoleh nilai 40 poin, hasil tersebut telah mencapai
peringkat BRONZE yang merupakan perringkat ketiga GBCI. Peringkatan BRONZE pada
standar GREENSHIP NB 1.2 mempunyai poin minimal sebesar 35 poin.
78
4.3 Rekomendasi
Bedasarkan hasil penilaian, dilakukan rekomendasi desain untuk penyampaian target
menjadikan Gedung Layanan Bersama menjadi green building. Disamping itu, rekomendasi
desain akan dijadikan acuan dalam meningkatkan peringkat yang telah ditentukan oleh
standar penilaian GBCI yaitu GREENSHIP NB 1.2. Sehingga penyampaian peringkat bukan
hanya sekedar menuju ke peringkat BRONZE, namun diharapkan dapat menuju ke peringkat
PLATINUM.
Di dalam kriteria GREENSHIP NB 1.2 terdapat beberapa tolok ukur yang dapat
dikategorikan sebagai tolok ukur yang berpengaruh dalam desain dan manajemen bangunan.
Sehingga dalam rekomendasi dibedakan menjadi dua yaitu rekomendasi dalam segi desain
(arsitektural) dan didalam segi manajemen (non arsitektural).
4.3.1 Rekomendasi arsitektural bedasarkan sistem rating bangunan hijau
A. Halte untuk Transportasi Umum
Kategori tepat guna lahan pada kriteria traportasi umum terdapat tolok ukur tersedianya
halte atau stasiun transportasi umum dalam jarak 300 m. Hasil dari pengamatan ternyata
tidak ditemukan halte tersebut, maka dalam tolok ukur ini dijadikan rekomendasi desain.
Lokasi yang tepat untuk meletakkan halte tersebut adalah disepanjang jalan Mayjen
Panjaitan dan dekat depan pintu masuk Universitas Brawijaya. Sehingga aksesbilitas
pengguna transportasi umum menuju ke gedung layanan bersama menjadi mudah.
Hasil pengamatan langsung, ditemukan lokasi yang tepat untuk dibangunnya halte bagi
pengguna tranpotasi umum. Lokasi tersebut berada di samping pintu masuk Jalan Mayjen
Panjaitan Universitas Brawijaya. Lebar lokasi penempatan halte sebesar 5 m dan tanah
tersebut merupakan tanah kosong milik kampus. Berikut adalah titik lokasi penempatan
rekomendasi halte untuk pengguna transportasi umum. Jarak titik halte ke lokasi gedung ±
189 m.
Gambar 4.44 Lokasi Halte
79
79
Desain halte untuk pengguna transportasi umum ini menggunakan konsep yang
disamakan dengan konsep desain umum Universitas Brawaijaya yaitu dengan penggunaan
berbagai material khas yaitu expose dinding batu bata, batu alam dan atap perisai.
Penambahan vertikal garden disamping halte bertujuan untuk menambahkan nilai
estetikanya.
Gambar 4.45 Tampak Lokasi Halte
Gambar 4.46 Rekomendasi Halte
80
Gambar 4.47 Perspektif Halte 1
Gambar 4.48 Perspektif Halte 2
81
81
Peletakan halte pada samping pintu gerbang masuk Jalan Mayjen Panjaitan juga telah
didukung dengan penyediaan fasilitas jalur pedestarian menuju ke gedung layanan bersama.
Dengan adanya penambahan halte, keberadaan jalur pedestarian, dan penambahan suttle bus
campus maka pada kriteria transportasi umum akan bertambah (2) poin.
B. Parkir Sepeda dan Tempat Shower
Kategori tepat guna lahan pada kriteria fasilitas pengguna sepeda terdapat tolok ukur
tersedianya parkir sepeda dan tempat shower 1 unit untuk setiap 10 parkir sepeda. Namun
kondisi di lapangan tidak tersedianya fasilitas-fasilitas tersebut. Maka dalam tolok ukur ini
dijadikan rekomendasi desain berupa penambahan parkir sepeda dam tempat shower.
Gambar 4.50 Rencana Lokasi Parkir Sepeda dan tempat Shower
Gambar 4.49 Jalur pejalan kaki
82
Gedung layanan bersama memiliki lantai semi basement yang berfungsi salah satunya
adalah sebagai tempat parkir mobil. Sedangkan pada area sekitar lobby lift lantai basement
terdapat beberapa ruang diaantaranya adalah tangga, toilet dan ruang panel. Berikut adalah
posisi tata letak ruang tersebut dan rencana peletakan rencana parkir sepeda dan tempat
shower.
Tempat parkir sepeda akan diletakkan fasilitas tempat sepeda yang terbuat dari bahan
besi silinder. Penempatan fasilitas tersebut bertujuan untuk merapikan sepeda ketika
diparkirkan. Disediakannya 10 tempat sepeda untuk penghuni gedung layanan bersama yang
menggunakan sepeda ke kantor.
Gambar 4.51 Desain Parkir Sepeda
Gambar 4.52 Perspsektif Parkir Sepeda
83
83
Dengan adanya penambahan parkir sepeda dan tempat shower, maka pada kriteria
fasilitas pengguna sepeda akan bertambah (2) poin.
C. Pemanfaatan Air Hujan
Kategori tepat guna lahan pada kriteria manajemen air limpasan hujan terdapat tolok
ukur pengurangan beban volume limpasan air hujan ke drainase kota. Air hujan juga dibahas
pada kategori konservasi air pada kriteria sumber air alternatif, penampungan air hujan dan
efisiensi penggunaan air lansekap. Namun kondisi di lapangan air hujan yang jatuh ke
bangunan maupun sekitarnya langsung masuk kedalam sumur resapan tanpa ada
Gambar 4.53 Desain Toilet 1
Gambar 4.54 Desain Toilet 2
84
pemanfaatannya lagi. Maka dalam beberapa tolok ukur ini dijadikan rekomendasi desain
berupa penambahan pemanpungan air hujan dan upaya pemafaatannya.
Sistem penampungan air hujan ini titik lokasinya akan diletakkan pada posisi belakang
bangunan yang masih terdapat lahan kosong. Air hujan yang berasal dari bangunan maupun
lingkungan dialirkan dan ditampung pada tempat sementara. Pengendapan akan terjadi pada
tempat sementara tersebut.
Selajutnya air yang berasal dari tempat sementara di alirkan menuju tangki
penampungan yang telah melewati alat penyaringan. Setelah air berada di tangki
penampungan kemudian disalurkan dan dimanfaatkan sebagai penyiraman tanaman dan
flushing toilet.
Gambar 4.56 Posisi Tangki Air Hujan
Air Hujan
Talang Atap Bangunan Lansekap Bangunan
Saluran Air (Bak Kontrol)
Penampunga Sementara
(Proses Pemngendapan)
Tangki Air Hujan
Pemanfaatan Kembali
(Flussing Toilet,
Penyiraman tamanan , dll)
Gambar 4.55 Alur Pemanfaatan Air Hujan
85
85
Kapasitas tangki air hujan yang direkomendasikan adalah dengan kapasitas 85% dari
volume limpasan air hujan bangunan. Selain itu upaya tersebut juga dapat menjadikan
sebagai aksi penanganan penguranagn beban banjir lingkungan. Hal tersebut dikarenakan
agar mendapatkan poin maksimal pada penilaian kriteria manajemen air limpasan hujan.
Tabel 4.20 Kapasitas Rainwater Harvesting yang disarankan
Instalasi Rainwater Harvesting Kapasitas
Volume Air Limpasan Hujan 7560 liter
Pengurangan standar GBCI 85%
Kapasitas Tangki Air Hujan 6426 liter
Dengan adanya penampungan air hujan dan pemanfaatannya kembali, maka pada
kriteria manajemen air limpasan hujan akan bertambah 3 (tiga) poin. Kriteria sumber air
alternatif bertambah 2 (dua) poin, kriteria penampungan air hujan bertambah 3 (tiga) poin
dan kriteria efisiensi penggunaan air lansekap bertambah 1 (satu) poin.
Gambar 4.57 Desain Tangki Air Hujan
86
D. Desain Shading Device dan Light-Self
Desain bukaan menjadi rekomendasi untuk kategori tepat kesehatan dan kenyamanan
ruang dalam pada kriteria kenyamanan visual. Perubahan bukaan berfungsi untuk meratakan
penyebaran cahaya alami ke dalam ruangan.
Peneliti juga melakukan validasi sofware DIALux 4.12 untuk membuktikan nilai
keakuratannya. Validasi akan berhasil ketika perbedaan nilai yang ada pada simulasi tidak
mencapai 20% perbedaannya dengan kondisi yang ada pada lapangan. Berikut adalah hasil
dari validasi yang dijelakan pada tabel 4.22
Tabel 4.21 Validasi
Ruang Kepala Bidang LPPM
Titik Ukur
1 2 3 4 5 6 Lapangan 715 143 307 829 379 310
Simulasi 360 429 381 316 344 323
Presentase 12% 19% 17% 17% 9% 4%
Aplikasi yang digunakan untuk mensimulasikan hasil rekomendasi adalah DIALux
4.12. Simulasi dilakukan menggunakan kondisi ruangan eksiting dan hasil rekomendasi.
Rekomendasi desain dilakukan pada ukuran shading device dan penambahan light-self pada
bukaan jendela.
Gambar 4.58 Skema Light-Self
87
87
Hasil simulasi menunjukkan bahwa kondisi eksisting, setiap ruang pada kantor Gedung
Layanan Bersama kondisinya terlalu banyak menerima cahaya matahari. Sehingga pada sisi
terdekat dengan jendela tingkat pencahayaannya sangat tinggi. Oleh karena itu penambahan
Gambar 4.59 Rekomendasi desain
88
shading device sepanjang 50 cm dan ligh-self untuk membantu menurunkan intensitas
cahaya dan meratakaannya ke dalam ruangan. Hasil simulasi dapat dilihat pada lampiran 3.
Maka dengan adanya rekomendasi ini akan menambahkan poin pada kriteria penchayaan
alami 4 (empat) poin dan kriteria kenyamanan visual 1 (satu) poin
Gambar 4.60 Rekomendasi desain Light-Self
EKSISTING
EKSISTING
REKOMENDASI
REKOMENDASI
DETAIL
89
89
4.3.2 Rekomendasi non arsitektural
A. Pemasangan Sub-Meter Listrik pada Gedung
Kategori efisiensi dan konservasi energi pada kriteria prasyaratnya terdapat tolok ukur
pemasangan kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok beban dan
sistem peralatan. Kelompok beban dan sistem peralatan tersebut, diantaranya adalah
1. sistem tata udara
2. sistem tata cahaya dan kotak kontak
3. sistem air (pompa air)
Dengan adanya sub meter pada sistem kelistrikan, maka pada kriteria prasyarat kategori
efisiensi dan konservasi energi telah terpenuhi.
Gambar 4.61 Sub Meter System
sumber : www.submetering4less.com
90
B. Pemasangan Meteran Air
Kategori konservasi air pada kriteria prasyaratnya terdapat tolok ukur pemasangan
meteran air (volume water) yang ditempatkan di lokasi tertentu pada sistem distribusi air.
Namun kondisi di lapangan dikarenakan sumber primer air bersih merupakan hasil dari air
tanah, maka tidak ditemukannya meteran air. Maka dalam kriteria prasyarat ini dijadikan
rekomendasi agar penilaian untuk kategori konservasi air dapat dinilai semua.
Sumber air yanga akan dipasang meteran air adalah sumber air utama (air tanah) dan
suber air alternatif (air hujan). Titik letak pemasangan meteran air pada ruang pompa yang
letaknya diujung tapak sebelah gedung biosains. Dengan adanya sub meter pada sistem
distribusi air, maka pada kriteria prasyarat kategori konservasi energi air telah terpenuhi.
C. Daur Ulang
Kategori konservasi air pada kriteria daur ulang air terdapat tolok ukur penggunaan
seluruh air bekas pakai (grey water) yang telah didaur ulang untuk kebutuhan flushing. Maka
dalam kriteria ini dijadikan rekomendasi agar penilaian untuk kategori konservasi air dapat
dinilai semua.
Gambar 4.62 Sub Meter Water
91
91
Air buang dari urinoir, wastafel, tempat wudlu dan toilet akan disalurkan menuju ke
grey water treatmet untuk di daur ulang menjadi air bersih lagi dan digunakan kembali
sebagai flushing toilet. Dengan adanya daur ulang grey water, maka pada kriteria daur ulang
air akan mendapatkan 3 (tiga) poin.
D. Pemasangan tanda “Dilarang Merokok”
Kategori kesehatan dan kenyamanan dalam ruang pada kriteria kendali asap rokok di
lingkungan terdapat tolok ukur memasang tanda “dilarang merokok” dan tidak menyediakan
area khusus untuk merokok di dalam gedung. Gedung layanan bersama bedasarkan
pengamatan langsung tidak menyediakan area khusus untuk merokok. Namun untuk tanda
“dilarang merokok” tidak di temukan di seluruh bangunan. Sehingga perlu adanya
rekomendasi peletakan tanda dilarang merokok di setiap ruang yang ada di gedung layanan
bersama. Tanda tersebut dalam terbuat dari kaca akrilic dan gambar dan tulisannya terbuat
dari bahan kertas bontax (sticker). Dengan adanya pemasangan tanda “dilarang merokok”,
maka pada kriteria kendali asap rokok di lingkungan akan mendapatkan 2 (dua) poin.
Gambar 4.63 Grey Water System
sumber : sustainabledesignresources.pbwork.com
92
E. GP Sebagai anggota manajemen bangunan
Kategori manajemen lingkungan bangunan pada kriteria GP sebagai anggota tim proyek
terdapat tolak ukur melibatkan minimal seorang tenaga ahli yang sudah bersertifikat. Namun
kondisi saat ini bangunan sudah mau mencapai 100% selesai dan tidak ditemukannya
greenship profesional (GP) pada saat proyek. Sehingga pada tolok ukur ini dapat menjadi
rekomendasi namun dalam kondisi dilibatkannya greenship profesional (GP) dalam
manajemen bangunan. Dikarenakan bangunan tersebut adalah milik Universitas Brawijaya
greenship profesional (GP) juga dapat langsung dimasukkan dalam tim program Green
Campus.
F. Kelengkapan Dokumen dan Manajemen
Kriteria yang terdapat di GREENSHIP NB 1.2 beberapa terdapat tolak ukur yang
membahas dokumen-dokumen manajemen bangunan dalam hal teknis maupun non teknis.
Hal ini dalam kondisi yang sekarang, pihak pengelola masih belum memperhatikan khusus
mengenai dokumen-dokumen tersebut. Beberapa dokumen yang perlu diperhatikan yang
telah terdapat pada tolok ukur GREENSHIP NB 1.2 diantaranya adalah :
1. Dokumen perhitungan menggunakan worksheet GBCI
2. Dokemen adanya potensi introduksi udara luar
3. Dokumen perhitungan pengurahan emisi CO2
4. Dokumen data implementassi Green Building
5. Dokumen pernyataan telah mengadakan survei
6. Dokumen Surat Perjanjian mengenai
a. Penggunaan kayu yang bersertifikat
b. Pelaksanaan pelatihan
Gambar 4.64 Tanda Dilarang Merokok
93
93
c. Pelaksanaan manajemen Indoor air Quality
Disamping dokumen yang harus dipersiapkan, tolok ukur GREENSHIP NB 1.2 juga
terdapat beberapa tolok ukur yang membahas tentang manajemen bangunan. Hal ini dalam
kondisi yang sekarang, pihak pengelola masih belum memperhatikan khusus mengenai
dokumen-dokumen tersebut. Beberapa manajemen yang perlu diperhatikan yang telah
terdapat pada tolok ukur GREENSHIP NB 1.2 diantaranya adalah :
1. Melakukan prosedur testing-commissioning
2. Memastikan measuring adjusting
3. Survei pengguna gedung
Dengan adanya rekomendasi mengenai dokumen dan manajemen, maka pada kriteria
prasyarat kategori konservasi air dan kesehatan dan kenyamanan dalam ruang telah
terpenuhi, kriteria pengaruh perubahan iklim mendapatkan satu (1) poin. Kriteria
penyerahan data green building mendapatkan 2 (dua) poin. Kriteria sistem komisioning
yang baik dan benar mendapatkan 3 (tiga) poin. Kriteria kesepakatan dalam melakukan
aktifitas Fit Out mendapatkan 1 (satu) poin. Kriteria survei pengguna gedung mendapatkan
2 (dua) poin.
G. Rekapitulasi Rekomendasi Desain
Tabel 4.23 Rekapitulasi Rekomendasi Desain
94
Lanjutan Tabel 4.23 Rekapitulasi Rekomendasi Desain
4.4 Hasil Rekomendasi
Penerapan seluruh poin-poin yang dibahas pada pembahasan sebelumnya akan
berpengaruh pada hasil perhitungan tolok ukur GREENSHIP 1.2. Hasil tersebut juga akan
berpengaruh pada peringkat yang didapatkan setelah mengalami rekomendasi.
Tabel 4.24 Hasil Rekomendasi
95
95
Lanjutan Tabel 4.24 Hasil Rekomendasi
Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Perhitungan setelah Rekomendasi
96
Hasil rekomendasi menunjukkan bahwa poin yang diperoleh memcapai 74 poin. Poin
tersebut mempunyai peringkat PLATINUM. Peringkatan PLATINUM pada standar
GREENSHIP NB 1.2 mempunyai poin minimal sebesar 74 poin .