bab iv hasil analisis dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
50
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Mini riset yang dilakukan dalam program pelatihan guru-guru Biologi
dalam mengemas materi Biologi berbasis inkuiri ini bertujuan agar guru Biologi
dapat memahami bagaimana sains diperoleh, merasakan bagaimana menjadi
seorang saintis, dan pada akhirnya memahami bagaimana cara menguasai konsep-
konsep Biologi. Melalui kegiatan mini riset ini diharapkan ketika mengajar nanti
guru dapat menjiwai pembelajaran Biologi.
Mini riset ini merupakan suatu bentuk inkuiri terbuka (Open ended
inquiry), yang mana guru-guru melakukan inkuiri secara penuh mulai dari
observasi, pencarian literatur, merumuskan permasalahan, mengajukan
pertanyaan/hipotesis, mendesain percobaan, menyusun atau menggunakan alat
dan bahan, menentukan metoda pengumpulan data, merekam data, menyusun dan
menganalisis data, menarik kesimpulan, dan memberikan rekomendasi.
Sebelum melakukan mini riset, guru-guru peserta program pelatihan
membuat rancangan mini risetnya yang kemudian dipresentasikan di depan
pembimbing dan peserta yang lainnya untuk mendapat masukan atau tanggapan
tentang rancangan mini riset mereka. Guru-guru tersebut diberi kebebasan untuk
meneliti apa yang diinginkan sesuai dengan permasalahannya sendiri,
pembimbing hanya membantu dalam kemudahan memperoleh alat dan bahan,
serta memberi saran tentang teknik atau cara kerja suatu alat, juga memberi
peringatan untuk keselamatan kerja mereka. Setelah rancangan mini risetnya
51
matang, guru-guru melakukan mini risetnya, kemudian dipresentasikan di depan
pembimbing dan peserta yang lainnya untuk mendapat komentar dan kritik.
Peserta program pelatihan guru-guru Biologi dalam mengemas materi
Biologi berbasis inkuiri ini semuanya berjumlah 10 orang, tapi 2 orang
diantaranya melakukan mini riset bersama dengan alasan kemudahan pelaksanaan
karena mereka satu sekolah tempat mengajar, sehingga diperoleh data 9 laporan
mini riset.
A. Hasil Analisis Data Penelitian
1. Hasil Analisis Penilaian Laporan Mini Riset
Sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
kualitas laporan mini riset yang dilakukan oleh guru-guru Biologi, maka
dilakukan penilaian (penskoran) terhadap laporan mini riset guru, baik pada
laporan tertulis (LT) maupun pada laporan saat presentasi (LP) dengan
menggunakan rubrik penilaian laporan mini riset (tabel 3.1), yang hasil
penilaiannya terlihat pada Tabel 4.1.
Laporan mini riset memuat beberapa aspek yang dapat menunjukkan
bagaimana guru-guru melakukan mini riset sebagai bentuk dari inkuiri.
Beberapa aspek dalam laporan mini riset tersebut adalah mulai dari
menentukan permasalahan (menentukan judul), merumuskan latar belakang,
mengajukan rumusan masalah, merumuskan hipotesis, mendesain percobaan
untuk menguji hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan merekomendasikan hasil.
52
Penghitungan skor pada setiap aspek laporan mini riset baik pada
laporan tertulis maupun laporan pada saat presentasi akan menentukan
kualitas laporan mini riset. Kategorisasi kualitas laporan mini riset dilakukan
terhadap setiap laporan mini riset dan terhadap setiap aspek laporan mini
riset. Kategorisasi kualitas setiap laporan mini riset dilakukan berdasarkan
hasil rata-rata skor penilaian dari semua aspek laporan mini riset. Kualitas
laporan mini riset kurang jika rata-rata skor penilaian laporan mini risetnya
kurang dari 1,5, kualitas cukup jika rata-rata skor penilaian laporan mini
risetnya antara 1,5-2,4, kualitas baik jika rata-rata skor laporan mini risetnya
antara 2,5-3,4, dan kualitas sangat baik jika rata-rata skor laporan mini
risetnya 3,5 atau lebih. Sedangkan kategorisasi kualitas setiap aspek laporan
mini riset dilakukan berdasarkan rata-rata skor setiap aspek mini riset dari
semua mini riset guru. Kualitas kurang jika rata-rata skor aspek kurang dari
1,5, kualitas cukup jika rata-rata skor aspek antara 1,5-2,4, kualitas baik jika
rata-rata skor aspek antara 2,5-3,4, dan kualitas sangat baik jika rata-rata skor
aspek 3,5 atau lebih.
Kategorisasi kualitas laporan mini riset merupakan modifikasi dari
kategorisasi pelaksanaan sains Reichel (2004). Laporan mini riset yang
berkualitas kurang menggambarkan guru belum terlatih atau berpengalaman
dalam melakukan dan melaporkan mini riset, laporan mini riset yang
berkualitas cukup menggambarkan guru masih perlu banyak berlatih dalam
melakukan dan melaporkan mini riset, laporan mini riset yang berkualitas
baik menggambarkan guru sudah bisa melakukan dan melaporkan mini riset,
53
dan laporan mini riset yang berkualitas sangat baik menggambarkan guru
sudah ahli dalam melakukan dan melaporkan mini riset.
Berdasarkan hasil penskoran (penilaian) laporan mini riset guru seperti
yang terdapat pada Tabel 4.1, diperoleh hasil bahwa sebanyak 22,22%
laporan mini riset guru berkualitas kurang (guru belum mampu melakukan
dan melaporkan mini riset), 22,22% berkualitas cukup (guru masih perlu
banyak berlatih dalam melakukan dan melaporkan mini riset), dan 55,55%
berkualitas baik (guru sudah mampu melakukan dan melaporkan mini riset).
Hal ini berarti bahwa sebagian guru sudah mampu melakukan dan
melaporkan hasil mini riset. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah dan
persentase kualitas pada setiap aspek laporan mini riset (Tabel 4.2), diketahui
bahwa terdapat sebaran yang bervariasi pada kualitas setiap aspek laporan
mini riset, yang menunjukkan kemampuan guru yang berbeda pada setiap
aspek mini riset.
54
Tabel 4.1. Data Hasil Penilaian Laporan Mini Riset
Mini Riset
Skor dan Rata-rata Skor Setiap Aspek Mini Riset pada Laporan Tertulis (LT) dan Laporan Presentasi (LP) Kualitas
Mini Riset
Judul Latar
belakang Rumusan Masalah
Hipotesis Desain
percobaan
Metode pengumpulan
data
Analisis data
Kesimpulan Rekomendasi Rata-rata
LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP
1 S 2 2 0 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 2 4 4 3 3
2,83 Baik R 2 1,5 3 3 3 4 2 4 3
2 S 4 4 0 2 3 3 4 4 3 3 3 3 2 2 4 4 3 3
3 Baik R 4 1 3 4 3 3 2 4 3
3 S 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2
2,67 Baik R 3 3 3 3 3 3 2 2 2
4 S 1 1 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 2 2 3 3 3 3
3 Baik R 1 3 3 4 4 4 2 3 3
5 S 2 2 0 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2
2,22 Cukup R 2 1 3 3 2 3 2 2 2
6 S 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3
3 Baik R 4 2 3 4 3 3 2 3 3
7 S 1 1 0 2 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 2 2 0 0
1,44 Kurang R 1 1 3 3 1 1 1 2 0
8 S 1 1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 1 2 2 2 2
2,17 Cukup R 1 2,5 3 3 3 2 1 2 2
9 S 0 2 0 1 0 3 0 2 0 1 0 0 0 0 0 2 0 0
0,61 Kurang R 1 0,5 1,5 1 0,5 0 0 1 0
Rata-rata skor LT/LP
2 2,22 1,11 2,33 2,67 3 3 3,22 2,44 2,56 2,56 2,56 1,56 1,56 2,44 2,67 2 2
Rata-rata 2,11 1,72 2,83 3,11 2,50 2,56 1,56 2,56 2 Kualitas Cukup Cukup Baik Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup
Keterangan : S = Skor, R = Rata-rata skor, LT = Laporan tertulis, LP = Laporan pada saat presentasi
55
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Kualitas pada Setiap Aspek Mini Riset
Kualitas
Jumlah dan Persentase Kualitas pada Setiap Aspek Mini Riset
Judul Latar belakang
Rumusan Masalah Hipotesis Desain
percobaan
Metode pengumpulan
data
Analisis data Kesimpulan Rekomendasi
ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ % ΣΣΣΣ %
Kurang (rata-rata skor <1,5)
4 44,44 4 44,44 0 0 1 11,11 2 22,22 2 22,22 3 33,33 1 11,11 2 22,22
Cukup (rata-rata skor 1,5-2,4)
2 22,22 2 22,22 1 11,11 0 0 1 11,11 1 11,11 6 66,67 4 44,44 3 33,33
Baik (rata-rata skor 2,5-3,4)
1 11,11 3 33,33 8 88,89 5 55,56 5 55,56 4 44,44 0 0 2 22,22 4 44,44
Sangat baik (rata-rata
skor ≥ 3,5) 2 22,22 0 0 0 0 3 33,33 1 11,11 2 22,22 0 0 2 22,22 0 0
Ket : Σ = jumlah (banyaknya) suatu kualitas dalam setiap aspek mini riset % = persentase kualitas dalam setiap aspek mini riset
56
2. Data Hasil Analisis Biodata Guru dan Kualitas Laporan Mini Risetnya
Tabel 4.3 Kualitas mini riset guru dan biodata guru
Kualitas mini riset
Mini Riset
Biodata guru
Usia Riwayat pendidikan Pengalaman
mengajar Biologi
Pengalaman penelitian Pengalaman pelatihan
Kurang
7 43 th - D3 Pend. Biologi - S1 Pend. Biologi
23 tahun - -
9 55 th - PGSLA - S1 Pend. Biologi
32 tahun - -
Cukup
5 46 th S1 Pend.Biologi 21 tahun - - 8 47 th - S1 Pend. Biologi
- S2 Pend. Biologi SL 22 tahun - 2010, PTK : Penggunaan Teknik
SQ3R untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa Kelas X pada Materi Jamur
- 2010, PTK : Pendekatan Lingkungan untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X pada Konsep Plantae
- Pelatihan PCK bagi guru Biologi Kelas XII, tahun 2011, LPMP
- Pelatihan Bioteknologi Bagi Guru-Guru Biologi SMA, tahun 2010, UPI
- Pelatihan Bagi Calon Instruktur Biologi SMA, tahun 2009, P4TK
- Lokakarya Pembuatan Bahan Ajar dan Asesmennya, tahun 2009,UPI
Baik
1 43 th - D3 Pend. Biologi - S1 Pend. Biologi
21 tahun - -
2 43 th - D3 Pend. Biologi - S1 Pend. Biologi
19 tahun - - Pembuatan Bahan Ajar Berbasis TIK, tahun 2011 (Diknas Provinsi Jabar)
- Pembuatan Preparat, UPI - Biomonito-ring, tahun 2008, BPLHD Jabar
2 42 th D3 Pend.Biologi
19 tahun - Pembuatan Preparat, UPI
3 45 th - S1 Pend. Biologi - S2 Pend. Biologi SL
22 tahun 2010, PTK : Pembelajaran dengan Role Playing pada Konsep Meiosis
-
4 41 th S1 Biologi 13 tahun - Teacher Training Program, Tokyo Gakugei, tahun 1998-2001 6 46 th S1 Pend. Biologi 21 tahun - Diklat Sekolah Binaan P3G IPA, tahun 1998
57
Keterangan : Mini Riset 1. Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap
efektifitas penguraian hydrogen peroksida 2. Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor 3. Beberapa tumbuhan yang mengandung enzim protease 4. Pigmen photosintesis Lichen 5. Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang Bombay dalam kondisi yang sama 6. Kandungan zat tepung dalam bagian-bagian biji kacang merah (Vigna angularis) 7. Uji Enzim Katalase 8. Uji Vitamin C 9. Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas
penguraian hydrogen peroksida
58
3. Data Hasil Analisis Angket
Penelitian ini menggunakan angket untuk memperoleh informasi
tentang kegiatan mini riset yang dilakukan oleh guru-guru, termasuk juga
kendala (kesulitan), hal-hal yang dibutuhkan dalam kegiatan mini riset, dan
kesan/persepsi guru tentang kegiatan mini riset. Angket ini ditanggapi oleh
seluruh peserta program pelatihan guru Biologi dalam mengemas materi
Biologi berbasis inkuiri yang juga mengikuti pelatihan mini riset yang
berjumlah 10 orang. Berikut adalah tabel rekapitulasi tanggapan guru
terhadap angket yang diberikan.
Tabel 4.4 Data Hasil Analisis angket Guru
No Pertanyaan Tanggapan Alasan 1
Kriteria apa yang Anda gunakan untuk pemilihan permasalahan yang akan diteliti pada Mini Riset?
2
Bagaimana Anda menentukan topik (permasalahan) yang Anda teliti dalam mini riset?
50%
10%
30%
10%
0% 20% 40% 60%
berdasarkan hubungannya
dengan kehidupan sehari-hari
berdasarkan kemungkinan
dapatnya diterapkan di kelas
berdasarkan kemudahannya
untuk diteliti
berdasarkan menariknya
permasalahan untuk diteliti
10%
20%
60%
10%
0% 20% 40% 60% 80%
mengacu pada masalah yang
sedang trend di masyarakat
mengacu pada konsep-konsep
yang ada dalam pembelajaran
mengacu pada bacaan-bacaan
ilmiah populer
mengacu peda jurnal-jurnal
penelitian sebelumnya
59
3 Menurut Anda, apakah uji coba rancangan mini riset perlu dilakukan sebelum melakukan penelitian (mini riset) yang sebenarnya?
(70%) sangat perlu
agar dapat mendata kekurangan atau hal-hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan
(20%) perlu
agar dapat meminimalisir kesalahan pada saat pelaksanaan mini riset
(10%)tidak perlu
Karena sudah pernah dipraktekan bersama siswa pada saat pembelajaran
4 Apakah Anda melaksanakan mini riset sesuai dengan desain percobaan yang Anda buat?
(100%) ya Karena desain percobaan merupakan acuan dalam pelaksanaan mini riset
5 Dalam kegiatan mini riset, apakah Anda menemukan pertanyaan lanjutan? Jika ya, apa yang Anda lakukan?
(100%) ya untuk menjawab pertanyaan lanjutan, guru : - 50% melakukan penelitian lanjutan - 30% mencari informasi dari literatur dan
internet - 20% berdiskusi dengan teman/pembimbing
6 Dalam melakukan penelitian (mini riset) apakah kita harus melakukan pengulangan?
(100%) ya Agar hasil yang didapatkan bisa dibandingkan, mendapatkan nilai rata-rata data hasil penelitian dan mendapatkan data yang akurat
7 Dari seluruh kegiatan mini riset yang anda lakukan, apa yang dirasa paling sulit?
8 Apakah mini riset yang Anda lakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
(90%) ya (10%) tidak
Kendala yang dihadapi dalam ketidak sesuaian jadwal pelaksanaan mini riset adalah karena alasan waktu
9 Saya jarang melakukan kegiatan mini riset, karena akan mengeluarkan dana yang tidak
(100%) tidak setuju
karena bisa mencari alternatif yang dapat meminimalkan dana; Bukan masalah biaya, tapi lebih karena keterbatasan waktu, ide/gagasan, jadi memang guru
10%
30%
10%
20%
30%
0% 10% 20% 30% 40%
pelaksanaan (teknik) percobaan
mendapatkan literature yang tepat
menganalisis data
menyusun rancangan percobaan
menentukan permasalahan
60
sedikit
harus benar-benar kreatif; karena penelitian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan harus ada pengorbanan
10
Apakah mini riset yang Anda lakukan dapat membantu dalam memahami suatu konsep?
(100%) ya Karena pelaksanaan penelitian dialami sendiri, maka dapat membuktikan sendiri hasilnya dan melihat proses yang terjadi, sehingga menjadi paham
11 Apakah dalam pengembangan pengetahuan ilmiah (Biologi) membutuhkan penyelidikan (seperti mini riset)?
(100%) ya karena Biologi berdasarkan fakta-fakta, berisi konsep-konsep yang lahir dari hasil pengamatan fenomena-fenomena alam, proses-proses biologis menuntut pembuktian secara ilmiah melalui penyelidikan (seperti mini riset); dengan penyelidikan kita dapat menjawab keingintahuan, sehingga pengetahuan ilmiah semakin berkembang
12 Setelah melakukan pelatihan mini riset, apa yang menurut Anda paling dirasakan manfaatnya?
- bertambah kemampuan dalam melakukan penelitian (40%)
- bertambahnya rasa ingin tahu (20%) - bertambahnya pengetahuan tentang konsep
Biologi (40%)
B. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Kualitas Laporan Mini Riset Guru
Dalam mini riset guru-guru melakukan pemilihan topik
permasalahan (judul), merumuskan latar belakang, memberikan rumusan
permasalahan, merumuskan hipotesis, membuat desain percobaan,
menentukan metoda pengumpulan data, menganalisis data, membuat
kesimpulan, dan memberikan rekomendasi, yang dapat dianalisis dari
laporan mini risetnya. Laporan mini riset yang dianalisis berupa laporan
61
tertulis maupun laporan pada saat mereka mempresentasikan laporan mini
risetnya.
Berdasarkan hasil penskoran (penilaian) terhadap laporan mini riset
guru seperti yang terdapat pada Tabel 4.1, diperoleh hasil bahwa sebanyak
22,22% laporan mini riset guru berkualitas kurang (berarti guru belum
mampu melakukan dan melaporkan mini riset), 22,22% berkualitas cukup
(berarti guru masih perlu banyak berlatih dalam melakukan dan melaporkan
mini riset), dan 55,55% berkualitas baik (berarti guru sudah mampu
melakukan dan melaporkan mini riset), seperti yang dapat dilihat pada
gambar 4.1.
Berdasarkan data pada tabel 4.1, laporan mini riset yang berkualitas
kurang adalah mini riset nomor 7 dan 9, yang berkualitas cukup adalah mini
riset nomor 5 dan 8, dan yang berkualitas baik adalah mini riset nomor 1, 2,
3, 4, dan 6 (judul mini risetnya dapat dilihat pada tabel 4.5). Berikut adalah
pembahasan contoh mini riset pada setiap kategori kualitas (kualitas kurang,
cukup, dan baik) :
22,22% 22,22%
55,55%
Distribusi persentase kualitas laporan mini riset
kualitas laporan mini riset kurang
kualitas laporan mini riset cukup
kualitas laporan mini riset baik
Gambar. 4.1 Distribusi persentase kualitas laporan mini riset
62
a) Laporan Mini Riset berkualitas Kurang
Laporan mini riset berkualitas kurang jika rata-rata skor
penilaian dari semua aspek laporan mini risetnya kurang dari 1,5, seperti
pada mini riset nomor 9. Pada mini riset tersebut guru tidak membuat
laporan tertulis, laporan dibuat hanya dalam bentuk laporan presentasi
(power point). Jika dianalisis dari judulnya “Membandingkan pengaruh
enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan
otot ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” mini riset
9 ini memiliki judul yang tidak ringkas (lebih dari 15 kata), padahal
sebaiknya judul dibuat singkat, tidak lebih dari 15 kata, jelas
menunjukkan dengan tepat masalah yang akan diteliti (Anonim, 2011).
Meskipun tidak ringkas, judul mini riset 9 tersebut cukup
berhubungan dengan rumusan masalah “Bagaimanakah efektifitas kerja
enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai
jaringan tubuh hewan?”, hanya tidak spesifik (seharusnya bukan di
dalam jaringan tubuh hewan, tapi di dalam organ dalam ikan). Judul
mini riset 9 ini juga hanya berhubungan sebagian dengan hipotesis
“Semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin
banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif; hati
ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan makhluk
lainnya”. Dalam hal ini hipotesis yang kedua seharusnya “hati ikan
mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan organ dalam
ikan yang lain”. Jika melihat judul, rumusan permasalahan, dan
63
hipotesis tersebut, maka yang lebih cocok judul yang diajukan adalah
“Efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di
dalam berbagai ‘organ dalam’ ikan” atau “Perbandingan pengaruh
enzim katalase dalam ‘organ dalam’ ikan terhadap efektifitas penguraian
hydrogen peroksida”.
Rumusan latar belakang mini riset 9 juga kurang mendukung
permasalahan, karena dengan rumusan masalah “Bagaimanakah
efektifitas enzim katalase dalam menguraikan hydrogen peroksida di
dalam berbagai jaringan tubuh hewan?” latar belakang yang disusun
adalah :
“Pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi, menuntut guru menjadi seseorang yang kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningfully) dan membekali siswa dengan kecakapan hidup (life skill), penerapan tentang ilmu pengetahuan yang diberikan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari tercantum dalam kurikulum 2004 (depdiknas 2003) yaitu : pendidikan biologi di kehidupan menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar melalui pemberian pengalaman secara langsung”
Pada latar belakang tersebut hanya memuat tentang alasan dilakukannya
mini riset sebagai pembelajaran bermakna yang disyaratkan KTSP, tidak
mengemukakan alasan dilakukannya mini riset tentang efektifitas enzim
katalase dalam menguraikan hydrogen peroksida di dalam berbagai
jaringan tubuh hewan. Pada pendahuluan juga hanya diungkap telaah
pustaka tentang enzim tanpa mencantumkan rujukannya, seperti yang
dapat dilihat pada rumusan pendahuluan berikut :
64
“Dalam tubuh manusia senantiasa berlangsung reaksi kimia atau sering disebut dengan metabolisme, dalam metabolisme dibutuhkan dua komponen penting : ATP dan Enzim, enzim adalah senyawa yang dibentuk oleh sel tubuh organisme. Salah satu jenis enzim adalah enzim katalase yang berfungsi untuk menguraikan hydrogen peroksida (H2O2) dan merupakan racun dalam tubuh yang terbentuk pada proses respirasi sel…”
Pada hipotesis mini riset 9 ini “Semakin giat kerja jaringan
tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti
penguraian hydrogen peroksida semakin efektif; hati ikan mengandung
lebih banyak enzim katalase dibandingkan makhluk lainnya”, terlihat
bahwa hipotesis dikembangkan sebagian-sebagian dan belum jelas
dalam hal ini dalam kalimat “semakin giat kerja jaringan tubuh” belum
spesifik menjelaskan giatnya dalam hal apa, seharusnya mungkin
hipotesis yang diajukan adalah “semakin banyak gelembung oksigen
atau semakin lama bara api menyala maka penguraian hydrogen
peroksida semakin efektif pada suatu organ, yang berarti bahwa organ
tersebut lebih banyak mengandung enzim katalase”. Pada hipotesis juga
terdapat kalimat “hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase
dibandingkan makhluk lainnya”, hipotesis ini salah karena mini riset ini
tidak membandingkan efektifitas enzim katalase yang terdapat pada
organ hati dari berbagai makhluk hidup, tapi membandingkan efektifitas
enzim katalase pada berbagai organ dalam ikan, seharusnya hipotesis
tersebut adalah “hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase
dibandingkan organ dalam yang lain pada ikan”.
65
Desain percobaan juga dirancang tidak relevan dengan hipotesis,
banyak aspek yang hilang sehingga percobaan tidak memungkinkan
untuk diulang. Pada desain percobaan tersebut tidak ditentukan kontrol,
alat/bahan tidak dirinci, langkah kerja tidak tersusun, seperti yang
terlihat pada langkah percobaan berikut:
“Membedah ikan mas pada bak bedah dan diambil bagian-bagiannya yaitu A (jantung), B (hati), C (usus), D (ginjal), E (otot), masukkan ekstrak jantung ke tabung reaksi yang berlabel A sebanyak 1 ml dan teliti H2O2 sebanyak 1 ml, amati gelembungnya dan tutup dengan ibu jari lalu pelan-pelan dibuka dan masukkan bara api, dilakukan kembali kepada ekstrak yang lainnya yaitu tabung B (hati), C (usus), D (ginjal), E (otot) masing-masing sebanyak 5x ulangan.”
Pada langkah kerja tersebut tidak dijelaskan bagaimana membuat
ekstrak setiap organ dalam ikan, juga terdapat kerancuan pada kalimat
“masukkan ekstrak jantung ke tabung reaksi yang berlabel A sebanyak 1
ml dan teliti H2O2 sebanyak 1 ml”, dalam hal ini seolah-olah setelah
memasukkan ekstrak kemudian meneliti H2O2, seharusnya “masukkan
ekstrak jantung ke tabung reaksi yang berlabel A sebanyak 1 ml dan
tambahkan H2O2 sebanyak 1 ml”. Pada langkah kerja tersebut juga
seharusnya menutup tabung dilakukan sebelum mengamati gelembung,
karena dikhawatirkan oksigen yang terbentuk dari reaksi enzim katalase
dengan H2O2 segera menguap sehingga tidak bisa diidentifikasi dengan
uji bara api.
Selain kekurangan-kekurangan yang sudah dijelaskan di atas,
pada mini riset 9 juga tidak dilakukan pengumpulan dan analisis data,
guru langsung menyimpulkan hasil percobaannya. Pada kesimpulan pun
66
masih terdapat kerancuan. Berikut adalah kesimpulan yang dirumuskan
pada mini riset tersebut :
“Dari hasil percobaan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif, hal tersebut dibuktikan pada gelembung-gelembung yang dihasilkan saat mengekstraksi hati, jantung, usus, dan ginjal. Namun pada saat mengekstrak otot ikan gelembung yang dihasilkan sedikit karena otot ikan adalah bagian yang kurang giat bekerja pada jaringan tubuh ikan.”
Pada kesimpulan tersebut, ditemukan adanya miskonsepsi guru
karena menyebutkan bahwa efektifitas enzim katalase ditandai dengan
adanya gelembung-gelembung yang dihasilkan saat mengekstraksi
organ dalam ikan (hati, jantung, usus, dan ginjal, dan otot), padahal
gelembung-gelembung sebagai tanda adanya oksigen dihasilkan ketika
terjadi reaksi enzim katalase yang terdapat pada organ dalam ikan
dengan H2O2. Selain tidak dilakukannya pengumpulan dan analisis data,
dalam mini riset 9 juga tidak ada rekomendasi. Padahal rekomendasi
juga penting dalam upaya memperbaiki percobaan selanjutnya
berdasarkan pada percobaan (mini riset) yang sudah dilakukan.
Berdasarkan hasil analisis setiap aspek pada laporan mini riset 9
ini, ternyata jelas mini riset 9 berkualitas kurang. Kekurangan terjadi
pada semua aspek laporan mini riset. Hal ini berarti guru belum bisa
melakukan dan melaporkan mini riset.
67
b) Laporan Mini Riset Berkualitas Cukup
Laporan mini riset berkualitas cukup jika rata-rata skor penilaian
dari semua aspek laporan mini risetnya antara 1,5 sampai 2,4 seperti
pada mini riset nomor 8 yang berjudul “Uji Vitamin C” yang memiliki
rata-rata skor 2,17. Berdasarkan judul tersebut diketahui bahwa judul
berkualitas kurang karena meskipun sudah ringkas, tetapi kalimatnya
hanya berhubungan sebagian dengan permasalahan, tujuan, dan
hipotesis. Rumusan permasalahan yang diajukan dalam mini riset ini
adalah “Apakah sifat vitamin C akan berubah apabila mengalami
pemanasan?, Apakah penambahan soda bikarbonat mempengaruhi
vitamin C?”, tujuan percobaannya adalah “Mengetahui pengaruh suhu
terhadap keadaan vitamin C; Mengetahui pengaruh NaHCO3 terhadap
vitamin C di dalam makanan”, dan hipotesisnya adalah “Keadaan
vitamin C dipengaruhi oleh suhu, pemanasan akan merusak struktur
kimia vitamin C; Untuk mempertahankan kandungan vitamin C dalam
makanan, maka dibutuhkan NaHCO3”. Dengan demikian sesuai dengan
rumusan permasalahan, tujuan, dan hipotesis yang diajukan maka
sebaiknya judul mini riset 8 ini adalah “Pengaruh suhu dan NaHCO3
terhadap vitamin C di dalam makanan”.
Latar belakang permasalahan mini riset ini juga pada laporan
tertulisnya tidak dijelaskan sebagai latar belakang tapi tergabung dalam
pendahuluan, sedangkan pada saat laporan presentasi jelas terangkum
68
berupa latar belakang, berikut adalah rumusan latar belakang yang
dikemukakan :
“Struktur kimia vitamin akan mengalami kerusakan, biasanya karena pemanasan. Jika struktur kimia vitamin rusak, maka vitamin akan kehilangan fungsinya. Banyak yang menambahkan senyawa soda bikarbonat (NaHCO3) ketika memasak sayuran atau buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan adalah sumber vitamin C yang baik bagi tubuh manusia. Vitamin C itu adalah sebuah contoh zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit tetapi ternyata memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya adalah untuk membantu mengembalikan atau menyembuhkan kembali sel-sel yang rusak, kemudian yang kedua yang sangat penting adalah sebagai salah satu antioksidan yang bisa menangkal radikal bebas sehingga menghindari pertumbuhan sel-sel kanker dalam tubuh. Kemudian di buku yang lain saya menemukan bahwa banyak yang menambahkan senyawa soda bikarbonat atau dikenal dengan natrium bikarbonat yang rumus kimianya NaHCO3 yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan tepung soda kue, diberikan pada sayur-sayuran atau buah-buahan ketika memasak. Nah jadi dua hal ini menarik saya untuk melakukan mini riset tentang vitamin C, Apakah penambahan soda bikarbonat mempengaruhi keadaan vitamin C? Yang kedua Apakah sifat vitamin C akan berubah apabila mengalami pemanasan?“
Berdasarkan latar belakang tersebut maka latar belakang sudah
cukup mendukung permasalahan, memuat alasan pemilihan masalah,
telaah pustaka (meskipun tidak mencantumkan rujukannya dan diurai
sangat sedikt), dan perumusan masalah pokok dalam bentuk pertanyaan
untuk membangkitkan perhatian. Rumusan masalah yang diajukan
tersebut menarik, walau bukan sesuatu yang baru, dan dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran siswa. Hipotesis mini riset ini
“Keadaan vitamin C dipengaruhi oleh suhu, pemanasan akan merusak
struktur kimia vitamin C; Untuk mempertahankan kandungan vitamin C
dalam makanan, maka dibutuhkan NaHCO3”, hipotesis ini
69
dikembangkan secara cukup tepat, mengidentifikasi kedua variable
(suhu terhadap keadaan vitamin C dan NaHCO3 terhadap keadaan
vitamin C), keduanya dapat diuji.
Dalam desain percobaan mini riset 8 ini, variabel-variabel
percobaan, kontrol, alat/bahan, cara kerja, dan jumlah pengulangan
diurai cukup jelas. Hanya saja pada penentuan variabel-variabel
percobaan “Variabel bebas: konsentrasi vitamin C, Variabel terikat:
jumlah tetes (volume) larutan I2, Variabel kendali: volume NaHCO3”,
seharusnya variabel bebasnya adalah penambahan suhu atau
penambahan NaHCO3 pada vitamin C, variabel terikatnya adalah
konsentrasi vitamin C yang dapat diketahui berdasarkan jumlah tetes
(volume) larutan I2, dan variabel kendalinya adalah volume vitamin C
dan volume amilum, karena dalam hal ini percobaan dimaksudkan
untuk mengetahui pengaruh suhu dan NaHCO3 terhadap konsentrasi
vitamin C yang dapat diketahui dari jumlah tetes (volume) larutan I2.
Adanya kesalahan pada penentuan variabel ini menunjukkan
bahwa guru mengalami kendala dalam membedakan antara variabel
terikat, variabel bebas dan variabel kendalinya di dalam mini riset
mereka. Meskipun demikian langkah kerja dalam mini riset ini sudah
sesuai untuk menguji pengaruh suhu dan NaHCO3 terhadap konsentrasi
vitamin C, sehingga percobaan masih dapat diulang.
Pada pengumpulan data hasil mini riset 8 ini, data dicatat dan
disajikan tapi tidak tersusun, seperti yang terlihat pada tabel berikut:
70
Berdasarkan tabel tersebut, data dicatat tapi tidak tersusun. Pada
baris pertama tabel tersebut tertulis “rata-rata volume I2”, pada baris
keduanya tertulis “3 ml vitamin C” dan “3 ml vitamin C+3 ml air”, hal
ini tidak jelas menyebutkan rata-rata volume I2 yang bagaimana apakah
yang ditambahkan pada 3 ml vitamin C dan yang ditambahkan pada 3
ml vitamin C+3 ml air, atau rata-rata I2 yang dibutuhkan untuk
iodometri pada 3 ml vitamin C dan 3 ml vitamin C+3 ml air pada setiap
perlakuan. Metoda pengumpulan data tersebut tidak dapat dengan jelas
mengkomunikasikan apa yang hendak disampaikan, kemungkinan dapat
menimbulkan misunderstanding pada beberapa pembaca yang tidak
mengetahui tujuan dan desain percobaan. Selain itu pada tabel tersebut
juga hanya disajikan rata-rata data dari setiap pengulangan perlakuan,
sedangkan data pengulangan setiap perlakuannya tidak disajikan,
sehingga tidak terlihat adanya pengumpulan data dari setiap
pengulangan percobaan.
Proses analisis data pada mini riset ini dilakukan kurang tepat.
Analisis hanya berisi :
Tabel hasil percobaan “Uji Vitamin C”
Perlakuan Rata-rata volume I2
3 ml vitamin C 3 ml vitamin C + 3 ml air Vitamin C normal 2,4 ml 2,5 ml
Vitamin C dipanaskan 2,5 ml 2,7 ml
Vitamin C + NaHCO3 2,3 ml 2,5 ml
Vitamin C dipanaskan + NaHCO3
2,4 ml 2,5 ml
71
“Apakah hubungan antara volume I2 dengan konsentrasi vitamin C? Semakin sedikit volume larutan I2 yang dibutuhkan untuk mengubah warna bening menjadi biru, maka konsentrasi vitamin C semakin tinggi; Apakah fungsi amilum pada percobaan ini? Fungsi amilum adalah sebagai indikator untuk mengetahui titik akhir pemberian larutan I2; Bagaimanakah pengaruh suhu terhadap keadaan vitamin C? Suhu mengurangi keadaan vitamin C; Bagaimanakah pengaruh pemberian NaHCO3 terhadap keadaan vitamin C? Pemberian NaHCO3 dapat mempertahankan keadaan vitamin C”
Seharusnya dari data-data yang terdapat pada tabel di atas,
dijelaskan kenapa misalnya vitamin C yang normal (pada perlakukan 1)
membutuhkan I2 untuk iodometri sebanyak 2,4 ml (rata-rata), demikian
juga vitamin C yang dipanaskan (pada perlakuan 2) membutuhkan
volume I2 untuk iodometri sebanyak 2,5 ml (rata-rata), dan seterusnya,
lalu dihubungkan artinya dengan semua perlakuan, adakah keteraturan
yang diperoleh dari hubungan antara volume I2 pada setiap perlakuan
dengan konsentrasi vitamin C, sehingga diperoleh kesimpulan yang
benar.
Dengan adanya analisis data yang kurang tepat maka
mengakibatkan kesimpulan kurang memberikan penjelasan dari hasil
dan hanya sedikit memberikan hubungan dengan pertanyaan/hipotesis.
Kesimpulan yang dirumuskan dalam mini riset ini adalah “Keadaan
vitamin C dapat dipengaruhi oleh keadaan suhu dan penambahan
NaHCO3”. Seharusnya kesimpulan dapat menjelaskan keadaan suhu
atau penambahan NaHCO3 yang bagaimana yang dapat mempengaruhi
konsentrasi vitamin C, misalnya suhu yang tinggi dapat mengurangi
72
konsentrasi vitamin C yang ditandai dengan besarnya volume I2 yang
diperlukan untuk iodometri amilum dalam vitamin C.
Rekomendasi yang diajukan dalam mini riset ini adalah :
“Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan lebih baik, maka volume vitamin C yang digunakan adalah 10 ml, sehingga perlu dilakukan pengujian ulang; Untuk mengetahui peranan NaHCO3 terhadap vitamin C, perlu dilakukan percobaan dengan perlakuan menggunakan penambahan NaHCO3 yang berbeda; Untuk mengetahui kandungan vitamin C pada berbagai buah-buahan dapat dilakukan percobaan dengan teknik Iodometri karena hasil yang didapatkan berupa data kuantitatif juga”
Berdasarkan rekomendasi tersebut terlihat bahwa
rekomendasi tidak konsisten dengan penemuan. Seharusnya
dijelaskan mengapa harus dilakukan pengujian ulang terhadap
vitamin C dengan volume 10 ml, hasil yang diharapkan lebih baik itu
yang seperti apa, seharusnya dikemukakan dahulu kekurangan pada
hasil percobaan sebelumnya. Selain itu pada kalimat selanjutnya
dikemukakan rekomendasi tentang uji kandungan vitamin C pada
buah-buahan, padahal pada percobaan tidak disinggung tentang uji
vitamin C pada buah-buahan, seharusnya dilakukan terlebih dahulu
satu percobaan yang menguji vitamin C pada buah-buahan, baru
kemudian merekomendasikan untuk dilakukan uji vitamin C pada
buah-buahan yang lain sebagai pembanding.
Dari hasil analisis semua aspek laporan, ternyata laporan mini
riset 8 ini baru dalam kualitas cukup, yang berarti guru masih harus
banyak berlatih melakukan mini riset, terutama dalam aspek
menentukan judul, pengumpulan data, analisis data, membuat
73
kesimpulan, dan rekomendasi yang masih terdapat kekurangan
seperti yang sudah dijelaskan di atas.
c) Laporan Mini Riset Berkualitas Baik
Laporan mini riset berkualitas baik jika rata-rata skor penilaian
dari semua aspek laporan mini risetnya antara 2,5 sampai 3,4 seperti
pada mini riset nomor 2 yang berjudul “Pengaruh berbagai konsentrasi
larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman
Rhoe discolor” yang memiliki rata-rata skor laporan mini riset 3,0. Judul
mini riset tersebut sudah ringkas (kurang dari 15 kata), tepat dan sesuai
dengan rumusan permasalahan “Bagaimana pengaruh berbagai
konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada
daun tanaman Rhoe discolor?”, juga sesuai dengan tujuan percobaan
yang ingin mengetahui awal terjadinya peristiwa plasmolisis pada daun
tanaman Rhoe discolor yang diletakkan pada larutan garam dengan
konsentrasi 0%, 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%. Judul tersebut juga
sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu semakin tinggi konsentrasi
larutan garam yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan
terjadinya awal plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor.
Latar belakang masalah pada mini riset 2 ini tidak dikemukakan
pada laporan tertulis. Latar belakang hanya dikemukakan pada saat
presentasi laporan, berikut ini adalah hasil representasi laporan mini
riset pada saat presesntasi yang memuat latar belakang :
74
“...Kenapa mengangkat masalah ini, karena kami ingin tahu sebetulnya sejauh apa atau sesensitif apa sel terhadap keadaan hipertonis di lingkungannya, sehingga pada aplikasinya nanti kami bisa menjelaskan pada anak kenapa pada pemberian pupuk yang berlebih akan terjadi kematian pada tanaman tersebut...”
Berdasarkan latar belakang tersebut, terlihat bahwa latar
belakang sudah memuat alasan pemilihan masalah dan manfaat praktis
yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Latar belakang akan lebih
lengkap jika disertai dengan telaah pustaka atau komentar mengenai
tulisan yang berhubungan dengan masalah, juga perumusan masalah
pokok dalam bentuk pertanyaan yang dapat membangkitkan perhatian
(Akhmadfauzi, 2008).
Rumusan permasalahan pada mini riset 2 ini menarik, kreatif
walau bukan suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk
pembelajaran siswa. Rumusan masalah tersebut menarik karena dalam
hal ini proses plasmolisis jaringan daun tanaman Rhoe discolor diamati
pada konsentrasi garam yang berbeda, dan bisa dilihat langsung
prosesnya dibawah mikroskop. Jadi dalam hal ini ada kreatifitas juga
walau bukan suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk
pembelajaran siswa yaitu di kelas XI pada konsep Jaringan Tumbuhan.
Hipotesis yang diajukan dalam mini riset 2 ini “Semakin tinggi
konsentrasi larutan garam yang diberikan, maka semakin besar
kemungkinan terjadinya awal plasmolisis pada daun tanaman Rhoe
discolor”. Hipotesis tersebut sudah tepat, mengidentifikasi kedua
variabel, dan dapat diuji. Variabel-variabel dalam mini riset ini
75
disebutkan bahwa “Variabel bebas : Konsentrasi larutan garam
bervariasi mulai 0%, 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, 1,0%; Variabel terikat :
Awal terjadinya sel epidermis bawah daun Rhoe discolor yang
mengalami plasmolisis; Variabel kendali : Garam, jenis air, jenis
tanaman, waktu rendaman”. Variabel-variabel tersebut dapat diuji
dengan serangkaian cara kerja yang telah disusun pada desain percobaan
untuk menguji hipotesis.
Pada mini riset 2 ini selain sudah ditentukan variabel-variabel
penelitian, juga telah dikemukakan kontrol, yang penting dalam
merencanakan percobaan. Menurut Rustaman (2005), menentukan
kontrol, menentukan variabel-variabel yang terlibat dalam suatu
percobaan termasuk dalam kegiatan merancang penyelidikan. Pada
desain percobaan mini riset 2 ini selain menentukan variabel dan kontrol,
penentuan alat/bahan dan cara kerja sudah dirinci dengan baik,
meskipun kurang dapat mengungkap keamanan/keselamatan kerja,
sehingga percobaan masih dapat diulang. Cara kerja yang disusun guru
pada mini riset 2 ini adalah:
“1) Buat larutan garam 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, 1,0% (Larutan garam 1% yaitu 1 gram garam masukkan ke dalam gelas kimia lalu tambahkan air sampai volumenya 100 ml), 2) Buat 4 sayatan membujur epidermis Rhoeo discolor, lalu rendam dalam air aquades di cawan petri selama 1 menit (sebagai kontrol percobaan), 3) Letakkan 4 sayatan tersebut pada kaca preparat dan tutup dengan kaca obyek, 4) Amati di bawah mikroskop dan perhatikan apakah terjadi plasmolisis, 5) Dokumentasikan obyek yang sudah diamati, 6) Lakukan langkah yang sama untuk sayatan epidermis daun Rhoeo discolor pada larutan garam dengan berbagai konsentrasi.”
76
Pada saat pelaksanaan mini riset sesuai dengan desain
percobaannya, guru melakukan pengumpulan data. Data hasil percobaan
mini riset 2 ini dikumpulkan dalam keadaan yang sesuai, data dicatat
dan disajikan dengan metode yang tersusun, seperti yang terlihat pada
tabel data hasil pengamatan berikut :
Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis untuk
menemukan hasil. Analisis data pada mini riset 2 ini dilakukan secara
sederhana, yaitu hanya menentukan keadaan sel yang mengalami atau
tidak mengalami perubahan warna ungunya sebagai indikator terjadinya
plasmolisis pada membran sel, juga menghitung persentase jumlah sel
yang terplasmolisis pada setiap konsentrasi larutan garam yang berbeda.
Tapi analisis tersebut sudah cukup menjawab hipotesis yang diajukan.
Berikut adalah analisis data yang dilakukan guru pada mini riset 2 :
1. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam air aquades (sel normal) sebagai kontrol. Keadaan sel tidak mengalami perubahan, warna ungunya tetap penuh, sehingga warnanya tetap segar (gambar a)
Tabel hasil pengamatan mini riset “Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor”
Konsentrasi larutan garam
Keadaan sel Keterangan
0% Normal Keadaan membran sel tidak terjadi perubahan
0,2% Normal Keadaan membran sel tidak terjadi perubahan 0,4% Normal Keadaan membran sel tidak terjadi perubahan 0,6% Terplasmolisis Pengerutan membran pada bagian ujung sel,
sebanyak 30% 0,8% Terplasmolisis Pengerutan membran dari ujung sampai
setengah bagian sel, sebanyak 60% 1.0% Terplasmolisis Pengerutan membran terpusat pada bagian
tengah sel, sebanyak 100%
77
2. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,2%. (Sel normal, warna ungunya masih kelihatan penuh, belum terjadi plasmolisis) (gambar b)
3. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,4%. (Sel normal, warna ungunya masih penuh, belum terjadi plasmolisis) (gambar c)
4. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,6%. (Sel mulai mengalami pengerutan, jadi sudah mulai terjadi plasmolisis di bagian ujung-ujung selnya, sekitar 30% yang mengalami plasmolisis, jadi disini memang bisa dihitung jumlah selnya karena ada batasnya, ada skalanya dengan pembesaran 10x) (gambar d)
5. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,8%. (Sudah terjadi pengerutan yang makin kearah tengah, dan ini sudah 60% sel terplasmolisis di bagian ujung sel sampai tengah sel) (gambar e)
6. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 1,0%. (Seluruh sel, 100% terplasmolisis, dan sudah menciut sampai ke tengah sel) (gambar f)
a. b.
c. d.
e. f.
78
Berdasarkan analisis data, dapat ditarik kesimpulan. Kesimpulan
yang dibuat oleh guru pada mini riset 2 ini adalah :
“Sel akan mengalami plasmolisis jika diletakkan dalam larutan hipertonis. Awal plasmolisis terjadi pada sel yang diletakkan pada larutan garam dengan konsentrasi 0,6%. Makin tinggi konsentrasi larutan garam makin besar kerusakan pada membran sel”
Kesimpulan tersebut memberikan penjelasan yang jelas dari hasil, dan
berhubungan langsung dengan hipotesis. Rekomendasi yang diberikan
juga cukup konsisten dengan penemuan percobaan, yaitu :
“Untuk penelitian berikutnya sebaiknya dibuat dokumentasi dengan cara merekam (video shooting) proses perubahan sel saat mengalami plasmolisis, sehingga akan terlihat perubahan sel dari normal sampai terjadi plasmolisis”
Berdasarkan hasil analisis pada setiap aspek laporan mini riset 2
di atas, terlihat bahwa laporan mini riset 2 sudah berkualitas baik, hanya
pada aspek latar belakang dan analisis data saja yang masih terdapat
sedikit kekurangan. Hal ini berarti bahwa guru pada mini riset 2 ini
sudah mampu melakukan dan melaporkan mini riset.
Berdasarkan hasil analisis laporan mini riset yang berkualitas
kurang, cukup, dan baik di atas dapat diketahui bahwa kualitas laporan mini
riset guru bervariasi. Jika dihubungkan dengan latar belakang gurunya (tabel
4.3), diperoleh bahwa laporan mini riset yang berkualitas kurang dibuat oleh
guru senior (usia 43 dan 55 tahun, pengalaman mengajar lebih dari 22
tahun), pendidikan S1 serta tidak memiliki pengalaman baik dalam
melakukan penelitian maupun pelatihan. Laporan mini riset berkualitas
cukup dibuat oleh guru yang berusia 46 dan 47 tahun, pengalaman mengajar
79
21 dan 22 tahun, pendidikan S1 atau S2 serta ada yang memiliki banyak
pengalaman dalam pendidikan dan latihan juga ada yang tidak
berpengalaman sama sekali. Laporan mini riset berkualitas baik dibuat oleh
guru yang berusia antara 41 sampai 46 tahun dengan pengalaman mengajar
antara 13 sampai 22 tahun, pendidikan S1 atau S2, berpengalaman dalam
pendidikan atau pelatihan dan ada yang tidak berpengalaman dalam
pendidikan dan pelatihan sama sekali.
Hal ini menunjukkan bahwa usia, pendidikan, dan pengalaman
penelitian/pelatihan kurang berpengaruh terhadap kualitas laporan mini
riset, karena ada guru yang usianya lebih muda kualitas laporan mini
risetnya kurang dibandingkan guru yang usianya lebih tua. Guru yang
pendidikannya S1 kualitas laporan mini risetnya ada yang lebih baik dari
kualitas laporan mini riset guru pendidikan S2. Demikian juga guru yang
tidak mempunyai pengalaman penelitian dan pelatihan sama sekali (guru
pada mini riset 1) kualitas laporan mini risetnya lebih baik dari pada kualitas
laporan mini riset guru yang pengalaman penelitian dan pelatihannya
banyak (guru pada mini riset 8).
Berdasarkan hal itu, faktor yang lebih berpengaruh pada kualitas
laporan mini riset adalah lamanya pengalaman mengajar, yang mana guru
yang laporan mini risetnya berkualitas kurang, pengalaman mengajarnya
lebih dari 22 tahun, sedangkan guru yang laporan mini risetnya berkualitas
cukup dan berkualitas baik pengalaman mengajarnya 22 tahun atau kurang.
Hal ini mungkin guru yang pengalaman mengajarnya di atas 22 tahun sudah
80
kurang motivasi dalam melakukan suatu penelitian (mini riset), hal ini juga
terbukti bahwa guru yang berusia 55 tahun dan pengalaman mengajarnya
sudah 32 tahun tidak membuat laporan tertulis dan kualitas laporan
presentasinya pun kurang.
Spector at al. (2000) mendefinisikan motivasi sebagai serangkaian
proses yang memunculkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku manusia
untuk mendapatkan tujuan-tujuannya. Harapan masa mendatang
mempengaruhi motivasi seseorang. Wahjosumidjo (1994) juga mengatakan
bahwa motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi
antara sikap, kebutuhan, dan persepsi seseorang dengan lingkungan,
motivasi timbul diakibatkan karena seseorang memiliki banyak harapan dan
cita-cita untuk menjangkau masa depan. Dengan demikian maka guru yang
mengajarnya sudah lama (apalagi usianya sudah mendekati pensiun)
kemungkinan besar mempunyai persepsi bahwa kesempatan untuk
mengajarnya tinggal sebentar lagi sehingga motivasi untuk mengembangkan
kompetensi berkurang, harapan dan cita-cita untuk meningkatkan
profesionalismenya juga sudah mulai berkurang.
Meskipun laporan mini riset guru kualitasnya bervariasi (kurang,
cukup, dan baik), tetapi jika dilihat dari hasil laporan mini riset secara
keseluruhan seperti pada tabel 4.1, maka secara umum kualitas laporan mini
riset adalah baik. Hal ini berarti bahwa secara umum guru-guru peserta
program pelatihan dalam mengemas materi Biologi berbasis inkuiri sudah
mampu melaksanakan dan melaporkan hasil mini riset mereka. Mini riset
81
(eksperimen sederhana) yang dilakukan guru-guru kali ini merupakan
proses inkuiri, dengan demikian sebagian guru-guru Biologi peserta
pelatihan sudah mampu melaksanakan inkuiri disyaratkan dalam
pembelajaran sains khususnya Biologi (NRC, 2000).
Menurut Haigh (1996) seorang guru Biologi harus mampu
mengembangkan keterampilan esensial (komunikasi, manipulasi, berfikir
secara bebas, dan bekerjasama), mengembangkan seperangkat proses
ilmiah, identifikasi, relevansi, dan penerapan konsep-konsep. Berdasarkan
pernyataan ini tersirat bahwa keterampilan kerja yang mencakup
keterampilan essensial dan proses ilmiah memegang peranan penting dalam
belajar Biologi. Hal ini dapat dikembangkan dalam proses penyelidikan.
Jika dilihat dari skor setiap aspek mini riset pada laporan tertulis
(LT) dan laporan pada saat presentasi (LP) (Tabel 4.1) ternyata skornya
secara umum sama. Perbedaan skor LT dan LP hanya pada aspek latar
belakang (mini riset nomor 1, 2, 5, dan 7) dan pada semua aspek laporan
mini riset 9 (karena mini riset 9 tidak membuat laporan tertulis, laporan
hanya ada dalam bentuk laporan presentasi). Perbedaan skor pada LT dan
LP tersebut mengakibatkan perbedaan rata-rata skor pada LT dan LP seperti
yang dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.
82
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa perbedaan rata-rata skor
setiap aspek laporan mini riset hanya berkisar 0,12-0,33, kecuali pada aspek
latar belakang terdapat perbedaan yang cukup besar yaitu 1,22 (pada LT
rata-rata skornya 1,11 sedangkan pada LP rata-rata skornya 2,33). Hal ini
terjadi karena pada laporan tertulis beberapa mini riset (mini riset nomor 1,
2, 5, dan 7) guru tidak mencantumkan latar belakang permasalahan, latar
belakangnya hanya diungkapkan pada saat laporan presentasi, seperti yang
dapat kita lihat dari hasil representasi video mini riset nomor 2 berikut :
” ...Kenapa mengangkat masalah ini, karena kami ingin tahu sebetulnya sejauh apa atau sesensitif apa sel terhadap keadaan hipertonis di lingkungannya, sehingga pada aplikasinya nanti kami bisa menjelaskan pada anak (siswa) kenapa pada pemberian pupuk yang berlebih akan terjadi kematian pada tanaman tersebut..."
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa tidak munculnya
latar belakang pada laporan tertulis karena mereka menganggap bahwa latar
belakang sudah terwakili dalam dasar teori. Padahal latar belakang
2
1,11
2,673
2,44 2,56
1,56
2,44
22,22 2,33
33,22
2,56 2,56
1,56
2,67
2
Judul Latar belakang Rumusan masalah
Hipotesis Desain percobaan
Metode pengumpulan
data
Analisis data Kesimpulan Rekomendasi
Perbandingan rata-rata skor setiap aspek mini riset pada laporan
tertulis (LT) dan laporan presentasi (LP)
LT (Laporan Tertulis) LP (Laporan Presentasi)
Gambar. 4.2 Perbandingan rata-rata skor setiap aspek mini riset pada laporan tertulis (LT) dan laporan presentasi (LP)
83
seharusnya berisi keterangan atau informasi tentang masalah atau topik
yang dibahas dalam penelitian. Disamping itu dikemukakan pula data dan
fakta, temuan penelitian terdahulu dari berbagai sumber informasi dan
beberapa asumsi yang mendorong timbulnya masalah yang dibahas,
sedangkan dasar teori merupakan suatu kerangka teoretis yang mendasari
perumusan hipotesis serta pemecahan masalah penelitian (Anonim, 2011).
Berdasarkan hal di atas maka dapat diperoleh keterangan bahwa
masih ada guru yang belum memahami penulisan latar belakang masalah.
Berdasarkan gambar di atas juga seperti yang sudah dijelaskan bahwa
adanya perbedaan skor pada LT dan LP, selain karena tidak munculnya latar
belakang pada LT juga karena adanya guru yang tidak membuat laporan
tertulis (LT), sehingga tidak mempunyai skor untuk semua aspek pada
laporan tertulis yang mengakibatkan perbedaan skor pada LT dan LP.
Adanya guru yang tidak membuat laporan tertulis (LT) pada mini
riset ini menunjukkan bahwa ternyata masih ada guru yang belum
menyadari pentingnya laporan penelitian karena dilihat dari laporan
presentasi (LP)nya pun laporan tersebut mengalami kekurangan pada semua
aspek mini riset seperti yang sudah dijelaskan pada bagian analisis laporan
mini riset yang berkualitas kurang. Padahal melaporkan
(mengkomunikasikan) hasil penyelidikan merupakan hal yang penting
dalam berinkuiri. Menurut Elliott et al. (2008) sifat global penyelidikan
ilmiah menggarisbawahi pentingnya komunikasi antara ilmuwan dan
komunitas ilmiah yang lebih luas.
84
Perbedaan rata-rata skor LT dan LP pada aspek mini riset yang lain
(selain aspek latar belakang) terjadi karena tidak adanya skor untuk LT pada
setiap aspek laporan mini riset 9 akibat tidak adanya laporan tertulis (LT),
sehingga mengakibatkan rata-rata skor setiap aspek laporan mini riset pada
LT lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata skor setiap aspek laporan
mini riset pada LP. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih ada yang tidak
bersedia membuat laporan tertulis, yang berarti juga kemampuan guru
dalam mengkomunikasikan hasil penyelidikan masih kurang. Jika
dihubungkan dengan latar belakang guru yang melakukan mini riset 9 ini
(tabel 4.3), diperoleh bahwa guru tersebut merupakan guru senior (usia 55
tahun dan pengalaman mengajar 32 tahun). Sepertinya hal ini berpengaruh
besar terhadap motivasi guru dalam membuat laporan tertulis. Dengan
demikian maka kemampuan mengkomunikasikan hasil penyelidikan perlu
ditumbuhkan dan dikembangkan pada guru karena kemampuan ini
memegang peran penting dalam pembelajaran berbasis inkuiri (Harlen,
1993), hal senada juga ditegaskan dalam BSNP (2006) bahwa hasil temuan
harus dikomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan.
Berdasarkan hasil analisis terhadap rata-rata skor pada setiap aspek
mini riset (pada LT dan LP), diperoleh jumlah dan persentase kualitas pada
setiap aspek mini riset (Tabel 4.2), sehingga didapatkan distribusi
persentase kualitas tiap aspek mini riset seperti pada gambar 4.3 berikut.
85
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa terdapat kualitas yang
bervariasi pada setiap aspek laporan mini riset, yang menunjukkan
kemampuan guru yang bervariasi dalam setiap aspek laporan mini riset.
Berdasarkan gambar tersebut juga diketahui bahwa masih terdapat kualitas
kurang dalam aspek judul, latar belakang, desain percobaan, pengumpulan
data, analisis data, kesimpulan, dan rekomendasi. Semua aspek dalam
laporan mini riset juga sudah semuanya memiliki kualitas cukup terutama
yang paling besar pada aspek menganalisis data karena memang belum ada
yang dalam kualitas baik pada aspek menganalisis data. Hal ini berarti
bahwa guru masih harus banyak berlatih dalam menganalisis data. Kualitas
baik juga terdapat pada setiap aspek mini riset kecuali pada aspek
menganalisis data. Kualitas sangat baik hanya terdapat pada aspek judul,
hipotesis, desain percobaan, metode pengumpulan data, dan kesimpulan.
Dengan dilengkapi hasil angket, hasil wawancara, dan hasil
representasi rekaman video yang dilakukan terhadap guru yang
020406080
100
Distribusi Persentase Kualitas setiap Aspek Mini riset
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Gambar 4.3 Distribusi persentase masing-masing kualitas pada setiap aspek mini riset
86
melaksanakan dan melaporkan mini riset, berikut adalah pembahasan setiap
kualitas setiap aspek laporan mini riset tersebut :
a) Kualitas Judul
Dalam menentukan judul, para guru menentukan permasalahan
yang akan ditelitinya terlebih dahulu. Berdasarkan hasil angket (Tabel
4.4, no 1) diperoleh data bahwa guru-guru memilih permasalahan yang
diteliti pada mini riset sebagian besar (50%) berdasarkan menariknya
permasalahan untuk diteliti, dan sebagian lagi yaitu 10% berdasarkan
kemudahannya untuk diteliti, 30% berdasarkan kemungkinan dapatnya
diterapkan di kelas, dan 10% berdasarkan hubungannya dengan
kehidupan sehari-hari.
Hal ini membuktikan bahwa topik yang dipilih guru dalam mini
riset sebagian besar adalah yang menarik bagi mereka disamping
kemungkinannya dapat diterapkan di dalam kelas. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan Nazir (2009) bahwa dalam menentukan suatu topik
permasalahan yang akan diteliti harus sesuai dengan klasifikasi peneliti
paling tidak masalah dipilih sekurang-kurangnya menarik bagi si
peneliti dan cocok dengan kualifikasi ilmiah si peneliti, dalam hal ini
kualifikasinya adalah mengajar. Sehingga berbagai macam judul yang
diajukan dalam mini riset ini pada umumnya adalah yang dapat
diterapkan di kelas, karena berhubungan dengan konsep-konsep yang
87
ada dalam pembelajaran. Berbagai macam judul yang diajukan dalam
mini riset dapat terlihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Judul Mini Riset
No Judul
1 Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida
2 Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor
3 Beberapa tumbuhan yang mengandung enzim protease 4 Pigmen photosintesis Lichen 5 Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang
putih, dan bawang Bombay dalam kondisi yang sama 6 Kandungan zat tepung dalam bagian-bagian biji kacang merah (Vigna
angularis) 7 Uji enzim katalase 8 Uji Vitamin C 9 Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati,
usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida
Berdasarkan hasil angket juga diketahui bahwa untuk membantu
dalam menentukan topik permasalahan yang dipilih, sebanyak 10% guru
mengacu pada jurnal-jurnal penelitian sebelumnya, 20% guru mengacu
pada bacaan-bacaan ilmiah popular, 60% mengacu pada konsep-konsep
yang ada dalam pembelajaran, dan 10% mengacu pada masalah yang
ada di masyarakat (Tabel 4.4 no 2). Berarti dalam hal ini selain mengacu
pada konsep-konsep pelajaran di kelas, guru juga melakukan studi
kepustakaan untuk mencari topik permasalahan. Studi kepustakaan
diperlukan untuk mencari data yang tersedia atau yang pernah ditulis
peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin
dipecahkan (Nazir, 2009).
88
Salah satu contoh studi kepustakaan untuk menentukan topik
permasalahan yang diteliti pada mini riset adalah mengacu pada jurnal
dari Nobuyasu (2003) dengan judul “An improved of separation pigmet
of cromatografi“ dan buku dari Goffinet (2008) yang berjudul
”Morphology and Classification of Bryophyta” yang dapat ditemukan
pada mini riset yang berjudul Pigmen Fotosintesis Lichen. Contoh lain
misalnya buku yang berjudul “Materi Biokomia” dari Triman & Katrina
dan buku “Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia” dari Kemal Adiyana
yang dapat ditemukan pada mini riset yang berjudul Membandingkan
pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung,
ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen
peroksida.
Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dan 4.5 diketahui bahwa judul
rata-rata berkualitas cukup. Jika dianalisis secara spesifik kualitas judul
pada setiap mini riset (Tabel 4.1) diperoleh data bahwa judul sebanyak
44,44% berkualitas kurang, 22,22% berkualitas cukup, 11,11%
berkualitas baik, dan 22,22 % berkualitas sangat baik (gambar 4.4). Hal
ini berarti bahwa secara umum guru sudah dapat membuat judul dengan
benar.
89
Pada kualitas kurang, judul hanya berhubungan sebagian dengan
permasalahan, tujuan, dan hipotesis, seperti pada judul “Pigmen
fotosintesis Lichen”. Judul tersebut tidak sesuai dengan rumusan
permasalahan “Apakah lichen dan bryophyta menghasilkan komposisi
warna yang sama dengan tumbuhan darat lainnya?” dan tidak sesuai
dengan hipotesis “ Lichen dan bryophyta mempunyai gradasi warna-
warna yang sama dengan tumbuhan plantae”. Jika rumusan
permasalahan dan hipotesisnya seperti itu, maka judul yang diberikan
adalah “Perbandingan Pigmen Fotosintesis Lichen, Lumut, dan Plantae”,
atau “Pigmen Fotosintesis Lichen dan Lumut”.
Pada kualitas cukup, judul tidak ringkas tapi kalimatnya cukup
sesuai dengan permasalahan, tujuan, dan hipotesis misalnya pada judul
“Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati,
usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas penguraian
hydrogen peroksida”, judul tersebut tidak ringkas (lebih dari 15 kata).
Padahal sebaiknya judul dibuat singkat, tidak lebih dari 15 kata, jelas
44,44
22,22
11,11
22,22
0
10
20
30
40
50
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Kualitas Judul
Gambar 4.4 Distribusi Persentase Kualitas Judul
90
menunjukkan dengan tepat masalah yang akan diteliti (Anonim, 2011).
Dengan demikian maka judul tersebut sebenarnya masih bisa dibuat
ringkas misalnya “Membandingkan pengaruh enzim katalase pada
‘organ dalam’ ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”
atau “Efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen
peroksida pada berbagai organ dalam ikan”.
Pada judul yang diajukan meskipun tidak ringkas, tapi
kalimatnya cukup sesuai dengan rumusan permasalahan “Bagaimanakah
efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di
dalam berbagai jaringan tubuh hewan?” dan hipotesis yang diberikan
”semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin
banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif”.
Jika melihat judul, rumusan permasalahan, dan hipotesis tersebut, maka
yang lebih cocok mungkin untuk rumusan masalah dan hipotesis seperti
itu maka judul yang diajukan adalah “Efektifitas kerja enzim katalase
dalam mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai organ dalam
ikan”.
Dalam kualitas baik, judul ringkas, cukup sesuai dengan
permasalahan, tujuan, dan hipotesis, seperti pada judul “Beberapa
tumbuhan yang mengandung enzim protease”. Judul tersebut sudah
ringkas (kurang dari 15 kata), cukup sesuai dengan rumusan
permasalahan “Selain nenas dan pepaya, adakah tumbuhan lain yang
mengandung protease?”, juga sesuai dengan tujuan percobaan untuk
91
mengetahui tumbuhan apa saja yang mengandung enzim protease, dan
cukup sesuai dengan hipotesis “nenas, pepaya, jahe, jagung, dan buncis
mengandung enzim protease”. Jika dilihat dari rumusan permasalahan
“Selain nenas dan pepaya, adakah tumbuhan lain yang mengandung
protease?” tersebut, berarti nenas dalam hal ini sudah diketahui
mengandung enzim protease, sehingga seharusnya dalam hipotesis tidak
dicantumkan lagi, karena jika dicantumkan berarti pada nenas belum
diketahui ada atau tidaknya enzim protease.
Pada kualitas sangat baik, judul dibuat dengan ringkas, tepat,
sesuai dengan permasalahan, tujuan, dan hipotesis, seperti misalnya
pada judul “Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal
terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor”. Judul
tersebut sudah ringkas (kurang dari 15 kata), tepat dan sesuai dengan
rumusan permasalahan “Bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi
larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman
Rhoe discolor?”, juga sesuai dengan tujuan percobaan yang ingin
mengetahui awal terjadinya peristiwa plasmolisis pada daun tanaman
Rhoe discolor yang diletakkan pada larutan garam dengan konsentrasi
0%, 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%. Judul tersebut juga sesuai dengan
hipotesa yang diajukan yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan garam
yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya awal
plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor.
92
b) Kualitas Latar Belakang
Latar belakang masalah adalah deskripsi singkat tentang obyek
penelitian yang memuat : 1) Penalaran pentingnya pembahasan masalah
atau alasan yang mendorong pemilihan masalah, 2) Telaah pustaka atau
komentar mengenai tulisan yang telah ada yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas, 3) Manfaat praktis hasil pembahasan, serta 4)
Perumusan masalah pokok (grand problem) yang akan dibahas secara
jelas dan eksplisit dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan yang dapat
membangkitkan perhatian membaca (Akhmadfauzi, 2008).
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 diketahui bahwa latar belakang
rata-rata berkualitas cukup, dan berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa
sebanyak 44,44% latar belakang berkualitas kurang, 22,22% berkualitas
cukup, dan 33,33% berkualitas baik (gambar 4.5).
Dalam kualitas kurang, latar belakang kurang mendukung
permasalahan seperti pada mini riset 9 dengan rumusan masalah
“Bagaimanakah efektifitas enzim katalase dalam menguraikan hydrogen
44,44
22,22
33,33
00
10
20
30
40
50
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Kualitas Latar belakang
Gambar. 4.5 Distribusi Persentase Kualitas dalam Latar Belakang
93
peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan” latar belakang yang
disusun adalah :
“pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi, menuntut guru menjadi seseorang yang kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningfully) dan membekali siswa dengan kecakapan hidup (life skill), penerapan tentang ilmu pengetahuan yang diberikan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari tercantum dalam kurikulum 2004 (depdiknas 2003) yaitu : pendidikan biologi di kehidupan menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar melalui pemberian pengalaman secara langsung” Lalu pada pendahuluan diungkap telaah pustaka tentang enzim meskipun tidak mencantumkan rujukannya : “Dalam tubuh manusia senantiasa berlangsung reaksi kimia atau sering disebut dengan metabolism, dalam metabolism dibutuhkan dua komponen penting : ATP dan Enzim, enzim adalah senyawa yang dibentuk oleh sel tubuh organisme. Salah satu jenis enzim adalah enzim katalase yang berfungsi untuk menguraikan hydrogen peroksida (H2O2) dan merupakan racun dalam tubuh yang terbentuk pada proses respirasi sel…”
Pada latar belakang tersebut hanya memuat tentang alasan
dilakukannya mini riset sebagai pembelajaran bermakna yang
disyaratkan KTSP dan telaah pustaka tentang enzim tanpa menyertakan
rujukannya. Dalam kualitas cukup, latar belakang kurang mendukung
permasalahan, karena hanya memuat 2 kriteria latar belakang, seperti
pada rumusan permasalahan mini riset 5 “Diantara ketiga bawang
(bawang merah, bawang putih, bawang bombay) adakah perbedaan
kecepatan pertumbuhan tunas akarnya? Faktor apa yang
mempengaruhinya? Apakah kandungan zat dan kadar air berpengaruh
terhadap pertumbuhan akar?”, latar belakang yang disusun untuk
94
rumusan masalah tersebut hanya berupa penjelasan tentang kandungan
zat yang terdapat pada masing-masing bawang, tanpa menyinggung
secara khusus anatomi dan fisiologi yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan akar, dan tidak mengungkap alasan mengapa diadakan
penelitian tentang adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan tunas akar
pada bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay. Selain itu latar
belakang pada mini riset tersebut tidak secara spesifik dirumuskan
sebagai latar belakang, tapi sebagai dasar teori seperti yang dapat kita
simak pada rumusan berikut :
“Bawang merah (A. cepa L.) mengandung vitamin C, potassium, serat dan acid folic selain itu juga mengandung kalsium, zat besi, dan protein dengan kandungan yang tinggi. Bawang merah juga mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormone auksin dan giberellin. Secara penelitian ilmiah oleh tim ahli, kandungan kimia dari bawang merah adalah minyak atsirisikloain, metialin, dihidroalin, kaemferol, dan floroglusin. Bawang putih (Allium sativum) juga merupakan bahan utama untuk bumbu dasar makanan Indonesia. Umbi batang ini mengandung zat kalsium, saltivine : bisa mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta merangsang susunan sel saraf, diallysulfide, alilpropil-disulfida, belerang, protein, lemak, fosfor, besi, dan vitamin A, B1, dan C. Bawang bombay (Allium cepa L) perbedaannya tidak terlalu mencolok, kecuali bentuk and bau atau aromanya. Di dalam bawang Bombay terdapat kandungan allicin, asam amino, kalsium, mangan, sodium, sulfur, vitamin C, vitamin E, minyak atsiri, quercitin, dan curcumin”.
Latar belakang seharusnya berisi keterangan atau informasi
tentang masalah atau topik yang dibahas dalam penelitian. Disamping
itu dikemukakan pula data dan fakta, temuan penelitian terdahulu dari
berbagai sumber informasi dan beberapa asumsi yang mendorong
timbulnya masalah yang dibahas, sedangkan dasar teori merupakan
95
suatu kerangka teoretis yang mendasari perumusan hipotesis serta
pemecahan masalah penelitian (Anonim, 2011).
Pada kualitas baik, latar belakang cukup mendukung
permasalahan dan diurai cukup jelas seperti pada rumusan permasalahan
mini riset 4 “Apakah lichen dan bryophyta menghasilkan komposisi
warna yang sama dengan tumbuhan tumbuhan darat lainnya? Pigmen
apa saja yang terdapat pada lichen?”, latar belakangnya adalah:
“Seperti diketahui bahwa fotosintetis berlangsung di daun, tepatnya terjadi di kloroplas. Kloroplas merupakan organel plastida yang mengandung klorofil yang berfungsi untuk menangkap gelombang cahaya sehingga terjadi proses potosintetis. Klorofil merupakan pigment utama yang terdapat pada tumbuhan. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b. Selain klorofil di dalam kloroplas terdapat juga pigment karotenoid, antosianin, dan fikobilin. Tetapi sedikit siswa mengetahui seperti apakah pigmen yang bertanggung jawab atas terjadinya proses fotosintetis tersebut bahkan ada beberapa siswa yang mempertanyakan tentang kelangsungan fotosintetis pada daun daun yang berwarna lain selain hijau. Percobaan ini bisa dilaksanakan untuk tumbuhan darat baik itu tumbuhan hijau (Plantae) ataupun tumbuhan tumbuhan dari divisio lumut, serta ganggang. Berdasarkan penelitian terdahulu tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan darat dari divisio plantae dan algae sebagai specimen dan ternyata memberikan gradasi pigment yang cukup baik. Permasalahannya adalah bagaimanakah dengan lichen dan bryophyta apakah akan menghasilkan komposisi warna yang sama dengan tumbuhan tumbuhan darat lainnya? Pigment apa saja yang terdapat pada lichen?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut digunakan usnea, parmelia serta lumut musci sebagai specimen dan sebagai pembanding di ambil tumbuhan jeruk”
Rumusan latar belakang tersebut sudah cukup memuat semua
kriteria yaitu alasan pemilihan masalah, telaah pustaka meskipun tidak
96
menyertakan rujukannya, manfaat praktis, dan rumusan masalah pokok.
Alasan pemilihan masalah pada latar belakang tersebut adalah “Sedikit
siswa mengetahui seperti apakah pigmen yang bertanggung jawab atas
terjadinya proses fotosintetis”, telaah pustakanya yaitu “Kloroplas
merupakan organel plastida yang mengandung klorofil yang berfungsi
untuk menangkap gelombang cahaya sehingga terjadi proses
potosintetis. Klorofil merupakan pigment utama yang terdapat pada
tumbuhan. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b.
Selain klorofil di dalam kloroplas terdapat juga pigment karotenoid,
antosianin, dan fikobilin. Berdasarkan penelitian terdahulu tumbuhan
yang digunakan adalah tumbuhan darat dari divisio plantae dan algae
sebagai specimen dan ternyata memberikan gradasi pigment yang cukup
baik”, manfaat praktisnya yaitu “Percobaan ini bisa dilaksanakan untuk
tumbuhan darat baik itu tumbuhan hijau (Plantae) ataupun tumbuhan
tumbuhan dari divisio lumut, serta ganggang”, dan rumusan masalah
pokok dalam bentuk pertanyaan yang dapat membangkitkan perhatian
pembaca tetapi kurang diurai secara jelas yaitu “Permasalahannya
adalah bagaimanakah dengan lichen dan bryophyta apakah akan
menghasilkan komposisi warna yang sama dengan tumbuhan tumbuhan
darat lainnya? Pigment apa saja yang terdapat pada lichen?”.
Latar belakang belum ada yang dalam kualitas sangat baik.
Berdasarkan hasil wawancara ternyata sulitnya merumuskan latar
belakang karena sulitnya mendapatkan literature yang tepat dan ini
97
sesuai dengan hasil angket (Tabel 4.4) sebanyak 30% guru merasakan
sulitnya mendapatkan literatur.
c) Kualitas Rumusan Permasalahan
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa rumusan permasalahan
yang dibuat guru rata-rata berkualitas baik, berarti semua guru sudah
mampu merumuskan masalah, tetapi ada satu mini riset (mini riset
nomor 9) yang rumusan masalahnya dikategorikan berkualitas cukup,
hal tersebut karena tidak mampu membuat laporan tertulis sehingga
tidak diketahui bagaimana rumusan permasalahannya, tetapi ketika
dianalisis dari laporan pada saat presentasi rumusan permasalahan mini
riset tersebut berkualitas baik. Rumusan permasalahan pada mini riset
tersebut yaitu “Bagaimanakah efektifitas kerja enzim katalase dalam
mengurai hidrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh
hewan?”. Rumusan permasalahan tersebut menarik, kreatif walau bukan
suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa.
011,11
88,89
00
20
40
60
80
100
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Disribusi Persentase Kualitas Rumusan
Masalah
Gambar 4.6 distribusi Persentase Kualitas Rumusan permasalahan
98
Menarik karena biasanya uji aktivitas enzim katalase yang sering
dilakukan di sekolah terbatas pada organ hati saja sementara pada mini
riset ini selain organ hati juga dibandingkan dengan berbagai organ yang
lain, jadi dalam hal ini ada kreatifitas juga walau bukan suatu yang baru,
dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa, yaitu di kelas XII
pada konsep Metabolisme.
Contoh lain misalnya rumusan permasalahan pada mini riset 2
“Bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal
terjadinya peristiwa plasmolisis pada daun tanaman Rhoeo discolor?”.
Rumusan masalah tersebut menarik karena dalam hal ini proses
plasmolisis jaringan daun tanaman Rhoe discolor diamati menggunakan
konsentrasi garam yang berbeda, dan bisa dilihat langsung prosesnya
dibawah mikroskop. Jadi dalam hal ini ada kreatifitas juga walau bukan
suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa yaitu
di kelas XI pada konsep Jaringan Tumbuhan.
d) Kualitas Hipotesis
Kegiatan merumuskan hipotesis (dugaan sementara) merupakan
hal yang esensial dilakukan guru untuk memperkirakan apa yang terjadi
dari suatu percobaan yang dilakukan siswa. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Sanjaya (2006) bahwa kemampuan guru dalam
membuat hipotesis merupakan kemampuan setiap individu untuk
menebak atau memperkirakan dari suatu permasalahan. Menurut Joyce
99
(2000) hipotesis dirumuskan setelah dikumpulkan fakta-fakta yang
berhubungan dengan permasalahan, dan menurut Wenning (2007)
hipotesis dapat dirumuskan dengan secara induktif. Berarti dalam hal ini
guru harus mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
permasalahan.
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata kualitas
hipotesis yang dibuat guru adalah baik, dan berdasarkan Tabel 4.2
diperoleh data bahwa sebanyak 11,11% hipotesis berkualitas kurang,
55,56% berkualitas baik dan 33,33% hipotesis berkualitas sangat baik
(gambar 4.7). Hipotesis berkualitas kurang contohnya hipotesis mini
riset 9 “Semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan
semakin banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin
efektif; hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase
dibandingkan makhluk lainnya”, terlihat bahwa hipotesis dikembangkan
sebagian-sebagian dan belum jelas dalam hal ini dalam kalimat
“semakin giat kerja jaringan tubuh” belum spesifik menjelaskan giatnya
11,11
0
55,56
33,33
0
10
20
30
40
50
60
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Kualitas Hipotesis
Gambar.4.7 Distribusi Persentase Kualitas Hipotesis
100
dalam hal apa, seharusnya mungkin hipotesis yang diajukan adalah
“semakin banyak gelembung oksigen atau semakin lama bara api
menyala maka penguraian hydrogen peroksida semakin efektif pada
suatu organ, yang berarti bahwa organ tersebut lebih banyak
mengandung enzim katalase”. Pada hipotesis juga terdapat kalimat “hati
ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan makhluk
lainnya”, hipotesis ini salah karena mini riset ini tidak membandingkan
efektifitas enzim katalase yang terdapat pada organ hati dari berbagai
makhluk hidup, tapi membandingkan efektifitas enzim katalase pada
berbagai organ dalam ikan, seharusnya hipotesis tersebut adalah “hati
ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan organ
dalam yang lain pada ikan”.
Pada kualitas baik, hipotesis dikembangkan secara cukup tepat,
mengidentifikasi kedua variable, dapat diuji, tapi tidak spesifik, seperti
misalnya pada hipotesis mini riset 8 ”Keadaan vitamin C dipengaruhi
oleh suhu, pemanasan akan merusak struktur kimia vitamin C; Untuk
mempertahankan kandungan vitamin C dalam makanan, maka
dibutuhkan NaHCO3”, hipotesis ini dikembangkan secara cukup tepat,
mengidentifikasi kedua variable (suhu terhadap keadaan vitamin C dan
NaHCO3 terhadap keadaan vitamin C), meskipun tidak spesifik karena
belum jelas keadaan yang bagaimana dari vitamin C yang diteliti
apakah konsentrasinya atau volumenya, tapi keduanya dapat diuji.
101
Pada kualitas sangat baik hipotesis dinyatakan tepat, spesifik,
mengidentifikasi kedua variabel dan dapat diuji, misalnya pada hipotesis
mini riset “Lichen dan bryophyte mempunyai gradasi warna-warna yang
sama dengan tumbuhan plantae”, variable bebasnya lichen dan
bryophyte, variable terikatnya gradasi warna, dan kontrolnya tumbuhan
plantae, variable-variabel tersebut dapat diuji dengan serangkaian
langkah kerja yang telah dirumuskan untuk mengidentifikasi pigmen apa
saja yang terdapat pada lichen dan bryophyte (lumut), apakah sama
dengan pigmen yang terdapat pada tumbuhan plantae atau tidak.
e) Kualitas Desain Percobaan
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh data bahwa rata-rata aspek
desain percobaan berkualitas baik, dan jika dianalisis secara spesifik dari
skor aspek desain percobaan yang diperoleh setiap mini riset (Tabel 4.2)
diperoleh data bahwa sebanyak 22,22% desain percobaan berkualitas
kurang, 11,11% cukup, 55,56% baik, dan 11,11% desain percobaan
berkualitas sangat baik seperti yang terlihat pada gambar 4.8.
22,22
11,11
55,56
11,11
0
20
40
60
Kurang cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Desain percobaan
Gambar 4.8 Distribusi Persentase Kualitas Desain Percobaan
102
Pada kualitas kurang, percobaan dirancang tidak relevan dengan
pertanyaan/hipotesis, banyak komponen yang hilang sehingga
percobaan tidak memungkinkan untuk diulang. Misalnya pada mini riset
7, untuk menguji hipotesis “Pada umbi terdapat enzim katalase”,
alat/bahan tidak disebutkan, keselamatan kerja tidak diulas, eksrak yang
dibuat tidak ditimbang dahulu umbinya dan jumlah gelembung yang
dihasilkan tidak diukur volumenya, serta tidak dilakukan uji bara untuk
membuktikan bahwa gas yang dihasilkan pada percobaan tersebut
adalah oksigen, seperti dinyatakan dalam hasil rekaman berikut:
“…Yang pertama saya coba itu lobak, setelah dimasukkan ke H2O2 gelembungnya itu sedikit sekali, saya lihatnya masing-masing selama 2 menit. Setelah 2 menit itu ternyata di dalam tabung reaksi terdapat gelembung sekitar seperempat tabung saja, sedikit sekali gitu… Berikutnya wortel, diamati juga sama selama 2 menitan, kalau wortel itu sampai setengahnya gelembungnya, tapi ketika yang saya masukkan singkong, itu langsung seperti ketika kita masukkan ekstrak hati, gelembungnya sampai ke atas. Kemudian ubi jalar, ubi jalar juga sedikit hampir sama seperti wortel gelembungnya terbentuk. Pada talas, gelembungnya tiga perempatnya lebih dikit…”
Pada kualitas cukup, salah satu komponen disusun dengan tidak
tepat sehingga percobaan susah untuk diulang, misalnya pada mini riset
5 untuk menguji hipotesis “Kecepatan pertumbuhan tunas akar pada
ketiga macam bawang berbeda; Kandungan air mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan akar; Kandungan protein, lemak, dan amilum
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tunas akar”. Pada percobaan ini
menggunakan bawang yang berbeda (dalam jenis yang sama) untuk
103
semua perlakuan, sebaiknya setiap jenis bawang (baik bawang merah,
bawang putih, bawang bombay) yang digunakan untuk menguji
kecepatan pertumbuhan, kandungan air, dan kandungan zat makanan,
adalah sama, agar hasilnya bisa dibandingkan (berarti dalam hal ini
membandingkan kecepatan pertumbuhan tunas akar pada berbagai jenis
bawang).
Pada kualitas baik semua komponen percobaan disusun, tapi
terdapat sedikit kesalahan yang tidak berarti untuk menguji hipotesis,
sehingga percobaan masih dapat diulang, seperti pada mini riset 1 untuk
menguji hipotesis “Bagaimanakah efektifitas kerja enzim katalase dalam
mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh
hewan?”, terdapat kekurangan dalam pembuatan ekstrak, organ yang
dibuat ekstrak tidak ditimbang dahulu dan aquadest yang ditambahkan
ke dalam ekstrak juga tidak ditetapkan volumenya, hanya berdasarkan
kekentalan saja, sehingga ada kemungkinan pembuatan ektrak yang lain
tidak seragam, tapi percobaan masih dapat diulang.
Dalam kualitas sangat baik, semua komponen desain percobaan
(tujuan, kontrol, alat/bahan, cara kerja, jumlah pengulangan, keamanan
kerja) dikembangkan dan disusun dengan tepat untuk menguji
pertanyaan atau hipotesis yang diajukan, sehingga percobaan dapat
diulang. Misalnya pada mini riset 4 untuk menguji hipotesis “Lichen
dan bryophyte mempunyai gradasi warna yang sama dengan tumbuhan
plantae”, ditetapkan tujuan untuk membuktikan bahwa lichen dan
104
bryophyte mempunyai gradasi warna yang sama dengan plantae, yang
dijadikan kontrol adalah daun jeruk. Alat/bahan, cara kerja, jumlah
pengulangan, dan keamanan kerja dikembangkan dengan sangat tepat,
dan merujuk dari hasil penelitian sebelumnya.
Jika dilihat dari hasil desain percobaan guru tersebut, kualitasnya
bervariasi (ada yang masih kurang, sudah cukup, baik, dan sangat baik),
hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi kemampuan guru dalam
merencanakan (mendesain) mini riset. Hal ini berarti bahwa diantara
guru masih ada yang belum memahami proses inkuiri, yang terbukti
masih adanya kualitas kurang (22,22%) pada aspek desain
(merencanakan) percobaan, yang berarti guru masih pemula (belum bisa
melakukan/membuat) desain percobaan. Padahal menurut Alberta
(2004) merencanakan dan melaksanakan percobaan sebagai proses
inkuiri adalah kunci keberhasilan guru, karena pada aspek ini
seharusnya dapat dipahami bahwa tujuan mendasar dari proses
pembelajaran berbasis inkuiri adalah untuk mengembangkan
keterampilan ‘belajar untuk belajar’. Menurut NRC (1996) guru perlu
merancang percobaan (penelitian) agar dapat menyediakan ruang dan
waktu yang cukup pada siswa untuk melaksanakan penelitian dan harus
berpartisipasi dalam pemusatan alokasi waktu dan penelitian lain pada
program sains.
105
f) Kualitas Metoda Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data, hendaknya guru dapat
merangkum informasi baik dalam bentuk kata-kata, grafik, tabel,
maupun gambar. Hal tersebut ditegaskan oleh NRC (2000) bahwa
beberapa bagian yang esensial dari proses inkuiri yaitu kemampuan
mengkomunikasikan, merangkum informasi, mengolah data dan
menggunakan diagram, gambar, model, tabel, dan diagram grafik.
Pada kegiatan percobaan menuntut guru untuk mengumpulkan
informasi yang dapat membantu dalam menganalisis data yang
terkumpul. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce (2000) bahwa pada
tahap melaksanakan percobaan, dilakukan pengumpulan informasi
tentang peristiwa yang dialami atau dilihat, untuk membuktikan objek
dan kondisi, dan menyelidiki peristiwa situasi masalah.
Berdasarkan data pada Tabel 4.1, aspek metoda mengumpulkan
data rata-rata berkualitas baik, dan berdasarkan Tabel 4.2 secara spesifik
terlihat bahwa kualitas aspek metode pengumpulan data sebanyak
22,22% kurang, 11,11% cukup, 44,44% baik, dan 22,22% sangat baik.
Ini berarti terdapat variasi kemampuan guru dalam mengumpulkan data.
22,2211,11
44,44
22,22
0
20
40
60
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Kualitas Metode
pengumpulan data
Gambar 4.9 Distribusi Persentase Kualitas Metoda Pengumpulan Data
106
Pada kualitas kurang, pengumpulan data tidak sesuai, data tidak
dicatat atau disajikan secara tersusun, seperti pada tabel hasil
pengumpulan data pengamatan mini riset 7 “Menguji enzim katalase
pada umbi-umbian” berikut:
Tabel hasil percobaan “Menguji enzim katalase pada umbi-umbian Pengulangan 1
Tabung Perlakuan Gelembung Uji nyala api dengan
bara api A H2O2 + Ekstraks lobak o + B H2O2 + Ekstraks wortel oo + C H2O2 + Ekstraks ubi jalar oo + D H2O2 + Ekstraks singkong ooo + E H2O2 + Ekstraks talas oooo +
Pengulangan 2
Tabung Perlakuan Gelembung Uji nyala api dengan
bara api A H2O2 + Ekstraks lobak o + B H2O2 + Ekstraks wortel oo + C H2O2 + Ekstraks ubi jalar oo + D H2O2 + Ekstraks singkong ooo + E H2O2 + Ekstraks talas oooo +
Pengulangan 3
Tabung Perlakuan Gelembung Uji nyala api dengan
bara api A H2O2 + Ekstraks lobak o + B H2O2 + Ekstraks wortel oo + C H2O2 + Ekstraks ubi jalar oo + D H2O2 + Ekstraks singkong ooo + E H2O2 + Ekstraks talas oooo +
Pengulangan 4
Tabung Perlakuan Gelembung Uji nyala api dengan
bara api A H2O2 + Ekstraks lobak o + B H2O2 + Ekstraks wortel oo + C H2O2 + Ekstraks ubi jalar oo + D H2O2 + Ekstraks singkong ooo + E H2O2 + Ekstraks talas oooo +
Keterangan : oooo = bila gelembung sangat banyak ooo = gelembung banyak
oo = sedang o = sedikit + = bila ada bara api - = tidak ada bara api
107
Pada tabel diatas, pengumpulan data tidak sesuai, data tidak dicatat
atau disajikan secara tersusun. Pencatatan data “Gelembung” hanya berupa
bulatan-bulatan dengan jumlah yang berbeda pada setiap perlakuan dan data
“Uji nyala dengan bara api” hanya menampilkan data berupa tanda “+”
dengan jumlah yang sama pada setiap perlakuan. Pada keterangan hanya
dijelaskan jumlah gelembung yang berbeda tersebut dengan keterangan
gelembung sangat banyak, banyak, sedang, dan sedikit tanpa menyebutkan
berapa volumenya. Hal itu dapat mengakibatkan adanya kemungkinan
interpretasi yang berbeda pada setiap perlakuan dan pengulangan, misalnya
empat bulatan pada perlakuan 1 belum tentu interpretasinya sama dengan 4
bulatan pada perlakuan 2, karena yang dibandingkan sangat banyak,
banyak, sedang, dan sedikitnya hanya diantara perlakuan pada satu
pengulangan saja. Di samping itu, jika kita lihat dari data setiap
pengulangan ternyata data yang ditampilkan sama semuanya, tidak ada
perbedaan sama sekali, hal ini seolah-olah data yang dihasilkan merupakan
“copy paste” dari pengulangan pertama, dan berdasarkan dari hasil
pengamatan observer pada saat mini riset ini dilakukan, sebenarnya hasil
percobaannya tidak sama persis seperti itu pada setiap pengulangan. Dengan
demikian maka pengumpulan datanya masih berupa perkiraan, hal ini
didukung oleh hasil rekaman audiovisual yang ditranskripkan sebagai
berikut :
“…Yang pertama saya coba itu lobak, setelah dimasukkan ke H2O2 gelembungnya itu sedikit sekali, saya lihatnya masing-masing selama 2 menit. Setelah 2 menit itu ternyata di dalam tabung reaksi terdapat gelembung sekitar seperempat tabung saja,
108
sedikit sekali gitu… Berikutnya wortel, diamati juga sama selama 2 menitan, kalau wortel itu sampai setengahnya gelembungnya, tapi ketika yang saya masukkan singkong, itu langsung seperti ketika kita masukkan ekstrak hati, gelembungnya sampai ke atas. Kemudian ubi jalar, ubi jalar juga sedikit hampir sama seperti wortel gelembungnya terbentuk. Pada talas, gelembungnya tiga perempatnya lebih dikit…”
Pada kualitas kurang juga ada laporan mini riset yang tidak
melakukan metode pengumpulan data sama sekali, yaitu pada mini riset 9
dengan judul “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di
dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas
penguraian hydrogen peroksida”.
Pada kualitas cukup pengumpulan data dilakukan secara minim, data
dicatat dan disajikan tapi tidak tersusun, seperti yang terlihat pada tabel
hasil pengamatan mini riset 8 “Uji Vitamin C” berikut:
Berdasarkan tabel tersebut, data dicatat tapi tidak tersusun. Pada
baris pertama tabel tersebut tertulis “rata-rata volume I2”, pada baris
keduanya tertulis “3 ml vitamin” dan “3 ml vitamin C+3 ml air”, hal ini
tidak jelas menyebutkan rata-rata volume I2 yang bagaimana apakah yang
ditambahkan pada 3 ml vitamin C dan yang ditambahkan pada 3 ml vitamin
C+3 ml air, atau rata-rata I2 yang dibutuhkan untuk iodometri pada 3 ml
Tabel hasil percobaan “Uji Vitamin C”
Perlakuan Rata-rata volume I2
3 ml vitamin C 3 ml vitamin C + 3 ml air
Vitamin C normal 2,4 ml 2,5 ml
Vitamin C dipanaskan 2,5 ml 2,7 ml
Vitamin C + NaHCO3 2,3 ml 2,5 ml
Vitamin C dipanaskan + NaHCO3 2,4 ml 2,5 ml
109
vitamin C dan 3 ml vitamin C+3 ml air pada setiap perlakuan. Metoda
pengumpulan data tersebut tidak dapat dengan jelas mengkomunikasikan
apa yang hendak disampaikan, kemungkinan dapat menimbulkan
misunderstanding pada beberapa pembaca yang tidak mengetahui tujuan
dan desain percobaan. Selain itu pada tabel tersebut juga hanya disajikan
rata-rata data dari setiap pengulangan perlakuan, sedangkan data
pengulangan setiap perlakuannya tidak disajikan.
Pada kualitas baik, sejumlah data yang masuk dikumpulkan dalam
keadaan yang sesuai, data dicatat dan disajikan dengan menggunakan
metoda yang tersusun, seperti dapat dilihat pada tabel hasil pengumpulan
data dari mini riset 5 “Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang
merah, bawang putih, dan bawang Bombay dalam kondisi yang sama”
berikut :
Pada tabel diatas terlihat bahwa data sudah dicatat, pengumpulan
dan penyajiannya sudah tersusun, tapi pada tabel kurang spesifik
menyebutkan aspek “panjang” untuk menunjukkan panjang apa. Kalau mau
dikomunikasikan harus secara jelas disebutkan bahwa panjang tersebut
adalah panjang akar. Data pada setiap bawang dan pengulangannya dicatat,
Tabel hasil percobaan “Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay dalam kondisi yang sama”
Pengulangan Jenis Bawang
Bawang merah Bawang bombay Bawang putih Panjang Jumlah Panjang Jumlah Panjang Jumlah
1 7,5 10 8,2 21 1 2 2 6,5 15 8,1 28 1,6 5 3 11,6 53 2 1 1 4 4 8,7 42 6,3 32 1 39 Rata-rata 8,58 30 6,15 20 1,15 12
Keterangan : Panjang dalam satuan cm Jumlah dihitung per helai akar
110
baik pada panjang akar (dalam satuan cm) maupun pada jumlah helaian
akarnya. Rata-rata data pada setiap bawang dan pengulangannya pun
dicatat, sehingga kita sebagai pembaca dapat membuat kesimpulan sendiri
pada jenis bawang yang mana yang akarnya paling panjang dan jumlah
akarnya paling banyak.
Pada kualitas sangat baik data yang signifikan dikumpulkan sangat
efisien dengan cara yang tepat, data dicatat akurat dan disajikan
menggunakan metoda tersusun dan sangat relevan seperti pada
pengumpulan data mini riset 1 “Membandingkan pengaruh enzim katalase
yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap
efektifitas penguraian hydrogen peroksida” berikut :
Pada tabel pengumpulan data tersebut, data dikumpulkan sangat
efisien dengan cara yang tepat, data dicatat akurat dan disajikan
Tabel hasil percobaan “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”
No
Percobaan /Perlakuan
Hasil Reaksi dalam setiap pengulangan Rata-rata
1 2 3 4 5 A B A B A B A B A B A B
1 ekstrak Hati+ H2O2
24 ml
16’’ 20 ml
18’’ 23 ml
16’’ 25 ml
18’’ 25 ml
20’’
23,4 ml
17,6 detik
2 ekstrak Jantung+H2O2
15 ml
9’’ 15 ml
12’’ 8 ml
8’’ 11 ml
14’’ 12 ml
20’’
12,2 ml
12,6 detik
3 ekstrak Usus + H2O2
14 ml
13’’ 10 ml
8’’ 11 ml
10’’ 15 ml
12’’ 13 ml
12’’
12,6 ml
11 detik
4 ekstrak Otot + H2O2
2 ml*
- 2 ml*
- 1 ml*
- 2 ml*
- 1 ml*
- 1,6 ml
-
5 ekstrak Ampela+ H2O2
18 ml*
2’’ 14 ml*
3’’ 14 ml*
3’’ 16 ml*
2’’ 15 ml*
5’’ 15,4 ml
1,88 detik
Catatan: A = Jumlah gelembung dalam satuan ml B = perubahan bara menjadi nyala api (Lama nyala api) 1 – 5 = Banyaknya Ulangan * = gelembung / busa lebih padat kerapatannya
111
menggunakan metoda tersusun dan sangat relevan, seperti yang terlihat di
atas hasil reaksi dari setiap perlakuan dengan kelima kali pengulangannya
dicatat baik jumlah gelembungnya (dalam satuan milliliter) maupun
lamanya nyala api (dalam satuan detik). Selain itu pada tabel tersebut juga
terlihat adanya penghitungan rata-rata data dari semua pengulangan,
sehingga bisa diperoleh kesimpulan umum dari hasil reaksi enzim pada
setiap perlakuan, baik hasil reaksi berupa jumlah gelembungnya maupun
lamamya nyala api dari bara, sebagai indicator dihasilkannya oksigen pada
reaksi enzim tersebut, sehingga memudahkan pembaca yang lain juga untuk
memberi kesimpulan perlakuan mana yang menghasilkan gelembung paling
banyak dan nyala api paling lama.
Jika dilihat dari bagaimana metoda pengumpulan data yang
dilakukan guru, dapat diperoleh gambaran bahwa kemampuan guru dalam
mengumpulkan data bervariasi, ada yang sudah mampu yang ditunjukkan
dengan kualitas mengumpulkan datanya yang cukup, baik, dan sangat baik,
tapi ada juga yang kurang mampu yang ditunjukkan dengan kualitas metoda
pengumpulan datanya yang masih kurang. Kurangnya kemampuan guru
dalam menenentukan metode pengumpulan data agaknya kurang disadari,
hal ini karena berdasarkan hasil angket pada pertanyaan tentang kesulitan
yang dialami pada saat melaksanakan mini riset tidak ada satu orang pun
guru yang memilih aspek pengambilan dan pengumpulan data.
112
g) Kualitas dalam Menganalisis Data
NSTA & AETS (1998) menyatakan bahwa siswa sains seharusnya
diberi kesempatan untuk menganalisis data sehingga siswa dapat
meningkatkan kreativitas dalam membuat suatu komunikasi seperti
membuat tabel dan grafik, sehingga dalam pembelajaran berbasis inkuiri
guru dituntut agar dapat mengasah keterampian siswa dalam menganalisis
data untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang masuk akal. Dengan
demikian guru pun harus mampu dalam menganalisis data.
Carin (1997) mengatakan bahwa kemampuan menganalisis
merupakan kemampuan membuat kesimpulan sementara berdasarkan
penalaran untuk menjelaskan suatu hasil observasi. Berdasarkan data pada
Tabel 4.1 diperoleh data bahwa aspek analisis data secara rata-rata
berkualitas cukup dan berdasarkan Tabel 4.2 seperti dapat dilihat pada
gambar 4.10 diperoleh bahwa aspek menganalisis data pada mini riset guru
sebanyak 33,33% berkualitas kurang dan 66,67% analisis data berada pada
kualitas cukup.
33,33
66,67
0 00
20
40
60
80
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Kualitas Analisis data
Gambar 4.10 Distribusi Persentase Kualitas Analisis Data
113
Pada kualitas kurang, analisis dilakukan kurang tepat atau bahkan
tidak membuat analisis sama sekali seperti pada mini riset 9. Analisis yang
kurang tepat misalnya pada analisis data laporan mini riset 7 “Menguji
enzim katalase pada umbi-umbian” berikut : “Setelah dilakukan percobaan
pada larutan H2O2 dengan ekstrak umbi tanaman didapatkan gelembung
(ini menunjukkan adanya kerja enzim katalase pada peroksida/H2O2).
Begitu juga ketika diuji dengan uji nyala api dengan bara lidi”. Analisis
tersebut kurang tepat karena tidak menganalisis semua data hasil percobaan
pada setiap umbi, analisis hanya dilakukan secara umum saja, sehingga
perbedaan aktivitas enzim katalase pada masing-masing umbi tidak
terjelaskan.
Pada kualitas cukup, analisis data dilakukan dengan menggunakan
statistik/matematik sederhana, mereka hanya merata-rata atau menghitung
persentase, seperti pada analisis data mini riset 1 berikut (lihat juga tabel
hasil percobaan “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di
dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas
penguraian hydrogen peroksida” diatas) :
“Perlakuan 1 (Ekstrak Hati + H 2O2) :Berdasarkan data hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah gelembung yang dihasilkan setelah 5 kali pengulangan menghasilkan rata-rata sebanyak 23,4 ml dan perubahan bara menjadi nyala api setelah 5 kali pengulangan menghasilkan rata-rata sebanyak 17,6 detik. Adapun kondisi gelembung yang terbentuk selama percobaan adalah gelembung yang besar-besar dan renggang disertai adanya tekanan udara yang menekan ibu jari pada saat menutup mulut tabung. Ini berarti jumlah oksigen yang terbentuk lebih banyak, sehingga nyala api cukup besar dan lama”.
114
Contoh lain untuk analisis data berkualitas cukup misalnya pada
analisis data hasil pengamatan dari mini riset 5 “Perbandingan pertumbuhan
tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay dalam
kondisi yang sama” berikut :
“Kecepatan pertumbuhan tunas akar pada ketiga macam bawang berbeda, karena setelah dilakukan pengamatan selama 7 hari, kecepatan pertumbuhan tunas akar pada ketiga macam bawang berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh data yang didapatkan. Pada bawang merah rata-rata panjang tunas akar pada hari ke-7 adalah 8,58 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 30. Pada bawang bombay rata-rata panjang tunas akar pada hari ke-7 adalah 6,15 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 20. Pada bawang putih rata-rata panjang tunas akar pada hari ke-7 adalah 1,15 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 12. (Berdasarkan hasil perhitungan persentase kandungan air pada masing-masing bawang dengan membandingkan rata-rata jumlah kandungan air dan rata-rata berat bawangnya) diperoleh data bahwa kandungan air pada bawang merah adalah 70,06%, pada bawang putih adalah 66,41%, dan pada bawang bombay adalah 77,44%”.
Pada analisis data tersebut sudah cukup dapat menunjukkan rata-rata
panjang tunas dan jumlah tunas akar yang tumbuh, tapi belum dapat
mengkorelasikan antara panjang tunas akar dan jumlah tunas akar yang
tumbuh tersebut, misalnya pada bawang merah rata-rata panjang tunas akar
pada hari ke-7 adalah 8,58 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 30, maka
berarti berapa rata-rata pertumbuhan masing-masing tunas akar setiap
harinya, mana yang lebih cepat rata-rata pertumbuhan tunasnya, apakah
bawang merah, bawang bombay, ataukah bawang putih. Kemudian jika
dilihat dari hipotesis bahwa kandungan air yang mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan akar tersebut, analisis datanya juga kurang. Harusnya
dikorelasikan antara kecepatan pertumbuhan akar dengan persentase
115
kandungan airnya, sehingga jelas terlihat bedanya antara ketiga bawang
tersebut mana yang lebih cepat pertumbuhan akarnya, dan apakah benar
faktor penyebabnya adalah kandungan air.
Jika dilihat dari hasil analisis aspek analisis data yang masih berada
pada kualitas kurang dan cukup (tidak ada yang berkualitas baik, apalagi
sangat baik) maka berarti banyak guru yang belum mampu menganalisis
data dengan baik. Kemampuan guru masih lemah dalam hal menarik suatu
pola atau keteraturan dari data, melakukan korelasi antara data yang satu
dengan yang lainnya, juga dalam penggunaan uji statistiknya. Tapi hal itu
sepertinya kurang disadari oleh guru karena berdasrakan hasil angket, hanya
10% guru saja yang merasa kesulitan dalam menganalisis data.
h) Kualitas Kesimpulan
Kesimpulan merupakan penjelasan berdasarkan apa yang diketahui
dan diamati, dan membutuhkan penalaran untuk menjawab hipotesis
(Shavelson, 2002). Berdasarkan data pada tabel 4.1 diperoleh data bahwa
rata-rata kualitas kesimpulan adalah baik, dan jika dianalisis secara spesifik
kualitas pada aspek kesimpulan seperti pada tabel 4.2 diperoleh data bahwa
sebanyak 11,11% kesimpulan berkualitas kurang, 44,44% berkualitas
cukup, 22,22% berkualitas baik, dan 22,22% berkualitas sangat baik.
116
Pada kualitas cukup, kesimpulan kurang memberikan penjelasan
dari hasil dan hanya sedikit memberikan hubungan dengan
pertanyaan/hipotesis, misalnya pada mini riset 5 untuk menguji hipotesis
“Kecepatan pertumbuhan tunas akar pada ketiga macam bawang berbeda;
Kandungan air mempengaruhi kecepatan pertumbuhan akar; Kandungan
protein, lemak, dan amilum mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tunas
akar”, kesimpulan yang disusun adalah “Dari hasil pengamatan yang
didapat ternyata kecepatan pertumbuhan tunas akar dari bawang merah,
bawan bombay dan bawang putih didapat hasil yang berbeda-beda, 2)
Kandungan air pada bawang berbanding lurus terhadap kecepatan
pertumbuhan tunas akar. Dari hasil disimpulkan bahwa bawang yang
memiliki kandungan air tinggi memiliki kecepatan pertumbuhan lebih
cepat”. Dari kesimpulan tersebut, jelas sekali tidak menyinggung tentang
pengaruh kandungan protein, lemak, dan amilum terhadap pertumbuhan
tunas akar, padahal pada hipotesis ada, sehingga hanya sedikit berhubungan
dengan hipotesis.
11,11
44,44
22,22 22,22
0
10
20
30
40
50
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Kualitas Kesimpulan
Gambar 4.11 Distribusi Persentase Kualitas Kesimpulan
117
Pada kualitas baik, kesimpulan memberikan penjelasan yang masuk
akal dari hasil dan cukup sesuai dengan hipotesis. Misalnya pada mini riset
4 “Pigmen photosintesis Lichen”, yang ingin menguji hipotesis “Lichen dan
bryophyta mempunyai gradasi warna yang sama dengan tumbuhan plantae”
dengan hasil seperti gambar berikut :
kesimpulan yang diberikan adalah :
“Pada usnea ternyata terdapat pigmen : 1. Carotene, 2. Phaeophytin, 3. Lutein, 4. klorofil a dan klorofil b, 5. Neoxanthin. Pada parmellia muncul pigment: 1. Carotene, 2. Phaeophytin, 3. Lutein, 4. klorophyll a dan. klorophyll b. Pada tumbuhan musci di dapat gradasi pigmen: 1. Carotene, 2. Phaeophytin, 3. Lutein, 4. klorofil a dan klorofil b, 5. Neoxanthin.. Pada percobaan cromatografi kali ini muncul spot berwarna abu abu, dan terdapat di atas lutein . Diperkirakan ini adalah phaeophysin yang merupakan degradasi hasil pembentukan klorofil (katayama, journal of biology education, 2003 ) yang biasanya terdapat pada daun-daun yang tua, yang merupakan klorophyll yang kehilangan ion mg²+. Sementar lutein yang muncul lebih lambat dibandingkan klorofil a ternyata berpindah posisi diatas klorofil a dan di beberapa percobaan yang menggunakan solvent yang berbeda ( katayama , rini ( 2003 ) lutein muncul sebelum klorofil a dan terletak dibawah klorofil b. Terbukti bahwa pada tumbuhan lichen dan lumut mengandung pigment carotene, clorophyll a dan b, lutein dan neoxanthin (xanthophyll) seperti halnya terdapat pada tumbuhan plantae.”
a. b
Pemisahan pigmen pada : a) musci, b) usnea
118
Kesimpulan tersebut cukup masuk akal dengan hasil percobaan yang
mengidentifikasi pigmen-pigmen pada Lichen (Usnea dan Parmelia) dan
pada Bryophyta (Musci) dan dibandingkan dengan tumbuhan pembanding
(Plantae) maka kesimpulan cukup sesuai dengan hipotesisnya.
Pada kualitas sangat baik, kesimpulan memberikan penjelasan yang
jelas sekali dari hasil, dan berhubungan langsung dengan pertanyaan atau
hipotesis, seperti pada mini riset “Membandingkan pengaruh enzim katalase
yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap
efektifitas penguraian hydrogen peroksida”. Kesimpulan yang disusun
adalah sebagai berikut:
“Setelah melihat dan membandingkan data hasil percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1) Pada umumnya hampir di setiap organ/jaringan hewan (ayam), dapat ditemukan enzim katalase, tetapi dengan kadar yang bervariasi. Hal tersebut kemungkinan bergantung pada fungsi masing-masing organ. Semakin berat fungsi organ maka jumlah katalase semakin banyak. 2) Dari hasil percobaan sebanyak 5 kali pengulangan terlihat bahwa hati merupakan organ yang paling banyak menghasilkan gelembung dan perubahan nyala apinya paling lama. Ini membuktikan bahwa di dalam hati, jumlah katalase lebih banyak dan bekerjanya pun lebih efisien. 3) Jadi, berdasarkan rumusan masalah dan hipotesa yang dibuat, serta melihat hasil percobaan, diketahui bahwa : Efektifitas penguraian hidrogen peroksida di dalam jaringan hewan secara berurutan adalah di hati, jantung, usus, ampela, dan otot”.
Kesimpulan tersebut memberikan penjelasan yang jelas sekali dari
hasil percobaan (lihat juga tabel hasil percobaan “Membandingkan
pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela,
dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”), dan
sesuai dengan hipotesis “Semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim
katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hidrogen peroksida
119
semakin efektif; Hati ayam mengandung lebih banyak enzim katalase
dibandingkan organ lainnya”.
Contoh lain rumusan kesimpulan dalam kualitas sangat baik adalah
pada mini riset “Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal
terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor“, kesimpulan yang
disusun adalah “Sel akan mengalami plasmolisis jika diletakkan dalam
larutan hipertonis, Awal plasmolisis terjadi pada sel yang diletakkan pada
larutan garam dengan konsentrasi 0,6%, Makin tinggi konsentrasi larutan
garam makin besar kerusakan pada membran sel”, kesimpulan tersebut
sesuai dengan hasil percobaan dan hipotesis “Semakin tinggi konsentrasi
larutan garam yang diberikan maka semakin besar kemungkinan awal
terjadinya plasmolisis pada daun Rhoe discolor”
Berdasarkan hasil analisis laporan mini riset, semua guru melakukan
pengulangan dalam mini risetnya, rata-rata sebanyak 4 atau 5 kali ulangan.
Dari hasil angket diperoleh keterangan bahwa mereka melakukan
pengulangan dengan alasan agar mendapat jawaban/hasil yang stabil (valid)
dan untuk menghilangkan/meminimalkan kesalahan-kesalahan teknik, juga
supaya percobaan betul-betul mendapatkan fakta yang benar dan akurat.
Hasil pengulangan percobaan/perlakuan akan berpengaruh terhadap
kesimpulan. Jika hasil pengulangan sudah stabil (mendapatkan data yang
tetap, tidak berbeda secara signifikan), maka kesimpulan yang diambil
sudah dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hal ini juga berpengaruh
120
pada kualitas dalam membuat kesimpulan yang berada pada kualitas cukup,
baik, dan sangat baik, tidak ada yang dalam kualitas kurang.
i) Kualitas Rekomendasi
Berdasarkan Tabel 4.1 rata-rata rekomendasi berkualitas baik, dan
secara spesifik analisis data terhadap kualitas pada aspek rekomendasi
(Tabel 4.2), diperoleh data bahwa sebanyak 22,22% berkualitas kurang,
33,33% berkualitas cukup, dan 44,44% rekomendasi berkualitas baik.
Pada kualitas kurang, tidak ada rekomendasi yang disusun pada
laporan mini riset, seperti pada mini riset 7 dan 9. Pada kualitas cukup,
rekomendasi tidak konsisten dengan penemuan dan ada pembelaan
pertahanan, contohnya pada percobaan untuk menguji hipotesis bahwa
“Nenas, papaya, jahe, jagung dan buncis mengandung enzim protease”,
kesimpulan yang dibuat dari hasil pengamatan adalah “Buah nenas, pepaya
dan rimpang jahe mengandung enzim protease”, rekomendasi yang
diberikan adalah “Penelitian lebih lanjut yang diharapkan dapat
22,22
33,33
44,44
00
10
20
30
40
50
Kurang Cukup Baik Sangat baik
Distribusi Persentase Kualitas Rekomendasi
Gambar 4.12 Distribusi Persentase Kualitas Rekomendasi
121
dilaksanakan: mengganti substrat dengan daging, atau dengan protein jenis
lain (dengan alasan enzim bekerja spesifik), mencari faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas protease”. Rekomendasi tersebut hanya sedikit
sekali berhubungan dengan hasil penemuan, tidak memberikan rekomendasi
bagaimana seharusnya langkah kerja penelitian lebih lanjut agar
mendapatkan hasil yang signifikan.
Pada kualitas baik rekomendasi dibuat masuk akal, konsisten dengan
penemuan percobaan dan dipertahankan dengan baik contohnya pada mini
riset untuk membuktikan bahwa lichen dan bryophyta mempunyai gradasi
warna yang sama dengan tumbuhan plantae, diperoleh rekomendasi :
“Terbukti bahwa pada tumbuhan lichen dan lumut mengandung pigment carotene, clorophyll a dan b, lutein dan neoxanthin (xanthophyll) seperti halnya terdapat pada tumbuhan plantae”, rekomendasi yang diberikan adalah “1) Ekstrak daun digunakan lebih cepat lebih baik untuk menghindari kerusakan pigment, 2) Diameter penetesan pigmen tidak lebih dari 0,5 cm agar pigment lebih konsentrasi sehingga dapat dipidahkan oleh pelarut pemisah (running solvent), 3) Perendaman pada saat pemisahan tidak lebih tinggi dari 1 cm agar pelarut tidak cepat menyerap sehingga pigment dapat di pisah dengan jelas, 4) Kertas cromatografi dapat dipakai sebagai pengganti TLC mungkin dapat dicari solvent-solvent yang lebih cocok dan lebih aman dan murah”.
Dari analisis di atas, aspek rekomendasi masih ada yang dalam
kualitas kurang (22,22%). Berdsarkan hasil angket dan wawancara hal ini
karena guru merasa kesulitan dalam menganalisis data (10%), kesulitan
dalam mendapatkan literature yang tepat (30%), dan kesulitan dalam
pelaksanaan percobaan (10%), sehingga kurang dapat menganalisis
kekurangan atau kelebihan yang dapat dikemukakan dalam rekomendasi.
122
2. Kendala/Kesulitan yang dihadapi Guru-guru dalam melaksanakan
mini riset
Untuk kendala/kesulitan pelaksanaan mini riset dari seluruh kegiatan
mini riset yang dilakukan guru-guru, berdasarkan hasil angket ternyata
sebanyak 30% guru merasa kesulitan dalam menentukan permasalahan,
20% kesulitan menyusun rancangan percobaan, 20% kesulitan dalam
menganalisis data, 20% kesulitan dalam mendapatkan literature yang tepat,
dan 10% kesulitan dalam pelaksanaan percobaan.
Berdasarkan data tersebut kesulitan yang paling besar dirasakan oleh
guru dalam mini riset adalah menemukan ide untuk menentukan topik
permasalahan dan mendapatkan literature yang tepat. Melalui wawancara
diketahui bahwa kesulitan ini karena menurut mereka sumber-sumber
informasi sangat sulit diperoleh karena perpustakaan sekolah buku-bukunya
sedikit dan terbatas pada buku-buku pelajaran yang biasanya digunakan
oleh siswa bukan buku teksbook untuk guru, sehingga mereka mencarinya
di google (web selluler) dan kadang-kadang itupun tidak memberikan
10
30
10
20
30
0 5 10 15 20 25 30 35
pelaksanaan (teknik) percobaan
mendapatkan literature yang tepat
menganalisis data
menyusun rancangan percobaan
menentukan permasalahan
Dari seluruh mini riset yang anda lakukan, apa yang dirasa
paling sulit?
Gambar 4.13 Distribusi Persentase kesulitan guru pada kegiatan mini riset
123
jawaban atas apa yang mereka cari, bahkan ada beberapa orang guru yang
merasa kesulitan juga dalam mencari literature dari internet.
Sepertinya hal itulah yang menyebabkan pemilihan topik
permasalahan mini riset guru tidak jauh-jauh dari yang biasa dilakukan
dalam pembelajaran di sekolah, mungkin hanya sedikit modifikasi. Seperti
yang dapat kita ketahui dari judul-judul mini riset berikut : Membandingkan
pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela,
dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida (ini
modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Metabolime, kelas
XII); Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya
plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor (ini modifikasi dari percobaan
yang biasa dilakukan pada bab Transportasi Zat dalam sel, kelas XI);
Beberapa tumbuhan yang mengandung enzim protease (ini modifikasi dari
percobaan yang biasa dilakukan pada bab Metabolime, kelas XII); Pigmen
photosintesis Lichen (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan
pada bab Metabolime, kelas XII); Perbandingan pertumbuhan tunas akar
pada bawang merah, bawang putih, dan bawang Bombay dalam kondisi
yang sama (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab
Pertumbuhan dan Perkembangan, kelas XII); Kandungan zat tepung dalam
bagian-bagian biji kacang merah (Vigna angularis) (ini modifikasi dari
percobaan yang biasa dilakukan pada bab Pencernaan Makanan, kelas XI);
Uji vitamin C (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab
Pencernaan Makanan, kelas XI); dan Menguji enzim katalase pada umbi-
124
umbian (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab
Metabolime, kelas XII).
Sulitnya mendapatkan literatur akan sangat berakibat pada sulitnya
melaksanakan tahap inkuiri yang lain, seperti dalam menentukan judul, latar
belakang, desain percobaan, pengumpulan data, analisis data, kesimpulan,
dan rekomendasi yang masih ada yang dalam kualitas kurang. Pada
rumusan latar belakang kurang banyak diurai telaah pustakanya dan
sebagian besar tidak mengacu pada hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hal
ini mengindikasikan bahwa permasalahan yang dibuat guru bukan sesuatu
yang baru (hanya merupakan modifikasi dari permasalahan yang sudah
terbiasa ditemukan dalam pembelajaran di kelas).
Berdasarkan hal tersebut maka jelas sekali bahwa proses
mengumpulkan informasi merupakan hal yang sangat penting dalam inkuiri.
Menurut Chiappetta et al. (2010) inkuiri ilmiah mencakup lebih dari
sekedar mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas-aktivitas hands-on
(pengalaman langsung). Kerja laboratorium dan aktivitas-aktivitas hands-on
bukanlah satu-satunya cara dimana para ilmuan dan yang lainnya
mengembangkan pengetahuan. Sejumlah besar inkuri yang dilaksanakan
ilmuwan melibatkan kegiatan membaca dan berdiskusi dengan orang lain.
Banyak dari ilmuwan ini mungkin menghabiskan lebih banyak waktu
dengan mengumpulkan gagasan dan informasi dari sumber-sumber literatur
dan orang lain daripada yang mereka habiskan di dalam laboratorium.
125
Pengumpulan informasi merupakan salah satu dari aktivitas paling penting
yang mendukung inkuiri.
Disamping sulitnya mendapatkan literatur yang tepat, sesuai dengan
hasil angket ditemukan bahwa sebanyak 10% guru tidak dapat melakukan
mini riset yang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan karena kendala
waktu dan bahan-bahan mini riset yang tidak terorganisis dengan baik.
Kajian Lawson (1994) menyatakan beberapa alasan mengapa inkuiri kurang
digemari guru di Amerika Serikat, diantaranya karena : 1) membutuhkan
waktu dan energy yang banyak, 2) metode yang lambat, 3) ketidakmatangan
siswa, 4) sulit mengubah perilaku mengajar sebelumnya. Sementara itu,
banyak pula nilai positif yang dapat diperoleh dengan mengembangkan
pembelajaran berbasis inkuiri, seperti yang ditemukan pada hasil angket
guru dan wawancara guru yang tidak setuju jika kegiatan mini riset jarang
dilakukan. Hal itu karena banyak kelebihan yang dapat diperoleh dari
pelaksanaaan mini riset ini, seperti yang dapat kita simak pada pendapat
guru berikut :
“…selama ini kita sudah terlena dengan pembelajaran yang sering kita lakukan di kelas. Dengan adanya kegiatan mini riset ini sekarang kita diingatkan tentang ruhnya Biologi, yaitu kita harus menemukan sendiri suatu konsep dalam pembelajaran…adapun masalah kendala/kesulitan yang kita hadapi dapat kita minimalisir dan dicari solusinya, misalnya dengan terus belajar dan bertanya kepada orang-orang yang lebih kompeten…”
Pernyataan tersebut juga sesuai dengan hasil angket yang
mengungkap pendapat guru tentang fungsi dana dalam kegiatan mini riset.
Guru berpendapat bahwa dana bukan merupakan hal yang terlalu sulit
126
dalam pelaksanaan mini riset, karena dana masih bisa diupayakan dan
masih dapat diminimalkan. Masalah alat dan bahan juga meskipun
merupakan salah satu kendala, tetapi masih dapat diupayakan dengan
membuat modifikasi alat yang diperlukan atau dengan meminjam ke
sekolah lain. Yang lebih menjadi kendala atau kesulitan guru pada
pelaksanaan mini riset ini adalah lebih pada keterbatasan waktu dan
keterbatasan ide/gagasan.
Berhubungan dengan kendala-kendala tersebut, kendala waktu
karena sebagian besar guru sudah merasa disibukkan dengan rutinitas
mengajar sehari-hari, apalagi guru yang sudah sertifikasi, dengan beban
mengajar 24 jam perminggu mengakibatkan kesulitan mengatur waktu
untuk melakukan penelitian seperti mini riset. Kendala sulitnya ide/gagasan
topik permasalahan, karena sulitnya literature, seperti buku teks (teksbook),
jurnal-jurnal ilmiah, dan majalah-majalah ilmiah popular, sulit mereka
temukan di sekolah. Akhirnya mereka harus mencari ke tempat lain, seperti
perguruan tinggi, itupun terbatas lagi oleh waktu. Ada juga guru yang bisa
memanfaatkan fasilitas internet untuk pencarian literature, tapi tidak sedikit
guru yang masih belum bisa memanfaatkan fasilitas tersebut karena
keterbatasan kemampuan ataupun keterbatasan fasilitas. Kendala
menentukan ide/gagasan ini juga disebabkan karena guru belum terbiasa
dalam melakukan mini riset, karena selama ini ketika melaksanakan
eksperimen bersama siswa, guru hanya mengandalkan LKS yang sudah
tersedia pada buku pelajaran sehingga ketika diberikan tantangan untuk
127
merencanakan mini riset sendiri guru mendapatkan kesulitan dalam
menentukan topik permasalahan.
3. Hal-hal yang diperlukan guru dalam pelaksanaan Mini Riset
Berdasarkan kesulitan dan kendala yang dihadapi guru, menurut
hasil wawancara, yang diperlukan guru dalam pelaksanaan mini riset adalah
tersedianya atau mudah diperolehnya literatur yang tepat sebagai bahan
untuk mendapatkan informasi, disamping itu adanya waktu yang cukup
untuk pelaksanaan mini riset. Kebutuhan lain yang menyangkut dana, alat
dan bahan masih bisa terkendali karena tersedia di sekolah ataupun kalau
tidak ada dapat meminjam di sekolah lain.
Hal-hal lain yang diperlukan guru dalam mini riset adalah adanya
waktu untuk ujicoba rancangan mini riset, dan proses pembimbingan atau
sekadar teman untuk berdiskusi pada saat pelaksanaan mini riset. Perlunya
waktu ujicoba mini riset karena sebelum melaksanakan mini riset guru-guru
membuat desain (rancangan) percobaannya terlebih dahulu, ternyata
sebagian besar guru merasa perlu untuk melakukan ujicoba rancangan mini
risetnya, hanya 10% saja yang merasa tidak perlu. Berdasarkan hasil
wawancara, guru yang merasa tidak perlu untuk ujicoba rancangan mini
riset karena mini riset tersebut sudah pernah dipraktekan bersama siswa
pada saat pembelajaran. Sedangkan guru yang merasa perlu ujicoba mini
risetnya beralasan bahwa uji coba mini riset dilakukan agar dapat
meminimalisir kesalahan pada saat pelaksanaan mini riset, disamping itu
128
agar dapat mendata kekurangan atau hal-hal yang diperlukan pada saat
pelaksanaan, sehingga pada akhirnya dapat melaksanakan mini riset dengan
lancar, seperti misalnya dapat kita amati pada hasil transkrip rekaman
audiovisual berikut :
“…Ada perubahan pada alat yang awalnya menggunakan tabung reaksi diganti dengan menggunakan gelas ukur (yang ada satuan ukurannya), tusuk sate sebagai pengganti lidi. Semua bahan dihaluskan dengan menggunakan lumpang, bukan blender…”
“…Awalnya konsentrasi larutan garam yang kami buat pada awal proposal adalah mulai dari 1% - 10%, tapi kemudian kami ubah karena pada saat uji coba ternyata pada konsentrasi 1% pun sudah terjadi plasmolisis sehingga kami menganggap bahwa pada konsentrasi dibawah 1% pun sudah terjadi plasmolisis (hampir setengah bagian sel terjadi plasmolisis). Oleh karena itu percobaannya kami ubah yaitu konsentrasinya kami turunkan, tapi dengan judul yang sama “Pengaruh Berbagai Konsentrasi Larutan Garam Terhadap Awal Terjadinya Plasmolisis Pada Daun Tanaman Rhoe discolor”.
Adanya guru yang melaksanakan dan tidak melaksanakan uji coba
rancangan mini riset tersebut, dapat menjadi penyebab bervariasinya
kualitas pada desain percobaan, yaitu 22,22% berkualitas kurang, 11,11%
berkualitas cukup, 55,56% berkualitas baik, dan 11,11% berkualitas sangat
baik. Padahal pada program pelatihan guru-guru Biologi dalam mengemas
materi Biologi berbasis inkuiri ini, pembimbing melatih bagaimana
mengidentifikasi dan mengendalikan variabel percobaan, bagaimana
melakukan percobaan, dan bagaimana menggunakan suatu alat atau bahan
yang sesuai dengan percobaan. Hal ini seperti yang dikemukakan Lawson di
atas, bahwa guru sulit untuk meninggalkan kebiasaan sebelumnya.
Guru yang rancangan mini risetnya dalam kualitas kurang ternyata
setelah dianalisis dari hasil angket juga menyatakan bahwa mereka merasa
129
kesulitan dalam menyusun rancangan percobaan mini riset (20%). Dan jika
dianalisis dari biodatanya ternyata guru ini adalah guru senior yang sering
merasa kesulitan dalam mendapatkan literatur dan membagi waktu untuk
merencanakan dan melaksanakan mini riset. Hal ini pula yang mungkin
menjadi penyebab adanya kualitas kurang pada metoda pengumpulan data
dan analisis data.
Pada tahap merencanakan percobaan guru harus mendapatkan cara
pemecahan masalah melalui identifikasi variabel percobaan, parameter yang
akan diukur, mengelompokkan perlakuan, dan merencanakan cara
pengambilan dan pengumpulan data, dan bagaimana menganalisis data.
Menurut Donham dalam Alberta (2004) pada tahap ini mereka akan aktif
mencari informasi yang berhubungan dengan topik percobaan yang
diinginkan.
Dalam melaksanakan mini riset, 100% guru berpendapat bahwa
mereka melaksanakan mini risetnya sesuai dengan desain percobaan yang
dibuat dan dalam pelaksanaan mini risetnya mereka menemukan pertanyaan
lanjutan. Untuk menjawab pertanyaan lanjutan tersebut sebanyak 50% guru
merasa perlu melakukan penelitian lanjutan, tapi yang lainnya yaitu 30%
guru sudah merasa cukup dengan mencari informasi dari literatur/internet,
dan 20% guru cukup melakukan diskusi dengan teman/pembimbing
(gambar 4.14)
130
Adanya guru yang menemukan pertanyaan lanjutan tersebut, dapat
kita lihat pada hasil representasi rekaman video berikut :
20
0
30
0
50
0
0
0
0
100
0 20 40 60 80 100 120
Jika ya, apa yang Anda
lakukan
Dalam kegiatan mini
riset, apakah Anda
menemukan pertanyaan
lanjutan?
ya
melakukan penelitian
lanjutan
mencari informasi dari
literatur/internet
berdiskusi dengan
teman/pembimbing
Gambar 4.14 Distribusi persentase pendapat guru tentang ada tidaknya pertanyaan lanjutan pada saat pelaksanaan mini riset dan upaya apa yang dilakukan untuk menjawabnya
Cuplikan hasil representasi rekaman pada saat presentasi mini riset “Uji Vitamin C” :
‘‘… Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan lebih baik, maka volume vitamin C yang digunakan adalah 10 ml, yang kemarin adalah 3 ml sehingga perlu dilakukan pengujian ulang. Untuk mengetahui peranan NaHCO3 terhadap vitamin C, perlu dilakukan percobaan kembali dengan perlakuan menggunakan penambahan NaHCO3 yang berbeda, artinya jadi perlakuannya nanti tidak hanya sekedar menambahkan saja, kemarin saya menambahkan natrium hidrokarbonat itu masing-masing 0,5ml pada setiap gelas erlemeyer yang saya gunakan untuk setiap pengulangan. Mungkin untuk mengetahui kadar yang tepat bagaimana pengaruh natrium bikarbonat ini pada vitamin C, mungkin saya akan melakukan percobaan dengan kadar atau dengan volume natrium bikarbonat yang berbeda pada setiap percobaan supaya nanti sekaligus mengetahui konsentrasi berapa efektif natirium bikarbonat ini bisa mempertahankan keadaan vitamin C pada makanan terutama pada pemasakan dengan suhu tinggi…”
131
Cuplikan hasil representasi rekaman pada saat diskusi presentasi mini riset “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” : (P = Penyaji, A1= Audiens 1, A2= Audiens 2)
A1 :Bagaimana bila ke depan dilakukan lagi penelitian yang bisa membuktikan bahwa gelembung udara itu adalah oksigen, misalnya seperti pada saat fotosintesis bahwa pada peristiwa fotosintesis dihasilkan oksigen dengan menambahkan beberapa pipa kecil dengan beberapa ukurannya, jadi mungkin kita bisa memodifikasi alat yang sederhana untuk menguji apakah memang betul gelembung udara yang dihasilkan itu benar oksigen.
P : Alat yang lebih akurat mungkin ya untuk mendeteksi atau menguji benar dan tidaknya itu adalah oksigen yang dimaksud.
A2: untuk mengukur dan menguji ya? kalau ibu apakah di sini ada proses pengukuran oksigen? adakah pengujiannya?
P : Dalam penelitian ini saya tidak melakukan pengukuran dan pengujian apakah benar ada oksigen atau tidak. Tetapi saya yakin yang dihasilkan adalah oksigen karena berdasarkan teori yang kita ketahui bersama bahwa bila hidrogen peroksida mengalami penguraian dia akan terurai menjadi air dan oksigen, hal itu yang sementara ini menjadi pegangan saya. Oksigen merupakan gas yang tidak berwujud tidak bisa kita lihat tapi bisa kita yakini itu ada karena gelembung itu berarti ada air yang terdorong atau bersenyawa dengan oksigen itu sendiri jadi memang saya belum bisa mengukur berapa banyak oksigen yang bisa dihasilkan.
A2: Jadi ibu sudah yakin bahwa gas tersebut adalah oksigen berdasarkan teori, adakah hal lain yang memperkuat pernyataan tersebut?
P : Karena dalam kehidupan sehari-hari oksigen itu adalah sebagai oksidator yang bisa menimbulkan energi untuk memunculkan nyala api. Saya bandingkan dalam lingkungan luar tabung bara api tetaplah bara api tetapi ketika dimasukkan ke dalam gelas ukur, bara berubah menjadi nyala api yang cukup besar, berarti kekuatan oksigen di dalam gelas ukur cukup besar sehingga mampu mengubah bara menjadi nyala api.
A2: Jadi memang sudah yakin bahwa gas tersebut adalah oksigen karena berdasarkan teori yang ada dan dengan pengujian bara api. Jadi bagaimana? perlu tidak apa yang disampaikan oleh ibu tadi (A1)?
P :untuk lebih valid saja mungkin kita sebaiknya mengukur juga kadar oksigen, tetapi penelitian ini juga berlanjut pada pengujian bara. Jika tidak dilakukan uji bara mungkin bisa, jadi hanya mengukur jumlah oksigen yang dihasilkan saja Tapi bila kita lanjutkan ke uji bara mungkin akan repot nantinya seperti apa.
132
Selain hal-hal di atas, berdasarkan hasil angket dan wawancara juga
diketahui bahwa guru memerlukan pengulangan pada pelaksanaan mini
riset. Selama melaksanakan mini riset 100% guru melaksanakan
pengulangan, dan alasan dilakukannya pengulangan adalah agar hasil yang
didapatkan bisa dibandingkan, agar mendapatkan nilai rata-rata data hasil
penelitian, dan agar mendapatkan data yang akurat .
4. Persepsi guru tentang pelaksanaan mini riset
Untuk persepsi guru tentang mini riset, ternyata semua guru
menyatakan bahwa mini riset dapat membantu mereka dalam memahami
suatu konsep. Hal ini bertolak belakang dengan kualitas laporan mini riset
mereka yang sebagian masih memiliki kekurangan seperti yang sudah
dijelaskan di atas. Ini berarti bahwa pemahaman guru dalam mini riset
hanya bersifat konseptual, hanya dipahami konsep-konsepnya saja,
sedangkan prosedur pelaksanaan dan teknik pelaporan mini riset pada
kenyataannya masih banyak kekurangan, hal ini menunjukkan bahwa guru
jarang melakukan mini riset.
Cuplikan hasil representasi rekaman pada saat presentasi mini riset “Pigmen Fotosintesis Lichen” :
“…Sebenarnya penelitian ini adalah penelitian awal yang bisa dilanjutkan ke penelitian yang lain. Selain kita bisa meneliti degradasi warna pada lichen dan lumut, kita bisa meneliti bagaimana perbedaan pigmen antara daun yang terletak di ujung pohon atau daun tua? atau dibandingkan dengan tumbuhan yang lainnya? Apakah bisa menjadi parameter dalam menentukan kualitas fotosintesis? hal-hal tersebut perlu dilakukan penelitian lanjut...”
133
Walaupun demikian, guru-guru sudah menyadari pentingnya mini
riset dalam mengembangkan pengetahuan, hal ini terbukti dengan pendapat
guru dalam hasil angket yang menyatakan bahwa sains berdasarkan fakta-
fakta, setiap hal-hal baru selalu diawali dengan keingintahuan-
keingintahuan, dan untuk menjawab keingintahuan tersebut bisa
dilaksanakan dengan mini riset. Selain itu juga mereka berpendapat bahwa
sains (khususnya Biologi) berisi konsep-konsep yang lahir dari hasil
pengamatan berupa fenomena-fenomena alam maka proses-proses biologis
menuntut pembuktian secara ilmiah melalui eksperimen.
Guru-guru juga mempunyai persepsi positip terhadap pelaksanaan
mini riset, sebanyak 40% guru merasa bahwa melaluui mini riset mereka
bertambah kemampuannya dalam melakukan penelitian, 20% guru merasa
bertambah rasa ingin tahunya, dan 40% guru merasa bertambah
pengetahuannya tentang konsep-konsep Biologi.
4020
40
0
0
100
100
0 50 100 150
Setelah melakukan
pelatihan mini riset, apa
yang menurut anda paling
dirasakan manfaatnya?
Apakah dalam
pengembangan
pengetahuan ilmiah
membutuhkan eksperimen
(seperti mini riset)
Apakah mini riset yang
Anda lakukan dapat
membantu dalam
memahami suatu konsep?
ya
tidak
kemampuan dalam
melakukan penelitian
bertambahrasa ingin tahu bertambah
pengetahuan tentang
konsep Biologi bertambah
Gambar 4.15 Sebaran Persentase hasil angket yang berhubungan dengan manfaat mini riset
134
Berdasarkan hasil angket juga diketahui bahwa guru tidak setuju jika
jarangnya dilakukan kegiatan mini riset karena alasan dana. Hal itu karena
dana masih bisa dicari dan diupayakan alternatifnya untuk diminimalkan,
karena penelitian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan harus ada
pengorbanan. Disamping itu guru-guru juga ada yang beralasan bahwa
dengan mini riset, guru justru termotivasi untuk melakukan mini riset pada
materi yang lain, biaya bukan masalah karena masih bisa diusahakan, yang
lebih menjadi alasan dari jarangnya dilakukan mini riset adalah karena
adanya keterbatasan waktu dan keterbatasan ide/gagasan, sehingga dalam
mini riset guru harus benar-benar kreatif.