bab iv case echa.docx

4
BAB IV ANALISIS MASALAH Seorang anak, 1 tahun 9 bulan, perempuan, masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang terjadi sebanyak 3 kali, terjadi selama > 15 menit tiap kejang. Saat kejang, bibir miring, mata kelojotan. Kejang di sebagian tubuh sebelah kanan. Sesudah kejang langsung menangis dan sadar. Dari allonamnesis didapatkan bahwa anak demam (+) sejak 1 hari yang lalu, batuk (-), pilek (-), BAB dan BAK biasa. Seorang anak dikatakan menderita kejang demam apabila terjadi bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dari alloanamnesis didapatkan bahwa anak sudah demam tinggi sejak 1 hari yang lalu, tetapi tidak didapatkan data bahwa kejang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Pada kejang demam, proses ekstrakranium yang biasanya mendasari, yaitu infeksi saluran pernafasan, gastroenteritis dan otitis media. Apabila tidak didapatkan penyebab ekstrakranium yang mendasari kejang demam, maka perlu dicari tahu lebih lanjut apa yang menyebabkan kejang. Dari alloanamnesis juga didapatkan bahwa anak pernah mengalami keluhan yang sama pada saat berusia 1 47

Upload: deden-siswanto

Post on 03-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

49

BAB IVANALISIS MASALAH

Seorang anak, 1 tahun 9 bulan, perempuan, masuk rumah sakit dengan keluhan kejang. Kejang terjadi sebanyak 3 kali, terjadi selama > 15 menit tiap kejang. Saat kejang, bibir miring, mata kelojotan. Kejang di sebagian tubuh sebelah kanan. Sesudah kejang langsung menangis dan sadar. Dari allonamnesis didapatkan bahwa anak demam (+) sejak 1 hari yang lalu, batuk (-), pilek (-), BAB dan BAK biasa.Seorang anak dikatakan menderita kejang demam apabila terjadi bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dari alloanamnesis didapatkan bahwa anak sudah demam tinggi sejak 1 hari yang lalu, tetapi tidak didapatkan data bahwa kejang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Pada kejang demam, proses ekstrakranium yang biasanya mendasari, yaitu infeksi saluran pernafasan, gastroenteritis dan otitis media. Apabila tidak didapatkan penyebab ekstrakranium yang mendasari kejang demam, maka perlu dicari tahu lebih lanjut apa yang menyebabkan kejang. Dari alloanamnesis juga didapatkan bahwa anak pernah mengalami keluhan yang sama pada saat berusia 1 bulan dan 18 bulan. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak berusia 3 bulan hingga 5 tahun. Jika kejang disertai demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam dan perlu dicari kemungkinan penyebab lain yang mendasari kejang demam tersebut. Pada bayi berusia 1 bulan, kejang biasanya diakibatkan suatu proses intrakranial, seperti kejang yang disebabkan meningitis dan ensefalitis.Tatalaksana untuk anak dengan kejang demam kompleks adalah Diazepam. Diazepam rectal dapat diberikan di rumah dengan dosis 5 mg untuk anak usia dibawah 3 tahun. Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturut-turut dengan jarak 5 menit. Di Rumah Sakit, diazepam diberikan dengan suntikan intravena dengan dosis 0,2-0,5 mg/KgBB diberikan perlahan-lahan. Pada anak ini diberikan diazepam dengan dosis 3 x 3 mg dalam bentuk pulv. Pasien juga mendapatkan terapi rumatan, yaitu pengobatan yang diberikan terus menerus untuk waktu yang cukup lama, karena kejang terjadi > 15 menit, kejang fokal dan terdapat kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang, seperti hemiparesis, serebral palsy, retardasi mental, makrosefali (pada kasus : hidrosefalus). Obat terapi rumatan yang diberikan pada kasus adalah depakene (asam valproate) dengan dosis 2 x 60 mg (10-40 mg/KgBB/hari dibagi 2-3 dosis).Pasien sudah mengalami kejang demam berulang. Untuk itu, beberapa hal yang harus diwaspadai dan dievaluasi pada anak dengan kejang demam adalah mortalitas, perkembangan mental dan neurologisnya, berulangnya kejang dan risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari. Apabila kejang terjadi dengan durasi yang lama dan sering berulang, maka akan menyebabkan hipoksia berat pada otak yang akan memacu vasodilatasi pembuluh darah otak dan terjadi peningkatan Cerebrospinal Fluid (CBF). Peningkatan CBF akan berdampak pada meningkatnya tekanan intrakranial sehingga terjadi penurunan perfusi jaringan dan aliran darah otak dibawah tingkat kritis (60 mmHg) dan terjadi kerusakan otak (iskemik). Ibu pasien juga mengeluh kepala anaknya yang semakin membesar, tetapi tidak diketahui kapan pertama kali kepala pasien mulai terlihat membesar. Dari hasil CT-Scan kepala didapatkan bahwa pasien menderita hidrosefalus komunikans. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi system ventrikel otak, terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Hidrosefalus dapat timbul akibat terjadi ketidakseimbangan antara produksi dengan absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS. Ukuran kepala dapat membesar sesuai dengan pertambahan jumlah CSS yang terus meningkat. Selain itu, sutura akan melebar, demikian juga fontanella melebar dan menonjol.Pada pasien, ukuran lingkar kepala pada usia 1 tahun 9 bulan adalah 59 cm dan dapat diinterpretasikan makrosefali.Untuk mendiagnosis hidrosefalus, selain dengan anamnesis, dapat dilakukan CT-Scan kepala. Pada hidrosefalus komunikans, gambran CT-Scan akan menunjukkan dilatasi ringan dari semua system ventrikel termasuk ruang subarachnoid.Untuk mengurangi produksi CSS, maka pasien diberikan acetalolamid 25mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis (anak ini mendapatkan 2x50mg acetazolamide).47