bab iv analisis tanggung jawab pelaku usaha...

24
BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM A. Analisis Ruang Lingkup Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dengan disahkannya UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat menjadi landasan bagi konsumen dan lembaga perlindungan konsumen untuk memberdayakan dan melindungi kepentingan konsumen, serta membuat pelaku usaha lebih bertanggung jawab. Hal ini dikarenakan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi obyek aktifitas bisnis untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan Undang-Undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini mengacu pada filosofi pembangunan nasional, bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-undang Dasar 1945. Penyusunan UU No 8 Tahun 1999 dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen 68

Upload: ngongoc

Post on 21-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

BAB IV

ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM

A. Analisis Ruang Lingkup Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Dengan disahkannya UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dapat menjadi landasan bagi konsumen dan lembaga perlindungan

konsumen untuk memberdayakan dan melindungi kepentingan konsumen,

serta membuat pelaku usaha lebih bertanggung jawab.

Hal ini dikarenakan konsumen berada pada posisi yang lemah.

Konsumen menjadi obyek aktifitas bisnis untuk mendapat keuntungan

sebesar-besarnya. Perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembentukan Undang-Undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen

secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini mengacu pada

filosofi pembangunan nasional, bahwa pembangunan nasional termasuk

pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen

adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang

berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara

Pancasila dan konstitusi negara Undang-undang Dasar 1945.

Penyusunan UU No 8 Tahun 1999 dilatarbelakangi oleh pemikiran

untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan meningkatkan

kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen

68

Page 2: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

69

untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha

yang bertanggung jawab. Berdasarkan pemikiran tersebut diperlukan

perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan

perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta

perekonomian yang sehat.

Berdasarkan pasal 1365 KUHPer : “Tiap perbuatan melanggar

hukum, yang menimbulkan kerugian bagi orang lain mewajibkan orang yang

karena kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian.” Pasal

ini memberi perlindungan kepada seseorang terhadap perbuatan melawan

hukum (onrechtmatige daad) orang lain. Unsur penting dalam pasal ini ialah

perbuatan melawan hukum yang pada zaman dulu ditafsirkan secara sempit,

yaitu perbuatan yang bertentangan dengan UU atau Peraturan Perundangan.

Tetapi kemudian H.R. memberikan tafsiran lebih luas yakni perbuatan yang

bertentangan dengan atau melanggar :

a. Hukum atau Peraturan Perundangan.

b. Hak orang lain.

c. Wajib hukumnya sendiri (si pembuat).

d. Keadilan dan kesusilaan

e. Kepatutan yang layak diindahkan dalam pergaulan masyarakat, terhadap

orang atau barang.1

1 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok HukumDagang Indonesia Pengetahuan Dasar

HukumDagang, Jakarta : Djambatan, 1993, hlm. 135-136.

Page 3: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

70

Berdasarkan KUHPer tersebut kedudukan konsumen sangat lemah

dibanding produsen. Salah satu usaha untuk melindungi dan meningkatkan

kedudukan konsumen adalah dengan menerapkan prinsip tanggung jawab

mutlak dalam hukum tentang tanggung jawab produsen. Dengan

diberlakukannya prinsip tanggung jawab mutlak diharapkan pula para

produsen menyadari betapa pentingnya menjaga kualitas produk yang

dihasilkan, para produsen akan lebih berhati-hati dalam memproduksi barang.

Demikian juga bila kesadaran para produsen terhadap hukum tentang

tanggung jawab produsen tidak ada, dikhawatirkan akan berakibat tidak baik

terhadap perkembangan dunia industri nasional maupun terhadap daya saing

produk nasional di luar negeri. Namun demikian, dengan memberlakukan

prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum tentang product liability tidak

berarti pihak produsen tidak mendapat perlindungan, pihak produsen masih

diberi kesempatan untuk membebaskan dari tanggung jawabnya dalam hal-

hal tertentu yang dinyatakan dalam undang-undang.

Dengan penerapan tanggung jawab mutlak produk ini, pelaku usaha

pembuat produk atau yang dipersamakan dengannya, dianggap bersalah atas

terjadinya kerugian pada konsumen pemakai produk itu, kecuali apabila ia

dapat membuktikan keadaan sebaiknya, yaitu bahwa kerugian yang terjadi

tidak dapat dipersalahkan kepadanya. Tanggung jawab produk, tanpa

Page 4: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

71

kesalahan, merupakan doktrin hukum yang masih baru dan merupakan

perluasan dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum. 2

Kriteria perbuatan melawan hukum adalah :

1. Pelanggaran hak-hak. Hukum mengakui hak-hak tertentu baik mengenai

hak-hak pribadi maupun hak-hak kebendaan dan akan melindunginya

dengan memaksa pihak yang melanggar itu supaya membayar ganti rugi

kepada pihak yang dilanggar haknya.

2. Unsur kesalahan. Pertanggungjawaban pada kesalahan perdata

memerlukan unsur kesalahan atau kesengajaan pada pihak yang

melakukan pelanggaran.

3. Kerugian yang diderita oleh penggugat. Suatu unsur yang esensial dari

kebanyakan kesalahan perdata adalah bahwa penggugat harus sudah

menderita kerugian fisik atau finansial sebagai akibat dari perbuatan

tergugat.3

Sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, seorang

konsumen bila dirugikan dalam mengkonsumsi barang atau jasa, dapat

menggugat pihak yang menimbulkan kerugian itu. Dengan kualifikasi

gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Karena kerugian yang

dialami konsumen, tidak lain karena tidak dilaksanakannya prestasi oleh

pengusaha.

2 A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya, hlm,

243. 3 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Alumni, 1986, hlm.

199-200.

Page 5: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

72

Penuntutan karena wanprestasi dan karena onrechtmatige daad

(perbuatan melawan hukum) pelaksanaannya berbeda yakni :

1. Dalam aksi karena onrechtmatige daad maka si penuntut harus

membuktikan semua unsur-unsur yakni antara lain bahwa ia harus

membuktikan adanya kesalahan pada si pelaku. Dalam aksi karena

wanpresptasi maka si penuntut umum menunjukkan adanya wanprestasi,

sedang pembuktian bahwa tentang tidak adanya wanprestasi dibebankan

pada si pelaku.

2. Tuntutan pengembalian pada keadaan semula hanyalah dapat dilakukan

bilamana terjadi tuntutan karena onrechtmatige daad, sedang dalam

tuntutan wanprestasi tidak dapat dituntut pengembalian pada keadaan

semula.

3. Bilamana terdapat beberapa debitur yang bertanggung gugat, maka dalam

hal terjadi tuntutan ganti kerugian karena onrechtmatige daad, masing-

masing debitur tersebut bertanggung gugat untuk keseluruhan ganti

kerugian tersebut. Kalau tuntutannya didasarkan pada wanprestasi maka

penghukuman masing-masing untuk keseluruhannya hanyalah mungkin

bilamana sifat tanggung rentengnya dicantumkan dalam kontraknya atau

bilamana prestasinya tidak dapat dibagi-bagi.4

Dengan kualifikasi gugatan ini, konsumen sebagai penggugat harus

membuktikan unsur-unsur :

4 M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum Tanggung Gugat untuk

Kerugian yang Disebabkan Karena Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta : Pradanya Paramita, 1979, hlm. 34-35.

Page 6: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

73

a) Adanya perbuatan melawan hukum. Perbuatan barulah merupakan

perbuatan melawan hukum apabila : bertentangan dengan hak orang lain,

bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, bertentangan dengan

kesusilaan yang baik, bertentangan dengan keharusan yang harus

diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau

barang.5

b) Adanya kesalahan/ kelalaian pengusaha/ perusahaan. Dikatakan ada

kelalaian apabila timbulnya kerugian bagi seseorang atau barang milik

orang lain disebabkan karena kurang hati-hatinya melakukan suatu

perbuatan, atau mengurus sesuatu sebagaimana dikehendaki oleh hukum.

Untuk berhasilnya suatu gugatan berdasarkan kelalaian, penggugat harus

membuktikan tiga unsur penting yaitu : pertama, bahwa tergugat

dibebankan kewajiban berhati-hati dalam melakukan kewajiban

hukumnya, kedua, kewajiban hukum itu dilanggar, ketiga, bahwa akibat

pelanggaran itu timbul kerugian.6

c) Adanya kerugian yang dialami konsumen. Penggugat harus membuktikan

bahwa ia menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran kewajiban

berhati-hati oleh tergugat. Dalam kerugian itu dapat termasuk kerugian

terhadap harta benda, kerugian pribadi dan dalam beberapa hal kerugian

uang.7

5 Ibid., hlm. 35. 6 Abdul Kadir Muhammad, op. cit., hlm. 212. 7 Ibid., hlm. 218.

Page 7: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

74

d) Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan

kerugian yang dialami konsumen. Apabila tanggung jawab dalam

kesalahan perdata tergantung pada kerugian, penggugat harus

membuktikan bahwa kerugiannya secara sah disebabkan oleh perbuatan

tergugat.8

Jadi, konsumen dihadapkan pada beban pembuktian berat, karena

harus membuktikan keempat unsur tersebut. Hal ini dirasakan tidak adil bagi

konsumen. 9

Berdasarkan penjelasan UUPK pasal 45 ayat (2) penyelesaian

sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup

kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada

setia tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua

belah pihak yang bersengketa. Yaitu penyelesaian yang dilakukan oleh kedua

belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui

pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak

bertentangan dengan UU ini.

Berdasarkan ketentuan pasal 45 ayat (2) UUPK dihubungkan dengan

penjelasannya, maka penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan

melalui cara-cara sebagai berikut :

a) Penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa tanpa melibatkan

pengadilan atau pihak ketiga yang netral.

8 Ibid., hlm. 236. 9 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Bandung :

PT Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 239-240.

Page 8: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

75

b) Penyelesaian melalui pengadilan.

c) Penyelesaian di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen.

Pada prinsipnya setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat

pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan

peradilan umum. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan, maka gugatan melalui pengadilan hanya dapat

ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu

pihak atau oleh pihak yang bersengketa.10

Karakter dasar product liability pada dasarnya adalah perbuatan

pelawan hukum, maka unsur-unsur yang dibuktikan konsumen, yaitu:

a) Unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan pengusaha/ perusahaan.

b) Unsur kerugian yang dialami konsumen atau ahli warisnya.

c) Unsur adanya hubungan kausal antara unsur perbuatan melawan hukum

dengan unsur kerugian tersebut.

Unsur kelalaian/ kesalahan tidak menjadi kewajiban konsumen untuk

membuktikannya. Sebaliknya hal ini menjadi kewajiban pengusaha untuk

membuktikan ada tidaknya kelalaian/ kesalahan padanya. Menurut doktrin

product liability, tergugat dianggap telah bersalah, kecuali jika ia mampu

10 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Jakarta : Djambatan, 2000, hlm.

223-224.

Page 9: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

76

membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul resiko kerugian

yang dialami pihak lain karena mengkonsumsi/ menggunakan produknya.11

Penggunaan instrumen hukum acara perdata setelah berlakunya UUPK

mengetengahkan sistem beban pembuktian terbalik.12 pasal 28 UUPK

berbunyi sebagai berikut:

“Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 22 dan pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.“

Konsekuensinya, jika pelaku usaha gagal membuktikan tidak adanya

unsur kesalahan, maka gugatan ganti rugi penggugat akan dikabulkan dalam

hal memiliki alasan yang sah menurut hukum. 13

Dalam hal yang demikian, selama pelaku usaha tidak dapat

membuktikan bahwa kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahan yang

terletak pada pihaknya, maka demi hukum pelaku usaha bertanggung jawab

dan wajib mengganti kerugian yang diderita tersebut.14

Jika pelaku usaha menolak dan/ atau tidak memberi tanggapan dan/

atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen maka menurut pasal

23 UUPK dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.15

11 Yusuf Shofie, op. cit., hlm. 242-243. 12 Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK Teori dan Praktek

Penegakan Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hlm.75. 13 Ibid. 14 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta :

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm. 69. 15 Rachmadi Usman, op. cit., hlm. 219-220.

Page 10: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

77

Pasal 19 ayat (1) UUPK menentukan :

“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/ atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkannya.”

Bentuk ganti rugi tersebut dapat berupa :

1. Pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya atau perawatan; dan/ atau

2. Pemberian santunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. (Pasal 19 ayat (2) UUPK).

Kata dapat di situ menunjukkan masih ada bentuk-bentuk ganti rugi

lain yang dapat diajukan konsumen kepada pelaku usaha. Seperti keuntungan

yang akan diperoleh bila tidak terjadi kecelakaan, kehilangan pekerjaan atau

penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik yang

diderita, dan sebagainya.16

Instrumen hukum acara pidana dalam UUPK mengedepankan suatu

system beban pembuktian terbalik. Pasal 22 UUPK berbunyi sebagai berikut :

“Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud pasal 19 ayat (4), pasal 20 dan pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.”

Sistem pembuktian terbalik pada pasal 22 UUPK itu terbatas pada

kasus pidana. Ada dua hal yang perlu dicermati pada pasal 22 UUPK tersebut.

16 Yusuf Shofie, op. cit., hlm. 76.

Page 11: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

78

Pertama, dikatakan kasus pidana apabila unsur-unsur sistem peradilan

pidana menjalankan wewenang penyidikan, penuntutan dan/ atau peradilan

suatu tindak pidana di bidang perlindungan konsumen. Kedua, kasus pidana

yang dimaksud pasal 22 UUPK itu terkait dengan ketentuan-ketentuan pasal

19 ayat (4), pasal 20 dan pasal 21 UUPK. Pasal 19 ayat (4) UUPK

menegaskan bahwa : “pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha atas kerusakan,

pencemaran dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/

atau jasa tidaklah mengharuskan kemungkinan tuntutan pidana berdasarkan

asas pembuktian terbalik ada tidaknya unsur kesalahan”. Sedangkan pasal 20

dan pasal 21 UUPK masing-masing memberikan penekanan sebagai berikut :

1. Tanggung jawab subyek tersangka/ terdakwa, yaitu; importir, jika

importasi produk barang tidak dilakukan agen atau perwakilan produsen

barang tersebut di luar negeri.

2. Tangung jawab subyek tersangka/ terdakwa, yaitu : importir bertanggung

jawab atas jasa yang diimpor, jika penyediaan jasa tidak dilakukan agen

atau perwakilan jasa asing.17

Dalam proses berbisnis selain memperhatikan prinsip kejujuran,

keterbukaan, keramahtamahan, keadilan dan kesukarelaan. Para pelaku bisnis

juga perlu memperhatikan aspek usaha yang terus menerus bila tahapan

tersebut sudah ditempuh maka keberhasilannya adalah keberhasilan yang

diiringi dengan rasa syukur, sebaliknya kegagalannya merupakan kegagalan

yang tak perlu diratapi tetapi justru disikapi dengan penuh kesabaran.

17 Ibid., hlm. 123-124.

Page 12: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

79

Untuk menciptakan masyarakat bisnis yang kredible, maka

masyarakat bisnis yang bertanggung jawab kepada konsumen adalah

masyarakat yang menumbuhkan saling kepercayaan, menjunjung tinggi nilai-

nilai kejujuran dan keadilan sebagai ciri utama masyarakat yang beradab. 18

Sebagai konsekuensi hokum yang diberikan oleh UUPK dan sifat

perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka

setiap pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha yang merugikan konsumen

memberi hak kepada konsumen untuk meminta pertanggungjawaban dari

pelaku usaha, serta menuntut ganti kerugian yang diderita konsumen.

Berdasarkan hal-hal di atas maka ruang lingkup tanggung jawab

pelaku usaha adalah memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan

berkaitan dengan gugatan konsumen, selama pelaku usaha tidak dapat

membuktikan bahwa kesalahan tersebut bukan merupakan kesalahannya.

Dalam Islam prinsip-prinsip umum dalam aktivitas bisnis adalah

prinsip kejujuran, kesetimbangan dan keadilan, kebenaran, keterbukaan,

kerelaan di antara pihak yang berkepentingan, larangan memakan harta orang

lain secara batil, larangan berbuat zalim, larangan eksploitasi dan saling

merugikan yang membuat orang lain teraniaya.

Dengan demikian tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana

dimaksud dalam pasal 19 UUPK adalah tidak bertentangan dengan nilai-nilai

18 Abdullah Aly, “Dimensi Spiritualitas dalam Bisnis di Indonesia: Perspektif Islam”

dalam Maryadi dan Syamsudin (eds), Agama Spiritualisme dalam Dinamika Ekonomi Politik, Surakarta: Muhammadiah University Press, 2001, hlm. 225-226.

Page 13: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

80

bisnis Islam karena dalam mencapai keuntungan menghindari kerugian

seminimal mungkin.

B. Analisis Tanggung Jawab Pelaku Usaha Kaitannya Dengan

Perlindungan Konsumen

Dengan mengkaji pasal demi pasal dalam UUPK, tampak bahwa

beberapa ketentuan yang tertera dalam UU tersebut sesuai dengan nilai-nilai

etika bisnis Islam, walaupun dengan redaksi yang berbeda akan tetapi

substansi dan tujuannya adalah sama yaitu untuk melindungi konsumen. hal

ini dapat terlihat dari aturan-aturan mengenai keharusan beritikad baik dalam

melakukan usaha (pasal 7 huruf a ), jujur (pasal 7 huruf b), jujur dalam

takaran atau timbangan (pasal 8 ayat (1), huruf a, b, c, d, e), menjual barang

yang baik mutunya (pasal 8 ayat (2, 3, 4)), larangan menyembunyikan barang

yang cacad (pasal 8) dan lain sebagainya.19

Itikad baik dalam bisnis merupakan hakekat dari bisnis itu sendiri.

Itikad baik akan menimbulkan hubungan baik dalam usaha. Dengan itikad

baik pelaku usaha tidak akan melakukan usaha yang merugikan pihak lain.

Dalam Islam itikad baik diwujudkan dalam dua bentuk yaitu itikad

baik menuntut seseorang berbuat baik kepada orang lain, dan menuntut agar

tidak berbuat jahat/ merugikan orang lain. Sebagaimana firman Allah dalam

al-Qur’an :

19 Neni Sri Imaniyati , Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam dalam Perkembangan,

Bandung : Mandar Maju, 2002, hlm. 177.

Page 14: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

81

������������� ������������������������������������������ ����!�"��#�$��% ��&��'�����(�&��'�������)*�+��� ��

�,- �������.��'���������"��'���/�0�1��������2 3�!��45����������&��')�6�(�7�8�9�

:����/�;��<�

Artinya : Hai, orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. 20

Kata ������������������ ���� (suka sama suka di antara kamu ) yang terdapat

dalam ayat di atas, maksudnya adalah pedagang dan pembeli. Namun

demikian, bukan hanya berlaku untuk pedagang dan pembeli saja. Tapi

berlaku untuk semua jenis usaha yang melibatkan banyak orang. Sebab pada

hakikatnya setiap pekerja adalah pedagang.

Adanya prinsip suka sama suka ini merupakan satu isyarat betapa

pentingnya hubungan yang harmonis antara pedagang dan pembeli, antara

produsen dan konsumen, karena keduanya saling membutuhkan.

Di balik prinsip suka sama suka ini tersirat pula pengakuan atas hak

asasi manusia dalam arti yang luas. Secara lebih sederhana, hak-hak

konsumen harus mendapat perlindungan. Memang kompetisi dalam setiap

20 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan dan

Tafsir Al-Qur’an, 1971, hlm. 122.

Page 15: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

82

kehidupan dan profesi diakui dalam Islam tetapi harus dengan cara yang

sehat. Dalam arti tidak mengorbankan hak dan kepentingan orang lain.21

Kejujuran dan kebenaran merupakan nilai yang penting. Sehubungan

dengan hal tersebut penipuan, sikap mengeksploitasi orang lain yang tidak

bersalah merupakan perbuatan yang dilarang. Aspek yang berkaitan erat

dengan penipuan dan ketidakjujuran merupakan hal-hal yang terdapat dalam

sistem jual beli yang tidak menentu, yang akan menimbulkan kerugian salah

satu pihak.22

Keadilan merupakan konsep yang sangat komprehensif menyangkut

semua segi kehidupan umat manusia. Keadilan juga membuahkan

keseimbangan, kesesuaian dan keselarasan dengan keadilan hukum. Keadilan

ekonomi Islam didasarkan pada dua unsur. Pertama, keseimbangan dan

proporsi yang harus dipertahankan di antara masyarakat dengan

mengindahkan hak-hak mereka. Kedua, bagian yang menjadi hak setiap orang

dengan penuh kesadaran harus diberikan kepadanya apa yang dituntut dalam

hal ini adalah keseimbangan dan proporsi yang tepat bukannya persamaan.23

Dalam dunia bisnis semua orang tidak mengharapkan memperoleh

perlakuan tidak jujur dari sesamanya. Dalam dunia bisnis kejujuran berkaitan

dengan kualitas produk, komsumen berhak atas produk yang berkualitas

karena ia membayar untuk itu.

21 Firdaus Efendi (eds.), Nilai dan Makna Kerja dalam Islam, Jakarta: Nuansa Madani,

1999, hlm. 103-104. 22 Muhammad Nejatullah Siddiqi, The Economic Enterprise in Islam, diterjemahkan Anas

Sidik, ”Kegiatan Ekonomi dalam Islam”, Jakarta : Bumi Aksara, 1996, hlm. 58-59. 23 Ainur Rofiq Sophiaan (ed.) Etika Ekonomi Politik Elemen-Elemen Strategis

Pembangunan Masyarakat Islam, Surabaya : Risalah Gusti, 1997, hlm. 86.

Page 16: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

83

Dalam masyarakat Islam, hukum bukan hanya faktor utama tetapi

juga faktor pokok yang memberi bentuk. Masyarakat Islam secara ideal harus

sesuai dengan kitab hukum, sehingga tidak ada perubahan sosial yang

mengacaukan atau menimbulkan karakter tak bermoral dalam masyarakat.

Hukum Islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas seperti

yang dinyatakan oleh Islam. Hukum Islam memberikan ketentuan bahwa

kaidah kesusilaan tidak boleh betentangan dengan syarat-syarat yang ada

dalam al-Qur’an dan Sunnah. Dengan ini nyatalah bahwa hukum Islam

menuju kepada kesusilaan yang lebih pasti isinya dan lebih tetap mutu dan

haluannya, karena Islam tidak membiarkan semuanya hanya tergantung pada

masyarakat dan manusia saja.

Syari’ah Islam adalah kode hukum dan kode moral sekaligus. Ia

merupakan pola yang luas tentang tingkah laku manusia yang berasal dari

otoritas kehendak Allah yang tertinggi, sehingga garis pemisah antara hukum

dan moralitas sama sekali tidak bisa ditarik secara jelas seperti pada

masyarakat Barat pada umumnya.24

Di dalam fiqih perbuatan-perbuatan yang membawa madlarat kepada

orang lain disebut =2�>?� @�6=2A� B� C / “sewenang-wenamg dalam

menggunakan hak”. Perbuatan tersebut dilarang oleh syara’.25

24 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 154.

25 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 16-17.

Page 17: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

84

Keharaman perbuatan tersebut disebabkan dua hal :

1. Setiap orang tidak diperbolehkan menggunakan haknya denga sewenang-

wenang yang mengakibatkan madlarat bagi orang lain. Oleh sebab itu

penggunaan hak dalam syari’at Islam tidak bersifat mutlak, tetapi ada

batasannya. Batasannya adalah tidak membawa madlarat bagi orang lain,

baik perorangan maupun masyarakat.

2. Penggunaan hak-hak pribadi, tidak hanya untuk kepentingan pribadi saja,

tetapi juga harus mendukung hak-hak masyarakat karena kekayaan yang

dimiliki seseorang merupakan bagian dari kekayaan seluruh manusia.

Bahkan dalam keadaan tertentu hak-hak pribadi boleh diambil atau

dikurangi untuk membantu hak-hak masyarakat, seperti zakat, sedekah,

pajak, infaq dan lainnya.26

Namun demikian, ada dua tindakan seseorang yang tidak digolongkan

ke dalam perbuatan sewenang-wenang, yaitu :27

a. Jika dalam menggunakan hak tersebut menurut kebiasaan tidak mungkin

menghindarkan kemadlaratan bagi orang lain.

b. Jika dalam menggunakan hak itu telah dilakukan secara hati-hati, tetapi

menimbulkan madlarat bagi orang lain, maka tidak termasuk tindakan

sewenang-wenang dan tidak dapat diminta pertanggungjawabannya

secara perdata.

26 Ibid., hlm. 18. 27 Ibid., hlm. 23-24.

Page 18: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

85

Akibat hukum bagi orang yang menggunakan hak sewenang-

wenang:28

1. Menghilangkan segala bentuk kemadlaratan yang ditimbulkan oleh

penggunaan hak sewenang-wenang.

2. Memberi ganti rugi atas kemadlaratan yang ditimbulkan oleh

penggunaan hak secara sewenang-wenang, jika kemadlaratan yang

ditimbulkannya berhubungan dengan nyawa, harta, atau anggota tubuh

seseorang.

3. Membatalkan tindakan sewenang-wenang tersebut.

4. Melarang seseorang menggunakan haknya secara sewenang-wenang.

5. Memberalakukan hukuman ta’zir atas kesewenangan para pejabat dalam

menggunakan haknya.

6. Memaksa pelaku kesewenangan untuk melakukan sesuatu.

Asas dalam pertanggungjawaban seseorang ialah bila ia melakukan

suatu perusakan secara langsung atau menyebabkan terjadinya kerusakan

tersebut. Akan tetapi terdapat pula hal-hal di mana tanggung jawab

dibebankan kepada seseorang yang tidak melakukan perusakan secara

langsung atau menyebabkan terjadinya kerusakan tersebut. Hal ini dapat kita

luruskan dalam tiga bentuk sebagai berikut :

Pertama, si pelaku melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan

orang banyak, maka ia telah bertindak sesuai dengan hukum-hukum yang

28 Ibid., hlm. 24-25.

Page 19: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

86

berlaku. Tetapi tindakannya itu telah mengakibatkan kerusakan pada jiwa

atau harta seseorang, dan kemudian ternyata bahwa orang yang dirugikan itu

nmestinya tidak menanggung kerugian tersebut. Maka pembayaran ganti rugi

dalam hal ini dibebankan kepada baitul mal.

Kedua, Bila si pelaku melakukan sesuatu perbuatan atas perintah

orang lain yang mengatakan bahwa dialah orang yang berwenang dan

mempunyai hak. Maka yang harus membayar ganti rugi ialah orang yang

memberi perintah.

Ketiga, mengenai paksaan. Seseorang yang dipaksa mengerjakan

suatu perbuatan, bila ternyata tidak mungkin dia dianggap sebagai alat bagi

orang yang memaksa, maka hukuman dijatuhkan kepada yang berbuat saja

dan tidak kepada yang lain. Bila seseorang itu mungkin dianggap sebagai alat

bagi orang yang mamaksa, maka dalam hal paksaan yang tak dapat

dihindarkan, perbuatan itu dipertanggungjawabkan kepada orang yang

memaksa dan akibat perbuatan itu dibebankan kepada orang yang memaksa,

di mana ia harus membayar ganti rugi atas kerusakan. Adapun paksaan yang

tidak dapat dihindarkan, maka hal itu tidak dapat menggugurkan

pertanggungjawaban di bidang harta dan tidak pula menggugurkan tanggung

jawab si pelaku.29

Dalam hal pengaruh halangan-halangan dalam pertanggungjawaban

hukum, para ahli fiqih menetapkan bahwa anak-anak dan orang gila

29 Mahmud Sjaltout, Al-Islam Aqidah wa Syari’ah, diterjemahkan oleh H. Bustami A.

Gani, Djohar Bahry L.I.S, “Islam Sebagai Aqidah dan Syari’ah”, Jilid IV, Jakaarta : Bulan Bintang, 1970, hlm. 118-119.

Page 20: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

87

mempunyai kewajiban yang patut menjadi landasan tanggung jawab dalam

biang kebendaan semata, seperti penggantian dalam bidang perpuataran harta,

denda karena merusakkan milik orang lain, hubungan perseorangan,

kewajiban membayar nafkah, pembayaran pajak, kharaj hasil bumi, karena

dalam hal ini hartalah yang dituju dan pembayarannya cukup dilakukan oleh

pihak wali.

Adapun kewajiban menerima pembalasan dan hukuman, maka hal ini

tidak dapat dilandaskan kepada tanggung jawab anak-anak dan orang gila,

karena hukuman adalah suatu balasan atas kelalaian, sedangkan kedua orang

itu tidak tergolong orang yang mempuyai ahliyah dalam hal ini.

Bila kedua orang ini tidak mempunyai harta, maka apa yang

diwajibkan atas keduanya sesuai dengan kewajibannya ditangguhkan

pembayarannya sampai ada kelapangan atau kesanggupan untuk membayar.

Tidak wajib atas wali atau orang yang berkuasa atasnya melakukan

penggantian, kecuali bila perusakan atas sesuatu barang itu ditimbulkan

karena kelalaian wali atau orang yang berkuasa itu atau kerusakan itu timbul

karena dirangsang oleh wali atau orang yang dipuasakan itu.30

Kekeliruan atau ketidaksengajaan yaitu terjadinya sesuatu yang tidak

dikehendaki oleh pelakunya. Jika kekeliruan atau ketidaksengajaan itu

menimbulkan kerusakan pada hak Allah, si pelaku kekeliruan ini dimaafkan,

sehingga kekeliruannya dipandang tidak merusakan hak Allah. Dan jika

30 Ibid., hlm. 116-117.

Page 21: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

88

kekeliruan atau ketidaksengajaan itu menimbulkan kerusakan atau kerugian

pada hak manusia, dapat memberikan keringanan.31

Paksaan yaitu tekanan seseorang terhadap orang lain untuk

mengucapkan suatu perkataan atau untuk melakuikan suatu perbuatan yang

tidak disenangi.32

Paksaaan mempengaruhi ahliyatul ‘ada dalam hal baik dalam

perkataan maupun dalam perbuatan, meskipun tidak menghilangkan

ahliyahnya, sebab orang yang dipaksa tetap dituntut untuk melakukan semua

tuntutan syari’ah.33

Dengan demikian perlindungan terhadap konsumen menurut hukum

Positif dan hukum Islam adalah sama, yakni agar tidak ada yang merasa

dirugikan.

Tanggung jawab pengusaha Muslim adalah menciptakan produk yang

berkualitas sehingga konsumen tidak dirugikan, dan apabila konsumen

merasa dirugikan, dapat mengajukan gugatan melalui lembaga peradilan

maupun non peradilan sebagaimana yang diatur oleh undang-undang yaitu

UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dengan demikian, tanggung jawab pelaku usaha sebagaimana

dimaksud UUPK tidaklah bertentangan dengan hukum Islam.

31 Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Ilmu Fiqih, Jilid II,

Direktorak Jenderal Pembuinaan Kelembagaan Agama Islam, Yogyakarta : 1984/1985, hlm. 38-39.

32 Ibid., hlm. 43. 33 H.A. Djazuli, I Nurol Aen, Ushul Fiqih Metodologi Hukum Islam, Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2000, hlm. 73.

Page 22: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian bab-bab sebelumnya, dapatlah ditarik suatu

kesimpulan:

1. Ruang lingkup tanggung jawab pelaku usaha meliputi tanggung jawab

produsen dalam menjaga kualitas produk dengan membatasi resiko

kerugian yang diderita konsumen seminimal mungkin. Dalam hal

konsumen menderita kerugian akibat cacat produk, UUPK memberikan

hak kepada konsumen untuk menggugat produsen. Pelaku usaha dianggap

bersalah atas kerugian yang diderita konsumen kecuali jika ia dapat

membuktikan bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan

kepadanya. Sehingga konsekuensinya jika gagal membuktikan

ketidaklalaiannya maka gugatan ganti rugi penggugat akan dikabulkan

dalam hal memiliki kekuatan hukum yang sah sehingga ia harus memikul

tresiko kerugian yang dialami konsumen. Sedangkan bentuk ganti rugi

tersebut berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa

atau perawatan kesehatan, dan pemberian santunan.

2. Dalam Islam prinsip-prinsip umum dalam aktivitas bisnis adalah prinsip

kejujuran, kesetimbangan dan keadilan, kebenaran, keterbukaan, kerelaan

di antara para pihak yang berkepentingan. Bisnis harus dilandasi oleh

kesadaran menjauhkan diri dari praktek bisnis terlarang serta jauh dari

89

Page 23: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

90

penipuan, berbuat zhalim, dan saling merugikan yang akan membuat

orang lain teraniaya, karena bisnis pada hakekatnya merupakan usaha

untuk mencari keridhaan Allah. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek

tetapi bertujuan jangka pendek dan jangka panjang yaitu tanggung jawab

pribadi dan sosial di hadapan masyarakat, negara dan Allah.

3. Penerapan tanggung jawab pelaku usaha menurut UUPK, adalah tidak

bertentangan dengan nilai-nilai etika bisnis Islam yang bertujuan untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen. Karena tidak ada pihak

pihak yang dirugikan. Dengan demikian sistem tanggung jawab pelaku

usaha menurut hukum Positif dan hukum Islam adalah sama, yakni

bertujuan untuk melindungi pihak-pihak yang lemah agar tidak ada yang

merasa dirugikan.

B. Saran-saran

Karena UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah

undang-undang yang masih baru (berlaku mulai 20 April 2000), tentunya tidak

semua rakyat Indonesia khususnya umat Islam mengetahuinya, sehingga perlu

diadakan sosialisasi khusus tentang undang-undang tersebut, yakni bahwa

tanggung jawab pelaku usaha tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena

bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pihak yang dirugikan

sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

Dalam pelaksanaan undang-undang tersebut, hendaknya pemerintah

betul-betul memperhatikan aspek-aspek kemaslahatan, artinya tidak ada

Page 24: BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1... · RELEVANSINYA DENGAN ETIKA BISNIS ISLAM ... 1. Pelanggaran hak-hak

91

pihak-pihak yang merasa dizhalimi dan dilakukan sesuai dengan peraturan

yang berlaku. Bagi pelaku usaha, khususnya pengusaha Muslim hendaknya

memenuhi aturan-aturan yang berlaku khususnya dalam hal tanggung jawab

produk. Dalam hal ini adalah UU No 8 Tahun 1999 karena hal ini merupakan

perangkat hukum yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara

integratif dan komprehensif sehingga tujuan dari undang-undang ini dapat

tercapai.

C. Penutup

Syukur alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

pembahasan skripsi yang sangat sederhana ini. Shalawat dan salam kami

junjungkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Penulis menyadari bahwa pembahasan skripsi ini jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca agar lebih baik sangat

penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap skripsi sederhana ini bermanfaat,

Amin.