bab iv analisis dan pembahasan 4.1. gambaran umum...
TRANSCRIPT
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum RSU Monompia Kotamobagu
RSU Monompia Kotamobagu yang memiliki motto “Rumah
Sakitku Kebanggaanku, Tanggungjawabku” ini terletak di Kota
Kotamobagu, Provinsi Sulawesi Utara. Menurut data statistik tahun
2012 kota seluas 184.33 km2 ini berpenduduk 108.794 jiwa.
RSU Monompia memulai kiprah pelayanannya tahun 1994
dengan nama Rumah Bersalin dan Rawat Inap Monompia. Legalitas
rumah bersalin ini kemudian dikukuhkan pada tahun 2001 menjadi
Pelayanan Umum dan Bersalin atas Rekomendasi Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bolaang Mongondow. Tahun 2006
dikeluarkan Rekomendasi Ijin Bupati Bolaang Mongondow Nomor
400/Setda/Kab/06/II/2.2006 dengan Status Ijin Sementara sebagai
Rumah Sakit Monompia Klasifikasi Tipe D. Dan bulan Mei 2009
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia dengan No. HK.071/III.19.16/09 ditetapkanlah Rumah
Sakit (RS) Monompia sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Monompia
dengan Kode Registrasi Rumah Sakit: 71.01.0.24. Rumah Sakit
Umum Monompia dengan falsafahnya “pelayanan kesehatan
diselenggarakan dengan berdasarkan etika dan profesional” telah
TERAKREDITASI berdasarkan penilaian pada 28 Juni 2012 – 30
Juni 2012 oleh TIM KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Republik
Indonesia dengan memperoleh hasil yang baik.
Tuntutan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
dengan memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, paripurna
dan terpadu disesuaikan dengan visi RSU Monompia yakni “menjadi
rumah sakit sebagai pusat pelayanan”.
Sedangkan misi RSU Monompia adalah :
1. Mengembangkan pelayanan kesehatan yang holistik
berdasarkan kasih
2. Memberikan pelayanan kesehatan bermutu berorientasi pada
ketepatan, kecepatan,keselamatan,kenyamanan berdasarkan
etika dan professional
3. Meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan
kompeten
4. Menyediakan peralatan, fasilitas dan sarana pendukung yang
aman daan mutakhir.
Visi dan misi RSU Monompia merupakan penjabaran tugas
panggilan Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBM)
sebagai institusi yang membentuk Yayasan Kesehatan Monompia
(YKM). Yayasan Kesehatan Monompia adalah pelaksana kegiatan
dibidang pelayanan/diakonia, yang salah satu unitnya adalah
Rumah Sakit Umum Monompia. Berikut disajikan gambaran
ketenagaan yang ada di RSU Monompia sebagaimana terlihat dalam
tabel- tabel ini :
Tabel 4.1. Data Karyawan Medik RSU Monompia Tahun 2012
No
Jenis Ketenagaan
Jumlah SDM yang ada
Status
Honor/ Kontrak
Pegawai Tetap YKM
Pegawai Gereja (Sinode)
Tenaga Medik Umum dan Spesialis Dasar
1. Dokter Umum 8 orang 8 orang - -
2. Dokter Ahli Bedah 1 orang 1 orang - -
3. Dokter Ahli Penyakit Dalam
2 orang 2 orang - -
4. Dokter Ahli Anak 1 orang 1 orang - -
5. Dokter Ahli Obsgyn 2 orang 2 orang - -
Tenaga Medik & Kesehatan Lainnya
1. Perawat 49 orang 48 orang - 1 orang
2. Bidan 7 orang 6 orang - 1 orang
3. Ahli Anestesi 6 orang 6 orang - -
Jumlah 76 orang 74 orang 2 orang
Tabel 4.2.
Data Karyawan Non Medik RSU Monompia Tahun 2012
No
Jenis
Ketenagaan
Jumlah
SDM yang ada
Status
Honor/
Kontrak
Pegawai
Tetap YKM
Pegawai Gereja
(Sinode)
Tenaga Kesehatan Penunjang
1 DIII. Gizi 1 orang 1 orang - -
2 DIII Radiologi 2 orang 2 orang - 2 orang
3 S1 Farmasi 2 orang 2 orang - -
4 DIII Farmasi 2 orang 2 orang - -
5 Apoteker 1 orang 1 orang - -
Tenaga Non Medis Lainnya
1. Domestik/ Cleaning Service
7 orang
7 orang
-
-
2. Sopir 1 orang - 1 orang
3. Security 3 orang 3 orang - -
4. Tata Usaha 7 orang 7 orang - -
5. Petugas
Kebersihan
2 orang 2 orang - -
6. Petugas Dapur 4 orang 4 orang - -
Jumlah 32 0rang 30 orang - 1 orang
Sumber : Data RSU Monompia Tahun 2012
4.2. Karakteristik Responden
Karyawan medis dokter, perawat, bidan dan ahli anestesi
seluruhnya dijadikan responden dalam penelitian ini. Berikut ini
akan dipaparkan karakteristik responden berdasarkan umur,
gender, pendidikan terakhir, lamanya bekerja, status perkawinan
serta jabatan struktural dan jabatan fungsional yang diembannya.
Tabel 4.3. Karakteristik Responden
Karakteristik Kategori Jumlah Responden
Prosentasi (%)
Umur >20 tahun 20-40 tahun <40 tahun
Tanpa keterangan
1 orang 50 orang 17 orang 1 orang
1,4 72,5 24,6 1,4
Gender Laki-laki Perempuan
Tanpa keterangan
28 orang 40 orang 1 orang
40,6 58,0 1,4
Pendidikan
Terakhir
SMA/sederajat Diploma (D1,D2,D3)
Sarjana (S1) Pascasarjana(S2,S3) Tanpa keterangan
4 orang 49 orang
11 orang 4 orang 1 orang
5,8 71,0 15,9 5,8 1,4
Lama bekerja < 5 tahun 5-10 tahun >10 tahun
Tanpa keterangan
44 orang 8 orang
16 orang 1 orang
63,8 11,6 23,2 1,4
Status Menikah Belum Menikah
Tanpa keterangan
44 orang 24 orang
1 orang
63,8 34,8
1,4
Jabatan Fungsional
Dokter Perawat, Bidan dan
ahli anestesi
10 orang 59 orang
14,5 85,5
Jabatan Struktural
KepalaPerawatan Kepala Ruang Non Struktural
1 orang 9 orang
59 orang
1,4 13,0 85,5
Sumber : Pengolahan Data SPSS, 2014
Gambaran karakteristik responden yang tampak dari tabel
4.3 menunjukkan bahwa responden terbanyak dalam penelitian ini
berusia 20 – 40 tahun yakni 72,5% dengan jumlah gender
terbanyak adalah perempuan sejumlah 40 orang (58,0%). Hal ini
memberi gambaran bahwa rata-rata responden berada pada kisaran
usia dewasa awal dan produktif, berpotensi untuk pengembangan
dan perubahan. Sedangkan latar belakang pendidikan yang dimiliki
oleh para responden rata-rata lulusan Diploma (Akademi
Keperawatan) berjumlah 49 orang atau 71,0%, dengan rata-rata
sudah bekerja di instansi ini selama kurang dari 5 tahun berjumlah
44 orang (63,8%) sedangkan diatas 10 tahun berjumlah 16 orang
atau 23,2% dari jumlah responden. Dengan latar belakang lulusan
akademi keperawatan, para responden dipandang memiliki
kecakapan dan keahlian medik yang memadai yang akan
mendukung tercapainya tujuan pelayanan walaupun bila dilihat
dari segi pengalaman bekerja rata-rata masih rendah atau belum
cukup lama bekerja.
Responden yang belum menikah berjumlah 24 orang
(34,8%) sedangkan yang sudah menikah berjumlah 44 orang. Hal
ini memberi keterangan bahwa status menikah yang disandang oleh
responden yakni 63,8% menandakan bahwa selain bekerja sebagai
karyawan di rumah sakit, responden memiliki tanggungjawab yang
lain yaitu keluarga. Konsekuensi biaya yang harus ditanggung juga
berbeda dengan responden yang belum menikah.
Jadi, dapatlah diambil kesimpulan bahwa secara
keseluruhan responden dalam penelitian ini menunjukkan data
bahwa responden perempuan lebih banyak dari responden laki-laki
dan sebagian besar masih berada pada usia dewasa awal atau usia
produktif, dengan latar belakang pendidikan didominasi lulusan
diploma (akademi keperawatan). Jumlah responden yang sudah
menikah lebih banyak dari responden yang belum menikah yang
sebagian besarnya belum lama bekerja di instansi ini.
4.3. Uji Kualitas Instrumen
4.3.1. Uji Validitas
Hasil pengujian data untuk memperoleh keterangan valid
atau tidak valid dilakukan dengan uji signifikansi dengan
membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel degree of freedom
(df) = n – 2, dimana n adalah jumlah sampel. Bila r hitung lebih
besar dari r tabel, maka instrument dianggap valid (Ghozali,2006).
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 69, sehingga (df) = 67. Nilai r
tabel dengan (df) = 67 adalah 0,1997.
Seleksi item pada skala kepemimpinan strategis yang terdiri
dari 20 item ini berdasarkan hasil analisis, koefisien seleksi item
bergerak antara 0.490 – 0.796. Suatu item dikatakan valid apabila
koefisien korelasi item totalnya 0.30, maka seluruh item skala
kepemimpinan strategis masuk dalam kategori valid. Untuk skala
budaya organisasi, seleksi item dilakukan pada 15 item dengan
menggunakan penghitungan teknik total item correlated
menunjukkan koefisien seleksi item bergerak antara 0.397 – 0.820,
maka seluruh item pada skala budaya organisasi masuk dalam
kategori valid. Dengan menggunakan penghitungan yang sama
pada skala motivasi kerja, koefisien seleksi item dari 20 item
bergerak antara 0.155 – 0.796. Dasar pertimbangan r hitung lebih
besar dari r tabel di atas, maka dari keseluruhan item pada skala
motivasi, 17 item dinyatakan valid, dan 3 item lainnya dinyatakan
gugur. Adapun item yang dinyatakan gugur adalah item nomor 18,
19 dan 20. Sedangkan pada skala kinerja karyawan medik, seleksi
item dilakukan pada 28 item, maka hasil analisis koefisien seleksi
item bergerak antara 0.133 – 0.776. Dari keseluruhan item pada
skala kinerja karyawan medik, 27 item dinyatakan valid dan 1 item
lainnya dinyatakan gugur. Item yang dinyatakan gugur adalah item
nomor 14.
4.3.2. Uji Reliabilitas
Teknik untuk menguji reliabilitas item yang telah valid,
digunakan teknik Alpha Cronbach setelah item-item yang gugur
atau tidak valid dihilangkan terlebih dahulu. Dari hasil uji,
diketahui bahwa item-item yang valid tersebut masuk dalam
kategori sangat reliabel, sebab menurut Ghozali (2006), sebuah
item kuesioner disebut reliabel apabila nilai Cronbach Alpha-nya >
0.6. Hasilnya disajikan melalui tabel berikut:
Tabel 4.4. Item Reliabilitas
Variabel Nilai Cronbach Alpha Keterangan
Kepemimpinan Strategis 0.951 Sangat Reliabel
Budaya Organisasi 0.922 Sangat Reliabel
Motivasi Kerja 0.930 Sangat Reliabel
Kinerja Karyawan Medik 0.957 Sangat Reliabel
Sumber : Pengolahan Data SPSS 2014
4.4. Analisis Statistik Deskriptif
Melalui analisis ini, diperolehlah gambaran atau deskripsi
mengenai variabel-variabel kepemimpinan strategis, budaya
organisasi, motivasi kerja dan kinerja karyawan medik. Penilaian
responden terhadap empat variabel serta indikator-indikatornya
diklasifikasikan dalam rentang sangat rendah sampai dengan
sangat tinggi adalah nilai mean atau nilai rata-rata.
4.4.1. Statistik Deskriptif Kepemimpinan Strategis
Kepemimpinan strategis adalah kemampuan merumuskan
visi dan misi yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam
melakukan perubahan-perubahan strategis dengan membangun
relasi yang kokoh ke dalam maupun ke luar organisasi didukung
oleh personal style/skills yang integratif. Ada 20 pertanyaan yang
diajukan untuk mengukur variabel ini dan berikut adalah
gambarannya.
Tabel 4.5. Statistik Deskriptif Variabel Kepemimpinan Strategis
No Indikator Empirik Mean
1 Visi dan misi yang jelas 3.94
2 Memahami dan mengkomunikasikan visi dan misi 3.75
3 Merumuskan strategi organisasi dan merealisasikannya 3.56
4 Visi menjadi simbol dan nilai-nilai budaya organisasi 3.44
5 Wawasan, keterampilan dan pengetahuan yang luas 4.18
6 Suka pada perubahan 3.85
7 Terlibat dalam perubahan 3.59
8 Memimpin dengan tujuan dan arah yang jelas 3.95
9 Fokus pada masa depan 3.66
10 Suka menentukan prioritas 3.50
11 Menggunakan kekuasaan dengan bijaksana 3.76
12 Mengembangkan, setuju serta mendengar ide-ide 3.88
13 Mendelegasikan tanggungjawab 3.47
14 Bawahan memiliki otoritas membuat keputusan 3.60
15 Membangun jejaring (networking) 3.68
16 Proaktif dan berpikir sebelum bertindak 3.85
17 Memahami dan mampu kendalikan suasana hati dan emosi 4.00
18 Memotivasi bawahan 3.97
19 Mempertimbangkan bawahan sebelum mengambil keputusan 4.15
20 Bersemangat, bekerja melampaui uang dan kekuasaan, berani mengambil resiko
3.78
Kepemimpinan Strategis 3,78
Sumber : Pengolahan Data SPSS, 2014
Angka 3.78 dari data statistik deskriptif menunjukkan
nilai mean atau rata-rata seluruh indikator variabel kepemimpinan
strategis. Terletak pada interval kategori jawaban tinggi (3.41 –
4.20), berarti pemimpin rumah sakit ini dinilai menjalankan
kepemimpinannya dengan visi, misi yang jelas, strategis dan
berorientasi pada perubahan.
Nilai mean 4.18 menonjolkan kemampuan yang harus
melekat pada pemimpin sebuah rumah sakit. Para responden
merasa bahwa seorang direktur harus berwawasan, trampil dan
berpengetahuan yang luas. Hal itu dibutuhkan karena fungsi
manajerial yang harus dilakukan seorang pemimpin. Selain itu,
para responden menginginkan pemimpinnya mampu memotivasi
karyawannya dan membangun relasi yang baik dengan semua
pihak termasuk didalamnya peduli dan mempertimbangkan
kebutuhan karyawan sebelum mengambil keputusan.
Tidak ada kategori rendah dan sangat rendah pada data
statistik deskriptif ini juga memperlihatkan bahwa rata-rata
responden menanggapi secara positif bahwa pemimpin (direktur) di
rumah sakit ini adalah pemimpin yang strategis. Keahlian,
kemampuan strategis serta personal style pemimpin dipandang
dapat memengaruhi karyawan.
4.4.2. Statistik Deskriptif Budaya Organisasi
Budaya organisasi meliputi nilai-nilai, simbol-simbol,
karakteristik, kebiasaan, aturan, tradisi yang dikembangkan dalam
sebuah organisasi dan menjadi perekat yang menghubungkan
anggota yang satu dengan anggota yang lain. Budaya organisasi
harus berakar diatas falsafah pendirinya tetapi dinamis dalam
menciptakan terobosan-terobosan mencapai tujuan organisasi.
Budaya yang kuat akan mendorong pertumbuhan dan peningkatan
kualitas organisasi dan bermuara pada meningkatnya kinerja para
anggotanya. 15 item pertanyaan diajukan kepada responden untuk
mengukur variabel budaya organisasi, deskripsinya sebagai berikut:
Tabel 4.6. Statistik Deskriptif Variabel Budaya Organisasi
No Indikator Empirik Mean
1 Hasil lebih penting daripada proses 3.63
2 Tahu apa dan tujuan pentingnya pekerjaan 4.05
3 Berpikir jauh ke depan dan menjadi pioneer 3.82
4 Reward dan punishment 3.40
5 Terobosan/inovasi 3.53
6 Sistem dan aturan main yang jelas 3.82
7 Prakarsa dan kemampuan diri sendiri 3.95
8 Kesetiakawanan sosial tinggi dan saling menghargai 4.10
9 Aman dan nyaman dalam bekerja 3.95
10 Pengambilan keputusan berdasarkan fakta 3.66
11 Promosi jabatan secara terbuka (transparan) 3.57
12 Arah dan tujuan yang jelas 3.89
13 Komitmen tinggi dan citra baik organisasi 4.05
14 Perbaikan kualitas pekerjaan 4.00
15 Disiplin dan tepat waktu 3.95
Budaya Organisasi 3.82
Sumber : Pengolahan Data SPSS, 2014
Nilai rata-rata atau mean 3.82 dalam data statistik
deskriptif diatas menggambarkan keseluruhan nilai rata-rata
variabel budaya organisasi menurut persepsi responden. Nilai mean
ini terletak pada kategori tinggi di interval jawaban 3.41 – 4.20. Ini
berarti bahwa budaya organisasi menurut para responden memiliki
peran yang penting dalam memberi motivasi kerja untuk
meningkatkan kinerja.
Indikator kesetiakawanan sosial yang tinggi dan saling
menghargai dengan nilai mean 4.10, dinilai sebagai budaya yang
perlu ditingkatkan dan dikembangkan dalam organisasi ini. Sebab
dengan saling setiakawan dan saling menghargai akan membentuk
kondisi yang kondusif, membuat pekerjaan menjadi sesuatu yang
menyenangkan. Sebagai seorang karyawan dokter, perawat, bidan
dan ahli anastesi suasana kerja yang aman dan nyaman akan
mudah mencapai komitmen dan tujuan organisasi terutama dalam
melayani pasien dan keluarganya. Disamping itu, etos kerja
berkarakter kristiani yang menjadi latar belakang rumah sakit ini
akan tetap terjaga karena masing-masing karyawan memahami apa
tujuan organisasi dan bagaimana mencapai tujuan itu.
Seluruh indikator variabel budaya organisasi ini tidak ada
yang berkategori rendah atau sangat rendah. Hanya ada satu
indikator yang dijawab netral atau interval kategorinya sedang.
Rata-rata para responden menilai reward dan punishment adalah
faktor yang perlu dikembangkan bahkan diberlakukan sesuai
aturan yang ditetapkan dalam organisasi ini sebagai suatu bentuk
penghargaan atas prestasi kerja yang mereka lakukan. Rata-rata
responden meyakini jika pemimpin memperhatikan hal ini, mereka
akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja.
4.4.3. Statistik Deskriptif Motivasi Kerja
Motivasi adalah daya gerak yang mendorong setiap individu
dalam mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Masing-masing
individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dan karena itu
motif dan motivasinya bekerja berbeda-beda pula. Dalam dunia
kerja, motivasi kerja itu meliputi pemenuhan kebutuhan dasar,
kebutuhan penunjang, kebutuhan penghargaan, serta kebutuhan
pertumbuhan. Untuk mencapai aktivitas organisasi yang efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan, motivasi kerja menjadi elemen inti
yang penting dalam organisasi. Dapat dikatakan bahwa motivasi
kerja dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas kerja para
karyawan. Tabel berikut ini berisi 20 pertanyaan yang mengukur
variabel motivasi kerja:
Tabel 4.7. Statistik Deskriptif Variabel Motivasi Kerja
No Indikator Empirik Mean
1 Gaji cukup 3.33
2 Gaji memenuhi kebutuhan dasar 3.15
3 Gaji sudah sesuai 2.91
4 Gaji yang diperoleh sudah baik 2.89
5 Tunjangan memenuhi standar upah minimum regular (UMR) 2.97
6 Tunjangan tambahan memberikan kebutuhan rasa aman 3.10
7 Dibandingkan dengan tempat lain, tunjangan tambahan telah memuaskan
3.24
8 Manfaat program tunjangan 2.98
9 Karyawan memberikan saran dalam bekerja 3.81
10 Mempertimbangkan keinginan dan / atau harapan dalam bekerja 3.66
11 Informasi mengenai kabar terbaru 3.69
12 Mengingatkan dan memberitahukan untuk meningkatkan kinerja 3.85
13 Mengandalkan rekan kerja 4.02
14 Rekan kerja yang mendukung 3.95
15 Terus terang mengungkapkan perasaan kepada rekan kerja 3.88
16 Menyambut baik ketika pendapat berbeda 3.92
17 Mempelajari hal-hal baru 4.13
18 Menggunakan kemampuan dalam pekerjaan 4.17
19 Membuat satu atau lebih keputusan 3.81
20 Kesempatan untuk melakukan hal menantang di tempat kerja 3.85
Motivasi Kerja 3.56
Sumber : Pengolahan Data SPSS, 2014
Mempelajari hasil analisis data statistik deskriptif variabel
motivasi kerja dalam tabel 4.8. ini maka diperoleh jawaban rata-rata
responden pada angka 3.56 berada di interval kategori jawaban
tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa rata-rata responden menilai
dirinya sendiri sebagai karyawan yang memiliki motivasi kerja
tinggi.
Angka rata-rata pengukuran tertinggi 4.17 terhadap
indikator menggunakan kemampuan dalam pekerjaan
menunjukkan bahwa rata-rata responden termotivasi untuk
menggunakan kemampuan mereka untuk menolong dan memberi
pelayanan kesehatan terhadap pasien di rumah sakit ini. Dengan
didukung oleh keinginan dan kebutuhan untuk mempelajari hal-hal
baru, para responden juga rata-rata menilai peran dan dukungan
rekan kerja menjadi motivasi dalam mengerjakan pekerjaan mereka.
Beberapa indikator berada pada kategori netral antara angka 2.61 –
3.40 yakni terkait dengan gaji dan tunjangan. Rata-rata responden
menilai bahwa gaji dan tunjangan yang mereka peroleh dari rumah
sakit ini sifatnya relatif. Sebab dorongan bekerja bukan semata-
mata terpenuhinya kebutuhan dasar dan kebutuhan penunjang
melainkan juga termotivasi oleh panggilan “profesi” dan panggilan
“melayani” masing-masing responden.
Tidak ada angka yang menunjukkan kategori rendah atau
sangat rendah dalam pengukuran ini, menandakan rata-rata
responden menilai bahwa mereka termotivasi untuk bekerja.
4.4.4. Statistik Deskriptif Kinerja Karyawan Medik
Kontribusi karyawan dalam meningkatkan produktivitas
kerja organisasi direncanakan dan diukur melalui tercapainya
tujuan organisasi atau tidak pada periode tertentu. Produktivitas
yang tinggi didukung oleh kinerja yang tinggi, sebaliknya bila
kinerjanya lemah maka produktivitasnya akan menurun. Tujuan
dan manfaat penilaian kinerja terhadap karyawan medik, salah
satunya adalah untuk mengukur sejauh mana para karyawan ini
beraktivitas berdasarkan visi, misi menuju ke arah dan tujuan
organisasi.
Kinerja karyawan medik memiliki keunikan tersendiri karena
sifat pekerjaannya yang fungsional, dibutuhkan instrumen yang
berbeda dari organisasi lain. 28 item indikator sebagaimana ada
dalam tabel berikut ini dijadikan alat ukur spesifik terhadap kinerja
karyawan medik:
Tabel 4.8. Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Karyawan Medik
No Indikator Empirik Mean
1 Informasi tentang prosedur keperawatan dan penanganan penyakit 4.24
2 Penjelasan tentang tujuan tindakan keperawatan dan diagnosis 4.33
3 Informasi tentang efek samping prosedur keperawatan 4.23
4 Menjelaskan pertanyaan pasien atau keluarga pasien 4.24
5 Pelayanan dan penanganan cepat dan tepat 4.07
6 Perekaman medik 3.86
7 Saran agar proses pengobatan efisien 4.24
8 Menjelaskan kondisi pasien pada saat ganti shift 4.24
9 Menjaga rahasia riwayat kesehatan pasien 4.46
10 Tahu dengan tepat riwayat kesehatan pasien 4.23
11 Informasi perubahan intervensi yang diberikan 4.26
12 Berkomunikasi dengan baik terkait hasil tes laboratorium pasien 4.20
13 Peduli dan perhatian kepada pasien 4.26
14 Meluangkan waktu 3.98
15 Mendengarkan kekhawatiran pasien dan keluarga pasien 4.18
16 Peduli kepada keluarga pasien 4.26
17 Mengkaji data dan menyimpulkan kebutuhan dan masalah pasien 4.18
18 Menentukan diagnosa dan menyusun rencana tindakan
pengobatan dan keperawatan
3.85
19 Melaksanakan tindakan penanganan 4.15
20 Mengevaluasi tindakan penanganan 4.20
21 Bekerja sesuai dengan jadwal 4.21
22 Intervensi keperawatan sesuai standar operasional prosedur (SOP) 4.27
23 Bahan dan peralatan yang digunakan tidak terbuang 4.17
24 Saran inovatif meningkatkan kualitas pelayanan 4.10
25 Memengaruhi dan memberi semangat 4.15
26 Membantu rekan paramedis 4.21
27 Berkonsultasi atas setiap tindakan 4.24
28 Sharing dan berbagi pengetahuan dan keterampilan 4.26
Kinerja Karyawan Medik 4.18
Sumber : Pengolahan Data SPSS 2014
Tabel 4.9 diatas membeberkan fakta berupa angka rata-
rata (mean) dari keseluruhan variabel kinerja karyawan medik yakni
4.18. yang dalam interval kategori jawaban 3.41 – 4.20 berada di
level tinggi. Ini berarti bahwa rata-rata responden yaitu dokter,
perawat, bidan dan ahli anastesi memiliki tingkat kinerja yang
tinggi.
Dalam pengukuran variabel kinerja karyawan medik,
indikator menjaga rahasia riwayat kesehatan pasien berada pada
rata-rata nilai tertinggi yakni sebesar 4.46 diikut dengan penjelasan
tentang tujuan tindakan keperawatan rata-rata responden
menjawab sebesar 4.33 dan diagnosis intervensi keperawatan
sesuai standar operasional prosedur (SOP) direspon rata-rata
sebesar 4.27. Hal ini mengindikasikan bahwa para responden
sangat memahami fungsi dan tujuan pekerjaan yang mereka tekuni
terkait dengan keberadaan pasien dan riwayat kesehatannya serta
selalu bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Merahasiakan riwayat kesehatan pasien adalah bagian dari kode
etik keperawatan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan medik.
Nilai rata-rata pengukuran variabel kinerja karyawan
medik ini tidak ada yang berada di level rendah atau sangat rendah.
Sebab para responden yakni karyawan medik RSU Monompia
benar-benar menilai bahwa mereka harus bekerja sesuai kinerja
yang terstandarisasi. Kesalahan prosedur atau tindakan akan
menyebabkan hal yang fatal dan mengancam nyawa orang lain.
Rata-rata responden menilai bahwa meningkatkan kinerja harus
diperhatikan dan didahulukan daripada kepentingan pribadi.
4.5. Uji Asumsi Klasik
Penelitian yang menggunakan analisis regresi berganda,
sebelumnya perlu melakukan uji asumsi klasik. Menurut Ghozali
(2006), uji asumsi klasik dibutuhkan untuk mengetahui model
regresi yang tepat guna melihat pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel dependen.
4.5.1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas artinya antar variabel independen yang
terdapat dalam model regresi memiliki hubungan linear yang
sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasinya tinggi).
Model regresi yang baik, seharusnya tidak terjadi korelasi sempurna
atau mendekati sempurna di antara variabel bebasnya (Ghozali,
2006). Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat
nilai tolerance < 0.10 dan inflation factor (VIF) > 10 pada model
regresi. Hasil pengujian multikolinearitas terhadap data penelitian
ini menunjukkan nilai tolerance 1.0 dan nilai inflation factor (VIF)
1.0, dengan demikian kriteria uji multikolinearitas terpenuhi. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar
variabel independen dalam model-model regresi ini.
4.5.2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi
yang disusun menurut waktu dan tempat. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi autokorelasi. Dengan metode pengujian
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test), model regresi dikatakan
tidak terdapat autokorelasi apabila nilai Durbin-Watson berkisar
1.55 sampai 2.46 (Priyatno, 2009). Berdasarkan hasil uji
autokorelasi diketahui bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model
regresi ini.
4.5.3. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak sama
pada semua pengamatan di dalam model regresi. Regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi heteroskedastisitas (Priyatno, 2009). Untuk
melihat heteroskedastisitas, digunakan titik-titik pada grafik
scatterplot. Ketentuannya adalah jika ada pola tertentu, seperti
titik-titik yang membentuk suatu pola yang teratur (bergelombang,
melebar kemudian menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas. Hasil pengujian didapati bahwa semua
diagram scatterplots tampak titik-titiknya menyebar secara acak
diatas maupun dibawah angka 0 pada Y. Jadi dapat disimpulkan
bahwa disetiap model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas,
selanjutnya model regresi ini terpakai.
4.5.4. Uji Normalitas
Berdasarkan perhitungan uji Kolmogrov Smirnov, uji
normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel-variabel terdistribusi secara normal.
Ketentuan data normal ialah bila nilai p (sig) > 0.05 (Ghozali,2006).
Pada hasil uji normalitas dapat dilihat bahwa semua model regresi
memenuhi syarat tersebut dan itu berarti bahwa residual
berdistribusi normal.
4.6. Pengujian Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan
SPSS 20.0 untuk hipotesis 1,2 dan 3, sedangkan untuk menguji
hipotesis 4.1 dan 4.2 menggunakan Sobel Test.
4.6.1. Pengujian Hipotesis 1 dan 2
Hipotesis pertama menyebutkan bahwa kepemimpinan
strategis berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
Dan hipotesis kedua berbunyi budaya organisasi berpengaruh
signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
Tabel 4.9 Pengujian Hipotesis 1 dan 2 Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 ,771a ,594 ,582 ,45181 1,592
a. Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan Strategis b. Dependent Variable: Motivasi
ANOVAa
Model Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression 19,729 2 9,864 48,323 ,000b
Residual 13,473 66 ,204
Total 33,201 68 a. Dependent Variable: Motivasi b. Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Kepemimpinan Strategis
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance VIF
1
(Constant) -,082 ,369 -,222 ,825
Kepemimpinan Strategis
,367 ,139 ,322 2,640 ,010 ,414 2,415
Budaya Organisasi
,574 ,141 ,496 4,073 ,000 ,414 2,415
a. Dependent Variable: Motivasi Sumber : Pengolahan Data SPSS 2014
Pengujian terhadap hipotesis 1 dan 2 menggunakan analisis
regresi berganda. Hasil uji simultan (uji F), didapat nilai F hitung
sebesar 48.323 dan diperoleh hasil nilai koefisien signifikan 0.00.
Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05, maka model regresi
ini dapat dipakai untuk memprediksi motivasi kerja. Atau dapat
disebutkan bahwa kepemimpinan strategis dan budaya organisasi
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja. Baik
pemimpin (direktur) rumah sakit maupun budaya yang dibangun
dalam rumah sakit secara bersama-sama memberi dampak yang
signifikan dalam menciptakan stimulus positif terhadap perilaku
setiap karyawan untuk bekerja dengan motif yang benar dan bukan
sekedar mengejar keuntungan pribadi semata. Maka dapatlah
disimpulkan bahwa kepemimpinan strategis dan budaya organisasi
secara bersama-sama memengaruhi motivasi kerja karyawan.
4.6.2. Pengujian Hipotesis 3
Menjawab permasalahan ketiga maka hipotesisnya dirumuskan
menjadi motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hasil
penghitungan diperoleh nilai signifikan 0.01. Karena p > 0.05, maka
hipotesis ketiga ini diterima. Ini berarti bahwa motivasi kerja
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan medik.
Tabel 4.10 Pengujian Hipotesis 3
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .384a .147 .135 .43341 1.791
a. Predictors: (Constant), Motivasi b. Dependet Variable : Kinerja Karyawan Medik
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 3.305 .269 12.299 .000
Motivasi .256 .075 .384 3.402 .001 1.000 1.000
4.6.3. Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis keempat terdiri dari dua rumusan yakni 4.1.
kepemimpinan strategis berpengaruh terhadap kinerja karyawan
dengan motivasi kerja sebagai variabel mediating, dan hipotesis 4.2.
adalah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan
dengan motivasi sebagai variabel mediating.
Dengan dukungan Sobel Test, maka diperolehlah p value
untuk hipotesis 4.1 sebesar 0.001 (p < 0.05). Artinya bahwa
kepemimpinan strategis berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan dengan dimediasi oleh motivasi kerja diterima.
Sedangkan untuk hipotesis 4.2, di peroleh nilai p sebesar 0.001.
Karena p < 0.05, maka berarti hipotesis budaya organisasi dengan
dimediasi oleh motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja
karyawan diterima. Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
strategis dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja
karyawan bila motivasi kerja menjadi variabel mediatingnya seperti
tampak pada tabel 4.11 dibawah ini:
Tabel 4.13 Pengujian Peranan Variabel Mediating
Variabel
Raw unstd regresi
(a)
Std err of
Cf (b)
Nilai Sobel Test
Std. Err
P Value
a.Kepemimpinan
Strategis
b. Motivasi
0.799
0.099 0.075
0.256
3,14373545
.065064
.00166806
a. Dependent Variable : Motivasi Kerja
b. Dependent Variable : Kinerja Karyawan Medik
Variabel
Raw unstd regresi (a)
Std err Of
Cf (b)
Nilai Sobel Test
Std. Err
P Value
a.Budaya Organisasi
b. Motivasi
0.859
0.095
0.075
0.256
3.19337841
.068862
.00140619
a. Dependent Variable : Motivasi Kerja
b. Dependent Variable : Kinerja Karyawan Medik
Selanjutnya tabel 4.12 berikut ini menyajikan ringkasan
kesimpulan pengujian hipotesis pertama hingga keempat.
Tabel 4.12 Kesimpulan Pengujian Hipotesis
Rumusan Hipotesis Keputusan
H1 Kepemimpinan strategis berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja
Diterima
H2 Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja
Diterima
H3 Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan medic
Diterima
H4.1 Motivasi kerja menjadi variabel mediating antara kepemimpinan strategis dan kinerja karyawan
Diterima
H4.2 Motivasi kerja menjadi variabel mediating antara budaya organisasi dan kinerja karyawan
Diterima
Setelah melalui beberapa pengujian, dapat disimpulkan
bahwa seluruh hipotesis 1, 2, 3 dan 4.1, 4.2, diterima.
4.7. Pembahasan dan Analisis
4.7.1. Pengaruh Kepemimpinan Strategis dan Budaya
Organisasi terhadap Motivasi Kerja Karyawan Hipotesis pertama menyebutkan kepemimpinan
strategis berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
Hipotesis pertama ini didukung oleh hasil pengujian menunjukkan
pengaruh yang positif, maksudnya ialah ketika seorang pemimpin
melakukan aktivitas memimpinnya secara strategis maka hal
tersebut memengaruhi motivasi kerja karyawan yang dipimpinnya
secara langsung.
Sebagai seorang pemimpin, direktur dipandang mampu
memengaruhi dan memberi motivasi positif terhadap karyawannya
melalui kewenangan dan posisinya; kemampuannya
mempertahankan budaya organisasi dan menciptakan keteraturan,
ketertiban bagi karyawannya. Orientasi kepemimpinan yang
strategis akan nampak dari sikap dan perilaku pemimpin yang
memahami visi, misi dan strategi organisasi, pribadi yang integratif
dan proaktif, suka serta terlibat pada perubahan dan selalu meng-
update informasi dengan membangun jejaring secara luas.
Kemampuan pemimpin (direktur) yang strategis tersebut secara
terpadu dengan para karyawan medik menghasilkan dukungan
untuk bekerja dan selalu terdorong untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas kinerja mereka. Zoogah (2009) menyimpulkan bahwa
pemimpin strategis sebagai eksekutif punya kewenangan yang
diikuti oleh posisi, kemampuan mereward atau memberi
punishment, kemampuan menjaga lingkungan fisik organisas tetap
tetap kondusif bagi setiap karyawannya
Data ketenagaan memaparkan bahwa 63% karyawan rumah
sakit ini bekerja dengan jangka waktu kurang dari 5 tahun
dibandingkan dengan 23,2% yang sudah bekerja lebih dari 10
tahun merupakan tantangan bagi pemimpin strategis untuk
merangkulnya menjadi satu tim yang solid. Dalam kondisi inilah
pengaruh karakteristik seorang pemimpin menjadi faktor penting
mengarahkan dan menggerakkan para karyawan untuk termotivasi
bekerja secara professional, terbuka dan teratur serta patuh pada
peraturan-peraturan bersama baik terhadap mereka yang belum
lama bekerja maupun terhadap mereka yang sudah lama bekerja.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat peneliti
terdahulu, seperti yang telah dilakukan oleh Susanto dan Aisyah
(2010) mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
kepemimpinan terhadap motivasi. Ogbonna dan Harris (2000) juga
menyebutkan bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan baik
oleh seorang pemimpin mampu memotivasi karyawan untuk bekerja
lebih baik.
Budaya organisasi yang dibangun dan dikembangkan
menjadi faktor yang lain dalam memotivasi karyawan. Ciri khas
rumah sakit yang dikelola oleh yayasan/lembaga keagamaan
memberi nuansa tersendiri bagi terwujudnya budaya organisasi
yang berbeda dengan organisasi lain merupakan alasan para
karyawan merasa nyaman berada di lingkungan kerja rumah sakit
ini. Kesetiakawanan sosial dan saling menghargai merupakan
unsur-unsur yang membentuk lingkungan fisik yang membuat
setiap karyawan medik termotivasi untuk berkomitmen dan
mengutamakan citra organisasi. Selain itu budaya organisasi
mendukung karyawan medik untuk memiliki pengetahuan yang
jelas dan memahami dengan tepat tujuan dan arti pekerjaan
mereka.
Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Koesmono (2005), Krisdiyanto (2010) dan Laswitarni (2010) yang
menemukan dalam penelitiannya bahwa budaya organisasi
berpengaruh positif terhadap motivasi. Maksudnya ialah budaya
organisasi sebagai perekat sosial bukan hanya diwacanakan
melainkan harus terimplementasi secara tepat demi terciptanya
kehidupan bersama dalam sebuah organisasi.
Selain temuan-temuan diatas, berdasarkan pengujian nilai
R- Square didapati bahwa kepemimpinan strategis dan budaya
organisasi cukup kuat memengaruhi motivasi kerja yakni sebesar
58.2%. Tetapi masih ada variabel-variabel lain yang pengaruhnya
lebih kuat yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
4.7.2. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Medik
Hipotesis ketiga dirumuskan motivasi kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan medik. Pengujian yang
dilakukan menunjukkan bahwa dengan motivasi kerja maka
kinerja karyawan medik akan meningkat.
Motivasi adalah daya atau energi yang dapat
menggerakkan atau memengaruhi individu dalam mengerjakan
suatu pekerjaan ataupun dalam mengejar sebuah kebutuhan.
Sebagai karyawan medik, motivasi dalam bekerja mempunyai
peran yang dibutuhkan guna tercapainya kinerja yang sesuai
dengan standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan. Setiap
pekerjaan haruslah dilaksanakan dengan hati-hati dan sepenuh
hati sebab profesi dokter,perawat,bidan dan ahli anastesi
mengharuskan setiap individu bersentuhan langsung dengan
pasien dan bahkan keluarga pasien. Dengan motivasi kerja,
masing-masing karyawan medik terpanggil untuk menggunakan
segenap kemampuannya agar pasien dan keluarganya memperoleh
pelayanan kesehatan yang tepat dan cepat dengan didukung
kerjasama dari rekan kerja. Motivasi kerja yang berdampak pada
peningkatan kinerja karyawan tidak hanya berasal dari motivasi
finansial. Dalam penelitian ini didapati bahwa motivasi dengan
tujuan pemenuhan kebutuhan dasar bukanlah satu-satunya
pendorong untuk bekerja baik. Motivasi kerja yang menghasilkan
kinerja yang baik berasal dari motif para karyawan medik yang
“terpanggil” untuk mencintai pekerjaannya itu dan melakukannya.
Pendapat ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan
dahulu oleh Kiruja dan Mukuru (2013) yang menyatakan bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara motivasi karyawan
terhadap kinerja mereka sedangkan Susanto,et.al(2010) dan Murti
dan Srimulyani (2013) menemukan bahwa motivasi kerja dapat
memengaruhi kinerja karyawan; motivasi akan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan bila kebutuhannya belum
terpenuhi, sebaliknya bila kebutuhannya sudah terpenuhi,
motivasi tidak signifikan.
Sekalipun variabel ini menurut hasil pengujian sangat
reliable tetapi dengan melihat nilai R-Square ditemukan bahwa
variabel motivasi kerja sebesar 13.5%, tidak banyak memengaruhi
kinerja karyawan medik. Variabel-variabel lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini memiliki lebih banyak pengaruhnya.
4.7.3. Pengaruh Kepemimpinan Strategis dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dengan Motivasi Kerja sebagai Variabel Mediating
Motivasi Kerja berperan menjadi variabel mediating
antara variabel kepemimpinan strategis dan budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan medik. Hipotesis keempat ini melalui
pengujian terbukti hasilnya signifikan dan diterima.
Kepemimpinan strategis dan budaya organisasi
merupakan elemen penting dalam organisasi yang mampu
menaikkan tingkat kerja karyawan terutama bila didukung dengan
pemberian motivasi kerja yang positif dan tepat sasaran. Karyawan
medik di rumah sakit membutuhkan figur pemimpin yang memiliki
visi, misi dan strategi dalam memimpin rumah sakit dan
menciptakan lingkungan fisik yang ramah dan aman. Motivasi
kerja bermanfaat disini sebagai pendorong dan pendukung
tercapainya tujuan rumah sakit yakni menjadi pusat pelayanan
kesehatan.
Beberapa penelitian sebelumnya yang mendukung hasil
penelitian ini misalnya Taruno,et al.(2012) menyebutkan bahwa
motivasi menjadi variabel mediasi antara kepemimpinan dan
kinerja dosen. Pendapat ini hendak menjelaskan bahwa
kemampuan pemimpin memengaruhi para dosen untuk mencapai
kinerja mereka sesuai dengan tujuan organisasi dengan
bersemangat dan motivasi kerja yang tinggi dan semakin baik.
Pendapat bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja
karyawan dengan motivasi sebagai variabel mediatingnya juga telah
diteliti oleh Koesmono (2005), Laswitarni (2010) dan Krisdiyanto
(2010).
4.7.4 Analisis Data Hasil Wawancara
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengumpulan data
melalui wawancara (in-depth interview) terhadap 4 orang karyawan
medik di rumah sakit dengan masa kerja yang bervariasi. Ada 3
kata kunci yang dipakai dalam wawancara tersebut menurut
jumlah variabel yang diuji. Keempat variabel itu masing-masing
didukung oleh 2 – 3 pertanyaan.
Semua karyawan yang diwawancarai berpendapat bahwa
rumah sakit ini membutuhkan figure pemimpin yang strategis dan
proaktif, memahami visi dan misi rumah sakit. Pemimpin
(direktur) dalam menjalankan kepemimpinannya haruslah
mengenal karyawannya, selalu memberi motivasi sambil
mengarahkan karyawan agar terhindar dari malpraktek. Selain itu,
pemimpin (direktur) juga haruslah seorang pekerja tetap di rumah
sakit supaya secara cepat dapat menanggapi dan menyelesaikan
masalah-masalah yang ditemui baik masalah medis maupun
terkait dengan kebutuhan individu karyawan.
Berhubungan dengan budaya organisasi yang diciptakan
di rumah sakit, semua karyawan menyebutkan senang bekerja di
rumah sakit ini, semua karyawan terhubung satu sama lain
karena sebulan sekali diadakan pertemuan seluruh karyawan
medik dan non medik dan masing-masing mempunyai kesempatan
untuk berpendapat. Budaya senioritas-junioritas tidak
dikembangkan untuk saling menyikut, namun secara positif
memperkaya satu dengan yang lain. Karena itulah, jika mereka
disuruh memilih bekerja di tempat lain atau pindah ke tempat
yang lebih tercukupkan kebutuhan dasar (gaji,tunjangan dan
lainnya), keempat karyawan tersebut spontan menjawab “belum
terpikirkan” dan “disini saja sudah nyaman”, “gaji itu relatif”.
Namun keempatnya tidak menampik bahwa terpenuhinya
kebutuhan secara finansial merupakan harapan mereka terhadap
manajemen rumah sakit ini.