bab iv analisis dan pembahasan...25 bab iv analisis dan pembahasan 4.1 gambaran objek penelitian ini...
TRANSCRIPT
25
Bab IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Objek Penelitian ini dilakukan di prodi teologi yang ada
di Sekolah Tinggi Teologi Sangkakala (STTS). Pengumpulan data dilakukan dengan metode FGD bersama dengan narasumber kunci di prodi tersebut.
Narasumber kunci ini terdiri dari, kaprodi, pembantu ketua bagian kemahasiswaan serta kepala badan
penjamin mutu internal (BPMI). Prodi teologi STTS telah diakreditasi oleh BAN-PT
pada tahun 2012 dengan predikat C. Perolehan
predikat akreditasi C ini dikarenakan terdapat permasalahan pada beberapa standar akreditasinya. Pada bab ini akan dibahas mengenai akar
permasalahan yang menyebabkan akreditasi C pada prodi teologi. Akar permasalahan didapat dari hasil
FGD. Setelah akar permasalahan diketahui maka kemudian ditampilkan strategi alternatif untuk meningkatkan predikat akreditasinya.
4.1.1 Tenaga Dosen
Dosen merupakan salah satu elemen penunjang yang penting di dalam sebuah sistem perguruan tinggi. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai kondisi
dosen di prodi teologi STTS.
26
Tabel 4.1 Jumlah Dosen dan Jenjang
Pendidikan dalam 3 Tahun Terakhir Jenjang Pendidikan Jumlah Dosen
S1 3
S2 4
S3 1
Studi lanjut (S2) -
Studi lanjut (S3) 1
Total 9
Sumber: borang akreditasi, diolah
Tabel 4.1 diatas menjelaskan mengenai jumlah dosen tetap menurut jenjang pendidikannya. Jumlah dosen tetap yang berpendidikan S1 ada 3 orang.
Sedangkan dosen yang berjenjang pendidikan S2 ada 4 orang. Jumlah dosen tetap yang mengikuti studi lanjut S3 hanya satu orang. Sedangkan dosen S1 yang studi
lanjut ke pendidikan S2 tidak ada. Dilihat dari asal universitas dosen tetap yang ada,
maka dapat diketahui hanya ada satu orang dosen bergelar S2 yang berasal dari universitas yang telah terakreditasi dan juga hanya ada satu orang dosen
yang telah mengikuti ujian penyetaraan. Sementara itu dosen lain yang telah bergelar S2 belum mengikuti
ujian penyetaraan dan masih berasal dari universitas yang belum terakreditasi. Untuk dosen yang memiliki gelar kependidikan di bidang doktor belum mengikuti
ujian kesetaraan, sebab dosen tersebut mengambil pendidikan doktor di universitas di luar negeri. Sedangkan untuk dosen yang masih bergelar S1 masih
ada tiga orang dan berasal dari universitas yang belum terakreditasi.
Sebagai karyawan akademik dosen memiliki tugas untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi yang meliputi bagian pengajaran, penelitian dan juga
pengabdian masyarakat. Namun di prodi teologi prestasi dosen tetap dalam melaksanakan tridharma
27
perguruan tinggi baru sebatas di bidang pengabdian masyarakat dan belum menyentuh bidang penelitian dan akademis. Sementara itu keterlibatan dosen tetap
baru sebatas pada organisasi pelayanan gereja dan belum menyentuh organisasi keilmuan dan profesi. Hal ini dapat dilihat dari hasil publikasi jurnal ilmiah yang
baru sekedar dipublikasikan di tingkat lokal prodi dan perguruan tinggi dalam kurun waktu tiga tahun
terakhir seperti pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Publikasi Jurnal Ilmiah dalam kurun waktu
3 tahun terakhir Tingkat Jumlah
Lokal 5
Nasional -
Internasional - Sumber:
borang akreditasi, diolah
4.2 Analisis
Pada bagian ini disajikan hasil FGD dan wawancara yang dilakukan dengan kaprodi teologi, pembantu ketua 3 dan juga ketua BPMI sebagai
berikut: 4.2.1 Akar Permasalahan Akreditasi C
Salah satu instrumen TQM untuk menelusuri
permasalahan yang terjadi di sebuah lembaga adalah dengan diagram fishbone, melalui diagram ini dapat
diketahui penyebab suatu permasalahan di sebuah institusi dengan memfokuskan perhatian pada hal-hal
yang menjadi penyebab sebuah masalah (Tjiptono, 2003). Diagram ini digunakan untuk mengidentifikasi komponen-komponen masalah dan juga bentuk
perencanaan baru yang efektif dan efisien (Arcaro, 2005).
28
Dalam penelitian ini FGD tahap pertama dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran umum dari penyebab nilai akreditasi C pada prodi teologi di
STTS. Para peserta FGD adalah para narasumber kunci yang telah mengisi borang akreditasi di prodi. FGD ini dilakukan dengan mengadakan brainstorming dengan
metode free-wheeling agar setiap peserta dapat memberikan curahan pendapatnya tanpa dibatasi oleh
protokoler. Peneliti berperan sebagai seorang moderator dan dibantu oleh seorang sekretaris untuk merekap
hasil FGD yang ada. Peneliti menampilkan tujuh poin akreditasi kepada para peserta. Kemudian peneliti melontarkan beberapa pertanyaan pancingan yang
berhubungan dengan tujuh standar akreditasi mengenai permasalahan dan kondisi faktual pada prodi
untuk mendapatkan curahan pendapat dari setiap peserta. Pertama-tama para peserta diberi pertanyaan seputar kondisi umum dari prodi. Kemudian
pertanyaan mulai mengerucut pada tujuh standar akreditasi yang ada. Para peserta mulai mengeluarkan pendapatnya mengenai permasalahan-permaslahan di
setiap standar akreditasi. Setiap pendapat dari para peserta dicatat untuk kemudian dikelompokkan sesuai
dengan tujuh standar akreditasi dan dimasukkan ke dalam diagram fishbone. Semua peserta bebas mengeluarkan pendapatnya tanpa adanya kritikan atau
masukan, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pendapat dan ide yang murni dari setiap peserta.
Setelah didapati berbagai poin permasalahan yang ada peneliti kembali menampilkan standar akreditasi beserta permasalahannya kepada para
narasumber. Selanjutnya para narasumber diminta untuk memilih standar akreditasi yang memiliki
permasalahan yang paling vital. Pada awalnya ada tiga standar akreditasi yang memiliki poin permasalahan yang paling banyak, yaitu bagian tata pamong, SDM
dan penelitian. Salah seorang narasumber berpendapat bahwa ketiga standar akreditasi ini merupakan standar
29
dengan permasalahan paling vital di prodi. Namun ada dua narasumber lain yang berpendapat bahwa hanya ada dua standar yang memiliki permasalahan paling
vital pada prodi yaitu standar SDM dan juga penelitian. Setelah diadakan diskusi mengenai standar mana yang memiliki masalah paling vital, kemudian didapatilah
bahwa permasalahan vital pada prodi ada di dalam standar SDM dan penelitian.
Setelah dua standar tersebut disepakati maka peneliti mulai memasukkan permasalahan yang ditemukan berdasarkan hasil FGD yang lalu ke dalam
diagram fishbone. Pada dua standar akreditasi tersebut ditemukan beberapa permasalahan yang menyebabkan
akreditasi C pada prodi. Diagram fishbone yang didapat dari hasil FGD dengan narasumber kunci dapat dilihat
pada Gambar 4.1 di halaman berikut:
30
Gambar 4.1 Diagram Fishbone
31
Berdasarkan pada diagram fishbone diatas maka dapat diketahui bahwa ada tiga masalah yang dominan pada dua
standard akreditasi tersebut. Ada beberapa permasalahan SDM yang dihadapi oleh
prodi. Permasalahan tersebut diantara lain ada di dalam bidang kualifikasi pendidikan SDM, dalam hal ini dosen. Jumlah dosen tetap dengan jenjang pendidikan S2 dan S3
yang ada di prodi tidak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Bahkan beberapa dosen tetap masih berstatus pendidikan S1 dan beberapa dosen S2 juga masih berasal dari
universitas yang belum terakreditasi. Rasio pendidikan jumlah dosen ini dapat dilihat di Tabel 4.1. Permasalahan berikutnya
yang terkait dengan kualifikasi SDM adalah belum ada dosen tetap yang memiliki jabatan lektor kepala maupun guru besar serta hanya ada dua dosen tetap yang memiliki sertifikat
pendidikan. Sementara itu prodi juga memiliki permasalahan yang terkait dengan peningkatan kualitas akademik dosen.
Permasalahan ini meliputi, kurangnya partisipasi dosen di dalam kegiatan akademik baik di dalam institusi sendiri maupun di luar institusi. Dosen juga tidak memiliki prestasi
dan reputasi di bidang akademik. Selain daripada kedua permasalahan tersebut jumlah dosen yang diutus untuk studi lanjut juga masih sedikit. Hanya ada satu dosen yang sedang
studi lanjut dengan mengambil program doktor di bidang sosiologi agama.
Penelitian di dalam prodi selama ini terabaikan. Permasalahan yang ada disebabkan oleh jumlah penelitian dan karya ilmiah yang ditulis oleh dosen tetap yang masih
sedikit. Seperti yang tertulis di Tabel 4.2 publikasi karya ilmiah dan penelitian baru sebatas di lingkup lokal institusi dan hanya ada 5 karya ilmiah yang dihasilkan dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir. Mahasiswa di prodi juga kurang berpartisi[asi di dalam penulisan karya ilmiah yang ada di
prodi. Penelitian dan penulisan karya ilmiah di dalam prodi merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi prodi.
Setelah mendapati kedua standard akreditasi yang
memiliki permasalahan utama tersebut. Peneliti kemudian membandingkan permasalahan-permasalahan yang ada pada
kedua standar akreditasi tersebut dengan matriks penilaian akreditasi. Peneliti mendapati bahwa permasalahan-
32
permasalahan yang ada di bawah standard akreditasi SDM dan Penelitian memiliki poin yang tinggi dalam akreditasi.
Poin penilaian untuk standard akreditasi SDM memiliki presentase yang tertinggi dibandingkan standard yang lainnya,
yaitu 11% untuk akreditasi tingkat sarjana dan diikuti bidang penelitian. Ada tiga bidang permasalahan dibawah kedua standard akreditasi tersebut. Ketiga bidang ini meliputi
kualifikasi SDM, peningkatan SDM dan juga penelitian. Dua bidang pertama ada di bawah standard akreditasi SDM dan bidang penelitian yang merupakan bagian utama standard
penelitian dan pengabdian masyarakat. Setelah mengetahui tiga bidang yang bermasalah
tersebut maka diadakanlah FGD tahap yang kedua. Ketiga bidang beserta permasalahannya ditampilkan pada para peserta FGD (narasumber kunci) untuk dapat diketahui
penyebab permasalahan yang ada pada ketiga bidang tersebut. Para peserta masing-masing mengungkapkan pendapatnya
mengenai penyebab dari setiap permasalahan. Penyebab permasalahan itu dibahas bersama-sama untuk mendapatkan akar permasalahannya. Para peserta FGD saling
menambahkan informasi atas permasalahan yang ada satu demi satu tanpa adanya perbedaan pendapat. Moderator tetap menjaga diskusi agar sesuai dengan koridor permasalahan
yang ada sehingga tidak melenceng dari tujuan awal diadakannya FGD. Pembahasan dilaksanakan dengan
menanyakan penyebab dari masalah sampai penyebab permasalahan itu tidak bisa diuraikan lagi penyebabnya. Ketika sebuah masalah tidak dapat diuraikan lagi
penyebabnya maka penyebab itulah yang menjadi akar permasalahannya. Di akhir diskusi moderator membacakan kembali kesimpulan dan beberapa poin akar permasalahan
yang telah didapatkan. Permasalahan dan akar permasalahan yang didapatkan berdasarkan hasil FGD tersebut kemudian
dikonfirmasi kembali dengan mewawancarai para narasumber kunci. Data yang didapatkan dimasukkan ke dalam bidang tabel sebagai berikut:
33
Tabel 4.3 Akar permasalahan akreditasi C
Per-masalahan
Penyebab Akar Per-masalahan 1
Akar Per-masalahan 2
Akar Per-masalahan 3
Akar Per-masalahan 4
Akar Per-masalahan 5
A. STANDAR AKREDITASI SDM
1. Kualifikasi akademis SDM
Jumlah dosen tetap berpendidikan (terakhir) S2 dan S3 yang bidang keahliannya sesuai dengan kompetensi PS tidak sesuai dengan kebutuhan.
Penerimaan SDM (dosen) tidak berdasarkan kompetensi yang ada dan dibutuhkan.
Jumlah pelamar yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan sedikit.
-
-
-
-
34
Per-masalahan
Penyebab
Akar Per-masalahan
1
Akar Per-masalahan 2
Akar Per-masalahan 3
Akar Per-masalahan 4
Akar Per-masalahan 5
Belum ada dosen tetap yang
memiliki jabatan lektor kepala maupun guru besar.
Belum ada dosen tetap yang
memenuhi persyaratan sebagai lektor dan guru besar.
Mayoritas masih s1 dan s2.
Minat studi lanjut kurang.
Dosen lebih mementingkan pelayanan
gereja.
Belum ada kewajiban dari institusi
untuk fokus di dalam hal ini.
Belum ada sistem reward untuk
mengembangkan jabatan fungsionalnya.
Kegiatan penelitian masih kurang.
Minat menulis penelitian kurang.
Hanya ada dua dosen yang memiliki sertifikat
pendidik profesional.
Minat untuk memiliki sertifikat pendidik
professional kurang.
Permasalahan pembiayaan untuk mendapatka
n sertifikat pendidik professional.
Kurang sadarnya dosen tetap akan kebutuhan
sertifikat pendidik professional.
Belum ada kewajiban dari institusi untuk fokus di dalam hal ini.
-
-
35
Per-masalahan
Penyebab Akar Per-masalahan
1
Akar Per-masalahan 2
Akar Per-masalahan 3
Akar Per-masalahan 4
Akar Per-masalahan 5
2. Peningkatan kualitas SDM
Dosen tetap kurang berpartisipasi dalam kegiatan akademis di luar PT sendiri.
Minat dan motivasi dosen untuk mengembangkan bidang akademik dan keilmuan kurang.
Dosen merasa lebih penting untuk mengikuti kegiatan yang berupa pengabdian masyarakat dan pelayanan gereja.
Kegiatan akademis bukan merupakan pelayanan gereja.
Belum ada kewajiban dari institusi untuk fokus di dalam kegiatan akademis.
Institusi belum mengembangkan system reward bagi dosen untuk mengembangkan kegiatan keilmuan dan penelitian.
-
Jumlah dosen yang diutus untuk studi lanjut
masih kurang.
SDM membatasi diri dan ragu-ragu
untuk studi lanjut.
Beberapa dosen merasa tidak mampu
secara intelektual untuk melanjutkan studi.
Beban tugas yang berat selain mengajar juga
harus menjadi pelayan gereja.
-
-
-
36
Per-masalahan
Penyebab
Akar Per-masalahan
1
Akar Per-masalahan
2
Akar Per-masalahan
3
Akar Per-masalahan
4
Akar Per-masalahan
5
Kurangnya prestasi dan reputasi
dosen dalam kegiatan akademik.
Minat dan kesadaran dosen
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas bidang keahliannya kurang.
Sistem reward terhadap
peningkatan kualitas SDM lemah.
- - - -
B. Standar Akreditasi Penelitian
Jumlah penelitian dan artikel ilmiah yang dilakukan oleh dosen
tetap masih sedikit.
Dosen kurang berminat untuk melakukan
penelitian dan penulisan karya akademI
Belum memiliki kesadaran akan tugasnya sebagai
dosen dalam bidang penelitian.
Dosen hanya menganggap tugasnya di prodi sebagai pelayanan.
Belum ada kewajiban dari institusi untuk melakukan penelitian.
-
-
37
Per-masalahan
Penyebab Akar Per-masalahan
1
Akar Per-masalahan
2
Akar Per-masalahan
3
Akar Per-masalahan
4
Akar Per-masalahan
5
Kurangnya keterlibatan mahasiswa
yang melakukan tugas akhir dalam penelitian dosen.
Mahasiswa kurang berminat
untuk melakukan penelitian karena tidak ada dosen yang melakukan penelitian.
- - - - -
Sumber: FGD dan wawancara, diolah
38
Berdasarkan pada tabel tersebut setiap bidang penilaian memiliki permasalahannya sendiri. Satu bidang dan yang
lainnya memiliki masalah yang berbeda. Namun bila diperhatikan lebih lanjut setiap permasalahan yang ada
memiliki akar permasalahan yang hampir sama satu dengan yang lainnya. Secara ringkas akar permasalahan yang didapat melalui tabel diatas adalah sebagai berikut:
1. Jumlah pelamar yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan PS sedikit.
2. Belum ada sistem reward pada SDM untuk
mengembangkan kualifikasi akademisnya. 3. Belum ada kewajiban dari institusi untuk dosen
melakukan penelitian dan meningkatkan kualifikasi akademis.
4. Beban tugas yang berat selain mengajar juga harus
menjadi pelayan gereja.
4.2.2 Alternatif Solusi Ke-empat akar permasalahan yang ada di Tabel 4.3
menjadi penyebab akreditasi C pada prodi teologi. Setiap
bidang penilaian akreditasi yang bermasalah secara dominan di bawah standard SDM dan Penelitian bermuara pada ke-
empat akar permasalahan tersebut. Berdasarkan pada akar permasalahan di Tabel 4.3 maka dirumuskanlah alternatif solusi dan strategi untuk meningkatkan status akreditasi
pada prodi. Perumusan ini dilaksanakan oleh peneliti bersama dengan para narasumber kunci.
Peneliti pada awalnya membuat konsep awal alternatif
solusi dan strategi dari masing-masing akar permasalahan yang ada. Alternatif solusi disusun dengan melihat kepada
kemampuan dan kondisi dari prodi untuk melaksanakannya. Kemampuan disini dilihat melalui berbagai sumber daya yang dimiliki oleh prodi. Selain daripada melihat pada kesanggupan
dari prodi, peneliti juga menyusun konsep ini berdasarkan pada pendekatan TQM yang berorientasi kepada perbaikan secara terus menerus dan juga kepuasan pelanggan.
Setelah konsep awal alternatif solusi ini selesai, peneliti kemudian melakukan konfirmasi dengan para narasumber
kunci. Konfirmasi pertama dilakukan dengan membawa konsep ini kepada masing-masing narasumber. Peneliti
39
menunjukkan konsep awal yang telah dibuat untuk kemudian meminta masukkan pada setiap narasumber kunci. Pada
tahap ini tidak ada masukkan tambahan pada konsep yang peneliti tunjukkan. Konsep yang telah dibuat dirasa oleh para
narasumber kunci telah sesuai sebagai alternatif solusi untuk setiap akar permasalahan yang ada.
Tahap kedua dari konfirmasi ini dilaksanakan dengan
mengumpulkan kembali para narasumber kunci untuk memastikan kesanggupan prodi dalam melaksanakan alternatif solusi yang dibuat. Dalam tahap ini peneliti
menunjukkan alternatif solusi yang telah disusun kepada para narasumber kunci. Para narasumber kunci menyatakan
bahwa tidak ada tambahan maupun pengurangan bagi alternatif solusi yang telah disusun. Dalam tahap ini peneliti mengkonfirmasi kesanggupan prodi dalam pelaksanaan
strategi dan solusi yang telah dirumuskan. Para narasumber kunci menyatakan kesiapan dan kesanggupan prodi
melaksanakan solusi yang telah dirumuskan. Di dalam tahap konfirmasi ini juga dirumuskan proyeksi pelaksanaan strategi ini oleh prodi.
Proyeksi pelaksanaan strategi untuk merubah status akreditasi prodi dari C ke B dapat dilihat pada Tabel 4.4. Proyeksi ini didasarkan pada matriks penilaian borang
akreditasi. Pada sisi tabel pertama akan ditunjukkan skor penilaian kondisi prodi saat ini dilihat dari matriks penilaian
akreditasi. Sedangkan pada sisi selanjutnya diberi alternatif strategi prubahan sehingga muncul nilai yang baru. Perubahan nilai ini akan merubah status akreditasi prodi dari
C menjadi B.
40
Tabel 4.4 Pemetaan kondisi prodi
SEKARANG USULAN PEMBAHARUAN
KONDISI SKOR KONDISI SKOR
Jumlah dosen tetap berpendidikan S2 dan S3 yang bidang keahliannya sesuai dengan kompetensi prodi tidak sesuai kebutuhan.
1 Merekrut dan mencari tenaga dosen yang pendidikan dan keahliannya sesuai kebutuhan kompetensi prodi. Mengkader mahasiswa untuk menjadi dosen tetap.
3
Belum ada dosen tetap yang memiliki jabatan lektor kepala.
0 Mengembangkan sistem reward dan peraturan bagi dosen untuk meningkatkan kompetensinya.
1
Hanya ada dua dosen yang memiliki sertifikat pendidik professional.
1 Mengembangkan sistem reward bagi dosen untuk meningkatkan kualifikasi akademisnya.
3
Dosen tetap kurang berpartisipasi dalam kegiatan akademis di luar PT sendiri.
0 Mengembangkan sistem reward untuk memancing motivasi dosen dalam keterlibatannya di kegiatan akademis.
1
Jumlah dosen yang diutus untuk studi lanjut masih kurang.
1 Memperbaharui komitmen dosen kembali untuk melaksanakan tugasnya.
2
Kurangnya prestasi dan reputasi dosen dalam kegiatan akademik.
0 Mengembangkan sistem reward untuk meningkatkan kualitas SDM.
1
Jumlah penelitian dan artikel ilmiah yang dilakukan oleh dosen tetap masih sedikit.
0 Menetapkan kebijakan yang mengatur kewajiban pelaksanaan penelitian.
2
Adapun alternatif solusi yang telah dirumuskan berdasarkan proyeksi diatas dapat dilihat dalam Tabel 4.5 sebagai berikut:
41
Tabel 4.5
Akar permasalahan dan alternatif solusi Akar permasalahan Alternatif Solusi
Jumlah pelamar sebagai dosen tetap yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan PS sedikit.
- Merekrut dan mencari tenaga dosen melalui gereja pendukung dan jejaring.
- Melakukan pengkaderan
kepada mahasiswa berpotensi.
Belum ada sistem reward pada SDM untuk mengembangkan kualifikasi akademisnya.
Mengembangkan sistem reward bagi dosen untuk mengembangkan kualifikasi akademisnya.
Belum ada kewajiban dari institusi untuk dosen melakukan penelitian dan meningkatkan kualifikasi akademis.
Menetapkan kebijakan yang mengatur kewajiban tridharma perguruan tinggi.
Beban tugas yang berat selain mengajar juga harus menjadi pelayan gereja.
Mengadakan kerja sama penelitian dengan mahasiswa dan dosen luar.
Keempat alternatif solusi diatas dirumuskan sesuai dengan akar permasalahan yang ada dan juga menggunakan pendekatan TQM. Alternatif solusi dan akar permasalahan
tersebut akan dilaksanakan sebagai strategi alternatif bagi prodi untuk meningkatkan status akreditasinya.
4.3 Pembahasan
Status akreditasi dalam sebuah institusi menandakan standar kualitasnya (Sinha & Subramanian, 2013). Dengan
kata lain hasil akreditasi sebuah institusi pendidikan merupakan cerminan atas kualitas institusi tersebut. Melalui penelitian ini akan dilihat mengenai penyebab hasil akreditasi
pada prodi teologi di STT Sangkakala. Pada bagian ini akan dibahas lebih detail mengenai akar permasalahan yang
menyebabkan akreditasi C pada prodi beserta strategi alternatif untuk meningkatkan akreditasinya. Poin akreditasi yang lalu pada prodi adalah 293 poin, sehingga prodi teologi
42
mendapatkan akreditasi C. Sementara itu untuk mencapai akreditasi B minimal prodi harus mencapai poin 300. Pada
bagian ini akan dibahas akar permasalahan yang menyebabkan kekurangan poin tersebut. Strategi alternatif
yang dirumuskan dapat dipakai untuk menaikkan poin akreditasi prodi, sehingga prodi dapat minimal mencapai akreditasi B.
4.3.1 Akar Permasalahan
Akar permasalahan yang terdapat pada prodi teologi
terdapat pada tiga bidang penilaian matriks akreditasi yang berbeda. Berikut merupakan bidang permasalahan bersama
dengan akar permasalahan yang ada.
4.3.1.1 Kualifikasi Akademis SDM (Dosen)
Di dalam sebuah sistem manajemen sangatlah penting untuk menempatkan orang-orang dengan kualifikasi yang
tepat dalam pekerjaan yang tepat, sebab kualitas SDM akan menentukan berhasil atau tidaknya tujuan sebuah organisasi tercapai (Terry, 1992). Hal ini senada dengan pernyataan
Sallis (2002) yang menyatakan bahwa SDM yang ada di sebuah lembaga pendidikan akan menentukan terlaksananya tujuan lembaga tersebut dan juga menentukan mutunya.
Salah satu SDM yang ada di sebuah perguruan tinggi adalah karyawan akademik, yaitu dosen.
Dalam sebuah perguruan tinggi dosen memegang peranan penting dalam menjalankan sistem manajemen yang ada, sebab dosen melakukan tugas utama dalam perguruan
tinggi, yaitu mengajar dan melakukan penelitian (Indrajit, 2006). Dalam penelitian ini ada tiga permasalahan yang ditemukan dalam bidang kualifikasi akademis. Ketiga masalah
tersebut dibahas sebagai berikut:
A. Jumlah Dosen Tidak Sesuai Kebutuhan Permasalahan pertama ada pada jumlah dosen yang
kualifikasi keilmuannya sesuai dengan kebutuhan kompetensi prodi. Jika melihat pada kebutuhan kompetensi prodi yang ada pada dokumen borang akreditasi maka masih
memerlukan tambahan. Hal ini seperti yang ditunjukkan melalui FGD dan wawancara.
43
”Dosen tidak mempunyai konsentrasi keilmuan. Bias keilmuan.
Spesifikasi keilmuan kurang terkonsentrasi. Seharusnya satu
dosen memiliki satu konsentrasi keilmuan dan mengajar di bidang tersebut.”
Dalam dokumen akreditasi yang dinilai adalah jumlah
dosen tetap yang kualifikasi pendidikannya dan juga bidang keahliannya sesuai dengan kompetensi prodi (BAN-PT, 2008). Untuk itu permasalahan yang terjadi adalah jumlah dosen
tetap berpendidikan (terakhir) S2 dan S3 dari Perguruan Tinggi (PT) yang terakreditasi yang bidang keahliannya sesuai
dengan kompetensi prodi tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Permasalahan ini menjadi cukup serius mengingat
kompetensi dan kualifikasi akademis seorang dosen akan berdampak pada beberapa poin akreditasi lainnya. Seperti halnya pada bidang penelitian dan pengurusan jabatan
fungsional akademik. Sebab dosen merupakan SDM internal yang menjadi human capital bagi sebuah lembaga pendidikan
(Sallis, 2002). Permasalahan jumlah dosen yang tidak sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan memiliki kaitan yang erat dengan jumlah dosen yang diterima. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kaprodi dan juga bagian administrasi umum permasalahan penerimaan dosen tetap disebabkan
oleh syarat penerimaan dosen tetap. ”Ada calon dosen tetap yang mendaftar namun tidak diterima. Hal
ini disebabkan karena dosen tetap yang diterima tidak hanya
berdasarkan pada kompetensi yang dimilikinya saja, namun juga pada latar belakang dosen tersebut.”
Penerimaan dosen tetap oleh prodi tidak berdasarkan
kompetensi yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena jumlah pelamar (calon dosen tetap) hanya sedikit. Terbatasnya jumlah pelamar akan mengakibatkan terbatasnya pula jumlah
pilihan. Di satu sisi prodi tidak bisa sembarangan menerima tenaga dosen sebab harus dilihat terlebih dahulu latar
belakangnya. Sementara itu prodi juga membutuhkan dosen dengan kompetensi akademis yang sesuai.
SDM dalam prodi akan menentukan kualifikasi mutu
dari sebuah prodi (BAN-PT, 2002). Apabila sebuah prodi tidak memiliki SDM yang memadahi dan sesuai dengan kompetensi
dan tujuan awalnya maka tujuan dari prodi itu akan sulit tercapai. Berdasarkan pada paparan diatas maka dapat
44
ditarik sebuah permasalahan inti (akar permasalahan) pada bidang ini yaitu, jumlah pelamar dosen tetap yang sedikit.
B. Jabatan Lektor Kepala dan Guru Besar
Salah satu bidang penilaian dalam matriks akreditasi adalah adanya staff dosen yang memiliki jabatan akademik sebagai lektor kepala dan juga guru besar (BAN-PT, 2008). Di
prodi teologi sendiri tidak ada dosen tetap yang memiliki jabatan tersebut. Jabatan tertinggi dalam prodi hanya sebatas lektor dan dimiliki oleh 3 dosen tetap saja.
Melihat pada kenyataan diatas maka permasalahan ini masih memiliki hubungan dengan jumlah dosen tetap di prodi
teologi. Hubungan ini terdapat dalam persyaratan dalam mengajukan jabatan akademik sebagai guru besar dan lektor. Berdasarkan pada data pendidikan dosen tetap di prodi belum
ada dosen tetap yang latar belakang pendidikannya memenuhi persyaratan sebagai lektor dan guru besar. Hal ini disebabkan
karena mayoritas dosen tetap masih berpendidikan S1 dan S2. Selain daripada latar belakang pendidikan, hasil penelitian dan penulisan karya ilmiah dosen tetap juga masih kurang.
Kedua faktor ini menjadi penyebab tidak dapat terpenuhinya persyaratan sebagai lektor kepala dan guru besar.
Kekurangan persyaratan diatas disebabkan oleh
kurangnya minat dosen tetap untuk melakukan studi lanjut dan juga melakukan penelitian ilmiah. Berdasarkan FGD yang
dilakukan dosen tetap di prodi teologi masih kurang minatnya karena,
“Belum dianggap sebagai “pelayanan” jika hanya jadi dosen teologi
saja (budaya gereja). Dosen-dosen tidak konsentrasi mengembangkan keilmuannya, dosen cenderung melakukan hal lain yang lebih prestige dihadapan gereja. Alhasil pengabdian
masyarakat lebih besar daripada penelitian.”
Kurangnya minat tersebut disebabkan oleh dosen yang cenderung lebih mementingkan pelayanan gereja daripada
kegiatan akademis. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dosen tetap di prodi memiliki tugas pelayanan di gereja diluar tugasnya sebagai dosen. Ada dosen tetap yang menjadi
pendeta jemaat, pengurus harian sinode penyelenggara, perintis jemaat dan juga pekerjaan pelayanan gerejawi lainnya.
45
Berdasarkan pada hasil FGD diatas dikatakan bahwa pekerjaan pelayanan lebih prestige dibandingkan tugas
akademik di prodi. Hal ini mengindikasikan bahwa belum ada sistem reward (penghargaan) yang menjadikan pekerjaan di
prodi menjadi lebih prestige dibandingkan pekerjaan pelayanannya. Berdasarkan pada FGD didapati bahwa belum
ada sistem penghargaan pada dosen untuk mengembangkan jabatan fungsional. Sistem penghargaan terhadap peningkatan kualifikasi memang bukanlah sebuah syarat utama untuk
mencapai manajemen yang berkualitas secara keseluruhan. Namun sistem penghargaan ini akan menjadi sebuah motivasi
penggerak bagi SDM untuk mencapai sasaran organisasi (Tjiptono, 2003).
C. Sertifikat Pendidik Profesional Selain daripada jabatan akademik seorang dosen juga
harus memiliki sertifikat pendidik profesional. Sertifikat
pendidik profesional ini menandakan bahwa dosen tersebut layak untuk menjadi seorang pendidik. Namun di prodi teologi
hanya ada dua dosen yang memiliki sertifikat pendidik profesional.
Permasalahan tersebut disebabkan karena minat dosen
tetap untuk memiliki sertifikat pendidik professional kurang. Minat yang kurang ini memiliki kaitan erat dengan permasalahan pembiayaan untuk mendapatkan sertifikat
pendidik professional tersebut. Permasalahan pembiayaan ini selaras dengan pernyataan Tjiptono (2003) mengenai
pembiayaan sebagai salah satu faktor penunjang di dalam pelaksanaan TQM di sebuah lembaga. Namun di prodi persoalan pembiayaan bukan hanya menjadi satu-satunya
permasalahan utama. Faktor ini juga ditambah dengan kurang sadarnya dosen tetap akan kebutuhan sertifikat
pendidik professional dalam kaitannya dengan akreditasi prodi. Berdasarkan hasil FGD didapati fakta sebagai berikut,
“Masih banyak dosen yang belum berkonsentrasi pada tugas dosen
sebagai tenaga pendidik. Ada kendala tata pamong yang
mengijinkan beban tugas diluar tugas utama sebagai tugas.”
Melalui temuan tersebut maka dapat dilihat bahwa belum ada kewajiban dan peraturan khusus dari institusi untuk dosen
46
fokus di dalam tugasnya sebagai pendidik serta mengusahakan persyaratan sebagai pendidik profesional.
4.3.1.2 Peningkatan Kualitas SDM
Selain memiliki SDM yang sesuai dan berkualitas maka peningkatan kualitas SDM juga penting untuk menjaga mutu sebuah lembaga pendidikan. Peningkatan kualitas SDM juga
merupakan bagian dari karakteristik TQM yaitu perbaikan secara berkesinambungan (Tjiptono, 2003). Dalam penelitian ini didapat tiga permasalahan pokok yang ada di prodi yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM.
A. Partisipasi Dalam Kegiatan Akademis di Luar PT Sendiri Motivasi dosen untuk mengembangkan dirinya dalam
bidang akademis dan keilmuan kurang. Permasalahan ini memiliki dasar pemikiran yang serupa dengan permasalahan
pada peningkatan kualifiaksi akademis dosen. Berdasarkan hasil FGD ditemukanlah penemuan ini,
“Kesalahan budaya organisasi. Karena budaya organisasi belum
menganggap penting sekolah teologi. Pengaruh budaya yang
mengebiri potensi dari dosen. Belum dianggap sebagai “pelayanan”
jika hanya jadi dosen teologi saja (budaya gereja). Budaya
organisasi dipengaruhi budaya gereja, memunculkan orang serba bisa. Seorang dosen harus berperan sebagai orang yang serba bisa
mampu melakukan banyak hal. Dosen-dosen tidak konsentrasi
mengembangkan keilmuannya, dosen cenderung melakukan hal lain yang lebih prestige dihadapan gereja. Hasilnya pengabdian
masyarakat lebih besar daripada penelitian.”
Berdasarkan dari paparan diatas dosen merasa lebih penting untuk mengikuti kegiatan yang berupa pengabdian masyarakat dan pelayanan gereja dibandingkan dengan
kegiatan yang bersifat akademis. Terdapat sebuah anggapan bahwa kegiatan akademis di prodi teologi bukan merupakan pelayanan gereja. Hal ini didukung dengan hasil FGD sebagai
berikut, “Gereja pendukung institusi jarang menyelenggarakan kegiatan
resmi akademis. Budaya akademis di gereja (pendukung) sangat
kurang.”
Melihat pada kedua hal tersebut maka akar permasalahan pada bidang ini memiliki kesamaan dengan bidang jabatan lektor kepala dan guru besar. Akar
47
permasalahan yang didapat adalah institusi belum mengembangkan sistem reward bagi dosen untuk
mengembangkan kegiatan keilmuan dan akademisnya. Di dalam sebuah organisasi system reward merupakan salah
satu elemen vital yang ada (Jones & Walters, 2005). Belum adanya sistem reward ini menjadikan dosen memiliki motivasi
yang kurang untuk mengikuti kegiatan akademis serta memandang kegiatan akademis kurang memiliki prestige dibandingkan kegiatan pelayanan di gereja.
B. Jumlah Dosen yang Studi Lanjut Masih Kurang
Peningkatan kualitas SDM, dalam hal ini dosen dengan pendidikan lanjut dan pelatihan merupakan salah satu wujud karakteristik sistem manajemen berbasis TQM (Tjiptono, 2003).
Dalam data prodi teologi, dosen tetap yang sedang ada dalam masa studi lanjut S3 hanya satu orang, sedangkan untuk
dosen tetap yang studi lanjut untuk S2 dari S1 tidak ada sama sekali. Berdasarkan temuan pada FGD maka diketahui penyebab kurangnya jumlah dosen yang studi lanjut sebagai
berikut. “Beban tugas yang berat menjadikan SDM sudah membatasi diri,
ragu-ragu untuk meningkatkan kualitasnya.”
SDM sudah membatasi diri dan ragu-ragu untuk meningkatkan kualitasnya. Ragu-ragu dalam hal ini bisa dikatakan baik secara intelektual maupun tugas. Secara
intelektual ada dosen yang sudah lama tidak kuliah dan menjadikannya ragu-ragu untuk melanjutkan kuliah.
Sementara itu beban tugas yang ada juga menjadikan SDM ragu-ragu untuk melanjutkan studi.
“Tata pamong yang mengijinkan dosen memiliki kerja pelayanan di
gereja. Masih banyak yang belum berkonsentrasi pada tugas dosen
sebagai tenaga pendidik. Ada kendala tata pamong yang
mengijinkan beban tugas diluar tugas utama sebagai dosen.”
Keragu-raguan SDM untuk melakukan studi lanjut memiliki muara pada beban tugas yang berat selain mengajar juga harus menjadi pelayan gereja. Hal ini disebabkan karena
beberapa dosen tetap juga menjadi pelayan gereja dan memiliki kegiatan dan tugas lain diluar institusi yang
berhubungan dengan pelayanan gereja.
48
C. Prestasi dan Reputasi Dosen dalam Kegiatan Akademik
Pada poin ini didapati bahwa prestasi dan reputasi dosen tetap dalam kegiatan akademik baik di dalam maupun
di luar PT kurang. Dosen tetap di prodi teologi masih banyak yang belum aktif terlibat dalam kegiatan akademis seperti seminar, workshop dan pelatihan-pelatihan yang sesuai
dengan kualifikasi akademisnya. Hanya ada satu atau dua dosen yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.
Prestasi dalam mendapatkan hibah penelitian pun juga tidak ada. Reputasi dan keluasan jejaring akademik dari dosen tetap juga kurang. Meskipun sekarang terdapat upaya untuk
mengembangkan jejaring, namun baru dalam tahap awal pengembangan saja. Temuan ini berdasarkan pada hasil FGD,
“Dosen kurang memanfaatkan kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal ini Dikti maupun
Depag. Jarang mengakses pada kegiatan-kegiatan peningkatan
mutu dosen dan tenaga pendidikan. Dari prodi sendiri belum
sampai menjalin relasi untuk memfasilitasi tenaga dosen.
Sementara ini sumber hanya dari sinode. Belum ada relasi intens dan konstruktif untuk meningkatkan peningkatan SDM.
Pembangunan relasi baru sedang diusahakan.”
Hal ini disebabkan oleh minat dan kesadaran dosen untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas bidang
keahliannya kurang. Minat dan kesadaran dosen yang rendah disebabkan karena sistem reward terhadap peningkatan
kualitas SDM lemah. Sistem reward yang ada lemah bahkan tidak ada untuk menjadi motivasi bagi SDM untuk
meningkatkan kualifikasinya. 4.3.1.3 Penelitian
Standar akreditasi ini menjadi standar yang memiliki nilai paling lemah di prodi teologi. Penelitian sangat penting di dalam dunia pendidikan. Selain sebagai salah satu bagian
tridharma perguruan tinggi namun juga sebagai pengembangan PT itu sendiri. Sebab pemanfaatan penelitian
dan pendidikan dalam PT digunakan untuk meningkatkan kualitas bangsa (Gaspersz, 2011).
49
A. Jumlah Penelitian dan Artikel Ilmiah Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai
permasalahan pada jumlah penelitian dan artikel ilmiah yang dihasilkan oleh dosen tetap. Bagian penelitian di prodi teologi
memiliki masalah yang serius. Berdasarkan pada dokumen akreditasi dalam 5 tahun terakhir dosen tetap hanya menghasilkan penelitian dalam taraf lokal dan tidak
dipublikasikan secara luas. Untuk menulis dan menghasilkan sebuah karya ilmiah
dibutuhkan kemampuan dan kemauan seorang peneliti.
Berdasarkan hasil FGD yang ada didapatilah permasalahan yang ada sebagai berikut,
“Dosen sudah melintasi kemampuan akademis, pasti punya kemampuan untuk melakukan sebuah penelitian namun dalam
pengembangannya masih kurang. Minat dari dosen kurang untuk
mengembangkan penelitian. Budaya gereja mempengaruhi dosen
untuk tidak mengembangkan penelitian. Lingkungan gereja tidak
membuka ruang akademis. Hal ini menyebabkan dosen lebih
menganggap penting pengabdian masyarakat dan cenderung mengabaikan penelitian”
Dosen kurang berminat untuk melakukan penelitian
dan penulisan karya akademis. Hal ini disebabkan akan belum adanya kesadaran dosen akan tugasnya dalam bidang penelitian dan penulisan karya akademis. Dosen cenderung
hanya menganggap tugasnya di prodi sebagai pelayanan sehingga pengembangan penelitian sebagai bagian tridharma perguruan tinggi pun tidak diperhatikan. Kurangnya minat
dosen ini juga mengakibatkan kurangnya keterlibatan mahasiswa yang melakukan tugas akhir dalam penelitian
dosen. Mahasiswa kurang berminat untuk melakukan penelitian karena tidak ada dosen yang melakukan penelitian.
Kurangnya kesadaran akan pentingnya penelitian ini
jika dilihat lebih lanjut memiliki kaitan erat dengan kebijakan prodi. Prodi teologi belum mengatur kewajiban dosen untuk
melaksanakan penelitian. Belum adanya kewajiban ini membuat dosen menjadi tidak mengetahui mengenai pentingnya penelitian bagi seorang dosen. Sehingga dosen
hanya berpikir bahwa tugas seorang dosen berhenti pada bidang pengajaran dan pengabdian masyarakat.
50
4.3.2 Strategi Alternatif Peningkatan Akreditasi
Berdasarkan pada paparan permasalahan diatas maka dapat ditemukan beberapa akar permasalahan yang serupa
pada beberapa bidang akreditasi. Pada bagian ini akan dibahas mengenai bagaimana solusi dan strategi alternatif untuk meningkatkan akreditasi pada prodi teologi. TQM
merupakan filosofi dan metodologi untuk membantu institusi dalam meningkatkan mutunya (Sallis, 2002). Filosofi ini sejalan dengan tujuan akreditasi untuk meningkatkan mutu
lembaga pendidikan. Oleh karena itu untuk meningkatkan poin akreditasi prodi teologi disusunlah perencanaan strategi
berdasarkan akar permasalahan yang telah ditemukan. Khalid, dkk. (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa TQM adalah sebuah manajemen kualitas yang fokus utamanya
pada kepuasan pelanggan dengan menggunakan perencanaan strategis.
4.3.2.1 Jumlah Pelamar yang Sedikit
Sebuah lembaga pendidikan membutuhkan SDM yang
professional baik dari segi tenaga akademik (dosen) maupun administrasi untuk mencapai standard kualitas mutu tertinggi dari institusi tersebut (Sallis, 2002). Dosen merupakan
sumber daya utama yang akan menentuan mutu sebuah program studi (BAN-PT, 2008). Jumlah tenaga pendidik yang
ada di sebuah lembaga pendidikan memiliki hubungan erat dengan calon tenaga pendidik yang akan melamar di lembaga tersebut.
Akar permasalahan pertama yang ditemukan di prodi teologi adalah, jumlah calon tenaga dosen yang sesuai dengan kompetensi prodi sedikit. Akar permasalahan ini ditemukan
pada bidang kualifikasi akademis SDM. Berdasarkan pada akar permasalahan ini maka strategi alternatif yang dapat
dikembangkan adalah dengan: - Merekrut dan mencari tenaga dosen melalui gereja
pendukung dan jejaring. - Melakukan pengkaderan kepada mahasiswa
berpotensi dan memberikan beasiswa studi lanjut sesuai dengan kebutuhan PS.
51
Dengan membuka kesempatan kerja lebih banyak lagi maka
akan lebih banyak pilihan calon tenaga SDM yang sesuai dengan kompetensi yang ada. Prodi dapat mulai mencari
tenaga dosen pada gereja-gereja pendukung maupun melalui jejaring yang lain. Pencarian tenaga kerja ini dapat berupa mencari referensi dari staff yang sudah ada serta melakukan
rekruitmen melalui gereja pendukung, jika ada anggota gereja yang berminat untuk menjadi dosen. Proses perekrutan dan pencarian SDM ini selain daripada melihat kompetensi yang
dibutuhkan hendaknya sudah mengimplementasikan pendekatan TQM yang berfokus pada perbaikan secara terus
menerus. Hal ini senada dengan temuan Ingelson dkk (2012) yang menyatakan bahwa TQM akan lebih maksimal digunakan sejak awal proses perekrutan anggota sebuah
institusi. Dengan adanya implementasi TQM di dalam proses perekrutan ini maka tenaga dosen sebagai salah satu input di
dalam pendidikan akan secara terus menerus menerapkan kinerja yang berfokus pada kepuasan pelanggan.
Sistem pengkaderan kepada mahasiswa berpotensi juga
dapat dilakukan semenjak mahasiswa tersebut masih dalam bangku kuliah. Sistem pengkaderan kepada mahasiswa yang memiliki potensi akademik untuk menjadi tenaga dosen dapat
menjadi salah satu sistem perencanaan strategis pada pelanggan internal. Mahasiswa sebagai pelanggan internal
yang terpuaskan oleh sistem yang telah berjalan akan dibina dan kemudian ditawari untuk menjadi staff pengajar di prodi. Sallis (2002) menyatakan bahwa kesuksesan pelajar
merupakan kesuksesan bagi institusi. Berdasarkan pada hal tersebut maka lulusan yang baik akan menjadi modal bagi prodi, bukan hanya modal dalam hal untuk menjadi cerminan
dari kualitas prodi namun juga menjadi modal untuk SDM yang dibutuhkan oleh prodi. Setelah mahasiswa lulus prodi
dapat merekrutnya sebagai tenaga dosen tetap. Keuntungan yang dimiliki oleh prodi dengan melakukan hal ini di antaranya adalah lulusan yang nantinya menjadi dosen
tersebut sudah mengetahui dan mengenal budaya organisasi yang ada di dalam prodi, sehingga dia tidak perlu lagi untuk
melakukan adaptasi.
52
4.3.2.2 Sistem Penghargaan pada SDM Berkualitas
Meskipun penghargaan bukanlah syarat mutlak untuk mencapai tujuan institusi, namun hal ini dapat menjadi salah
satu motivasi penggerak bagi SDM untuk meningkatkan kualitasnya. Salah satu filosofi TQM adalah memberikan kepuasan baik bagi pelanggan internal maupun eksternal
(Arcaro, 2005). Di dalam dunia pendidikan staff sebuah institusi pendidikan merupakan pelanggan internalnya (Sallis, 2006). Staff pendidikan termasuk dalam pelanggan internal
karena mereka turut bekerja memberikan jasa bagi para pelanggan eksternalnya. Ketika pelanggan internal tidak
mengalami kepuasan maka akan berakibat pada kinerja jasa yang diberikannya kepada pelanggan eksternal dari sebuah institusi pendidikan.
Penghargaan bukanlah syarat utama dalam manajemen berkualitas. Namun penghargaan tentunya dapat menjadi
motivasi tersendiri bagi dosen untuk meningkatkan kualitasnya. Promosi kerja dalam sebuah institusi akan meningkatkan moral dari karyawannya (Jones & Walters,
2008). Dalam penelitian ini salah satu akar permasalahan pada prodi dalam hal promosi dan penghargaan adalah tidak adanya sistem penghargaan pada SDM berprestasi maupun
yang akan meningkatkan kualitas dan kompetensi akademiknya. Secara perlahan institusi dapat
mengembangkan sistem reward bagi dosen yang memiliki minat dan prestasi untuk mengembangkan kualifikasi akademisnya. Penghargaan ini diberikan baik dalam
melaksanakan studi lanjut, mengikuti pelatihan maupun mendapatkan sertifikat pendidik professional dan juga
melakukan penelitian. Penghargaan yang ada dapat berupa insentif maupun pemberian fasilitas khusus dalam rangka mengembangkan kualifikasi akademisnya. Seperti misalnya
untuk studi lanjut, institusi dapat memfasilitasi dengan beasiswa penuh. Dalam bidang penelitian, institusi dapat mulai memberikan hibah dana penelitian meskipun masih
bersifat lokal. Pemberian penghargaan dapat berupa banyak hal. Baik
dalam pengembangan kualifikasi keilmuan maupun retensi dosen dan juga hibah penelitian sesuai dengan elemen
53
penilaian pada standard akreditasi (BAN-PT, 2008). Namun tujuan dari sistem penghargaan ini hendaknya semata-mata
adalah menjadi motor penggerak bagi dosen untuk meningkatkan kualitasnya. Arcaro (2005) menyatakan bahwa
sistem penghargaan dan pengakuan akan memperteguh partisipasi total SDM dalam mencapai tujuan mutu. Dengan adanya partisipasi total dari seluruh SDM tersebut maka visi,
misi, tujuan serta sasaran institusi akan semakin cepat tercapai. Sistem penghargaan akan menjadi bagian dalam terlaksananya sistem manajemen berbasis TQM yang
berorientasi kepada mutu dan kepuasan pelanggan. Dengan adanya sistem penghargaan ini maka pekerjaan yang ada di
prodi tidak akan dianggap lagi sebagai pekerjaan yang kurang prestige nya. Minat dosen untuk terus mengembangkan penelitian, kualifikasi dan kompetensinya juga dapat
dipancing melalui penghargaan ini. Pengembangan penelitian, kualifikasi dan juga kompetensi dosen akan secara otomatis
memberikan poin tambahan bagi penilaian akreditasi di prodi.
4.3.2.3 Kebijakan Dalam Penelitian dan Kualifikasi
Akademis
Kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat di dalam sebuah prodi merupakan wujud nyata dari kontribusi
perguruan tinggi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas bangsa (Gaspersz, 2011). Kegiatan penelitian dan juga peningkatan kualifikasi akademis dari SDM tentunya tidak
terlepas dari kebijakan prodi yang mengatur hal ini. Belum ada kewajiban dari institusi yang mengatur dosen melakukan
penelitian dan meningkatkan kualifikasi akademis. Institusi belum memiliki kebijakan baku untuk mengatur kewajiban dosen dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi.
Untuk mengatasi akar permasalahan ini diperlukan kerja sama dari berbagai elemen di dalam institusi.
Institusi memiliki hak penuh untuk menetapkan
kebijakan yang mengatur kewajiban tridharma perguruan tinggi bagi dosen. Kewajiban tridharma meliputi tiga bagian
yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Selama ini di prodi teologi bidang penelitian dilupakan oleh
54
para dosen. Untuk itu institusi dapat menetapkan kebijakan yang mengatur penyelenggaraan penelitian dan juga
kualifikasi akademis. Kebijakan ini tentu saja memerlukan keterlibatan dari seluruh pihak demi proses perbaikan yang
berlangsung secara berkesinambungan dan menyeluruh (Primiani & Ariani, 2005). Prodi dapat menetapkan target minimal karya penelitian yang wajib dibuat oleh para dosen
tetap tiap semester. Setiap dosen tetap diwajibkan untuk membuat karya penelitian setiap semesternya sesuai dengan jumlah target yang ditetapkan oleh prodi. Kebijakan ini
dijalankan oleh setiap dosen tetap yang ada dan diawasi oleh prodi. Kaprodi dan BPMI dapat menjadi pengawas dalam
menjalankan kebijakan ini. Kaprodi dapat melakukan supervisi pada setiap dosen agar melaksanakan kegiatan tridharma perguruan tinggi dan diawasi oleh BPMI. BPMI
menjadi quality control dalam melaksanakan setiap kegiatan akademik prodi oleh dosen tetap. Dengan adanya kebijakan
yang mengatur akan penelitian dan kualifikasi akademis maka dosen dapat lebih memiliki arahan yang jelas dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Penelitian tidak
lagi akan dilupakan oleh para dosen, sebab prodi telah memberikan peraturan dan kebijakan yang jelas pada bidang
ini. Penelitian yang telah menjadi bagian dari peraturan dan kebijakan di prodi akan menaikkan poin penelitian pada borang akreditasi. Standar penelitian yang tadinya hanya
berisi sedikit sekali poin akan mulai terisi oleh penelitian yang dihasilkan oleh para dosen.
4.3.2.4 Beban Tugas Ganda
Beban tugas ganda yang dimaksud dalam akar
permasalahan ini adalah beban tugas seorang dosen yang ada di luar prodi. Syahid (2012) di dalam penelitiannya menemukan bahwa tugas dan kegiatan keseharian dosen di
prodi dapat membuat kegiatan yang berhubungan dengan implementasi TQM jarang dilakukan. Hasil temuan Syahid tersebut juga memiliki kemiripan dengan temuan peneliti akan
beban tugas ganda di prodi teologi. Namun di prodi teologi beban tugas yang memberatkan adalah beban tugas di luar
tugasnya sebagai dosen. Beban tugas ini dirasa memberatkan, karena seorang dosen tetap selain harus mengajar juga harus
55
menjadi pelayan gereja. Beban tugas ini menyebabkan dosen tetap sering mengabaikan tugasnya untuk melaksanakan
penelitian. Permasalahan beban tugas ganda yang menyebabkan
dosen mengabaikan penelitiannya dapat diatasi dengan mengadakan kerja sama penelitian baik antara dosen tetap dengan mahasiswa maupun dengan dosen di luar prodi. Kerja
sama penelitian yang diadakan oleh dosen dengan mahasiswa akan menimbulkan keuntungan ganda. Dengan adanya kerja sama ini mahasiswa akan membantu dosen di dalam
melakukan penelitiannya, sehingga dosen tidak hanya melakukan penelitiannya seorang diri. Bagi mahasiswa
sendiri mereka dapat mengembangkan kemampuannya di dalam melakukan sebuah penelitian. Kerja sama penelitian juga dapat dilakukan oleh dosen tetap dengan dosen di luar
prodi untuk saling membagikan pengalaman dan pengetahuan. Dosen luar yang diajak untuk melakukan kerja sama
penelitian hendaknya merupakan dosen yang sudah biasa melakukan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar dosen luar yang sudah biasa mengadakan penelitian tersebut dapat
membantu dan membagikan pengalamannya di dalam melakukan penelitian kepada dosen tetap yang jarang melakukan penelitian. Hasil daripada penelitian yang
dilakukan oleh dosen tetap tidak hanya akan meningkatkan poin akreditasi, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai
wujud nyata kontribusi pengabdian prodi pada masyarakat (Gaspersz, 2011).
56