bab iv analisa problem-problem transliterasi...

21
BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI DALAM PENGAJARAN BACA TULIS AL-QUR`AN (BTA) DI SDIT ASSALAMAH, UNGARAN A. Problem-Problem Transliterasi dalam Pengajaran BTA Metode mengajar merupakan cara yang dipergunakan oleh guru dalam berhubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Sehingga terciptalah interaksi edukatif. Proses interaksi ini, akan berjalan baik apabila guru dan siswa saling berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam pemilihan metode yang tepat ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : tujuan pembelajaran, kompetensi guru, kemampuan siswa, materi, dan sarana prasarana. 1 Selama hal-hal tersebut dapat terpenuhi, ketepatan pemilihan metode akan tercapai. Begitu pula sebaliknya, apabila hal-hal tersebut masih bermasalah, metodepun belum dapat diaplikasikan dengan tepat. Berikut adalah masalah-masalah diluar metode yang mempengaruhi pemilihan metode dalam pengajaran transliterasi di SDIT Assalamah. 1. Perbedaan Persepsi Guru dalam Pengajaran Transliterasi Dalam kurikulum sekolah dasar yang terbaru, muatan BTA ditambah dengan materi transliterasi. Disamping menguasai huruf Arab, siswa juga harus menguasai huruf transliterasi. Dengan kata lain, siswa dituntut untuk dapat membaca dan menulis huruf Arab beserta transliterasinya dengan baik. Dalam hal ini, para guru memegang peranan penting. Oleh karena itu, mereka harus betul-betul memahami materi BTA dan bagaimana cara menyampaikannya kepada siswa. 74

Upload: doanthu

Post on 02-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

BAB IV

ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI DALAM

PENGAJARAN BACA TULIS AL-QUR`AN (BTA) DI SDIT ASSALAMAH,

UNGARAN

A. Problem-Problem Transliterasi dalam Pengajaran BTA

Metode mengajar merupakan cara yang dipergunakan oleh guru

dalam berhubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya proses

pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar adalah sebagai alat

untuk menciptakan proses belajar mengajar. Dengan metode ini diharapkan

tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan

mengajar guru. Sehingga terciptalah interaksi edukatif. Proses interaksi ini,

akan berjalan baik apabila guru dan siswa saling berpartisipasi aktif dalam

kegiatan belajar mengajar.

Dalam pemilihan metode yang tepat ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu : tujuan pembelajaran, kompetensi guru, kemampuan

siswa, materi, dan sarana prasarana.1 Selama hal-hal tersebut dapat terpenuhi,

ketepatan pemilihan metode akan tercapai. Begitu pula sebaliknya, apabila

hal-hal tersebut masih bermasalah, metodepun belum dapat diaplikasikan

dengan tepat. Berikut adalah masalah-masalah diluar metode yang

mempengaruhi pemilihan metode dalam pengajaran transliterasi di SDIT

Assalamah.

1. Perbedaan Persepsi Guru dalam Pengajaran Transliterasi

Dalam kurikulum sekolah dasar yang terbaru, muatan BTA

ditambah dengan materi transliterasi. Disamping menguasai huruf Arab,

siswa juga harus menguasai huruf transliterasi. Dengan kata lain, siswa

dituntut untuk dapat membaca dan menulis huruf Arab beserta

transliterasinya dengan baik. Dalam hal ini, para guru memegang peranan

penting. Oleh karena itu, mereka harus betul-betul memahami materi BTA

dan bagaimana cara menyampaikannya kepada siswa.

74

Page 2: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

75

Dalam dataran konsep, guru belum mempunyai kesamaan visi

dalam transliterasi dan pengajarannya. Mereka masih berdiri dengan

keyakinan masing-masing dalam pengajaran transliterasi. Secara garis

besar, perbedaan visi itu membuat guru terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama, terdiri atas mereka yang berpendapat bahwa

transliterasi adalah lambang simbol huruf Arab saja. Kelompok kedua,

terdiri dari mereka yang menganggap transliterasi bukan hanya simbol

saja, tetapi huruf yang sudah dibakukan menurut Ejaan Yang

Disempurnakan.

Landasan teori kelompok pertama diambil dari firman Allah :

)2: يوسف (عربيا لعلكم تعقلون انا أنزلنه قرأنا ا

Artinya : “Sesungguhnya telah kami turunkan al-Qur`an dalam bahasa Arab, mudah-mudahan kamu memikirkannya. (Q.S Yusuf : 2)2

Ayat tersebut menyatakan bahwa al-Qur`an diturunkan dengan

bahasa Arab. Kata bahasa Arab, mencakup segala sesuatu yang

berhubungan dengan bahasa, huruf, cara membaca, lagak lagu membaca,

susunan kata dan artinya.3 Jadi bahasa al-Qur`an bukanlah bahasa Inggris,

bahasa Belanda, bahasa Indonesia ataupun bahasa Cina. Huruf-

hurufnyapun bukan huruf Latin, huruf Jawa maupun huruf Kanji.

Semuanya ditulis dalam kaidah tata bahasa Arab.

Cara membaca dan melagukannyapun bukan menurut lagu bahasa

Indonesia, lagu bahasa Inggris ataupun lagu bahasa Melayu. Akan tetapi

lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab.

Atas dasar inilah ada beberapa guru yang mengatakan bahwa

transliterasi bukanlah hal yang penting untuk diajarkan. Bahkan,

keberadaannya bisa mengganggu penguasaan baca tulis Arab, terutama

dalam hal pelafalan. Huruf transliterasi tidak dapat mewakili makharij al-

1 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru

Algesindo, 2002), cet. 16,h. 76 2 Yunus Mahmud, Tarjamah al-Qur`an, (Bandung: al-Ma’arif, 1990), h. 213 3 Sirodjuddin Abbas, 40 Permasalahan Agama, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1995), h. 249

Page 3: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

76

huruf Arab dengan tepat. Sehingga, siswa yang mampu membaca

transliterasi dengan lancar sekalipun belum tentu dapat melafalkannya

sesuai makharij al-huruf Arab yang benar.4

Pengalihhurufan istilah-istilah Arab ke tulisan Latin

menimbulkan lebih banyak masalah daripada tulisan Arab itu sendiri.

Walaupun sangat dibutuhkan untuk mencari lambang bunyi bahasa Arab

dalam tulisan Latin, akan tetapi belum dapat ditemukan pedoman yang

bisa menggambarkan bunyi huruf Arab dengan tepat.5 Alasannya sangat

mendasar, orang yang ingin menyusun pedoman pengalihan huruf itu,pasti

tidak akan terlepas dari latar belakang sosio-kultural yang sudah mendasar

pada dirinya. Orang Indonesia, akan cenderung membuat pedoman sesuai

dengan kebiasaan yang berlaku di Indonesia. Orang Amerika, akan

cenderung mmembuat pedoman sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di

Amerika, dan begitu pula yang lainnya. Sehingga tidak akan pernah ada

pedoman yang bisa berlaku secara menyeluruh.

Disamping itu, tujuan pengalihan huruf istilah-istilah Arab,

termasuk al-Qur`an, hanyalah untuk mendekatkan orang yang kurang

penguasaan Arabnya kepada pelafalan yang sebenarnya. Dalam hal ini,

Isma’il Raji al-Faruqi mengatakan, … the Latin alphabet transliteration

of Qur`anic passage, is not the holy al-Qur`an al-Karim, but, a means to

reaching and understanding it.6 Beliau menegaskan bahwa transliterasi

Arab-Latin dari ayat-ayat al-Qur`an bukanlah al-Qur`an yang suci itu

sendiri. Akan tetapi, itu hanya alat untuk mencapai dan memahaminya

saja.

Pertimbangan-pertimbangan diatas, membuat sebagian guru

enggan mengajarkan translierasi. Karena, itu dinilai tidak perlu dalam

penguasaan baca tulis Arab. Pengenalan huruf Arab langsug, lebih selamat

dari pada mengenalkannya dengan perantara transliterasi Arab-Latin.

4 Sirodjuddin Abbas, ibid, h. 254 5 A.F.L Beeston, The Arabic Language Today, (London: Hutchinson University Library,

1970), p. 28

Page 4: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

77

Sedangkan kelompok kedua, mereka yang mengatakan bahwa

transliterasi bukanlah semata-mata simbol bunyi, akan tetapi transliterasi

merupakan huruf baku yang sudah disahkan oleh Ejaan Yang

Disempurnakan di Indoesia. Jadi, transliterasi merupakan bagian dari tata

bahasa Indonesia yang wajib diketahui oleh seluruh bangsa Indoesia.

Transliterasi disusun menggunakan prinsip satu fonem satu grafem.

Perlambangannya dilakukan dengan mengganti huruf Arab ke huruf Latin

yang mempunyai suara sama. Untuk huruf-huruf Arab yang tidak

mempunyai persamaan dalam huruf Latin, diberi tanda diakritik di atas

atau di bawah huruf agar mudah untuk diidentifikasi.

Transliterasi sudah diputuskan penerapannya melalui SKB

Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, no. 158/ 1987

dan no. 0543 b/u/1987.7 Keputusan itu diberlakukan untuk seluruh bangsa

Indonesia. Dalam hal ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal,

dapat menjadi salah satu wadah yang digunakan untuk mensosialisasikan

keputusan tersebut. Oleh karena itu, guru harus mengajarkan transliterasi

untuk membantu mereka yang kurang mampu, sekaligus mengenalkan

sistem penulisan yang baru yang sudah dibakukan di Indonesia.

Terlebih lagi, transliterasi sekarang sudah menjadi bagian dari

kurikulum sekolah. Semua materi yang sudah menjadi kurikulum sekolah,

harus diajarkan dan dikuasai siswa dalam kurun waktu tertentu. Jika

pelajaran BTA sudah dimasuki dengan muatan transliterasi, maka

seyogyanya diajarkan sebagaimana mengajarkan huruf aslinya.

Pengajaran transliterasi memang sangat dilematis bagi guru. Di

satu sisi, transliterasi merupakan sesuatu yang mengganggu pelafalan

huruf Arab, sedangkan di sisi lain transliterasi merupakan bagian dari

kurikulum sekolah yang harus dikuasai siswa. Sampai saat ini, transliterasi

masih diajarkan sesuai dengan keyakinan dan kemampuan guru. Dengan

kata lain, bagi guru yang masih khawatir dengan pengaruh negatif dari

6 Isma’il Raji al-Faruqi, Toward Islamic English, (Virginia: International Institute of Islamic Thought, 1986), p. 18

Page 5: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

78

transliterasi pada penguasaan huruf Arab, transliterasi diberikan

sekedarnya saja. Lain halnya dengan mereka yang merasa bahwa

transliterasi sangat penting untuk diajarkan, pengajaran transliterasi

mempunyai porsi yang sama dengan materi-materi yang lainnya dalam

proses pembelajaran.

Jalan tengah yang bisa menjembatani pro-kontra dalam

pengajaran transliterasi dapat dikembalikan pada kompetensi para guru itu

sendiri. Kompetensi penguasaan bahan dan cara-cara mengajarkannya

sangat dibutuhkan dalam hal ini. Dengan kompetensi itu, guru seharusnya

mempunyai strategi-strategi praktis agar dapat meminimalisir hal-hal

negatif yang terjadi pada proses belajar mengajar traaansliterasi.

Bagi guru-guru yang sudah banyak berpengalaman dalam dunia

mengajar, bisa jadi lebih mampu menyikapi permasalahan di atas dari pada

guru-guru yang lain. Untuk itu, mereka yang masih kesulitan dalam

pengajaran, sudah seharusnya menimba pengalaman dari yang sudah

berpengalaman untuk mengatasi hal itu. Sehingga, guru mempunyai visi

yang sama dalam pengajaran transliterasi. Dengan demikian proses dan

hasil pengajarannyapun sama antara satu guru dengan yang lainnya.

Kompetensi guru cukup menentukan keberhasilan proses

pembelajaran, seperti halnya sebuah pementasan, guru adalah sutradara

yang mempunyai otoritas untuk mengatur aktor-aktornya agar perannya

maksimal. Sutradara yang mempunyai kemampuan lebih dalam

penyutradaraan, pasti dapat membawa pementasan dalam kesuksesan.

Begitu pula guru yang berkompetensi bagus, pasti dapat membuat

siswanya memahami materi dengan mudah. Dengan begitu tujuan

pembelajaran akan dicapai dengan maksimal.

2. Kemampuan Dasar Baca Tulis Arab Siswa dan Kecenderungan Membaca

Transliterasi

7 Departemen Agama RI, Pedoman Transliterasi Arab-Latin, (Jakarta: t. pn, 2003), h. 15

Page 6: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

79

Kemampuan siswa dalam baca tulis Arab sangat heterogen. Bagi

mereka yang sudah mendapat bekal agama yang cukup dari rumah,

kemampuan baca tulis Arabnya relatif lebih tinggi dari pada mereka yang

hanya mendapatkan pengajaran agama di sekolah saja. Atau mereka yang

mempunyai IQ (Inteligentie Quotient) yang tinggi lebih dapat mancerna

pelajaran agama dari pada mereka yang ber-IQ rendah. Rumah merupakan

faktor sosial dan IQ merupakan faktor individual yang mempengaruhi

siswa dalam belajar.8 Disamping itu masih ada faktor-faktor lain yang

mmempengaruhi siswa dalam belajar.

Karena faktor sosial dan faktor individual yang ada pada siswa

berbeda-beda, maka kemampuan merekapun berbeda-beda pula. Oleh

karena itu dalam satu kelas misalnya, ada anak yang pandai ada juga anak

yang kurang pandai. Dalam pelajaran BTA, siswa yang kurang pandai

cenderung lambat dalam menerima pelajaran. Sehingga dalam pelajaran-

pelajaran yang menggunakan lafal-lafal Arab, mereka tidak bisa mengikuti

pelajaran sebagaimana teman-temannya yang lain.

Salah satu cara untuk mengukur kemampuan dasar siswa SDIT

Assalamah dalam baca tulis Arab adalah dengan melihat tingkatan jilid

Qira`atinya. Sebagaimana yang telah dipaparkan di Bab III, Qira`ati

disusun berdasarkan tingkatan penguasaan baca tulis Arab siswa, dari

susunan huruf yang paling sederhana sampai kalimat yang kompleks.

Kelas I, rata-rata tingkatan Qira`atinya berkisar antara jilid I dan

II. Materi Qira`ati pada jilid I dan II adalah membaca huruf Arab dan

tanda bacanya. Itupun masih sangat sederhana, karena huruf-huruf dalam

satu kata hanya terdiri atas dua huruf saja. Dari sini dapat dilihat

bagaimana penguasaan siswa kelas I masih terbatas. Padahal, dalam

materi-meteri agama, mereka sering bertemu dengan lafal-lafal Arab dan

dalil-dalil Naqli yang ditulis dengan huruf Arab sambung. Sudah barang

8 Ngalim Purwanto, MP, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996),

cet. 2,h. 102

Page 7: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

80

tentu mereka akan menemui kesulitan dalam membaca dan memahami

pelajaran.

Oleh karena itu, keberadaan transliterasi sangat dominan bagi

siswa kelas I. Kemampuan terbatas dalam membaca dan menulis Arab,

mendorong mereka untuk menggunakan transliterasi. Setiap kali mereka

bertemu dengan lafal-lafal Arab beserta transliterasinya, selalu mereka

memilih transliterasi, karena hanya dengan bantuan transliterasilah mereka

dapat membaca lafal-lafal tersebut. Tidak ada yang bisa melarang mereka

membaca transliterasi, bahkan guru kelas I-pun tidak dapat mengingkari

bahwa mereka juga membutuhkannya dalam pengajaran materi-materi

agama di kelas. Maka dari itu, guru harus mengenalkan dan mengajarkan

transliterasi dengan benar, agar siswa tidak selalu bergantung kepadanya,

sebab itu hanya alat bantu saja.

Kemampuan dasar siswa kelas II dalam baca tulis Arab, lebih

tinggi dari pada kelas I. Karena rata-rata mereka sudah mencapai jilid III

dan IV yang berisi kata Arab sambung dan beberapa bacaan Tajwid.

Walaupun mereka sudah bisa membaca huruf sambung, tapi itu masih

terbatas pada satuan kata saja, belum sampai pada kalimat. Maka dari itu,

tak heran apabila merekapun masih membutuhkan transliterasi dalam

menerima pelajaran.

Kecendurang siswa kelas II pada transliterasi masih relatif tinggi.

Guru mempunyai tanggung jawab besar dalam mengenalkan transliterasi.

Kesalahan guru dalam mengenalkan dan mengajarkan transliterasi akan

berdampak negatif pada siswa, baik pada pelafalan maupun penulisannya.

Untuk melafalkan huruf transliterasi, sebaiknya guru tetap berpegang

teguh pada kaidah pelafalan bahasa Arab, dengan kata lain, sesuai

makharij al-huruf yang benar. Karena, bagaimanapun juga transliterasi

merupakan lambang bunyi huruf Arab. Sedangkan dalam penulisa, guru

harus berhati-hati dalam mengenalkan huruf transliterasi, terutama huruf

yang memakai simbol-simbol diakritik.

Page 8: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

81

Untuk siswa kelas III, materi transliterasi mulai dikurangi, karena

mereka dianggap sudah dapat membaca tulisan Arab tanpa bantuan

transliterasi. Lantaran tingkatan siswa kelas III seharusnya sudah mencapai

jilid V dan VI. Akan tetapi, menurut hasil observasi, kemampuan dasar

siswa kelas III sangat beragam, ada yang sudah sampai jilid VI, ada juga

yang masih jilid II (lihat tabel V).

Berdasarkan kemampuan siswa kelas III yang heterogen, guru

seharusnya tidak langsung mengurangi sebagian besar porsi pengajaran

transliterasi. Karena, mereka masih terpengaruh dengan kebiasaan

lamanya membaca transliterasi, di kelas I dan II. Bukan berarti siswa kelas

III masih ditolelir untuk selalu membaca transliterasi, akan tetapi kalau

pengajaran transliterasi dikurangi, secara otomatis kesan dalam memori

merekapun berkurang. Buktinya, sebagian siawa kelas III sudah mulai lupa

dengan huruf transliterasi, terutama dalam membaca huruf-huruf yang

bersimbol diakritik. Akhirnya, mereka sering kali melakukan kesalahan

dalam pelafalan huruf transliterasi. Hal ini sangat berbahaya ketika siswa

tidak dalam jam-jam pelajaran. Tanpa bimbingan guru, mereka akan

membaca lafal-lafal Arab dalam sistem penulisan transliterasi dengan

bacaan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa yang benar.

Permasalahan kecenderungan dalam membaca transliterasi sudah

banyak berkurang di kelas IV dan V. Karena mereka memang sudah

mampu membaca kalimat dalam tulisan Arab. Dengan kemampuan ini,

mereka sudah mampu membaca dan memahami lafal-lafal Arab dalil-dalil

Naqli dengan baik tanpa bantuan transliterasi. Sehingga, kecenderungan

mereka dalam membaca transliterasi lama kelamaan akan berkurang.

Akan tetapi, bukan berarti siswa kelas IV dan V sama sekali tidak

diajarkan transliterasi lagi. Walaupun kenyataannya mereka sudah tidak

membutuhkan bantuan transliterasi lagi, tapi guru harus tetap

mengajarkannya. Karena transliterasi tidak hanya digunakan untuk

membantu siswa yang kurang mampu membaca Arab, tapi juga digunakan

untuk menuliskan istilah-istilah Arab dalam buku-buku keagamaan.

Page 9: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

82

Mengajarkan transliterasi untuk kelas atas sudah barang tentu berbeda

dengan mengajarkannya di kelas bawah. Di kelas I dan II, pengajarannya

bersifat pengenalan, sedangkan kelas IV dan V, pengajarannya bersifat

pemantapan.

Uraian di atas, menyatakan bahwa kecenderungan membaca

transliterasi sedikit banyak dipengaruhi oleh kemampuan dasar baca tulis

Arab siswa. Tiap-tiap kelas mempunyai tingkat penguasaan baca tulis

Arab yang berbeda, dengan demikian secara otomatis kecenderungan

membaca transliterasipun berbeda. Maka, guru harus pandai memilih

tehnik yang tepat dalam mengajarkan transliterasi di tiap-tiap kelas.

3. Keterbatasan Alat Peraga Bantu ( Audio Visual Aids)

Pengajaran transliterasi merupakan bagian dari pengajaran

bahasa asing, khususnya pada pelafalan. Dalam pengajaran bahasa asing,

keberadaan alat peraga sangat dominan dalam membantu siswa

mempercepat pengenalan huruf dan memperkuat ingatan. Alat peraga

bantu dalam proses pembelajaran ada dua macam, yaitu alat-alat yang

dapat didengar dan alat-alat yang dapat dilihat. Alat-alat yang dapat

didengan meliputi, tape, radio dan video dan sebagainya. Sedangkan alat-

alat yang bisa dilihat mencakup film, slide, lembar-lembar peraga dan

sebagainya. Untuk pelafalan bunyi huruf, yang tidak lain adalah bunyi

huruf Arab, dapat digunakan tape recorder yang berisi latihan-latihan

pelafalan ataupun ataupun berita berbahasa Arab di radio yang disiarkan

oleh penutur bahasa asli (native speaker). Dengan begitu, siswa dapat

mengukur tingkat kefasihannya sesuai dengan bunyi yang diucapkan oleh

penutur bahasa asli. Sedangkan untuk membantu siswa dalam penulisan

transliterasi, diperlukan alat bantu yang dapat dilihat oleh siswa.

Terutama dalam huruf-huruf transliterasi yang menggunakan simbol-

simbol diakritik, alat peraga sangat membantu dalam memberikan

gambaran konkrit yang tahan lama diingat siswa.

Page 10: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

83

Secara detail, fungsi alat peraga bantu pada proses pembelajaran

adalah sebagai berikut :

- penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran bukan

merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi tersendiri

sebagai alat bantu untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang

efektif

- penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari

keseluruhan situasi mengajar

- alat peraga dalam proses pembelajaran selalu berhubungan dengan

tujuan pelajaran dan isi pelajaran. Dengan kata lain, penggunaan alat

peraga harus melekat kepada tujuan dan bahan pelajaran

- penggunaan alat peraga lebih diutamakan untuk mempercepat proses

pembelajaran dan membantu siswa dalam menangkap pengertian

guru

- penggunaan alat peraga bukan semata-mata hiburan bagi siswa

- penggunaan alat peraga dapat membuat hasil belajar yang dicapai

akan selalu diingat siswa, sehingga pelajaran mempunyai nilai

tinggi.9

Keenam fungsi itu membuat keberadaan alat peraga menjadi sebuah

keharusan dalam proses pembelajaran.

Akan tetapi sayang, di SDIT Assalamah alat peraga elektronik

masih kurang dan belum dapat dioptimalkan fungsinya, karena dana masih

terpusat untuk pembangunan lokal kelas. Sehingga, sebagian besar guru

hanya memakai papan tulis sebagai alat peraga. Hanya guru tertentu saja

yang sudah membuat lembar peraga untuk pengajaran transliterasi.

Keterbatasan alat peraga di proses belajar mengajar, seharusnya

dapat disiasati dengan pengoptimalan kreatifitas guru. Kekurangan

bukanlah alasan yang cukup untuk membuat mereka tinggal diam tanpa

usaha pengadaan alat peraga. Mereka bisa mencari alternatif lain yang

9 Nana Sudjana, op. cit, h. 99-100

Page 11: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

84

lebih mudah dan terjangkau oleh kemampuan mereka. Alat peraga tidak

harus mahal dan mewah, yang terpenting dapat menunjang pencapaian

tujuan pembelajaran transliterasi di kelas.

4. Materi Transliterasi dalam Pelajaran BTA

Materi transliterasi, saat ini, dimasukkan dalam pelajaran Baca

Tulis Al-Qur`an (BTA). Berarti, dalam pelajaran BTA, siswa tidak hanya

belajar baca tulis Arab, akan tetapi juga transliterasinya. Bukan sesuatu hal

yang mudah untuk mengajarkan kedua materi ini, karena masing-masing

mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda. Sehingga keberadaan

transliterasi, terkadang masih menimbulkan permasalahan dalam proses

pembelajaran.

Sampai saat ini, transliterasi masih menimbulkan permasalahan

bagi siswa yang mampu maupun yang kurang mampu dalam membaca dan

menulis Arab. Bagi siswa yang sudah mampu membaca huruf Arab,

transliterasi sangat membingungkan. Karena sejak lama, dalam memori

mereka sudah tertanam bentuk huruf Arab beserta bunyinya. Maka, ketika

disodorkan huruf-huruf transliterasi yang melambangkan bunyi bahasa

Arab, mereka banyak yang masih kesulitan.

Begitu pula siswa yang kurang mampu membaca dan menulis

huruf Arab, walaupun mereka suka membaca transliterasi tapi cara

membacanyapun masih banyak yang salah. Transliterasi memang

menggunakan sistem penulisan huruf Latin, tapi ada beberapa huruf yang

tampak asing karena menggunakan titik di atas dan di bawahnya,

misalnya, huruf s, s, z, z, dan d. Oleh karena itu, tak heran apabila mereka

sering mengabaikan titik-titik itu, karena yang ada pada memori mereka

adalah bentuk huruf Latin yang biasa mereka lihat.

Pokok permasalahan transliterasi terletak pada pembiasaan. Siswa

dalam kelompok pertama, belum terbiasa membaca dan menulis huruf

Arab dengan menggunakan sistem penulisan Latin. Sedangkan kelompok

kedua, belum terbiasa membaca dan menulis huruf Latin yang ada titik di

Page 12: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

85

atas dan di bawahnya. Memang bukan sesuatu yang mudah untuk merubah

suatu kebiasaan yang sudah lama tertanam pada diri siswa, menjadi sebuah

kebiasaan baru.

Guru, sangat berperan penting dalam pembentukan kebiasaan ini.

Mereka harus sering memunculkan kata atau kalimat dalam sistem

penulisan transliterasi agar siswa terbiasa melihat dan membacanya.

Latihan-latihan pelafalan harus dilakukan sesering mungkin, sampai alat

ucap siswa terlatih untuk mengucapkan huruf-huruf itu. Penggunaan alat

peraga juga dapat membantu dalam membentuk kesan-kesan dalam

memori mereka.

Kebiasaan melihat bentuk huruf dan melafalkan bunyi huruf

transliterasi yang kurang, melahirkan kesulitan-kesulitan bagi siswa dalam

mempelajari transliterasi. Kesulitan-kesulitan itu berupa ;

- perbedaan graphics Arab dan Latin sangat jauh. Hal ini menyulitkan

siswa untuk mengidentifikasi huruf Arab dan perlambangannya dalam

huruf Latin. Dalam hal ini PROF. DR Ramelan, M.A mengatakan, “…

the degree of difficulty of learning is also determined by the degree of

difference between two languages…”,10 bahwasannya tingkat kesulitan

bahasa ditentukan oleh tingkat perbedaan antara kedua bahasa itu (

bahasa ibu dan bahasa asing). Jelas sekali, bahwa perbedaan huruf

dalam bahasa Arab dan Indonesia menimbulkan kesulitan-kesulitan

dalam belajar.

- siswa masih terkontamiasi dengan sistem penulisan Latin, baik dalam

bentuk huruf, cara penulisan maupun pelafalannya. Dalam bentuk

huruf, siswa masih terkecoh dengan betuk huruf yang hampir sama

dalam transliterasi, misalnya s, s, s, atau z, z, z. walaupun sudah ada

titik-titik di atas dan di bawah huruf yang membedakan bentuk dan

bunyi, tapi siswa tetap melafalkan dengan bunyi yang sama. Cara

penulisannya dan pelafalannyapun sering terbalik antara huruf satu

dengan huruf lain.

Page 13: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

86

Pembentukan kebiasaan membaca dan menulis transliterasi harus

diusahakan melalui pelajaran di kelas maupun di luar kelas. Usaha yang

dapat dilakukan di dalam kelas yaitu memperbanyak latihan pelafalan dan

mempersering munculnya kata-kata Arab dalam sistem penulisan

transliterasi. Di luar kelas, guru dapat menempelkan huruf dan kata Arab

beserta transliterasinya di dinding, sehingga di luar jam-jam pelajaran,

siswa dapat terbiasa membaca transliterasi.

Problem-problem yang terjadi pada guru, siswa, sarana prasarana

dan materi pelajaran, harus segera disikapi. Karena kesemuanya itu

merupakan unsur-unsur dari satu kesatuan sistem pengajaran yang saling

menguatkan satu sama lain. Apabila ada masalah yang terjadi pada unsur-

unsur tersebut akan mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar

di kelas.

5. Alokasi Waktu

Dengan masuknya meteri transliterasi dalam pelajaran BTA,

muatan pelajaranpun semakin bertambah. Dalam durasi waktu 30 menit,

guru harus menyampaikan materi tentang baca tulis Arab dan

transliterasinya sekaligus. Penambahan materi ini, sudah barang tentu akan

mempersempit ruang gerak guru dalam kelas. Guru tidak lagi leluasa

untuk berinovasi dalam metode dan alat peraga yang mendukungnya.

Setiap guru ingin menerapkannya, selalu saja terbentur dengan alokasi

waktu yang ada. Karena pemadatan materi ini, memakan sebagian besar

waktu dalam satu jam pertemuan.

Permasalahan alokasi waktu juga dirasakan oleh siswa. Dalam

waktu 30 menit, mereka harus mencerna materi-materi baca tulis Arab dan

transliterasinya sekaligus. Padahal, belum tentu materi dapat dipahami saat

itu juga. Siswa membutuhkan waktu tanya jawab yang cukup untuk

memperdalam pemahaman.

10 Ramelan, English Phonetics, (Semarang: UNNES Press, 2003), p. 5

Page 14: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

87

Untuk memberikan keleluasaan pada guru yang mengajar dan

siswa yang belajar, alokasi waktu BTA, sebaiknya ditambah. Dengan

demikian, proses belajar mengajar dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Guru dan siswapun akan lebih nyaman dalam melaksanakan kegiatan

belajar mengajar.

B. Problem-Problem dalam Penerapan Metode Pengajaran Transliterasi

Sedangkan masalah-masalah yang terjadi di dalam metode

pengajaran transliterasi di SDIT Assalamah, berkaitan dengan metode-metode

yang sudah diterapkan dalam proses pembelajaran transliterasi selama ini.

Metode-metode tersebut adalah ;

1. Metode Meniru dan Menghafal (Mimicry-Memorization Method)

Metode meniru dan menghafal merupakan metode utama dalam

pengajaran transliterasi. Metode ini diterapkan dengan menggunakan

latihan pengucapan (pronuciation drill) pada alat ucap siswa. Pertama-

tama guru melafalkan satu huruf atau kata, dan siswa mendengarkan.

Setelah itu siswa mengulanginya secara berulang-ulang sampai hafal.

Dalam metode ini guru bertindak sebagai drill master.11

Metode menghafal sangat berguna untuk mempertajam memori

tentang simbol-simbol diakritik dalam transliterasi. Latihan-latihan

pengucapan yang dilakukan sedikit demi sedikit, membentuk pembiasaan

siswa dalam baca tulis transliterasi dengan benar.

Akan tetapi, dalam dataran praktisnya di kelas, metode ini

terbentur dengan keadaan siswa yang bermacam-macam, karena beberapa

hal, yaitu : siswa malas untuk mengulang huruf atau kata-kata

transliterasi, hafalan siswa lemah, bekal pengetahuan Arab yang kurang

dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak heran kalau siswa SDIT Assalamah

sebagian kurang menguasai pelafalan bunyi Arab sesuai dengan makharij

al-huruf yang ada.

11 Muljanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing,, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 39

Page 15: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

88

Dalam hal tulisan, mereka memang unggul, tetapi tidak dalam hal

pelafalan. Sehingga pelajaran BTA yang bertujuan agar siswa mampu

membaca dan menulis Arab beserta transliterasinya dengan baik dan

benar, belum dapat dicapai sepenuhnya. Dalam membaca lafal Arab, siswa

harus memahami makharij al-huruf yang benar. Apabila tidak ia akan

merusak makna yang terkandung didalamnya.

Permasalahan ini, berawal dari kurangnya latihan-latihan

pelafalan yang dilakukan oleh guru.karena, siswa sangat sulit untuk

dikondisikan dalam latihan-latihan itu. Seramai atau sebandel apapun

siswa, bukanlah suatu alasan bagi guru untuk tidak melakukannya. Karena

latihan pelafalan merupakan kunci utama dalam metode ini. Dengan

begitu, siswa mampu menghafal dan melafalkan huruf dengan benar.

Penulisan tidak akan terlepas dari pelafalan. Karena dalam

penulisan ada huruf-huruf yang melambangkan bunyi dalam pelafalan.

Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam pelajaran BTA, apalagi dalam hal

ini, pelajaran BTA sangat didukung oleh pelajaran Qira`ati. Seharusnya

kedua pelajaran itu bekerja sama dalam memperbaiki bacaan sekaligus

tulisan Arab siswa. Apabila perana keduanya bisa optimal, siswa dapat

membaca lafal-lafal Arab dengan fasih sekaligus menulisnya dengan

benar.

2. Metode Kulliyyah

Metode kulliyyah adalah metode yang memandang bahasa

sebagai satu kesatuan yang menyeluruh. Pengajarannyapun haruas bersifat

menyeluruh, tidak terbagi-bagi.12 Penerapan metode ini dalam proses

pembelajaran, dimulai dengan mengajarkan kata-kata Arab secara

keseluruhan, kemudian baru mengenalkan huruf-huruf yang

merangkainya.

Metode kulliyyah sering kali dipakai di pelajaran BTA. Ketika

guru akan mengajarkan huruf Qalqalah misalnya, pertama-tama ia

12 Jassem Ali Jassem, Turuq Ta’lim al-lugah al-‘Arabiyyah li al-Ajanib,(Kuala Lumpur:

A.S Noordeen, 2001), s. 94

Page 16: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

89

menuliskan kata yang ada huruf Qalqalah dalam tulisan Arab dan

transliterasinya. Contoh, kata َيْقِبُضْوَن atau “yaqbiduna”, setelah

menuliskan kata tersebut, guru lalu membahas huruf satu persatu dari

pertama sampai terakhir. Setelah itu ia menerangkan bahwa huruf ق yang

dilambangkan dengan huruf ”q”, termasuk salah satu huruf Qalqalah.

Selama guru dapat memahami kemampuan membaca siswa,

metode ini tidak akan bermasalah. Siswa kelas I, yang perbendaharaan

katanya masih dua huruf yang terpisah, tidak akan mampu mencerna kata-

kata Arab sambung yang terdiri dari tiga huruf atau lebih. Sedangkan

siswa siswa kelas IV dan V, karena penguasaan baca tulis Arabnya sudah

jauh, maka contoh-contoh yang diambil dari tiga huruf sambung atau

lebih, sangat mudah untuk dipahami. Jelas sekali bahwa, dalam metode

kulliyyah, kemampuan siswa tidak dapat diabaikan begitu saja.

3. Metode Baca Simak

Metode baca simak, hampir diterapkan di setiap pelajaran.

Metode baca simak dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, siswa

membaca secara klasikal dan tahap kedua siswa membaca secara

individual sedang yang lainnya menyimak.13 Hal ini sesuai dengan

kesepakatan guru SDIT Assalamah dalam pembuatan Persiapan Harian

(PH), di mana guru harus melakukan penanaman konsep secara klasikal

dan siswa membaca secara klasikal pula. Kemudian dilakukan evaluasi

dengan menunjuk beberapa anak saja sedangkan yang lainnya

mendengarkan. Misalnya, guru akan mengenalkan huruf transliterasi dari

alif ( ا ) sampai kha ( خ ). Untuk penanaman konsep secara klasikal, guru

mengulang bunyi huruf yang dinilai sulit, seperti sa ( ث ), ha ( ح ), dan

kha ( خ ). Memang, dalam penanaman konsep hanya dipilih untuk materi-

materi yang sulit dan yang perlu ditekankan saja. Bukan berarti kemudian

guru tidak menerangkan materi yang lainnya, karena penanaman konsep

13 Imam Murdjito, Op. Cit,h. 24

Page 17: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

90

itu hanya berkisar antara 5 – 10 menit saja, selebihnya digunakan untuk

menerangkan keseluruhan materi.

Permasalahannya, dalam proses pembelajaran, penanaman konsep

itu tidak didukung dengan sistem evaluasi yang semestinya. Sehingga,

guru kurang mengetahui apakah siswa mampu menguasai materi yang

ditanamkannya. Ada guru yang hanya mengevaluasi secara klasikal saja.

Akibatnya, guru tidak dapat mengukur tingkat kemampuan masing-

masing siswa dalam menangkap pelajaran. Padahal, sudah seyogyanya

guru mengevaluasi secara individual apabila ingin mengetahui

keberhasilan mengajarnya. Kalaupun alokasi waktu tidak mencukupi, guru

harus menguji siswa-siswa yang dinilai kurang mampu di kelas sebelum

menyelesaikan pelajaran.

Metode ini banyak memberikan kesempatan belajar bagi siswa.

Pada saat guru menerangkan di depan kelas atau saat guru menyuruh

teman sekelasnya untuk membaca sekalipun, siswa dapat mengambil

pelajaran. Dengan kata lain, walaupun dia tidak ditunjuk untuk membaca,

ia tetap dapat belajar dengan mendengarkan melalui teman-teman

sekelasnya.

Secara garis besar, metode-metode diatas sudah diterapkan

dengan baik. Hanya saja, ada beberapa hal yang harus diperbaiki, seperti

dalam latihan-latihan pelafalan dan evaluasi proses pembelajaran.

Sehingga, masalah-masalah dalam penerapan metode diatas segera diatasi

dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran yang maksimal.

Uraian tentang masalah-masalah pendukung metode dan masalah-

masalah metode diatas, harus segera disikapi. Karena kesemuanya itu

merupakan unsur-unsur dari satu kesatuan sistem pengajaran yang saling

menguatkan satu sama lain. Keberhasilan pengajaran sudah barang tentu

tergantung kepada kekuatan unsur-unsur di dalamnya. Apabila ada satu unsur

saja yang lemah, secara otomatis kekuatan unsur-unsur itu akan melemah.

Begitu pula sebaliknya, apabila semua unsur-unsur itu kuat, proses

pengajaranpun akan mencapai tujuan yang dicanangkan.

Page 18: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

91

C. Beberapa Solusi Terhadap Problem-Problem Transliterasi dalam

Pengajaran BTA

SDIT Assalamah mempunyai potensi-potensi yang besar yang dapat

di kembangkan dalam proses belajar mengajar. Walaupun masih ada beberapa

kekurangan di sana-sini. Di era desentralisasi pendidikan, dimana kekuasaan

Pemerintah pusat dilimpahkan ke daerah, sekolah mempunyai otoritas penuh

untuk menentukan masa depannya sendiri.14 Begitu pula dalam menyikapi

masalah-masalah yang ada, pihak sekolah bisa menentukan sendiri jalannya

dengan mengoptimalkan potensi yang sudah ada.

Dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness,

Opportunity and Treath), SDIT Assalamah dapat mengatasi kekurangannya

dengan kelebihan yang dimilikinya. Sehingga kekurangan itu dapat diolah

menjadi sebuah kelebihan yang akan memperkuat posisi sekolah. Kemudian

dapat diciptakan kesempatan-kesempatan untuk maju dan menghadapi segala

tantangan yang ada. Usaha yang dapat dilakukan SDIT Assalamah adalah

sebagai berikut :

1. Optimalisasi Peran KKG

Tugas guru dalam program pengajaran adalah menjabarkan isi

kurikulum pengajaran secara lebih rinci dan operasional kedalam program

tahunan, semester, dan bulanan.15 Dalam hal ini, guru mempunyai wadah

tersendiri untuk mengaplikasikan tugas tersebut, yang disebut dengan

Kelompok Kerja Guru (KKG). KKG biasanya disesuaikan dengan bidang

studi yang diampu oleh guru. Para guru yang mengajar Bahasa Indonesia,

tergabung dalam KKG Bahasa Indonesia, sedangkan para guru yang

mengajar agama tergabung dalam KKG agama, dan seterusnya.

Kaitannya dengan pelajaran transliterasi, KKG agamalah yang

bertanggung jawab. KKG agama di SDIT Assalamah pada semester

pertama, belum berjalan aktif. Karena terbentur dengan padatnya kegiatan

14 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), cet.

3, h. 22 15 E. Mulyasa, Ibid, h. 41

Page 19: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

92

sekolah. Sehingga permasalahan-permasalahan dalam pengajaran belum

dibahas dalam dataran KKG. Permasalahan itu masih berada di pundak

masing-masing guru agama. Sampai saat ini, solusi permasalahan dalam

pengajaran transliterasi diserahkan kepada tiap-tiap guru yang

bersangkutan.

Pada dasarnya, KKG tidak membahas tehnik-tehnik mengajar

secara detail. KKG hanya membahas program semester, bulanan dan

tahunan saja. Namun, sesekali KKG juga membahas problem-problem

yang dihadapi di kelas. Apabila metode pengajaran transliterasi masih

bermasalah, apa salahnya bila diangkat dalam KKG agama ?. Agar

masalah tersebut dapat dipikul dan dicarikan jalan tengahnya bersama-

sama.

Untuk itu, KKG agama sudah seharusnya diaktifkan kembali.

Pertemuannyapun harus rutin, agar masalah-masalah yang terjadi pada

proses belajar mengajar dapat segera diatasi secara akurat. Para gurupun

nantinya dapat menyamakan visi dan misi dalam pengajaran, sehingga

mereka bersatu padu dalam pencapaian tujuan daripada pengajaran.

2. Pengajaran Transliterasi yang Proporsional

Langkah ini, tidak lain untuk menjaga keseimbangan antara

pengaruh huruf Arab dan transliterasinya pada siswa. Pengajaran yang

tidak proporsional akan merugikan salah satu pihak. Apabila transliterasi

terlalu banyak dipergunakan, bisa jadi para siswa akan selalu tergantung

kepadanya dalam membaca lafal-lafal Arab. Merekapun akan malas untuk

membaca huruf Arab asli. Begitu pula sebliknya, apabila guru hanya

mengajarkan huruf Arab, maka ketika siswa menjawab latihan menyalin

huruf Arab ke dalam huruf Latin, pasti akan merasa kesulitan. Oleh karena

itu, keduanya harus diajarkan sesuai porsi yang dibutuhkan siswa.

3. Baca Tulis Arab Harus Dikuasai Sebelum Penguasaan Transliterasinya

Bagaimanapun juga, huruf Arab harus dikuasai terlebih dahulu

sebelum siswa menguasai transliterasi. Bukan berarti penguasaan

Page 20: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

93

transliterasi tidak penting, tapi pengajarannya seharusnya tetap mengikuti

langkah-langkah pengajaran huruf Arab asli.

Walaupun transliterasi sudah dibakukan, tidak berarti ia

dibekukan. Tetapi, pada suatu saat nanti dapat berubah-ubah sesuai

kebutuhan masyarakat pada saat itu. Dengan demikian transliterasi Arab-

Latin yang berlaku sekarang akan berubah dalam lima atau sepuluh tahun

yang akan datang. Secara otomatis, siswapun kelak akan mempelajari

pedoman baru yang berbeda dengan pedoman yang ada pada saat ini.

Huruf Arab, sampai kapanpun, tidak akan berubah. Pelafalannya

tetap sesuai prinsip-prinsip kebahasaan. Sehingga, siswa yang sudah

menguasai baca tulis Arab, dengan bentuk apapun bunyi huruf itu akan

dilambangkan, siswa tidak akan merasa kesulitan.

4. Optimalisasi Kreatifitas Guru

Usaha optimalisasi kreatifitas guru akan menjawab permasalahan

pemilihan metode pengajaran dan keterbatasan alat peraga bantu dalam

proses belajar mengajar di kelas. Kreatifitas merupakan salah satu

kompetensi yang harus dikuasai oleh guru. Sehingga, guru tidak akan

mudah menyerah apabila ada kendala-kendala yang menghambat proses

pembelajaran.

Dalam penerapan metode pengajaran yang digunakan dalam suatu

proses belajar mengajar, guru sebaiknya tidak hanya memakai satu metode

saja. Akan tetapi, dalam satu jam pertemuan, guru bisa mengkombinasikan

beberapa metode yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Selama

metode itu tidak bertentangan, tidak akan menimbulkan masalah apa-apa.

Dalam rangka mengenalkan transliterasi kepada siswa, guru sebaiknya

tidak hanya memakai metode baca simak saja, akan tetapi bisa dipadu

padankan dengan metode audio lingual atau yang lainnya. Dengan ini,

pelajaran di kelas tidak akan monoton dan membosankan.

Pengadaan sarana prasarana yang terbatas, seyogyanya tidak akan

menghentikan langkah-langkah guru dalam mengajar. Seharusnya itu bisa

Page 21: BAB IV ANALISA PROBLEM-PROBLEM TRANSLITERASI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · lagu dan bacaannya harus sesuai dengan makhraj huruf-huruf Arab

94

merangsang daya kreatifitas dalam mencari alternatif-alternatif lain yang

bisa dijangkau oleh kemampuannya. Sarana prasarana dalam proses

belajar mengajar tidak harus bagus dan mahal, yang penting adalah

kegunaannya dalam mendukung pencapaian tujuan pengajaran. Secanggih

apapun alat yang ada, bila tidak digunakan semestinya oleh guru, tak

ubahnya seperti besi tua yang tidak bermanfaat sama sekali. Dengan

ilustrasi ini, sebenarnya berpengaruh atau tidaknya alat peraga bantu

dalam proses belajar mengajar tergantung pada kreatifitas guru yang

menjalankannya. Kertas manilapun, dengan sedikit sentuhan, akan

menjadi alat peraga yang baik apabila diolah dengan kreatifitas yang

dimiliki guru.

5. Penambahan Alokasi Waktu

Untuk memberikan keleluasaan pada guru yang mengajar dan

siswa yang belajar, alokasi waktu BTA, sebaiknya ditambah. Karena,

dalam pelajaran BTA, materi yang harus disampaikan tidak hanya baca

tulis Arab saja, akan tetapi juga transliterasinya. Durasi waktu 30 menit,

masih begitu sempit untuk mengajarkan dua materi itu sekaligus. Begitu

pula untuk menerapkan beberapa metode dan penggunaan alat peraga

bantu, sudah barang tentu akan sangat terbatas dengan padatnya materi

BTA. Dengan demikian, proses belajar mengajar dapat berjalan

sebagaimana mestinya. Guru dan siswapun akan lebih nyaman dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Usaha-usaha di atas, dapat menjadi alternatif-alternatif jalan keluar

dalam permasalahan pengajaran transliterasi, khususnya dalam pemilihan

metode pengajaran. Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada, SDIT

Assalamah dapat memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Suatu lembaga

tidak akan jatuh hanya karena menyadari kekurangan-kekurangannya. Bahkan

namanya akan bertambah besar di mata masyarakat, karena selalu

memperbaiki setiap kekurangan yang ada.