bab iv analisa kasus

8
 BAB III ANALISA KASUS 3.1 Analisis Berdasarkan Anamnesa  Edema Berda sarkan anamnesa, pasien datang dengan keluhan utama edema pada kedua ekstremitas inferior yang dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Bengkak tidak berkurang atau bertambah dengan berjalan dan istirahat. Bengkak tidak disertai nyeri. Pada pemeriksaan fisik dijumpai “pitting oedem”  pada kedua ekstremitas inferior. Edema dapat timbul akibat tekanan koloid osmotik plasma yang menurun atau tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat. ekanan osmotik plasma adalah tekana n yan g mempert aha nka n !air an did alam pembul uh dar ah den gan !ara menarik !airan dari ruang intersrtitial. ekanan hidrostatik adalah tekanan yang men dor ong !air an dar i pla sma ker uang int erst iti al. ek anan kol oid osmoti k  plasma dapat berkurang akibat terjadinya kerusakan hepar seperti pada sirosis hati. Pada sirosis hepatik hati tidak dapat mensintesis protein, sedangka n protei n terutama albumin sangat berperan dalam mempertahankan tekanan koloid osmotik  plasma, sehingga pada sirosis hepatik dapat terjadi edema. ek ana n kol oid osmoti k pla sma jug a dap at ber kur ang pad a sindroma nef rot ik. Pada sindroma nef rot ik, gin jal mengal ami “kebo!o ran” sehi ngg a albumin yang dalam keadaan normal tidak dapat diekskresi oleh ginjal, pada sindroma nefrotik akan terbuang bersama urin. "kibatnya kandungan albumin did alam pla sma aka n ber kur ang sehing ga terj adi penuru nan teka nan kol oid osmot ik plasma . #al ini meny ebabka n timb ulnya edema. e kanan hidrostatik kapiler dapat meningkat pada hambatan aliran darah $ena seperti yang terjadi  pada gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, tekanan darah $ena menin gkat yang akan diiku ti denga n penin gkatan tekanan hidrostatik kapiler. %ai ran aka n did orong dari pla sma ker uan g int erst itia l sehi ngga !ai ran aka n tertimbun dijaringan interstitial maka terjadilah edema. 11

Upload: pupuliciouz

Post on 05-Oct-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sirosis hepatis dan efusi pleura

TRANSCRIPT

BAB IIIANALISA KASUS

3.1 Analisis Berdasarkan AnamnesaEdemaBerdasarkan anamnesa, pasien datang dengan keluhan utama edema pada kedua ekstremitas inferior yang dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Bengkak tidak berkurang atau bertambah dengan berjalan dan istirahat. Bengkak tidak disertai nyeri. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pitting oedem pada kedua ekstremitas inferior.Edema dapat timbul akibat tekanan koloid osmotik plasma yang menurun atau tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat. Tekanan osmotik plasma adalah tekanan yang mempertahankan cairan didalam pembuluh darah dengan cara menarik cairan dari ruang intersrtitial. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang mendorong cairan dari plasma keruang interstitial. Tekanan koloid osmotik plasma dapat berkurang akibat terjadinya kerusakan hepar seperti pada sirosis hati. Pada sirosis hepatik hati tidak dapat mensintesis protein, sedangkan protein terutama albumin sangat berperan dalam mempertahankan tekanan koloid osmotik plasma, sehingga pada sirosis hepatik dapat terjadi edema. Tekanan koloid osmotik plasma juga dapat berkurang pada sindroma nefrotik. Pada sindroma nefrotik, ginjal mengalami kebocoran sehingga albumin yang dalam keadaan normal tidak dapat diekskresi oleh ginjal, pada sindroma nefrotik akan terbuang bersama urin. Akibatnya kandungan albumin didalam plasma akan berkurang sehingga terjadi penurunan tekanan koloid osmotik plasma. Hal ini menyebabkan timbulnya edema. Tekanan hidrostatik kapiler dapat meningkat pada hambatan aliran darah vena seperti yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, tekanan darah vena meningkat yang akan diikuti dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Cairan akan didorong dari plasma keruang interstitial sehingga cairan akan tertimbun dijaringan interstitial maka terjadilah edema.

AsitesPada pasien ini juga terjadi pembesaran pada abdomen yang timbul secara perlahan sejak 8 bulan yang lalu. Pembesaran yang terjadi membuat pasien sulit bernapas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai distensi pada abdomen dan shifting dullness positif yang menandakan terjadinya asites. Asites dapat muncul pada setiap golongan usia, termasuk dalam kandungan. Penyebab dari asites yang tersering adalah sirosis hati. Hampir sekitar 80% kejadian asites disebabkan oleh sirosis hati. Penyebab lainnya adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronik, yang mengakibatkan retensi air dan garam. Pada beberapa kasus, terjadi peningkatan tahanan vena porta akibat sumbatan pada pembuluh porta. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan tahanan porta tanpa sirosis, misalnya pada kasus adanya tumor di dalam perut yang menekan vena porta; atau adanya sumbatan karena gumpalan darah seperti pada kasus Budd Chiari syndrome. Asites juga dapat dijumpai pada kasus keganasan. Asites pada penyakit pankreas biasanya muncul pada pankreatitis lama. Pada anak-anak, asites biasanya disebabkan oleh penyakit hati dan ginjal.

Efusi PleuraPembesaran abdomen yang terjadi pada pasien ini,juga disertai dengan keluhan kesulitan bernapas. Pada pemeriksaan fisik thoraks juga didapatkan fremitus vokal paru kanan lebih lemah dibandingkan paru kiri dan melemahnya suara napas vesikuler di paru kanan. Kesulitan bernapas, fremitus vokal yang melemah serta penurunan suara napas vesikuler pada paru kanan dapat disebabkan oleh efusi pleura. Cairan dalam rongga pleura tersebut menghalangi getaran suara mencapai dinding toraks sehingga vocal fremitus melemah. Adanya cairan menyebabkan bising ketok redup saat diperkusi. Bunyi pernapasan yang lemah juga dapat disebabkan efusi pleura, karena cairan merupakan rintangan bagi bising vesikuler, serta adanya efusi mengakibatkan alveolus tidak dapat mengembang dengan luas. Efusi pleura dibagi atas efusi pleura transudatif dan efusi pleura eksudatif. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh bocornya cairan ke rongga pleura yang disebabkan oleh konsentrasi protein yang rendah atau tekanan darah yang tinggi, seperti pada keadaan gagal jantung kiri atau sirosis hati. Sedangkan efusi pleura eksudatif seringkali merupakan hasil peradangan pleura, pada keadaan seperti pneumonia dan tuberkulosis, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih mudah ditembus, memungkinkan cairan bocor ke luar dan berkumpul diantara dua lapisan pleuraEfusi pleura yang timbul bersamaan dengan asites terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan pleura dan asites, karena terdapat hubugan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma. Kebanyakan efusi menempati pleura kanan (70%) dan efusi bisa juga terjadi bilateral. Penegakan diagnosis efusi pleura dapat diperkuat dengan hasil radiologi. Dari foto toraks, didapatkan gambaran penumpulan sudut kostofrenikus kanan pada foto posteroanterior.

BatukPada pasien ini, terdapat batuk berdahak dengan dahak berwarna putih kekuningan, kemudian terdapat rhonki basah halus pada kedua lapangan paru dan pada foto thoraks didapatkan peningkatan corakan paru dengan kesimpulan pneumonia. Pneumonia adalah salah satu komplikasi tersering terutama pasien dengan riwayat tirah baring lama di RS. Salah satu gejala pneumonia adalah batuk. Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis hepatis, kondisi badan pasien akan menurun sehingga timbul beberapa infeksi. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, TB paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi. JaundicePasien juga mengeluhkan kedua mata terlihat kuning. Kuning muncul perlahan-lahan. Riwayat kuning di seluruh tubuh disangkal. Namun menurut pengakuan keluarga, pasien memiliki riwayat sakit kuning pada saat usia pasien 5 tahun. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan skelera ikterik pada kedua mata. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. Pasien ini memiliki riwayat jaundice saat usia 5 tahun, namun tidak ada riwayat berobat. Diduga pada pasien sebelumnya terjadi hepatitis yang menjadi salah satu penyebab timbulnya sirosis hepatis. Sedangkan jaundice yang terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis, menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati. Pada umunya makin berat ikterus, berarti makin memburuk fungsi sel hati

BAK pekat Warna urine yang normal adalah kuning cerah, warna ini disebabkan oleh karena zat bernama Bilirubin, apabila urine berwarna kuning tua seperti air teh, harus dicurigai adanya gangguan pada metabolisme bilirubin. Urine berwarna seperti teh juga bisa terjadi akibat mengonsumsi zat karoten berlebihan (zat ini paling banyak terkandung dalam buah tomat dan wortel). Warna kuning agak tua bisa juga diakibatkan meminum vitamin B kompleks, tetapi kuningnya agak terang dan muda dibandingkan ikterus.Kadar bilirubin yang meningkat dapat disebabkan oleh karena produksi yang meningkat (pada keadaan dimana pemecahan sel darah merah/erytrocite yang berlebihan), adanya gangguan fungsi hati, dan gangguan pengeluaran bilirubin. Penyebab paling banyak adalah gangguan fungsi hati contohnya Hepatitis, Sirosis hati, Perlemakan hati, Kanker hati, dan gangguan lainnya. Penyebab lainnya adalah sumbatan pada saluran empedu (bisa oleh batu atau tumor), sehingga bilirubin tidak bisa keluar dan mengakibatkan kadar bilirubin meningkat.

BAB hitamPada sirosis hati terdapat jaringan parut yang dapat menghalangi jalannya darah yang akan kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika terjadi penekanan dalam vena portal meningkat, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung.Akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkan vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices. Semakin tinggi tekanan yang terjadi maka varises-varises dan lebih mungkin seorang pasien mengalami perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung. Perdarahan dari varices tersebut akan menunjukkan gejala seperti : Muntah darah (muntah yang berupa darah merah yang bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau disebabkan oleh efek dari asam pada darah) Warna feces/kotoran yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika kotoran atau sisa makanan yang akan dibuang tercampur bakteri kemudian merubah warna dan tekstur feces menjadi hitam dan ter yang diolah terlebih dahulu dalam usus yang disebut dengan melena. Sering pingsan atau kepeningan orthostatic yang disebabkan tekanan darah yang semakin menurun atau tekanan darah rendah, hal ini akan terjadi ketika duduk atau dalam suatu posisi berbaring terlalu lama.

3.2 Analisis Hasil Pemeriksaan PenunjangPada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada serum pasien dengan peningkatan SGOT yang lebih tinggi dibanding dengan peningkatan SGPT. Selain itu, ditemukan juga peningkatan bilirubin total, bilirubin indirek, dan bilirubin direk. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan pada pasien ini. Kadar alkali phosphatase masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin dalam darah. Sementara dari pemeriksaan elektrolit darah ditemukan penurunan kadar natrium. Pemeriksaan hematologi pada pasien ini menunjukkan penurunan kadar hemoglobin dan hasil morfologi darah tepi didapatkan normokrom normositer. dengan nilai MCV yang meningkat dan MCHC yang masih dalam batas normal. Dimana hal ini menunjukkan adanya anemia ringan normokromik makrositer, yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna. Selain anemia, ditemukan juga penurunan kadar trombosit atau trombositopenia pada pasien. Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta. Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.1,7 Berdasarkan pemeriksaan USG abdomen pada pasien ini didapatkan kesan berupa adanya hepatosplenomegali dengan tanda-tanda penyakit hati kronis yang disertai ascites yang merupakan salah satu tanda dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan foto thoraks dengan gambaran penumpulan dari sinus costofrenicus pada toraks kanan yang menandai adanya efusi pada pleura kanan. Pemeriksaan CT Scan abdomen juga dilakukan pada pasien ini dengan kesimpulan asites subdiafragma kanandan kiri hingga kavum pelvis, splenomegali dan sirosis hepatis.

3.3 Analisis PenatalaksanaanPenatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis. Pada kasus ini, pasien diberikan diet lunak tinggi protein, rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1,5 liter per hari. Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2000 kkal/hari. Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami pasein tidak memberat. Diet cair diberikan karena pasien mengalami perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan pecahnya varises adalah makanan yang keras dan mengandung banyak serat. Pada asites pasien harus melakukan tirah baring dan terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretic yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 25 mg/12 jam. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid dapat ditambah hingga dosis maksimal 160mg/hari. Parasintesis asites dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya pengeluarannya mencapai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.1 Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi spironolakton dosis 25 mg/12 jam dan furosemide dosis 7,5 mg/12 jam. Selain itu, pemberian tranfusi albumin juga dilakukan sebanyak 1 kolf setiap harinya. Sementara itu, pemberian antibiotik spektrum luas yaitu ceftriaxon 750 mg/12 jam dilakukan untuk terapi pneumonia dan mencegah terjadinya infeksi sekunder lain pada pasien.

18