analisa kasus pasar modal bakrie

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakan g Ma salah Salah satu prasyarat dari pencapaian Visi Indonesia 2030 adalah harus adanya penegakan etika bisnis yang konsisten. Hal ini dirasa penting karena  penyebab terpuruknya ekonomi Indonesia salah satunya karena para konglomerat di Indonesia yang dalam menjalankan bisnisnya tidak mengabdi  pada kepentingan nasional dan mengabaik an etika bisnis. Reformasi yang tiba di Indonesi a seir ing deng an dat angny a bada i krisis meman g berhasil memaks a sang dictator turun 32 tahun Soeharto turun keprabon tapi tak semua masalah langsung bisa dibereskan. Sebagian besar mas lah! mas alah yang bers ifa t fundamental just ru tak ters entu h refo rma si. Salah satu seb abnya ada lah hil angny a kes empatan me refor ma si si st em ekonomi dengan kreati"itas sendiri # . Sehingga konsep perekonomian hanya tergantu ng pada beberapa kekuata n besar dan karena kekuatanny a yang besar itu banyak nilai!nilai etika yang tidak diabaikan karena selain mempunyai kekuatan ekonomi dia juga memiliki kekuatan politik. $an pada akhirnya negara yang dirugikan. %onsep etika bisnis yang didalamnya mengandung prinsip otonomi  prinsip kejujuran prinsip tidak berbuat jahat prinsip keadilan dan hormat kepada diri sendiri jelas merupakan suatu konsep yang sifatnya uni"ersal bagi ma nus ia ya ng berad ab dan sudah seharusnya konsep terse but di jad ika n  pemandu didalam perg aulan bisnis sehari!h ari. &ntuk mendukung penegakan etika bisnis 'ajelis (ermusya)aratan Rakyat telah mengeluarkan %etetapan '(R *o. VI+'(R+200# tentang ,tika %ehidupan -erbangsa didalamnya juga mengatur tentang etika ekonomi dan  bisnis. Hal ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi baik oleh  perseorangan institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi yang be rcir ikan pe rsa ing an yang juj ur berkeadilan men doron g #  Ishak Rafick Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia &fuk (ublishing House akarta 200/ hlm. "ii #

Upload: takum-abdul-rohim

Post on 15-Oct-2015

351 views

Category:

Documents


69 download

DESCRIPTION

Pasar Modal

TRANSCRIPT

BAB I

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Salah satu prasyarat dari pencapaian Visi Indonesia 2030 adalah harus adanya penegakan etika bisnis yang konsisten. Hal ini dirasa penting karena penyebab terpuruknya ekonomi Indonesia salah satunya karena para konglomerat di Indonesia yang dalam menjalankan bisnisnya tidak mengabdi pada kepentingan nasional dan mengabaikan etika bisnis.

Reformasi yang tiba di Indonesia seiring dengan datangnya badai krisis, memang berhasil memaksa sang dictator turun 32 tahun Soeharto turun keprabon, tapi tak semua masalah langsung bisa dibereskan. Sebagian besar maslah-masalah yang bersifat fundamental justru tak tersentuh reformasi. Salah satu sebabnya adalah hilangnya kesempatan mereformasi sistem ekonomi dengan kreativitas sendiri. Sehingga konsep perekonomian hanya tergantung pada beberapa kekuatan besar, dan karena kekuatannya yang besar itu banyak nilai-nilai etika yang tidak diabaikan, karena selain mempunyai kekuatan ekonomi dia juga memiliki kekuatan politik. Dan pada akhirnya negara yang dirugikan.

Konsep etika bisnis, yang didalamnya mengandung prinsip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip tidak berbuat jahat, prinsip keadilan dan hormat kepada diri sendiri, jelas merupakan suatu konsep yang sifatnya universal bagi manusia yang beradab, dan sudah seharusnya konsep tersebut dijadikan pemandu didalam pergaulan bisnis sehari-hari.

Untuk mendukung penegakan etika bisnis, Majelis Permusyawaratan Rakyat telah mengeluarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, didalamnya juga mengatur tentang etika ekonomi dan bisnis. Hal ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi baik oleh perseorangan, institusi, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasan kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan.

Dengan pedoman etika ini diharapkan mampu mencegah terjadinya parktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat dan keadilan, serta menghindarkan perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan. Namun sayangnya, pedoman yang baik tersebut belum tersosialisasi pada masyarakat, sehingga sampai saat ini masalah etika bisnis belum penting oleh organisasi pengusaha dan pelaku bisnis Indonesia.

Sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1990 an, masalah corporate governance mendapatkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat dan pemerintah. Hal ini karena adanya anggapan bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan yang ada di Indonesia, yang secara lansung juga menyebabkan terjadinya krisis moneter tersebut, adalah karena kurang diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) didalam banyak perusahaan di Indonesia.

Selain itu tuntutan atas adanya penerapan good governance itu juga telah merupakan salah satu isu untuk menarik minat masuknya modal asing kedalam pasar modal suatu negara. Sehingga makin baik penerapan prinsip-prinsip good governance juga merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal. Salah satu tema utama good governance adalah masalah keterbukaan. Good corporate governance merupakan konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor

Peristiwa jatuhnya harga saham Perusahaan dibawah naungan Bakri Group, telah membuka mata para investor pasar modal dan memberikan pelajaran berharga, bahwa penerapan Etika Bisnis sangatlah penting untuk menghindari terjadinya skandal dan berbagai bentuk pelanggaran pada perusahaan. Kejadian tersebut tidak saja berdampak pada perusahaan, melainkan turut menimbulkan ketidak percayaan publik terhadap para profesional yang turut menyusun laporan keuangan yang menyesatkan publik tersebut. Sekali pencipta pasar seperti PT. Bumi Resouces Tbk. Kehilangan kredibilitasnya dimata pembeli dan penjual potensialnya, maka pembeli dan penjual tersebut akan secara cepat memindahkan bisnis mereka kepihak lain yang bisa diandalkan. Menurut Direktorat Pajak, tiga perusahaan milik grup Bakrie diduga menggelapkan pajak sebesar Rp 2,1 triliun. Rinciannya, PT Bumi Resources sebesar Rp 376 miliar, PT Kaltim Prima Coal sebesar Rp 1,5 triliun, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 39 juta.

Sebagai sebuah perusahaan Publik, ketiga perusahaan tersebut haruslah menjalankan prinsip-prinsip good corporate governance agar tudingan-tudingan miring seperti adanya dugaan penggelapan pajak bisa teratasi yakni dengan melakukan tranparasi dan keterbukaan informasi. Bagi perusahaan yang telah berstatus sebagai perusahaan yang akan dan telah go-public di pasar modal, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan perusahaan merupakan keharusan mutlak yang telah diatur dalam berbagai regulasi, untuk perlindungan bagi investor di pasar modal, di samping untuk menunjang keberlangsungan (sustainability) perusahan itu sendiri.

Laporan keuangan yang berkualitas dan disajikan secara tepat waktu adalah salah satu pilar dari prinsip transparansi.Tercapainya laporan keuangan yang transparan dan akuntable di Pasar Modal Indonesia merupakan tanggung jawab semua pihak terkait, dan bukanlah semata tugas dan tanggungjawab akuntan publik.

Pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk mendorong terciptanya laporan keuangan yang transparan dan akuntable harus bekerja sama secara sinergis. Pihak-pihak tersebut antara lain:

1. Regulator, yang secara persisten mendorong pengungkapan informasi keuangan yang handal.2. Dewan Standar Akuntansi, yang menentukan standar yang relevan dan dapat diandalkan untuk industri, khususnya yang berkaitan dengan transaksi-transaksi keuangan yang kian kompleks.3. Direksi dan manajemen perusahaan, yang memiliki pemahaman yang memadai terhadap Standar Akuntansi Keuangan dan secara konsisten menerapkan standar tersebut.4. Organ pengawas perusahaan, yang secara efektif menerapan asas check and balance sehingga tercapai mekanisme pengawasan internal yang efektif5. Akuntan publik, yang profesional dalam melakukan audit sesuai dengan standar audit yang memenuhi kualifikasi global6. Komitmen semua pihak untuk dapat menjalankan fungsi masing-masing secara jujur.

Kejahatan penggelapan pajak sangat merugikan masyarakat karena pembiayaan APBN Indonesia sangat bergantung pada pemasukan dari sektor pajak. pembiayaan APBN yang menentukan penghidupan rakyat Indonesia 80 persennya diperoleh dari pemasukan pajak, bukan dari minyak atau hasil hutan, sehingga kejahatan penggelapan atau manipulasi pajak sangat merugikan kepentingan rakyat luas. Setiap pelaku penggelapan pajak yang dijatuhi putusan penjara tidak serta-merta bebas dari kewajibannya membayar pajak. Dikatakan bahwa setelah putusan dijatuhkan, Ditjen Pajak akan mengeluarkan surat penagihan. Jika kewajiban tidak dipenuhi pelaku, akan dikeluarkan surat penagihan paksa.

Upaya penegakan hukum yang adil dan beribawa mutlak diperlukan dalam menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak ini, karena nantinya public akan mengetahui bagaimana kisah yang sebenarnya dari kasus ini dan public juga mengetahui bagaimana proses penegakan hukum dibidang pasar modal itu sendiri. Penyelesaian kasus ini harus dijauhkan dari ketegangan politik yang ada. Mengutip kata teori dari Lawrence M. freidman, ada tiga faktor penegakan hukum yakni:1. Subtansi hukum terkait dan bersangkut paut dengan peraturan per undang-undangan.2. Struktur hukum terkait dengan bersangkut-paut dengan aparat penegak hukum3. Budaya hukum terkait dengan kesadaran hukum masyarakat.

B. Masalah Pokok1. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance dalam menyampaikan keterbukaan informasi yang akurat dalam hal pajak di perusahaan Bakri Group?2. Bagaimana penegakan hukum terhadap masalah penggelapan Pajak yang terjadi di Perusahaan Bakri Group?BAB II

PEMBAHASANA. Penerapan Prinsip Penyampaian Informasi yang AkuratGlobalisasi ekonomi dan perdagangan bebas merupakan trend dan perkembangan terpenting saat ini. Bagi negara-negara tertentu, memasuki era perdagangan bebas memerlukan persiapan, misalnya mengefektifkan dan mengefisienkan perekonomian adalah suatu prasyarat kondisional. Belajar dari krisis keuangan dan ekonomi di Asia, lembaga-lembaga keuangan internasional seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), International Monetary Fund (IMF), Consultative Group on Indnesia (CGI) berkesimpulan bahwa penerapan GCG adalah hal yang cukup mendesak untuk segera di implementasikan oleh kalangan pelaku usaha dan solusi bagi krisis. Secara historis, Corporate Governance (CG) adalah suatu konsep yang telah lama dirintis dan dijalankan oleh kalangan pakar hukum bisnis dan pelaku bisnis di negara-negara Anglo-Saxon dan beberapa negara-negara eropa.Keterbukaan atau transparasi merupakan prinsip dari Good Corporate Governance yang diakomodasikan kedalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal. Pedoman GCG ref. 4.0 memasukkan prinsip keterbukaan yang mensyaratkan ketepatan waktu dan akurasi informasi. Perseroan mempunyai kewajiban mengungkapkan informasi penting dalam laporan berkala dan laporan peristiwa penting perseroan kepada pemegang saham dan instansi pemerintah yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan secara obyektif. Prinsip wajib mengungkapkan informasi penting terakomodasi dalam:1. Keharusan melakukan transaksi secara jujur,benar dan demi kepentingan semua pemegang saham dan larangan melakukan transaksi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu (Peraturan Bapepam No. IX .E.1. tentang benturan Kepentingan Transaksi Tertentu)

2. Kewajiban untuk menyampaikan penggunaan dana yang diperoleh dari penawaran umum kepada public ( Peraturan Bapepam No. X.K.4. Tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum)3. Keharusan menyampaikan informasi kepada otoritas pasar modal, bursa dan publik yang berkaitan dengan proses pengambilalihan oleh pihak pengambil alih ( Peraturan Bapepam No. IX.H.1. tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka)

4. Kewajiban pihak penawar untuk menyampaikan informasi kepada otoritas pasar modal, bursa dan publik sehubungan dengan upaya pembelian saham perusahaan terbuka ( Peraturan Bapepam No. IX.F.1. tentang penwaran umum)5. Prinsip kecepatan penyampaian informasi atau fakta material atau peristiwa yang mungkin berpengaruh kepada harga efek kepada publik ( Peraturan Bapepam No. X. K.1. Tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera di Umumkan kepada Publik)6. Surat Keputusan Ketua Bapepam No. S-456/PM/1991 perihal Pembelian Saham atau Penyertaan pada perusahaan lain.

7. Prinsip ketepatan waktu dan akurasi termaktub dalam peraturan Bapepam No. VIII.G.7. Tentang Pedoman Penyajian Laporan keuangan.

8. Kewajiban menyampaikan laporan keuangan (Peraturan Bapepam No.X.K.2. tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Berkala.

9. Surat Keputusan Ketua Bapepam No. S-298/PM/1993 perihal kewajiban Menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasi.

10. Prinsip keseragaman informasi untuk rencana RUPS (Peraturan Bapepam No. IX.1.1. tentang rencana dan pelaksanaan rapat umum Pemegang Saham. Peraturan Bapepam No.IX.C.3. tentang Pedoman mengenai bentuk dan isi propektus dalam rangka penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu (HMTED).11. Surat Edaran Bapepam No. SE-05/PM/1996

Operasional dari prinsip full disclosure dapat dikategorikan kedalam dua fase, yaitu masa pra-listing dan masa pasca-listing. Fase pra-listing dimulai pada saat perusahaan ingin melakukan go public. Proses go publik itu sendiri sudah mengharuskan emiten terbuka, dan siap untuk diacak-acak oleh yang berkepentingan. Keterbukaan pada masa pra listing,umumnya terefleksi dari prospektusnya. Sedangkan keterbukaan setelah listing, tercermin dalam laporan berkala yang wajib disampaikan oleh perusahaan publik kepada Bapepam dan mengumumkan laporan tersebut kepada masyarakat, vide Pasal 86 ayat (1) sub a Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995. Disamping itu, perusahaan public juga wajib menyampaikan laporan secara insedentil, case by case kepada Bapepam dan mengumumkannya kepada masyarakat tentang adanya peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya pada hari akhir kerja kedua setelah terjadinya peristiwa tersebut. Jadi, setiap perusahaan public memang harus membuat laporannya dan ini telah merupakan aturan yang berlaku dimana-mana. Beberapa karakteristik dari doktrin transparasi adalah:a. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi

b. Prinsip kelengkapan informasi

c. Prinsip keseimbangan antara faktor positif dan faktor negatif.

Organization for Economic Cooporation and Develpoment merumuskan paling sedikit empat unsur penting dalam prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), yang semuanya bermuara pada prinsip keterbukaan (disclosure). Keempat prinsip tersebut adalah:

1. fairness (keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham. Termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

2. Tranparency (transparasi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan.

3. Accountability (akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.

4. Responsibility (pertanggung jawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.

Dengan adanya dugaan skandal penggelapan pajak yang cukup besar, maka dari sini kita bisa melihat bahwa emiten tidak memberikan informasi yang benar mengenai berapa besar yang belum dibayarkan kepada negara. Terlihat dengan jelas bahwa prinsip tersebut belum mendapatkan komitmen yang tegas dari Bapepam, sehingga muncul peluang untuk diselewengkan oleh emiten. Misalnya, upaya merekayasa laporan financial melalui akuntan publik khususnya masalah pajak. Untuk yaitu perlu dibuat aturan yang tegas mengenai aturan main dalam pembuatan laporan keuangan oleh akuntan dalam bidang go public. Sehingga ketiga prinsip dari doktrin transparasi tersebut dapat terwujud.Adanya perbedaan data-data mengenai pajak didalam propektus perusahaan-perusahaan dibawah naungan bakri group dengan Ditjen Pajak merupakan bukan rahasia umum lagi. Propektus bukan lagi merupakan sarana transparasi, tetapi lebih merupakan ajang promosi, yang memoles lipstick di bibir. Ditambah lagi seperti yang termuat didalam Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, dalam mengatur isi prospectus, tampaknya pemerintah lebih berkepentingan dengan klausula cuci tangan Bapepam berbunyi Bapepam tidak memberikan pernyataan menyetujui, dan seterusnya.1. Sekilas Tentang Penggelapan Pajak

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak membutuhkan kerelaan wajib pajak. Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam hal ini.Mengingat pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :

a. Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.

b. Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;

c. Transaksi export fiktif,

d. Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan

Jika dianalogikan pajak dengan karcis tol, Jika melewati jalan tol namun tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita menghindari untuk membayar karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak. Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol adalah cara yang legal.

Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah loophole- yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang paling sedikit namun tetap dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.

Selain menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, langkah-langkah penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :a. Memilih Bentuk usaha yang memiliki tarif Pajak terendahb. Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan, c. Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak terendah. d. Memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar

Pada dasarnya kewajiban pajak perusahaan dihitung berdasarkan laba bersih yang diperoleh selama satu periode (satu tahun pajak). Laba bersih perusahaan dihitung berdasarkan laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan. sebagai gambaran, laporan laba rugi yang disusun oleh perusahaan :UraianJumlah (Rp)

Penjualan10.000.000

Harga Pokok Penjualan6.000.000

Laba Bruto4.000.000

Biaya Operasional :

- Biaya Pemasaran (Promosi, sponsorship dll) 1.000.000

- Biaya Gaji karyawan900.000

- Biaya Operasional lainnya1.500.000

Sub total Biaya Operasional3.400.000

Laba Bersih600.000

PPh terutang 30%180.000

Laba Bersih setelah Pajak420.000

Dalam contoh tersebut laba bersih perusahaan sebelum pajak sebesar Rp 600.000. PPh yang terutang sebesar Rp 180.000 sehingga laba bersih setelah pajak yang dapat diinvestasikan kembali- atau dibagikan kepada pemilik sebagai dividen sebesar Rp 420.000Dalam ilustrasi perhitungan PPh di atas, diasumsikan bahwa seluruh biaya operasional perusahaan dapat dibebankan/ diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan. Sehingga pajak yang terutang dihitung berdasarkan laba bersih.Sayangnya, sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku terdapat berbagai macam biaya yang meskipun secara akuntansi komersial dan bisnis- memang dikeluarkan oleh perusahaan untuk keperluan usaha; namun tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung PPh terutang atau menjadi non deductable expenses.Secara umum, pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan secara fiskal (deductable expenses) adalah pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Pengeluaran biaya tersebut dilakukan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta didukung dengan bukti yang memadai (valid & reliable).Meskipun pengeluaran yang dilakukan perusahaan benar-benar berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, secara internal-pun sudah diakui kebenaran transaksi tersebut, sepanjang pengeluaran tersebut tidak didukung adanya bukti transaksi yang memadai, bukti transaksi yang valid dan reliable maka sesuai dengan ketentuan perpajakan, pengeluaran tersebut menjadi non deductable expenses.Berbicara mengenai bukti kebenaran suatu transaksi, akuntansi mencatat suatu transaki yang telah lewat kejadiannya (historical data), satu-satunya alat yang dapat membuktikan bahwa transaksi tersebut benar adanya, yaitu dengan adanya dokumen yang valid dan reliable. Selain dokumen, tentu saja adanya internal kontrol yang kuat yang dapat mencegah terjadinya transaksi-transaksi yang tidak benar juga diperlukan. Meskipun secara akuntansi komersial, suatu transaksi telah dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan dokumen- yang ada, ketentuan perpajakan belum tentu menerima hal tsb.Dalam ilustrasi perhitungan PPh di atas, diasumsikan bahwa semua biaya operasional dapat diakui sebagai pengurang penghasilan seluruhnya sehingga PPh terutang dihitung berdasarkan laba bersih. Apabila atas biaya operasional perusahaan tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal menjadi non deductable expenses-, maka perhitungan pajak dilakukan berdasarkan laba bersih setelah ditambah dengan pengeluaran yang merupakan kelompok non deductable expenses.Jika dalam ilustrasi perhitungan di atas, komponen biaya pemasaran tidak didukung bukti pengeluaran yang valid misalnya, selain itu juga terdapat biaya entertainment yang tidak didukung daftar nominatif, sehingga seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya (dikoreksi menjadi non deductable expenses), maka ilustrasi perhitungan PPh-nya menjadi sebagai berikut :UraianJumlah (Rp)

Penjualan10.000.000

Harga Pokok Penjualan6.000.000

Laba Bruto4.000.000

Biaya Operasional :

- Biaya Pemasaran (Promosi, sponsorship dll) 1.000.000

- Biaya Gaji karyawan900.000

- Biaya Operasional lainnya1.500.000

Sub total Biaya Operasional3.400.000

Laba Bersih komersial600.000

Ditambah :

Biaya pemasaran yang merupakan non deductable expenses1.000.000

Laba yang menjadi dasari perhitungan Pajak1.600.000

PPh terutang 30%480.00080,00%

Laba Bersih setelah Pajak120.000

Dari ilustrasi perhitungan ini, dapat terlihat bahwa pengeluaran yang nyata-nyata sudah menjadi beban perusahaan untuk keperluan memasarkan produk biaya promosi dan sponsorship- namun karena biaya tersebut tidak didukung bukti yang valid, perusahaan memiliki kewajiban pajak yang jauh lebih tinggi dibanding seharusnya. Dalam contoh tersebut tarif efektif PPh mencapai 80% dari laba bersih. Membayar 30% saja sudah menjadi beban apalagi harus membayar sampai 80%, tentu menjadi beban yang sangat berat bagi perusahaan. Selain wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lainnya, baik kepada karyawan maupun kepada pihak ketiga. Atas pembayaran gaji dan tunjangan kepada karyawan perusahaan wajib memotong dan menyetor PPh 21 yang terutang. Pembahasan mengenai PPh 21 akan dilanjutkan pada kesempatan lain. Sedangkan atas pembayaran kepada pihak ketiga, atas imbalan jasa/ kegiatan, perusahaan juga memiliki kewajiban memotong PPh 23 yang terutang dan menyetorkannya ke kas negara. Dalam kondisi yang ideal, PPh pasal 23 yang harus dipotong dari pembayaran kepada pihak ke-3 (vendor) tidaklah menjadi pengurang penghasilan (biaya) bagi perusahaan, karena perusahaan hanya mengurangi jumlah uang yang akan dibayarkan kepada vendor sebesar tarif PPh 23 yang berlaku dan menyetorkannya ke kas negara.Sayangnya, dunia apalagi dunia pajak- tidak selalu indah. Ada saat dimana perusahaan harus melakukan transaksi dengan vendor yang lebih superior dan tidak bersedia dipotong pajak atas fee yang akan diterimanya. Ada saat dimana perusahaan dalam posisi sangat membutuhkan jasa pihak ketiga tersebut karena otoritas yang dimilikinya. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan lagi-lagi akan memperhitungkan alternatif mana yang harus dipilih agar pajak tidak semakin menjadi beban bagi perusahaan. Kadang perusahaan terpaksa memilih untuk melakukan gross up atas fee yang akan dibayarkan kepada vendor / pihak ketiga yang jasanya sangat dibutuhkan perusahaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adakalanya perusahaan memilih untuk menanggung pajak yang seharusnya menjadi beban pihak lain, meskipun beban pajak tersebut pada akhirnya menjadi komponen non deductable item. Salah satu tujuan sebuah perusahaan didirikan adalah untuk tujuan ekonomi. salah satu tolok ukur keberhasilan sebuah perusahaan secara ekonomi adalah pencapaian laba bersih setelah pajak- yang tinggi. Laba bersih yang tinggi tentu diawali dengan pencapaian target penjualan yang tinggi, kemudian diikuti dengan pengeluaran biaya-biaya yang efisien, dan pembayaran pajak yang optimal, sehingga akan dicapai laba bersih setelah pajak yang maksimal. Ketika penjualan mencapai target, namun biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi misalnya- maka secara ekonomi hal tsb hanya akan menjadi sebuah pencapaian yang sia-sia. Demikian pula ketika laba bersih secara komersial- sudah mencapai angka yang optimal, karena didukung dengan pencapaian target penjualan yang maksimal dan pengeluaran yang minimal, bisa jadi akan menjadi sia-sia ketika ternyata laba habis tergerus beban pajak yang tidak seharusnya. Misalnya karena banyaknya biaya yang merupakan kriteria non deductable expenses.2. Dugaan Penggelapan Pajak oleh Perusahaan Bakri Group Ada ungkapan big is beautiful. Tapi sepertinya ungkapan itu tidak seluruhnya benar. Hal ini seperti yang dialami PT Bumi Resources Tbk. Salah satu produsen tambang batu bara terbesar di Indonesia ini sedang pusing lantaran dituding menggelapkan pajak sebesar Rp2,1 triliun. LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, jumlah itu membengkak menjadi Rp11,426 triliun setelah perusahaan diduga kurang membayar royalti pada periode 2003-2008. Seperti diketahui, dugaan penggelapan pajak PT Bumi Resources Tbk, termasuk anak usahanya PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebesar Rp2,1 triliun pada tahun 2007 itu tengah diproses oleh Polda Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Bedanya, untuk dugaan penggelapan pajak KPC tengah disidik Polda Kaltim. Lalu Polda Kalsel menyelidiki dugaan penggelapan pajak Arutmin. Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas mengatakan pembengkakan utang perusahaan tambang milik Aburizal Bakrie itu didapat setelah ICW menelaah data-data primer seperti laporan keuangan perusahaan, prospektus, laporan pada pemegang saham, data produksi serta penjualan batu bara perseroan. Data itu juga kami dapat dari hasil audit BPK. Lalu, setelah sejumlah dokumen tersebut diteliti, ditemukan dua kenakalan yang dilakukan perseroan. Pertama, ditemukan kekurangan setoran Dana Hasil Penjualan Batubara (DHPB) pada 2003-2008, mencapai AS$143,189 juta. Tetapi, angka itu belum disesuaikan dengan laporan keuangan persero 2008 yaitu AS$608,178 juta. Kedua, emiten berkode saham BUMI itu kurang membayar royalti periode 2003-2008 yang jumlahnya mencapai AS$477,299 juta. Alhasil, total kewajiban Bumi pada negara mencapai AS$1,228 miliar. Apabila menggunakan kurs Rp9.300, maka kewajiban BUMI mencapai Rp11,426 triliun. Atas dasar itu, ICW mendesak Departemen Keuangan memanggil dan memeriksa kantor akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan BUMI. Selain itu, Departemen Keuangan juga harus memanggil Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen ESDM. Soalnya, dari Direktur Jenderal ini, bisa diketahui berbagai hal yang mempengaruhi penerimaan BUMI seperti harga batu bara. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sendiri tidak tinggal diam. Institusi yang bernaung di bawah Departemen Keuangan ini terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tunggakan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie tersebut. Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan, jika ingin penyidikan dihentikan maka Grup Bakrie harus membayar kewajiban lima kali lipat dari total tunggakan. Jadi, harus bayar denda 400 persen. Kalau ditambah pokok tunggakan, jadi 500 persen, ujarnya. Selain harus melunasi kewajibannya, ada prosedur lain yang harus ditempuh Grup Bakrie jika ingin penyidikan kasus ini dihentikan. Mereka harus mengajukan permohonan ke Menkeu, kemudian dari Menkeu ke Kejagung untuk minta penghentian penyidikan. Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara. PMK yang berlaku sejak 18 Agustus 2009 itu menyatakan, proses penyidikan kasus tindak pidana bidang perpajakan dapat dihentikan melalui izin dari Menkeu, setelah wajib pajak (WP) melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang seharusnya tidak dikembalikan serta setelah membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan.Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menghentikan penyidikan kasus pidana bidang perpajakan maksimal selama enam bulan sejak tanggal surat permintaan yang dibuat Menkeu. Sebelumnya, Dirjen Pajak diminta Menkeu meneliti dan memberi pendapat sebagai bahan pertimbangan. Surat yang diajukan WP kepada Menkeu harus dilengkapi pernyataan berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan pelunasan pembayaran pajak dan sanksi.Ditjen Pajak yang mengetahui kasus ini mengatakan kemungkinan penambahan nilai kerugian negara terjadi karena dalam proses penyidikan yang dilaksanakan, penyidik menemukan komponen biaya pada PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang tidak sesuai dengan seharusnya, sehingga menyebabkan besaran pajak yang dibayarkan menjadi kecil. Itu salah satunya dari biaya bunga pinjaman. Kami sedang menelusuri, nilainya bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Komponen biaya merupakan salah satu komponen yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto dalam rangka penentuan penghasilan kena pajak (PKP). Namun, berdasarkan ketentuan perpajakan, tidak semua komponen biaya bisa dikurangkan dari penghasilan bruto.Saat meminta penjelasan lebih lanjut mengenai komponen biaya apa saja yang dimaksud, dia enggan menjelaskannya. Pelaksana tugas (Plt) Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Pontas Pane ketika dikonfirmasi enggan berkomentar banyak soal perkembangan penyidikan ketiga kasus tersebut. Namun, menurut dia, Ditjen Pajak terus melaksanakan proses penyidikan meski terjadi resistensi dari pihak saksi maupun tersangka. Kami akan jalan terus, katanya. Direktorat Jenderal Pajak saat ini mengusut kasus dugaan pidana pajak oleh tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), Bumi, dan PT Arutmin Indonesia. Ketiganya diduga menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak 2007 secara tidak benar. Untuk KPC dan Bumi, Ditjen Pajak telah melakukan penyidikan sementara untuk Arutmin masih dalam proses pemeriksaan bukti permulaan. Terkait pelaksanaan penyidikan tersebut, mengungkapkan tim penyidik Ditjen Pajak mengalami kesulitan memanggil saksi. Tidak tahu kenapa, tapi memang informasi yang kami dapat menyebutkan di dalam mereka (Grup Bakrie) sudah ada tekanan. Menurut dia, pemanggilan terhadap tersangka juga mengalami hambatan karena yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik pajak dengan alasan sedang sakit. Kami sudah panggil sekali, nanti tak lama lagi akan kami panggil kedua kali. Kalau juga tak dipenuhi akan kami panggil paksa dibantu Kepolisian, tegasnya.Dengan adanya masalah ini, kita bisa melihat bahwa sebagai perusahaan yang telah Go Publik masih adanya indikasi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut masih belum menerapkan prinsip-prinsip good corporat governance, walaupun masih sebatas dugaan tetapi asumsi-asumsi negative telah mengarah kesana. Untuk bisa memastikannya lebih jauh maka harus dilakukan penyidikan lebih lanjut, tetapi untuk dampak sementara akibat adanya dugaan ini, investor sudah mulai ragu untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan tersebut.Didalam konsep good governance setiap informasi yang hendakkan disampaikan harus terbuka dan akurat, jauh dari manipulasi dan hal-hal yang menyesatkan, sebab dengan diterapkannya Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor. B. Upaya Penegakan Hukum Terhadap Dugaan Penggelapan Pajak

Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyaraat. Karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya. Dewasa ini, dunia hukum di Indonesia sedang dalam masa disintegrated. Disatu satu pihak, tatanan hukum lama yang berasal dari hukum kolonial dan hukum adat, bahkan hukum yang telah dibentuk setelah kemerdekaan banyak yang telah usang. Dan dilain pihak, tatanan alternatif dari hukum baru belum juga terbentuk. Bahkan platform yang jelas belumpun diketahui, ditambah dengan sector pengetahuan ekonomi yang semangatnya digenjot menggebu-gebu, tercipalah distorsi kedalam sektor bisnis dan ekonomi itu sendiri.

Konsekuensi logisnya, tidak terlalu mengherankan jika dewasa ini sangat merajalela terjadinya praktek bisnis yang tidak fair. Seperti persaingan curang, monopoli, ologopoli, kartel, pemberian fasilitas dan akumulasi sumber daya ekonomi di tangan satu atau dua konglomerat, bisnis dan perizinan yang dilandasi pada koneksi, suap menyuap dan lobi yang kental, birokrasi dan prosedur yang berbelit-belit dan termasuk juga adanya dugaan skandal penggelapan pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dibawah naungan Bakri Group. Hal ini menandakan hukum bisnis tidak berperan, baik karena kevakuman, kebobrokan atau ketidak jelasan aturan main, atau karena Law Enforcement nya yang kurang sigap kalaupun tidak dibilang lumpuh total.

Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi hukum sesuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran. Upaya untuk melakukan penegakan hukum harus berlangsung secara konsisten dengan tetap memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memiliki kewenangan yang sangat besar untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada industri pasar modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan UU tersebut.

Disamping itu, untuk menjalankan pengawasan secara represif, Bapepam diberi kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan di Pasar Modal. Dalam rangka itulah maka sesuai dengan amanah yang digariskan dalam Undang-Undang Pasar Modal, bahwa dalam rangka menyempurnakan pengaturan pasar modal telah dikeluarkan serangkaian peraturan yang memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para pelaku pasar modal.

Dilihat dari format disclosure, yang seharusnya dilarang secara tegas adalah:

a. keterangan yang salah

b. keterangan setengah benar

c. sama sekali diam terhadap fakta material sedangkan didalam Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pada umumnya adalah pemalsuan dan penipuan, pernyataan tidak benar atau menyembunyikan fakta, manipulasi pasar, insider trading, dan larangan yang bersangkutan dengan Reksa dana.

Mengenai tingkat kesalahan yang disyaratkan adalah berupa kesengajaan(mengetahui), dan kelalaian (kurang hati-hati). Ini berarti sebagai General Law dapat dikatakan bahwa setiap pihak yang terlibat di pasar modal dapat dimintakan pertanggung jawab hukum, apabila padanya terdapat unsur kesalahan.

Dalam hukum pidana kesalahan dapat terwujud kejahatan dan pelanggaran, sedangkan dalam hukum perdata, jika tanggung jawab tersebut berasal dari perbuatan melawan hukum (in casu Pasal 1365 BW) atau malpraktek, maka wujudnya dapat berupa perbuatan dengan unsur kesengajaan (on purpose), atau kurang hati-hati (negligence). Jika perbuatan tersebut bersumber dari suatu perjanjian (vide buku ke-III BW), maka kesalahan tersebut akan berwujud ingkar janji (on default). Disamping itu kesalahan dapat pula dalam bentuk kesalahan moral, sehingga mereka harus tunduk pada masing-masing kode etik profesi, ataupun kesalahan yang ancamannya hanya berupak sanksi administrasi.

Bersalah tidaknya para pelaku di Perusahaan-perusahaan bakri Group juga dapat dikukur dengan kriteria dalam bidang apakah akibat dari kesalahan itu terjadi. Kalau terjadi kekeliruan dalam bidang keuangan, maka akuntan public ikut bertanggung jawab, dan kalau dalam bidang hukum, konsultan hukumnya dan layak diminta tanggung jawab.

Tanggung jawab profesi penunjang juga terbatas mengingat mereka pada prinsipnya hanya mempunyai tanggung jawab berasumsi atau tanggung jawab di atas kertas. Artinya, tanggung jawab mereka hanya beralaskan asumsi bahwa seluruh dokumen yag tersedia adalah benar. Misalnya jika ada diantara dokumen tersebut yang tidak benar isinya atau palsu sehingga analisis mereka menjadi tidak akurat, maka hal tersebut berada diluar tanggung jawab mereka. Pihak yang memalsukan dokumenlah yang lebih bertanggung jawab.

Pihak penjamin emisi juga penyandang tanggung jawab yang berat, mengingat dialah yang sangat jauh terlibat dalam proses emisi saham, dan dia pulalah yang memegang komando dan menentukan policy. Disamping itu, Bapepam, sebagai badan pengawas juga tidak bisa dilepaskan tanggung jawab hukumnya. Dalam ilmu hukum dikenal prinsip siapa yang bersalah harus dihukum. Kalau Bapepam yang besalah, yaitu adanya unsur kesengajaan atau keteledoran, maka tidak reasonable jika Bapepam dilepaskan dari tanggung jawabnya, sungguhpun ada kewajiban menempatkan kalimat dalam prospectus yang berbunyi Bapepam tidak memberikan pernyataan menyetuju dan seterusnya.

Pada saat ini upaya berkesinambungan dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat agar hukum dapat mengayomi dan menjadi landasan bagi kegiatan masyarakat dan pembangunan. Adanya kepastian hukum merupakan wahana untuk timbulnya kepercayaan kepada pasar. Salah satu syarat agar pasar modal mampu mengembangkan perekonomian Indonesia adalah kejahatan di pasar modal khususnya penggelapan pajak harus dapat ditemukan dan diselesaikan melalui hukum yang berlaku baik itu kebiasaan maupun karena telah diatur dalam aturan di pasar modal.

Walaupun media sedang gencar-gencarnya memberitakan skandal penggelapan dana pajak yang paling besar dalam sejarah yang ada, namun perlawanan dari pihak Bakri Group terhadap hal tersebut tetap ada, yakni upaya PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak, harus kandas setelah PN Jakarta Selatan menyatakan permohonan praperadilan KPC tak dapat diterima. Hakim tunggal sidang praperadilan Prasetyo tersebut menyatakan permohonan praperadilan KPC tak masuk obyek praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.

Seperti diketahui, KPC mengajukan permohonan praperadilan untuk menghentikan penyidikan Ditjen Pajak atas dugaan penggelapan pajak yang dilakukan KPC sebesar Rp1,5 trilyun. Dalam putusannya, hakim menyebutkan Pasal 77 KUHAP telah mengatur tegas bahwa obyek praperadilan terbatas pada sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, serta permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarga atau pihak lain. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Departemen Keuangan ternyata telah meningkatkan status kasus pajak perusahaan Bakrie menjadi penyidikan. Dugaannya adalah penggelapan pajak. Kalau sudah masuk penyidikan berarti sudah pidana.Pihaknya belum memutuskan kapan akan mengirimkan berkas perkara ini ke Kepolisian atau Kejaksaan.

Dirjen Pajak dan Departemen Keuangan harus segera menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak yang terjadi dalam kurun waktu 2003-2008 oleh PT Bumi Resources Tbk. Jika berlarut-larut justru menimbulkan kecurigaan proses penyelesaiannya telah disusupi oleh mafia hukum. Selain itu BEI (Bursa Efek Indonesia) harus aktif melakukan penyelidikan dugaan penggelapan pajak, karena ini menyangkut perusahaan publik, yang seharusnya semua laporan keuangannya terbuka. Kalau benar ada penggelapan pajak, berarti ada yang disembunyikan dari publik. BAB III

PENUTUPA. Kesimpulan

Dengan adanya isu dugaan penggelapan dana pajak yang cukup besar pada sebuah perusahaan publik, menjadi sebuah tanda bahwasanya walaupun perusahaan besar tetapi masih lemah dalam menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance terutama dalam hal menyampaikan berita yang akurat serta prinsip responsibility berupa kurang dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku. Hal ini juga merupakan bukti bahwa kurangnya pengawasan dari pihak-pihak yang terkait di pasar modal sehingga menyebabkan kerugian negara yang cukup besar. Walaupun hanya sebatas dugaan, ini sudah menjadi bukti awal bahwa dalam menjalankan bisnis itikad baik dalam menjalankan bisnis tidak ada. Upaya penegakan hukum yang adil dan beribawa mutlak diperlukan dalam menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak ini, karena nantinya public akan mengetahui bagaimana kisah yang sebenarnya dari kasus ini dan public juga mengetahui bagaimana proses penegakan hukum dibidang pasar modal itu sendiri. Penyelesaian kasus ini harus dijauhkan dari ketegangan politik yang ada.Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan yang sangat penting dalam era globalisasi ini, dan oleh karena itu harus dipupuk terus. Pasar modal harus menarik bagi emiten maupun investor. Oleh karena itu, pemerintah, pengawas pasar modal, bursa, dan para pialang mempunyai tugas masing-masing yang berkaitan guna menciptakan pasar modal yang sehat, bersih, dan memiliki daya saing yang tinggi. Pasar modal yang demikian akan menjadi sumber pencarian dana yang menarik bagi perusahaan. Pada saat yang bersamaan menyediakan alternatif investasi yang menjanjikan bagi para investor.Bapepam yang merupakan pengawas pasar modal mempunyai peranan penting dalam menjaga keterbukaan informasi dalam rangka transparansi dan perlindungan investor minoritas. Bapepam harus menjaga serta meningkatkan fungsi pengawasan secara efektif dan efisien. Bersama dengan pemerintah, Bapepam perlu mengembangkan instrumen pasar modal, seperti opsi saham guna meningkatkan efisiensi pasar. Di samping itu, Bapepam dapat memberikan masukan guna mempercepat regulasi pajak yang berpihak pada perusahaan terbuka. Yang tidak kalah pentingnya adalah Bapepam perlu mendukung kesinambungan pendidikan bagi investor ritel maupun institusi lokal. Serta lebih ketat dalam mengawasi perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance. DAFTAR PUSTAKABuku-Buku

Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, PT. Masmedia Buana Pustaka, Surakarta, 2009Andi Abu Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta, 2006Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal, PT. Tatanusa, Jakarta, 2006H.R. Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Pustaka Yusticia, Jakarta, 2009Ishak Rafick, Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia, Ufuk Publishing House, Jakarta, 2008Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002M.Irsan Nasarudin dkk. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2003Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009

Internet

Dikutip dari http://www.tempointeraktif.com dengan judul posting Mahasiswa Tuntut Skandal Pajak Bakrie Diusut Tuntas yang diakses pada tanggal 10 februari 2010Dikutip dari http://www.tempointeraktif.com dengan judul posting Mahasiswa Tuntut Skandal Pajak Bakrie Diusut Tuntas yang diakses pada tanggal 10 februari 2010Dikutip dari www. akuntanpublikindonesia.com dengan judul posting Mewujudkan Laporan Keuangan Emiten Yang Berkualitas yang diakses pada tanggal 11 Februari 2010Dikutip dari www. triyani.wordpress.com, dengan judul Posting Penghindaran Pajak Vs Penggelapan Pajak yang diakses pada tanggal 11 Februari 2010 Ishak Rafick, Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia, Ufuk Publishing House, Jakarta, 2008, hlm. xvii

Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, PT. Masmedia Buana Pustaka, Surakarta, 2009, hlm. 46

Ibid

Dikutip dari HYPERLINK "http://www.tempointeraktif.com" http://www.tempointeraktif.com dengan judul posting Mahasiswa Tuntut Skandal Pajak Bakrie Diusut Tuntas yang diakses pada tanggal 10 februari 201

Dikutip dari www. akuntanpublikindonesia.com dengan judul posting Mewujudkan Laporan Keuangan Emiten Yang Berkualitas yang diakses pada tanggal 11 Februari 2010

Andi Abu Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta, 2006,hlm.9

M.Irsan Nasarudin dkk. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2003, hlm. 95

Ibid, hlm.237

Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal, PT. Tatanusa, Jakarta, 2006, hlm. 232

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 83

Dikutip dari www. HYPERLINK "http://triyani.wordpress.com" triyani.wordpress.com, dengan judul Posting Penghindaran Pajak Vs Penggelapan Pajak yang diakses pada tanggal 11 Februari 2010

Ibid

Dikutip dari HYPERLINK "http://www.hukumonline.com" www.hukumonline.com dengan judul posting Utang Pajak BUMI Melangit yang diakses pada tanggal 10 Februari 2010

Ibid

Op Cit, Munir Fuady,, hlm.4

Ibid, hlm. 83

Dikutip dari HYPERLINK "http://www.hukumonline.com" www.hukumonline.com dengan judul posting Penggelapan Pajak di Perusahaan Bakri Group yang diakses pada 12 Februari 2010

Ibid

PAGE 26