bab iii wayang dan kebudayaan islam jawadigilib.uinsby.ac.id/782/6/bab 3.pdf · kebudayaan...

21
BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWA Seiring dengan masuknya agama Islam di Indonesia wayang digunakan untuk misi penyebaran agama Islam dengan menyuguhkan ajaran-ajaran untuk diperkenalkan kepada masyarakat. Penggunaan wayang sebagai media Islamisasi masyarakat Indonesia merupakan bentuk akulturasi Islam dengan kebudayaan lokal, mengingat bahwa Islam yang turun di semenanjung Arab hadir dengan budaya “Arab-Islam”. Akulturasi dengan budaya lokal dibangun dengan menggunakan wayang sebagai unsur lokal Indonesia Islam lebih mudah dipahami dan menggulingkan dominasi Hindu-Budha yang sebelumnya menjadi agama masyarakat Indonesia. Pergeseran makna wayang dalam kebudayaan Islam lokal menjadi historisitas tersendiri bagi masyarakat Indonenesia. A. PEMAKNAAN WAYANG DAN BUDAYA Interpretasi terhadap wayang pada awal sejarahnya merupakan sebuah ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang pada saat itu masih menganut paham animism dan dinamis, sehingga upacara pewayang dianggap sebagai bentuk ritual yang sakral. Hal ini kemudian menjadikan hubungan wayang dan agama dibangun. Meskipun sejatinya wayang adalah hasil kreasi kesenian trasional yang menjadi budaya lokal masyarakat Indonesia. Sebab kesenian wayang tumbuh dan berkembang di Indonesia, terlepas pada proses modifikasi wayang dengan cerita-cerita yang dibawa dari luar, seperti halnya kisah tentang Ramayana dan Mahabarata. Modifikasi dalam dunia pewayangan tidak lepas fungsi wayang sebagai media berinteraksi dengan masyarakat lokal. Sehingga pemaknaan terhadap wayang tidak lagi dipahami hanya sebagai kesenian tradisonal, namun hal ini menjadi indikator bahwa wayang merupakan media untuk berinteraksi dengan masyarakat. Seperti yang telah

Upload: nguyendung

Post on 19-Jun-2019

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

BAB III

WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWA

Seiring dengan masuknya agama Islam di Indonesia wayang digunakan untuk misi

penyebaran agama Islam dengan menyuguhkan ajaran-ajaran untuk diperkenalkan kepada

masyarakat. Penggunaan wayang sebagai media Islamisasi masyarakat Indonesia

merupakan bentuk akulturasi Islam dengan kebudayaan lokal, mengingat bahwa Islam yang

turun di semenanjung Arab hadir dengan budaya “Arab-Islam”. Akulturasi dengan budaya

lokal dibangun dengan menggunakan wayang sebagai unsur lokal Indonesia Islam lebih

mudah dipahami dan menggulingkan dominasi Hindu-Budha yang sebelumnya menjadi

agama masyarakat Indonesia. Pergeseran makna wayang dalam kebudayaan Islam lokal

menjadi historisitas tersendiri bagi masyarakat Indonenesia.

A. PEMAKNAAN WAYANG DAN BUDAYA

Interpretasi terhadap wayang pada awal sejarahnya merupakan sebuah ritual

keagamaan masyarakat Indonesia yang pada saat itu masih menganut paham animism

dan dinamis, sehingga upacara pewayang dianggap sebagai bentuk ritual yang sakral.

Hal ini kemudian menjadikan hubungan wayang dan agama dibangun. Meskipun

sejatinya wayang adalah hasil kreasi kesenian trasional yang menjadi budaya lokal

masyarakat Indonesia. Sebab kesenian wayang tumbuh dan berkembang di Indonesia,

terlepas pada proses modifikasi wayang dengan cerita-cerita yang dibawa dari luar,

seperti halnya kisah tentang Ramayana dan Mahabarata.

Modifikasi dalam dunia pewayangan tidak lepas fungsi wayang sebagai media

berinteraksi dengan masyarakat lokal. Sehingga pemaknaan terhadap wayang tidak lagi

dipahami hanya sebagai kesenian tradisonal, namun hal ini menjadi indikator bahwa

wayang merupakan media untuk berinteraksi dengan masyarakat. Seperti yang telah

Page 2: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

dilalui oleh agama Hindu-Budha dan Islam menjadikan wayang sebagai sarana untuk

penyebaran agama, meskipun terdapat perbedaan pada proses modikasi wayang seperti

halnya alur cerita, lakon yang ditampilkan. Sebab dalam proses penyebaran Islam

modifikasi yang dilakukan tetap menggunakan unsur lokal, seperti cerita panakawan

dengan lakon Petruk, Gareng, Semar dan Bagong.1

Konsepsi mengenai kebudayaan penting untuk dipaparkan dalam tulisan ini

sebagai pijakan dalam kita memahami proses dan program pelestarian suatu

entitas kebudayaan. Koentjaraningrat mendefinisikan wujud kebudayaan menjadi 3

yaitu:

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai,

norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari

manusia dala masyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.2

Ketiganya saling berkait erat satu dengan yang lainnya. Pikiran, ide, nilai

kehidupan, tindakan dan karya manusia yang dituangkan dalam pertunjukan wayang

beber ini dan wayang beber merupakan salah satu bentuk manifestasi peradaban

yang perlu mendapat apresiasi dan pelestarian karenanya.

Analogi ini dikuatkan dengan pendapat Ki Sarino Mangunpranoto dari

Majelis Luhur Taman Siswa yang mengatakan bahwa “budaya manusia terwujud

karena adanya perkembangan norma hidupnya atau lingkungannya. Norma hidup

itu terwujud dalam bentuk alam pikir, alam budi, alam karya, alam tata susila dan

1 Bambang Harsrinukusumo, Ensiklopedi Wayang Indonesia, Jakarta; Sekretaris Pewayangan

Indonesia (Sena Wangi), Pelaksana Penerbitan: PT Sakanindo Printama, 1999, hlm. 22 2 Ibid. 25.

Page 3: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

beragam alam seni yang meliputinya seperti seni rupa, seni sastra, seni suara, seni

tari, seni pertunjukan, dan lain-lain”.3

Pendekatan inilah yang kemudian identik dengan pendekatan multi-disipliner

dalam memandang sebuah kasus obyek penelitian. Pada zaman Kerajaan Demak

wayang ini mengalami perubahan yang luar biasa bahkan seolah-olah wayang

berubah wujud berbeda dari sebelumnya. Perbedaannya bukan hanya bentuk

lukisannya namun pada pementasannya pun berbeda, kalau pada masa sebelumnya

semua pelaku dilukis dalam satu adegan pada pembaharuan ini wayang dilukis satu

per satu atau per tokoh, bentuk wayangnya pun tidak lagi mendekati bentuk manusia

namun semakin jauh dari bentuk manusia biasa Wayang dinilai sebagai media

dakwah Islam yang sukses di Indonesia.

1. Islam dan Tradisi Wayang

Walaupun Islam sebagai agama bersifat universal yang menembus batas-

batas bangsa, ras, klan dan peradaban, tak bisa dinapikan bahwa unsur Arab

mempunyai beberapa keistimewaan dalam Islam. Ada hubungan kuat yang

mengisyaratkan ketiadaan kontradiksi antara Islam sebagai agama dengan unsur

Arab. Menurut Dr. Imarah, hal ini bisa dilihat dari beberapa hal:

Pertama, Islam diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah, seorang

Arab. Juga, mukjizat terbesar agama ini, al-Quran, didatangkan dengan bahasa

Arab yang jelas (al-Mubin), yang dengan ketinggian sastranya dapat

mengungguli para sastrawan terkemuka Arab sepanjang sejarah.4 Seperti halnya

memahami dan menguasai al-Quran sangat sulit dengan bahasa apapun selain

Arab.Implikasinya, Islam menuntut pemeluknya jika ingin menyelami dan

mendalami makna kandungan al-Quran, maka hendaknya mengarabkan diri.

3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta; Angkasa Baru, 2002). 186 4 Philip K. Hitti. The History of Arab (Jakarta: Penerbit Mizan 2010). 256.

Page 4: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

Kedua, dalam menyiarkan dakwah Islam yang universal, bangsa Arab berada di

garda depan, dengan pimpinan kearaban Nabi dan al-Quran, kebangkitan realita

Arab dari segi "sebab turunnya wahyu" dengan peran sebagai buku catatan

interpretatif terhadap al-Qur'an dan lokasi dimulainya dakwah di jazirah Arab

sebagai "peleton pertama terdepan" di barisan tentara dakwahnya. Ketiga, jika

agama-agama terdahulu mempunyai karakteristik yang sesuai dengan konsep

Islam lokal, kondisional dan temporal, pada saat Islam berkarakteristikkan

universal dan mondial, maka posisi mereka sebagai "garda terdepan" agama

Islam adalah menembus batas wilayah mereka.5

Walaupun begitu, menurut pengamatan Ibnu Khaldun, seorang sosiolog

dan sejarawan muslim terkemuka, bahwa di antara hal aneh tapi nyata bahwa

mayoritas ulama dan cendekiawan dalam agama Islam adalah 'ajam (non Arab),

baik dalam ilmu-ilmu syari'at maupun ilmu-ilmu akal. Kalau toh diantara

mereka orang Arab secara nasab, tetapi mereka 'ajam dalam bahasa, lingkungan

pendidikan dan gurunya.6

Lebih lanjut, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa bersamaan dengan

meluasnya daerah Islam, muncullah banyak masalah dan bid'ah, bahasa Arab

sudah mulai terpolusikan, maka dibutuhkan kaidah-kaidah Nahwu. Ilmu-ilmu

syari'at menjadi keterampilan atau keahlian istinbath, deduktif, teoritisasi dan

analogi. Ia membutuhkan ilmu-ilmu pendukung yang menjadi cara-cara dan

metode-metode berupa pengetahuan undang-undang bahasa Arab dan aturan-

aturan istinbath, qiyas yang diserap dari aqidah-aqidah keimanan berikut dalil-

dalilnya, karena saat itu muncul bid'ah-bid'ah dan ilhad (atheisme). Maka jadilah

5 Muhammad Imarah, Al-Islam wa al-'Arubah (al-Haiahal-Mashriyah al-'Ammah li al-Kitab,

1996). 11-12. 6 Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun (Beirut, Dar al-Fikr cet. VII, 1989). 543.

Page 5: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

ilmu-ilmu ini semua ilmu- ilmu keterampilan yang membutuhkan pengajaran.

Hal ini masuk dalam golongan komoditi industri, dan sebagaimana telah

dijelaskan, bahwa komoditi industri adalah peradaban orang kota sedangkan

orang Arab adalah sangat jauh dari hal ini.

Ibnu Khaldun menyebutkan, intelektual-intelektual yang mempunyai

kontribusi sangat besar dalam ilmu Nahwu seperti Imam Sibawaih, al-Farisi,

dan al-Zujjaj. Mereka semua adalah 'ajam. Begitu juga intelektual-intelektual

dalam bidang hadits, ushul fiqih, ilmu kalam dan tafsir. Benarlah sabda

Rasulullah; "Jika saja ilmu digantungkan diatas langit, maka akan diraih oleh

orang-orang dari Persia"7. Kita lihat juga bahwa budaya Persia; budaya yang

pernah jaya dan saat Islam masuk; ia sedang menyusut, adalah memiliki

pengaruh yang demikian dalam, luas, dinamis dan kreatif terhadap

perkembangan peradaban Islam. Lihat saja al-Ghazali, meskipun ia kebanyakan

menulis dalam bahasa Arab sesuai konvesi besar kesarjanaan saat itu, ia juga

menulis beberapa buku dalam bahasa Persi. Lebih dari itu, dalam menjabarkan

berbagai ide dan argumennya, dalam menandaskan mutlaknya nilai keadilan

ditegakkan oleh para penguasa, ia menyebut sebagai contoh pemimpin yang adil

itu tidak hanya Nabi saw dan para khalifah bijaksana khususnya Umar bin

Khattab, tetapi juga Annushirwan, seorang raja Persia dari dinasti Sasan.

Menarik untuk diketengahkan juga walaupun saat ini Persia atau Iran

menjadikan Syiah sebagai madzhab, namun lima dari penulis kumpulan hadits

Sunni dan Kutub as-Sittah berasal dari Persia. Mereka adalah Imam Bukhari,

Imam Muslim al-Naisaburi, Imam Abu Dawud al- Sijistani, Imam al Turmudzi

dan Imam al-Nasai. Dari paparan di atas, menunjukkan kepada kita betapa

7 Ibid. 544

Page 6: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan,

persamaan dan kreatifitas dari dalam diri Islam yang universal dengan akulturasi

timbal balik dari budaya-budaya lokal luar Arab yang terIslamkan. Pun tidak

hendak mempertentangkan antara Arab dan non Arab. Semuanya tetap bersatu

dalam label "muslim". "Yang terbaik dan termulia adalah yang paling taqwa".

"yang paling suci, yang paling banyak dan ikhlas kontribusi amal-nya untuk

kemulian Islam".8

Berdasarkan silsilah keturunan dalang yang berasal dari pulau Jawa yang

diperbaharui tahun 1982. Melalui daftar silsilah keturunan dalang-dalang

wayang kulit, dapat dilihat bahwa kesenian wayang kulit memiliki peranan

penting dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Jawa yang berada

di pulau Jawa.9 Agama Islam mulai masuk ke Pulau Jawa sekitar abad 15

sebelum keruntuhan kerajaan Majapahit dan mulai berdiri Kerajaan.

Demak sebagai kerajaan Islam yang pertama serta mulai mengambil alih

kekuasaan Majapahit, salah satunya melalui kebudayaan secara khusus pada

kesenian wayang kulit.Para Wali dan Sultan sebagai penyebar agama Islam di

pulau Jawa mulai merintis kesenian yang bercirikan Islam, agar menarik simpati

masyarakat Jawa maka kesenian yang sudah ada di poles berbentuk ke-

Islaman.10 Misalnya kesenian wayang kulit yang sudah merupakan kesenian

dari masyarakat Jawa.

Pada masa periode Islam wayang kulit mengalami perubahan dan

perkembangan yang mendasar, sehingga terjadi proses akulturasi kebudayaan

“Arab-Islam” yang dibawa dari arab dengan budaya lokal. Pada konteks tersebut

8 Ibid. 9 Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, (Yogyakarta; Ombak, 2008). 10 10 Holt, C. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Masyarakat Seni Pertunjukan

Indonesia (Bandung: Penerbit Artline. 2000). 89.

Page 7: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

wayang kulit mulai dibakukan dalam beberapa bentuk gagrak sebagai bentuk

kearifan lokal. Hasil karya para Wali mulai menyempurnakan wayang kulit

antara lain pada bentuk muka, yang semula berwajah tampak dari depan dirubah

menjadi tampak samping; warna wayang yang semula hanya putih dari bubuk

bakaran tulang dan hitam dari jelaga dikembangkan menjadi berbagai warna,

tangan-tangan raksasa pada boneka wayang semula menyatu dengan tubuhnya

(tidak dapat digerakkan dibuat lengan tangan sambungan atau sendi sehingga

dapat digerakkan), selain itu juga menambah ragam wayang.11

Para Wali mengubah tokoh wayang kulit yang semula adalah para dewa

dalam agama Hindu menjadi babad dengan silsilah wayang purwa yang

disesuaikan dengan misi Islam yaitu dengan mengatur posisi mulai dari para

dewa, pendahulu Bharata, keturunan Bharata, sampai kerajaan Mataram Kuno,

Majapahit, dan Surakarta-Yogyakarta semuanya disusun dibawah satu

keturunan Nabi Adam.

Perkembangan wayang pada periode Islam makin memperjelas

kesinambungan perjalanan seni tradisi di Indonesia, bahkan ada beberapa daerah

di luar Jawa yang mengenal wayang, hal ini diperkirakan akibat asimilasi

budaya yang menggunakan wayang sebagai media penyebaran ajaran agama.

Keberhasilan wayang sebagai media dakwah dan syiar Islam pada zaman

Walisongo terletak pada kekuatan pendekatan terhadap masyarakat. wayang,

mampu mengenalkan Islam kepada masyarakat yang saat itu berkepercayaan

animisme, dinamisme, serta menganut Hindu, karena menggunakan pendekatan

psikologi, sejarah, paedagogi, hingga politik. Dari sinilah kita bisa mengetahui

11 Simuh. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa (Yogyakarta: Yayasan

Bentang Budaya 1995). 121.

Page 8: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

hubungan antara wayang dan agama Islam, yang ternyata dapat diintepretasikan

sebagai sarana dalam berdakwah.

Page 9: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

2. Wayang Tableg sebagai media penyiaran agama islam.

Di masa Hindu–Iran12, wayang di gunakan sebagai sebagai media

dakwah agama tersebut. Dan kemudian pada masa wali songo digunakan

kembali sebagai media dakwah Islam. Dan salah satu jenis wayang yang

memang diciptakan oleh empunya sebagai sarana penyampaian ajaran agama

Islam melalui seni adalah Wayang Tableq. Wayang tableg adalah seni wayang

sejenis wayang kulit purwa yang berasal dari Tulungagung dan hanya hidup di

daerah tersebut. diciptakan pada tahun 1982 oleh Bapak Ahmad Pitoyo yang

tinggal di desa Wonokromo Kecamatan Gondang – Tulungagung. Beliau pada

dasarnya adalah berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dia juga seorang

dalang. Beliau juga seorang Da’i atau Ustadz yang terbiasa berdakwah dan

memberi ceramah diberbagai tempat.

Ia menggubah wayang tableg dari bentuk wayangnya, plus karakternya,

topik cerita yang diambil dan diadaptasikan kedalam dunia islam, lakon yang

dipentaskan, berkoordinasi dengan para penabuh gamelan (niyaga) dan rekanan

untuk menentukan gendhing yang dilantunkan. Ide kreatif Bapak Ahmad Pitoyo

ini menciptakan wayang yang sangat tampak berbeda meski sekilas dilihat,

yakni dari sisi busana wayang; ada yang memakai jubah dan wayang puteri

memakai jilbab. Ini disesuaikan dengan tokoh/lakon yang diambil dari tarikh

islam. Seperti kisah Bilal bin Rubah, Nabi Dawud, Nabi Yusuf, Sa’ad bin Abi

Waqos, Umayyah Bin Kholap dan lain-lain.

Wayang tableq ini cukup memberi warna baru dalam dunia seni

perwayangan di Indonesia. Sayangnya tidak ada yang melanjutkan usahanya

untuk memanfaatkan wayang sebagai salah satu media tradisional yang dekat

12 Penyebutan masa yang lazim dipakai dikalangan seniman wayang yang menunjukkan waktu periodenisaso wayang pra-Islam.

Page 10: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

dengan masyarakat. Dialah dalang satu-satunya yang memainkan wayang

tableg, terakhir men-dhalang tahun 1999. Dan meskopun peralatan dan wujud

wayang tableg masih ada tapi sudah mati karena tidak ada pe penerusnya.13

B. WAYANG KULIT DAN PURIFIKASI AJARAN ISLAM

Salah satu kehidupan tradisi masyarakat di Indonesia yang masih terlihat unik

dan bersinar adalah tradisi masyarakat Indonesia. Kenyataannya hingga sekarang

masih terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang peduli terhadap pertunjukan

wayang di berbagai komunitas. Aktivitas komunitas peduli wayang yang sangat

terdapat pada komunitas wayang gagrak yang memiliki ciri khas Islami karena di dalam

perwujudannya banyak mempergunakan doa-doa Islami.

Di sisi lain, aktivitas pertunjukan wayang dianggap sebagai bentuk tradisi

masyarakat atau suatu kebudayaan masyarakat Jawa. Sebab, kebudayaan dimaknai

sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.14 Akan

tetapi anggapan sebagai kepercayaan atau tradisi itu digambarkan oleh Geertz sebagai

suatu kebudayaan yang kompleks. Ia menunjuk pada banyaknya variasi dalam upacara,

munculnya pertentangan, konflik-konflik nilai yang muncul sebagai akibat perbedaan

golongan sosial atau menurutnya sebagai tipe kebudayaan: abangan, santri, priyayi.15

Namun demikian, perbedaan tipe kebudayaan yang mewujudkan kehidupan

masyarakat plural, satu sama lain tetap berdasarkan pada wilayah geografi yang sama,

yaitu di wilayah Jawa.

Di dalam kelompok-kelompok masyarakat dengan tipe tradisi dan kebudayaan

yang berbeda tercakup dalam struktur sosial yang sama, memegang banyak nilai yang 13 Sukarman, Wayang Tableg.... 166-190

14 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi .(Jakarta: Bentang Pustaka 1998). 178. 15 Cilfford Gertz, Islam Jawa; Abangan, Santri dan Priyai. (Jakarta: Bentang Pustaka 1998). 25.

Page 11: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

sama, semuanya ini terdapat dalam kalangan Islam moderat. Oleh karena itu,

pertunjukan wayang sering dianggap sebagai media dakwah Islam masyarakat. Namun

demikian kehidupan tradisi masyarakat tersebut terganggu dengan masuknya arus

budaya Islam murni. Dengan masuknya budaya Islam murni yang dibawa

Muhammadiyah menekan tradisi masyarakat. Bentuk penekanannya adalah menganggap

bahwa tradisi masyarakat bukanlah suatu cara dan peradaban yang Islami, tetapi cara-

cara yang hanya akan menyuburkan TBC (takhyul, bid’ah dan churafat).16 Hal tersebut

disebabkan pertunjukan wayang menghadirkan boneka yang dimainkan. Itulah sebabnya

sikap Muhammadiyah terhadap tradisi masyarakat itu tidak menunjukkan wajah yang

bersahabat.17

Dapat dinyatakan bahwa hubungan Muhammadiyah dan tradisi masyarakat

selama ini tampak kaku. Orang-orang Muhammadiyah enggan memasuki lingkaran

tradisi masyarakat. Sebaliknya, para pelaku tradisi masyarakat juga enggan memasuki

lingkaran Muhammadiyah yang dianggap menyeramkan itu. TBC merupakan singkatan

dari takhayul, bid’ah, dan churofat. Takhayul adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang

dianggap ada, padahal sebenarnya tidak ada. Bid’ah adalah perbuatan ibadah (ritual)

yang dikerjakan tidak menurut contoh-contoh yang telah ditetapkan, termasuk

menambah dan mengurangi ketetapan, tanpa berpedoman pada Al Qur’an dan Sunah

Rasul. Churofat adalah ajaran yang tidak masuk akal.

Ketidak-senangan masyarakat Muhammadiyah terhadap tradisi selama ini

memang dapatdibenarkan, mengingat sejak berdiri sampai tahun 80-an, organisasi

Muhammadiyah dikendalikan oleh para ahli syariah yang tercermin dalam formalisasi

16 TBC merupakan singkatan dari takhayul, bid’ah, dan churofat. Takhayul adalah kepercayaan

terhadap sesuatu yang dianggap ada, padahal sebenarnya tidak ada. Bid’ah adalah perbuatan ibadah (ritual) yang dikerjakan tidak menurut contoh-contoh yang telah ditetapkan, termasuk menambah dan mengurangi ketetapan, tanpa aberpedoman pada Al Qur’an dan Sunah Rasul. Churofat adalah ajaran yang tidak masuk akal

17 Muslim Abdurrahman. Muhammadiyah Sebagai Tenda Kultural. (Jakarta: Ideo Press 2003). 22

Page 12: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

syariah. Orang Islam yang melakukan peribadatan yang tidak sesuai syariah berarti

masih dipengaruhi TBC.

Oleh karena itu, pemberantasan tradisi masyarakat bermuatan TBC telah

membentuk bangunan kesadaran (ideologi) orang Muhammadiyah. Oleh karena kuatnya

ideologi tersebut, maka orang Muhammadiyah merasa kesulitan melepaskannya,

bahkan ideologi pemberantasan TBC itu dipegang terus sampai sekarang. Orang-orang

Muhammadiyah juga menganggap bahwa tradisi masyarakat itu baik yang mengandung

TBC atau tidak, di dalamnya tidak terdapat manfaat yang diperoleh secara praktis.

1. Kontroversi Pewayangan di Era Modern Tinjauan Islam

Sebagian besar penelitian membicarakan pengurangan arti dan kepentingan

ritual mengenai wayang kulit. Sekarang, sering pertunjukkan wayang kulit

bercenderung hiburan. Analisis Ruth McVey bercomentar: "segi agama atau ritual

wayang berkurang, sehingga itu menjadi hanya semacam hiburan. Bahkan, di

pedesaan selama upacara ritual, wayang menjadi semacam adat tanpa makna

kebatinan"18. Menurut dia, budaya tradisional sekarang seperti hiasan tidak

bermakna lebih dalam.

Akan tetapi dalam konteks perkembangan wayang modern, wayang kulit

sering dipertunjukkan sebagai semacam hiburan dan juga ada yang bertujuan ritual

atau kebatinan. sebab wayang berasal ritual, dan masih terkait dengan kepentingan

agama. Misalnya, ada lakon tertentu yang tidak sembarang dalang berani

mewayangkan. Hanya dalang senior yang terhormat dan dianggap mempunyai ilmu

batin bisa mempertunjukkan suatu ruwatan performan.

18 Ruth McVey, The Wayang Controversy in Indonesian Communism, dalam Taylor (redaktor),

Meaning and Power in Southeast Asia, (New York, SEAP Publications, Cornell University. 1990), 39.

Page 13: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

Orang Jawa masih mencari kekuasan kebatinan yang ada dalam wayang

waktu terhadap persoalan dalam dunia yang modern. Akan tetapi, karena banyak

bentuk kesenian dan hiburan yang moderen juga sudah masuk Jawa, wayang kulit

dikembangkan menjadi semacam seni supaya bisa bertanding dengan unsur baru

atau modern.

Akan tetapi pada beberapa institut seni, banyak inovasi baru dan unsur

modern dicampur dengan wayang sebagai semacam bentuk kesenian. Misalnya,

Wayang Ukur di Yogyakarta atau Wayang Padat di Solo bertujuan menggarap lagi

wayang kulit supaya wayang itu bisa tetap sesuai dengan dewasa ini.19 Wayang

modern itu melakukan suatu experimen-dengan berbagai lampu, bermacam-macam

warna, desain tokoh yang baru, beberapa dalang melakukan pertunjukan kolaborasi

dan musiknya juga berbeda.

Kesenian wayang bagian dari bentuk seni rupa yang dibuat dengan berbagai

bahan ukiran kemudian dimaikan untuk menampilkan pantulah bayangan. Sedangan

seni rupa dalam masih terdapat perbedaan pendapat tentang hukumnya. Perdebatan

ulama’ terkait seni rupa tidak lepas dari adanya beberapa penjelasan Hadith nabi

tentang eksistensi gambar mahkluk hidup “seni rupa” yang menurut oleh sebagian

ulama’ seperti halnya wayang. Mengingat bahwa pada kontek budaya arab dulu seni

rupa dijadikan sebagai sesembahan oleh masyarakat jahiliyyah.

Kontroversi wayang menguat ketika terdapat kelompok yang memiliki

paham pemurnian Islam yang berpengan teguh terhadap rasul. Sebab mereka Seni

adalah hasil dari karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman batin

manusia, sebagai pernyataan isi jia manusia. Karena itu seni merupakan ekspresi

lahirnya ekspresi kebebasan rasa dan tindakan, sehingga apabila hal ini

19 Ki Gebluk, Perkembangan Wayang di Era Modern. (Bandung: Rajawali Press). 36.

Page 14: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

dimanifestasikan secara lebih ekstrim akan membuat si pelaku menjadi seakan-akan

terlepas kendali dari norma hubungan sosial atau bisa juga terlepas dari norma atau

hukum agama.

Namun keberadaan kelompok ini memiliki kecenderungan pemaknaan ajaran

Islam dengan budaya Arab-Islam sehingga tidak hanya penjelasan hadith Nabi yang

menjadi motivasi mereka terhadap penolakan wayang kulit yang dianggap sebagai

sebuah bid’ah, berikut ini ada beberapa hadith dan riwayat dari sahabat terkait

dengan kontroversi wayang sebagai bagian bentuk seni rupa. antara lain :

a. Hadith yang menyatakan bahwa; “malaikat tidak akan masuk kedalam rumah

yang berisi gambar-gambar anjing.

b. Hadith ini berhubungan dengan sunnah rasul yang berbunyi “mereka yang

akan mendapat siksaan yang paling pedih dihari kiamat adalah orang-orang

yang membuat patung”.

c. Disampaikan atas nama Abu Talhah, bahwa rasullullah bersabda “malaikat

tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar”.20

Disamping itu terdapat sumber lain yang lebih melunak terkait dengan

hukum terhadap seni rupa (penggambaran makhluk hidup) dalam ajaran Islam,

sehingga mendorong munculnya gaya seni dalam budaya Islam, sebagai mana

berikut :

a. Ibnu Abbas berkata (kepada seseorang pembuat gambar) saya mendengar

Rasullullah Saw bersabda “barang siapa membuat gambar didunia ini maka ia

akan dibebani untuk meniup nyawanya kelak dihari kiamat dan ia tidak akan

mampu (HR. Bukhari Muslim dan lafad hadith dari muslim)” lalu ibnu Abbas

20 M. Affadi. “Benturan dan Penyelarasan Pandangan Islam Dengan Kaidah Seni Dalam

Kehidupan Masyarakat Di Indonesia”, dalam diksi majalah Pendidikan dan Seni. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Yogyakarta. Edisi: 2. TH. IV. Desember 1986. 178.

Page 15: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

menasehati “kalau kamu ingin membuat gambar buatlah gambar pohon-

pohonan dan lain-lainnya yang tidak bernyawa”.21

b. Dari Aisyah rs. Rasulullah saw. Datang dari suatu perjalanan dan saya telah

memasang kelambu yang bergambar. Beliau menyuruh saya untuk

melepaskannya, maka sayapun melepasnya (riwayat Bukhari). Dalam riwayat

Muslim disebutkan “saya telah menutup pintu dengan kelambu yang bergambar

dengan kuda bersayap”. Dalam riwayat Muslim lainny, disebutkan “Rasulullah

saw. Masuk ke kamarku dan saya menutupnya dengan kelambu yang

bergambar”. Rasulullah saw. Melepasnya kemudian saya jadikan bantal.22

c. Aisyah berkata “kami bermain-main dengan boneka dimasa Rasulullah, kami

mempunyai teman-teman yang bersama kami. Pada waktu rasulullah masuk,

mereka bersembunyi. Beliau menyuruh mereka agar keluar dan bermain bersam

kami”.23

Dari beberapa sumber terkait bagaiman tinjaun Islam terhadap eksistensi

wayang sebagai budaya lokal dapat disimpulkan bahwa, kontroversi pemahan ulama

terhadap hadith tersebut memiliki tendensi dalam dua hal, pertama tendensi terhadap

purifikasi Islam dengan berpegang teguh pada sunnah nabi dangan pemahaman arab-

Islam. kedua adalah pemaknaan tekstual terhadap hadith nabi tanpa

mempertimabangkan kondisi sosial masyarakat arab pada saat itu.

Pernyataan berbeda oleh golongan Islam moderat terkait dengan eksistensi

wayang yang dianggap sebagai proses akulturasi Islam dengan budaya lokal,

sehingga Islam lebih fleksibel dan dinamis untuk mudah dipahami masyarakat lokal.

Seperti halnya yang dilakukan oleh para wali dan diterimah hingga saat ini.

21 Ibid. 22 Ibid. 23 Ibid.

Page 16: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

Usaha-usaha modifikasi yang dilakukan oleh para wali sebagai kelompok

moderat menjadi indicator bahwa, wayang tidak sepenuhnya menjadi kebudayaan

Indonesia yang telah terkontaminasi dengan ajaran Hindu-Budha. Dengan mengubah

visualisasi terhadap bentuk wayang merupakan rekayasa sosial keagamaan untuk

mencari titik temu antara nilai ajaran Islam dengan budaya lokal.

Pada dasarnya terdapat tiga kelompok Islam yang berkembang dijawa, yakni

modernis-pembaharu, tradisional-klasik dan neo-tradisional. Modernis pembaharu

memahami ajaran Islam dalam aspek keilmuan modern, sehingga pemakanaan

terhadap ajaran Islam melalui nalar saint ilmiah untuk diterapkan kepada masyarakat

berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadist. Kelompok ini berpandangan bahwa Islam

tidak cukup dipahami melalui norma dalam masyarakat karena kecenderungan

mereka tendensinya pada sain ilmiah seperti halnya yang dilakukan oleh orang

Muhammadiyah.

Paham kelompok tradisonal-klasik menempatkan tradisi masyarakat sebagai

bagian dari ajaran agama. Tendensi tradisi kebudayaan masyarakat menjadi hal

utama yang harus diterapkan dalam hubungan sosial, sedangakan ajaran agama

merupakan realitas kedua yang menjadi keyakinan mereka. Tidak jarang ketikan

melihat budaya kejawen lebih kental ketimbang ajaran Islam. melaksanakan suatu

tradisi adalah hal yang wajib namun masalah peribadatan kapada tuhan menjadi

urusan setiap orang.

Tentunnya kedua kelompok diatas dikotomis dalam memaknai ajaran Islam

begitu pula penerapan hukuknya. Sebab keilmuan dan tradisi seringkali menemui

benturan, mengingat tidak semua tradisi masyarakat dapat dinilai positif dalam

keilmuan. Perbedaan mencolok antar keduanya menempatkan pemahaman neo-

tradisional penengan dan lebih moderat.

Page 17: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

Neo-tradisional yang di identikan kepada kalangan Nahdliyin berusaha untuk

menengah-nengahi kedua kelompok sebelumnya dengan memaknai Islam tidaklah

berupa ajaran yang baku dan stagnan. Namun tradisi masyarakat adalah bagian yang

tidak terpisahkan dalam Islam, sebab Islam hadir pada masyarakat Indonesai dengan

berbagai kebudayaan dan tradisi yang plural.

Sehingga pemahaman Islam tentunya tetap harus mengamini kearifan lokal.

Nilai Islam universal tidaklah dipahami sebagai perwujudan dari memahami Islam

dengan keilmuan modern atau hanya sebatas identitas yang melekat. Tentunya yang

paling utama menjadi ciri khas dari neo-tradisionalis adalah bagaimana memahami

Islam universal dengan kesalehan lokal dan pembaharuan tanpa membongkar

tradisi.24

2. Transisi Penyesuaian Tradisi Pewayangan dalam Islam

Wayang merupakan bentuk kebudayaan masyarakat yang diadopsi

Walisongo sebagai sarana untuk mengenalkan ajaran Islam. Bahkan, kesenian rakyat

tersebut dikonstruk Walisongo dengan teologi Islam sebagai pengganti dari teologi

Hindu.25 Sampai saat ini pakem cerita asli pewayangan masih merupakan kisah-

kisah dari kitab Mahabarata dan Ramayana yang merupakan bagian dari kitab suci

Hindu. Walisongo mengadopsi kisah-kisah tersebut dengan memasukkan unsur

nilai-nilai Islam dalam plot cerita tersebut. Pada prinsipnya, walisogo hanya

mengadopsi instrumen budaya Hindu yang berupa wayang, dan memasukkan nilai-

nilai Islami untuk menggantikan filsafat dan teologi Hindu (dan tentunya juga

teologi Budha) yang terdapat di dalamnya.

Sebagai contoh, Walisongo memodifikasi makna konsep “Jimat Kalimah

Shada” yang asalnya berarti “jimat kali maha usada” yang bernuansa teologi Hindu

24 Slamet Effendy, NU; Pembaharuan tanpa membongkar tradisi. (Jakarta: Penerbit Kompas, 2011). 56.

25 Tony Wartono. Memperkenalkan Wayang kepada Remaja. (Jakarta: Pustaka Graffity 2002). 23.

Page 18: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

menjadi bermakna “azimah kalimat syahadah”.26 Frase yang terakhir merupakan

pernyataan seseorang tentang keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa

Muhammad adalah utusan Allah.

Keyakinan tersebut merupakan spirit hidup dan penyelamat kehidupan bagi

setiap orang. Dalam cerita pewayangan, Walisongo tetap menggunakan term

tersebut untuk mempersonifikasikan senjata terampuh bagi manusia. Hanya saja,

jika perspektif Hindu, jimat tersebut diwujudkan dalam bentuk benda simbolik yang

dianggap sebagai pemberian Dewa, maka Walisongo medesakralisasi formula

tersebut sehingga sekadar sebagai pernyataan tentang keyakinan terhadap Allah dan

rasul-Nya.

Dalam perspektif Islam, kalimah syahadah tersebut sebagai “kunci Surga”

yang berarti sebagai formula yang akan mengantarkan manusia menuju keselamatan

di dunia dan akhirat. Maksudnya, “syahadat” tersebut dalam perspektif muslim

mempunyai kekuatan spiritual bagi yang mengucapkannya. Hal ini merupakan

pernyataan seorang muslim untuk hidup dengan teguh memegangi prinsip-prinsip

ajaran Islam sehingga meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. Pemaknaan

baru tersebut tidak akan mengubah pakem cerita, tetapi telah mampu membangun

nilai-nilai Islam dalam cerita pewayangan.

Walisongo juga menggunakan kesenian wayang untuk membangun

konstruksi sosial, yakni membangun masyarakat yang beradab dan berbudaya.

Untuk membangun arah yang berbeda dari pakem asli pewayangan, Walisongo

menambahkan dalam cerita pakem pewayangan dengan plot yang berisi visi sosial

kemasyarakat Islam, baik dari sistem pemerintahan, hubungan bertetangga, hingga

26 Pandam Guritno. Wayang Salah Satu Dimensi dalam Dinamika Menuju kebangkita nasional.

Dalam Analisis Kebudayaan, TH, II, No. 1. 1997, p. 102.

Page 19: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

pola kehidupan keluarga dan kehidupan pribadi.27 Untuk tujuan tersebut, Walisongo

bahkan memunculkan figur-figur baru yang sebenarnya tidak ada dalam kisah asli

Mahabarata maupun Ramayana. Figur-figur yang paling dikenal luas adalah

punakawan yang berarti mentor yang bijak bagi para Pandawa. Walisongo banyak

memperkenalkan ajaran-ajaran Islam (aqidah, syariah, dan akhlak) melalui plot

cerita yang dibangun berdasarkan perilaku punakawan tersebut.

Nama-nama punakawan sendiri (Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong)

sebagai satu-kesatuan sebenarnya merepresentasikan karakteristik kepribadian

Muslim yang ideal. Semar, sebagaimana dijelaskan Sudarto, berasal dari kata ismar

yang berarti seorang yang mempunyai kekuatan fisik dan psikis. Ia sebagai

representasi seorang mentor yang baik bagi kehidupan, baik bagi raja maupun

masyarakat secara umum. Nala Gareng berasal dari kata nála qarín yang berarti

seorang yang mempunyai banyak teman. Ia merupakan representasi dari orang yang

supel, tidak egois, dan berkepribadian menyenangkan sehingga ia mempunyai

banyak teman. Petruk merupakan kependekan dari frase fatruk ma siwá Allah yang

berarti seorang yang berorientasi dalam segala tindakannya kepada Tuhan. Ia

merepresentasikan orang yang mempunyai konsen sosial yang tinggi dengan dasar

kecintaan pada Tuhan. Bagong berasal dari kata baghá yang berarti menolak segala

hal yang bersifat buruk atau jahat, baik yang berada di dalam diri sendiri maupun di

dalam masyarakat.

Karakter-karakter punakawan tersebut cukup merepresentasikan aspirasi

Walisongo tentang kepribadian seorang muslim dengan segala macam

kedudukannya. Seorang muslim harus bersifat kuat kepribadiannya, berperilaku

bijaksana, bersandar pada Tuhan, bersosialisasi dengan baik, mempunyai kepedulian

27 Poedjosoebroto. Wayang Lambang Ajaran Islam. (Jakarta: Pradya Paramita 1978). 28.

Page 20: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

sosial yang tinggi, memberantas kemungkaran, dan lain sebagainya, yang pada

prinsipnya seorang muslim harus mampu membangun hubungan yang baik dengan

sesama manusia, Tuhan, dan alam semesta.28

Unsur-unsur dakwah Islam pada wayang kulit masih tampak jelas, mengingat

wayang masih dianggap sebagai media warisan para Wali Sanga dalam usaha

dakwah dengan jalan diplomasi seni budaya. Para Wali menambahkan unsur ajaran

Islam tanpa menghapuskan ajaran sebelumnya yang selain sudah terlampau

mengakar pada masyarakat pribumi, juga berusaha untuk tetap melestarikan unsur-

unsur postif universal di dalamnya yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran

Islam.

Pewayangan Jawa mengalami perubahan seiring penyesuaian dengan ajaran

Islam, baik dari aspek kisah, karawitan, pemaknaan tokoh dan tentunya visualisasi

wayangnya sendiri. Visualisasi yang dulu lebih naturalis-realis, kemudian

mengalami distorsi dan stilasi sehingga menjauhi bentuk manusia demi memenuhi

syariat Islam. Belum lagi pemaknaannya. Hal ini terjadi karena dukungan penuh dari

pihak-pihak penguasa lokal, baik pada masa kerajaan, kolonial hingga republik.

Tahlil, kalimat syahadat, dan shalawat, kreasi Rastika dari Gegesik, Cirebon.

bertuliskan lafaz “Allah” dan wayang Bagalbuntung dengan kalung berlafazkan

“Muhammad”.29 Pada wayang, umumnya visualisasi ala wayang Hindu masih

tersisa kuat. Inilah sebabnya wayang bisa dianggap sebagai wayang kuna. Namun

di lain pihak banyak wayang kulit Cirebonan kreasi baru telah menampakkan

pengaruh Islam yang masif. Misalnya wayang Gunungan Jaler kreasi Rastika dari

Gegesik dengan menampilkan wujud Ganesha yang tersusun atas kaligrafi Arab,

28 Ibid. 67. 29 Ibid. 218

Page 21: BAB III WAYANG DAN KEBUDAYAAN ISLAM JAWAdigilib.uinsby.ac.id/782/6/Bab 3.pdf · kebudayaan peradaban dan Islam dibangun diatas kombinasi nilai ketaqwaan, persamaan dan kreatifitas

berlafalkan kalimat tahlil, shalawat, dan syahadat. Ini menunjukkan bahwa fungsi

diplomasi pada wayang tetap berjalan.30

Modifikasi wayang kulit yang dilakukan oleh para wali untuk

menggunkannya sebagai media dakwah Islam memberikan ruang dealektika Islam

dan budaya lokal. Sehingga transisi dunia pewayangan dalam Islam tentunya diawali

dari sosok dalang sebagai aktor penggerak atau pemain boneka yang akan

menyampaikan cerita dengan menyisipkan ajaran Islam. jika dulu sunan kalijaga

berperan sebagai dua karakter sekaligus menjadi dalang dan wali yang memiliki misi

penyebaran agama Islam. pada tahap ini peran dalang sangat signifikan mengingat

peranan dalang tidak hanya dapat menghibur namun juga dapat mendoktrin

masyarakat melalui interaksi dalam pewayangan.

30 Ki Wahyu Pratia, Kupasan Wayang Purwa Ke Arah Pendidikan, Ilmu Jiwa dan Budi Pekerti

sebagai Kunci Menuju Hidup Bahagia (Yogyakarta: Penerbit Praktis, 1973). 60.