bab iii sirih merah

13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah maserator, rotary evaporator (Buchi Rotavapor R-300), otoklaf (Hirayama), inkubator (Sakura IF-4), cawan petri (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), jangka sorong (Aigo), mikropipet volume 20-1.000 µL (Eppendorf), perforator berdiameter 9 mm, oven (Memmert), penangas air (Toyomi), timbangan digital (Mettler Toledo), tip mikropipet, dan alat-alat gelas yang umum digunakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Fitokimia. 3.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan tanaman, bahan kimia, bakteri dan jamur uji, dan medium pertumbuhan bakteri dan jamur. 3.2.1 Bahan Tanaman 22

Upload: minamarin

Post on 31-Jul-2015

175 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Sirih Merah

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah maserator, rotary

evaporator (Buchi Rotavapor R-300), otoklaf (Hirayama), inkubator (Sakura IF-

4), cawan petri (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), jangka sorong (Aigo), mikropipet

volume 20-1.000 µL (Eppendorf), perforator berdiameter 9 mm, oven (Memmert),

penangas air (Toyomi), timbangan digital (Mettler Toledo), tip mikropipet, dan

alat-alat gelas yang umum digunakan di Laboratorium Mikrobiologi dan

Laboratorium Fitokimia.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan

tanaman, bahan kimia, bakteri dan jamur uji, dan medium pertumbuhan bakteri

dan jamur.

3.2.1 Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan berupa simplisia daun sirih merah spesies

Piper crocatum Ruiz & Pav yang berasal dari daerah Bogor, Jawa Barat,

Indonesia.

22

Page 2: BAB III Sirih Merah

23

3.2.2 Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan terdiri dari pelarut, pereaksi, dan

pensuspensi. Pelarut yang digunakan saat ekstraksi adalah etanol 70% (Merck).

Pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak adalah Dimetil Sulfoksida 99%

(Merck). Pelarut dan pereaksi yang digunakan untuk penapisan fitokimia adalah

amonia 10% (Merck), kloroform, asam klorida 2 N (Merck), pereaksi Mayer

(larutan kalium merkuri iodida), pereaksi Dragendorff (larutan kalium bismuth

iodida), serbuk magnesium, amil alkohol (Merck), pereaksi besi (III) klorida,

larutan gelatin 1%, eter (Merck), pereaksi vanilin-sulfat (larutan vanilin 10%

dalam H2SO4 pekat), pereaksi Liebermann-Burchard (larutan asam asetat anhidrat

dalam H2SO4 pekat), natrium hidroksida 1 N, dan air suling. Pelarut yang

digunakan untuk melarutkan medium pertumbuhan bakteri dan jamur uji adalah

air suling steril. Pensuspensi yang digunakan untuk mensuspensikan jamur uji

adalah NaCl fisiologis steril.

3.2.3 Bakteri dan Jamur Uji

Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Staphylococcus

aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli, sedangkan jamur uji yang

digunakan pada penelitian ini adalah Candida albicans. Bakteri dan jamur uji

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Farmasi, Universitas

Padjadjaran.

Page 3: BAB III Sirih Merah

24

3.2.4 Medium Pertumbuhan Bakteri dan Jamur

Medium pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah Mueller-Hinton

Agar (Merck), Mueller-Hinton Broth (Oxoid), Sabouraud Dextrose Agar (Oxoid),

dan Sabouraud Dextrose Broth (Conda).

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan bahan,

pembuatan simplisia dan determinasi tanaman, ekstraksi simplisia, penapisan

fitokimia ekstrak, pengujian aktivitas antibakteri dan antijamur, penentuan

Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM), penentuan waktu kontak.

3.3.1 Pengumpulan Bahan, Pembuatan Simplisia dan Determinasi

Tanaman Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

Bahan tanaman yang digunakan adalah daun sirih merah (Piper crocatum

Ruiz & Pav) yang berasal dari Bogor, Jawa Barat. Bahan berupa daun sirih merah

segar yang didiamkan terlebih dahulu hingga daun menjadi layu kemudian

disortir, dirajang dan dikeringkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung

selama beberapa hari hingga diperoleh simplisia kering yang siap digunakan

untuk tahapan selanjutnya.

Bahan tumbuhan tersebut dideterminasi di Laboratorium Taksonomi

Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Padjadjaran.

Page 4: BAB III Sirih Merah

25

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

Ekstraksi simplisia daun sirih merah dilakukan menggunakan metode

maserasi atau perendaman. Metode ini dipilih untuk mencegah kerusakan

senyawa-senyawa komponen oleh suhu tinggi. Pelarut yang digunakan adalah

etanol 70% karena etanol merupakan pelarut yang umum digunakan untuk

mencari senyawa polar dan non polar. Proses ini dilakukan dengan perendaman

serbuk simplisia sirih merah sebanyak 300 gram selama 3x24 jam dalam

maserator dengan penggantian pelarut setiap 24 jam. Ekstrak ditampung dalam

labu Erlenmeyer, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada

suhu < 40˚C. Rendemen ekstrak dihitung dengan menggunakan rumus :

Rendemen = Berat ekstrak kental x 100%

Berat simplisia

3.3.3 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan dengan metode Phytochemical Screening of

Plants (Farnsworth, 1966) untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang

terdapat pada ekstrak.

1. Golongan Senyawa Alkaloid

Sampel dibasakan dengan larutan amonia 10% di dalam mortir lalu

ditambahkan kloroform sambil digerus. Lapisan kloroform yang terbentuk lalu

dipipet dan disaring. Setelah disaring, filtrat ditambahkan larutan asam klorida 2

N lalu dikocok kuat hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan

kemudian dibagi menjadi tiga bagian dan diperlakukan sebagai berikut :

a. Bagian pertama digunakan sebagai blanko.

Page 5: BAB III Sirih Merah

26

b. Bagian kedua ditetesi dengan pereaksi Mayer kemudian diamati.

Terjadinya kekeruhan atau endapan putih menunjukkan adanya

alkaloid.

c. Bagian ketiga ditetesi dengan pereaksi Dragendorff lalu diamati.

Terbentuknya endapan jingga coklat menunjukkan adanya alkaloid.

2. Golongan Senyawa Flavonoid

Sampel dalam tabung reaksi dicampur dengan serbuk magnesium dan

ditetesi asam klorida 2 N. Campuran tersebut dipanaskan di atas penangas air

selama 30 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan amil alkohol lalu dikocok kuat-

kuat. Terbentuknya warna kuning hingga merah yang dapat ditarik dengan amil

alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

3. Golongan Senyawa Polifenol

Sampel dalam tabung reaksi dipanaskan di atas penangas air kemudian

disaring panas-panas. Setelah dingin, filtrat ditetesi pereaksi besi (III) klorida.

Adanya polifenol dalam sampel ditandai dengan munculnya warna biru-hitam.

4. Golongan Senyawa Tanin

Sampel dalam tabung reaksi dipanaskan di atas penangas air kemudian

disaring panas-panas. Setelah dingin, filtrat ditetesi larutan gelatin 1%. Bila ada

endapan putih, berarti terdapat tanin dalam sampel.

5. Golongan Senyawa Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid

Sampel digerus dengan eter kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat eter

ditempatkan dalam cawan penguap lalu dibiarkan menguap hingga kering. Pada

residu diteteskan pereaksi vanilin-sulfat melalui pinggir cawan penguap.

Page 6: BAB III Sirih Merah

27

Terbentuknya warna-warna menunjukkan adanya senyawa monoterpenoid dan

seskuiterpenoid.

6. Golongan Senyawa Steroid dan Triterpenoid

Sampel digerus dengan eter lalu dipipet sambil disaring. Filtrat eter

ditempatkan dalam cawan penguap kemudian dibiarkan menguap hingga kering.

Pada residu diteteskan pereaksi Liebermann-Burchad. Terjadinya warna ungu

menunjukkan adanya senyawa golongan triterpenoid, sedangkan terbentuknya

warna biru-hijau menunjukkan adanya senyawa golongan steroid.

7. Golongan Senyawa Kuinon

Sampel dalam tabung reaksi dipanaskan di atas penangas air kemudian

disaring. Filtrat ditetesi dengan larutan natrium hidroksida 1 N. Terbentuknya

warna kuning hingga merah menunjukkan adanya kuinon.

8. Golongan Senyawa Saponin

Sampel dalam tabung reaksi dicampur dengan air dan dipanaskan

beberapa saat di atas penangas air kemudian disaring. Setelah dingin, filtrat

dikocok kuat-kuat secara vertikal selama lebih kurang 30 detik. Bila muncul busa

setinggi lebih kurang 1 cm yang persisten selama beberapa menit dan tidak hilang

setelah penambahan 1 tetes asam klorida encer atau pada pendiaman selama lebih

kurang 20 menit, maka menunjukkan adanya senyawa saponin.

3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak dimaksudkan untuk mengetahui

kemampuan ekstrak etanol daun sirih merah dalam menghambat pertumbuhan

Page 7: BAB III Sirih Merah

28

atau membunuh bakteri uji. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar

dan teknik perforasi dengan kekeruhan bakteri uji yang setara dengan 0,5 Mc

Farland dalam medium Mueller-Hinton Broth (MHB). Inokulasi bakteri uji

menggunakan metode pulas pada medium padat Mueller-Hinton Agar (MHA).

Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam pengujian adalah 20, 40, 60, dan 80%

b/v menggunakan pelarut Dimetil Sulfoksida (DMSO). Pengamatan ada tidaknya

aktivitas antibakteri dapat dilihat setelah diinkubasikan sesuai dengan suhu dan

waktu optimum pertumbuhan masing–masing bakteri dari diameter zona hambat

yang terbentuk disekeliling lubang perforasi yang berisi ekstrak.

3.3.5 Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

Pengujian aktivitas antijamur ekstrak dimaksudkan untuk mengetahui

kemampuan ekstrak etanol daun sirih merah dalam menghambat pertumbuhan

atau membunuh jamur uji. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar dan

teknik perforasi dengan kekeruhan jamur uji uji yang setara dengan 0,3 Mc

Farland dalam NaCl fisiologis. Inokulasi jamur uji menggunakan metode pulas

pada medium padat Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Konsentrasi ekstrak yang

digunakan dalam pengujian adalah 10, 20, 40, dan 60% b/v menggunakan pelarut

Dimetil Sulfoksida (DMSO). Pengamatan ada tidaknya aktivitas antijamur dapat

dilihat setelah diinkubasikan sesuai dengan suhu dan waktu optimum

pertumbuhan jamur dari diameter zona hambat yang terbentuk disekeliling lubang

perforasi yang berisi ekstrak.

Page 8: BAB III Sirih Merah

29

3.3.6 Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) dan

Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui Konsentrasi Hambat Tumbuh

Minimum (KHTM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak etanol

daun sirih merah yang masih memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur terhadap

bakteri dan jamur uji. Metode yang dilakukan adalah metode makrodilusi cair

dengan melakukan pengenceran bertingkat konsentrasi ekstrak etanol daun sirih

merah dengan variasi konsentrasi 10, 5, 2,5, 1,25, 0,625, 0,3125 dan 0, 15625%

b/v menggunakan media cair MHB untuk pertumbuhan bakteri uji dan media

SDB untuk pertumbuhan jamur uji. Kemudian ditambahkan suspensi bakteri atau

jamur uji dan diinkubasikan sesuai dengan suhu dan waktu optimum pertumbuhan

masing–masing mikroba. Penentuan letak KHTM dilakukan dengan pengamatan

kekeruhan media uji dengan pembanding kontrol positif dan negatif yang

digunakan. Nilai KHTM terletak pada konsentrasi uji terkecil dimana terdapat

penurunan jumlah koloni mikroba yang tinggi pada media padat. Setelah itu,

dilakukan teknik dropping untuk melihat pertumbuhan koloni mikroba kedalam

media padat MHA untuk bakteri uji dan media SDA untuk jamur uji. Nilai KBM

berada pada konsentrasi uji terkecil dimana tidak terdapat pertumbuhan koloni

mikroba.

3.3.7 Penentuan Waktu Kontak

Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui waktu tercepat yang dibutuhkan

oleh ekstrak etanol daun sirih merah sebagai kandidat antiseptik untuk dapat

Page 9: BAB III Sirih Merah

30

membunuh bakteri dan jamur uji. Hal ini berhubungan dengan penggunaannya

sebagai antiseptik yang diharapkan dapat membunuh mikroba dalam waktu yang

relatif singkat. Penentuan waktu kontak ini dilakukan dengan merancang

serangkaian konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah dan interval waktu kontak

yang dibutuhkan. Suspensi mikroba uji diinokulasikan kedalam variasi

konsentrasi ekstrak dan setiap interval waktu kontak, diinokulasikan kembali pada

media MHB untuk bakteri uji dan media SDB untuk jamur uji, kemudian masing-

masing mikroba uji diinkubasikan pada suhu dan waktu optimal pertumbuhan

jamur dan bakteri uji. Hasil inkubasi digores pada media padat menggunakan ose

dan diinkubasi pada suhu dan waktu optimal pertumbuhan jamur dan bakteri uji.