bab iii riwayat hidup george ritzer dan pemikiran...

25
51 BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN TENTANG MCDONALDISASI PENDIDIKAN A. Autobiografi Sebagai Alat Metateoritis Karya biografi dan autobiografi berguna membantu kita dalam memahami karya teoritisi sosiologi dan karya sosiolog pada umumnya. Thomas Hankin, sejarawan ilmu menjelaskan : Biografi lengkap seorang ilmuan, yang tak hanya meliputi kepribadiannya saja, tetapi juga mengenai karya ilmiahnya dan konteks sosial dan intelektual di zamannya…masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah yang mengelilingi tulisan tentang sejarah ilmu…ilmu diciptakan oleh individu, tetapi banyak diantara karya ilmiah itu yang didorong oleh kekutan dari luar, yang berpengaruh melalui ilmuan itu sendiri. Biografi adalah lensa kesusastraan, dengan lensa ini kita dapat melihat proses penciptaan ilmu dengan cara yang terbaik. 1 Apa yang ditegaskan hanking mengenai ilmuwan pada umumnya menjelaskan orientasi kita atas biografi teoritisi sosiologi, termasuk pribadi George Ritzer dan teori McDonaldisasi-nya yang penulis teliti. Autobiografi seseorang dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa karya biografi dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk analisis metateoritis. Peran seorang tokoh dalam kancah pengembangan dan perkembangan ilmu pengetahuan sangat berarti. Ini menandai bahwa keilmuan secara dinamis berkembang melalui hasil “ijtihad” para tokoh. Mereka meluangkan waktu untuk berfikir dan mengartikulasikan gagasan- gagasannya untuk kemudian disosialisasikan. Niatan utama mereka adalah proses kesinambungan pola pikir dan membentengi matinya pengetahuan. Salah satu tokoh kaliber dunia yang mengkampanyekan bahaya globalisasi terhadap dunia pendidikan lewat teori “McDonaldisasi pendidikan tinggi” adalah George Ritzer. Ia dikenang sebagai pencetus teori McDonaldisasi, sebagai kritik atas kelemahan sistem global dalam mempengaruhi pola pikir kehidupan manusia di berbagai belahan dunia. 1 Thomas L Hanking, “In Defense of Biography: The Use of Biography in the History of Science”, History of Science 17. 1979:14

Upload: truongliem

Post on 04-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

51

BAB III

RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER

DAN PEMIKIRAN TENTANG MCDONALDISASI PENDIDIKAN

A. Autobiografi Sebagai Alat Metateoritis

Karya biografi dan autobiografi berguna membantu kita dalam

memahami karya teoritisi sosiologi dan karya sosiolog pada umumnya.

Thomas Hankin, sejarawan ilmu menjelaskan :

Biografi lengkap seorang ilmuan, yang tak hanya meliputi kepribadiannya saja, tetapi juga mengenai karya ilmiahnya dan konteks sosial dan intelektual di zamannya…masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah yang mengelilingi tulisan tentang sejarah ilmu…ilmu diciptakan oleh individu, tetapi banyak diantara karya ilmiah itu yang didorong oleh kekutan dari luar, yang berpengaruh melalui ilmuan itu sendiri. Biografi adalah lensa kesusastraan, dengan lensa ini kita dapat melihat proses penciptaan ilmu dengan cara yang terbaik.1

Apa yang ditegaskan hanking mengenai ilmuwan pada umumnya

menjelaskan orientasi kita atas biografi teoritisi sosiologi, termasuk pribadi

George Ritzer dan teori McDonaldisasi-nya yang penulis teliti. Autobiografi

seseorang dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa karya biografi

dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk analisis metateoritis.

Peran seorang tokoh dalam kancah pengembangan dan

perkembangan ilmu pengetahuan sangat berarti. Ini menandai bahwa

keilmuan secara dinamis berkembang melalui hasil “ijtihad” para tokoh.

Mereka meluangkan waktu untuk berfikir dan mengartikulasikan gagasan-

gagasannya untuk kemudian disosialisasikan. Niatan utama mereka adalah

proses kesinambungan pola pikir dan membentengi matinya pengetahuan.

Salah satu tokoh kaliber dunia yang mengkampanyekan bahaya

globalisasi terhadap dunia pendidikan lewat teori “McDonaldisasi

pendidikan tinggi” adalah George Ritzer. Ia dikenang sebagai pencetus teori

McDonaldisasi, sebagai kritik atas kelemahan sistem global dalam

mempengaruhi pola pikir kehidupan manusia di berbagai belahan dunia.

1 Thomas L Hanking, “In Defense of Biography: The Use of Biography in the History of Science”, History of Science 17. 1979:14

Page 2: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

52

Sebagai figur yang banyak mengkaji studi sosiologi dan makroekonomi, ia

juga concern terhadap pendidikan. Siapa semestinya dia dan bagaimana

pemikirannya tentang pendidikan?

B. Sketsa Biografi, Kiprah dan Karya Ilmiah George Ritzer

B. I. Sketsa Biografi George Ritzer

George Ritzer lahir pada tahun 1940 di Born, Amerika Serikat. Dia

adalah seorang sosilog Amerika2, Ritzer juga seorang Distinguished

University Professor di Universitas Maryland. Minat utamanya adalah teori

sosiologi dan sosiologi konsumsi. Ritzer pernah menjabat sebagai ketua

American Sociological Association’s Section on Theoritycal Sociology and

Organizations and Occupations. Profesor Ritzer juga seorang Distinguished

Scholar-Teacher di Maryland dan menerima Teaching Excellence Award.

Dia menjabat sebagai UNESCO Chair in Social Theory di Akadeni Sains

Rusia, Fulbright-Hays Chair di Universitas York di Kanada, dan Fulbright-

Hays Award Belanda, Ritzer juga seorang Scholar-in-Residence di

Netherland Institute for Advanced Studies dan Swedish Colegium for

Advanced Studies in the Social Sciences.3

Ritzer telah mengajar dijurusan sosiologi selam lebih dari 30 tahun

dan telah menulis sejumlah besar buku kajian sosiologi, dan mengajar

sosiologi di seluruh dunia, namun tak satupun gelar kesarjanaannya bukan

dibidang sisiologi.4

Keterbatasan latar belakang sosiologi ini yang mendorongnya

mempelajari sosiologi secara umum dan teori sosiologi pada khususnya.

Upaya studi meta teori ini juga sekurangnya dalam satu hal dibantu oleh

usaha keras Ritzer untuk memahami teori sosiologi. Ritzer sendiri

mengatakan bahwa dirinya tidak dididik menurut satu “aliran” khusus,

Ritzer dalam mempelajari teori sosiologi dengan hanya berbekal sedikit

2 Heru Nugroho (ed), McDonaldisasi Pendidikan Tinggi, (Yogyakarta: Kanisius 2002),

hlm.13. 3 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. ii. 4 Ibid., hlm. A-10.

Page 3: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

53

konsepsi dan bias. Dia menilai bahwa dirinya adalah pelajar dari seluruh

“aliran pemikiran”; yang memberikan keuntungan bagi dia dalam

memahami suatu karya teoritis seseorang.

Karya metateoritis pertama Ritzer adalah Sociology: A Multiple

Paradigm Science (1975), tak hanya berupaya menyusun paradigma

sosiologi yang terpisah-pisah dan sering bentrok -konflik- satu sama lain itu

tetapi juga mencoba membahas kemungkinan untuk menghubungkan,

menjembatani, menyatukan dan menggunakan paradigma sosiologi yang

beragam itu. Merasa tak enak dengan konflik paradigmatis itu, Ritzer ingin

melihat suasana yang lebih harmonis dan rukun dalam sosiologi. Hasrat

itulah yang mendorong Ritzer menerbitkan buku Toward an Integrated

Sociological Paradigm (1981); didalamnya Ritzer lebih memusatkan

perhatian sepenuhnya pada sebuah paradigma yang terintegrasi. Di tahun

belakangan ini, minat terhadap penyelesaian konflik teoritis mendorong

Ritzer memusatkan pada integrasi mikro-makro (1990) dan integrasi

keagenan-struktur (1994) dengan bekerja sama dengan seorang ilmuan

bernama Gindoff.

Minat Ritzer terhadap karya metateoritis dijelaskan oleh hasrat dia

untuk memahami teori dengan lebih baik dan untuk menyelesaikan konflik

dalam teori sosiologi. Dalam buku Metatheorizing (1992) Ritzer

mengemukakan perlunya studi sistematis atas teori sosiologi.5 Ritzer

percaya bahwa dengan banyak melakukan studi itu untuk memahami teori

dengan lebih baik, dapat menghasilkan teori baru, dan perspektif teoritis

yang lebih luas jangkauannya.studi metateoritis juga berorientasi untuk

menjernihkan masalah yang dipertengkarkan, menyelesaikan perselisihan

pendapat dan untuk menemukan peluang lebih besar dalam mencapai

sintesis dan integrasi.

Setelah bertahun-tahun berusaha menerangkan sifat teori sosiologi,

pada awal 1990-an Ritzer cemas terhadap abstraksi karya metateoritis,

sehingga dia berusaha mengaplikasikan berbagai teori yang telah dia pelajari

5 Ibid., hlm. A-11.

Page 4: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

54

kepada aspek-aspek konkret dari dunia sosial. Ritzer pernah sedikit

melakukannya pada 1980-an, menerapkan teori Max Weber pada

rasionalisasi restoran fast-food (1983) dan profesi medis. Ritzer telah

merevisi esai rasionalisasi restoran fast-food tersebut, dan hasilnya adalah

sebuah buku The McDonaldization Of Society (1993,1996, 2000)6, yang

menyatakan bahwa sementara birokrasi menjadi paradigma rasionalisasi

formal di era Weber, yang menjadi model paradigma birokrasi dalam

masyarakat modern adalah restoran cepat saji.

Dalam Expressing America: A Critique of the Global Credit Card

Society (1995) Ritzer mengalihkan perhatian pada fenomena ekonomi

sehari-hari manusia, yang analisanya bukan dari perspektif teori

rasionalisasi, tetapi dari perspektif lain, termasuk ide teoritis tentang uang

dari George Simmel.

Karya tentang restoran fast-food dan kartu kredit telah membawa

kesadaran pada diri Ritzer bahwa apa yang sesungguhnya menjadi minat dia

adalah sosiologi konsumsi, yang belum banyak dikembangkan di Amerika

Serikat, setidaknya jika dibandingkan dengan Great Britain dan negara

Eropa lainnya. Hal ini menghasilkan Enchanting a Disenchanted World:

Revolutionizing the Means of Consumption (1999), dimana Ritzer

menggunakan teori Weberian-Marxian, dan teori post-modern untuk

menganalisa alat-alat konsumsi baru –superston, megamall, cybermall,

televisi home shopping, kasino, taman hiburan, kapal pesiar dan juga

restoran fast-food, dan wara laba lainnya- yang menjadi cara orang Amerika

dan belahan dunia lain mengkonsumsi barang dan jasa.

Capaian global dari McDonald dan McDonaldisasi, kartu kredit, dan

alat-alat konsumsi baru membawa Ritzer minat pada globalisasi dan

menghasilkan buku Globalization Of Nothing (2004). Sementara dia tidak

bisa mengesampingkan isu metateoritis, sehingga baru-baru ini dia

membahasnya, rencana Ritzer sekarang adalah melanjutkan penggunaan

6 Buku ini telah diterbitkan kedalam lebih dari dua belas terjemahan.

Page 5: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

55

teori untuk memikirkan dunia kontemporer, khususnya konsumsi dan

globalisasi.7

B. II. Kiprah dan Karya Ilmiah George Ritzer

Setelah melihat perjalanan kehidupan George Ritzer dalam dunia

akademiknya, dapat dipahami bahwa kiprah Ritzer bisa diklasifikasikan

menjadi dua: kiprah di dunia intelektual dan kiprah pengabdian pada

masyarakat. Pengabdian pada masyarakat semata ia jalankan untuk

membantu kita dalam memahami gejala globalisasi yang telah

menghilangkat sekat negara. Lebih dari itu, kiprahnya dalam dunia keilmuan

sangatlah besar. Sehingga tidak salah kalau sepanjang hidupnya, ia banyak

melahirkan karya-karya ilmiah.

Sepanjang karier intelektualnya, George Ritzer telah banyak

memberikan sumbangsih di dunia Barat—terutama di Amerika—tentang

wacana irrasionalitas atas rasionalitas manusia. Kontribusi yang

diberikannya antara lain:

McDonaldization: The reader (ISBN 0761987673, 2002)

Explorations in Social Theory: From Metatheorizing to

Rationalization (volume 1 of my collected works). London: Sage,

2001.

Explorations in the Sociology of Consumption: Fast Food

Restaurants, Credit Cards and Casinos: (volume 2 of my collected

works). London: Sage, 2001.

Enchanting a Disenchanted World: Revolutionizing the Means of

Consumption. Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press, 1999.

Spanish translation, Barcelona: Editorial Ariel SA, 2000.

Summarized in Peter Kivisto, Illuminating Social Life: Classical and

Contemporary Theory Revisited. Thousand Oaks, CA: Pine Forge

Press, 1998; 2001.

7 Sumber disadur dan diperbarui dari George Ritzer: I Never Metatheory I Didn’t Like Mid

American Review of Sociology, 15.21-32, 1991.

Page 6: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

56

Excerpted in Margaret L. Anderson, Kim A. Logio and Howard F.

Taylor, Understanding Society. Belmont, CA: Wadsworth, 2001.

The McDonaldization Thesis: Extensions and Explorations. London:

terbit tahun 1998.

The McDonaldization of Society. Thousand Oaks, CA: Pine Forge

Press, 1993; 1996 (revised edition); 2000 (New Century Edition).

Postmodern Social Theory. New York: McGraw-Hill, 1997.

Sociological Theory, 5th edition. McGraw-Hill, 2000.

Modern Sociological Theory, 5th edition. McGraw-Hill, 2000

Classical Sociological Theory, 3rd edition. New York: McGraw-Hill,

pada tahun 2000.

Contemporary Sociological Theory (and Its Classical Roots): The

Basics (McGraw-Hill, forthcoming, 2003)

Working: Conflict and Change, 3rd edition (with David Walczak;

first edition entitled Man and His Work: Conflict and Change)

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, 1986.

Sociological Beginnings. New York: McGraw-Hill, 1994

Pekerjaan bidang akademik yang pernah digelutinya

Distinguished University Professor, University of Maryland dari

tahun 2001 sampai sekarang

Visiting Professor, Associazione per l'Istituzione della Libera

Università Nuorese, Sardinia, Italy dari tahun 2002 sampai sekang

Visiting Professor, University of Bremen, Germany sejak tahun 2001

Visiting Professor, University of Tampere, Finland pada tahun 1996

Visiting Exchange Professor, University of Surrey, England 1990

Visiting Professor, Shanghai University; Peking University 1988

Visiting Exchange Professor, University of, England tahun 1984

Professor, University of Maryland dari tahun 1974 sampai 2001

Associate Professor, University of Kansas tahun 1970 sampai 1974

Assistant Professor, Tulane University tahun 1968 hingga 1970

Page 7: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

57

Gelar kehormatan dan penghargaan yang pernah diterimanya

Named Distinguished University Professor, University of Maryland

pada tahun 2001

First Fulbright Chair at York University, Canada tahun 2001

American Sociological Association’s Distinguished Contributions to

Teaching Award tahun 2000

Who's Who in American Education tahun 1995

Who's Who in the World tahun 1995

Who's Who in the East tahun 1995

Biographical sketch (one of 500 in the history of the discipline) to

appear in Biographical Dictionary of Sociology. Westport, CT:

Greenwood Press, forthcoming tahun 1994

Burgerzaal Lecture, at the invitation of the Mayor of Rotterdam

tahun 1993

UNESCO Chair in Social Theory, Russian Academy of Sciences

tahun 1992

University of Maryland, Behavioral and Social Sciences Scholarship

Incentive Award dari tahun 1989 sampai 1990

Fellow-in-Residence, Swedish Collegium for Advanced Study in the

Social Sciences tahun 1989

American Sociological Association Problems of the Discipline pada

tahun 1988

University of Maryland, Behavioral and Social Sciences Scholarship

Incentive Award dari tahun 1988 sampai 1989

Fellow-in-Residence, Netherlands Institute for Advanced Study

pada tahun 1980 dan 1981

Fulbright-Hays Fellowship to the Netherlands pada tahun 1975

Dosen tamu diberbagai universitas didunia sejak 1980

Page 8: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

58

Johns Hopkins United States Military Academy (West Point),

University of Amsterdam, Erasmus University-Rotterdam,

University of Duisburg-West Germany, University of Zurich,

University of Berne, University of Lausanne, James Madison

University, East Carolina University, University of Florida, Rollins

College, William and Mary, Gettysburg College, Iowa State

University (AKD annual lecture), New College, Ramapo College

(Keynote Address, Curriculum Enhancement Conference in

Sociology), American Chemical Society, George Mason University

(Economics department), Vassar College, Marquette University,

Stockholm University, Uppsala University, Swedish Collegium for

Advanced Study in the Social Sciences, Georgetown University,

Roanoke College, University of Amsterdam, Nijenrode University

(Netherlands), University of Colorado, Colorado State University,

University of Utah, Arizona State University, Florida International

University, University of Surrey, University of Warwick,

Staffordshire University, University of Aston, University of New

Mexico, University of Tampere (Finland), University of Nevada- Las

Vegas, St. Mary's College, Groningen University (Netherlands),

University of Tasmania (Hobart, AU), Deakin University (AU),

University of Sydney (AU), Victoria University (Wellington, NZ),

University of Canterbury (Christchurch, NZ), Auckland University

(NZ), University of Essex (England), University of Alabama-

Huntsville, University of Richmond, Holy Cross University, NOPUS

(Goteborg, Sweden), University of Alborg (Denmark), Drexel

University, University of Tennessee, Insititute of Economics

(Moscow), Institute of International Studies (Moscow), dan masih

banyak lagi perguruan tingi terkemuka didunia mulai dari

Universitas sampai Akademi.8

8 Seperti dikutip oleh Anata Lie pada tanggal 1 Februari 2002, atau lihat dalam

http://www.bsos.umd.edu/socy/ritzer

Page 9: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

59

C. Pokok Pemikiran George Ritzer Tentang McDonaldisasi Pendidikan

Istilah McDonaldisasi masyarakat pertama-tama di kemukakan oleh

seorang sosiolog Amerika, George Ritzer dalam tulisannya yang terkenal di

Journal Of American Culture tahun 1983. pengertian ini lebih merebak

dengan terbitnya bukunya The McDonaldlizatoan of Society (1993) serta

publikasi-publikasi lainnya yang berkenaan dengan itu.9

Privatisasi pendidikan adalah konsekuensi logis dari 'McDonaldisasi

masyarakat' (McDonaldization of Society) yang menurut George Ritzer,

seorang sosiolog Amerika, menggunakan prinsip teknologisasi, kuantifikasi,

terprediksi dan efisiensi dalam setiap sendi kehidupan. Dalam masyarakat

seperti ini, pendidikan tidak lagi dipandang sebagai public goods, melainkan

private goods.10 Sebagaimana barang konsumsi lainnya, pendidikan tidak

lagi harus disediakan oleh pemerintah secara massal untuk menjamin harga

murah

Menurut Ritzer prinsip franchise dari Mcdonald’s berdasarkan

kepada empat prinsip:

a) Prinsip efisiensi. Prinsip ini dikenal secara luas di dalam dunia

bisnis. Berdasarkan kepada prinsip Fordism (assembly line), scientifis

management, dan prinsip birokrasi, maka restoran Mcdonald’s dikelola

secara sangat efisien. Pada pokoknya restoran tersebut melaksanakan prinsip

uniformitas, menu standart, porsi yang sama, dengan harga yang sama, dan

kualitas yang sama di dalam setiap restoran McDonald’s.

b) Kalkulabilitas. Bisnis yang diadakan haruslah dapat dihitung

untung ruginya. Apabila tidak memungkinkan maka dicari jalan pemecahan

agar bisnis tetap memberi keuntungan, sebagai contoh misalnya, pola

franchising McDonald’s tidak menarik fee dasar yang besar tetapi setiap

pembelian dikenakan 1,9 % kepada franchisee. Jadi yang dipentingkan ialah

keuntungan dari pada franchisee. Demikian pula uniformitas tidak

menghalangi adanya inovasi. Oleh sebab itu McDonald’s Indonesia

9 H. A. R. Tilaar, Multikulturalisme (Jakarta: PT Grasindo, 2004), hlm. 267. 10 Media Indonesia, 18 Februari 2004

Page 10: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

60

mempunyai rasa yang cocok dengan lidah Indonesia karena menyertakan

nasi di samping french fries atau kentang goring.

c) Prediktabilitas. Dengan adanya kalkulabilitas maka dengan

sendirinya dapat diprediksikan keuntungan yang di peroleh oleh outlet

McDonald’s. Setiap outlet telah memprediksikan tempat-tempat yang

strategis dimana orang akan mencari makan secara cepat, misalnya di

lingkungan-dilingkungan perkantoran dimana orang tergesa-gesa untuk

makan dan berkerja kembali. Demkian pula di highway-highway dimana

orang mencari makan di tengah paerjalanannya secara cepat.

d) Kontrol: dari kontrol manusia menuju kontrol robot yang

mekanistik. Bisnis McDonald’s mempunyai manual yang sangat tepat yang

sudah ditqerbitkan sejak tahun 1958. bahkan pada tahun 1961 ia mendirikan

suatu pusat pelatihan, sejenis “hamburger university” dengan gelar

“hamburologi”. Demikianlah cara-cara memberikan servis yang cepat yang

dikontrol secara mekanis dan terarah telah dapat mempertahankan kualitas

makanan secara cepat dan menyenangkan banyak orang.11

1. Efisiensi: Pendidikan tinggi, tinggal mengisi kotak

Beberapa perguruan tinggi perlahan mengalami perubahan, menjadi

seperti ATM, Mall dan sejenisnya. Seperti organisasi-organisasi lain

perguruan tinggi tersebut akan menjadi “pastiche dari berbagai unsur”12.

Perguruan tinggi tersebut juga akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

penggunaan sarana baru yang telah dikembangkan untuk pemakaian secara

berkelanjutan.

Ketika perguruan tinggi tunduk pada mekanisme pasar, maka ia akan

melakukan berbagai macam tindakan dengan cara memprediksi, efisiensi,

kalkulasi dan kontrol. Sebagai alat konsumsi pendidikan McUniversity akan

mencari dan menghapuskan hal-hal yang dapat merugikan pelanggan –

siswa- dengan menyusun berbagai macam aturan agar siswa tetap bertahan

11 George Ritzer, McDonaldization, The Reader (Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press,

2000), hlm. 15. 12 George Ritzer, McUniversity in the Post Modern Consumer Society, in Quality in Higher

Education, Vol 2, No 3 (1996), hlm. 185

Page 11: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

61

di universitas sampai ia mendapatkan gelar kesarjanaan.13 Membuat siswa

dengan mudah mendapatkan layanan pendidikan dengan sistem

teknologisasi di kampus dan menawarkan kursus pendidikan jarak jauh.

Dalam sistem pendidikan, khususnya universitas yang sekarang

disulih menjadi “McUniversity”, bisa kita saksikan tekanan yang lebih

dahsyat untuk menghasilkan efisiensi lebih besar. Seseorang dinilai

layaknya mesin melalui wujud pilihan ganda. Padahal, dalam era

sebelumnya mahasiswa itu diuji langsung oleh profesornya. Barangkali itu

cara bagus sejauh apa yang mahasiswa ketahui. Namun, itu merupakan

pengintensifan kerja dan tidak efisien.14 Maka berikutnya ujian bentuk esai

lebih popular. Bila menentukan tingkat seperangkat esai itu lebih efisien

dibanding menguji individu secara lisan, maka sebenarnya itu masih tidak

efisien dan menghabiskan waktu. Melibatkan diri dalam ujian pilihan ganda

mungkin saja membikin hasil penilaian itu belum mencerminkan hasil yang

seharusnya. Tetapi asisten pengawasan ujian kelulusan bisa melakukannya

dan membuatnya lebih efisien di mata professor. Sekarang ada komputer

penilai yang mampu memaksimalkan efisiensi asisten maupun professor.

Bahkan, mereka juga memberi keuntungan bagi mahasiswa. Mahasiswa

makin mudah mengkajinya serta membatasi dampak pandangan pribadi

penguji selama proses penilaian.

Bagaimanapun ujian pilihan ganda masih memaksa professor

berkubang dalam tugas yang tidak efisien. Mereka harus menyusun

seperangkat pertanyaan yang diperlukan. Setidaknya, beberapa pertanyaan

harus di ubah tiap semester karena mahasiswa baru bisa saja telah

mengetahuinya dari ujian terdahulu. Solusinya: beberapa penerbit buku teks

pelajaran harus melengkapi produknya (secara gratis) dengan buku

pegangan bagi professor yang berisi sejumlah besar pertanyaan pilihan

13 George Ritzer, The Mcdonaldization Thesis: Explorations and Extensions, hlm. 62. 14 George Ritzer, The McDonaldization of Society, (terj) Solichin dan Didik P. Yuwono,

Ketika Kapitalisme Berjingkrang: Telaah Kritis Terhadap Gelombang McDonaldisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 72.

Page 12: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

62

ganda untuk ukuran kelas yang lebih besar. Meski demikian, professor harus

mengetik ulang atau menyuruh orang untuk mengetiknya. Maka, belakangan

beberapa penerbit mulai membuatnya efisien dengan menyajikan

seperangkat pertanyaan yang diinginkan dan membiarkan printer

mencetaknya. Melalui efisiensi ini, professor terlibat dalam sedikit dari

keseluruhan proses ujian yang dimulai dari penyusunan pertanyaan hingga

penilaian.

Tidak ketinggalan, penerbit juga menyediakan layanan lain agar

professor yang memakai buku teks produknya bisa melakukan tugas

mengajar secara efisien. Dengan buku itu, professor bisa mendapatkan

beberapa materi untuk memenuhi aktivitas seluruh jam mengajarnya, seperti

garis besar perkuliahan, simulasi komputer, topik masalah diskusi, video

tape, film, bahkan ide mendatangkan dosen tamu hingga penugasan –

proyek- mahasiswa. Professor yang memilih menggunakan seluruh piranti

ini akan sedikit, bahkan tidak sama sekali, menerapkan sendiri apa yang

dimiliki bagi kelasnya. Sebagai sarana pengajaran yang sangat efisien,

pendekatan ini memacu pemanfaatan banyak waktu untuk kegiatan yang

lebih bernilai (bagi professor dan bukan mahasiswa), seperti menulis

maupun melakukan riset.

Akhirnya, yang perlu diperhatikan di sini adalah wujud

pengembangan bentuk “layanan” relatif baru di kampus. Karena biaya

nominal, maka mahasiswa perlu disediakan catatan kuliah dari professor,

asisten, maupun mahasiswa pamuncak. Tidak pula efisien rajin masuk kelas.

Mahasiswa bebas mencari sendiri kegiatan yang lebih bernilai, seperti

mereguk jurnal berkala di perpustakaan ataupun hanya dengan menyaksikan

“opera sabun”.15

2. Daya Hitung: Titel, Nilai, Rasio dan Peringkat

Bertambahnya tekanan fenomena kuantifikasi bekembang di dunia

pendidikan. fokus yang nampak, seberapa jauh siswa –produk- bisa

diarahkan dalam kerangka sistem serta ukuran apa yang mereka peroleh,

15 Ibid, hlm. 74.

Page 13: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

63

dibanding kualitas dan pengalaman pembelajaran yang berhasil di pelajari.

Tampak seluruh proses di pendidikan tinggi atau kursus di ukur dengan

penilaian tunggal, yaitu rata-rata nilai peringkat (GPA). Dengan

kelengkapan GPA ini, siswa bisa mengikuti ujian dengan hasil penilaian

seperti PSAT, SAT dan GRE. Kursus, sekolah berkelanjutan serta sekolah

ahli bisa menerapkan tiga sampai empat sistem penilaian dalam memutuskan

apakah menolak atau menerima calon siswa.16

Dalam hal ini, bisa saja memilih sebuah universitas dengan di

dasarkan pada rata-rata –rasio- nilainya. Adakah universitas itu masuk dalam

jajaran sepuluh besar di negeri ini atau tidak. Adakah jurusan fisika di

universitas itu? Serta apakah ia memiliki pula tim olah raga yang kerap

menjadi juara? Juragan kerap kali pula memutuskan menyewa atau tidak

lulusan berdasarkan nilainya, peringkatnya di kelas, serta peringkat

universitas asalnya. Sehingga, untuk lebih meyakinkan prospek kerja dan

sertifikat. Mereka berharap juragan percaya bahwa sejumlah titel itu

menjamin kualitas lebih tinggi pada kandidat untuk pekerjaan bersangkutan.

Bagaimana pun referensi personal juga penting sebab kerapkali mampu

menggantikan formula standar dengan rasio kuantifikasi (seperti “5 persen

pamuncak di kelas” dan peringkat kelima dari total 25 siswa disuatu kelas”).

Kebanyakan kursus menerapkan standar penilaian pekanan atau jam

perpekan. Dalam pandangan Ritzer hal ini kurang begitu diperhatikan

apakah mata pelajaran tertentu sesuai diajarkan dalam pekan atau jam

perpekan yang ditentukan. Bahkan sangat jarang perhatian itu ditekankan

pada daya serap siswa selama jatah waktu tersebut.17

Sejumlah sertifikat yang dimiliki seseorang lebih perperan penting

dalam suatu situasi dibanding manfaatnya untuk memperoleh pekerjaan itu

sendiri. Misalnya orang yang menduduki beragam jabatan cenderung

menuliskan sederet titel yang dimiliki guna meyakinkan klien akan

kompetensinya –titel BA, MBA, dan PhD saya barangkali mampu

16 Ibid, hlm. 115. 17 Robin Leidner, Fast Food, Fast Talk: Service Workand the Routinization of Everyday

Life, (Berkeley: University of California Press, 1993), hlm. 60.

Page 14: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

64

memengaruhi pembaca bahwa saya berkompeten menulis buku ini meskipun

titel ”hamburgerology” atau ilmu hamburger terkesan lebih relevan-. Begitu

halnya dengan seorang pakar asuransi dengan titel ASA, FSVA, FAS, CRA

atau CRE yang ditulis setelah namanya. Dalam pandangan Ritzer makin

banyak titel yang ditulis setelah nama, makin potensial klien merasa

terkesan.18 Meski demikian, sederet titel itu sedikit saja menyatakan

kompetensi sebenarnya yang dimiliki seseorang. Selebihnya penekanan pada

kuantitas titel itu cenderung mendorong orang kreatif meletakkan sejumlah

huruf setelah namanya. Contohnya seorang direktur lembaga pendidikan

berasrama –camp- mambutuhkan titel “ABD” setelah namanya untuk

meyakinkan orang tua akan hasil peserta didik. Bisa saja titel itu

mengesankan bagi sementara orang. Namun, seluruh akademisi tahu benar

bahwa itu merupakan titel informal dan label bermakna negative. Yaitu “All

But Desertation” (lengkap kecuali disertasi). Sejumlah julukan bagi orang

yang menamatkan kuliah dan ujian, tetapi tidak menulis disertasi. Perlu pula

dicatat disini tentang perkembangan organisasi yang eksistensi utamanya

menghasilkan gelar tanpa makna. Ini kerap kali terjadi pada pendidikan via

surat-menyurat.

Penekanan pada faktor bisa dibilang itu bahkan lazim terjadi di

kalangan profesor pendidikan tinggi. mereka adalah “pekerja” seandainya

menilai mahasiswa sebagai “produk”. Salah satu contohnya adalah makin

banyaknya akademi maupun universitas yang memanfaatkan lembaran dan

sistem evaluasi. Untuk menilai keberhasilan masing-masing mata kuliah

mahasiswa diminta menjawab pertanyaan. Seorang mungkin mengerjakan

evaluasi satu sampai lima kali. Rendah direntang satu tapi tinggi direntang

lima. Di akhir semester, profesor memeberikan kartu nilai yang memuat

rata-rata sepanjang pengajaran. Sedikit atau barang kali tidak ada

kesempatan mahasiswa menawarkan evaluasi kualitatif pada dosennya.

Karena penilaian mahasiswa dilakukan dengan cara seperti itu dampaknya

akan merugikan mahasiswa itu sendiri. Mereka misalnya, akan memilih

18 Susan Gervasi, The Predentials Epidemic, (Woshington Post, 30 Agustus 1990), hlm. D5.

Page 15: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

65

profesor yang lebih sebagai pelaku humoris, serta yang tidak menuntut

berlebihan dari mahasiswanya. Karena profesor serius yang sering menuntut

lebih dari mahasiswanya kemungkinan besar tidak bisa menerapkan sisten

penilaian seperti itu meskipun pengajarannya dinilai berkualitas. Dalam arti

lebih dari sekadar pelaku pendidikan.

Faktor kuantitatif dirasa penting tidak saja dalam pengajaran,

melainkan pada riset dan publikasi. Tekanan dogma publish or perish

dikalangan akademisi berbagai akademi dan universitas cenderung diukur

berdasarkan kuantitas publikasi.19 Dalam pemutusan rekrutmen dan

promosi, catatan panjang tentang hasil karya seseorang baik berupa artikel

maupaun buku, lebih disukai ketimbang mereka yang sedikit berkarya. Dus,

pemenang penghargaan tertentu belum tentu bisa diterima di Rutgers

university karena –menurut pertimbangan komite jabatan disana- akumulasi

karya tulis yang diterbitkan tidak memenuhi paket yang ditentukan. Ini

membuktikan bahwa kuantitas membawa dampak yang tidak

menguntungkan karena profesor cenderung menghasilkan karya yang

berbobot, terburu-buru menerbitkan karya tulisnya sebelum sepenuhnya

rampung, atau mungkin juga menerbitkan beberapa karya tulis dengan ide

yang sama dan sedikit variasi.

Bila yang terakhir itu dipilih, maka profesor tidak ubahnya mereka

yang bertanggung jawab atas restoran fast food. Hanya mematrikan ilusi

kuantitas pada sederet karya tulisnya. Bentuk lain yang sejenis itu termasuk

penerbitan karya pribadi atau buku oleh “penerbit murahan” yang memungut

bayaran justru dari pengarangnya. Buku seperti itu yang lazim diproduksi

dalam jumlah terbatas, memang bisa sampai pada sedikit orang, tetapi

menyebar dikalangan penulisnya sendiri. Sehingga yang tampak memang

deretan panjang hasil karya yang diakui.

Faktor kuantitatif lain dalam dunia akademisi adalah penentuan

peringkat yang menentukan penerbitan hasil karya seseorang. Pada ilmu

pengetahuan yang dipandang sulit, artikel diberbagai jurnal profesi

19 George Ritzer, Op. Cit, hlm. 117.

Page 16: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

66

mendapat penilaian tinggi, namun rendah pada penilaian penerbitan buku.

Dibidang humaniora, justru buku memiliki penilaian lebih tinggi dan kadang

lebih prestisius dibanding artikel dijurnal. Misalnya, buku yang diterbitkan

oleh berbagai penerbit seperti penerbitan universitas akan memilih prestis

lebih tinggi dibanding penerbitan komersial.20

Ada juga sistem penilaian peringkat yang lebih luas bagi jurnal

profesi. Dalam bidang sosiologi misalnya, sistem pemeringkatan itu

menunjuk kepada penerbitan berbagai jurnal yang memiliki peringkat tinggi.

yang lain sedang, lainnya lagi tergolong rendah. Maka, penerbitan di

American Sociological Review yang prestisius itu akan memperoleh nilai

sepuluh atau nilai maksimal dalam sistem pemeringkatan ini. Sangat

mungkin nilai yang diberikan kepada sosiolog diseluruh dunia atas

penerbitan jurnalnya itu berdasarkan hipotesis belaka. Memakai sistem itu

pula, maka profesor yang menerbitkan karya jurnalnya mampu memperoleh

nilai 340 akan baik dipandang –baik lipat dua- dibanding mereka yang

memperoleh nilai 170.

Bagaimanapun seperti yang lazim terjadi dalam beberapa kasus,

penekanan pada kuantitas itu tetap mempengaruhi kualitas. Alasan pertama,

sangat mustahil sepanjang hidupnya profesor cuma menghasilkan satu karya

tulis yang berbobot. Fakta lain berbicara pula bahwa tidak mungkin pula

membilang kualitas ide, teori atau hasil riset. Kedua, sistem pemeringkatan

itu cuma mengait secara tidak langsung dengan kualitas. Yaitu, peringkat

didasarkan pada kualitas juranl penerbit artikel, bukan pada kualitas artikel

itu sendiri. Jadi, tidak ada upaya mengevaluasi kualitas artikel atau

kontribusi pada bidangnya. Padahal, artikel yang kurang berbobot kadang

muncul juga di jurnal yang memiliki peringkat tinggi, sementara yang

berbobot malah dimuat pada jurnal yang memiliki peringkat rendah. Ketiga,

akademisi yang menulis sedikit, meskipun bebobot, tidak mungkin bisa

sejalan dengan sistem peringkat ini.21

20 Ibid, hlm. 118-119 21 Ibid, hlm. 119.

Page 17: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

67

Sebaliknya, seseorang yang banyak menulis karya murahan akan

memiliki nilai tinggi. Jadi sistem terserbut menekankan pada banyaknya

karya yang diterbitkan terlapas dari berkualitas atau tidak. Ini kadang

mendorong sosiolog –atau akademisi di bidang lain- yang ambisius agar

tidak terlalu lama berkutat pada satu kajian, karena bakal tidak memberinya

banyak nilai. Singkatnya, penekanan pada kuantitas publikasi itu akan

mendorong lahirnya banyak karya murahan.22

Sains memang banyak terkait pada pembilangan yang bisa diukur

untuk menentukan kualitasnya. Sejumlah orang direkrut untuk menilai karya

orang lain. Alasannya, karya yang berbobot signifikan dan dinilai

berpengaruh itu bisa jadi akan dipakai oleh ilmuwan lain. Asumsinya, makin

sering karya itu dikutip orang lain, maka ia memiliki nilai tinggi. Orang bisa

memakai beragam indeks kutipan penerbitan tiap tahun untuk mengkalkulasi

jumlah kutipan seseorang tiap tahun. Tidak mengherankan jika hasil karya

satu orang dikutip sampai 140 kali. Sementara yang lain cuma 70 kali. Lagi-

lagi orang akan menyimpulkan bahwa karya seseorang sosiolog itu “baik

lipat dua” dibanding yang lain.23

Bermula dari sini masalah penilaian kualitas kembali muncul. Lalu,

dapatkah pengaruh seseorang akademisi dipangkas hingga terbilang tunggal.

Barang kali memang sedikit pusat kajian yang memakai ide satu ilmuwan itu

lebih mampu mempengaruhi bidang tertentu dibanding yang menggunakan

banyak kutipan dan pengarangnya. Padahal sebaliknya. Ilmuwan

mengabaikan hal yang sangat penting, seperti kualitas yang mendahului

zamannya, dan banyak melahirkan kutipan bagi pengarang selanjutnya.

Memang lazim bahwa kuantitas tidak selalu mudah diterjemahkan dalam

kualitas dan cenderung menunjuk pada kualitas rendah dibanding yang

tinggi.24

Belum lama berselang Donald Kennedy, yang selanjutnya menjabat

pemimpin Stanford University, mengumumkan perubahan pada kebijakan

22 Ibid, hlm. 120. 23 Ibid. 24 Ibid, hlm. 121.

Page 18: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

68

perekrutan, promosi atau penentuan masa jabatan bagi staf fakultas. Ia

melakukan kebijakan itu karena santernya laporan yang mengatakan bahwa

“hampir separoh dari staf pengajar di fakultas begitu yakin pada karya akhir

berbentuk hitungan semata –tidak di evaluasi- ketika penentuan tenaga

pengajar tiba.25

3. Daya prediksi: Pendidikan tinggi, teks juru potong-masak

Dibanding SMU atau sekolah berjenjang lainnya, diranah pendidikan

universitaslah orang bisa berharap mendapatkan lebih sedikit daya prediksi.

Meski demikian, tidak ada jumlah mencengangkan di sana.

Ranah pendidikan tampak seragam pada semua Universitas.

Gambaran umumnya, professor berdiri di depan kelas, di muka papan tulis

serta memberi kuliah terhadap mahasiswa yang duduk menatap. Biasanya

professor itu menghadapi sekitar 25 sampai 50 mahasiswa, tetapi kadang

jumlahnya bisa mencapai 500, 1000, bahkan mungkin lebih. Yang pasti,

sejumlah ruang seminar berukuran kecil dilengkapi meja konferensi akan

membuat jumlah mahasiswa makin sedikit. Makin terbukalah kesempatan

mahasiswa melakukan interaksi langsung.

Kebanyakan akademi dan universitas menyajikan mata kuliah yang

seragam, khususnya di tingkat kurikulum yang lebih rendah. Salah satu

alasannya, guru di segenap penjuru negeri itu biasanya memiliki buku teks

dalam jumlah terbatas. Sehingga, buku-buku itulah yang cenderung

menentukan struktur kelas. Masih ada pula tekanan luar biasa dari industri

buku teks utuk membuat materi pada tinggkat rendah itu kelihatan sama

antara yang satu dengan yang lain. Faktor kunci penyebabnya tiada lain

25 Dalam hal ini Kennedy berkata: “Saya berharap kita bisa sepakat bahwa pemakaian kuantitatif pada hasil riset sebagai hasil penelitian atau promosi itu sebagai kemunduran ide... hasil berlebihan untuk jatah rutin beasiswa memang salah satu aspek yang harus dicermati dalam kehidupan akademik kontemporer: ia cendrung menyisihkan karya penting demi volume yang melimpah; itu menyia-nyiakan waktu dan sumber berharga. Berkaitan dengan masalah itu, Kennedy kemudian mengajukan batasan publik sebagai syarat penentuan tenaga pengajar. Ia berharap batasan itu mampu “membalik keyakinan yang mendarah daging bahwa penghitungan dan pengukuran berat merupakan sarana penting dalam mengevaluasi kegiatan fakultas. Bisa disimak sendiri apakah kini Stanford-juga pada universitas lain di Amerika –mampu membatasi pemakaian kuantitas dibanding kualitas. Ibid. hlm. 121-122.

Page 19: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

69

hasrat penerbit membuat buku teksnya laris. Buku teks yang biasa di

prediksi akan menghasilkan kuliah yang bisa diprediksi, dan selanjutnya

menuntun pada pengalaman pendidikan yang bisa diprediksi pula.26

Dalam beberapa hal, buku teks memang menunjukkan sikap

kompromi. Mereka kerap memiliki ukuran bendel yang sama, sama panjang

halaman, ikhtisar daftar pustaka, serta indeks. Masing-masing bab kerapkali

diikuti format sejenis: garis besar bab, pendahuluan, boks rangkuman, foto

(lebih disukai yang berwarna), ikhtisar bab dan simpulan.

Dengan maraknya ujian pilihan ganda, ujian menjadi sangat bisa

diprediksi. Mahasiswa yang diuji sudah tahu bahwa mereka akan di beri

sebuah pertanyaan dengan empat atau lima pilihan jawaban. Sangat mungkin

dua jawaban melenceng, sehingga mahasiswa hanya memiliki tiga alternatif

jawaban yang perlu dipilih. Penilaian akan dilakukan oleh komputer,

sehingga sangat sedikit kemungkinan adanya penilaian subjektif professor

maupun asistennya. Ujian dan penilaiannya jelas lebih mampu diprediksikan

dibanding ujiaan esai, yang membuka kesempatan lebar bagi unsur

subjektifitas penilaian.27

Bila elemen ini dan elmen lain McDonaldisasi bisa di dapati di

universitas, tentu itu tidak mendekati kesamaan dengan McDonaldisasi

seperti yang dialami restoran fast food. Misalnya, relatif sedikitnya interaksi

di universitas itu telah diatur dalam skrip. Terdapat kualitas yang terutinisasi

pada berbagai mata kuliah. Namun, justru terdapat perbedaan besar ketika

seseoang memakai bahan kuliahnya sendiri dibanding memakai bahan karya

orang lain. Pekerja universitas, khususnya professor juga lebih longgar

melakukan tindakan yang tidak bisa diprediksi dibanding pekerja di restoran

fast-food.28

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Levine menemukan bahwa: a,

pendidikan tinggi bukanlah pusat dari sebagian hidup mahasiswa. b,

mahasiswa ingin perguruan tinggi berjalan “seperti Bank dan restoran cepat

26 Ibid, hlm. 155. 27 Ibid. 28 Ibid, hlm. 156.

Page 20: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

70

saji”29 mahasiswa mengharapkan nilai uang dari pada barang-barang dan

kegiatan, singkatnya mereka ingin kesederhanaan, hemat dengan harga yang

murah.

Tidak semua perguruan tinggi akan merespon tantangan ini –

perguruan tinggi yang elit akan tetap berjalan seperti yang mereka jalani-

hasilnya, perguruan tinggi akan tumbuh bahkan lebih dari satu kelas yang

bersangkutan. Hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan akan

memerlukan beberapa ketentuan yang juga akan digunakan sebagai

pembeda.30 Beberapa perguruan tinggi mungkin tertarik pada peningkatan

pinjaman dari prosedur bisnis, tetapi berbalik lebih kearah bisnis pemakaian

dari pada bisnis besar –seperti Ford atau Toyota yang tidak lebih pada

manajemen kualitas-, mereka mungkin merasa tertekan pada penurunan

sumber dana masyarakat dan kerja keras, sehingga pemasukan dari siswa

menjadi sangat penting, juga akan ada pengaruh teknologi komunikasi yang

akan terus berubah.31

4. Kontrol: Pendidikan Belajar Patuh

Banyak perguruan tinggi telah mengembangkan beraneka teknologi

non-manusia untuk menerapkan kontrol pada proses pendidikan. Misalnya,

para dosen harus mengikuti hukum serta aturan tertentu. Waktu belajar serta

kapan pelajaran harus berakhir ditentukan oleh universitas. Para siswa keluar

pada waktu yang telah ditentukan meski sang dosen sedang memberikan

kuliah. Jadi, karena perguruan tinggi menginginkan penilaian, maka dosen

harus menguji para siswa. Di beberapa perguruan tinggi, nilai akhir harus

dikumpulkan dalam waktu empat puluh delapan jam setelah ujian akhir. Hal

ini menyebabkan sang dosen menerapkan ujian pilihan ganda dengan

bantuan komputer. Evaluasi yang dibutuhkan siswa akan membuat sang

dosen memberikan kuliah dengan cara yang mengacu pada tingkat rating

29 George Ritzer, McUniversity in the Post Modern Consumer Society, in Quality in Higher

Education, hlm. 187 30 George Ritzer, The Mcdonaldization Thesis: Explorations and Extensions, hlm. 86. 31 Ibid, hlm. 87.

Page 21: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

71

tinggi. Tuntutan sistem jabatan dan promosi akan memperpendek waktu

pengabdian sang dosen.32

Yang pasti, para siswa akan lebih terkontrol oleh sistem perguruan

tinggi dibandingkan dengan para dosen. Misalnya, disamping kendala-

kendala yang telah disebutkan, pihak perguruan tinggi seringkali memberi

tidak cukup waktu luang pada siswa untuk mengambil mata kuliah yang

mereka hendaki. Mata kuliah itu sendiri acapkali begitu tersusun rapi

sehingga para siswa harus melaluinya dengan cara khusus.33

Kontrol atas ”pelanggan” perguruan tinggi, yaitu siswa sebenarnya

bermula jauh hari sebelum mereka memasuki perguruan tinggi. Sekolah-

sekolah bermutu telah mengembangkan banyak teknologi untuk mengontrol

para siswa. Banyak sekolah berusaha keras, dari awal, supaya para siswa

mau menerima peraturan mereka. Taman kanak-kanak dianggap sebagai

“tempat latihan” pendidikan.34 Mereka yang mematuhi peratuhan dianggap

sebagai murid yang baik, dan yang sebaliknya dicap sebagai murid yang

tidak baik. Dus, sebagai aturan umum, seorang siswa yang menyerah pada

polese ialah siswa yang termasuk dalam mekanisme kontrol. Para siswa

tidak hanya diajarkan untuk mematuhi otoritas, tetapi juga untuk merangkul

prosedur yang dirasionalisasi tentang pelajaran hafalan serta pengujian

objektif. Yang lebih penting ada kecenderungan spontanitas dan kreatifitas

tidak dihargai, dan bahkan ditekan sehingga mengacu pada apa yang oleh

seorang pakar disebut sebagai “pendidikan kepatuhan”.

George Ritzer menilai bahwa jam dan satuan pelajaran juga

menerapkan kontrol pada para siswa, terutama pada sekolah-sekolah yang

bermutu. Karena adanya “tirani jam”, suatu pelajaran harus berlanjut, dan

berakhir, pada saat bel berbunyi, meskipun pelajaran seringkali tidak sejalan

dengan jam. Sehingga, ketika para siswa hendak memahami sesuatu,

pelajaran berakhir dan kelas harus memulai sesuatu yang baru. Disebabkan

adanya suatu “tirani satuan pelajaran”, suatu kelas harus memfokuskan diri

32 George Ritzer, Op. Cit, hlm. 188. 33 Ibid. 34 Ibid, hlm. 188-189.

Page 22: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

72

pada yang digariskan satuan pelajaran hari ini, tak peduli apa yang

dikehendaki para siswa (bahkan oleh sang guru). Berikut ini contoh seorang

guru “yang melihat sekelompok siswa yang begitu tertarik mengamati

seekor kura-kura. Nah anak-anak, letakkan kura-kura itu, ujar sang guru.

Kita akan belajar ilmu pengetahuan yaitu mengenali kepiting”. Secara

keseluruhan, penekanannya cenderung pada penciptaan siswa yang patuh

dan tunduk. “siswa yang kreatif dan mandiri seringkali dianggap morat-

marit, mahal, serta memakan banyak waktu.35

Bagi Ritzer pengajar di McUniversity layaknya McJobs –pekerjaan

yang telah terMcDonaldisasi-, ia akan ditekan untuk memproduksi

pengetahuan, hingga dapat menghasilkan pengetahuan baru.36

Di beberapa tempat di dunia penggunaan sarana baru dalam layanan

pendidikan mungkin dianggap sudah biasa37 tetapi hal ini akan berkembang

menjadi tekanan. Hal ini sama sekali tidak efisien, dan terkesan telah

ketinggalan zaman, membosankan dan tidak praktis.

Mahasiswa dan orang tua yang datang ke perguruan tinggi umumnya

hanya sebatas pemakai dan beberapa perguruan tinggi dengan sendirinya

akan menjadi “masyarakat pelanggan”. Mahasiswa akan tau betul

bagaimana dengan dunia pendaftaran sebelum mereka masuk ke perguruan

tinggi, bahkan bagi mahasiswa lama hal ini sudah tidak asing lagi. Para

pendidik akan datang dan beradap tasi – menyesuaikan- diri dengan siswa

didik sebagai siswa ajar, dan pendidikan sebagai hasilnya.

McUniversity yang didirikan berdasarkan ide-ide akan membentuk

sebuah organisasi dengan kontrol yang ketat. Ia akan menawarkan berbagai

macam kesenangan, warna dan kegembiraan38 yang dapat ditemukan

sebagaimana yang ada di Mall dan tempat-tempat penting. Bahakan

beberapa perguruan tinggi harus menghapuskan kemungkinan-kemungkinan

35 Charles E. Silberman, Crisis in the Classroom: The Remaking of American Education,

(New York: Random House, 1970), hlm. 137. 36 Virginia Visconti, lihat [email protected] hlm. 2. 37 George Ritzer, McUniversity in the Post Modern Consumer Society, in Quality in Higher

Education, hlm. 186 38 Ibid, hlm. 190.

Page 23: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

73

negatif dalam mendapatkan gelar kesarjanaan dengan membuatnya lebih

mudah, termasuk peningkatan jumlah lulusan. Kampus akan dipisah menjadi

beberapa bagian yang terletak dibeberapa tempat sebagaimana tempat

perbelanjaan. Kemajuan teknologi akan memudahkan mengakses bahan-

bahan pelajaran dari rumah, fakultas akan disederhanakan dan pengajaran di

berlakukan dengan dosen memakai pakaian seragam serta adanya materi

tambahan.39

Staf pengajar akan mempunyai waktu yang lebih sedikit untuk

membuat penelitian sehingga mereka akan menawarkan pada mahasiswa apa

yang seharusnya mereka lakukan, perlu dan inginkan, bukan bagian dari

norma. Perguruan tinggi akan sedikit tertutup dalam hubungannya dengan

masyarakat dan akan menambah pengetahuan melalui organisasi-organisasi

yang akan merespon permintaan pasar pendidikan dengan membuat pasar

pendidikan lebih menarik. Hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan

akan dikomersilkan.40

Kebutuhan akan pendidikan dengan mengadopsi ide-ide seperti

idenya McUniversity41, terlalu riskan terhadap adanya pertentangan.

Kebijakan dengan masuk kedalam sistem ini hanya akan melawan institusi

pendidikan itu sendiri.42

5. Irasionalitas Atas Rasio: Pendidikan Tinggi Seperti Mengolah Daging

Universitas modern, dalam berbagai hal, telah menjadi tempat yang

tidak rasional. Banyak mahasiswa dan anggota fakultas yang ditinggalkan

oleh kebesaran, dan atmosfernya yang mirip perusahaan. Mereka mungkin

merasa seperti robot yang diproses oleh birokrasi dan komputer, atau bahkan

seperti ternak yang berjalan melalui pabrik pengolahan daging. Dengan kata

lain, pendidikan dalam latar semacam itu bisa menjadi pengalaman

dehumanisasi. Massa siswa; asrama yang besar dan tidak manusiawi; kelas

perkuliahan yang padat menyulitkan perkenalan antar siswa. Perkuliahan

39 Ibid, hlm. 192. 40 Ibid, hlm. 194. 41 Ibid, hlm. 196. 42 Ibid, hlm. 197.

Page 24: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

74

besar yang sangat terbatas oleh waktu, membuatnya sangat tidak mungkin

mengenal para dosen secara pribadi. Yang paling mungkin, para siswa

mengenal asisten dosen yang mengajar kelas diskusi. Gradasi mungkin

diambil dari serangkaian ujian pilihan ganda yang digradasi mesin dan

diposkan secara tidak pribadi, kerap kali dengan angka keamanan sosial dan

bukannya dengan nama. Secara keseluruhan, para siswa mungkin merasa

seperti sedikit lebih dari pada sekadar obyek di mana pengetahuan

dicurahkan karena mereka bergerak dalam jalur perakitan peningkatan

pendidikan dan pemberian informasi.

Dalam pandangan Ritzer, kemajuan teknologi mengarah pada

irasionalitas yang semakin besar dalam pendidikan. Kontak minimal antara

guru dan siswa semakin dibatasi oleh kemajuan-kemajuan semacam televisi

pendidikan, televisi sirkuit tertutup, intruksi terkomputerisasi, serta mesin

pengajaran. Kita mungkin akan melihat langkah utama dalam dehumanisasi

pendidikan –penghapusan guru manusia dan interaksi manusiawi antara rugu

dan siswa.43

Bagi Ritzer, dunia McUniversity adalah dimana para siswa dan orang

tua melihat diri mereka sebagai konsumen pendidikan tinggi, yang berharap

pada produk McDonaldisasi: murah, masuk akal dan efisien. Disertasi yang

ditulis Ritzer dan dibukukannya dalam bukunya The McDonaldization of

Society (McDonaldisasi masyarakat) ini merupakan pengembangan teori

dari analisa rasiolnalisasi-nya Max Weber.

Di dalam masyarakat industri modern, yang pada awalnya berpola

pikir tradisional dan berorganisasi tergantikan dengan pola pikir kalkulasi

terkait dengan efisiensi dan pengawasan sosial yang bersifat formal.

Menurut Ritzer, rumah makan cepat saji adalah simbul organisasi yang

menerapkan sistem rasionalisasi ini.44

43 Thomas Larney, pustakawan di Ferdinand postma Universitas Potchetstroom 2522,

Noordbrug, Afrika Selatan. Atau bisa lihat http://[email protected] 44 James Panton, McEducation – and bits on the side, Artikel 18 Juli 2001. Atau lihat

http://www.spiked-online.com/article/00000002d1a0.htm

Page 25: BAB III RIWAYAT HIDUP GEORGE RITZER DAN PEMIKIRAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/23/jtptiain-gdl-s1... · ... masih tetap menjadi cara terbaik untuk menemukan masalah

75

Dunia masa depan akan mengikuti prosedur pusat perbelanjaan –

restoran cepat saji-, faham konsumeris akan mempengaruhi hubungan

dengan perguruan tinggi, hal ini akan membesarkan hati bagi mereka yang

tidak setuju dengan trend ini.