bab iii persaingan minyak nabati di eropaeprints.umm.ac.id/46596/4/bab iii.pdf · menarik adalah...
TRANSCRIPT
48
BAB III
PERSAINGAN MINYAK NABATI DI EROPA
Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana persaingan minyak nabati di Eropa
dari sudut pandang ekonomi yang akan dilihat melaui jumlah konsumsi masing-
masing jenis minyak nabati. Selain itu pada bab yang sama juga akan dijelaskan
mengenai syarat-syarat untuk memasuki pasar Eropa serta bagaimana skema yang
berlaku di Eropa terhadap Impor sawit.
Pada analisa persaingan minyak nabati di Eropa penulis akan mencoba
membuktikan bagaimana daya saing industri sawit di kalangan industri minyak
nabati lokal yang sebenarnya mendukung pertumbuhan dari industri minyak nabati
lainnya. Hal tersebut akan dibuktikan dengan adanya data yang mendukung
peningkatan pertumbuhan masing-masing minyak nabati yang saling bersinergi
setiap tahunnya.
3.1. Analisa Persaingan Minyak nabati di Eropa
Pada tahun 2017 lalu US Department of Agriculture merilis sebuah data
statistik jumlah konsumsi minyak nabati dunia berdasarkan jenisnya. Dalam data
tersebut ditunjukkan seberapa besar persentase sumbangan masing-masing jenis
minyak nabati dalam 5 tahun terakhir terhadap konsumsi minyak nabati global serta
bagaimana perkembangan volume konsumsi masyarakat dunia terhadap minyak
49
nabati. Terdapat setidaknya 9 komoditas utama yang menguasai pasar minyak
nabati dunia seperti CPO, SFO, SBO, RSO, Coconut Oil, Olive Oil dan lain-lain. 63
Gambar 8: Konsumsi Minyak Nabati Global Berdasarkan Jenisnya64
Sumber : US Department of Agricultural USDA Foreign Agricultural Service, 2017
Berdasarkan diagram diatas terlihat bahwa angka konsumsi minyak nabati
global terus meningkat setiap tahunnya diiringi dengan tingkat konsumsi masing-
masing jenis minyak nabati. Industri minyak nabati di dunia terus meningkatkan
produktifitasnya agar dapat memenuhi permintaan minyak nabati global. Pada saat
ini minyak minyak nabati tidak hanya dikonsumsi sebagai bahan pangan, bahan
kosmetik maupun sebagai obat-obatan. Minyak nabati di beberapa negara telah
63 Statista, 2017, Consumption of vegetable oils worldwide from 2013/14 to 2017/2018, by oil type
(in million metric tons), US Department of Agriculture; USDA Foreign Agricultural Service, diakses
dalam https://www.statista.com/statistics/263937/vegetable-oils-global-consumption/ (20/09/2018
pukul 15:15 WIB) 64 Ibid.
0
50
100
150
200
2013/2014 2014/2015 2015/2016 2016/2017 2017/2018
Konsumsi Minyak Nabati Dunia dari 2013/2014 sampai 2017/2018 Berdasarkan Jenisnya (dalam juta ton)
Palm Oil Soybean Oil Sunflower Oil Palm Kernel Oil Peanut Oil
Cottonseed Oil Coconut Oil Olive Oil Rapeseed Oil
50
banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar transportasi (biodiesel) dan sebagai
bahan untuk tenaga pembangkit listrik. Hal ini memicu pertumbuhan tingkat
konsumsi minyak nabati global seperti yang terjadi di Uni Eropa dimana minyak
sawit telah dikonversikan dalam bentuk biodiesel dan biomassa sebagai langkah
untuk menjalankan upaya pembangunan berkelanjutan dan pembangunan
progresif.65
Tingkat konsumsi minyak sawit di dunia merupakan yang paling besar diantara
jenis minyak nabati lainnya dengan sumbangan sebesar 40% terhadap jumlah
konsumsi minyak nabati dunia. Begitu juga dengan pertumbuhannya dari tahun ke-
tahun yanng terus bertumbuh dengan cukup signifikan. Dibandingkan dengan
rapeseed yang merupakan komoditas asli dari Eropa, tingkat konsumsi rapeseed
berada di bawah minyak sawit dan soybean oil.66 Meski begitu terdapat empat
komoditas minyak nabati yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan
minyak nabati global yaitu minyak sawit (CPO), rapeseed oil (RSO), sunflower oil
(SFO), dan minyak kacang kedelai (SBO). Selain ditingkat global komoditas
tersebut juga merupakan 4 jenis minyak nabati yang juga berperan penting dalam
pemenuhan kebutuhan minyak nabati di Uni Eropa-27.67
Dalam memahami kapasitas persaingan minyak sawit di Eropa kita harus lebih
dulu memahami bagaimana pola konsumsi minyak sawit di Uni Eropa. Berdasarkan
65 European Economics, Op. Cit. 66 Statista, 2017, Consumption of vegetable oils worldwide from 2013/14 to 2017/2018, by oil type
(in million metric tons), US Department of Agriculture; USDA Foreign Agricultural Service, diakses
dalam https://www.statista.com/statistics/263937/vegetable-oils-global-consumption/ (04/12/2017
pukul 15:15 WIB) 67 Index Mundi, EU-27 Agriculture Domestic Consumption, ISTA Mielke GmbH, Oil World; US
Department of Agriculture; World Bank.
51
data yang telah diperoleh, kapasitas konsumsi empat minyak nabati utama di
kawasan UE mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam periode tahun
2014-2018. Keempat minyak nabati utama tersebut adalah minyak sawit (CPO),
rapeseed oil (RSO), sunflower oil (SFO), dan minyak kacang kedelai (SBO).
Kapasitas konsumsi masing-masing minyak nabati cenderung stabil hanya
mengalami pertumbuhan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan.
Gambar 9: Volume dan Pangsa Konsumsi 4 jenis minyak nabati utama di UE68
Sumber : Index Mundi, EU-27 Agriculture Domestic Consumption, ISTA Mielke GmbH, Oil
World; US Department of Agriculture; World Bank (diolah)
Pada data yang diperoleh dari tahun 2014 hingga 2018 tentang jumlah
konsumsi minyak nabati di Uni Eropa dapat kita lihat bahwa 4 komoditas utama
yang berperan besar dalam pemenuhan konsumsi minyak nabati di UE seperti CPO,
SFO,SBO, dan RSO tidak mengalami pertumbuhan atau penurunan yang cukup
signifikan. Hal ini menandakan bahwa keempat komoditas tersebut bersaing
68 Ibid.
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
2014 2015 2016 2017 2018
Konsumsi Minyak Nabati Di EU-27 (dalam ribu ton)
Palm Oil Soybean Oil Rapeseed Oil Sunflower Oil
52
dengan cukup ketat dalam pasar minyak nabati di Eropa. Akan tetapi yang menjadi
menarik adalah posisi minyak sawit dalam grafik tersebut berada dalam posisi
terbesar kedua sebagai minyak nabati yang dikonsumsi di UE setelah rapeseed
sedangkan sunflower berada dibawah minyak sawit69
Pola konsumsi minyak nabati suatu negara tercermin dari proporsi atau
pangsa/share masing masing sumber minyak nabati, yang ditentukan oleh berbagai
faktor. Faktor yang paling menentukan adalah besarnya produksi domestik, dan
apabila volume konsumsi domestik lebih besar dari produksi domestik, maka
kebijakan perdagangan yang dilakukan adalah impor. Kebijakan Impor barang
substitusinya sangat ditentukan oleh faktor harga komoditas yang paling murah.70
Sejak tahun 2000-an, persaingan antar komoditas minyak nabati telah memicu
perang dagang antar minyak nabati di pasar dunia. Pesatnya perkembangan minyak
sawit (CPO) dibandingkan dengan ketiga jenis minyak nabati lainnya dipengaruhi
oleh fenomena global excess demand, dimana laju konsumsi lebih besar dari laju
produksi minyak nabati dunia, sehingga permintaan meningkat dan harga pun
meningkat. CPO menjadi pilihan yang paling utama, karena CPO memiliki harga
yang relatif paling murah dibandingkan minyak nabati lainnya. Kondisi inilah yang
sedang dialami oleh Uni Eropa terkait dengan meningkatnya jumlah konsumsi
sawit disana.71
Yang mendominasi pasar Uni Eropa sebelum tahun 2000 adalah Soybean oil
(SBO), Sunflower oil (SFO) dan Rapeseed oil (RSO). Namun pola konsumsi
69 Ibid. 70 Tim Riset PASPI, Op. Cit. 71 Ibid.
53
minyak nabati Uni Eropa berubah seiring dengan perkembangan pesat produksi
minyak kelapa sawit oleh Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 2000, jumlah
konsumsi minyak kelapa sawit Uni Eropa telah lebih banyak daripada konsumsi
Soybean oil (SBO) dan Sunflower oil (SFO) yaitu sebesar 2.790 ribu ton, sementara
Soybean oil (SFO) dan Sunflower oil (SFO) masing-masing hanya 2.186 ribu ton
dan 2.555 ribu ton. Sementara Rapeseed oil (RSO) masih menjadi minyak nabati
dengan konsumsi terbesar pada tahun 2000 dengan total konsumsi 3.956 ribu ton.72
Kebutuhan minyak nabati Uni Eropa tidak berasal dari produksi kawasan
seluruhnya, namun sebagian besar berasal dari impor terutama CPO dan SFO.
Kebutuhan CPO Uni Eropa diimpor dari Negara-negara produsen minyak kelapa
sawit yaitu Indonesia dan Malaysia. Impor CPO yang dilakukan Uni Eropa untuk
memenuhi kebutuhan minyak nabati menunjukkan tetap terjadi peningkatan
meskipun berbagai hambatan diterapkan. Berbagai kebijakan dan kampanye negatif
terhadap minyak kelapa sawit seolah tidak berhasil menahan laju konsumsi minyak
kelapa sawit Uni Eropa. Hal ini membuktikan bahwa meskipun Uni Eropa
menerapkan berbagai hambatan terhadap minyak kelapa sawit, namun dorongan
kebutuhan konsumen terhadap minyak kelapa sawit menyebabkan tingkat impor
CPO tetap menunjukkan trend yang semakin meningkat.
72 Tim Riset PASPI, 2018, Dampak Penolakan Uni Eropa Terhadap Minyak Kelapa Sawit, Monitor
PASPI Vol. IV, No. 16/05/2018. Hal. 1160, diakses dalam
https://drive.google.com/file/d/1FWwaz_krrwx7QYO2yHOCQt-ML-nrpQ96/view (01/11/2018,
pukul 22:02 WIB)
54
Gambar 10 : Konsumsi Minyak Nabati Eropa tahun 2000 - 201773
Sumber : PASPI, Dampak Penolakan Uni Eropa Terhadap Minyak Kelapa Sawit, Monitor PASPI
Vol. IV, No. 16/05/2018
Sebagai minyak nabati impor jumlah konsumsi sawit yang cukup tinggi di UE
membuktikan bahwa UE memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap
minyak sawit yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri sendiri.
Ketergantungan minyak sawit merupakan ancaman bagi UE karena akan
berdampak terhadap industri dalam negeri yang bergerak dibidang yang sama.
RSO, SFO, dan SBO memiliki kesenjangan antara produksi regional dan konsumsi
dimana jumlah produksi komoditas tersebut tidak mampu memenuhi tingkat
konsumsi minyak nabati dalam kawasan.
73 Ibid.
55
Gambar 11: Widening Gap Pada Komoditas RSO, SFO, SBO, dan CPO di Eropa
Sebelum Tahun 201774
Sumber: Tim Riset PASPI, 2017, Supply Demand Minyak Nabati Uni Eropa: Apakah Resolusi
Sawit Mudah Diimplementasikan?, Monitor Vol. III, No. 20, 2017.
Berdasarkan grafik diatas dapat kita lihat bahwa terdapat kesenjangan dalam
komoditas minyak nabati di Eropa dengan gap yang diberikan mencapai 32%
melalui sumbangan 29% dari minyak sawit yang hampir sepertiga dari total
kesenjangan keseluruhan. Terlihat bahwa gap terbesar diperoleh melalui CPO
dengan angka 29% sedangkan untuk RSO adalah sebesar 1%, SFO 4%, dan SBO
cenderung swasembada yakni berimbang 13% produksi dan 13% konsumsi.75 Maka
demi memenuhi tingkat konsumsi tersebut kebijakan yang harus dilakukan oleh Uni
Eropa adalah mengimpor yang mana hal tersebut dapat menciptakan
ketergangtungan yang dapat mengancam perekonomian di sektor minyak nabati di
Uni Eropa.
74 Tim Riset PASPI, Supply Demand Minyak Nabati Uni Eropa: Apakah Resolusi Sawit Mudah
Diimplimentasikan?, Op.Cit., hal. 802. 75 Ibid.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
RSO SFO SBO CPO
Produksi Konsumsi
56
3.2. Efisiensi Lahan Minyak sawit
Luas area 4 tanaman penghasil minyak nabati utama di dunia pada tahun 2016
adalah sebesar 200,5 juta hektar. Dari keempat tanaman tersebut komoditas sawit
merupakan komoditas yang paling efisien dalam penggunaan lahan dimana area
lahan sawit hanya mewakili sekitar 10% dari total luas area produksi minyak nabati
keseluruhan. Sedangkan untuk pengguna lahan terbesar dalam total luas area
produksi minyak nabati utama di dunia adalah kacang kedelai, yakni dengan catatan
representasi 121 juta hektar atau 61% dari total area.76
Tabel 3.1 : Perbandingan Produktivitas Minyak Berbagai Tanaman Penghasil Minyak
Nabati Global 200877
Jenis Tanaman Produktivitas Minyak
(Ton/Ha/Tahun)
Kelapa Sawit 4,27
Rapeseed 0,69
Bunga Matahari 0,52
Kacang Tanah 0,45
Kedelai 0,45
Kelapa 0,34
Kapas 0,19
Sumber: Oil World, 2008, Oil World Statistic ISTA Mielke GmBh Hamburg, dalam Gapki, 2018,
Perkebunan Kelapa sawit Dunia Lebih Luas Dari Perkebunan Minyak Nabati Lainnya, MITOS 2-
02.
Meskipun minyak sawit memiliki catatan representasi penggunaan area lahan
produksi minyak nabati terkecil, akan tetapi dari segi produksi minyak sawit hanya
dengan area seluas 20 juta hektar mampu menghasilkan minyak sebesar 65 juta ton
76 Gapki, 2018, Perkebunan Kelapa sawit Dunia Lebih Luas Dari Perkebunan Minyak Nabati
Lainnya, MITOS 2-02, diakses dalam https://gapki.id/news/4017/mitos-2-02-perkebunan-kelapa-
sawit-dunia-lebih-luas-dari-perkebunan-minyak-nabati-lainnya (04/11/2018, pukul 13:45 WIB) 77 Ibid.
57
atau 40% dari produksi minyak nabati dunia. Sedangkan untuk kacang kedelai
sendiri yang mewakili 61% area penggunaan lahan hanya mampu memproduksi
minyak sebesar 53 juta ton dalam area 121 juta hektar atau hanya sekitar 33%
persen dari total produksi minyak nabati dunia.78 Dari sini kita dapat melihat bahwa
minyak sawit adalah komoditas yang paling efisien dalam penggunaan lahan
dibandingkan dengan komoditas minyak nabati lainnya. Besarnya produktivitas
minyak sawit di dunia sangat dipengaruhi dengan efisiensi lahan dari kegiatan
produksi minyak sawit itu sendiri. Oleh sebab itu hingga saat ini minyak sawit tetap
menjadi pilihan utama dalam pemenuhan kebutuhan akan minyak nabati di
beberapa negara, salah satunya adalah Uni Eropa.
Gambar 12: Jumlah Produksi Bahan Mentah (biji) Minyak Nabati pada Tahun 201779
Sumber : Index Mundi, Agricultural Area Harvested and Production, ISTA Mielke GmbH, Oil
World; US Department of Agriculture; World Bank 2017. (diolah)
78 Ibid. 79 Index Mundi, Agricultural Area Harvested and Production, ISTA Mielke GmbH, Oil World; US
Department of Agriculture; World Bank 2017.
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
Ton/Hectare
Jumlah Produksi Bahan Mentah (biji) Minyak Nabati per
hektar tahun 2017
Soybean (EU-27) Sunflower (EU-27) Rapeseed (EU-27) Palm (IND)
58
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa efisiensi lahan yang digunakan
dalam memproduksi masing-masing komoditas minyak nabati di Eropa berbeda-
beda. Akan tetapi dapat kita lihat bahwa minyak sawit merupakan komoditas
minyak nabati yang paling efiisien dalam penggunaan lahan dimana sawit 29,7%
lebih eifisien dari jenis minyak nabati lainnya.80
3.3. Harga Minyak Sawit
Selain dari segi efisiensi lahan minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam
hal harga per ton-nya. Harga rata-rata CPO pada May 2018 berdasarkan data yang
diperoleh dari Index Mundi adalah sebesar 603 USD /ton, untuk RSO adalah sebesar
812 USD/ton, SBO sebesar 719 USD/ton, dan SFO sebesar 782 USD/ton.81
Berdasarkan indeks harga tersebut dapat kita lihat bahwa CPO atau minyak sawit
mentah merupakan komoditas minyak nabati yang paling murah diantara komoditas
minyak nabati utama lainnya. Hal ini tentu menjadikan CPO sebagai salah satu
minyak nabati yang paling populer di UE bahkan di dunia karena masyarakat
maupun industri yang bergerak di bidang pangan cenderung lebih memilih
komoditas dengan harga yang lebih murah dan memiliki kualitas yang tidak jauh
berbeda dengan minyak nabati lainnya.
Harga minyak sawit dunia yang terbilang cukup rendah dibandingkan dengan
komoditas minyak nabati utama lainnya sangat menguntungkan bagi para
pengimpor minyak sawit seperti Uni Eropa. Kawasan Eropa secara rata-rata
80 Kusmartata, Op. Cit. 81 Index Mundi, 2018, Commodity Price;Vegetable Oils and Protein Meal Monthly Prices, ISTA
Mielke GmbH, Oil World; US Department of Agriculture; World Bank, diakses dalam
https://www.indexmundi.com/ (25/10/2018, pukul 14:33 WIB)
59
mengalami pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 yaitu sebesar 2,4 persen. Disisi
lain harga minyak sawit yang murah juga cukup memberikan kekhawatiran kepada
negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia karena akan membahayakan
perekonomian rumah tangga petani sawit yang sangat besar. Akan tetapi tingginya
permintaan sawit dunia yang disebabkan beralihnya konsumen minyak nabati
utama lainnya yang terkendala dalam kegiatan produksi akan menyebabkan
kenaikan harga minyak sawit dimasa mendatang.82
Gambar 13: Pergerakan Harga Minyak Nabati Utama Januari 2016 – May 201883
Sumber : Index Mundi, 2018, Commodity Price;Vegetable Oils and Protein Meal Monthly Prices,
ISTA Mielke GmbH, Oil World; US Department of Agriculture; World Bank. dalam Tim Riset
Paspi, 2018, Analisis Harga Minyak Nabati Dunia, Monitor PASPI Vol. IV, No. 29/08/2018.
82 Tim Riset Paspi, 2018, Analisis Harga Minyak Nabati Dunia, Monitor PASPI Vol. IV, No.
29/08/2018, hal. 1243-1245, diakses dalam
https://drive.google.com/file/d/16jWYOI4MxL6paL4kYqSboUpiMDN2skFJ/view (04/11/2018,
pukul 21:15 WIB) 83 Ibid.
60
Pentingnya posisi minyak sawit di UE membuktikan bahwa keinginan UE
untuk memboikot sawit pada 2020 karena isu deforestasi sangat tidak rasional,
dimana fakta yang ada menunjukkan bahwa minyak sawit justru lebih efisien dalam
produktivitas lahan dibandingkan dengan komoditas lainnya, maka wajar saja
muncul dugaan dari pihak produsen bahwa resolusi sawit bersifat diskriminatif.
Selain itu berdasarkan data konsumsi minyak sawit di UE membuktikan bahwa UE
memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap minyak sawit sehingga tidak
mungkin bagi UE untuk memboikot sawit karena akan berdampak terhadap
ketersediaan pangan di UE.
Tren penggunaan minyak sawit di UE terus meningkat setiap tahunnya
dikarenakan keunggulan minyak sawit yang tidak dimiliki oleh komoditas minyak
nabati lainnya. Hal ini menjadi sebuah ancaman bagi perekonomian UE, terutama
bagi industri lokal yang bergerak di bidang yang sama. Volume dan pangsa
konsumsi minyak sawit di UE pada awal tahun 2014 hingga 2017 bahkan telah
melampaui konsumsi minyak nabati lokal seperti sunflower, dan kacang kedelai.
Meski masih berada di bawah minyak rapa (rapeseed oil), akan tetapi minyak sawit
memiliki kelebihan tersendiri seperti efisiensi lahan dan harga yang jauh lebih
murah serta kandungan gizi yang lebih baik dari komoditas minyak nabati utama
lainnya. Selain itu penyebab minyak kanola atau rapeseed menjadi komoditas
minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di Uni Eropa adalah karena adanya
sikap proteksi parlemen Uni Eropa untuk melindungi komoditas regionalnya. Oleh
sebab itu, maka kemungkinan yang dimiliki oleh minyak sawit untuk dapat
mengungguli minyak rapa bahkan untuk dapat mendominasi pasar minyak nabati