bab iii pengajaran ilmu tauhid di pondok pesantren...

35
80 BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN AT TAUHIDIYAH CIKURA BOJONG TEGAL A. Kondisi Umum Pondok Pesantren at Tauhidiyah Bojong Tegal 1. Letak Geografis Pondok pesantren at-Tauhidiyah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional dengan tipe salafi murni, yang terletak di sebelah selatan kota slawi tegal, tepatnya di Desa Cikura Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Desa Cikura berbatasan langsung dengan Desa Sitail Kec. Jatinegara dibagian Timur dan Selatan, Desa Penyalahan Kecamatan Jatinegara, dan Desa Bojong di Bagian Barat. Jarak dari pusat kota Tegal sekitar 50 KM. Letaknya berada di dataran Tinggi atau pegunungan, dan berdekatan dengan wisata alam Guci Tegal kira-kira 15 KM. Walaupun tidak berpengaruh secara langsung, kedekatan dengan obyek wisata Guci, mempengaruhi kemasyhuran pondok pesantren, karena papan nama besar pondok pesantran at-Tauhidiyah dipasang di tepi jalan besar yang mengarah ke Guci. Kondisi jalan penghubung ke pondok pesantren at-Tauhidiyah Cikura baik melalui Kecamatan Jatinegara maupun Kecamatan Bojong sudah beraspal hotmik, namun sayangnya belum ada transportasi umum yang sampai ke pondok pesantren. Dari arah Jatinegara kendaraan umum berupa angkudes hanya sampai ke Desa Cerih, kira-kira 5 KM dari Cikura, sedangkan dari Arah Bojong,

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

80

BAB III

PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN

AT TAUHIDIYAH CIKURA BOJONG TEGAL

A. Kondisi Umum Pondok Pesantren at Tauhidiyah Bojong Tegal

1. Letak Geografis

Pondok pesantren at-Tauhidiyah merupakan salah satu lembaga

pendidikan Islam tradisional dengan tipe salafi murni, yang terletak di

sebelah selatan kota slawi tegal, tepatnya di Desa Cikura Kecamatan

Bojong Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Desa Cikura berbatasan

langsung dengan Desa Sitail Kec. Jatinegara dibagian Timur dan

Selatan, Desa Penyalahan Kecamatan Jatinegara, dan Desa Bojong di

Bagian Barat. Jarak dari pusat kota Tegal sekitar 50 KM.

Letaknya berada di dataran Tinggi atau pegunungan, dan

berdekatan dengan wisata alam Guci Tegal kira-kira 15 KM. Walaupun

tidak berpengaruh secara langsung, kedekatan dengan obyek wisata

Guci, mempengaruhi kemasyhuran pondok pesantren, karena papan

nama besar pondok pesantran at-Tauhidiyah dipasang di tepi jalan

besar yang mengarah ke Guci. Kondisi jalan penghubung ke pondok

pesantren at-Tauhidiyah Cikura baik melalui Kecamatan Jatinegara

maupun Kecamatan Bojong sudah beraspal hotmik, namun sayangnya

belum ada transportasi umum yang sampai ke pondok pesantren. Dari

arah Jatinegara kendaraan umum berupa angkudes hanya sampai ke

Desa Cerih, kira-kira 5 KM dari Cikura, sedangkan dari Arah Bojong,

Page 2: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

81

kendaraan umum berupa minibus hanya sampai Kecamatan Bojong,

sehingga otomatis untuk sampai ke Cikura harus menggunakan ojek

sepeda motor. Namun, kesulitan transportasi membuat santri lebih

tenang belajar, karena tidak sering pulang ke rumah.

Namun, yang perlu diperhatikan, mengingat jalan diareal

pegunungan kondisinya turun naik dan penuh dengan tikungan tajam

sehingga cukup sulit untuk mencapai lokasi penelitian. Dampaknya,

santri lebih banyak menghabiskan waktu di pondok dan jarang bisa

pergi ketempat keramaian mengingat pondok pesantren jauh dari

tempat keramaian misalnya pasar.

2. Kondisi Pondok Pesantren

a. Bangunan Pondok

At-Tauhidiyah sebagai sebuah pesantren dengan sendirinya

tidak lepas dari ciri itu. Pesantren At-Tauhdiyah yang terletak di

Desa Cikura Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal memiliki 27

pondok/asrama/kamar/bilik atau (gothaan istilah yang digunakan

pondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri

dengan perincian 16 kamar laki-laki dan sisanya yang 11 kamar

untuk santri perempuan.

Di bagian lain terdapat ruang pengurus yang terdiri dari 3

ruang besar menyerupai aula. Ruang pertama tempat

berkumpulnya pengurus, kedua, penerima tamu, dan ketiga tempat

Page 3: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

82

besuk orang tua santri. Tempat adminsitrasi menyatu dengan

kamar pengurus.

Ruang lainnya adalah aula yang berada tepat di samping

makam KH. Said bin Armiya digunakan untuk tempat

musyawarah, pengajian wetonan setiap malam Selasa dan Jum’at

kliwon. Aula ini dikelilingi oleh tanah pekarangan dengan halaman

yang cukup luas yang sengaja disediakan untuk menampung

pengunjung dari berbagai penjuru daerah sekitar Desa Cikura,

termasuk dari Kabupaten Tegal Sendiri, Kabupaten Pemalang, dan

Kabupaten Pekalongan, bahkan yang dari Kabupaten Purbalingga,

Banyumas, dan Kabupaten Batang (Wawancara dengan Abdul

Ghofur Pengurus Pesantren, tanggal 27 Juli 2009).

Pondok juga memiliki Waserda yang menjual aneka

kebutuhan santri, dari kebutuhan alat-alat pembelajaran meliputi

buku tulis, kitab, dan alat tulis, juga menyediakan kebutuhan

sehar-hari meliputi makanan ringan, minuman, pakaian, sendal dan

sepatu dan lain sebagainya.

Namun, jumlah bilik-bilik santri yang cukup banyak, masih

banyak yang kosong karena jumlah santri yang masih sedikit.

Pondok tersebut sebenarnya dapat menampung ribuan santri

namun, karena pergesaran oreientasi pendidikan masyarakat yang

lebih menyukai pendidikan pesantren dengan dibarengi pendidikan

formal, maka jumlah santri sewaktu dilakukan penelitian sekitar

Page 4: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

83

300 santri menempati sejumlah bilik saja, mengingat bilik-bilik

kamar yang juga cukup besar yang dapat menampung sekitar 30

santri. Jumlah santri dalam sebuah pesantren biasanya dijadikan

tolak ukur atas maju mundurnya pesantren. Semakin banyak santri,

pesantren dinilai lebih maju dan sebaliknya (Dhofier, 1982: 56).

b. Pengasuh dan Pemimpin Pondok Pesantren

Penyelenggaraan pendidikan pesantren di pondok

pesantren at-Tauhidiyah Cikura, adalah kyai merupakan figur

sentral yang memiliki otoritas untuk merencanakan,

menyelenggarakan dan mengendalikan seluruh pelaksanaan

pendidikan. Ziemek (1986:138), menggambarkan bahwa profil

kyai adalah sosok yang mempunyai kecakapan dan pancaran

kepribadian yang kuat. Figur kyai menentukan kedudukan dan

peringkat suatu pesantren. Otoritas kyai tidak didasarkan atas

legalitas melainkan bersumber pada kharisma yang dimiliki.

Kharimasma tersebut muncul dari konsistensi kyai dalam

melaksanakan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari,

keikhlasan, dan dedikasi dalam mengembangkan pendidikan

Islam.

Karenanya, kyai dan keluarganya menjadi tauladan bagi

santri dan masyarakat sekitarnya. Kyai yang berwawasan luas dan

shaleh menjadi inspirasi bagi santri dan masyarakat sekitarnya.

Namun demikian, seiring dengan perkembangan zaman, kyai

Page 5: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

84

menghadapi beberapa krisis antara lain dalam kedudukannya

sebagai sumber tunggal dalam mencari ilmu, moral, ekonomi,

kelembagaan dan kepemimpinan (Mastuhu, 1994: 133-134).

Jumlah kyai di Pondok Pesantren at-Tauhidiyah ada enam

orang, yaitu ; KH. Ahmad bin Said adalah pengasuh inti pesantren

at-Tauhidiyah, KH. Khasani bin Said, merupakan adik dari Kyai

Ahmad, keduanya tidak berdomisili di Cikura melainkan berada di

Giren Tegal. Pondok at-Tauhidiyah terdiri dari pusat dan cabang

yang pertama, pondok pesantren at-Tauhidiyah Giren Talang

Tegal pendirinya adalah KH. Said bin Armiya, dan itu merupakan

pusat pondok pesantren at-Tauhidiyah. Kedua, pondok pesantren

at-Tauhidiyah Cikura terletak di Cikura Bojong Tegal pendiri

utamanya Syaikh KH. Armiya, dan juga KH. Said.

Kyai Ahmad dan Kyai Hasani, datang ke pondok Cikura

setiap hari Senin malam Selasa, dan Kamis malam Jum’at untuk

mengisi pengajian kitab tauhid, dan juga memberikan ceramah

pengajian setiap malam Jum’at (Wawancara dengan Kyai Bisyri,

tanggal 26 Juli 2009).

Keempat kyai lainnya adalah ; Kyai Bisyri, Kyai

Muhaimin, Kyai Khozin dan Kyai Shalahudin, keempatnya yang

merupakan wakil tetap. Ketiganya merupakan pengasuh yang

selalu ada di pesantren at-Tauhidiyah Cikura, namun tidak

mempunyai otoritas seperti kedua kyai di atas. Ketiganya hanya

Page 6: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

85

mengajar di madrasah diniyah pesantran at-Tauhidiyah dan

wetonan setiap pagi setelah waktu dluha sebelum masuk madrasah

diniyah (Wawancara dengan Abdul Ghofur Pengurus Pesantren,

tanggal 27 Juli 2009).

c. Guru / Ustaż

Ustaż merupakan santri senior yang dipercaya kyai untuk

mengajar agama kepada para santri dan dibimbing serta

disupervisi oleh kyai. Di pondok pesantren at-Tauhidiyah ustadz

bertugas mengajar di madrasah diniyah tingkat ibtidaiyah dan

tsanawiyah, dan sekaligus menjadi pengurus atau lurah pondok.

Ustaż di pondok pesantren tersebut berjumlah sekitar 13 orang

yaitu ; ustaż Aris Indris, Agus, Mahmud, Mustain, Syuhra wardi,

Abdul Ghofur, Fatihin, Muhammad Sibyan, Abdul Wahib,

Abdullah, Fauzan, Ahmad Thorikin, dan Mukhlisin.

d. Santri

Menurut tradisi pesantren pada umumnya, santri

dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu santri mukim dan

santri kalong. Akan tetapi, di pondok pesantren at-Tauhidiyah

terdapat empat kelompok santri yaitu sebagai berikut :

1) Santri Mukim

Santri mukim yaitu murid-murid atau santri yang

berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam komplek

pesantren (Dhofier, 1982: 51). Santri mukim itu berasal dari

Page 7: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

86

berbagai daerah misalnya Tegal, Pemalang, Pekalongan,

Batang, Kendal, Purbalingga, Kediri, Tegal, Brebes, Jakarta,

Sumsel, Lampung, Bengkulu, Kalsel. Santri mukim berjumlah

300 santri (Wawancara dengan Abdul Ghofur Pengurus

Pesantren, tanggal 27 Juli 2009).

2) Santri Kalong

Santri kalong yaitu murid-murid atau santri yang

berasal dari desa-desa sekitar atau di sekeliling pesantren, yang

biasanya tidak menetap dalam pesantren (Dhofier, 1982: 51).

Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren mereka bolak balik

(nglaju) dari rumahnya sendiri. Mereka berasal dari desa-desa

di sekitar dukuh Desa Cikura, Desa Sitail, Desa Penyalahan,

dan tetangga desa lainnya.

Santri kalong pada pengajian setiap malam Selasa dan

Jum’at jumlahnya sangat banyak, sampai ratusan orang dan

tidak dapat dikenali dan dikoordinir serta tidak diketahui

jumlah pastinya, bahkan kalau Jum’at kliwon jumlah sampai

ribuan orang, hal yang menarik adalah pengajian Jum’at

kliwonan menjadi sumber mata pencarian pesantren dan warga

sekitarnya (Wawancara dengan Kyai Bisyri, tanggal 26 Juli

2009).

Berdasarkan observasi langsung dalam pengajian

malam jum’at kliwon, jumlah santri kalong mencapai ribuan,

Page 8: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

87

indikasinya adalah parkir kendaraan besar yang mencapai

hampir 1 KM dari pesantren, bahkan melewati desa Cikura ke

Desa Sitail, ditambah kendaraan roda dua yang mencapai

ratusan kendaraan yang memadati halaman masjid dan pondok

pesantren, serta halaman rumah warga sekitar (Observasi

tanggal 30 Juli 2009).

Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan

pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong dan

santri mukim. Semakin besar santri mukimnya, maka semakin

besar pula pesantren itu. Dengan kata lain, pesantren kecil akan

memiliki lebih banyak santri kalong dari pada santri mukim

(Dhofier: 1982: 52)

Berdasar pendapat Zamakysari Dhofier tersebut, maka

pesantren at-Tauhidiyah termasuk pesantren bertipe tengah-

tengah / sedang, tidak besar dan tidak pula kecil. Namun bila

mengukur jumlah santri kalong termasuk pesantren besar.

3) Santri Karyawan

Santri karyawan adalah murid-murid atau santri mukim

yang berasal dari berbagai daerah dan menetap di pesantren.

Mereka menyerahkan diri sepenuhnya kepada kyai dan

biasanya hidupnya selama di pesantren ditanggung oleh kyai.

Sebagai imbalannya, mereka mengerjakan sawah-sawah milik

kyai, atau menyiapkan dan mengurus kebutuhan kyai.

Page 9: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

88

Jumlah santri karyawan saat penulis melakukan

penelitian adalah 30 (tiga puluh) santri. Mereka berasal dari

berbagai daerah seperti Tegal, Pemalang, Brebes, Pekalongan

bahkan ada yang dari Lampung. Mereka menempati kamar atau

pondok tersendiri sejumlah 2 (dua) kamar. Para santri

karyawan setiap tahun mendapat dua stel pakaian lengkap

misalnya baju, celana dan sarung dari kyai. Mereka berasal dari

keluarga kurang mampu dalam bidang ekonomi, tetapi mereka

mempunyai minat yang tinggi dalam menuntut ilmu agama.

4) Santri Alumnus dan Santri Luar

Arifin dan Sunyoto, sebagaimana dikutip Muthohar

mengemukakan di Pesantren Nurul Haq Surabaya ditemukan

bentuk kelompok santri yang lain (selain santri kalong dan

santri mukim), yaitu santi alumnus dan santri luar. Santri

alumnus adalah santri yang telah menamatkan pendidikannya

di pesantren, tetapi mereka sering datang ke pesantren pada

acara-acara insidental yang diadakan pesantren, memiliki tetap

memiliki komitmen hubungan dengan pesantren, terutama

dengan kyai pesantren. Santri luar adalah kyai yang tidak

terdaftar secara resmi di pesantren dan tidak mengikuti rutinitas

pesantren sebagaimana santri mukim dan santri kalong, tetapi

mereka mempunyai hubungan batin yang kuat dan dekat

dengan kyai dan memberikan sumbangan dan partisipasi yang

Page 10: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

89

tinggi apabila pesantren membutuhkan sesuatu (Muthohar,

2007: 34-35).

Santri alumnus terdapat pula di pesantren at-

Tauhidiyah, mereka berperan ketika acara khaul pendiri

pesantren at-Tauhidiyah, yaitu khaul Syaikh Armiya. Para

santri alumnus ini punya peran dalam membawa calon santri

dari luar pondok menjadi ‘simpatisan’ pesantren at-Tauhidiyah.

Berdasarkan hasil wawancara penulis, santri alumni dan santri

luar memegang peran penting dan strategis dalam

pembangunan gedung pesantren yang tergolong megah.

Diantaranya dengan mencarikan donatur untuk membantu

pembangunan pondok pesantren.

Acara khaul membutuhkan dana besar bahkan sampai

ratusan juta, disamping dari masyarakat, anak santri, alumni

dan santri luar yang merupakan simpatisan juga membantu.

Ada yang memberikan bantuan dalam bentuk uang, kambing,

maupun makanan. Alumni membentuk kepengurusan dengan

membentuk koordinator-koordinator wilayah ditiap kecamatan,

maupun desa, koordinator ini dibentuk sesuai kondisi wilayah

berdasarkan ketersediaan alumni. Jadi, tiap daerah tidak sama

jumlah koordinatornya (Wawancara dengan Fathuri

Koordinator Alumni Desa Pakembaran tanggal 1 Agustus

2009).

Page 11: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

90

e. Pengurus Pesantren

Pengurus Pesantren adalah warga pesantren yang

memegang manajemen pesantren, terutama dalam pelaksanana

manajemen adminsitrasi, mereka sebagai pembantu kyai dalam

hubungan dengan pihak di luar pesantren.

Pengurus pesantren at-Tauhidiyah Cikura dibagi dalam

beberapa unit yang dipimpin oleh ‘lurah pondok’ sebagai

penanggungjawabnya. Adapun bidangnya meliputi bidang

administrasi surat menyurat, bidang keuangan, bidang sarana dan

prasarana, bidang keamanan, dan bidang hubungan ke luar

pesantren.

Di bawah pengurus inti ada sub pengurus yang bertugas

menghubungkan antara pondok, lingkungan santri perempuan

dengan pengurus pusat yang berada di pondok lelaki. Pengurus

perempuan hanya berfungsi sebagai pembantu pengurus pusat

dalam bidang adminsitrasi, keuangan. Namun, tidak mempunyai

peran yang signifikan dalam menentukan kebijakan pesantren.

B. Karakteristik Pengajaran Ilmu Tauhid di Pondok Pesantren at

Tauhidiyah Bojong Tegal

1. Sistem Pengajaran Ilmu Tauhid

Sistem pembelajaran yang diterapkan di Pondok pesantren at-

Tauhidiyah menggunakan sistem klasikal dan non klasikal, penjelasan

dari masing-masing sistem sebagai berikut :

Page 12: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

91

a. Sistem Klasikal

Sistem klasikal dilaksanakan melalui pembelajaran

Madrasah Diniyah yang terdiri dari tingkat persiapan 3 tahun,

tingkat ibtidaiyah 3 tahun, dan tingkat wustha 3 tahun. Sistem

klasikal dimulai pada waktu pagi hari setelah shalat dhuha (kira-

kira) jam 9 WIB), sampai dengan pukul 12.00 WIB. Walaupun

pondok pesantren at-Tauhidiyah mencirikan dirinya dalam bidang

ilmu tauhid dalam pembelajarannya, namun di Madrasah Diniyah

juga dilaksanakan pembelajaran disiplin ilmu umum lainnya

sebagaimana pondok pesantren pada umumnya, walaupun

kajiannya tidak sedalam dibanding materi ilmu tauhid

(Wawancara dengan Ust. Abdul Ghofur, Pengurus Pondok

Pesantren at-Tahidiyah).

Sistem klasikal tersebut dilaksanakan pada pagi hari

mengingat pondok pesantren at-Tauhidiyah merupakan pondok

pesantren tipe salafiyah murni, Yaitu pondok pesantren yang

mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan

kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 dengan menggunakan

bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan menerapkan sistem

halaqah yang dilaksanakan di bilik-bilik, masjid atau surau.

Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para kyai. Santrinya

ada yang menetap di pondok dan ada yang tidak menetap (Ghazali,

2002: 14).

Page 13: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

92

Pondok pesantren at-Tauhidiyah tidak mempunyai pola

pendidikan formal, sehingga santri yang menetap murni santri

yang mempunyai motivasi tinggi untuk menuntut ilmu agama, hal

ini menjadikan jumlah santri yang menetap di pondok pesantren at-

tauhidiyah tidak begitu banyak, tidak sebanding dengan jumlah

gedung-gedung asrama yang telah dibangun dengan megah di

dalamnya. Jika dibandingkan dengan santri kalong, maka santri

yang menetap, masih sangat banyak santri kalong.

Pada sistem klasikal pembelajaran disamping menggunakan

pola bandongan atau wetonan, dan sorogan, juga sudah

menggunakan metode diskusi kelas, dimana didalamnya sudah

terjadi interaksi antara ustadz dan santri.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ustaż Abdul

Ghofur, (27 Juli 2009). diantara materi pelajaran yang diberikan

dalam pembelajaran sistem klasikal ini adalah sebagai berikut :

a. Disiplin ilmu alat atau tata bahasa Arab

Termasuk kitab yang berisi materi ilmu alat dalam bidang

nahwu antara lain : matan jurmiyah, syarah jurmiyah, syarah

amrithy, dan kitab alfiyah ibnu malik. Dalam bidang ilmu

sharaf antara lain kitab ; qawaid tashrifiyah, qawaid al-I’rab,

qawaid al-I’lal, nadzam maksud dan syarahnya, dan qawaid

al-lughah.

Page 14: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

93

Berbeda dengan pesantren pada umumnya yang

menjadikan materi nahwu dan sharaf sebagai materi utama, dan

wajib dihapalkan, maka di pesantren at-Tauhidiyah ilmu nahwu

dan ilmu sharaf tidak dipelajari secara intensif, dan tidak

dihapalkan. Ilmu ini dipelajari sebagai alat untuk mempelajari

kitab-kitab tauhid dan kitab-kitab lain yang diajarkan.

b. Disiplin Ilmu Fiqih

Untuk disiplin ilmu fiqih, kitab yang diajarkan antara lain

; Safinatun Najah dan Syarahnya, as-Sulam at-Taufiq, fath al-

qarib atau taqrib, dan fathul mu’in. Sedangkan untuk kitab

dalam disiplin ilmu ushul fiqih tidak diajarkan di pondok

pesantren at-Tauhidiyah. Dalam fiqih faraid diajarkan kitab

ringkas mengenai faraid, yaitu kitab Faraid al-Ghazaliyah pada

kelas satu tingkat tsanawiyah.

Pengajaran kitab fiqih diajarkan semata-mata untuk

membekali santri dalam memahami ilmu agama, terutama fiqih

ibadah, sehingga pada akhirnya santri bisa memahami akidah

dengan benar yang didukung dengan ketekunan dalam

beribadah.

c. Disiplin Hadits dan ilmu Hadits

Untuk disiplin hadits dan ilmu hadits, kitab yang

digunakan antara lain ; Arbain Nawawi, Jawahirul Bukhori,

Abi Jamrah, dan Qawaid al-Asasiyah, dalam bidang ilmu

Page 15: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

94

musthalah al-hadits. Untuk disiplin hadits dan ilmu hadits baru

diajarkan pada kelas dua dan tiga tingkat tsanawiyah.

Hadits dipelajari agar santri memahami dalil-dalil naqli

tentang berbagai amaliah, khususnya dalil-dali naqli tentang

tauhid.

Uraian ini menggambarkan bahwa pembahasan hadits

dan ilmu hadits hanya sedikit sekali mendapat porsi dalam

pembelajaran di pondok pesantren at-Tauhidiyah Cikura

Bojong Tegal.

d. Disiplin ilmu Akhlak

Untuk ilmu akhlak diantara kitab yang diajarkan antara

lain ; Syi’ir Ala-laa tanal al-ilm, Taisir al-Khalaq, dan Ta’lim

al-Muta’allim. Hal ini sangat berbeda dengan pesantren pada

umumnya yang mengajarkan akhlak sampai pada level tingkat

atas dengan pembahasan yang cukup beragam, kitab besar

sekaliber ihya ulum ad-din juga tidak mendapat tempat untuk

diajarkan di pondok at-Tauhidiyah Cikura.

e. Disiplin Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Disiplin ilmu al-Qur’an dan tafsir dapat dipastikan tidak

dipelajari dalam pembelajaran di pesantren at-Tauhidiyah

Cikura Bojong, berdasarkan penelitian yang penulis lakukan

pondok at-Tauhidiyah hanya mengajarkan tentang ilmu tajwid

Page 16: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

95

saja, itupun hanya pada tingkat ibtidaiyah kelas awal, yaitu

kitab kecil Syifa al-Jinan

Tidak ada satupun kitab tafsir yang diajarkan dalam

pendidikan pada madrasah diniyah di pondok pesantren at-

Tauhidiyah Cikura Bojong Tegal.

f. Disiplin ilmu Tauhid

Sesuai dengan visi dan misi pesantren, ilmu tauhid

menjadi kajian utama pendidikan di pondok pesantren at-

Tauhidiyah, baik pada tingkat madrasah diniyah maupun

pengajian kitab dengan sistem wetonan. Hampir disetiap

tingkatan kelas pembahasan ilmu tauhid masuk dalam

kurikulum pendidikan, diantara kitab yang diajarkan di madin

pondok pesantren at-Tauhidiyah antara lain ; Durus al-

Mubtadiin fi Dalail Aqaid ad-din, Aqidatul Awam, Sanusiyah,

Fath al-Majid, Kifayatul Awam, dan Lathaif al-Isyarat.

Dan pada tingkat musyawarah dan halaqah adalah kitab

Hidayat al-Mubtadiin Fi Aqaid ad-din juz 1 & 2, Kitab Dasuki,

dan Syarah Sanusiyah, Syarah al-Kubra, dan lain sebagainya.

b. Sistem Non Klasikal

Sistem non klasikal merupakan bentuk sistem pendidikan

pesantren pada awalnya. Pada awalnya pengajian dasar

dilaksanakan di rumah-rumah, di langgar dan di masjid, diberikan

secara individual. Seorang murid (santri) mendatangi seorang guru

Page 17: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

96

yang akan membacakan beberapa baris ayat al-Qur’an, atau kitab-

kitab berbahasa Arab dan menterjemahkannya ke dalam bahasa

Jawa. Pada gilirannya, murid mengulangi dan menterjemahkan

kata demi kata sepersis mungkin seperti yang dilakukan gurunya

(Dhofier, 1982: 28).

Sistem yang paling sesuai dengan sistem non klasikal

adalah sistem bandongan atau sistem weton, dan sistem sorogan.

Di pondok pesantren at-Tauhidiyah implementasi sistem

bandongan atau weton, dan sorogan adalah sebagai berikut :

1) Sistem Bandongan atau Weton

Istilah weton berasal dari kata wektu yang berarti

waktu, sebab pengajian diberikan pada waktu-waktu tertentu,

yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardlu

(Chirzin, dalam Dawam Raharjo, 1988:88). Metode weton ini

merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti

pelajaran duduk disekeliling kyai yang menerangkan

pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-

masing dan membuat catatan padanya (Bisyri, 2002: 46).

Sistem bandongan atau wetonan di pondok pesantren

at-Tauhidiyah dilaksanakan pada pembelajaran non klasikal,

diantaranya di waktu setelah shalat dluha yaitu mengaji kitab

Kifayatul Akhyar, yang diajarkan oleh kyai dan diikuti oleh

semua kalangan santri dari semua tingkatan.

Page 18: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

97

Kemudian pengajian ba’da dluhur, pengajian malam

selasa, dan pengajian malam jum’at. Khusus untuk pengajian

malam selasa tidak hanya diikuti oleh santri mukim, tetapi

juga diikuti oleh santri kalong yang jumlah pesertanya ribuan

orang. Hal ini dikarenakan pada malam selasa dan jum’t kitab

di baca oleh Syaikh KH. Ahmad bin Said pengasuh utama

pondok pesantren at-Tauhidiyah, kesemua kitab yang dibaca

adalah kitab tauhid yaitu kitab Kifayatul Awam, untuk malam

selasa pahing dan malam selasa manis, kitab Fathul Majid

pada malam Selasa wage, selasa legi, dan selasa kliwon.

Sedangkan pada malam Jum’at dibaca kitab Dasuki ala Umm

al-Barahain, dan khusus pada malam Jum’at kliwon

disamping pengajian kitab juga diadakan pengajian rutinan

yang dihadiri oleh ribuan orang, terkadang juga dihadiri oleh

ulama dari Timur Tengah, misal dari negara Libanon dan

Yaman.

Pengajian kitab tauhid pada malam Jum’at dan selasa,

khususnya Jum’at Kliwon juga dihadiri oleh warga

masyarakat yang hanya mendengarkan saja tanpa membawa

kitab untuk diapsahi. sistem mengaji seperti ini disebut

dengan istilah ‘jiping’ artinya ngaji dengan hanya menguping

(mendengarkan saja).

Page 19: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

98

Di samping itu juga dibuka pengajian kitab kelas

khusus untuk santri senior, para alumni atau ustadz. Syaikh

KH. Ahmad bin Said mengajarkan kitab Syarah kitab

Sanusiyah, dan Syarah Kitab Dasuki.

Sistem bandongan atau wetonan ini juga dipakai

dalam pengajaran ilmu tauhid di pondok pesantren at-

Tauhidiyah melalui pengajian pasaran setiap bulan

Ramadhan.

2) Sistem Sorogan

Sistem sorogan ini termasuk belajar secara

individual, di mana seorang santri berhadapan dengan

seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal diantara

keduanya. Sorogan sendiri berasal dari kata sorog (bahasa

Jawa) yang berarti menyodorkan kitabnya dihadapan kyai

atau pembantunya (assisten kyai). Sistem sorogan ini

termasuk belajar secara individual, sistem sorogan ini

terbukti sangat bagi santri pada tingkat awal.

Dari sisi teoritis pendidikan, metode sorogan

sebenarnya termasuk metode modern, karena antara kyai-

santri dapat saling mengenal, kyai dapat memperhatikan

perkembangan belajar santri, sementara santri belajar aktif

dan selalu mempersiapkan diri sebelum ngapsahi kitab, atau

menyetorkan hapalan suatu materi kitab. Metode sorogan di

dalamnya tidak ada unsur paksaan karena timbul dari

Page 20: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

99

kebutuhan santri (Ainurrafiq, dalam Abudin Nata, 2001:

178).

Namun demikian bagi santri yang tidak dapat

menyetorkan atau menyodorkan materi kitab tepat pada

waktunya ia akan terlambat atau tertinggal untuk

menamatkan isi kitab dengan cepat. Pada kasus santri yang

malas, yang berulang kali tidak dapat menyodorkan materi

akan mendapatkan hukuman dengan istilah ta’zir, hukuman

tetap dengan bentuk yang bermanfaat dan tidak menyakitkan,

misal dengan membersihkan WC, membersihkan seluruh

komplek pesantren, ngangsu atau mengambil air bersih di

sungai dan sebagainya.

Sistem sorogan di pondok pesantren at-Tauhidiyah

diterapkan dalam pembelajaran al-Qur’an pada waktu pagi

setelah subuh, dan setoran hapalan kitab Ta’lim al-Mubtadiin

fi Aqaid ad-din jilid I dan jilid II, sistem sorogan

dilaksanakan dengan menyetorkan hapalan sesuai

kemampuan santri dan setoran hapalan dilaksanakan setiap

ba’da maghrib di setiap harinya kepada beberapa ustaż yang

telah diberi mandat.

Penyelesaian hapalan dua kitab tersebut antara santri

yang satu dengan lainnya berbeda-beda sesuai dengan

kemampuan masing-masing santri. Bagi santri yang cerdas

maka ia akan dapat menyelesaikan hapalan dengan cepat.

Page 21: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

100

Hapalan dilaksanakan secara berjenjang, artinya kitab yang

dihapalkan dimulai dari juz I kemudian baru juz II. hal ini

sessuai dengan petunjuk penyusun Ta’lim al-Mubtadiin fi

Aqaid ad-din, KH. Said bin Armiya menyatakan diakhir kitab

Ta’lim al-Mubtadiin fi Aqaid ad-Diin juz I :

“Tanbihun!, Para Sederek kita sedaya ingkang sami ngajeng-ngajeng kabekjaan lan keselametan ingdalem dunia akhirat, maka becik ngapalaken ing iki mu’takod, kerana iki mu’takod iku nembe sa kedar ingkang fardu belaka. Dadi lamon ora ngapalaken iki mu’takod sanget nguwatiri ingdalem rusake iman. Anapun lamon para sederek ngarepaken ing keterangane iki mu’takod mangka insya Allah arep ditutur ingdalem risalah tsaniyah, tetapi ora peryoga ngapalaken risalah tsaniyah sa’durunge ngapaleken risalah awal” Terjemah bebasnya adalah sebagai berikut :

“Perhatian!, wahai saudaraku, kita semua adalah orang-orang yang mengharapkan kebahagiaan dan keselamatan di dunia akhirat, maka sangat baik menghapalkan mu’takod (beberapa aqidah yang wajib diyakini), karena mu’takod (yang ada dalam kitab) ini, merupakan sekedar yang fardlu saja. Jadi, apabila tidak menghapalkan mu’takod ini, maka sangat mengkhawatirkan dapat merusak iman. Adapun apabila menghendaki untuk mengetahui penjelasan mu’takod ini maka insya Allah akan dibahas dalam risalah kitab jilid yang kedua, tetapi tidak seyogyanya menghapalkan risalah kitab kedua sebelum menghapalkan risalah kitab pertama” Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, metode

sorogan dengan menyetorkan hapalan kitab Ta’lim al-

Mubtadiin fi Aqaid ad-Diin merupakan kewajiban bagi setiap

santri pondok pesantren at-Tauhidiyah Cikura Bojong Tegal.

Page 22: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

101

Metode hafalan dalam pengajaran ilmu tauhid

biasanya juga diterapkan untuk menghapal syair-syair yang

terdapat dalam kitab tauhid dengan pola nadhom, misalnya

kitab Aqidat al-Awwam, Inarat ad-Dzolam, dan kitab

Nadham lainnya. Di Pondok Pesantren at-Tauhidiyah Cikura

Bojong Tegal metode hafalan sangat digalakkan, terutama

untuk memahami isi dari kitab Hidayat al-Mubtadiin li aqaid

ad-din, kitab lokal pondok tersebut.

3) Sistem Halaqah

Dalam metode ini, beberapa orang santri – dengan

jumlah – tertentu membentuk halaqah yang dipimpin

langsung oleh seorang kyai atau ustaż untuk membahas

masalah ilmu tauhid yang diajarkan, atau mungkin juga santri

senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang

ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para santri

dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan ataupun

pendapatnya. Dengan demikian metode ini lebih

menitikberatkan kemampuan perseorangan di dalam

menganalisis dan memecahkan suatu persoalan dengan

argumen logika yang mengacu pada kitab tauhid yang

diajarkan.

Halaqah ini merupakan bentuk musyawarah untuk

membahas materi-materi tertentu dari sebuah kitab yang

Page 23: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

102

dianggap rumit untuk memahaminya. Musyawarah pada

bentuk ini bisa digunakan oleh santri tingkat menengah untuk

membedah topik materi tertentu (Bisyri, 2002: 52-53).

Sistem halaqah di pondok pesantren at-Tauhidiyah di

laksanakan untuk membahas kitab masalah-masalah fiqih

dengan rujukan utama kitab Fath al-Qarib al-Mujib, dan

membahas permasalahan-permasalahan ilmu tauhid,

khususnya mendiskusikan kitab Ta’lim al-Mubtadiin fi Aqaid

ad-Diin, terutama Juz II yang membutuhkan penjelasan dan

pembahasan yang ekstra.

Halaqah dilaksanakan setiap Sabtu malam Ahad,

dengan peserta dari semua tingkatan dengan dipimpin ustad

senior. Pelibatan santri tingkat bawah dimaksudkan untuk

melatih cara berargumen, ataupun untuk memberikan

wawasan dari masalah yang dibahas.

2. Metode Pendidikan dan Pengajaran Ilmu Tauhid

Dari observasi langsung yang penulis lakukan metode pendidikan

dan pengajaran yang dominan dipergunakan oleh pondok pesantren at-

Tauhidiyah Cikura Bojong Tegal terdiri dari :

a. Tariqat at-Talqin (metode memahamkan dengan lisan),

Modus dominan dalam sistem pendidikan tradisional adalah

pembelajaran secara lisan. Transfer ilmu pengetahuan berlangsung

melalui interaksi verbal di sebuah ruangan atau kelas (Muhtarom,

Page 24: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

103

2005: 174). Realitas ini ditemukan di Pondok pesantren at-

Tauhidiyah Cikura Bojong Tegal dalam pembelajaran kitab klasik

terutama kitab-kitab tauhid dengan bentuk sorogan, bandongan,

dan wetonan oleh kyai maupun ustaż

Bahasa lisan yang dipakai dalam pembelajaran di pesantren

tersebut adalah bahasa Jawa (Muhtarom, 2005: 175). Contoh

penggunaan bahasa Jawa dalam sistem belajar ini terlihat ketika

Kyai Ahmad dan kyai lainnya, membacakan kitab Syarah

Mandumah Aqidat al-Awam karya Sayyid Ahmad Marzuki

halaman 3, beliau (Kyai Ahmad) menterjemahkan teks kitab ke

dalam bahasa Jawa sebagai berikut.

Ya’ni : Ngersa aken sopo Nadzim;

Annahu : Ing Setuhune kelakuan;

Yajibu : Iku Wajib;

‘Ala Mukallafin : Ingatase wong mukallaf;

An ya’rifa : opo nyento ngaweruhi sopo

mukallaf;

‘Isrina : Ing rongpuluh;

Shifatan : Apane sifate…

Pengajaran terhadap kitab klasik di kelas-kelas madrasah di

pondok pesantren at-Tauhidiyah juga memakai bahasa Jawa yang

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, atau bahasa

lain yang lebih mudah untuk dipahami sebagai penjelasan.

Page 25: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

104

b. Thariqah Takwin al-‘adah al-Hasanah, (metode membentuk

tradisi atau kebiasaan baik).

Metode pembiasaan ini merupakan salah satu bentuk metode

pengajaran yang cukup efektif dalam menanamkan hal-hal baik,

atau menerapkan konsep-konsep penanaman nilai-nilai tauhid

dalam kehidupan santri secara terus menerus untuk diamalkan

sepanjang hidup santri.

Bentuk-bentuk pembiasaan dalam kaitannya dengan

pembelajaran ilmu tauhid maupun lainnya tersebut antara lain ada

yang bersifat insidental, harian, mingguan, dan bulanan. Untuk

kebiasaan insidental misalnya membiasakan mengucapkan salam

ketika bertemu sesama santri, diharapkan kegiatan ini dapat

diterapkan lebih luas setelah santri pulang mengembangkan ilmu

di masyarakat.

Sedang yang bersifat harian antara lain melakukan puji-

pujian sebelum melakukan shalat jama’ah, dan puji-pujian yang

dibiasakan tersebut adalah isi kitab Ta’lim al-Mubtadiin fi Aqaid

din juz I dengan cara hapalan, kebiasaan ini mempunyai tujuan

lain untuk melestarikan hapalan santri tentang kitab tersebut, hal

dikarenakan adanya aturan bahwa menghapalkan kitab tersebut

merupakan kewajiban.

Yang bersifat mingguan antara lain ziyarah ke makam

Syaikh Armiya pendiri pondok pesantren at-Tauhidiyah setiap hari

Page 26: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

105

Jum’at, membaca Maulid Nabi SAW., tiap malam Jum’at, untuk

tradisi bulanan antara lain pertemuan rutinan antara santri dengan

para alumni dan pengurus Majlis Ta’lim Wadakwah at-Tauhidiyah

setiap malam Jum’at Kliwon, fungsinya adalah untuk konsilidasi

dan evaluasi program pendidikan pesantren.

c. Thariqah al-qudwah, (metode keteladanan).

Konsep ketauladanan dalam pesantren berpijak pada pola

pendidikan Rasulullah SAW., yang menanamkan syariat Islam

dengan menggunakan metode keteladanan. Banyak orang Arab

suku quraish masuk Islam dan menjadi muslim yang taat serta

militan karena melihat keteladanan sikap Rasul SAW., hal tersebut

sebagaimana diungkap dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab : 21 ;

“Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri tauladan

yang baik bagimu…. (QS. Al-ahzab : 21).

Kaitannya dengan pengajaran ilmu tauhid, di pesantren at-

Tauhidiyah metode ini dikaitkan dengan sifat-sifat yang

berhubungan dengan nilai-nilai tauhid misalnya sifat wara’ yang

merupakan cerminan sikap orang beriman, sifat sabar, qanaah

yang menerima apa adanya dari Allah. Metode ini dilakukan

misalnya dengan menjalankan puasa, perilaku yang baik yang

dilakukan oleh para kyai atau ustaż dan santri senior.

Keteladanan ini dapat diambil dari seluruh Nabi dan Rasul

karena mereka merupakan petunjuk dan model yang tepat bagi

Page 27: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

106

pelaksanaan kebaikan, keutamaan, dan pendidikan yang terarah

(Budaiwi, 2002: 13). Dan ulama yang dalam istilah pesantren

dikenal dengan kyai merupakan pewaris para Nabi. Sehingga

merupkan figur sentral di pesantren yang harus diteladani.

Thariqah qudwah (keteladanan) di pondok pesantren at-

Tauhidiyah nampak pada sikap kyai dan ustadz dalam memberikan

imitasi dalam bentuk perilaku nyata kepada santri.

d. Tariqah al-syugl auqat al-faragh, (metode mengisi waktu kosong)

Sesuai dengan pola pendidikan pesantren yang mengenal

pendidikan sepanjang waktu, hampir tiada waktu yang kosong

dalam kegiatan pesantren. Pengisian waktu luang yang dimaksud

disini adalah waktu dimana tidak ada kegiatan pesantren secara

terjadwal. Misalnya pengisian waktu setelah shalat subuh

memasuki waktu dluha dengan mewajibkan santri untuk shalat

dluha, mengisi waktu setelah shalat dluhur dengan menghapal

kitab ta’lim al-mubtadiin dan kitab tauhid lainnya. Para santri

diberi kebebasan memilih tempat yang paling baik menurut santri

untuk menghafal, baik dimakam, di masjid, di kamar, maupun di

kebun di sekitar pesantren.

Yang tak kalah penting adalah mengisi waktu kosong pada

tengah malam untuk istighosah, mujahadah, dan lain sebagainya.

e. Tariqah al-masubah wa-al-‘uqubah, (metode memberikan

ganjaran dan hukuman).

Page 28: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

107

Imbalan adalah salah satu dari alat pendidikan, jadi dengan

sendirinya maksud Imbalan itu ialah sebagai alat untuk mendidik

anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau

pekerjaannya mendapat penghargaan, karena umumnya anak

mengetahui bahwa pelajaran atau perbuatannya yang

menyebabkab ia mendapat Imbalan itu baik (Purwanto, 2002:

182).

Kemudian, Hukuman adalah penderitaan yang diberikan

atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orangtua, guru,

dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau

kesalahan (Purwanto, 2002: 186). Dalam pendidikan Islam konsep

imbalan dan hukuman sangat erat kaitannya dengan proses untuk

menumbuhkan minat dan motivasi siswa secara ekternal.

Tujuan pedagogis dari hukuman ialah untuk memperbaiki

tabiat dan tingkah laku anak didik untuk mendidik anak kearah

kebaikan. Jadi maksud imbalan itu yang terpenting bukanlah

hasilnya yang dicapai seorang anak, melainkan dengan hasil yang

telah dicapai anak itu pendidik bertujuan membentuk kata hati dan

kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak (Purwanto,

2002: 182).

Metode hukuman di pondok pesantren at-tauhisiyah

biasanya diberikan pada kasus santri yang malas, yang berulang

kali tidak dapat menyodorkan materi hapalan atau melanggar

Page 29: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

108

peraturan pesantren, misal tidak mengaji tanpa udzur syar’i,

melakukan tindakan tidak terpuji, pulang tidak izin, santri yang

melakukan pelanggaran akan mendapatkan hukuman dengan

istilah ta’zir, hukuman tetap dilaksanakan dengan bentuk yang

bermanfaat dan tidak menyakitkan, misal dengan membersihkan

WC, membersihkan seluruh komplek pesantren, ngangsu atau

mengambil air bersih di sungai, membayar denda dan lain

sebagainya.

3. Sarana dan Media Pembelajaran

Sarana esensial yang dipakai dalam kegiatan KBM di pondok

pesantren at-Tauhidiyah Cikura dan sekaligus merupakan ciri khas

pondok pesantren pada umumnya adalah ; masjid, rumah kyai, rumah

ustadz, pondok / asrama santri, gedung madrasah, kantor, aula, dan

makam pendiri pesantran.

Mengingat pesantren at-Tauhidiyah merupakan pesantren

tradisional, maka media pendidikan dalam KBM yang digunakan masih

sebatas media sederhana antara lain ; kapur tulis, papan tulis, gambar-

gambar sederhana mengenai kegiatan ibadah, tulisan mengenai sifat

lima puluh, asmaul husna dan simbol huruf Arab. Penggunaan

komputer dan media canggih lainnya belum diimplementasikan di

pondok pesantren at-Tauhidiyah, namun demikian kitab-kitab atau

buku-buku pegangan santri dan ustadz telah dicetak sendiri oleh pihak

pesantren.

Page 30: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

109

C. Kitab yang Digunakan Dalam Pengajaran Ilmu Tauhid di Pondok

Pesantren At-Tauhidiyah Bojong Tegal

Menurut hasil penelitian Martin Van Bruinissen, sebagaimana

dikutip oleh Affandi Mochtar bahwa pada akhir abad 20 ada 900 judul kitab

kuning yang beredar di lingkungan pesantren Jawa dan Madura. 20 %

substansinya tentang fiqih, sedang sisanya menyangkut disiplin ilmu

lainnya, misalnya 17 % tentang aqidah, 12 % tentang bahasa Arab (nahwu,

saraf, balaghah), 8 % tentang Hadis Nabi SAW, 7 % masalah tasawuf, 6 %

masalah akhlak, 5 % menyangkut wirid atau do’a-do’a, dan 6 % puji-pujian

kenabian (qisasul ambiya, maulid, manaqib) (Mochtar, 2001: 55).

Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh L.W.C. Van Den Berg

hanya menyebutkan 54 judul saja. Dia tidak satupun mencatat kitab ushul

fiqih, sedang tafsir hanya disebut dua karya, yaitu kitab tafsir jalalin karya

Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti, serta kitab tafsir Baidhawi

(Van Bruinessen, 1999: 29).

Peningkatan yang sangat tajam jumlah judul kitab kuning dalam

kurun waktu sekitar satu abad tersebut disebabakan beberapa hal,

diantaranya :

1. Banyak kyai yang mulai menulis kitab sendiri, baik dengan

menggunakan bahasa Arab, maupun hanya sekedar tulisan Arab

Meralya (peson) dengan bahasa lokal.

2. Beberapa kyai juga ada yang melakukan penyederhanaan (muhtasar)

terhadap kitab-kitab yang sudah ada.

Page 31: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

110

3. Mulai dapat diterimanya kitab-kitab yang semula dianggap

membahayakan karena tidak sepaham, seperti kitab-kitab diluar

mazhab Syafi’i.

4. Mulai masuknya kitab-kitab al-‘as’ariyah (modern) ke dalam pondok

pesantren. Kitab-kitab ini masuk ke dalam pondok seiring dengan

perkembangan teknologi pada awal abad 20, yang ditandai dengan

kerendahan orang-orang Indonesia untuk melakukan ibadah haji dan

belajar baik di Makkah, Madinah, Kairo, Yaman dan pusat-pusat

belajar yang ada di Timur Tengah (Depag RI, 2001: 32).

Kedudukan kitab kuning dengan sosok kyai dalam dunia pesantren

merupakan dua dimensi yang saling menentukan. Kitab kuning sebagai

kodifikasi suatu tata nilai yang harus dianut, karena tetap diyakini sebagai

pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan. Sedang kyai adalah

sosok personifikasi yang utuh dari sistem tata nilai itu, sehingga kedudukan

kyai semakin kuat dan pondok pesantrennya semakin dipercaya karena

pengasuhnya benar-benar telah memahami dan mendalami ajaran-ajaran

dalam kitab kuning dan mengamalkannya dengan penuh kesungguhan dan

keikhlasan. Para santri juga semakin bertambah kepercayaan dirinya ketika

kyai memberikan ijazah (restu) untuk mengamalkan yang biasanya juga

disertai dengan pemberian silsilah gurunya sampai kepada pengarang kitab

tersebut. Disinilah sehingga banyak santri-santri senior melakukan

pengarbaraan untuk mencari kyai dengan melakukan pengajian “kilat”

hanya untuk mencari “barokah” atau silsilah.

Page 32: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

111

Ajaran yang terkandung dalam kitab kuning komprehensif. Secara

keseluruhan meliputi berbagai aspek yang sangat luas, baik yang mencakup

keyakinan terhadap hal-hal yang bersifat metafisik, maupun pandangan dan

tata nilai kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat yang diharapkan

kesemuanya bermuara pada satu titik tujuan, yaitu terbentuknya suatu

kwalitas manusia yang sempurna, berkepribadian mulia baik terhadap

Tuhannya, diri sendiri, maupun terhadap sesama manusia dan lingkungan

sekitarnya.

Dari 900 judul kitab kuning yang beredar di pondok pesantren

sebagaimana hasil penelitian Martin Van Bruinisser, tidak semua beredar

secara merata di kalangan masyarakat pesantren. Ada kitab yang di

kalangan awam pesantren populer tetapi di kalangan elit (khawas)-nya tidak,

dan sebaliknya (Masdar, dalam Dawam Raharjo, 1985: 57). Ada yang di

satu pesantren dikaji, tetapi di pesantren lainnya tidak dikaji. Dari segi

disiplin keilmuannya, kitab-kitab itu setidaknya dapat dikelompokkan ke

dalam beberapa disiplin keilmuan, yaitu bahasa Arab, ilmu akidah/ilmu

tauhid, akhlak dan tasawuf, fiqih, usul fiqih, tajwid, tafsir Al-Qur’an, ilmu

tafsir, hadis, ilmu hadis dan tarikh (sejarah Islam).

Mata pelajaran ilmu tauhid atau ilmu akidah merupakan suatu mata

pelajaran yang sangat prinsip dan mendasar di pondok pesantren. Tujuan

dari pengajaran mata pelajaran itu adalah menanamkan keyakinan kepada

para santri tentang ketauhidan Allah SWT dan rukun-rukun iman yang

lainnya. pada tingkatan menengah, di samping tujuan tersebut di atas

Page 33: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

112

disertai pula dengan pengetahuan tentang argumentasi dari keyakinan-

keyakinannya, baik menggunakan akal (aqli) maupun norma-norma agama

(naqli). Sedang pada tingkatan tinggi tujuan pengajarannya lebih

ditingkatkan lagi, yaitu memperkuat pemahaman dan argumentasi dengan

memperbandingkan dengan keyakinan-keyakinan dari agama lain. Pada

prinsipnya tujuan-tujuan tersebut bermuara pada pembentukan pribadi

mukmin yang mengetahui, meyakini dan memahami dasar keimanannya.

Adapun kitab-kitab ilmu tauhid yang biasanya diajarkan di pondok-

pondok pesantren at-Tauhidiyah adalah :

Tabel 1 : Daftar Kitab Ilmu Tauhid yang Diajarkan di pondok pesantren at-Tauhidiyah.

TINGKAT NAMA KITAB PENYUSUN

Dasar

- ‘Aqidah al-‘awam

- Tijan Darari

- Matn al-Bajuri

- Sanusiyah

- Ta’lim al-Mubtadiin fi Aqaid

ad-Din Juz I & II

- Durus al-Mubtadiin

- Syeh Ahmad Marzuki

- Ibrahim al-Bajuri

- Ibrahim al-Bajuri

- Muhammad bin

Yusuf as-Sanusi

- KH. Said Armiya

- Tim pon pes at-

Tauhidiyah

Menengah

- Kifayah al-‘ Awam

- Ad-Dasuqi

- Al-Jawahir al-Kalamiyah

- Umm al-Barahin

- Muhammad al-Fadali

- Muhammad ad-

Dasuqi

- Tahir bin Salih

Page 34: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

113

- Fathul Majid

- Sayyid Muhammad

Sanusi

- Imam Nawai al-Jawi

Tinggi

- Husn al-Hamidiyyah

- Syarah Syughra

- Risalah Tsalisah

- Sayyid Hussain

Affandi

- Imam Muhammad

Sanusi

- KH. Ahmad bin Said

bin Armiya

(merupakan kitab

khusus yang

diberikan kepada para

ustadz).

Di samping kitab-kitab tersebut tentu masih banyak lagi yang berada

di pesantren. Kebanyakan kitab kuning tidak memberikan pembahasan yang

berbelit dan abstrak dalam soal-soal ketuhanan. Ajarannya mengikuti

prinsip-prinsip ajaran Sunny yang telah dirumuskan oleh Abu Hasan al-

Asy’ari (873 - 935) dan Imam Muhammad al-Maturidi (825 - 944). Dalam

hal ini Al-Gazali dengan karya-karyanya terutama Ihya’ Ulumuddin telah

membuat paham Asy’ari menjadi semakin populer yang pada akhirnya

praktis merupakan sistem teologi yang banyak dikenal dan diterima di

hampir seluruh dunia Islam, termasuk masyarakat pesantren (Masdar, dalam

Dawam Raharjo, 1985: 58).

Page 35: BAB III PENGAJARAN ILMU TAUHID DI PONDOK PESANTREN …eprints.walisongo.ac.id/584/5/Aripin_Tesis_Bab3.pdfpondok pesantren di Jawa Timur (penulis), untuk para santri dengan perincian

114

Kitab karya Imam Ghazali ini tidak dibahas dalam pembelajaran di

pondok pesantren at-Tauhidiyah, kalaupun ada hanya merupakan catatan

dan pengajian yang bersifat individual dan diajarkan secara pasaran pada

bulan Ramadlan (Wawancara dengan Kyai Bisyri tanggal 30 Juli 2009).