bab iii penerapan asas pembuktian terbalik dalam … ketentuan pasal 183 kuhap tersebut adalah untuk...

42
46 BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Pengertian Pembuktian Pada tanggal 31 Desember 1981, Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mulai diberlakukan. Dengan berlakunya KUHAP ini, segala ketentuan mengenai acara pidana yang termuat dalam HIR dan Undang-undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembar Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81) tentang tindakan-tindakan untuk menyelenggarakan susunan, kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil, beserta seluruh peraturan pelaksanaannya, sepanjang mengenai hukum acara pidana dinyatakan tidak berlaku lagi. 68 KUHAP disebut-sebut sebagai karya agung bangsa Indonesia di bidang hukum acara pidana karena semua hak-hak tersangka atau terdakwa sebagai syarat tegaknya hukum dalam suatu negara atelah diatur di dalamnya. Berdasarkan KUHAP, sistem peradilan di Indonesia terdiri dari berbagai unsur yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai aparta penegak hukum. Semua unsur ini saling terkait dan menentukan dalam pelaksanaan penegakan hukum acara pidana di Indonesia. Penegakan Hukum menurut KUHAP sebenarnya merupakan usaha yang sistematis, karena adanya unsur-unsur tersebut yang saling berkaitan dalam satu kesatuan meskipun tetap ada batasan-batasan tertentu antara setiap unsur, seperti pembatasan wewenang dan tugas. 68 Indonesia (B), op.cit., Konsideran butir d. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Upload: others

Post on 06-Nov-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

46

BAB III

PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Pengertian Pembuktian

Pada tanggal 31 Desember 1981, Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) mulai diberlakukan. Dengan berlakunya KUHAP ini,

segala ketentuan mengenai acara pidana yang termuat dalam HIR dan Undang-undang

Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembar Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 81) tentang tindakan-tindakan untuk menyelenggarakan susunan,

kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil, beserta seluruh peraturan

pelaksanaannya, sepanjang mengenai hukum acara pidana dinyatakan tidak berlaku

lagi.68 KUHAP disebut-sebut sebagai karya agung bangsa Indonesia di bidang hukum

acara pidana karena semua hak-hak tersangka atau terdakwa sebagai syarat tegaknya

hukum dalam suatu negara atelah diatur di dalamnya. Berdasarkan KUHAP, sistem

peradilan di Indonesia terdiri dari berbagai unsur yaitu Kepolisian, Kejaksaan,

Pengadilan Negeri, dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai aparta penegak hukum.

Semua unsur ini saling terkait dan menentukan dalam pelaksanaan penegakan hukum

acara pidana di Indonesia. Penegakan Hukum menurut KUHAP sebenarnya merupakan

usaha yang sistematis, karena adanya unsur-unsur tersebut yang saling berkaitan dalam

satu kesatuan meskipun tetap ada batasan-batasan tertentu antara setiap unsur, seperti

pembatasan wewenang dan tugas.

68Indonesia (B), op.cit., Konsideran butir d.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 2: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

47

Proses penyelesaian suatu perkara pidana berdasarkan KUHAP dibagi ke dalam

4 (empat) tahap yaitu:69

1. Penyelidikan

2. Penangkapan

3. Penahanan

4. Pemeriksaan di muka sidang pengadilan.

Pembuktian merupakan titik sentral dalam pemeriksaan perkara dalam sidang

pengadilan, karena dalam tahap pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil

pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang kesalahan

terdakwa tidak cukup terbukti maka terdakwa dibebaskan, sedangkan apabila yang

terjadi sebaliknya yaitu kesalahan terdakwa berhasil terbukti dengan alat-alat bukti yang

ditentukan oleh undang-undang maka terdakwa dinyatakan bersalah.70

Pengertian dari pembuktian itu sendiri adalah cara-cara yang dibenarkan oleh

undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan

undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang

didakwakan.71 Sedangkan membuktikan itu sendiri mengandung pengertian memberikan

dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna

memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.72 Alat bukti yang sah

menurut Pasal 184 KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk

dan keterangan terdakwa.73

Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan pembuktian dalam hukum acara pidana

adalah ketentuan yang mengatur sidang pengadilan tentang ketentuan tata cara dan

69 Romli Atmasasmita (B), Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Cet.-1, (Bandung: Binacipta,

1983), hal. 17-23. 70 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,ed. 2, cet.3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal. 273.

71 Ibid. 72 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1992), hal. 2. 73 Indonesia (B), Op.Cit., Pasal 184 ayat (1).

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 3: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

48

penilaian alat bukti sesuai dengan undang-undangm jadi dalam menilai dan

mempergunakan alat bukti tidak boleh bertentangan dengan tata cara yang diatur dalam

undang-undang.74 Dalam Pasal 183 KUHAP disebutkan:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”75

Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran,

keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76

Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses

pemeriksaan persidangan adalah:77

1. Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan

hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa

bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.

2. Bagi terdakwa atau penasehat hukum, pembuktian merupakan usaha sebaliknya,

untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar

menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau

meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasihat hukum jika mungkin

harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan

pihaknya. Biasanya bukti tersebut disebut bukti kebalikan.

3. Bagi hakim, atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-alat bukti

yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau

penasihat hukum/ terdakwa dibuat dasar untuk membuat keputusan.

74 M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 274 75 Indonesia (B), Op.Cit., Pasal 183. 76 Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di dalam Proses Pidana, ed.1, cet.1,

(Yogyakarta: Liberty, 1998), hal. 36. 77 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, (Bandung: Mandar

Maju,. 2003), hal. 13.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 4: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

49

B. Sistem Pembuktian

Pembuktian merupakan bagian penting dalam pencarian kebenaran materiil

dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Sistem Eropa Kontinental yang dianut oleh

Indonesia menggunakan keyakinan hakim untuk menilai alat bukti dengan keyakinannya

sendiri. Hakim dalam pembuktian ini harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan

terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti orang yang telah melakukan tindak pidana

harus mendapatkan sanksi demi tercapainya keamanan, kesejahteraan, dan stabilitas

dalam masyarakat. Sedangkan kepentingan terdakwa berarti bahwa ia harus

diperlakukan dengan adil sesuai dengan asas Presumption of Innocence. Sehingga

hukuman yang diterima oleh terdakwa seimbang dengan kesalahannya.

Untuk tercapainya hal ini, maka dibutuhkan Hukum Pembuktian. Hukum

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana proses

pembuktian itu dilakukan. Pembuktian menurut ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi

empat sistem, yaitu:

1. Teori Pembuktian berdasarkan keyakinan (Conviction in Time)

Teori ini menyatakan bahwa hakim mengambil keputusan semata-mata

berdasarkan keyakinan pribadinya. walaupun tidak ada alat bukti, Hakim dapat

menjatuhkan pidana dan hakim tidak perlu menyebut alasan-alasan putusannya.

Dalam sistem ini hakim mempunyai kebebasan penuh untuk menjatuhkan

putusan. Subyektifitas hakim sangat menonjol dalam sistem ini.78

Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu

membuktikan kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang tidak menjamin

terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh

karena itu, diperlukan bagaimana pun juga keyakinan hakim sendiri. 79

Sistem ini mengandung kelemahan yang besar. Sebagaimana manusia biasa,

hakim bisa salah keyakinan yang telah dibentuknya, berhubung tidak ada

78 Andi Hamzah (A), Hukum Acara Pidana Indonesia, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal.

248. 79 Ibid, hal. 248.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 5: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

50

criteria, alat-alat bukti tertentu yang harus dipergunakan dan syarat serta cara-

cara hakim dalam membentuk keyakinan tersebut. Disamping itu, pada sistem

ini terbuka peluang besar untuk terjadi praktik penegakan hukum yang

sewenang-wenang, dengan bertumpu pada alasan hakim yang telah yakin.80

Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit

diawasi. Disamping itu terdakwa atau penasehat hukumnya sulit untuk

melakukan pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa

berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan.81

Hakim menyatakan telah terbukti kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana

yang didakwakan dengan didasarkan keyakinannya saja, dan tidak perlu

mempertimbangkan dari mana (alat bukti) dia memperoleh dan alasan-alasan

yang dipergunakan serta bagaimana caranya dalam membentuk keyakinannya

tersebut.

2. Teori Pembuktian Positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie)

Pembuktian dalam sistem ini didasarkan pada alat-alat bukti yang sudah

ditentukan secara limitatif dalam undang-undang, sistem ini merupakan

kebalikan dari sistem Conviction in Time karena dalam sistem ini apabila

perbuatan sudah terbukti dengan adanya alat-alat bukti maka keyakinan hakim

sudah tidak diperlukan lagi.82

Apabila dalam hal membuktikan telah sesuai dengan apa yang telah ditentukan

terlebih dahulu dalam undang-undang, baik mengenai alat-alat buktinya

maupun cara-cara mempergunakannya, maka hakim harus menarik kesimpulan

bahwa kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana telah terbukti. Keyakinan

hakim sama sekali tidak penting dan bukan menjadi bahan yang boleh

80 Adami Chazawi (A), Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: PT. Alumni,

2008), hal. 25. 81 Andi Hamzah (A), op.cit., hal. 248. 82 Ibid., hal. 247.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 6: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

51

dipertimbangkan dalam hal menarik kesimpulan tentang kesalahan terdakwa

melakukan tindak pidana.83

Sistem ini mendasarkan kepada bahwa hakim hanya boleh menentukan

kesalahan tertuduh, bila ada bukti minimum yang diperlukan oleh undang-

undang. Jika bukti itu terdapat, maka hakim wajib menyatakan bahwa tertuduh

itu bersalah dan dijatuhi hukuman, dengan tidak menghiraukan keyakinan

hakim. Pokoknya: kalau ada bukti (walaupun sedikit) harus disalahkan dan

dihukum.84

Sistem ini betentangan dengan hak-hak asasi manusia, yang pada zaman

sekarang sangat diperhatikan dalam hal pemeriksaan tersangka atau terdakwa

oleh Negara. Juga sistem ini sama sekali mengabaikan perasaan nurani hakim.

Hakim bekerja menyidangkan terdakwa seperti robot yang tingkah lakunya

sudah diprogram melalui undang-undang.85

Sistem pembuktian ini menyandarkan diri pada alat bukti saja, yakni alat bukti

yang telah ditentukan oleh undang-undang. Sistem ini yang dicari adalah

kebenaran formal, sehingga sistem ini dipergunakan dalam hukum acara

perdata.

3. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas Alasan yang logis (La

Conviction Raisonne)

Teori ini muncul sebagai teori jalan tengah dengan pembuktian berdasarkan

keyakinan hakim yang terbatas dengan alasan logis. Alat bukti dalam sistem ini

tidak diatur secara limitatif oleh undang-undang. Sistem ini juga disebut

sebagai pembuktian bebas karena hakim bebas menyebutkan alasan-alasannya

dalam menjatuhkan putusan.86

Walaupun Undang-Undang menyebutkan dan menyediakan alat-alat bukti,

tetapi sistem ini dalam hal menggunakannya dan menaruh kekuatan alat-alat

83 Adami Chazawi (A), op.cit., hal. 27. 84 Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hal. 70. 85 Adami Chazawi (A), op.cit., hal. 28. 86 Andi Hamzah (A), op.cit., hal. 249.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 7: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

52

bukti tersebut terserah dalam pertimbangan hakim dalam hal membentuk

keyakinannya tersebut, asalkan alasan-alasan yang dipergunakan dalam

pertimbangannya logis. Artinya, alasan yang dipergunakannya dalam hal

membentuk keyakinan hakim masuk akal, artinya dapat diterima oleh akal

orang pada umumnya.87

Pembuktian ini masih menyandarkan kepada keyakinan hakim. Hakim harus

mendasarkan putusan terhadap seorang terdakwa berdasarkan alasan yang logis

dapat diterima oleh akal dan nalar.

4. Teori Pembuktian berdasarkan Undang-undang secara Negatif (Negatief

Wettelijk)

Menurut sistem ini, dalam hal membuktikan kesalahan terdakwa melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya, hakim tidak sepenuhnya

mengandalkan alat-alat bukti serta dengan cara-cara yang ditentukan oleh

undang-undang. Itu tidak cukup, tetapi harus disertai pula keyakinan bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana. Keyakinan yang dibentuk ini

haruslah didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari alat bukti yang

ditentukan dalam undang-undang. Kegiatan pembuktian didasarkan pada dua

hal, yaitu alat-alat bukti dan keyakinan yang merupakan kesatuan tidak

dipisahkan, yang tidak berdiri sendiri-sendiri.88

Menurut sistem ini untuk menyatakan orang itu bersalah dan dihukum harus ada

keyakinan pada hakim dan keyakinan itu harus didasarkan kepada alat-alat bukti

yang sah, bahwa memang telah dilakukan sesuatu perbuatan yang terlarang dan

bahwa tertuduhlah yang melakukan perbuatan itu.

Teori ini menyatakan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila

terdapat paling tidak dua alat bukti yang sah. Alat bukti dalam sistem ini diatur

secara limitatif dalam undang-undang. Dalam sistem ini terdapat dua komponen

yang saling mendukung satu sama lain yakni alat bukti yang sah menurut

87 Adami Chazawi (A), op.cit., hal. 26. 88 Ibid., hal. 28.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 8: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

53

undang-undang dan keyakinan hakim.89 KUHAP menganut sistem ini, hal ini

dapat terlihat dari isi Pasal 183 KUHAP yaitu:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”90

Dari kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada

undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam pasal 184

KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti

tersebut. Sebenarnya, sebelum diberlakukan KUHAP, ketentuan yang sama telah

ditetapkan dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman Pasal 6 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut:

“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena

alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan,

bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab atas perbuatan yang

dituduhkan atas dirinya.”91

Sistem pembuktian ini berpangkal tolak pada aturan-aturan pembuktian yang

ditetapkan secara limitatif oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan

keyakinan hakim.

89 Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana dalam Praktek, cet. 3, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal.

137. 90 Indonesia (B), Op.Cit., Pasal 183. 91 Indonesia (E), Undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 4, LN No. 8 tahun

2004, TLN No. 4358, Pasal 6 ayat (2).

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 9: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

54

C. Beban Pembuktian

Beban pembuktian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada suatu pihak

untuk memberikan suatu fakta di depan sidang pengadilan untuk membuktikan

kebenaran atas suatu pernyataan atau tuduhan. Macam-macam beban pembuktian:

1. Beban Pembuktian Biasa

Yang mempunyai kewajiban untuk membuktikan suatu pernyataan atau tuduhan

adalah Jaksa Penuntut Umum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 66 KUHAP yang

meyebutkan “tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.”92

2. Beban Pembuktian Terbalik terbatas dan berimbang

Terdakwa juga dibebani kewajiban untuk membuktikan, tetapi peranan penuntut

umum tetap aktif dalam membuktikan dakwaannya. Pada beban pembuktian ini

jika terdakwa mempunyai alibi dan ia dapat membuktikan kebenaran alibinya

maka beban pembuktian akan berpindah ke penuntut umum untuk membuktikan

sebaliknya.

3. Beban Pembuktian Terbalik (Omkering Van bewijslaat)

Dalam beban pembuktian ini yang mempunyai beban pembuktian adalah

terdakwa, sedangkan penuntut umum akan bersikap pasif, bila terdakwa gagal

melakukan pembuktian maka dia akan dinyatakan kalah, sistem ini merupakan

penyimpangan dari asas pembuktian itu sendiri.

D. Kedudukan Asas Pembuktian Terbalik Dalam KUHAP

Pembuktian adalah suatu proses kegiatan untuk membuktikan sesuatu atau

menyatakan kebenaran tentang suatu peristiwa.93 Ketentuan mengenai alat bukti yang

sah diatur di dalam Pasal 184 KUHAP yang isinya:

1. Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli;

92 Indonesia (B), op.cit., Pasal 66. 93 Adami Chazawi (B), Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2005), hal. 398.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 10: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

55

c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa.

2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Alat bukti petunjuk sangat diperlukan dalam pembuktian suatu perkara terutama

dalam kasus korupsi. Alat bukti petunjuk tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi

bergantung pada alat-alat bukti lain yang telah dipergunakan atau diajukan oleh Jaksa

Penuntut Umum dan Penasehat Hukum. Alat-alat bukti yang dapat dipergunakan untuk

membangun alat bukti petunjuk ialah keterangan saksi, surat-surat dan keterangan

tersangka (Pasal 188 ayat 2 KUHAP).

Alat bukti petunjuk dalam pidana formil korupsi tidak saja dibangun melalui 3

(tiga) alat bukti seperti yang diatur dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP, melainkan dapat

diperluas juga di luar tiga alat bukti yang sah tersebut sebagaimana yang diterangkan

dalam pasal 26A undang-undang No. 20 Tahun 2001, yaitu:

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau

disimpan secara elektronik dengan alat optic atau serupa dengan itu; dan

b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,

dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu

sarana, baik yang tertuang dalam kertas, benda fisik apa pun selain kertas

maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, gambar,

peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki

makna.

Ketentuan khusus mengenai pembuktian dalam hukum pidana formil korupsi yang

dirumuskan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang No. 29

Tahun 2001 dan Undang-undang No. 8 Tahun 2010 merupakan perkecualian dari hukum

pembuktian yang ada dalam KUHAP.

Di dalam KUHAP kewajiban pembuktian dibebankan sepenuhnya kepada Jaksa

Penuntut Umum, hal ini sesuai dengan ketentuan KUHAP Bab VI Pasal 66 dan

ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP Bab XVI bagian ke empat (Pasal 183

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 11: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

56

sampai dengan Pasal 232 KUHAP), sehingga status hukum atau kedudukan asas

pembuktian terbalik di dalam sistem hukum acara pidana di Indonesia (KUHAP) tidak

diatur.

Sesuai dengan Pasal 66 dan 183 KUHAP, maka jelaslah bahwa kedudukan asas

pembuktian terbalik tidak dianut dalam sistem hukum acara pidana pada umumnya

(KUHAP), melainkan yang sering diterapkan dalam proses pembuktian dalam peradilan

pidana yaitu teori jalan tengah yakni gabungan dari teori berdasarkan undang-undang

dan teori berdasarkan keyakinan hakim.

E. Pengaturan Pembuktian Terbalik di Indonesia

1. Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Di Indonesia langkah-langkah pembentukan hukum positif guna

menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan

sejarah dan melalui beberapa masa perubahan peraturan perundang-undangan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat beberapa

ketentuan terhadap perbuatan oleh pejabat dalam menjalankan jabatannya.

Pada KUHP Tindak Pidana jabatan yang berkorelasi dengan perbuatan korupsi

terdapat di dalam Bab XXVIII KUHP yaitu khususnya terhadap perbuatan

penggelapan oleh pegawai negeri (Pasal 415 KUHP), membuat palsu atau

memalsukan (Pasal 416 KUHP), menerima pemberian atau janji (Pasal 418,

Pasal 419, dan Pasal 420 KUHP) serta menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum (Pasal 423, Pasal 425, dan Pasal 435 KUHP). Pada

hakikatnya, ketentuan-ketentuan Tindak Pidana Korupsi itu ternyata kurang

efektif dalam menanggulangi korupsi itu ternyata kurang efektif dalam

menanggulangi korupsi seperti pendapat Soedjono Dirdjosisworo yang dikutip

oleh Lilik Mulyadi, sebagai berikut:

“Tindak Pidana Korupsi yang dapat dikenakan dalam pasal-pasal KUHP saat itu dirasakan kurang bahkan tidak efektif menghadapi gejala-gejala

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 12: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

57

korupsi saat itu. Maka, dirasakan perlu adanya peraturan yang dapat lebih memberi keleluasaan kepada penguasa untuk bertindak terhadap pelaku-pelakunya”.94

Beberapa peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi di

Indonesia sebagai berikut:

a. Masa Penguasaan Militer

i. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 dikeluarkan

oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah

kekuasaan Angkatan Darat. Latar belakang lahirnya pengaturan ini

adalah seperti tercantum dalam konsideransnya bahwa berhubung

tidak adanya kelancaran dalam usaha memberantas perbuatan yang

merugikan keuangan dan perekonomian Negara yang oleh khalayak

ramai dinamakan korupsi, perlu segera menetapkan tata kerja untuk

dapat menerobos kemacetan dalam usaha memberantas korupsi.95

ii. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 tentang

pemilikan terhadap harta benda. Peraturan ini lahir untuk lebih

mengefektifkan peraturan yang sebelumnya. Dengan peraturan ini,

Penguasa Militer berwenang untuk mengadakan kepemilikan

terhadap harga benda setiap orang atau badan di dalam daerahnya,

yang kekayaannya diperoleh secara mendadak dan mencurigakan.

Dengan demikian, dalam pemilikan harta benda itu memungkinkan

adanya penyitaan terhadap:96

- Harta benda atau barang yang dengan sengaja atau karena

kelalaian tidak diterangkan oleh pemiliknya atau pengurusnya.

- Harta benda yang tidak terang siapa pemiliknya.

94 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik dan

Masalahnya, (Bandung: PT. Alumni, 2007), hal. 156. 95 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 24. 96 Ibid.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 13: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

58

- Harta benda orang yang kekayaannya oleh pemilik atau pemilik

pembantu harta dianggap diperoleh secara mendadak dan

merugikan.

Selanjutnya status barang yang disita apabila tidak memiliki syarat-

syarat tertentu menjadi milik Negara.

iii. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957 merupakan

peraturan yang menjadi hukum bagi kewenangan yang dimiliki oleh

pemilikan harta benda untuk melaksanakan penyitaan harta benda

yang dianggap merupakan hasil perbuatan korupsi lainnya, sambil

menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi.

iv. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor

PRT/PEPERPU/031/1958 serta peraturan pelaksanaannya.

v. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor

PRT/Z.1/1/7/1958 tanggal 17 April 1958.

Maksud dan tujuan dari peraturan penguasa perang ini adalah agar

di dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diberantas perbuatan

korupsi yang pada saat itu merajalela sebagai akibat dari suasana bahwa

seakan-akan pemerintah sudah tidak berwibawa lagi.97

Mengingat berlakunya Peraturan Penguasa Perang tersebut hanya

bersifat temporer saja, padahal perbuatan korupsi itu dapat pula dilakukan

tidak dalam keadaan perang, maka Pemerintah menganggap bahwa

Peraturan Penguasa Perang tersebut diganti dengan peraturan yang

berbentuk Undang-undang.98

Peraturan-peraturan penguasa militer ini merupakan suatu bentuk

kehendak penguasa (political will) pada saat itu untuk memberantas

korupsi di Indonesia yang mana dalam peraturan ini belumlah ada

97 Ibid., hal. 25. 98 Andi Hamzah (B), Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1986), hal. 204.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 14: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

59

mengatur atau menyinggung mengenai pembuktian terbalik. Meskipun

masih terdapat ketidaksempurnaan dalam perumusan peraturan tersebut,

namun peraturan Penguasa Militer itu merupakan modal awal yang

berharga untuk disempurnakan dalam rangka mewujudkan suatu undang-

undang tentang pemberantasan korupsi yang dapat memenuhi tuntutan

kebutuhan dan citra masyarakat Indonesia.

b. Masa Berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Nomor 24 Tahun 1960

Kebijakan legislasi pemberantasan korupsi sampai dengan

sebelum tahun 1960 tidak mengatur pembalikan beban pembuktian dalam

peraturan perundang-undangan korupsi disebabkan oleh perspektif

kebijakan legislasi memandang perbuatan korupsi sebagai delik biasa

sehingga penanggulangan korupsi cukup dilakukan secara konvensional

dan tidak memerlukan perangkat hukum yang luar biasa (extra ordinary

measures).99

Selanjutnya, kebijakan legislasi pembalikan beban pembuktian

mulai terdapat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

No. 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan

Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 24 Tahun

1960 menyebutkan:

“Setiap tersangka wajib memberi keterangan tentang seluruh harta benda

dan harta benda isteri/suami dan anak dan harta benda sesuatu badan

hukum yang diurusnya, apabila diminta oleh Jaksa”.100

99 Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 192. 100 Indonesia (F), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pengusutan,

Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 24, LN. No. 72 tahun 1960, TLN No. 2011, Pasal 5 ayat (1).

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 15: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

60

Substansi pasal ini mewajibkan tersangka memberikan keterangan

tentang seluruh harta bendanya apabila diminta oleh Jaksa.

Konsekuensinya, tanpa adanya permintaan dari Jaksa tersangka tidak

mempunyai kesempatan untuk memberi keterangan tentang seluruh harta

bendanya. Dalam pasal ini, yang menentukan tersangka dapat

memberikan keterangan terletak pada Jaksa.

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dengan

menggunakan Undang-undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tampaknya

kurang berhasil. Berdasarkan kenyataan di lapangan, banyak ditemukan

hal-hal yang tidak sesuai, antara lain:101

- Adanya perbuatan yang merugikan keuangan atau perekonomian

negara yang menururt perasaan keadilan masyarakat harus

dituntut atau dipidana, tidak dapat dipidana karena tidak adanya

rumusan tindak pidana korupsi yang berdasarkan kejahatan atau

pelanggaran yang dilakukan tersebut;

- Pelaku tindak pidana korupsi hanya ditujukan kepada pegawai

negeri, tetapi pada kenyataannya orang-orang yang bukan

pegawai negeri yang menerima tugas atau bantuan dari suatu

badan Negara, dapat melakukan perbuatan tercela seperti yang

dilakukan pegawai negeri;

- Perlu diadakan ketentuan yang mempermudah pembuktian dan

mempercepat proses hukum acara yang berlaku tanpa tidak

memperhatikan hak asasi tersangka atau terdakwa.

Berdasarkan berbagai pertimbangan itu, dilakukan penyempurnaan

terhadap Undang-undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 sehingga dicabut

dan diganti dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 1971.

c. Masa Berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971

101 Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 193.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 16: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

61

Kebijakan legislasi dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1971

secara eksplisit tidak mengatur pembalikan beban pembuktian. Ketentuan

Pasal 17 Undang-undang Nomor 3 tahun 1971, selengkapnya berbunyi

sebagai berikut:102

1. Hakim dapat memperkenankan terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan memberikan keterangan tentang pembuktian bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

2. Keterangan tentang pembuktian yang dikemukakan oleh terdakwa bahwa ia tidak bersalah seperti dimaksud dalma ayat (1) hanya diperkenankan dalam hal: a. Apabila terdakwa menerangkan dalam pemeriksaan, bahwa

perbuatannya itu menurut keinsyafan yang wajar tidak merugikan keuangan atau perekonomian Negara, atau

b. Apabila terdakwa menerangkan dalam pemeriksaan, bahwa perbuatannya itu dilakukan demi kepentingan umum.

3. Dalam hal terdakwa dapat memberikan keterangan tentang pembuktian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka keterangan tersebut dipergunakan sebagai hal yang setidak-tidaknya menguntungkan baginya. Dalam hal demikian Penuntut Umum tetap mempunyai kewenangan untuk memberikan pembuktian yang berlawanan.

4. Apabila terdakwa tidak dapat memberikan keterangan tentang pembuktian seperti dimaksud dalam ayat (1) maka keterangan tersebut dipandang sebagai hal yang setidak-tidaknya merugikan baginya. Dalam hal demikian Penuntut Umum diwajibkan member pembuktian bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Sistem pembuktian dalam ketentuan Pasal 17 UU No. 3 Tahun

1971 ini dikenal dengan sistem pembagian pembuktian, yaitu merupakan

suatu asas yang mewajibkan terdakwa untuk membuktikan

ketidakbersalahannya, tanpa menutup kemungkinan jaksa melakukan hal

yang sama untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Tegasnya, ketentuan

102 Indonesia (G), Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 3,

LN No. 19 tahun 1971, Pasal 17.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 17: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

62

Pasal 17 ini tidak menganut sistem pembuktian terballik secara absolute

karena terdakwa dan penuntut umum dapat saling membuktikan.103

Selanjutnya, ketentuan Pasal 18 UU No. 3 Tahun 1971 tentang

kepemilikan harta benda pelaku selengkapnya berbunyi sebagai berikut:104

1. Setiap terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isteri/suami, anak dan setiap orang, serta badan yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan apabila diminta oleh hakim.

2. Bila terdakwa tidak dapat memberikan keterangan yang memuaskan di sidang pengadilan tentang sumber kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat keterangan saksi bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.

Ketentuan kedua pasal tersebut di suatu sisi, dimensi pembalikan

beban pembuktian untuk kesalahan pelaku dan kepemilikan harta

terdakwa hanya diperkenankan sepanjang hakim memandang perlu untuk

kepentingan pemeriksaan. Konsekuensi logisnya, di sisi lain pembalikan

beban pembuktian tidak dimiliki terdakwa sebagai hak dan terdakwa baru

dapat mempergunakan pembalikan beban pembuktian sepanjang hakim

memperkenankan untuk keperluan pemeriksaan.105

Ada tidaknya ketentuan tersebut tidak berpengaruh banyak

terhadap hak terdakwa untuk melakukan pembelaan diri. Dan di dalam

persidangan, terdakwa lazimnya akan menyangkal dakwaan yang

diajukan kepadanya dan sedapat mungkin berusaha lepas dari dakwaan

jaksa penuntut umum.

d. Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20

tahun 2001

103 Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 258. 104 Indonesia (G), Op.cit., Pasal 18. 105 Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 195.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 18: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

63

Mengenai pembalikan beban pembuktian sudah juga diatur di

dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor

20 tahun 2001. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 37 yang berbunyi

sebagai berikut:

1. Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak

melakukan tindak pidana korupsi.

2. Dalam terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan

tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh

pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak

terbukti.

Analisis hukum terhadap ketentuan Pasal 37 Undang-undang

Nomor 31 tahun 1999 menunjukkan bahwa terhadap pembalikan beban

pembuktian, terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia

tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga jikalau terdakwa dapat

membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka

pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk

menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.106

Sistem pembebanan pembuktian terbalik dalam pasal 37 berlaku

sepenuhnya pada tindak pidana korupsi suap menerima gratifikasi,

khususnya yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau

lebih (pasal 12B ayat (1) huruf a), yakni kewajiban untuk membuktikan

bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka berlakulah

pasal 37 ayat 2 yakni hasil pembuktian bahwa terdakwa tidak melakukan

tindak pidana korupsi tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai

dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.107

Jika dipandang dari semata-mata hak, maka ketentuan Pasal 37

ayat (1) tidaklah mempunyai arti apa-apa. Hak tersebut adalah hak dasar

106 Ibid., hal. 197. 107 Adami Chazawi, op.cit., hal. 406.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 19: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

64

terdakwa yang demi hukum telah melekat sejak ia diangkat statusnya

menjadi tersangka atau terdakwa. Ketentuan pada ayat (1) merupakan

penegasan belaka atas sesuatu hak terdakwa yang memang sudah ada.

Justru, Pasal 37 ayat (2) lah yang memiliki arti penting dalam hukum

pembuktian. Inilah yang menunjukkan inti sistem terbalik, walaupun

tidak tuntas. Karena pada ayat (2) dicantumkan akibat hukumnya bila

terdakwa berhasil membuktikan, ialah hasil pembuktian terdakwa

tersebut dipergunakan oleh pengadilan untuk menyatakan bahwa

dakwaan tidak terbukti. Namun, tidak mencantumkan seperti hal

bagaimana cara terdakwa membuktikan, dan apa standar pengukurnya

hasil pembuktian terdakwa untuk dinyatakan sebagai hasil membuktikan

dan tidak berhasil membuktikan.

Ketentuan Pasal 37 ayat (2) inilah sebagai dasar hukum beban

pembuktian terbalik hukum acara pidana korupsi. Penerapan dari

ketentuan ini, harus dihubungkan atau ada hubungannya dengan Pasal 12

B dan Pasal 37 A ayat (3). Hubungannya dengan Pasal 12 B, ialah bahwa

sistem terbalik pada Pasal 37 berlaku pada tindak pidana korupsi suap

menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta atau lebih (Pasal 12 B ayat

(1) huruf (a). Sedangkan hubungannya dengan Pasal 37 A khususnya ayat

(3), bahwa sistem terbalik menurut Pasal 37 berlaku dalam hal

pembuktian tentang sumber (asal) harta benda terdakwa dan lain-lain di

luar perkara pokok pasal-pasal yang disebutkan dalam Pasal 37 A in casu

hanyalah Tindak Pidana Korupsi suap gratifikasi yang tidak disebut

dalam Pasal 37 A ayat (3) tersebut.

Apabila dianalisis berdasarkan penjelasan otentik pasal tersebut,

ketentuan Pasal 37 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 sebagai konsekuensi

berimbang atas penerapan pembalikan beban pembuktian terhadap

terdakwa. Terdakwa tetap memerlukan perlindungan hukum yang

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 20: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

65

berimbang atas pelanggaran hak-hak yang mendasar yang berkaitan

dengan asas praduga tidak bersalah dan menyalahkan diri sendiri (non

self-incrimmination), kemudian penjelasan ayat (2) menyatakan

ketentuan tersebut tidak menganut sistem pembuktian secara negatif

menurut undang-undang.108

Sistem pembuktian terbalik menurut pasal 37 ini diterapkan pada

tindak pidana selain yang dirumuskan dalam pasal 2, 3, 4, 13, 14, 15, 16

UU No. 31/ 1999 dan pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 UU No.20/ 2001,

karena bagi tindak pidana menurut pasal-pasal yang disebutkan tadi

pembuktiannya berlaku sistem semi terbalik.

Dalam UU No. 31 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 37 yang

merupakan hak terdakwa dengan melakukan pembalikan beban

pembuktian dengan sifat terbatas dan berimbang. Hal ini secara eksplisit

diterangkan dalam Penjelasan Umum UU No. 31 Tahun 1999 yang

berbunyi:

“Undang-undang ini juga menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya.”

Sedangkan ketentuan Pasal 37 A dengan tegasnya menyebutkan bahwa:

1. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan.

2. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

108 Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 200.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 21: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

66

digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) merupakan tindak pidana atau perkara pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomr 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini, sehingga Penuntut Umum berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.

Mengenai kewajiban terdakwa untuk memberikan keterangan

tentang harta kekayaannya tidak lagi menggunakan sistem pembuktian

terbalik murni sebagaimana dirumuskan dalam pasal 37.109 Apabila

terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak

seimbang dengan penghasilannya, maka ketidakdapatan membuktikan itu

digunakan untuk memperkuat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah

melakukan tindak pidana korupsi. Sedangkan, jika terdakwa tidak dapat

membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi atau

perkara pokoknya sebagaimana dimaksud pasal 2, 3, 4, 13, 14, 15, dan 16

UU No.31/1999 dan pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 UU No. 20/2001,

maka penuntut umum tetap wajib membuktikan dakwaannya atau

membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.

Sistem pembuktian demikian biasa disebut dengan sistem semi terbalik,

tetapi tidak tepat jika disebut sistem terbalik murni. Karena dalam hal

tindak pidana korupsi tersebut terdakwa dibebani kewajiban untuk

membuktikan tidak melakukan korupsi yang apabila tidak berhasil justru

akan memberatkannya. Namun begitu, jaksa juga tetap berkewajiban

untuk membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana korupsi.110

Tindak Pidana korupsi selain suap menerima gratifikasi,

penerapan pembuktian tentang harta benda terdakwa yang telah

109 Adami Chazawi, op.cit., hal. 408. 110 Ibid., hal. 409.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 22: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

67

didakwakan dilakukan dengan cara yang dirumuskan dalam Pasal 37 A

yang jika dihubungkan dengan tindak pidana korupsi dalam perkara

pokok, dapat disebut dengan sistem pembuktian semi terbalik atau

berimbang terbalik. Karena dalam hal terdakwa didakwa melakukan

tindak pidana korupsi (selain suap menerima gratifikasi) yang sekaligus

didakwa pula mengenai harta bendanya sebagai hasil korupsi atau ada

hubungannya dengan korupsi yang didakwakan, maka beban pembuktian

mengenai tindak pidana dan harta benda terdakwa yang didakwakan

tersebut, diletakkan masing-masing pada jaksa penuntut umum dan

terdakwa secara berlawanan dan berimbang. Karena beban pembuktian

diletakkan secara berimbang dengan objek pembuktian yang berbeda

secara terbalik, maka sistem pembuktian yang demikian dapat pula

disebut dengan sistem pembuktian berimbang terbalik.111

Dikaji dari hukum pembuktian, UU No. 31 Tahun 1999 pada

asasnya tetap mempergunakan teori pembuktian negatif. Selain itu, dikaji

dari beban pembuktian, UU tersebut tetap mengacu adanya kewajiban

Penuntut Umum untuk tetap membuktikan dakwaannya di samping juga

terdakwa mempunyai hak membuktikan pembalikan beban pembuktian

(Pasal 37 ayat (1), (2), UU No. 31 Tahun 1999).112

Dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 ditambahkan delik

baru yaitu delik pemberian atau dikenal dalam undang-undang tersebut

sebagai delik gratifikasi dalam Sistem Pembuktian Terbalik (Pembalikan

Beban Pembuktian) yang terdapat dalam Pasal 12 B dan 12 C. Menurut

penjelasan Pasal 12 B (1) yang dimaksud dengan gratifikasi adalah

pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang , barang, rabat

(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga tiket perjalanan, fasilitas

penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas

111 Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 198. 112 Ibid., hal. 146.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 23: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

68

lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun

di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik

atau tanpa sarana elektronik.

Dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

dinyatakan bahwa:

1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Yang nilainya Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.

b. Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), pemberian gratifikasi tersebut siap dilakukan oleh penuntut umum.

2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tindak pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dilihat dari formulanya, “gratifikasi” bukan merupakan jenis

maupun kualifikasi delik. Yang dijadikan delik (“perbuatan yang dapat

dipidana” atau “tindak pidana”) menurut Pasal 12 B ayat (2), bukan

“gratifikasi”-nya, melainkan perbuatan “menerima gratifikasi “itu.113

Perlu diperhatikan bahwa untuk tindak pidana suap menerima

grafikasi yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah), sistem pembebanan pembuktian pasal 37 tidak berlaku. Karena

menurut pasal 12B ayat (1) huruf b beban pembuktiannya ada pada jaksa

PU untuk membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana

korupsi suap menerima grafikasi, padahal pasal 37 membebankan

113 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 109.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 24: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

69

pembuktian kepada terdakwa. Untuk korupsi suap menerima grafikasi

yang nilainya kurang dari 10 juta rupiah berlaku sistem pembuktian biasa

dalam KUHAP dan tidak berlaku sistem yang ditentukan dalam pasal

37A maupun 38B, karena pasal 12B ayat (1) huruf b tidak disebutkan

dalam pasal 37A maupun pasal 38B tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa apabila semata-mata dilihat dari

ketentuan pembebanan pembuktian menurut pasal 37 yang dapat

dihubungkan juga dengan pasal 12B ayat (1) huruf a, maka sistem

pembuktian disana menganut sistem pembebanan pembuktian terbalik

murni. Akan tetapi, apabila sistem pembebanan pembuktian semata-mata

dilihat dari pasal 12B ayat (1 huruf a dan b) tidak dipisahkan, maka

sistem pembuktian seperti itu dapat disebut sistem pembuktian berimbang

bersyarat, bergantung pada syarat-syarat tertentu-siapa yang memenuhi

syarat itulah yang dibebani kewajiban untuk membuktikan. Sistem seperti

itu hanya ada pada tindak pidana korupsi.114

Syarat ini berupa nilai penerimaan gratifikasi antara kurang dan

atau di atas Rp 10 juta. Jika nilai penerimaan gratifikasi yang diterima

pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut nilainya kurang dari

Rp 10 juta, untuk membuktikan kebenaran bahwa penerimaan itu sebagai

suap yang dilarang oleh undang-undang, maka digunakan sistem

pembuktian biasa sebagaimana adanya dalam KUHAP.

Menurut Pasal 12 C ayat (1), apabila penerima melaporkan

gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (KP-TPK), maka gratifikasi itu tidak dianggap sebagai

pemberian suap. Berarti juga, tidak dapat dipidana. Baru dapat dipidana

apabila si penerima tidak melapor. Perumusan Pasal 12 C ayat (1) ini

terkesan sebagai alasan penghapusan pidana. Dilihat secara substansial,

114 Adami Chazawi, op.cit., hal. 407.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 25: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

70

hal ini dirasakan janggal, karena seolah-olah sifat melawan hukumnya

perbuatan atau sifat patut dipidananya si penerima ditergantungkan pada

ada/ tidaknya laporan (yang bersifat administratif procedural).115

Didalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 pada Pasal 38

dibagi menjadi:

Pasal 38 A

“Pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1)

dilakukan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan.”

Pasal 38 B

1. Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

2. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta bendanya sebagaimana dimaksud ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk Negara.

3. Tujuan perampasan harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh penuntut umum pada saat membacakan tuntutannya pada perkara pokok.

4. Pembuktian bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan berasal dari tindak pidana korupsi diajukan oleh terdakwa pada saat membacakan pembelaannya dalam perkara pokok dan dapat diulangi pada memori banding dan memori kasasi.

5. Hakim wajib membuka persidangan yang khusus untuk memeriksa pembuktian yang diajukan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).

6. Apabila terdakwa dibebaskan atau dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum dan perkara pokok, maka tuntutan perampasan harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus ditolak oleh hakim.

115 Barda Nawawi, op.cit., hal. 111.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 26: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

71

Pasal 38 C

“Apabila setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2), maka Negara dapat melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan atau ahli warisnya.”

Mengenai harta benda milik terdakwa yang belum didakwakan

Mengenai harta benda milik terdakwa yang belum didakwakan bila

perkara yang didakwakan itu adalah tindak pidana sebagaimana dimuat

dalam pasal 2, 3, 4, 13, 14, 15, dan 16 UU No.31 /1999 atau pasal 5

sampai dengan pasal 12 UU No.21/2001, maka terdakwa dibebani

pembuktian bahwa harta benda tersebut diperoleh bukan dari tindak

pidana korupsi yang diajukan pada saat membacakan pembelaannya.

Apabila terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda itu

diperoleh bukan dari hasil korupsi dan harta benda tersebut dianggap

diperoleh juga dari korupsi, maka hakim berwenang untuk memutuskan

bahwa seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara

(pasal 38B ayat 2). Dalam hal yang demikian tidak ditentukan adanya

kewajiban jaksa penuntut umum untuk membuktikan bahwa harta benda

itu diperoleh dari tindak pidana korupsi seperti pada ketentuan pasal 37A

ayat (3).116

Tuntutan perampasan harta benda milik terdakwa yang belum

dimasukkan dalam dakwaan ini dapat diajukan oleh jaksa penuntut umum

pada saat membacakan surat tuntutan pada pokok perkara (pasal 38B ayat

3). Dalam hal terdakwa membuktikan bahwa harta bendanya bukan

diperoleh dari korupsi diperiksa dalam sidang yang khusus memeriksa

pembuktian terdakwa tersebut dan diucapkan dalam pembelaannya dalam

116 Adami Chazawi, op.cit., hal. 409-410.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 27: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

72

pokok perkara, serta dapat diulang dalam memori banding maupun

memori kasasinya (pasal 38B ayat 4 dan 5).

Pada hakikatnya, ketentuan pasal 38 B merupakan pembalikan

beban pembuktian yang dikhususkan pada perampasan harta benda yang

diduga keras berasal dari tindak pidana korupsi. Akan tetapi, perampasan

harta ini tidak berlaku bagi ketentuan Pasal 12B ayat (1) huruf a UU No.

20 Tahun 2001, malainkan terhadap pelaku yang didakwa melakukan

tindak pidana pokok.

Ternyata hanya tindak pidana korupsi suap menerima gratifikasi

Pasal 12 B saja yang tidak disebut dalam Pasal 38 B ayat (1). Artinya,

dalam hal terdakwa dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi suap

menerima gratifikasi (Pasal 12 B ayat (1) huruf a), jaksa penuntut umum

tidak diperkenankan untuk menuntut pula agar terdakwa dipidana

perampasan barang in casu harta benda terdakwa yang belum

didakwakan. Oleh karena itu, terdakwa tidak diwajibkan untuk

membuktikan tentang harta benda yang belum didakwakan sebagai bukan

hasil korupsi, dalam hal terdakwa didakwa jaksa melakukan tindak

pidana korupsi suap menerima gratifikasi.

Walaupun Pasal 37 merupakan dasar hukum pembuktian terbalik,

tetapi khusus mengenai objek harta benda terdakwa yang belum

didakwakan (termasuk juga yang didakwakan dalam surat dakwaan),

tidaklah dapat menggunakan Pasal 37, karena Pasal 37 adalah khusus

diperuntukkan bagi pembuktian terdakwa mengenai dakwaan tindak

pidana (khususnya suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp 10 juta

atau lebih), dan bukan dakwaan mengenai harta benda terdakwa.

Untuk membuktikan harta benda terdakwa yang didakwakan

dengan menggunakan sistem semi terbalik (Pasal 37 A), sedangkan untuk

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 28: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

73

membuktikan harta benda yang belum didakwakan adalah menggunakan

sistem pembebanan pembuktian terbalik (Pasal 38 B).117

Pembalikan beban pembuktian sebagaimana dalam ketentuan UU

No. 20 Tahun 2001 dapat dideskripsikan dikenal terhadap kesalahan

orang yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana

ketentuan Pasal 12B dan Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2001. Kemudian

terhadap kepemilikan harta kekayaan pelaku yang diduga keras

merupakan hasil tindak pidana korupsi diatur dalam ketentuan Pasal 37A

dan Pasal 38B ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001. Tegasnya, politik hukum

kebijakan legislasi terhadap delik korupsi ditujukan terhadap kesalahan

pelaku maupun terhadap harta benda pelaku yang diduga berasal dari

korupsi.

Eksistensi pembalikan beban pembuktian esensial dalam rangka

untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Aspek ini

ditegaskan dalam Penjelasan Umum UU No. 20 Tahun 2001, dengan

redaksional bahwa:

“Ketentuan mengenai “pembuktian terbalik” perlu ditambahkan dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai ketentuan yang bersifat “premium remidium” dan sekaligus mengandung sifat prevensi khusus terhadap pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 atau terhadap penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi. Pembuktian terbalik ini diberlakukan pada tindak pidana baru tentang gratifikasi dan terhadap tuntutan perampasan harta benda terdakwa yang diduga berasal dari salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang No. 31 Tahun

117 Ibid., hal. 141.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 29: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

74

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini”118

2. Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang

Tanggal 17 April 2002, merupakan hari yang bersejarah dalam dunia

hukum Indonesia, karena pada saat itu disahkannya Undang-undang Nomor 15

tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian setahun

kemudian tepatnya pada tanggal 13 Oktober 2003 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-undang tersebut merupakan desakan internasional terhadap Indonesia

antara lain dari Financial Action Task Force (FATF), badan internasional di

luar Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB ). Anggotanya terdiri dari negara donor

dan fungsinya sebagai satuan tugas dalam pemberantasan pencucian uang.

Sebelumnya pada 2001 Indonesia bersama 17 negara lainnya diancam

sanksi internasional. Pada 23 Oktober 2003, FATF, di Stockholm, Swedia,

menyatakan Indonesia sebagai negara yang tidak kooperatif dalam

pemberantasan pencucian uang. Negara Cook Islands, Mesir, Guatemala,

Myanmar, Nauru, Nigeria, Filipina dan Ukraina masuk kategori sama.

Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 1997 Indonesia telah

meratifikasi United Nation Convention Against Illucit Traffic in Narcotic

Drugs and Psychotropic Substances 1998 (Konvensi 1998). Konsekuensi

ratifikasi tersebut, Indonesia harus segera membuat aturan untuk

pelaksanaanya. Kenyataannya meskipun sudah ada UU No 15 Tahun 2002,

namun penerapannya kurang, sehingga akhirnya masuk daftar hitam negara

yang tidak kooperatif. Bahkan Indonesia dicurigai sebagai surga bagi

pencucian uang. Antara lain karena menganut sistem devisa bebas, rahasia

bank yang ketat, korupsi yang merajalela, maraknya kejahatan narkotik, dan

tambahan lagi pada saat itu perekonomian Indonesia dalam keadaan yang tidak

118 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 30: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

75

baik, sehingga ada kecenderungan akan menerima dana dari mana pun untuk

keperluan pemulihan ekonomi.

Keberadaan Indonesia berada pada daftar Non Cooperative Countries and

Territories ( NCCT’s) sesuai dengan rekomendasi dari Financial Actions Task

Force on Money Laundering . Bahwa setiap transaksi dengan perorangan

maupun badan hukum yang berasal dari negara NCCT’s harus dilakukan

dengan penelitian seksama.

Berbagai upaya selama beberapa tahun, antara Iain dengan membuat UU

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, mendirikan Pusat Pelaporan dan

Analis Transaksi Keuangan (PPATK), mengeluarkan ketentuan pelaksanaan

dan mengadakan kerja sama internasional, akhirnya membuahkan hasil.

Februari 2006 Indonesia dikeluarkan dari daftar NCCT’s setelah dilakukan,

formal monitoring selama satu tahun.

Adanya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang ini, tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau

diberantas, antara lain, kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap

proses pencucian uang yang terdiri atas: 119

a. Penempatan (placement)

Yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke

dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang

giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke

dalam system keuangan, terutama sistem perbankan.

b. Transfering (Layering)

Yakni upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak

pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa

keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke

119 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 133-134.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 31: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

76

penyedia jasa keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering, akan

menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta

kekayaan tersebut.

c. Menggunakan Harta Kekayaan (Integration)

Yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana

yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan

atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean

money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali

kegiatan kejahatan.

Untuk mempelancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang,

undang-undang ini mengatur kewenangan penyidikan, penuntutan umum, atau

hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta

pemblokiran harta kekayaan kepada penyedia jasa keuangan. Undang-undang

ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk

meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan

setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa.

Undang-undang ini juga mengatur mengenai persidangan tanpa kehadiran

terdakwa, dalam hal terdakwa yang telah dipanggil tiga kali secara sah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak hadir, maka majelis

hakim dengan putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan dengan tanpa

kehadiran terdakwa.

Indonesia dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang, telah memiliki Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun ketentuan dalam undang-undang

tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta perkembangan

proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah, agar

upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 32: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

77

berjalan secara efektif. Oleh karena disempurnakan melalui Undang-undang

Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15

Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun seiring dengan

berjalannya waktu, ketentuan pada Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 dan

Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 dirasakan sudah tidak sesuai dengan

perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar

internasional, sehingga kemudian ditetapkanlah Undang-undang Nomor 8

tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang.

Pembuktian terbalik diatur dalam Pasal 77 dan 78 Undang-undang

Nomor 8 tahun 2010 yang berbunyi:

Pasal 77

“Untuk Kepentingan pemeriksaan di sidang Pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.”

Pasal 78

1. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

2. Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengn perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.

Pembuktian terbalik beban pembuktian ada pada terdakwa. Pada tindak

pidana pencucian uang yang harus dibuktikan adalah asal-usul harta kekayaan

yang bukan berasal dari tindak pidana, misalnya bukan berasal dari korupsi,

kejahatan narkotika serta perbuatan haram lainnya.

Pasal 77 dan 78 tersebut berisi ketentuan bahwa terdakwa diberi

kesempatan untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 33: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

78

pidana. Ketentuan ini dikenal sebagai asas pembuktian terbalik. Dimana

sifatnya sangat terbatas, yaitu hanya berlaku pada sidang di pengadilan, tidak

pada tahap penyidikan. Selain itu tidak pada semua tindak pidana, hanya pada

serious crime atau tindak pidana berat seperti korupsi, penyelundupan,

narkotika, psikotropika atau tindak pidana perbankan.

Dengan sistem ini, justru terdakwa yang harus membuktikan, bahwa harta

yang didapatnya bukan hasil tindak pidana. Yang harus dilakukan adalah

mengetahui apa saja bentuk aset korupsi, dimana disimpan dan atas nama

siapa.120

Pasal-pasal lain yang mendukung pembuktian terbalik ini diantaranya

yaitu pada Pasal 79 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai sita terhadap harta kekayaan hasil

dari suatu tindak pidana yang menyatakan bahwa: “Dalam hal terdakwa

meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup

kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana Pencucian

Uang, hakim atas tuntutan penuntu umum memutuskan perampasan Harta

Kekayaan yang telah disita.”

Ketentuan Pasal 79 ayat (4) dalam penjelasannya dimaksudkan untuk

mencegah agar ahli waris dari terdakwa menguasai atau memiliki Harta

Kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Di samping itu sebagai usaha untuk

mengembalikan kekayaan negara dalam hal tindak pidana tersebut telah

merugikan keuangan negara.

Pemeriksaan tindak pidana pencucian uang terhadap harta kekayaan yang

diduga merupakan hasil dari tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih

dahulu tindak pidana asalnya. Pencucian uang merupakan independent crime,

artinya kejahatan yang berdiri sendiri. Walaupun merupakan kejahatan yang

120 Sutan Remy Sjahdeini, “Memburu Aset Koruptor Dengan Menebar Jerat Pencucian Uang,”

Hukum Online: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol12317/%20memburu-aset-koruptor-dengan-menebar-jerat-pencucian-uang, 3 Desember 2010.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 34: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

79

lahir dari kejahatan asalnya, misalnya korupsi, namun rezim anti pencucian

uang di hampir seluruh negara menempatkan pencucian uang sebagai suatu

kejahatan yang tidak bergantung pada kejahatan asalnya dalam hal akan

dilakukannya proses penyidikan pencucian uang.121 Di sidang pengadilan,

terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaanya bukan merupakan hasil

dari suatu tindak pidana (asas pembuktian terbalik). Dan untuk kelancaran

pemeriksaan di pengadilan, dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan

patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat

diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa sesuai dengan ketentuan pada

Pasal 79 ayat (1).

F. Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian

Uang

Untuk dapat mengetahui penerapan pembuktian terbalik dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang pada prakteknya dapat kita lihat pada perkara Nomor

448/Pid.B/2008/PN.KRW. Yaitu Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan

Terdakwa Agi Sugiyono SE yang disidangkan di Pengadilan Negeri Karawang.

1. Kasus Posisi

Pokok perkaranya adalah Terdakwa Agi Sugiyono SE diduga melakukan tindak

pidana pencucian uang terkait dengan jabatannya sebagai seorang pemeriksa

pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus bersama rekannya

Yudi Hermawan dan R. Handaru Iamoyojati pada pertengahan tahun 2006

sampai dengan bulan Februari 2007 ditugaskan melakukan pemeriksaan pajak

atas PT. Broadband Multimedia, Tbk. Menjelang akhir pemeriksaan sekitar

bulan Februari sampai dengan April 2007 Yudi Hermawan berkata kepada Agi

121 Adrian Sutedi, op.cit., hal. 288.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 35: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

80

Sugiyono bahwa nanti akan ada rejeki dari pekerjaan tersebut. Setelah

berakhirnya pemeriksaan pajak tersebut sekitar bulan April 2007 Rekan

Terdakwa Yudi Hermawan memberikan uang sejumlah US $ 100.000 (seratus

ribu dolar Amerika Serikat) yang diambil dari rekening Yudi Hermawan di BNI

cabang Karawang, dimana uang tersebut diduga merupakan komisi (fee) yang

diberikan oleh PT. Broadband Multimedia Tbk. Menurut pengakuannya, uang

tersebut telah dipergunakan oleh terdakwa untuk modal usahanya dan merupakan

pinjaman dari Yudi Hermawan.

2. Dakwaan

Dalam kasus terdakwa Agi Sugiono didakwa melakukan tindak pidana yang

disusun dalam bentuk dakwaan alternatif, yaitu:

Kesatu

Melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-undang No. 15 tahun 2002

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang.

“atau”

Kedua

Melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan f Undang-undang No. 15 tahun

2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 tahun 2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang .

3. Putusan Pengadilan

Pengadilan Negeri Karawang tanggal 9 Februari 2009 Nomor

448/Pid.B/2008/PN.KRW telah menjatuhkan putusan:

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 36: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

81

1. “Menyatakan Terdakwa Agi Sugiono, SE., bin Oyo Sukria telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencucian Uang.

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Agi Sugiono, SE. bin Oyo Sukria oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun’

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut;

4. Menghukum Terdakwa Agi Sugiono, SE. bin Oyo Sukria untuk membayar denda sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;

5. Memerintahkan agar barang bukti berupa uang USD 5.000,- (lima ribu dolar Amerika Serikat) yang terdiri dari pecahan USD 100,- (seratus dolar Amerika Serikat) sebanyak 50 (lima puluh) lembar, dirampas untuk negara;

6. Menghukum pula Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000,- (lima ribu rupiah).”

4. Pertimbangan

Dalam membuktikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karawang mempertimbangkan sebagai berikut: “bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan unsur alternatif Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. Setiap orang; 2. Dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan; 3. Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; 4. Baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; 4.1. Dalam membuktikan unsur “Setiap orang” Majelis Hakim berpendapat

seperti dalam pertimbangannya yang berbunyi:

“Menimbang, bahwa unsur setiap orang ini pengertiannya sama dengan unsur setiap orang sebagaimana yang telah dipertimbangkan di atas dan telah dinyatakan terpenuhi pada diri Terdakwa, maka dengan mengambil alih pertimbangan hukum tersebut untuk dijadikan pertimbangan hukum dalam unsur ini, maka secara mutatis mutandis unsur inipun telah terpenuhi;”

4.2. Dalam membuktikan unsur “Dengan sengaja membayarkan atau

membelanjakan harta kekayaan” Majelis Hakim berpendapat seperti dalam

pertimbangannya yang berbunyi:

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 37: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

82

“Menimbang, bahwa unsur dengan sengaja ini mengandung pengertian bahwa sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya harus diketahui, dikehendaki dan disadari akan akibatnya, sehingga unsur dengan sengaja ini tidak lain untuk menilai niat sebagai unsur subyektif bahwa Terdakwa mengetahui, menghendaki dan meyadari perbuatan yang dilakukan, dan didalam menilai niat sebagai unsur subyektif kita tetap harus memperhatikan obyektivitas yang berhubungan dengan norma yang terkait dalam masyarakat, sehingga suatu perbuatan dapat dinilai telah dilakukan dengan sengaja karena telah diterima demikian oleh semua orang;” “Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan harta kekayaan menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud;” “Menimbang, bahwa dari fakta hukum yang terungkap di persidangan, terbukti Terdakwa telah menerima uang tunai sejumlah USD 100.000,- (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau yang setara dengan Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dari Yudi Hermawan;” “Menimbang, bahwa menurut keterangan Terdakwa yang diperkuat dengan bukti 1 (satu) lembar fotocopy Check Number : 038645723, Client ID : 32875, Check Date : April, 24, 2008, Fee/Komisi dari Google Incorporation, Mountain View California sejumlah USD 148,24 (seratus empat puluh delapan koma dua puluh empat sen Dolar Amerika Serikat), yang ditujukan kepada Agi Sugiono, SE., terbukti Terdakwa telah membuka usaha on line marketing;”

4.3. Dalam membuktikan unsur “Yang diketahuinya atau patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana” Majelis Hakim berpendapat seperti dalam

pertimbangannya yang berbunyi:

“Menimbang, bahwa dengan demikian harta kekayaan yang dimaksudkan dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, termasuk Pasal 3 ayat (1) huruf c, semua harta kekayaan itu diperoleh dari hasil tindak pidana asal sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) atau yang lasimnya disebut dengan istilah predicate crime;” “Menimbang, bahwa sekalipun disebutkan bahwa tindak pidana yang dimaksudkan di sini berhubungan dengan tindak pidana asal yang tersebut

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 38: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

83

dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2), tidak berarti dalam perkara ini harus dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, karena tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, pemeriksaan tetap dapat dilanjutkan apabila ada dugaan harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2), hal ini secara tegas disebutkan dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang” “Menimbang, bahwa dalam perkara ini ditemukan adanya fakta hukum bahwa Terdakwa telah menerima uang USD 100.000,- (seratus ribu dolar Amerika Serikat) dari Yudi Hermawan;” “Menimbang, bahwa Penasehat Hukum Terdakwa di dalam pledoinya menyatakan bahwa tidak ada satu saksipun yang melihat Terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum, kecuali fakta bahwa telah terjadi tindakan hukum berupa pinjam meminjam uang yang lasim dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dan bukan merupakan tindakan melanggar hukum;” “Menimbang, bahwa sistem pembuktian yang dianut dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak semata-mata bergantung pada keterangan saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum seperti halnya dalam KUHAP, karena di dalam membuktikan ada tidaknya tindak pidana pencucian uang dapat dipergunakan sistem pembuktian terbalik, seperti yang tersebut dalam Pasal 35 yang menyebutkan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana;” “Menimbang, bahwa di dalam persidangan, Majelis Hakim telah memberikan kesempatan kepada Terdakwa maupun Penasehat Hukumnya untuk membuktikan bahwa uang USD 100.000,- (seratus ribu dolar Amerika Serikat) yang diterima Terdakwa dari Yudi Hermawan merupakan pinjaman, karena di persidangan Yudi Hermawan tidak mengakui telah meminjamkan uang kepada Terdakwa;” “Menimbang, bahwa ternyata di dalam persidangan Terdakwa tidak dapat menunjukan baik itu dalam bentuk perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian hutang piutang atau dalam bentuk kwitansi maupun dalam bentuk lainnya yang dapat membuktikan telah terjadi pinjam meminjam antara Terdakwa dengan Yudi Hermawan;”

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 39: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

84

“Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Penasehat Hukum Terdakwa bahwa pinjam meminjam uang sudah merupakan hal yang lasim dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, tetapi yang menjadi tidak lasim apabila pinjam meminjam uang USD 100.000,- (seratus ribu dolar Amerika Serikat) yang setara dengan kurang lebih Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dilakukan tanpa adanya suatu perjanjian atau bukti tertulis lainya yang dapat menunjukkan telah terjadi pinjam meminjam uang, karena bukti peminjaman tersebut lasim dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, apalagi pinjam meminjam tersebut dalam jumlah yang sangat besar maka tidak mungkin dilakukan tanpa adanya suatu perjanjian apapun;” “Menimbang, bahwa Terdakwa menerangkan bahwa saat setelah saksi Yudi Hermawan diperiksa oleh Polda Jabar, ia menemui Terdakwa dan mengatakan apabila nantinya Terdakwa juga diperiksa oleh Penyidik Polda Jabar agar Terdakwa mengakui bahwa hanya menerima uang dari saksi Yudi Hermawan sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), padahal yang sebenarnya adalah USD 100.000,- (seratus ribu dolar Amerika Serikat);” “Menimbang, bahwa saksi Raden Handaru Ismoyojati di persidangan menerangkan bahwa ia pernah dihubungi oleh konsultan pajak PT. Broadband Multimedia yaitu Asri Harahap yang mengatakan akan minta fee dari PT. Broadband Multimedia tetapi saksi menolak, sedangkan keterangan saksi sepanjang yang menyangkut jumlah uang yang tersebut dalam BAP Penyidik semuanya tidak benar, saat itu saksi menandatangani BAP tersebut karena merasa takut kepada Polisi;” “Menimbang, bahwa di dalam BAP Penyidik tersebut saksi Raden Handaru Ismoyojati menerangkan bahwa sdr. Yudi Hermawan memberitahukan kepada saksi bahwa ada dana Rp.6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) dari Asri Harahap;” “Menimbang, bahwa dengan demikian keterangan saksi Raden Handaru Ismoyojati, bila dihubungkan dengan keterangan saksi Yudi Hermawan yang seteleh diperiksa oleh Penyidik kemudian menemui Terdakwa serta keberadaan Terdakwa yang menerima uang USD 100.000,- (seratus ribu dolar Amerika Serikat) dari Yudi Hermawan dengan dalil pinjaman tanpa adanya bukti peminjaman, maka jelas telah diperoleh bukti petunjuk bahwa uang yang diterima Terdakwa dari Yudi Hermawan jelas berhubungan dengan pemeriksaan pajak di PT. Broadband Multimedia yang dilakukan oleh Terdakwa, dan saksi Yudi Hermawan sebagai anggota team serta Raden Handaru Ismoyojati selaku Ketua Team;” “Menimbang, bahwa adalah tidak beralasan apabila Terdakwa tidak mengetahui atau setidak-tidaknya tidak menduga bahwa uang sebesar itu

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 40: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

85

yang diterima dari Yudi Hermawan dengan dalil pinjaman tetapi Terdakwa sama sekali tidak menandatangani surat bukti peminjaman, karena hal tersebut sama sekali di luar norma yang berlaku di dalam masyarakat pada umumnya dimana dalam setiap transaksi pinjam meminjam apalagi dalam jumlah USD 100.000,- (seratus ribu dolar Amerika Serikat) yang nilainya kurang lebih setara dengan Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) mustahil diberikan tanpa adanya suatu bukti tertulis yang dapat membuktikan adanya pinjam meminjam tersebut, sehingga dengan demikian Majelis Hakim yakin bahwa Terdakwa mengetahui atau setidak-tidak dapat menduga bahwa uang yang diterima dari saksi Yudi Hermawan tersebut berasal dari tindak pidana penyuapan karena pada saat itu mereka baru saja selesai melakukan pemeriksaan pajak di PT. Broadband Multimedia;”

4.4. Dalam membuktikan unsur “Baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun

atas nama pihak lain” Majelis Hakim berpendapat seperti dalam

pertimbangannya yang berbunyi:

“Menimbang, bahwa unsur keempat ini berhubungan dengan unsur yang kedua yaitu membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan;” “Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana telah dipertimbangkan dalam unsur kedua sebagaimana diuraikan di atas, maka semua perbuatan membayar dan membelanjakan uang yang diterima dari Yudi Hermawan, semuanya dilakukan atas nama Terdakwa sendiri bukan atas nama orang lain, baik itu untuk membiayai pengobatan orang tuanya, belanja keperluan keluarga sehari-hari maupun usaha on line marketing semuanya dilakukan langsung dan atas nama Terdakwa sendiri, sehingga jelas unsur inipun telah terpenuhi;” “Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan disusun secara alternatif, maka dengan terbuktinya dakwaan alternatif Kesatu, maka dakwaan alternatif Kedua tidak perlu untuk dipertimbangkan lagi;”

5. Komentar

a. Majelis Hakim tidak memerintahkan penyitaan terhadap harta kekayaan

terdakwa yang diperoleh dari uang sebesar US$ 100.000 (seratus ribu dolar

Amerika Serikat) yang diperoleh dari tindak pidana karena menurut Pasal 34

Undang-undang No. 15 tahun 2002 jo. Undang-undang No. 25 tahun 2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang bahwa dalam hal diperoleh bukti yang

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 41: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

86

cukup sebagai hasil pemeriksaan di Pengadilan terhadap terdakwa, hakim

memerintahkan penyitaan terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut

diduga hasil tindak pidana yang belum disita oleh penyidik atau penuntut umum.

b. Dalam penerapan asas pembuktian terbalik, dapat dilihat bahwa terdakwa telah

diberikan kesempatan oleh hakim untuk membuktikan bahwa uang sebesar

US$ 100.000 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) diperolehnya bukan dari

tindak pidana namun ternyata di dalam persidangan terdakwa tidak dapat

membuktikan bahwa uang tersebut merupakan hasil pinjamannya dari Yudi

Hermawan sebagaimana yang didalilkannya dalam pembelannya.

c. Jaksa Penuntut Umum langsung memilih dan mempertimbangkan dakwaan

Kedua tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan Dakwaan Kesatu, karena

sekalipun dakwaan disusun secara alternatif tidak berarti bahwa Penuntut Umum

bebas untuk memilih dakwaan mana yang harus dibuktikan terlebih dahulu,

Penuntut Umum harus tetap mempertimbangkan secara berurutan sesuai dengan

urutan dakwaannya, seperti dalam perkara ini ada dakwaan Pertama atau

dakwaan Kedua, maka Penuntut Umum harus terlebih dahulu

mempertimbangkan dakwaan Pertama dan apabila dakwaan Pertama tidak

terbukti barulah dipertimbangkan dakwaan Kedua.

Dari kasus di atas, apabila kita baca lagi dengan seksama baik itu dakwaan

maupun pembelaan dan putusan dari hakim maka dapat kita ambil kesimpulan di sini

bahwa pada prakteknya sistem pembuktian terbalik yang ditetapkan tidak menggunakan

asas praduga bersalah secara mutlak, tetapi secara terbatas dan berimbang, yaitu selain

tersangka atau terdakwa yang harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah, jaksa

penuntut umum juga berkewajiban dalam hal pembuktian tuntutannya. Hal ini sangat

jelas dapat kita lihat di dalam pertimbangan hakim.

Jadi dalam pelaksanaannya sistem pembuktian terbalik tidak dijalankan secara

murni dengan menggunakan asas praduga bersalah secara mutlak yang mengharuskan si

tersangka atau terdakwa yang diwajibkan untuk melakukan pembuktian bahwa ia tidak

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Page 42: BAB III PENERAPAN ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM … Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.76 Tujuan

87

bersalah. Jikalau kita menganut asas Omkering van bwijslast dalam bentuk murni

aslinya maka tidak diperlukan lagi jaksa membuktikan kesalahan terdakwa.122

122 Oemar Seno Adji, Hukum Pidana Pengembangan, Cetakan Pertama, (Jakarta: Erlangga,

1985), hal. 229.

Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.